Anda di halaman 1dari 388

PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT III

BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PUPR WILAYAH III JAKARTA


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

LAPORAN LABORATORIUM KEPEMIMPINAN

JUDUL PROPER

“IMPLEMENTASI RETURN ON TRAINING INVESTMENT (ROTI) PADA EVALUASI


PASCA PELATIHAN BIDANG SDA DAN KONSTRUKSI”

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUHAMMAD NIZAR, SE., MT


NO. PESERTA : 18

BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PUPR WILAYAH III JAKARTA


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan proyek
perubahan yang berjudul “Implementasi Return On Training Investment (ROTI)
pada Evaluasi Pasca Pelatihan di lingkungan Pusdiklat SDA dan Konstruksi”.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak hingga
akhir penyelesaian laporan proyek perubahan ini, akan sangat sulit bagi saya
untuk dapat menyelesiakan laporan proyek perubahan ini. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih atas bantuan yang diberikan selama proses
penyusunan laporan ini kepada pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bapak Ir. Herman Suroyo, MT., Kepala Pusdiklat SDA dan Konstruksi dan
selaku Mentor Proyek Perubahan yang telah menyediakan waktu, tenaga,
dan pikiran untuk terus membimbing dalam proyek perubahan ini;
2. Bapak Ir. Yudha Mediawan, M.Dev.Plg., mantan Kepala Pusdiklat SDA
dan Konstruksi (saat ini menjabat sebagai Direktur Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum, Direktorat Jenderal Cipta Karya);
3. Bapak Dr. Ir. Adiwijaya, Ph.D., selaku Coach Proyek Perubahan yang
telah sabar dalam membimbing dan mengarahkan saya dalam proyek
perubahan ini;
4. Bapak/Ibu Pengajar Diklat PIM III, yang telah membagikan ilmunya dalam
proyek perubahan ini;
5. Tim Efektif Proyek Perubahan, yang terus menerus mendukung
pelaksanaan proyek perubahan hingga tersusunnya laporan proyek
perubahan ini;
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan proyek
perubahan ini yang tidak mampu saya sebutkan satu persatu.

i
Akhir kata, saya menyadari bahwa laporan proyek perubahan ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi penyempurnaan proyek perubahan ini.

Jakarta, Oktober 2019


Hormat saya,

Muhammad Nizar

ii
PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT III
BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PUPR WILAYAH III JAKARTA
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PROYEK PERUBAHAN

”IMPLEMENTASI RETURN ON TRAINING INVESTMENT (ROTI) PADA EVALUASI PASCA


PELATIHAN BIDANG SDA DAN KONSTRUKSI”

Disusun oleh :

NAMA : Muhammad Nizar, SE., MT.


NO. PESERTA : 18

DISEMINARKAN PADA :

HARI : Kamis
TANGGAL : 31 Oktober 2019

MENTOR COACH KEPALA BALAI


DIKLAT PUPR WILAYAH III JAKARTA

( IR. HERMAN SUROYO, MT) ( DR.IR. ADIWIJAYA, PH.D) YUNALDI, ST, MT


NIP. 196307141992031010 NIP. 195610081984031003 NIP. 197212301998031003

KEPALA PUSDIKLAT MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN JABATAN


FUNGSIONAL, BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA,
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

(Ir. MOEH ADAM, MM )


NIP. 196503031992031002
BERITA ACARA
LAPORAN PROYEK PERUBAHAN

Pada hari/Tanggal : Kamis, 31 Oktober 2019


Pukul : 08.00 s.d selesai
Balai : Balai Diklat PUPR Wilayah III Jakarta

Telah diseminarkan Proyek Perubahan Peserta Diklat PIM III Pola Baru Tahun
2019.

Judul :”IMPLEMENTASI RETURN ON INVESTMENT (ROTI)


PADA EVALUASI PASCA PELATIHAN BIDANG SDA
DAN KONSTRUKSI”

Atas nama : MUHAMMAD NIZAR


Jabatan : Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan
Instansi : Pusdiklat SDA dan Konstruksi

Coach Project Leader


Widyaiswara Ahli Utama Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan
BPSDM Kementerian PUPR Pusdiklat SDA dan Konstruksi

Dr. Ir. Adiwijaya, Ph.D Muhammad Nizar, SE., MT


NIP. 195610081984031003 NIP. 197111152003121004

Mentor Narasumber
Kepala Pusdiklat SDA dan Konstruksi Widyaiswara Ahli Utama
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Lembaga Administrasi Negara RI

Ir. Herman Suroyo, MT


NIP. 196307141992031010

iv
RINGKASAN EKSEKUTIF

Monitoring dan evaluasi pelatihan merupakan salah satu kegiatan yang


dilakukan secara berkala untuk mengawasi dan memantau proses serta
perkembangan pelaksanaan program pelatihan. Fokus monitoring adalah untuk
mendapatkan informasi dalam pelaksanaan pelatihan khususnya pada
komponen proses pelaksanaan program yang terkait proses pengambilan
keputusan, pengelolaan program, pengelolaan kelembagaan maupun proses
belajar mengajar. Monitoring bertujuan untuk mengetahui apakah program
pelatihan berjalan telah sesuai dengan yang telah direncanakan, mengetahui
apakah terdapat hambatan dan bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut.
Hasil monitoring digunakan sebagai umpan balik dalam penyempurnaan
program pelatihan selanjutnya. Monitoring disini dibagi ke dalam dua kegiatan
yaitu monitoring on the site dan monitoring on the screen. Monitoring on the site
adalah pemantauan penyelenggaraan pelatihan yang dilakukan dengan
mengunjungi balai diklat pelaksana bidang sumber daya air dan konstruksi.
Monitoring on the screen adalah pemantauan dilakukan dengan memantau e-
pelatihan BPSDM Kementerian PUPR.

Sedangkan evaluasi pelatihan adalah proses sistematis yang dilakukan


secara berkala dalam mengumpulkan, menganalisa dan menginterpretasi
informasi dalam rangka untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan program
pelatihan dengan kriteria tertentu yang bertujuan untuk keperluan pengambilan
keputusan. Informasi hasil evaluasi dibandingkan dengan sasaran yang telah
ditetapkan pada program, apabila hasil sesuai dengan sasaran maka dapat
dikatakan program diklat tersebut efektif, namun jika tidak sesuai dengan
sasaran maka program diklat belum dapat dikatakan efektif. Untuk mendapatkan
hasil pemantauan dan evaluasi yang menyeluruh dan komprehensif tentang
permasalahan, hambatan dan masukan yang terkait dengan penyelenggaraan
pelatihan, implementasi kurikulum dan materi pelatihan di balai-balai, maka
dibentuk tim evaluasi yang akan melakukan penjaringan data dan informasi serta
melakukan diskusi.

v
Monitoring dan evaluasi tidak hanya terhenti setelah para peserta selesai
mengikuti pelatihan saja, akan tetapi sebaiknya dilaksanakan berkelanjutan
dengan melaksanakan evaluasi pasca pelatihan sehingga kita dapat mengetahui
manfaat materil maupun non materil diperoleh oleh tiap peserta dalam rangka
pengembangan karirnya. Oleh sebab itu evaluasi pasca pelatihan merupakan
sarana untuk mengukur dan menilai capaian hasil penyelenggaraan pelatihan
yang telah direncanakan sehingga dapat ditentukan tingkat keberhasilannya.
Hasil ini selanjutnya akan menjadi umpan balik untuk merencanakan kembali
penyelenggaraan pelatihan di masa mendatang dan memberikan kontribusi
positif terhadap peningkatan kinerja alumni peserta pelatihan.

Evaluasi pasca pelatihan dibutuhkan untuk mengambil keputusan tentang


efektifitas hasil pembelajaran selama menjalani pelatihan di lingkungan kerja.
Dalam melakukan evaluasi pasca pelatihan diperlukan sebuah perencanaan,
tujuan, sasaran, instrumen, metode analisa serta suatu kajian agar menghasilkan
sebuah analisa dan kesimpulan yang baik dalam mendukung pengambilan
keputusan yang tepat sasaran. Evaluasi Peserta dilakukan melalui input e-
pelatihan sesuai instrumen No.2/SE/KM/2019, output-nya ada di evaluasi level 1
dan 2 (result dan learning), variabel yang dievaluasi terdiri dari 4 cluster utama
yakni: evaluasi peserta, evaluasi pengajar, evaluasi penyelenggaraan, dan
evaluasi kurikulum/modul. Selanjutnya evaluasi pasca pelatihan memerlukan
informasi lainnya, antara lain sejauh mana pelatihan yang diikuti dapat
meningkatkan kinerja organisasi dan seberapa besar manfaat lainnya yang
diperoleh dalam meningkatkan efektivitas dan efesiensi dalam pengembangan
sumber daya manusia di lingkungan Kementerian PUPR. Banyak faktor yang
mempengaruhi keberhasilan tersebut, antara lain faktor internal juga eksternal.
Untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut berperan penting bagi para
peserta pelatihan dapat mengaktualisasikan hasil learning yang mereka terima
pada saat menjalani pelatihan perlu analisis lebih lanjut.

vi
Model Return On Training Investment (ROTI) yang dikembangkan Jack
Phillips merupakan level 5 evaluasi terakhir untuk melihat cost-benefit setelah
pelatihan dilaksanakan. Kegunaan model ini tidak hanya menitikberatkan pada
penilaian dari perspektif finansial saja, akan tetepi dapat mengukur bahwa
pelatihan merupakan salah suatu investasi. Return On Training Investment
(ROTI) adalah alat yang dapat membantu untuk menganalisis tingkat
kemanfaatan pelatihan secara nyata. Return On Training Investment (ROTI) dan
level evaluasi pelatihan memiliki fungsi yang sama yakni mengukur efektivitas
pelatihan.

Implementasi Return On Training Investment (ROTI) pada Evaluasi Pasca


Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi, dibagi menjadi 3 (tiga) jangka waktu
pelaksanaan yakni jangka pendek, menengah, dan panjang. Pelaksanaan
perubahan ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 sampai dengan tahun
2020. Pelaksanaan kegiatan yang direncanakan pada jangka pendek dapat
tercapai seluruhnya, antara lain: melakukan koordinasi dan brainstorming
dengan Project Sponsor dan Tim Pelaksana Proyek; melakukan penelaahan
peraturan-peraturan; mengidentifikasi mekanisme dan prosedur Return On
Training Investment (ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku; melakukan Konsultasi dengan stakeholder
untuk kesamaan persepsi sebelum proses aplikasi; melakukan Kolaborasi Model
Return On Training Investment (ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang
SDA dan Konstruksi; mengadakan pertemuan untuk review progres mingguan
tim pelaksana proyek.

Lebih lanjut, seluruh kegiatan yang direncankan pada jangka menengah


dapat tercapai pada jangka pendek adalah terbangunnya kolaborasi Return On
Training Investment (ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi. Setelah program jangka pendek tercapai diteruskan dengan kegiatan
jangka menengah dan jangka panjang.

Dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan proyek perubahan, hal


yang dapat dipelajari adalah pendekatan stakeholder menjadi suatu hal yang
sangat penting dan krusial. Pendekatan-pendekatan yang tepat perlu
vii
direncanakan dengan baik sehingga seluruh stakeholder dapat menjadi promotor
dalam proyek perubahan. Dalam pelaksanaan proyek perubahan dari jangka
pendek hingga jangka panjang pada tahun 2020 nanti, sebaiknya terus
membangun komunikasi yang baik, baik internal maupun eksternal dalam rangka
mengatasi kendala-kendala yang dihadapi.

viii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii
BERITA ACARA .............................................................................................. iv
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................ v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
BAB I................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Permasalahan ................................................................. 1
1.2. Gagasan Perubahan ............................................................................... 4
1.2.1. Identifikasi Masalah ........................................................................... 4
1.2.2. Permasalahan (Gap) ......................................................................... 5
1.2.3. Analisis Masalah ............................................................................... 8
1.2.4. Penetapan Sasaran Perubahan ...................................................... 11
1.3 Tujuan Perubahan .................................................................................. 11
1.4. Manfaat Perubahan ............................................................................... 12
1.5. Ruang Lingkup Proyek Perubahan ........................................................ 12
1.6. Output Kunci .......................................................................................... 13
BAB II.............................................................................................................. 14
2.1. Roadmap/Milestone Proyek Perubahan ................................................ 14
2.2. Tata Kelola Proyek ................................................................................ 18
2.3. Identifikasi dan Analisis Stakeholder...................................................... 20
2.4. Identifikasi Potensi Kendala/Masalah dan Strategi Mengatasinya ......... 22
2.4.1. Identifikasi Potensi Kendala/Masalah .............................................. 22
2.4.2. Strategi Mengatasi Masalah ............................................................ 23
2.5. Kriteria Keberhasilan ............................................................................. 23
2.6. Faktor Pendukung Keberhasilan ............................................................ 24
BAB III............................................................................................................. 25
3.1. Kerangka Berpikir Proyek Perubahan .................................................... 25
3.2. Capaian Proyek Perubahan Jangka Pendek ......................................... 26
ix
3.2.1. Melakukan Koordinasi dan brainstorming dengan Project Sponsor
dan Tim Pelaksana Proyek ............................................................. 27
3.2.2. Inventarisasi Data dan Peraturan Evaluasi Pasca Pelatihan ........... 31
3.2.3. Identifikasi mekanisme dan prosedur Return On Training Investment
(ROTI) ............................................................................................. 32
3.2.4. Konsultasi dengan Stakeholder ....................................................... 32
3.2.5. Kolaborasi Model Return On Training Investment (ROTI)................ 33
3.2.6. Review Progres Mingguan Tim Pelaksana Proyek .......................... 36
3.3. Capaian Proyek Perubahan Jangka Menengah ..................................... 37
3.3.1. Melakukan inputting dan konsolidasi data/dokumen dari kegiatan
evaluasi pasca yang sudah berjalan (data eksisting). ..................... 37
3.3.2. Melaksanakan Review dan Konsolidasi ........................................... 37
3.4. Peta Stakeholder ................................................................................... 38
3.5 Kendala Internal dan Eksternal ............................................................... 40
3.6. Upaya Mengatasi Kendala ..................................................................... 41
3.7. Instrumen Monitoring untuk Pelaksanaan Proyek Perubahan ................ 41
3.8. Tahapan Implementasi Return On Training Investment (ROTI) ............. 42
3.8.1. Standard Operating Procedure (SOP) Evaluasi Pelatihan untuk
Return On Training Investment (ROTI)............................................ 42
3.8.2. Instrumen Evaluasi Pelatihan .......................................................... 45
BAB IV ............................................................................................................ 54
4.1. Kesimpulan ............................................................................................ 54
4.2. Lessons Learned ................................................................................... 55
4.3. Rekomendasi/Saran .............................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 57
LAMPIRAN...................................................................................................... 58

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1. Gap Analysis .................................................................................... 5


Tabel 1. 2. Penilaian Urgent Serious Growth (USG) .......................................... 7
Tabel 1. 3. Penilaian Urgent Serious Growth (USG) ........................................ 10
Tabel 1. 4. Output Kunci Proyek Perubahan .................................................... 13
Tabel 2. 1. Milestone Proyek Perubahan ......................................................... 14
Tabel 2. 2. Milestone Jangka Pendek .............................................................. 15
Tabel 2. 3. Daftar Rencana Kegiatan Beserta Dokumen Output ...................... 15
Tabel 2. 4. Milestone Jangka Menengah ......................................................... 16
Tabel 2. 5. Daftar Rencana Kegiatan Beserta Dokumen Output ...................... 16
Tabel 2. 6. Milestone Jangka Panjang ............................................................. 17
Tabel 2. 7. Daftar Rencana Kegiatan Beserta Dokumen Output ...................... 17
Tabel 2. 8. Stakeholder Proyek Perubahan ..................................................... 20
Tabel 3. 1. Capaian Proyek Perubahan Jangka Pendek .................................. 26
Tabel 3. 2. Identifikasi Mekanisme dan prosedur Return On Training Investment
(ROTI) …………………………………………………………………...32
Tabel 3. 3. Proyek Perubahan Jangka Menengah ........................................... 37
Tabel 3. 4. Upaya Mengatasi Kendala ............................................................. 41
Tabel 3. 5. Progres dan Dokumen Output Kemajuan Implementasi Proyek
Perubahan ...................................................................................... 41
Tabel. 3.6. Instrumen Level 3 (behaviour) Pelatihan Perencanaan Teknis
Bendungan……………………………………………………………….48
Tabel. 3.7. Pelaksanaan Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan Tahun
2018………………………………………………………………………48
Tabel. 3.8. Instrumen Level 3. (behavior) Pelatihan Perencanaan Teknis
Embung………………………………………………………………….48
Tabel. 3.9. Pelaksanaan Pelatihan Pelatihan Perencanaan Teknis Embung...49
Tabel. 3.10. Instrumen Level 3 (behavior) Pelatihan Perencanaan Teknis
Sungai…………………………………………………………………..49
Tabel. 3.11. Pelaksanaan Pelatihan Perencanaan Teknis Sungai…………….49
Tabel. 3.12. Daftar Alumni Peserta Pelatihan TA 2018 Bidang SDA di BBWS
Cimanuk Cisanggarung……………………………………………….51

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1. Persentase Kuesioner ................................................................. 9


Gambar 1. 2. Gagasan Perubahan ................................................................. 11
Gambar 2. 1. Tata Kelola Proyek Perubahan .................................................. 18
Gambar 2. 2. Net Map Stakeholder ................................................................ 21
Gambar 2. 3. Analisis Pemetaan Stakeholder ................................................. 22
Gambar 3. 1 Kerangka Berpikir Penerapan e-Governance ............................ 25
Gambar 3. 2. Smart ASN PUPR ..................................................................... 25
Gambar 3. 3. Design Matrix ............................................................................ 26
Gambar 3. 4. Gagasan Proyek Perubahan ..................................................... 26
Gambar 3. 5. Pembekalan dan Pengumpulan Tim Efektif Secara Verbal ....... 28
Gambar 3. 6. Koordinasi dengan Stakeholder Internal Pusdiklat SDA dan
Konstruksi ................................................................................. 29
Gambar 3. 7. Identifikasi Permasalahan Proyek Perubahan .......................... 31
Gambar 3. 8. Konsultasi dengan Stakeholder ................................................ 32
Gambar 3. 9. Konsultasi dengan Stakeholder ................................................ 33
Gambar 3. 10. Rapat Koordinasi Internal dan Tenaga Ahli .............................. 34
Gambar 3. 11. FGD Pekerjaan Konsultasi Kajian Return On Training Invesment
(ROTI) ...................................................................................... 34
Gambar 3. 12. Sosialiasi Implementasi Return On Training Invesment (ROTI)
pada kegiatan Lokakarya Evaluasi Kurikulum Pelatihan Bidang
SDA dan Konstruksi (Pengawasan Bendungan dan OP
Bendungan) .............................................................................. 35
Gambar 3. 13. Rapat Koordinas setelah FGD.................................................. 35
Gambar 3. 14. Implementasi Return On Training Invesment (ROTI) Evaluasi
Pasca Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi di BBWS
Citarum……………………………………………………………….36
Gambar 3. 15. Implementasi Return On Training Invesment (ROTI) pada
Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi……………......…………………..................................38
Gambar 3. 16. Strategi Pendekatan Stakeholder ............................................. 39
Gambar 3. 17. Peta Stakeholder setelah Breakthrough II ................................ 40
Gambar 3. 18. Standar Operasional Prosedur (SOP) Evaluasi Pelatihan……..42
Gambar 3. 19. Instrumen Evaluasi Level 1 (reaction)…………………………….46
Gambar 3. 20. Instrumen Evaluasi Pasca Pelatihan Pusdiklat SDA dan
Konstruksi………………………………...………………………….47
Gambar 3. 21. Instrumen Pasca Pelatihan dan Return On Training Investment
(ROTI)...………………………………………………………………51
Gambar 3. 22. Hasil Pengisian Koesioner Pasca Pelatihan di BBWS Cimanuk
Cisanggarung...……………………………………………………...51
Gambar 3. 23. Hasil Pengisian Return On Training Investment (ROTI)……….52

xii
BAB I
GAGASAN PROYEK PERUBAHAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan


Pusdiklat SDA dan Konstruksi merupakan unit eselon II dibawah
BPSDM PUPR yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan
kebijakan teknis dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bidang
sumber daya air dan konstruksi. Berdasarkan Permen PUPR No:
3/PRT/M/2019, tanggal 7 Februari 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja,
tugas dan fungsi Pusdiklat SDA dan Konstruksi adalah:

a. perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bidang


sumber daya air dan konstruksi;
b. penyusunan kebijakan teknis pelaksanaan, kerja sama, program dan
kegiatan pendidikan dan pelatihan bidang sumber daya air dan
konstruksi;
c. koordinasi dan pembinaan teknis substantif pendidikan dan pelatihan
bidang sumber daya air dan konstruksi;
d. penyusunan standardisasi pengajar, sistem atau pola, teknik dan materi
pendidikan dan pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi;
e. pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi; dan
f. pelaksanaan penyusunan program dan anggaran serta urusan tata
usaha pusat.

Berdasarkan tugas dan fungsi dari Pusdiklat SDA dan Konstruksi


tersebut, bidang Evaluasi dan Pelaporan memiliki tugas dan fungsi:

a. Tugas Bidang Evaluasi dan Pelaporan adalah melaksanakan


pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan kinerja dan program
serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bidang pelatihan
bidang Sumber Daya Air dan Konstruksi;
b. Fungsi Bidang Evaluasi dan Pelaporan adalah menyelenggarakan:
1. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
bidang sumber daya air dan konstruksi;

1
2. Penyusunan laporan kinerja dan program serta pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi.

