Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN KONDISI KERJA TERHADAP

SISTEM RESPIRASI

Disusun Oleh:
Axell Raditya Dhiaurrahman (2206026353)
Intan Silmi Alya Mahmud (2206080626)
Ameera Zandra Chairullah (2206812281)
Sulthan Aliyafiansyah (2206029014)
Titania Ramadhina (2206820106)
Rendy Adria Kala (2206813946)
Rifda Rihhadatul Aisy (2206032740)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Kota Depok
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, serta taufik
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
fisiologi kerja dengan judul Hubungan Kondisi Kerja Terhadap Sistem Respirasi.
Tugas makalah ini bertujuan untuk memperoleh dan menyampaikan informasi tentang
betapa pentingnya mencari ilmu dan berbagi pengetahuan mengenai sistem respirasi dan
kondisi kerja. Perancang berharap makalah ini dapat memberikan informasi sekaligus manfaat
bagi kita semua.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
yang telah kami buat ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah mata kuliah fisiologi kerja dengan judul
Hubungan Kondisi Kerja Terhadap Sistem Respirasi ini dapat menambah wawasan dan
memberikan berbagai manfaat terhadap pembaca.

Depok, 4 September 2022

Tim Perancang

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
2.1 Sistem Respirasi .......................................................................................................... 2
2.2 Kondisi Kerja yang Mempengaruhi Sistem Respirasi ................................................ 5
2.3 Gangguan Sistem Respirasi yang Berkaitan dengan Kerja ......................................... 7
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 11
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 11
3.2 Saran .......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat semakin inovatif dalam


mengembangkan berbagai jenis teknologi yang mendukung aktivitas sehari-hari. Komunikasi
yang lebih mudah diakses, transportasi yang lebih cepat, dan informasi yang lebih cepat
memudahkan kita dalam melakukan berbagai aktivitas. Tentu saja perkembangan ini
disamakan dengan pesatnya permintaan tenaga kerja. Dalam keadaan darurat ini, berbagai
sektor akhirnya akan membuka lapangan kerja baru. Bidang karir ini sangat meningkatkan
perekonomian masyarakat. Namun, kelebihannya juga harus diimbangi dengan kekurangannya.
Ketika energi kerja meningkat, demikian juga jumlah kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja
merupakan faktor risiko utama bagi kesehatan pekerja, dengan konsekuensi kesehatan, sosial
dan ekonomi yang merugikan bagi pekerja. Kecelakaan kerja di Indonesia masih tergolong
tinggi, menewaskan delapan pekerja setiap hari.

Banyaknya kecelakaan kerja ini mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia


sehingga dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993. Ditetapkan bahwa 31
jenis penyakit yang muncul akibat hubungan kerja dan penyakit yang berhubungan dengan
pernapasan yang berada di urutan pertama hingga ketiga. Hal ini mengandung pengertian
bahwa sistem organ pernapasan atau respirasi merupakan sistem organ yang paling terpengaruh
oleh bahan-bahan di tempat kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang mendasari pembuatan


makalah ini adalah apa itu sistem organ pernapasan, bahaya apa saja yang dapat mempengaruhi
sistem organ di tempat kerja, dan risiko penyakit pernapasan yang dapat ditimbulkan di tempat
kerja.

1.3 Tujuan

Makalah Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan masalah
tertulis dan meningkatkan kesadaran akan risiko penyakit pernafasan di tempat kerja.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Respirasi

Sistem pernapasan atau respirasi merupakan salah satu sistem organ yang sangat
penting bagi tubuh. Sistem pernapasan bertanggung jawab untuk mengambil oksigen,
mengeluarkan karbon dioksida, mengeluarkan karbohidrat dan menggunakan energi dalam
tubuh. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi sepanjang waktu di paru-paru, yaitu di
alveolus. Oksigen yang kita butuhkan berasal dari atmosfer bumi yang mengandung 21 persen
oksigen (Majumder, 2015). Ada dua jenis respirasi, yaitu respirasi eksternal dan respirasi
internal. Respirasi eksternal adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan
udara. Selain itu, ada juga respirasi internal, yaitu pertukaran oksigen dan karbon dioksida
antara aliran darah dan sel-sel tubuh.

