Anda di halaman 1dari 5

UAS ILMU KALAM

Muhammad Rizky

Semester II non regular


1) https://www.youtube.com/watch?v=l3Tnp2B-k1M

Ahlussunah Waljamaah nama pengikut nabi Muhammad shalallahu hu alaihi wassalam, karena
Rasulullah telah memberitahu lewat hadist bahwa umatnya akan terpecah dan rosullulah
menamai pengikutnya dengan nama Ahlussunah Waljamaah yaitu yg mengikuti cara beragama
rosullulah dan sahabat Khulafaur Rosyidin baik dlm beraqidah bermualah dengan Allah dan
mahluk. jadi jangan membuat kelompok atau golongan karena dilarang utk berpecah belah,
banyak yang mengaku Ahlussunah Waljamaah tetapi prakteknya tidak seperti rosullulah dan
sahabat awas tertipu .seperti banyak org yg mengaku muslim tetapi tidak mau sholat di masjid
kecuali yg udzur . Berarti muslim patut diperhatikan hati hatilah

2) https://www.youtube.com/watch?v=B4uR3knBtn4#2m50s

Definisi yang benar tentang salafi, yaitu yang mengikuti ulama terdahulu (madzhab). Bukan yang
hanya mengambil dari quran dan hadist saja.

3) https://www.youtube.com/watch?v=sNmQYpR4zz8

Aliran Asy'ariyah dan Maturidiyah dibawah oleh Abu Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari dan Abu
Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Dua ajaran ini merupakan ajaran
ahlu sunnah wal jama'ah yang Buya Yahya anut. mayoritas umat islam di indonesiapun
merupakan golongan asy'ariyah dan maturidiyah. pada kesempatan ini syekh Abdul Qodir Al
Husayn dari Turki dan Buya Yahya menjelaskan kenapa kita harus memilih Asy'ariyah atau
Maturidiyah dan apa perbedaan keduanya.

4) https://www.youtube.com/watch?v=AwqW2iDhJ2c

"HTI tidak sesat. Tapi tidak tepat di Indonesia," tegasnya seraya mengingatkan bahwa Indonesia
bukanlah darul Islam (Negara Islam), tapi darussalam (negara keselamatan), Rabu (10/5). Ia
mengingatkan juga bahwa HTI selama ini tidak memiliki peran dan sumbangsih ikut berjuang
melawan penjajah di zaman kemerdekaan. Mereka bukan seperti ormas lainnya seperti NU yang
telah jelas nyata mewujudkan kemerdekaan Indonesia. "Begitu mudahnya mereka datang tidak
ikut berjuang, tiba-tiba ingin mengganti ideologi Indonesia dengan sistem khilafah yang sudah
dilarang di banyak negara," katanya. Ia menegaskan bahwa Pancasila dan NKRI adalah harga
mati dan sudah final. Menurutnya tidak perlu ada wacana-wacana khilafah di Indonesia.
"Jangankan di Indonesia, di negara Timur Tengah HT itu sudah ditolak," tegasnya sembari
menilai bahwa pelarangan HTI di Indonesia terlambat dibanding negara-negara lain. Lebih lanjut
Gus Nawir mengatakan bahwa Hizbut Tahrir secara ekstrem mewajibkan khilafah dan apabila
tidak menggunakan sistem tersebut adalah dosa besar. Sementara kajian lain dari Imam Ghazali
dalam Al-Iqtishad fi Al-I'tiqad halaman 200 menyebutkan bahwa kajian tentang khilafah tidak
penting, dan lebih selamat tidak mengkajinya.

5) https://www.youtube.com/watch?v=4LALHmFcUTQ
Penting nya mengenal biografi imam abu al-Hasan al-asy’ari yang mendasar kepada aqidah 50 :
 20 sifat wajib di allah
 20 sifat mustahil allah
 1 sifat jaiz allah
 4 sifat wajib rosul
 4 sifat mustahil rosul
 1 sifat jaiz rosul

6) https://www.youtube.com/watch?v=SQZcYsJfkEY

alogaritma harus kita pelajari sesegera mungkin, kalau tidak mau menjadi negara yang terjajah
secara teknologi

7) https://www.youtube.com/watch?v=UmTUoyulwWA
Pentingnya memahami biografi imam al-maturidi
ketika membahas teologi Ahlussunnah wal Jama'ah, siapa pun tak akan bisa menghindar dari
nama besar mazhab Asy'ariyah dan Maturidiyah sebab keduanya adalah representasi dari
aqidah mayoritas ulama dari masa ke masa. Akan tetapi beberapa orang kemudian salah sangka
ketika mendengar istilah "mazhab Asy'ariyah Maturidiyah". Mereka mengira bahwa kedua
mazhab ini adalah ajaran baru atau aliran baru yang berbeda dari ajaran ulama salafus shâlih
yang sudah ada sebelumnya.