Sejalan dengan tugas dan fungsi tersebut, monitoring pelatihan adalah


suatu kegiatan yang dilakukan secara berkala untuk mengawasi dan
memantau proses serta perkembangan pelaksanaan program pelatihan.
Fokus monitoring adalah untuk mendapatkan informasi dalam pelaksanaan
pelatihan khususnya pada komponen proses pelaksanaan program yang
terkait proses pengambilan keputusan, pengelolaan program, pengelolaan
kelembagaan maupun proses belajar mengajar. Monitoring bertujuan untuk
mengetahui apakah program pelatihan berjalan telah sesuai dengan yang
telah direncanakan, mengetahui apakah terdapat hambatan dan bagaimana
cara mengatasi hambatan tersebut. Hasil monitoring digunakan sebagai
umpan balik dalam penyempurnaan program pelatihan selanjutnya.
Monitoring disini dibagi ke dalam dua kegiatan yaitu monitoring on the site dan
monitoring on the screen. Monitoring on the site adalah pemantauan
penyelenggaraan pelatihan yang dilakukan dengan mengunjungi balai diklat
pelaksana bidang sumber daya air dan konstruksi. Monitoring on the screen
adalah pemantauan dilakukan dengan memantau e-pelatihan BPSDM
Kementerian PUPR.
Sedangkan evaluasi pelatihan adalah proses sistematis yang dilakukan
secara berkala dalam mengumpulkan, menganalisa dan menginterpretasi
informasi dalam rangka untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan program
pelatihan dengan kriteria tertentu yang bertujuan untuk keperluan
pengambilan keputusan. Informasi hasil evaluasi dibandingkan dengan
sasaran yang telah ditetapkan pada program, apabila hasil sesuai dengan
sasaran maka dapat dikatakan program diklat tersebut efektif, namun jika tidak
sesuai dengan sasaran maka program diklat belum dapat dikatakan efektif.
Untuk mendapatkan hasil pemantauan dan evaluasi yang menyeluruh dan
komprehensif tentang permasalahan, hambatan dan masukan yang terkait
dengan penyelenggaraan pelatihan, implementasi kurikulum dan materi
pelatihan di balai-balai, maka dibentuk tim evaluasi yang akan melakukan
penjaringan data dan informasi serta melakukan diskusi.

2
Monitoring dan evaluasi tidak hanya terhenti setelah para peserta
selesai mengikuti pelatihan saja, akan tetapi sebaiknya dilaksanakan
berkelanjutan dengan melaksanakan evaluasi pasca pelatihan sehingga kita
dapat mengetahui manfaat materil maupul non materil diperoleh oleh tiap
peserta dalam rangka pengembangan karirnya. Oleh sebab itu evaluasi pasca
pelatihan merupakan sarana untuk mengukur dan menilai capaian hasil
penyelenggaraan pelatihan yang telah direncanakan sehingga dapat
ditentukan tingkat keberhasilannya. Hasil ini selanjutnya akan menjadi umpan
balik untuk merencanakan kembali penyelenggaraan pelatihan di masa
mendatang dan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kinerja
alumni peserta pelatihan.

Evaluasi pasca pelatihan dibutuhkan untuk mengambil keputusan


tentang efektifitas hasil pembelajaran selama menjalani pelatihan di
lingkungan kerja. Dalam melakukan evaluasi pasca pelatihan diperlukan
sebuah perencanaan, tujuan, sasaran, instrumen, metode analisa serta suatu
kajian agar menghasilkan sebuah analisa dan kesimpulan yang baik dalam
mendukung pengambilan keputusan yang tepat sasaran. Evaluasi Peserta
dilakukan melalui input e-Pelatihan sesuai instrumen No.2/SE/KM/2019,
output-nya ada di evaluasi level 1 dan 2 (result dan learning), variabel yang
dievaluasi terdiri dari 4 cluster utama yakni: evaluasi peserta, evaluasi
pengajar, evaluasi penyelenggaraan, dan evaluasi kurikulum/modul.
Selanjutnya evaluasi pasca pelatihan memerlukan informasi lainnya, antara
lain sejauh mana pelatihan yang diikuti dapat meningkatkan kinerja organisasi
dan seberapa besar manfaat lainnya yang diperoleh dalam meningkatkan
efektivitas dan efesiensi dalam pengembangan sumber daya manusia di
lingkungan Kementerian PUPR. Banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan tersebut, antara lain faktor internal juga eksternal. Untuk
mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut berperan penting bagi para
peserta pelatihan dapat mengaktualisasikan hasil learning yang mereka terima
pada saat menjalani pelatihan perlu analisis lebih lanjut.

3
Model Return On Training Investment (ROTI) yang dikembangkan Jack
Phillips merupakan level 5 evaluasi terakhir untuk melihat cost-benefit setelah
pelatihan dilaksanakan. Kegunaan model ini tidak hanya menitikberatkan pada
penilaian dari perspektif finansial saja, akan tetepi dapat mengukur bahwa
pelatihan merupakan salah suatu investasi. Return On Training Investment
(ROTI) adalah alat yang dapat membantu untuk menganalisis tingkat
kemanfaatan pelatihan secara nyata. Return On Training Investment (ROTI)
dan level evaluasi pelatihan memiliki fungsi yang sama yakni mengukur
efektivitas pelatihan

1.2. Gagasan Perubahan


Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Bidang Evalusi dan Pelaporan
yakni pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi. Dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut masih banya permasalahan
yang dihadapi dan oleh karena itu penulis melakukan diagnosa kebutuhan
kebutuhan proyek perubahan organisasi melalui pendekatan, yaitu:

 Identifikasi masalah;
 Permasalahan (gap);
 Analisis masalah; dan
 Penetapan sasaran perubahan.

Berdasarkan empat pendekatan di atas, penulis akan mengurasikan area


proyek perubahan yang merupakan kebutuhan organisasi sebagai berikut:

1.2.1. Identifikasi Masalah


1.2.1.1. Kondisi Saat ini

Kondisi saat ini layanan konsultasi investasi infrastruktur bidang PUPR,


sebagai berikut:

a) Belum disusunnya instrumen Evaluasi Pasca Pelatihan dengan Return


on Training Investment (ROTI);
b) Belum dilakukannya Evaluasi Pasca Pelatihan dengan Return on
Training Investment (ROTI);

4
c) Belum dilaksanakannya sosialisasi dan diseminasi terkait Return on
Training Investment (ROTI).

1.2.1.2. Kondisi yang diharapkan

Adapun kondisi yang diharapkan dari proyek perubahan ini dalam layanan
konsultasi investasi infrastruktur bidang PUPR adalah:

a) Disusunnya instrumen Evaluasi Pasca Pelatihan dengan Return on


Training Investment (ROTI);
b) Adanya metodologi evaluasi Pasca Pelatihan yang tepat;
c) Dilaksanakannya sosialisasi dan diseminasi terkait Return on Training
Investment (ROTI).

1.2.2. Permasalahan (Gap)


Bahwa sesuai dengan kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan
masih terdapat permasalahan atau gap yang sebagaimana diuraikan di bawah
ini:
Tabel 1. 1. Gap Analysis

Kondisi Yang
No Kondisi Saat Ini Solusi
Diharapkan
1. Belum disusunnya Disusunnya instrumen Penyusunan Instrumen
Instrumen Evaluasi Evaluasi Pasca Evaluasi Pasca
Pasca Pelatihan Pelatihan dengan Pelatihan dengan Return
dengan Return On Return On Training On Training Investment
Training Investment Investment (ROTI) (ROTI)
(ROTI)
2. Belum dilakukannya Dilakukannya Evaluasi Evaluasi pasca pelatihan
Evaluasi Pasca Pasca Pelatihan dengan menggunakan
Pelatihan dengan dengan Return On Return On Training
Return On Training Training Investment Investment (ROTI)
Investment (ROTI) (ROTI)
3. Belum Dilaksanakannya Sosialisasi dan
dilaksanakannya sosialisasi dan diseminasi terkait Return
sosialisasi dan diseminasi terkait

5
diseminasi terkait Return On Training On Training Investment
Return On Training Investment (ROTI) (ROTI)
Investment (ROTI)

Berdasarkan tabel 1.1. terlihat adanya gap pada:


a) Proses
b) Kompetensi sumber daya manusia
c) Sosialiasi
Berdasarkan analisisis gap antara kondisi saat ini dan kondisi yang
diharapkan, diketahui kriteria perubahan yang diinginkan sebagai berikut:

a) Evaluasi Pasca Pelatihan menjadi lebih efektif;


b) Evaluasi Pasca Pelatihan menjadi lebih efisien;
c) Evaluasi Pasca Pelatihan menjadi lebih objektif.

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, maka pilihan perubahan adalah


melakukan pemantauan dan evaluasi pelatihan dengan menerapkan
implementasi Return on Training Investment (ROTI) pada evaluasi pasca
pelatihan. Return On Training Investement (ROTI) adalah salah satu kegiatan
yang sedang dilaksanakan di Pusdiklat SDA dan Konstruksi dalam rangka
efektifitas pemantauan dan evaluasi pelatihan bidang SDA dan Konstruksi.

Pusdiklat SDA dan Konstruksi sebagai institusi unit esselon II saat ini
sedang melaksanakan kegiatan Return On Training Investement (ROTI) pada
tahun 2019, Return On Training Investement (ROTI) ini belum dilaksanakan
pada kegiatan evaluasi pasca pelatihan bidang SDA dan Konstruksi, masih
dalam proses penyusunan instrumen. Oleh sebab itu perlu menggambarkan
proses alur pikir/konsep proyek perubahan yang akan dilaksanakan oleh
Bidang Evaluasi dan Pelaporan Pusdiklat SDA dan Konstruksi. Selanjutnya
untuk menentukan prioritas permasalahan, maka dilakukan Urgent Serious
Growth (USG) dengan menggunakan penilaian skala likert pada tabel 1.2.

6
Tabel 1. 2. Penilaian Urgent Serious Growth (USG)

No Kaitan TUSI Identifikasi Permasalahan U S G Total Rangking


1. Pemantauan, Belum adanya instrumen
evaluasi, dan evaluasi pasca pelatihan
5 5 5 15 1
penyusunan yang sesuai
laporan
penyelenggaraan Belum adanya Metodologi
pendidikan dan Evaluasi Pasca Pelatihan 5 4 5 14 2
pelatihan bidang yang tepat
sumber daya air Belum selesainya
dan konstruksi evaluasi pasca diklat level 4 4 5 13 3
3 dan 4
Keterangan :

berdasarkan skala likert 1-5 (5=sangat besar, 4=besar, 3=sedang, 2=kecil,


1=sangat kecil)

Urgency Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan


waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut
untuk memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.

Seriousness Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan


akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang
menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan
masalah-masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak
dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama,
suatu masalah yang dapat menimbulkan masalah lain adalah
lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah lain yang
berdiri sendiri.

Growth Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi


berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan
makin memburuk bilamana dibiarkan.