Saat tubuh menghirup dan menghembuskan napas, ada dua cara pernapasan yang dapat
dilakukan oleh tubuh manusia, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Saat tubuh
melakukan pernapasan dada, otot-otot di antara tulang rusuk berkontraksi. Selain itu, tulang
rusuk akan terangkat dan rongga dada akan membesar. Sedangkan pada pernapasan perut,
diafragma pada perut berkontraksi dan volume rongga dada menjadi besar sehingga udara
masuk ke paru-paru.

Dalam keadaan normal, manusia membutuhkan 300 liter oksigen per hari. Saat tubuh
bekerja berat, oksigen bisa dibutuhkan berkali-kali lipat. Jika tubuh bekerja keras, oksigen yang
dibutuhkan bisa mencapai 3000 liter per hari. Sistem pernapasan manusia terdiri dari hidung,
faring, laring,
trakea, bronkus,
bronkiolus,
dan paru-paru.

2
Hidung adalah struktur yang lebih beradaptasi untuk mengisap udara daripada mulut.
Lubang hidung adalah pintu gerbang ke saluran hidung yang dilapisi oleh selaput lendir. Di
bagian bawah membran terdapat pembuluh darah kapiler yang berfungsi menghangatkan udara
sebelum mencapai paru-paru. Selain menghangatkan, udara disaring oleh bulu-bulu halus di
rongga hidung.

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan dari dua
saluran, yaitu saluran pernafasan (nasofaring) di bagian depan dan saluran pencernaan
(orofaring) di bagian belakang. Di bagian belakang faring (posterior) adalah laring (faring)
tempat pita suara (vocal cords) berada. Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita
suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Fungsi utama dari faring adalah untuk menyediakan
saluran bagi udara untuk masuk dan keluar dan juga sebagai saluran untuk menelan makanan
dan minuman, faring juga menyediakan ruang dengung atau resonansi untuk suara ucapan.

Setelah itu, udara masuk ke laring. Laring adalah tabung yang dikelilingi oleh tulang
rawan. Laring berada di antara orofaring dan trakea, di depan laringofaring. Dinding laring
diperkuat oleh kartilago krikoid dan tiroid. Salah satu tulang rawan di laring disebut epiglotis.
Epiglotis terletak di ujung pangkal laring. Epiglotis mencegah makanan memasuki glotis dan
menghalangi saluran udara.

Udara masuk ke trakea dalam bentuk tabung sepanjang 10 cm. Trakea terletak sebagian
di leher dan sebagian lagi di rongga dada (thorax). Dinding tenggorokan tipis dan kaku,
dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan di bagian dalam rongga bersilia. Silia ini berfungsi
menyaring benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Trakea terletak di depan
kerongkongan.

Setelah memasuki trakea, udara akan sampai di bronkus yang merupakan cabang dari
trakea. Setiap bronkus bercabang menjadi satu paru-paru. Paru-paru terdiri dari bronkiolus
respiratorius, duktus alveolus, sakus alveolus, dan alveolus. Struktur selaput lendir bronkus
sama dengan trakea, hanya saja tulang rawan bronkus bentuknya tidak beraturan dan di
sebagian besar bronkus terdapat cincin tulang rawan yang melingkari lumen. Bronkus
bercabang lagi menjadi tubulus kecil yang disebut bronkiolus. Selanjutnya udara akan masuk
ke alveolus. Sel alveolus adalah tempat terjadinya pertukaran gas.