8) https://youtube.com/shorts/F5Ft5THfRfM?feature=share
Menyikapi video tersebut banyak kesalahpahaman yang dikatakan ustad tersebut.
Berikut bantahan nya :
Contoh penyimpangan adalah seseorang yang amal ibadahnya karena semata-mata ingin masuk
surga. Karena itulah ia mengatakan, "Kalau bukan karena amal ibadahku, tentu aku tak akan bisa
masuk surga."
Ini adalah kategori syariat yang kosong. Karena seolah syariat itu seperti tidak ada (wujuduha
ka'adamiha). Padahal manusia masuk surga itu bukan karena amal ibadahnya, melainkan karena
mendapatkan anugerah Allah Ta'ala.
Syariat adalah perintah-perintah Allah, dan larangan-larangan-Nya. Thariqah adalah perjalanan
dan aplikasi syariat. Sedangkan hakikat adalah melihat dengan dimensi dalam.
‫إن الطريق شريعة وطريقة* وحقيقة فاسمع لها ما مثال‬

9) https://youtube.com/shorts/vxmsbTWY5hE?feature=share
Pernyataan ustad tersebut banyak terjadi kesalahan.
Bantahan nya sebagai berikut :

bagaimana dengan suatu ungkapan yang terbilang lumrah di telinga penduduk Indonesia bahwa
Allah bersemayam di atas Arasy? Bolehkah mengatakan Allah bersemayam meskipun bersemayam
adalah sebuah tindakan fisikal yang hanya bisa dilakukan oleh jism (materi)? Apabila kita membaca Al-
Qur’an terjemahan Kementerian Agama dari surat at-Taha ayat 5 berikut:

ِ ْ‫الرَّحْ ٰ َمنُ َعلَى ْال َعر‬


‫ش ا ْستَ َو ٰى‬

Maka akan kita dapati terjemahannya adalah: “Tuhan yang Mahapemurah yang bersemayam di
atas ‘Arasy”. Terjemahan ini diberi catatan sebagai berikut: “Bersemayam di atas ‘Arasy ialah satu sifat
Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya”. (Lihat: Al Qur’an dan
Terjemahnya terbitan Kementerian Agama) Bila kita terima begitu saja terjemahan tersebut berarti
jawabannya sudah jelas: Ya, Allah bersemayam. Tetapi masalahnya tak sesederhana ini. Kita tak boleh
membahas masalah aqidah hanya berdasarkan pada terjemahan saja sebab bisa jadi terjemahannya tidak
tepat. Dan, tentu saja cara seseorang menerjemah tergantung pada mazhab yang ia anut sehingga
terjemahan satu orang bisa berbeda dengan lainnya, apalagi ini terkait dengan ayat Al-Qur’an yang
memang kaya makna. Ayat tersebut menggunakan redaksi istawayang diterjemahkan sebagai
“bersemayam”. Bila kita melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bersemayam berarti: duduk,
berkediaman, tinggal atau bila konteksnya adalah bersemayam dalam hati, maka maknanya adalah
terpatri dalam hati. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa dalam peristilahan bahasa Indonesia,
kalimat “bersemayam di atas ‘Arasy” artinya adalah duduk, berdiam atau tinggal di atas Arasy. Kesemua
makna ini tanpa diragukan adalah makna jismiyah yang seharusnya dibuang jauh-jauh dari Allah sebab
tak layak bagi kesucian-Nya. Makna duduk sendiri secara tegas dikecam sangat keras oleh Imam Syafi’i,
bahkan hingga level dianggap kafir. Imam Syafi’i sebagaimana diriwayatkan oleh Qadli Husain
menjelaskan bahwa di antara yang dianggap kafir adalah sebagai berikut:

‫د أن‬N‫ وكذا من يعتق‬،‫ ومن ال يؤمن بالقدر‬،‫ وبأنه ال يعلم المعدومات قبل وجودها‬،‫ كالقائلين بخلق القرآن‬:‫ومن كفرناه من أهل القبلة‬
‫هللا جالس على العرش؛ كما حكاه القاضي الحسين هنا عن نص الشافعي‬.

“Orang yang kami kafirkan dari kalangan orang yang shalat adalah: mereka yang berkata bahwa
al-Qur’an adalah makhluk, bahwa Allah tak mengetahui sesuatu sebelum terjadinya, juga orang yang tak
percaya takdir, demikian juga orang yang mengatakan bahwa Allah duduk di atas Arasy. Seperti
diriwayatkan oleh Qadli Husain dari penjelasan literal Imam Syafi’i.” (Ibnu ar-Rif’ah, Kifâyat al-Nabîh fî
Syarh at-Tanbîh, juz IV, halaman 23).