7
1.2.3. Analisis Masalah
Dalam rangka meningkatkan kinerja Bidang Evaluasi dan Pelaporan
Pusdiklat SDA dan Konstruksi, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap
permasalahan yang dihadapi. Hal ini perlukan dengan tujuan:

- Untuk memeriksa masalah yang dihadapi secara rinci;


- Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan masalah;
- Untuk menyiapkan informasi yang dikumpulkan;
- Untuk memutuskan bagaimana alternatif solusi untuk menangani masalah
yang muncul

Dalam rangka pelaksanaan identifikasi permasalahan tersebut, maka telah


dilakukan beberapa observasi atau pengamatan dengan menggunakan
beberapa instrumen, antara lain melalui kegiatan monitoring dan evaluasi
monev on the site dan on the screen di lingkungan BPSM Kementerian PUPR,
yakni di lingkungan Balai Diklat PUPR Wilayah I-IX dan Balai Diklat UJI Coba
Sistem Diklat SDA dan Konstruksi. Selain hasil observasi tersebut,
dilaksanakan kegiatan survei dengan menggunakan kuesioner yang
disebarkan di Bidang Evaluasi dan Pelaporan Pusdiklat SDA dan Konstruksi.
Responden adalah seluruh pimpinan dan staf Bidang Evaluasi dan Pelaporan
di Pusdiklat SDA dan Konstruksi baik yang berstatus PNS maupun Non-PNS.
Setiap responden diminta menyampaikan pendapatnya terkait apa yang
dirasakan dan dianggap menjadi permasalahan terkait evaluasi pasca
pelatihan. Pada saat penyampaian pendapat, ada beberapa pendapat yang
sama atau relatif sama sehingga dilakukan pengelompokan berdasarkan
jumlah masukan yang dianggap memiliki kesamaan. Pendapat dari responden
yang disampaikan dengan frekuensi yang sama kemudian dihitung bobotnya
(sebagai persentase). Besaran persentase menunjukan besarnya frekuensi
permasalahan yang sama yang disampaikan oleh reponden. Hasil pemetaan
masalah tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah 1.1. dibawah ini.

8
Belum dilaksanakannya sosialisasi dan…

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Belum adanya update acuan evaluasi
Belum dilakukannya Evaluasi Pasca Pelatihan…
Belum adanya pengalaman dalam melakukan… STS
Belum adanya pengetahuan tentang ROTI TS
Belum adanya terobosan dalam melakukan…
S
Belum selesainya evaluasi pasca diklat level 3…
Belum adanya Metodologi Evaluasi Pasca… SS
Belum disusunnya instrumen Evaluasi Pasca…
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Gambar 1. 1. Persentase Kuesioner

Dari hasil survei tersebut didapatkan kesimpulan dari permasalahan yang


berkaitan dengan pemantauan dan evaluasi pelatihan bidang SDA dan
Konstruksi, sebagai berikut:

1. Belum disusunnya instrumen evaluasi pasca pelatihan dengan Return on


Training Investment (ROTI), 80% menyatakan sangat setuju, 20% setuju.
Apabila diakumulasikan jawaban responden sangat setuju dan setuju,
maka diperoleh kesimpulan sebesar 100%, responden menyakatan belum
adanya metode evaluasi pasca pelatihan yang tepat.
2. Belum adanya metodologi evaluasi pasca pelatihan yang tepat, 70%
menyatakan sangat setuju, 20% menyatakan setuju, 10% menyatakan
tidak setuju. 90% responden menyatakan belum disusunnya interumen
evaluasi pasca pelatihan dengan Return on Training Investment (ROTI).
3. Belum selesainya evaluasi pasca diklat level 3 dan 4, 60% menyatakan
sangat setuju, 20% menyatakan setuju, 10% tidak setuju, 10% sangat
tidak setuju. 80% responden menyatkan bahwa belum selesainya evaluasi
pasca diklat level 3 dan 4.
4. Belum adanya terobosan dalam melakukan evaluasi , 50% menyatakan
sangat setuju, 30% menyatakan setuju, 10% menyatakan tidak setuju, 10%
abstain.
5. Belum adanya pengetahuan tentang Return on Training Investment
(ROTI), 30% menyatakan sangat setuju, 30% menyatakan setuju, 30%
menyatakan tidak setuju, 10% sangat sangat setuju.
6. Belum adanya pengalaman dalam melakukan evaluasi, 30% menyatakan
sangat setuju, 30% setuju, 20% tidak setuju dan 10% sangat tidak setuju,
10% abstain.

9
7. Belum adanya update acuan evaluasi, 30% menyatkan sangat setuju, 40%
menyatakan setuju, 20% menyatakan tidak setuju, 10% menyatakan
sangat tidak setuju.
8. Belum dilaksanakannya sosialisasi dan diseminasi terkait Return on
Training Investment (ROTI), 30% menyatakan sangat setuju, 30% setuju,
20% tidak setuju, 20% sangat tidak setuju.

Dari hasil kuesioner tersebut disimpulkan bahwa persentase dari


kedelapan butir pernyataan dalam kuesioner, dibagi menjadi tiga cluster
terbesar, sebagai berikut:

1. Belum disusunnya instrumen evaluasi pasca pelatihan dengan Return on


Training Investment (ROTI)
2. Belum adanya metodologi evaluasi pasca pelatihan yang tepat
3. Belum selesainya evaluasi pasca diklat level 3 dan 4

Hasil koesioner tersebut, sejalan dengan hasil analisis dengan memilih


masalah prioritas dengan menggunakan analisis Urgency, Seriousness dan
Growth (USG). Berdasarkan hasil pembahasan tim maka permasalahan yang
terpilih selanjutnya dilakukan analisis Urgency, Seriousness, Growth (USG)
untuk mengetahui masalah prioritas yang harus segera ditangani.

Hasil penilaian dengan peringkat 1 s.d 3 dapat dilihat pada tabel 1.3,
sebagai berikut:

Tabel 1. 3. Penilaian Urgent Serious Growth (USG)

Identifikasi
No Kaitan TUSI U S G Total Rangking
Permasalahan
1. Pemantauan, Belum disusunnya instrumen
evaluasi, dan Evaluasi Pasca Pelatihan
5 5 5 15 1
penyusunan dengan Return on Training
laporan Investment (ROTI)
penyelenggaraan Belum adanya Metodologi
pendidikan dan Evaluasi Pasca Pelatihan 5 4 5 14 2
pelatihan bidang yang tepat
sumber daya air Belum selesainya evaluasi
4 4 5 13 3
dan konstruksi pasca diklat level 3 dan 4

10
1.2.4. Penetapan Sasaran Perubahan
Analisis Urgent Serious Growth (USG) tersebut di atas menggunakan skala
likert, penulis dapat menetapkan sasaran perubahan dalam pelaksanan
layanan konsultasi investasi infrastruktur bidang PUPR. Berdasarkan kondisi
saat ini, kondisi yang diharapkan, permalasahan dan analisis masalah
tersebut di atas, perlu ada proyek perubahan yang dapat menjawab tantangan
sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam menciptakan proses
pemantauan dan evaluasi pelatihan bidang SDA dan Konstruksi yang dapat
menjawab kebutuhan efektivitas dan efesiensi dalam proses pemantauan
evaluasi pelatihan.
Mengacu pada area organisasi yang bermasalah di atas, dapat
disimpulkan bahwa penyelesaian permalasahan sulitnya memperoleh data
evaluasi pasca pelatihan, hal tersebut menginiasi untuk membuat
gagasan,”Implementasi Return on Training Investment (ROTI) pada evaluasi
pasca pelatihan”.

Gambar 1. 2. Gagasan Perubahan

1.3 Tujuan Perubahan


Berdasarkan proyek perubahan yang telah digagas di atas, maka dapat
ditentukan bahwa tujuan perubahan akan terbagi menjadi tiga tujuan besar
pada setiap jangka waktu yakni:

a) Tujuan Jangka Pendek (1 Agustus sampai berakhirnya Diklat PIM III)

11
1) Mengidentifikasi mekanisme dan prosedur ROTI pada evaluasi pasca
pelatihan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku
2) Konsultasi dengan stakeholder untuk kesamaan persepsi
3) Kolaborasi model Return on Training Investment (ROTI) pada evaluasi
pasca pelatihan bidang SDA dan Konstruksi
b) Tujuan Jangka Menengah (Nopember 2019 sampai dengan Januari 2020)
Inputting dan konsolidasi data/dokumen dari kegiatan evaluasi pasca yang
sudah berlangsung (data existing)
c) Tujuan Jangka Panjang (Januari-Desember 2020)
1) Penyusunan program implementasi Return on Training Investment
(ROTI) pada evuluasi pasca pelatihan bidang SDA dan Konstruksi
2) Diseminasi dan bimbingan teknis
3) Implementasi Return on Training Investment (ROTI) pada evaluasi
pasca pelatihan di lingkungan Pusdiklat SDA dan Konstruksi

1.4. Manfaat Perubahan


Berdasarkan tujuan proyek perubahan yang telah dijelaskan di atas, maka
manfaat perubahan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

a) Bagi Pusdiklat SDA dan Konstruksi adalah sebagai masukan penyusunan


perencanaan program pelatihan dan untuk menghitung cost-benefit
penyelenggaraan pelatihan;
b) Bagi BPSDM adalah sebagai acuan untuk mengukur tingkat efektivitas
dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan;
c) Bagi Perguruan Tinggi (PT) sebagai bahan informasi bahwa Return on
Training Investment (ROTI) dapat diaplikasikan pada evaluasi pasca
pelatihan.

1.5. Ruang Lingkup Proyek Perubahan


Untuk membatasi pembahasan yang diajukan sesuai dengan jabatan
penyusun sebagai Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan, Pusdiklat SDA dan
Konstruksi, BPSDM Kementerian PUPR, maka pada pembahasan pada
laporan ini dibatasi pada lokus dan fokus monitoring dan evaluasi pelatihan
bidang SDA dan Konstruksi, sehingga semua kegiatan yang telah
dilaksanakan di pelatihan bidang SDA dan Konstruksi dapat berjalan dengan
12
baik. Ruang lingkup kegiatan,”Implementasi Return On Training Investment
(ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi”
sebagai proyek perubahan yaitu:
a) Inventarisasi data pelatihan di lingkungan Pusdiklat SDA dan Konstruksi;
b) Inventarisasi data dari aplikasi e-pelatihan;
c) Pengolahan data e-pelatihan;
d) Kolaborasi data pada evaluasi aplikasi pelatihan;
e) Implementasikan evaluasi pasca pelatihan melalui Return On Training
Investment (ROTI);

1.6. Output Kunci


Berdasarkan tujuan dari proyek perubahan, maka dapat dirumuskan output
kunci yang dibagi berdasarkan jangka waktu proyek perubahan yang dapat
dilihat pada tabel 1.4 berikut ini.