Paru-paru orang dewasa dapat menampung total volume 6000 mL udara yang terdiri
dari volume udara residu 1000 mL, volume tidal 500 mL, volume udara cadangan inspirasi

3
3000 mL, dan volume udara cadangan ekspirasi. 1500ml. Volume residu adalah udara yang
tidak dapat dikeluarkan dari paru-paru. Volume tidal adalah volume udara yang masuk dan
keluar selama pernapasan normal. Volume udara cadangan inspirasi adalah volume udara yang
dapat ditarik ke dalam paru-paru setelah inspirasi normal. Sedangkan volume udara cadangan
ekspirasi adalah volume udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru-paru setelah
menghembuskan napas secara normal.

4
2.2 Kondisi Kerja yang Mempengaruhi Sistem Respirasi

Dalam berbagai bidang pekerjaan, baik teknik dan industri maupun di bidang kesehatan,
terjadi pertumbuhan yang sangat pesat, terutama di bidang teknik dan industri. Pertumbuhan
ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Sisi positifnya, semakin luasnya lapangan
pekerjaan akan memudahkan banyak orang untuk mencari pekerjaan, dan kualitas komunikasi
dan transportasi yang tinggi akan berdampak pada peningkatan taraf sosial ekonomi
masyarakat. Namun, di balik hal-hal positif tersebut, ada juga sisi negatifnya. Dengan kondisi
kerja di sektor industri yang banyak menangani berbagai macam material dan peralatan,
banyak juga penyakit yang disebabkan oleh paparan material selama proses produksi,
overworking, dan bisa juga dari produksi.

Salah satunya adalah contoh masalah kondisi kerja pada industri pahat batu di
Kabupaten Barru Kecamatan Tanete Riaja, berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
pekerja yang lokasi kerjanya terkait dengan polutan atau bekerja di luar ruangan rentan
terhadap penyakit yang menyerang sistem pernapasan atau gangguan pada paru-paru. Hal ini
dikarenakan ada hubungan antara beban kerja dengan gangguan paru, lama kerja pada
gangguan paru, dan penggunaan masker pada gangguan paru, karena polusi udara dan partikel
debu yang mengendap di paru dapat mengganggu sistem kerja saluran pernafasan. Adanya
industri ukiran batu mengakibatkan jumlah penderita ISPA terbanyak di wilayah kerja
Puskesmas Lisu Kecamatan Tanete Riaja yaitu sebanyak 949 penderita dalam 1 tahun.

Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2018, diperkirakan


ada sekitar 2,78 juta korban penyakit akibat kerja setiap tahunnya. Penyakit akibat kerja
merupakan penyebab kematian terbesar pada pekerja karena dari 2,78 juta orang, 2,8 juta
pekerja meninggal karenanya. Contoh lain masalah kondisi kerja adalah para pekerja di
Terminal Bus Antarkota Sungai Kunjang, Kota Samarinda. Hasil pengukuran kadar debu
terhirup antara 0,08-3,75 mg/m3 1 responden (33,3%) di atas Nilai Ambang (NAV) dan 2
responden (66,7%) di bawah Nilai Ambang dan hasil pengukuran vital kapasitas paru 2
responden (66,7%) dinyatakan normal, sedangkan 1 responden (33,3%) mengalami campuran
(gangguan restriktif dan obstruktif). Menurut hasil penelitian, terdapat persyaratan kadar debu
yang terhirup pada 1 pekerja yang melebihi nilai ambang batas 3,75 mg/m3 dan 1 pekerja yang
memiliki campuran (gangguan restriktif dan obstruktif) dan masyarakat (Budiyono, 2001).

5
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 menjelaskan
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Kerja, bahwa Nilai Ambang Batas
Debu Respiratori adalah 3 mg/m3. Orang yang bekerja di lingkungan yang terpapar debu akan
menghirup debu 10-100 kali lebih banyak daripada mereka yang berada di luar lingkungan
sehingga berisiko tinggi mengalami kelainan pada fungsi paru-paru dan pernapasan, yang di
kemudian hari akan menimbulkan gangguan kenyamanan dalam bekerja.