Tentang vonis kafir terhadap aliran sesat di atas sebenarnya bukanlah hal yang disepakati di
kalangan ulama, namun setidaknya semua sepakat bahwa pendapat seperti di atas adalah sesat.
Bagaimana tidak sesat, mengatakan Allah duduk di Arasy sama saja dengan mengatakan bahwa Allah
punya pantat yang menempel di atas Arasy; mengatakan Allah tinggal atau berdiam di Arasy sama saja
dengan mengatakan bahwa Allah punya volume dan ukuran fisik sehingga pasti Allah juga makhluk.
Kesemuanya sama sekali mustahil bagi Allah dan Maha Suci Allah dari semua itu. Dengan demikian,
dapat diketahui bahwa mengatakan Allah bersemayam di atas Arasy adalah ungkapan yang tidak tepat.
Tim penerjemah dari Kementerian Agama tampaknya sadar akan celah ini sehingga mereka memberi
catatan “Bersemayam di atas ‘Arasy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran
Allah dan kesucian-Nya” seolah mau menjelaskan bahwa bersemayam yang mereka maksud bukanlah
bersemayam dalam arti duduk, tinggal atau berdiam yang kesemuanya tidak layak bagi kebesaran dan
kesucian Allah, tetapi makna lain yang layak baginya.

10) https://www.youtube.com/watch?v=4_uXxbb_kSA
Seiring berjalan nya zaman banyak muncul aliran sesat, termasuk aliran mu’tazilah.
Mu’tazilah adalah sebuah sekte yang mulai berkembang di awal abad kedua Hijriah. Sekte ini
diajarkan oleh Washil bin Atha’, seorang murid al-Hasan al-Bashri yang memilih untuk
menyimpang dari ajaran guru-gurunya. Di kemudian hari, sekte yang ia dirikan dijuluki dengan
sekte Mu’tazilah yang diambilkan dari lafadz i’tazal (menyendiri/menyimpang) karena telah
menyimpang dari paham mayoritas umat Islam. Pada mulanya, Mu’tazilah yang diajarkan Washil
bin Atha’ hanya menyimpang dengan penetapan empat kaidah saja, yaitu: Pertama, menafikan
semua sifat dzat Allah yang telah termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits seperti ilm, qudrah,
iradah, dan sesamanya. Misalnya, mereka menganggap ilmu Allah tidak mungkin Qadim
(dahulu) karena seandainya ilmu Allah dahulu niscaya akan ada dua hal yang dahulu yaitu Allah
dan ilmu Allah. Hal ini mustahil karena tidak mungkin ada yang menyamai Allah dalam sifat
Qadim (dahulu). Al-Qadhi Abdul Jabbar menambahkan, “Seandainya Allah memiliki ilmu
niscaya Allah dapat diukur sejauh mana ilmunya sebagaimana manusia yang dapat diukur tingkat
keilmuannya. Dan seandainya Dia memiliki ilmu maka ilmu tersebut akan sirna karena tidak ada
yang abadi kecuali Dzat Allah. Seandainya Allah memiliki ilmu niscaya Dia akan membutuhkan
anggota tubuh sebagai tempat menyimpan ilmu sebagaimana manusia yang membutuhkan otak
dan hati sebagai tempat menyimpan ilmu. Seandainya Allah membutuhkan ilmu-Nya yang ia
ciptakan untuk mengetahui niscaya Ia adalah Dzat yang membutuhkan kepada ciptaan-Nya dan
ini semua tidak mungkin secara akal.” Walhasil, mayoritas sekte Muktazilah meyakini Allah
mengetahui dengan dzatnya yang abadi tanpa melalui perantara ilmu (al-Qadhi Abdul Jabbar, al-
Mukhtashar fi Ushul ad-Din, Kairo: Maktabah al-Wahbah Kairo, 1996, h. 212). Pendapat ini
disanggah oleh Ahlussunnah wal Jama’ah bahwa ilmu Allah adalah bersifat Qadim (dahulu)
karena seandainya ilmu Allah tidak bersifat Qadim niscaya Allah awalnya tidak mengetahui
kemudian menciptakan pengetahuan sebagaimana manusia yang terlahir bodoh tidak mengetahui
apa-apa kemudian ia belajar dan memiliki ilmu. Hal ini tentu tidak mungkin karena pendapat
Mu’tazilah ini menetapkan sifat Naqish (kurang) kepada Allah.

Anda mungkin juga menyukai