Tabel 1. 4. Output Kunci Proyek Perubahan

No Jangka Waktu Output Kunci


1 Jangka Pendek Pendek (1 Terbangunnya kolaborasi Return On
Agustus sampai berakhirnya Training Investment (ROTI) pada
Diklat PIM III) Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang
SDA dan Konstruksi
2 Jangka Menengah (Nopember Tersusunnya data kegiatan evaluasi
2019-Januari 2020) pasca pelatihan yang sedang
berjalan
3 Jangka Panjang (Januari- Terlaksananya program
Desember 2020) implementasi Return On Training
Investment (ROTI) pada pasca
pelatihan bidang SDA dan
Konstruksi

13
BAB II
RANCANGAN PROYEK PERUBAHAN
2.1. Roadmap/Milestone Proyek Perubahan
Milestone yaitu urutan capaian-capaian yang sangat penting pada
periode tertentu (minggu, bulan, tahun) yang harus diperhatikan untuk
menjamin terlaksananya proyek perubahan secacara tepat waktu dan tepat
sasaran. Milestone dalam hal ini berbeda dengan jadwal karena milestone
tidak terbatas hanya membuat rencana waktu kerja, tetapi ada target yang
perlu diselesaikan. Artinya milestone mengandung manajemen sumber daya
yang diperlukan. Milestone merupakan landasan untuk mengindentifikasi
segmen kerja utama dan tangal akhir sehingga dapat digunakna sebagai titik
pengendalian alami dan penting dalam proyek. Adapun milestone proyek
perubahan dibagi menjadi tiga milestone seusia dengan sasaran proyek
perubahan sebagai berikut:
Tabel 2. 1. Milestone Proyek Perubahan

No Jangka Waktu Output Kunci


1 Jangka Pendek Pendek (1 Terbangunnya kolaborasi Return On
Agustus sampai berakhirnya Training Investment (ROTI) pada Evaluasi
Diklat PIM III) Pasca Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi
2 Jangka Menengah Tersusunnya data kegiatan evaluasi pasca
(Nopember 2019-Januari pelatihan yang sedang berjalan
2020)
3 Jangka Panjang (Januari- Terlaksananya program implementasi
Desember 2020) Return On Training Investment (ROTI)
pada pasca pelatihan bidang SDA dan
Konstruksi

 Milestone Jangka Pendek (1 Agustus 2019 sampai berakhirnya diklat PIM


III). Proyek perubahan direncanakan pada minggu pertama bulan Agustus,
dimulai dengan melakukan koordinasi dan brainstorming dengan project
sponsor dan tim pelaksana proyek. Adapun milestone jangka pendek
proyek perubahan yang telah direncanakan dapat dilihat pada tabel 2.2.
sebagai berikut:

14
Tabel 2. 2.Milestone Jangka Pendek

Bulan
No Kegiatan Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Melakukan koordinasi dan brainstorming
dengan Project Sponsor dan Tim Pelaksana
Proyek
2 Melakukan Penelaahan Peraturan-peraturan

3 Mengidentifikasi mekanisme dan prosedur


ROTI pada Evaluasi Pasca Pelatihan
berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku
4 Melakukan Konsultasi dengan stakeholder
untuk kesamaan persepsi sebelum proses
aplikasi
5 Melakukan Kolaborasi Model ROTI pada
Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi
6 Mengadakan Pertemuan untuk Review
Progres Mingguan tim pelaksana proyek

Dengan ditentukannya milestone jangka pendek proyek perubahan yang telah


direncanakan, maka dapat ditentukan dokumen output yang diharapkan pada
setiap kegiatan yang akan dilaksanakan. Daftar rencana kegiatan beserta
dokumen output dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. 3.Daftar Rencana Kegiatan Beserta Dokumen Output

No Waktu Kegiatan Ouput


1 Minggu ke I Bulan Melakukan Koordinasi dan Notulen & Dokumentasi
Agustus 2019 brainstorming dengan Project
Sponsor dan Tim Pelaksana
Proyek
2 Minggu ke I Bulan Melakukan Penelaahan Peraturan- Dokumentasi
Agustus 2019 peraturan Data/Informasi
Peraturan terkait
3 Minggu ke II-IV Mengidentifikasi mekanisme dan Dokumen mekanisme
Agustus 2019 prosedur Return On Training dan prosedur evaluasi
Investment (ROTI) pada Evaluasi pasca pelatihan
Pasca Pelatihan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku
4 Minggu ke I Bulan Melakukan Konsultasi dengan Notulen
September 2019 stakeholder untuk kesamaan
persepsi sebelum proses aplikasi
5 Minggu I-III Bulan Melakukan Kolaborasi Model Notulen dan
September 2019 Return On Training Investment dokumentasi kegiatan
(ROTI) pada Evaluasi Pasca
Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi
6 Minggu III Mengadakan Pertemuan untuk Notulen
September-Minggu Review Progres Mingguan tim
ke II Bulan Oktober pelaksana proyek
2019

15
 Milestone Jangka Menengah (Nopember 2019 - Januari 2020).
Berdasarkan tabel 2.3 dan 2.4, proyek jangka menengah dimulai pada
bulan Nopember dan berakhir pada bulan Januari 2020, kegiatan tersebut
pada awal Nopember 2019 dimulai dengan melakukan inputting dan
konsolidasi data/dokumen dari kegiatan evaluasi pasca yang sudah
berjalan (data existing). Pada minggu keempat bulan Nopember sampai
dengan akhir Januari 2020 melaksanakan review dan konsolidasi
kegiatan-kegaitan tersebut. Output dari kegiatan tersebut berdasarkan
tabel 2.4., yakni notulensi dan dokumentasi.

Tabel 2. 4. Milestone Jangka Menengah

Bulan
Nopember Desember Januari
No Kegiatan
2019 2019 2020
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Melakukan inputting dan konsolidasi
data/dokumen dari kegiatan evaluasi
pasca yang sudah berjalan (data
eksisting)
2
Melaksanakan Review dan
Konsolidasi

Tabel 2. 5. Daftar Rencana Kegiatan Beserta Dokumen Output

No Waktu Kegiatan Ouput


1 Minggu I-IV Bulan Melakukan inputting dan konsolidasi Notulen &
Nopember Tahun data/dokumen dari kegiatan evaluasi Dokumentasi
2019 pasca yang sudah berjalan (data
eksisting)
2 Minggu III Bulan Melaksanakan Review dan Notulen &
Nopember- Konsolidasi Dokumentasi
Minggu IV Bulan
Januari 2020

16
 Milestone Jangka Panjang (Tahun 2020)
Kegiatan-kegiatan dalam milestone jangka panjang adalah sebagai berikut:

Tabel 2. 6. Milestone Jangka Panjang

Bulan
No Kegiatan Januari Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Menyusun Program
Implementasi ROTI
1 pada evaluasi pasca
pelatihan Bidang SDA
dan Konstruksi
Melakukan
2 Konsolidasi
Stakeholder
Melakukan
Penyempurnaan
3 Program hasil
konsolidasi
Stakeholder
Menyiapkan Nota
4 Dinas Kapusdiklat
SDA dan Konstruksi

Melakukan Penyiapan
5 untuk Sosialisasi dan
Diseminasi
Pelaksanaan
6 Sosialisasi dan
Diseminasi
Implementasi ROTI
pada evaluasi pasca
7 pelatihan di
lingkungan Pusdiklat
SDA dan Konstruksi

Tabel 2. 7. Daftar Rencana Kegiatan Beserta Dokumen Output

No Waktu Kegiatan Ouput


Minggu I Bulan Menyusun Program Notulen dan
Januari s.d Minggu Implementasi ROTI pada Dokumentasi
1 III Bulan Januari 2020 evaluasi pasca pelatihan
Bidang SDA dan
Konstruksi
Minggu III Bulan Melakukan Konsolidasi Notulen dan
2 Januari 2020 s.d Stakeholder Dokumentasi
Minggu IV Bulan
Januari 2020
Minggu I s.d Minggu Melakukan Dokumen dan
3 II Bulan Februari Penyempurnaan Program pedoman
2020

17
hasil konsolidasi
Stakeholder
Minggu III Bulan Menyiapkan Nota Dinas Nota Dinas
4 Februari 2020 s.d Kapusdiklat SDA dan Kapusdiklat SDA dan
Minggu IV Bulan Konstruksi Konstruksi
Maret 2020
Minggu I s.d Minggu Melakukan Penyiapan Dokumen KAK
5 II Bulan April 2020 untuk Sosialisasi dan diseminasi
Diseminasi
Minggu III s.d IV Pelaksanaan Sosialisasi Workshop/diseminasi/
6 Bulan April Tahun dan Diseminasi bimbingan teknis
2020
Bulan Mei Bulan Implementasi ROTI pada Dokumen
7 2020 – dst evaluasi pasca pelatihan di Implementasi ROTI
lingkungan Pusdiklat SDA Evaluasi Pasca
dan Konstruksi Pelatihan

2.2. Tata Kelola Proyek


Untuk mewujudkan proyek perubahan “Implementasi Return On
Training Investment (ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi”, sebagaimana yang telah diuraikan dalam roadmap/milestone
tersebut di atas, sangat diperlukan kerangka tata kelola proyek dan dukungan
sumber daya personil yang ada sebagai pelaksana dalam kegiatan jangka
pendek, menengah, dan panjang. Gambaran dukungan sumber daya personil
dimaksud untuk membagi tugas teknis, dapat dilihat pada gambar 2.1. Tim
efektif yang terlibat dalam tata kelola proyek perubahan terdiri dari sponsor,
coach, project leader, beserta mitranya.

Gambar 2. 1. Tata Kelola Proyek Perubahan

18
Peran efektif dari masing-masing tim efektif proyek perubahan adalah sebagai
berikut:

 Project Sponsor (Kepala Pusdiklat SDA dan Konstruksi);


a) Memberikan persetujuan, dukungan, arahan proyek perubahan;
b) Mengkoordinasikan proyek perubahan;
c) Membantu dalam penyelesaian hambatan
 Project Leader (Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan, Pusdiklat SDA dan
Konstruksi)
a) Memimpin jalannya proyek perubahan mulai dari perencanaan,
pengkoordinasikan, pembentukan tim efektif, penjadwalan bimbingan
dengan Mentor dan Coach;
b) Memberikan arahan strategi kepada Tim Efektif;
c) Menyusun rencana strategi bersama Tim Efektif;
d) Melakukan diskusi, koordinasi dan melaporkan rancangan proyek
perubahan kepada Mentor dan Coach;
e) Menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh Tim Efektif;
f) Melaporkan pelaksanaan proyek perubahan dan hasilnya kepada
Mentor dan Coach.
 Coach;
a) Memberikan informasi dan bimbingan kepada peserta tentang cara
menyusun proyek perubahan sampai dengan implementasinya,
terutama pada saat peserta telah masuk tahap laboratorium
kepemimpinan;
b) Memberikan motivasi kepada peserta baik melalui konsultasi secara
langsung maupun lewat media;
c) Membekali dan memotivikasi peserta selama tahap Talking Ownership
dan tahap laboratorium Kepemimpinan;
 Project Leader Team (staf Pusdiklat SDA dan Konstruksi)
a) Memberikan masukan dan dukungan penyediaan data untuk
kelancaran proyek perubahan;
b) Membantu memberikan gambaran penjelasan langkah-langkah yang
diambil dalam area perubahan;
c) Sebagai mitra dan rekan kerja dalam proyek perubahan;

19
2.3. Identifikasi dan Analisis Stakeholder
Pada umumnya, stakeholder diartikan sebagai orang yang akan
mengambil peran aktif dalam eksekusi sistem mutu atau orang yang akan
merasakan dampak signifikan dari penggunanya. Stakeholder analysis
merupakan suatu kegiatan menganalisis sikap dan respon dari stakeholder
terhadap pelaksanaan kebijakan atau proyek. Biasanya stakeholder analysis
dilakukan pada tahap persiapan pelaksanaan proyek untuk mengetahui
respon dari stakeholder terutama mengenai kemungkinan perubahan proyek.
Identifikasi pandangan dan karakteristik dari setiap stakeholder ini sangat
penting, hal ini menjadi dasar untuk pelaksanaan tahap berikutnya. Untuk
mengetahui sejauh mana tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan dari
masing-masing stakeholder serta merumuskan strateginya, maka dilakukan
identifikasi stakeholder yang kemudian akan digunakan sebagai dasar analisis
dan penentuan strategi pendekatan. Adapun stakeholder proyek perubahan
telah teridentifikasi dapat dilihat pada tabel 2.8. berikut ini.