6
2.3 Gangguan Sistem Respirasi yang Berkaitan dengan Kerja

Berbagai macam penyakit yang timbul akibat kerja, paru-paru dan saluran pernapasan
merupakan organ dan sistem tubuh yang paling terkena dampak dari bahan atau bahan
berbahaya di tempat kerja. Salah satu penyebab gangguan pernapasan di tempat kerja adalah
debu. Terkait dengan hal tersebut adalah sektor industri dan pertambangan. Kegiatan industri
yang beroperasi akan menimbulkan pencemaran udara seperti debu. Debu yang terhirup oleh
persalinan dapat menyebabkan kelainan fungsi paru-paru. Debu ini merupakan material yang
sering disebut sebagai Suspended Particulate Matter (SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai
500 mikron. Dalam pencemaran udara baik di dalam maupun di luar gedung (Indoor dan Out
Door Polusi) debu sering digunakan sebagai indikator pencemaran yang digunakan untuk
menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja. Gangguan pernapasan akibat menghirup debu dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain debu itu sendiri yaitu ukuran partikel, bentuk, kelarutan, konsentrasi, sifat
kimia, lama paparan, dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan tubuh.

Ada berbagai penyakit akibat polusi debu di tempat kerja, yang pertama adalah Silikosis.
Silikosis adalah penyakit paru-paru akibat kerja yang paling penting. Penyebabnya adalah
silika bebas (SiO2) yang terkandung dalam debu yang terhirup saat bernafas dan terdeposit di
paru-paru dengan masa inkubasi 2-4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih singkat, atau gejala

7
silikosis akan segera muncul, jika konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhirup ke
dalam paru-paru dalam jumlah banyak. Silikosis ditandai dengan sesak napas disertai batuk.
Jika silikosis sudah parah, sesak napas akan bertambah parah kemudian diikuti dengan
hipertrofi jantung kanan yang akan mengakibatkan gagal jantung.

Kedua adalah penyakit asbestosis. Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Debu asbes yang terhirup ke
dalam paru-paru akan menimbulkan gejala sesak napas dan batuk disertai dahak. Gejala
asbestosis muncul secara bertahap dan muncul hanya setelah pembentukan jaringan parut
dalam jumlah besar dan paru-paru kehilangan elastisitasnya. Gejala pertama adalah sesak napas
ringan dan berkurangnya kemampuan untuk berolahraga. Sekitar 15% pasien akan mengalami
sesak napas yang parah dan mengalami gagal napas. Pengobatan suportif untuk mengatasi
gejala yang timbul adalah dengan mengeluarkan lendir/dahak dari paru-paru melalui prosedur
postural drainase, perkusi dada dan vibrasi. Diberi semprotan untuk mengencerkan lendir.
Mungkin perlu untuk memberikan oksigen.

Ketiga adalah penyakit bisonik. Bisinosis adalah penyakit pneumokoniosis yang


disebabkan oleh kontaminasi debu atau serat kapas di udara yang kemudian terhirup ke dalam

8
paru-paru. Debu kapas atau serat kapas sering ditemukan di pabrik pemintalan kapas, pabrik
tekstil, dan lain-lain. Gejala penyakit ini seperti batuk dan sesak dada.

Keempat adalah penyakit antrakosis. Antrakosis adalah penyakit pernapasan yang


disebabkan oleh debu batu bara. Penyakit ini biasanya ditemukan pada pekerja pertambangan
batubara atau pada pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpan
batubara di tungku besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta
pekerja boiler di perusahaan batubara. pembangkit listrik yang dipecat. batu bara.