Tabel 2. 8. Stakeholder Proyek Perubahan

Peran Deskripsi Aktor


Client Stakeholder yang 1. BPSDM Kementerian PUPR
membutuhkan perbaikan 2. Pusdiklat SDA dan
sistem/yang menyebabkan Konstruksi
penelitian/laboratorium
proyek perubahan
dilaksanakan
Problem Stakeholder yang Project Leader, Mentor dan
Solver memainkan peran mencari Tim Efektif
jawaban/penyelesaian
masalah yang melakukan
penyelidikan
Stakeholder Aktor yang berperan Internal PUPR
sebagai narasumber 1. Direktorat Jenderal SDA
informasi (Kepegawaian)
2. Direktorat Jenderal Bina
Konstruksi (Kepegawaian
3. BPSDM
4. Pusdiklat 1, 2 dan 4
5. Kabid Evaluasi dan
Pelaporan Pusat 3
6. Kabid TM SDA
7. Kabid TM Konstruksi

20
8. Balai Diklat PUPR Wilayah
I-IX
9. Balai Diklat Uji Coba Sistem
Diklat SDA dan Konstruksi
EKSTERNAL
1. Perguruan
Tinggi/Akademisi
2. PPM Manajemen

Setelah stakeholder teridentifikasi, maka dibangun suatu jaringan


stakeholder yang digambarkan dalam bentuk net map untuk memperlihatkan
hubungan antara stakeholder dapat dilihat pada gambar 2.2. berikut.

Gambar 2. 2. Net Map Stakeholder

Setelah jaringan stakeholder terbangun, maka stakeholder tersebut


akan dianalisa dan dibagi menjadi kuadran-kuadran sesuai kepentingan dan
pengaruhnya terdapat pada gambar 2.3.

21
Gambar 2. 3. Analisis Pemetaan Stakeholder

Deskripsi analisis pemetaan stakeholder:


 Promoters : memiliki kepentingan besar terhadap proyek perubahan dan
juga kekuatan untuk membantu keberhasilan proyek perubahan
 Defenders : memiliki kepentingan pribadi dan dapat menyarakan
dukungannya dalam komunitas, tetapi kekuatannya kecil untuk
mempengaruhi proyek perubahan:
 Latents : tidak memiliki kepentingan khusus maupun terlibat dalam
proyek perubahan, tetapi memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi
proyek perubahan, jika mereka menjadi tertarik
 Apathetics : kurang memiliki kepentingan maupun kekuatan, bahkan
mungkin tidak mengetahui adanya proyek perubahan

2.4. Identifikasi Potensi Kendala/Masalah dan Strategi Mengatasinya


2.4.1. Identifikasi Potensi Kendala/Masalah
Adapun potensi kendala/masalah yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:

 Belum adanya implementasi Return On Training Investment (ROTI) pada


evaluasi pasca pelatihan;

22
 SDM yang masih minim pengetahuan mengenai Return On Training
Investment (ROTI) pada evaluasi pasca pelatihan
 Belum adanya SOP dalam Return On Training Investment (ROTI) pada
evaluasi pasca pelatihan
 Belum tersosialisasinya layanan Return On Training Investment (ROTI)
pada evaluasi pasca pelatihan

2.4.2. Strategi Mengatasi Masalah


Dalam menghadapi permasalahan tersebut, maka disusunlah strategi
komunikasi untuk permasalahan tersebut, sebagai berikut:

 Rapat internal terbatas terkait pembahasan fokus area perubahan yang


disepakati dan memungkinkan tugas dan fungsi Pusdiklat SDA dan
Konstruksi
 Rapat internal pembahasan pembagian tugas dalam rangka pembentukan
tim efektif proyek perubahan
 Mengusulkan pembuatan SK Tim secara tertulis kepada semua anggota
untuk dapat berperan aktif dalam mensukseskan proyek perubahan yang
akan dilaksanakan
 Melakukan koordinasi dan komunikasi dengan stakeholder
 Melakukan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka sosialisasi dan
diseminasi Return On Training Investment (ROTI) pada evaluasi pasca
pelatihan

2.5. Kriteria Keberhasilan


Sejalan dengan ruang lingkup yang telah dijelaskan di atas, proyek
perubahan yang akan dilaksanakan di Pusdiklat SDA dan Konstruksi
diharapkan dapat mengatasi ketidaklengkapan informasi (asimetris informasi)
pada evaluasi pasca pelatihan bidang SDA dan Konstruksi, sesuai dengan
tujuan/sasaran jangka pendek dibutuhkan suatu kriteria keberhasilan proyek
yakni: ”Terbangunnya dan disetujuinya perubahan terkait Implementasi Return
On Training Investment (ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan”, yang
diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan data pasca pelatihan bidang SDA
dan Konstruksi untuk tracer study setiap pelatihan bidang SDA dan Konstruksi
yang dilaksanakan di lingkungan BPSDM Kementerian PUPR.

23
2.6. Faktor Pendukung Keberhasilan
Dalam pelaksanaan proyek perubahan, dilakukan identifikasi faktor-
faktor yang dapat mendukung keberhasilan dari proyek perubahan tersebut,
antara lain:

 Adanya dukungan dari Pusdiklat SDA dan Konstruksi, khususnya Bidang


Evaluasi dan Pelaporan Pusdiklat SDA dan Konstruksi (baik Kepala
Pusdiklat, Kabid dan Pelaksana);
 Adanya dukungan dan komitmen dari para stakeholder untuk program
Implementasi Return On Training Investment (ROTI) pada evaluasi pasca
pelatihan;
 Adanya sarana dan prasarana yang mendukung terlaksananya proyek
perubahan;
 Ketersediaan dana untuk melakukan proyek perubahan;

24
BAB III
PELAKSANAAN PROYEK PERUBAHAN

3.1. Kerangka Berpikir Proyek Perubahan


Dalam pelaksanaan proyek perubahan perlu dibangun sebuah
kerangka berpikir sebagai landasan utama untuk mendukung tujuan Smart
ASN PUPR, diharapkan melalui Implementasi Return On Training Investment
(ROTI) pada pasca pelatihan bidang SDA dan Konstruksi dapat mempercepat
tujuan tersebut terutama dalam rangka mewujudkan program pengembangan
sumber daya manusia di lingkungan Kementerian PUPR yang komprehensif,
karena data dari setiap pegawai dapat tertelusuri juga dapat dikorelasikan
dengan besaran biaya yang dianggarkan dan sejauh mana manfaat yang
diperoleh bagi para pegawai setelah mengikuti pelatihan baik secara materil
maupun non materil, sehingga dapat dijadikan acuan untuk penyelenggaraan
pelatihan yang efektif dan efisien dalam peningkatan kompetensi yang
menghasilkan ASN PUPR yang memiliki jiwa integritas, profesional, orientasi
misi, visioner, etika (akhlakul karimah). Tujuan tersebut selaras dengan
kerangka berpikir penerapan transparansi dalam pemerintahan, efisiensi dan
efektivitas tata kelola. Hal tersebut mendukung akuntabilitas public dalam
rangka pelaksanaan good governance, sehingga kepercayaan public (public
trust) akan terwujud.

Transparansi
dalam
Akuntabilitas Good
E-Governance pemerintahan, Public Trust
Publik Governance
efisiensi &
efektivitas

Gambar 3. 1 Kerangka Berpikir Penerapan e-Governance

Gambar 3. 2. SMART ASN PUPR

25
Setelah kerangka berpikir telah dibangun maka langka selanjutnya adalah
menentukan metodologi yang tepat untuk digunakan dalam proyek perubahan
ini, dengan terlebih dahulu menyusun design matrix.

Gambar 3. 3. Design Matrix

Gambar 3. 4. Gagasan Proyek Perubahan

3.2. Capaian Proyek Perubahan Jangka Pendek

Tabel 3. 1. Capaian Proyek Perubahan Jangka Pendek

No Kegiatan Tanggal Rencana Tanggal Realisasi Pelaksanaan


1 Melakukan koordinasi dan Minggu ke I Bulan Minggu ke I Bulan Tercapai
brainstorming dengan Agustus 2019 Agustus 2019
Project Sponsor dan Tim
Pelaksana Proyek
2 Melakukan Penelaahan Minggu ke I Bulan Minggu ke I Bulan Tercapai
Peraturan-peraturan Agustus 2019 Agustus 2019

26
3 Mengidentifikasi Minggu ke II-IV Minggu ke II-IV Tercapai
mekanisme dan prosedur Agustus 2019 Agustus 2019
ROTI pada Evaluasi Pasca
Pelatihan berdasarkan
peraturan-peraturan yang
berlaku
4 Melakukan Konsultasi Minggu ke I Bulan Minggu ke I Bulan Tercapai
dengan stakeholder untuk September 2019 September 2019
kesamaan persepsi
sebelum proses aplikasi
5 Melakukan Kolaborasi Minggu I-III Bulan Minggu I-III Bulan Tercapai
Model ROTI pada September 2019 September 2019
Evaluasi Pasca Pelatihan
Bidang SDA dan
Konstruksi
6 Mengadakan Pertemuan Minggu III Minggu III -
untuk Review Progres September-Minggu September-Minggu
Mingguan tim pelaksana ke II Bulan Oktober ke II Bulan Oktober
proyek 2019 2019

Berdasarkan tabel 3.1., kegiatan jangka pendek dibagi menjadi 6


kegiatan, antara lain:
a) Melakukan koordinasi dan brainstorming dengan project Sponsor dan Tim
Pelaksana Proyek;
b) Melakukan Penelaahan Peraturan-peraturan;
c) Mengidentifikasi mekanisme dan prosedur Return On Training Invesment
(ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan berdasarkan peraturan-peraturan
yang berlaku;
d) Melakukan Konsultasi dengan stakeholder untuk kesamaan persepsi;
e) Melakukan Kolaborasi Model ROTI pada Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang
SDA dan Konstruksi;
f) Mengadakan Pertemuan untuk Review Progres Mingguan tim pelaksana
proyek.

Berikut beberapa tahapan dalam rangka pencapaian tahapan kegiatan jangka


pendek.
3.2.1. Melakukan Koordinasi dan brainstorming dengan Project
Sponsor dan Tim Pelaksana Proyek
3.2.1.1. Pembentukan Tim Efektif
Pada tanggal 30 Juli 2019, project leader selaku Kepala Bidang
Evaluasi dan Pelaporan Pusdiklat SDA dan Konstruksi melaporkan kepada
27
Kepala Pusdiklat SDA dan Konstruksi selaku promote untuk kegiatan
proyek perubahan Implementasi Return On Training Invesment (ROTI)
pada Evaluasi Pasca Pelatihan, selanjutnya menyampaikan formulir bagi
coach pada tahap merancang proyek perubahan. Pada tanggal 31 Juli 2019
membentuk tim efektif untuk proyek perubahan

Gambar 3. 5. Pembekalan dan Pengumpulan Tim Efektif Secara Verbal

Pembentukan tim efektif ini dilakukan sebelum kegiatan proyek


perubahan dilaksanakan. Pembentukan tim efektif dilaksanakan secara verbal
dimulai pada tanggal 31 Juli 2019, pukul 09.00 WIB-selesai, bertempat di
Ruang Rapat Lt.1 Pusdiklat SDA dan Konstruksi. Pembentukan tim efektif ini
dipimpin oleh project leader, dihadiri oleh Kepala Sub Bidang Evaluasi dan
Pelaporan I dan staf Bidang Evaluasi dan Pelaporan Pusdiklat SDA dan
Konstruksi. Berkumpulnya tim efektif dalam rangka menyamakan persepsi
dalam pencapaian proyek perubahan dalam rangka mendorong stakeholder
yang pada awalnya berada di kuadran apathetics (memiliki kepentingan
rendah dan kekuatan rencah) karena tidak mengetahui adanya proyek
perubahan dapat bergeser ke kuadran defenders karena mengalai
peningkatan kepentungan dan sudah menyadari akan pentingnya proyek
perubahan.

28
3.2.1.2. Koordinasi dengan Stakeholder dan Tenaga Ahli
Selanjutnya pada tanggal 27 Agustus 2019 project leader melakukan
rapat koordinasi dan brainstorming dengan stakeholder internal di lingkungan
Pusdiklat SDA dan Konstruksi.

Gambar 3. 6. Koordinasi dengan stakeholder Internal Pusdiklat SDA dan Konstruksi

Rapat diselenggarakan pada tanggal 27 Agustus 2019, pukul 13.00 WIB,


bertempat di Ruang Rapat Lt.2 Pusdiklat SDA dan Konstruksi. Rapat tersebut
dihadiri oleh stakeholder internal yang telah teridenfitikasi sebelumnya yakni:
1. Project leader;
2. Kepala Pusdiklat SDA dan Konstruksi
3. Kepala Bidang Teknik Materi Bidang SDA
4. Kepala Bidang Teknik Materi Bidang Konstruksi
5. Kepala Bidang Anggaran dan Umum
6. Kepala Balai Diklat Uji Sistem Diklat SDA dan Konstruksi
7. Kepala Sub Bidang TM SDA I
8. Kepala Sub Bidang TM SDA II
9. Kepala Sub Bidang TM Konstruksi I
10. Kepala Sub Bidang TM Konstruksi II
11. Kepala Sub Bidang Evaluasi dan Pelaporan I
12. Kepala Sub Bidang Evaluasi dan Pelaporan II

Kegiatan ini merupakan salah satu tahapan kegiatan penting dalam


pelaksanaan proyek perubahan karena pada kegiatan ini banyak stakeholder

29
yang berada pada kuadran promoters dan defenders yang berarti memiliki
kepentingan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan proyek perubahan.
Pendekatan terhadap stakeholder harus dilakukan dengan baik agar tingkat
kepentingan dan pengaruh tidak mengalami penurunan, sehingga sasaran
koordinasi dengan stakeholder internal tercapai sesuai dengan milestone
jangka pendek yang telah ditentukan yakni melakukan koordinasi dan
brainstorming dengan project sponsor dan tim pelaksana proyek

3.2.1.3. Identifikasi Permalahan Proyek Perubahan


Pada tanggal 26 Agustus 2019, dilakukan identifikasi permasalahan
proyek perubahan berdasarkan masukan dan pendapat yang diperoleh dari
pelaksanaan koordinasi awal dengan stakeholder internal. Identifikasi
permasalahan ini juga memperkuat identifikasi awal yang telah dilaksanakan
pada seminar rancangan proyek perubahan sesuai masukan dari mentor,
coach dan para penguji. Hasilnya project leader berarti mengidentifikasi
kondisi saat ini, permasalahan yang dihadapi, bentuk intervensi, hingga
mencpai konisi yang diharapkan.
Identifikasi permasalahan proyek perubahan juga dilakukan
berdasarkan hasil Rapat Pendahuluan Kegiatan Kontraktual yang dilaksankan
terkait dengan Implementasi Return On Training Invesment (ROTI) pada
Evaluasi Pasca Pelatihan pada tanggal 19 Juli 2019. Rapat pendahuluan
dilaksanakan sebelum memasuki periode proyek perubahan, menemukan
beberapa permasalahan terkait evaluasi pasca pelatihan, permalahan
tersebut antara lain: masih belum tersusunnya instrumen evaluasi Return On
Training Investment (ROTI), belum dilaksanakan evaluasi pasca pelatihan dan
belum dilaksanakannya sosialiasi dan diseminasi Implementasi Return On
Training Invesment (ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi pada evaluasi pasca pelatihan. Beberapa stakeholder yang
diundang dalam rapat pendahuluan tersebut merupakan stakeholder yang
memiliki pengaruh tinggi, namun masih menunjukan minat dan kepentingan
yang sangat rendah terhadap Implementasi (ROTI) terhadap Evaluasi Pasca
Pelatihan (Kuadran Latents), sehingga dibutuhkan strategi komunikasi yang
tepat dalam meningkatkan minat dari stakeholder tersebut, sehingga sasaran

30
kegiatan yakni identifikasi proyek perubahan tercapai sesuai milestone jangka
pendek yang telah ditentukan.

Gambar 3. 7. Identifikasi Permasalahan Proyek Perubahan

3.2.2. Inventarisasi Data dan Peraturan Evaluasi Pasca Pelatihan


Pada tanggal 5-6 Agustus 2019, dilakukan penelaahan peraturan-
peraturan terkait pemantauan dan evaluasi pelatihan di lingkungan
Kementerian PUPR. Penelaahan peraturan bertujuan untuk mengukur aspek
legalitas dalam pengukuran evaluasi pasca pelatihan yang relevan untuk
dapat diadopsi dalam Return On Training Invesment (ROTI). Selain menelaah
aturan juga meninventarisir kebutuhan data pelatihan bidang SDA dan
Konstruksi. Pusdiklat SDA dan Konstruksi memiliki tugas dan fungsi
berdasarkan Permen PUPR No. 3 tahun 2019 adalah melakukan pemantauan,
evaluasi, dan penyusunan laporan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
bidang sumber daya air dan konstruksi dibantu oleh Bidang Evaluasi dan
Pelaporan, memiliki fungsi;
a. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bidang
sumber daya air dan konstruksi; dan
b. Penyusunan laporan kinerja dan program serta pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi.

Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, salah satunya


adalah pemantauan evaluasi dan pelaporan pelatihan bidang sumber daya air
dan konstruksi dapat dipenuhi. Selain itu, dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, yakni menyusun laporan kinerja dan program pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi serta

31
berdasarkan Permen PU No.13 tahun 2014 pasal 11 ayat 2 disebutkan bahwa
melakukan monitoring dan evaluasi peserta pendidikan dan pelatihan selama
mengikuti program diklat dan pasca diklat, sehingga data-data terkait
monitoring dan evaluasi pelatihan bidang SDA dan konstruksi dapat dipenuhi.

3.2.3. Identifikasi mekanisme dan prosedur Return On Training


Investment (ROTI)
Berdasarkan milestone jangka pendek, pada minggu ke II-IV Agustus
2019 dilaksanakan identifikasi mekanisme dan prosedur ROTI pada evaluasi
pasca pelatihan berdasarkan peraturan yang berlaku, yakni mengacu pada
Permen PU No.13 tahun 2014 pasal 11 ayat 2 butir yakni melakukan
monitoring dan evaluasi peserta pendidikan dan pelatihan selama mengikuti
program diklat dan pasca diklat, sehingga data-data terkait monitoring dan
evaluasi pelatihan bidang SDA dan konstruksi dapat dipenuhi.
Tabel 3. 2. Identifikasi Mekanisme

No Kebutuhan Data Ketersedia


1 Peraturan yang berlaku terkait evaluasi pasca Tersedia
pelatihan
2 Data pelatihan bidang SDA dan Konstruksi Tersedia
3 Instrumen Pasca Pelatihan Tersedia
4 Instrumen Return On Training Invesment (ROTI) Tersedia

3.2.4. Konsultasi dengan Stakeholder


Minggu ke I bulan September 2019, yakni pada hari Selasa, tanggal 10
September 2019 dilaksanakan kegiatan konstultasi dengan stakeholder untuk
menyamakan persepsi sebelum implementasi return on training investment
(ROTI) dilaksanakan.

Gambar 3. 8. Konsultasi dengan Stakeholder

32
Kegiatan konsultasi dengan stakeholder dihadiri oleh Perwakilan dari
Sekretariat BPSDM, Sekretariat Kepegawaian dan Ortala Sekjen, Kepala
Pusdiklat SDA dan Konstruksi, Kepala Bidang Anggaran dan Umum Pusdiklat
SDA dan Konstruksi, Kasubbid TM SDA, Kepala Balai Diklat Uji Coba Sistem
Diklat SDA dan Konstruksi, Kepala Sub Bidang Evaluasi dan Pelaporan I dan
II, perwakilan dari Balai Bendungan, narasumber Dr. Dra. Yuniari Susilowati,
M. M.Sc., ACP., CAC dan tenaga ahli.

Gambar 3. 9. Konsultasi dengan stakeholder

3.2.5. Kolaborasi Model Return On Training Investment (ROTI)


Berdasarkan jangka pendek, Minggu I-III Bulan September 2019
dilaksanankan kolaborasi Model Return On Training Invesment (ROTI) pada
Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi, antara lain:
a. Rapat Koordinasi dengan Tenaga Ahli.
Minggu I bulan September, dilaksanakan rapat koordinasi dengan tenaga
ahli, koordinasi dengan tenaga ahli dan lingkungan internal Pusdiklat SDA
dan Konstruksi membahas kolaborasi model Return On Training
Invesment (ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi.