Kelima adalah Chemical Pneumonitis. Chemical Pneumonitis adalah peradangan paru-


paru yang terjadi akibat menghirup gas dan bahan kimia. Pneumonia kimia akut menyebabkan
edema (pembengkakan jaringan paru-paru) dan berkurangnya kemampuan paru-paru untuk
menyerap oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida. Pasalnya, berbagai bahan kimia di
lingkungan rumah tangga dan industri dapat menyebabkan radang paru-paru, baik akut maupun
kronis. Gejala penyakit ini adalah batuk, sesak napas, suara tidak normal, dan lain-lain.
Perawatan utama adalah pemberian oksigen. Jika kerusakan paru-paru parah, mungkin perlu
memasang respirator mekanis. Diberikan obat yang membuka saluran pernafasan, cairan infus
dan antibiotik. Untuk mengurangi peradangan paru-paru, kortikosteroid (misalnya prednison)
sering diberikan.

9
Keenam adalah Asma karena pekerjaan. Penyakit ini disebabkan oleh banyak zat di
tempat kerja yang dapat menyebabkan asma akibat kerja. Yang paling umum adalah molekul
protein (debu kayu, debu gandum, bulu binatang, partikel jamur) atau bahan kimia lainnya
(terutama diisosianat). Pengobatannya sama dengan asma jenis lain, yaitu diberikan
bronkodilator (obat yang membuka saluran udara), baik dalam bentuk obat hirup (misalnya
albuterol) maupun dalam bentuk tablet (misalnya teofilin). Ketujuh adalah Kanker Paru-paru.
Zat-zat yang bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan kanker paru-paru antara lain asbes,
uranium, gas mustard, arsenik, nikel, kromium, klorin metil eter, arang bakar, kalsium klorida
dan zat radioaktif serta tar batubara. Pekerja yang terpapar zat ini dapat mengembangkan
kanker paru-paru setelah terpapar dalam waktu lama, yaitu antara 15 dan 25 tahun. Pekerja
yang terkena dampak adalah mereka yang bekerja di pertambangan, pabrik, kilang dan industri
kimia.

Pencegahan merupakan tindakan terpenting dalam pengelolaan penyakit sistem


pernapasan akibat kerja. Berikut upaya pencegahannya, yaitu:

A. Promosi Kesehatan (Health Promotion) Langkah-langkah pencegahan awal untuk


menghindari penyakit paru akibat kerja, yaitu: Pengenalan lingkungan kerja kepada pekerja
agar pekerja dapat mengetahui bahaya apa saja yang dapat terjadi di lingkungan kerjanya dan
tenaga kerja dapat mencegahnya.

B. Perlindungan Khusus, seperti: Menciptakan kondisi tempat kerja yang baik dan sanitasi
yang baik, pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum penempatan dan perhatian khusus
pada paru-paru, dan penggunaan masker bagi seluruh karyawan.

C. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis cepat dan terapi segera) seperti : Mencari
pekerja yang mempunyai resiko menderita penyakit paru-paru, Memeriksa alat pacu jantung
paru-paru, kapasitas oksigen maksimal paru-paru pekerja sehingga dapat diketahui deskripsi
perkembangan kesehatan tenaga kerja, dan Anamnesis riwayat kesehatan lengkap termasuk
riwayat pajanan kerja dan lingkungan.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem pernafasan atau respirasi adalah salah satu sistem organ yang sangat penting
bagi tubuh. Terdapat dua jenis respirasi, yaitu respirasi luar dan respirasi dalam. Selain itu,
terdapat dua cara pernapasan yang dapat dilakukan oleh tubuh manusia, yakni pernapasan dada
dan pernapasan perut. Pada keadaan normal, manusia butuh 300 liter oksigen perharinya.Paru-
paru orang dewasa dapat menampung udara dengan volume total 6000 mL yang terdiri atas
volume udara residu 1000 mL, volume tidal 500 mL, Volume udara cadangan inspirasi 3000
mL, dan volume udara cadangan ekspirasi. 1500 mL.
Di berbagai macam bidang pekerjaan terdapat pertumbuhan yang sangat pesat terutama
pada bidang teknik dan industri. Pertumbuhan ini tentunya memiliki dampak positif dan
dampak negatif. Positifnya lapangan pekerjaan yang semakin luas. Namun, dibalik hal-hal
positif tersebut, terdapat pula sisi negatifnya. timbul pula banyak penyakit yang disebabkan
exposure terhadap bahan-bahan selama proses produksi, overworking, dan bisa juga dari hasil
produksi.
Organ paru-paru dan saluran nafas merupakan organ dan sistem tubuh yang paling
banyak terpengaruh oleh bahan-bahan yang berbahaya ataupun material di tempat kerja.
Salah satu penyebab dari timbulnya gangguan respirasi di tempat kerja adalah debu. Debu yang
terhirup oleh tenaga kerja dapat menimbulkan kelainan fungsi pada paru-paru, contohnya:
penyakit Silikosis, Asbestosis, Bisonisis, Pneumonitis Kimia, dan Asma. Penyakit tersebut bisa
dihindari dengan melakukan Health Promotion (Promosi Kesehatan), Specific Protection
(Pemberian Perlindungan Khusus), Early diagnosis and promt treatmen (Diagnosa dini dan
Terapi segera).

3.2 Saran

Oleh karena itu, tentunya lebih baik dilakukan pencegahan sedini mungkin. Dimulai
dari pemahaman akan kaitan lingkungan dengan sistem respirasi, mengenali berbagai macam
risiko gangguan respirasi yang ada ditempat kerja, pemeriksaan kesehatan rutin ditempat kerja,
mengurangi polusi udara yang berasal dari tempat kerja serta mewajibkan setiap pekerja
menggunakan Alat Pelindung Diri seperti masker saat bekerja. Dengan melakukan hal-hal yang

11
telah disebutkan tadi, diharapkan dapat mengurangi risiko gangguan respirasi di tempat kerja.
Penulisan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan, maka kritik dan saran yang
bersifat membangun demi mengembangkan makalah ini sangat diperlukan.

12
DAFTAR PUSTAKA
Armaidi Darmawan, (2013) ‘Penyakit Sistem Respirasi Akibat Kerja’. Jambi, Indonesia:
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

Buku Ajar Penyakit Akibat Kerja dan Surveilans. (2019). (n.p.): Universitas Indonesia
Publishing.

Fatimah, S. and Habibi, M., 2018. Kondisi kadar debu terhisap dan gangguan fungsi paru
pada Pekerja di terminal bus antarkota sungai kunjang kota Samarinda.

Fernandez, G. J., Saturti, T. I. A. (2017) ‘Sistem Pernafasan’. Bali, Indonesia: Klinik Madya
Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Obi, A. N., Azuhairi, A. and Huda, B. (2017) ‘Factors associated with work related injuries
among workers of an industry in Malaysia’. Malaysia: The Ergonomics Open Journal.

Irfani, T. H. (2015) ‘the Prevalence of Occupational Injuries and Illnesses in Asean:


Comparison Between Indonesia and Thailand’. Gorontalo, Indonesia: Public Health of
Indonesia.

Permana, A. D., dkk. (2017) ‘Ringkasan Olimpiade Biologi Internasional Biologi’ (edisi
keenam). Bandung, Indonesia: Penerbit ITB.

Redyana Zatnika., dkk. (2013). ‘Sistem Respirasi’. Tasikmalaya, Indonesia: Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan STIkES Bakti Tunas Husada Tasikalaya Prodi Farmasi

Sultan, S. and Habo, H., 2020. Gambaran Karakteristik Pekerja Yang Berisiko Terkena
Gangguaan Sitem Pernapasan Di Industri Batu Pahat Tampung Cinae Kecamatan Tanete
Riaja Kabupaten Barru. Journal of Muslim Community Health, 1(3), pp.77-86.

Wahyuni, N., Andayani, N. L. N. (2020) ‘Survey dan Edukasi Kesehatan Keselamatan Kerja
pada Pekerja Pabrik Pengolahan Padi Tradisional di Penebel Tabanan.’ Bali, Indonesia:
Buletin Udayana Mengabdi.

13

Anda mungkin juga menyukai