33
Gambar 3. 10. Rapat Koordinasi Internal dan Tenaga Ahli

b. FGD Pekerjaan Konsultasi Kajian Return On Training Invesment


(ROTI) Penyelenggaraan Pelatihan Bidang Konstruksi
Pada tanggal 10 September 2019 diadakan FGD Pekerjaan Konsultasi
Kajian Return On Training Invesment (ROTI) Penyelenggaraan Pelatihan
Bidang Konstruksi, pada pertemuan ini menghadirkan stakeholder terkait
proyek perubahan.

Gambar 3. 11. FGD Pekerjaan Konsultasi Kajian Return On Training Invesment (ROTI)
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi

c. Sosialiasi Implementasi Return On Training Invesment (ROTI) pada


kegiatan Lokakarya Evaluasi Kurikulum Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi (Pengawasan Bendungan dan OP Irigasi)
Pada minggu kedua, tanggal 13 September, diadakan rapat koordinasi
dengan tenaga ahli untuk melaksanakan kolaborasi model Return On
Training Invesment (ROTI) dengan evaluasi Pasca Pelatihan, pada
kegiatan tersebut dibahas tentang evaluasi kurikulum pelatihan bidang
SDA dan Konstruksi serta kolaborasi dari implementasi FGD Pekerjaan
Konsultasi Kajian Return On Training Invesment (ROTI) Penyelenggaraan

34
Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi. Sejauh mana instrument Return
On Training Invesment (ROTI) dapat dikolaborasikan dengan berbagai
kebutuhan data pelatihan.

Gambar 3. 12. Sosialiasi Implementasi Return On Training Invesment (ROTI) pada kegiatan
Lokakarya Evaluasi Kurikulum Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi (Pengawasan
Bendungan dan OP Bendungan)

d. Rapat Koordinasi dengan Tenaga Ahli setelah Focus Group


Discussion (FGD) Pekerjaan Konsultasi Kajian Return On Training
Invesment (ROTI) Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi
Pada tanggal 23 September 2019 dilaksanakan rapat koordinasi setelah
FGD Return On Training Invesment (ROTI) Penyelenggaraan Pelatihan
Bidang SDA dan Konstruksi. Hal tersebut dilaksanakan dalam rangka
mengetahui sudah sejauh mana progres yang sudah dilaksanakan oleh
tenaga ahli terkait masukan-masukan yang sudah disampaikan oleh
narasumber dan unor terkait.

Gambar 3. 13. Rapat Koordinas setelah Focus Group Discussion (FGD).

35
e. Implementasi Return On Training Invesment (ROTI) pada Evaluasi
Pasca Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi di BBWS Citarum
Pada tanggal 24 September 2019 dilaksanakan kegiatan Evaluasi Pasca
Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi di BBWS Citarum dalam rangka
mengukur sejauh mana implementasi Return On Training Invesment (ROTI)
pada evaluasi pasca pelatihan bidang SDA dan Konstruksi di lingkungan
BBWS Citarum.

Gambar 3. 14. Implementasi Return On Training Invesment (ROTI) pada Evaluasi Pasca
Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi di BBWS Citarum

3.2.6. Review Progres Mingguan Tim Pelaksana Proyek


Pada minggu ketiga sampai dengan minggu keempat diadakan rapat internal
tim pelaksana proyek untuk memonitor sejauh mana proyek perubahan sudah
tercapai (lampiran dokumen notulensi kegiatan).

36
3.3. Capaian Proyek Perubahan Jangka Menengah

Tabel 3. 3. Proyek Perubahan Jangka Menengah

Waktu
No Kegiatan Waktu Rencana Pelaksanaan
Realisasi
1 Melakukan inputting Minggu I-IV Bulan 28 Agustus Tercapai pada
dan konsolidasi Nopember Tahun 2019 periode jangka
data/dokumen dari 2019 pendek
kegiatan evaluasi
pasca yang sudah
berjalan (data
eksisting)
2 Melaksanakan Minggu III Bulan 10 Telah tercapai
Review dan Nopember- September pada periode
Konsolidasi Minggu IV Bulan 2019 jangka pendek,
Januari 2020 namun akan terus
diperbaharui

3.3.1. Melakukan inputting dan konsolidasi data/dokumen dari


kegiatan evaluasi pasca yang sudah berjalan (data eksisting).
Pada minggu pertama-ketiga bulan Nopember 2019 akan diadakan
inputting dan konsolidasi data/dokumen dari kegiatan evaluasi pasca yang
sudah berjalan (data eksisting). Kegiatan ini sudah tercapai pada periode
jangka pendek, yakni inputting data dan dokumen evaluasi pasca
pelatihan yang sudah berjalan bersumber dari data dan dokumentasi
kegiatan Evaluasi Pasca Pelatihan yang dilaksanakan pada bulan Maret
di BBWS Mesuji Sekampung dan pada minggu ketiga bulan September di
BBWS Citarum Bandung.

3.3.2. Melaksanakan Review dan Konsolidasi


Berdasarkan rencana proyek perubahan jangka menengah dari minggu
ketiga bulan Nopember sampai dengan minggu keempat bulan Januari
2020 dilaksanakan review dan konsolidasi, akan tetapi kegiatan ini sudah
tercapai pada periode jangka pendek pada tanggal 10 September 2019,
namun akan terus diperbaharui. Pada kegiatan tersebut hadir narasumber
dari PPM, Dr. Dra. Yuniari Susilowati, M.M., M.Sc., ACP. CAC., yang
banyak memberikan masukan konstruktif bagi pengembangan
Implementasi Return On Training Invesment (ROTI) pada Evaluasi Pasca
Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi.

37
Gambar 3. 15. Implementasi Return On Training Invesment (ROTI) pada
Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi

3.4. Peta Stakeholder


Selama pelaksanaan proyek perubahan, telah terjadi pergeseran
tingkat kepentingan maupun minat stakeholder hingga akhirnya semua
stakeholder mendukung proyek perubahaan”Implementasi Return On Training
Investment pada Evaluasi Pasca Pelatihan”. Semua stakeholder telah berada
di kuadran promoters yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar
dalam mendukung pelaksanaan proyek perubahan ( gambar 3.16). Posisi
stakeholder yang sudah berada di kuadran promoters harus dijaga dengan
pendekatan yakni encourage dan influence. Pada awalnya, para stakeholder
yang teridentifikasi sebelum dilaksanakanna breakthrough II berada pada
kuadran-kuadran yang berbeda-beda pada stakeholder engangement map
(peta pendekatan stakeholder) sehingga dibutuhkan pendekatan yang
berbeda-beda pula, yakni:
 Promoters : Stakeholder yang berada di kuadran ini memiliki
pengaruh diminat yang besar terhadap proyek perubahan sehingga
diperlukan strategi pendekatan “encourage & influence terus didorong
dan dipengaruhi” dan “manage closely/dikelola dengan baik”.
Stakeholder ini memerlukan pengelolaan hubungan strategis yang
sangat baik agar tingkat stakeholder dapat dijaga pada kuadran
promoters, dan tidak turun
 Latens : Stakeholder yang berada di kuadran ini memiliki
pengaruh yang besar, namun minat yang kecil terhadap proyek
perubahan sehingga diperlukan strategi pendekatan ”keep

38
satisfied/terus dipuaskan” dan “meet their needs/memenuhi kebutuhan
mereka”.
 Defender : Stakeholder yang berada di kuadran ini memiliki minat
yang tinggi, namun pengaruhnya kecil terhadap proyek perubahan
sehingga diperlakukan strategi pendekatan “keep informed/terus
diinformasikan” dan “shoe consideration/menunjukkan pertimbangan”.
 Apathetics : Stakeholder yang berada di kuadran ini memiliki minat
dan pengaruh yang kecil terhadap proyek perubahan sehingga diperlukan
strategi pendekatan yakni “monitor/dipantau”.

Gambar 3. 16. Strategi Pendekatan Stakeholder

Sehingga berdasarkan strategi yang telah dirumuskan tersebut, dilakukan


beberapa upaya dalam rangka meningkatkan tingkat stakeholder ke level
promoters, antara lain:
a) Promoters : Mendorong keikutsertaan stakeholder selama
pelaksanaan proyek Perubahan, sehingga menjaga stakeholder pada
kuadran promoters.
b) Latens : terus melibatkan stakeholder dalam mebangun proyek
perubahan sehingga keinginan stakeholder dapat terakomodir, sehingga
dapat membangkitkan minat stakeholder.

39
c) Defenders : terus menginformasikan progres kemajuan terkait
pelaksanan proyek perubahan, sehingga stakeholder dapat memberikan
pengaruh, sehingga dapat meningkatkan pengaruh stakeholder.
d) Apathetics : mengikutsertakan Kabag Kepegawaian Ditjen SDA,
Kabag Ditjen Bina Konstruksi, PPM Manajemen dan Akademisi agar turut
serta dilibatkan dalam pelaksanaan proyek perubahan agar dapat
dimonitor.

Gambar 3. 17. Peta Stakeholder setelah Breakthrough II

3.5 Kendala Internal dan Eksternal


Kendala yang dihadapi dalam proyek perubahan Implementasi Return On
Training Invesment (ROTI) pada Evaluasi Pasca pelatihan, antara lain
berupa kendala internal dan eksternal.
a) Kendala Internal
1. Kurangnya koordinasi diantara stakeholder yang terlibat dalam
implementasi Return On Training Invesment (ROTI) pada Evaluasi
Pasca Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi
2. SDM yang masih minim pengetahuan tentang Return On Training
Invesment (ROTI)
3. Belum disusunnya SOP Implementasi Return On Training Invesment
(ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan
b) Kendala Eksternal
Masih belum tersosialisasinya Return On Training Invesment (ROTI)
pada organisasi pemerintah
40
3.6. Upaya Mengatasi Kendala
Dalam mengatasi permasalahan maupun kendala-kendala yang berasal dari
internal maupun eksternal, maka disusunlah strategi mengatasi masalah
dalam bentuk antisipasi yang direncanakan. Adapun upaya antisipasi yang
direncanakan sebagai strategi mengatasi kendala dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3. 4. Upaya Mengatasi Kendala

No Identifikasi Potensi Masalah Upaya Antisipasi


1 Belum adanya implementasi Return Melaksanakan koordinasi diantara
On Training Invesment (ROTI) pada stakeholder yang terlibat dalam
Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang SDA implementasi Return On Training
dan Konstruksi Invesment (ROTI) pada Evaluasi
Pasca Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi
2 SDM yang masih minim pengetahuan Melaksanakan sosialisasi dan
tentang Return On Training Invesment diseminasi tentang Return On
(ROTI) Training Invesment (ROTI)
3 Belum disusunnya SOP Implementasi Disusunnya SOP Implementasi
Return On Training Invesment (ROTI) Return On Training Invesment
pada Evaluasi Pasca Pelatihan (ROTI) pada Evaluasi Pasca
Pelatihan
4 Masih belum tersosialisasinya Return Melaksanakan sosialisasi Return
On Training Invesment (ROTI) pada On Training Invesment (ROTI)
organisasi pemerintah pada organisasi pemerintah

3.7. Instrumen Monitoring untuk Pelaksanaan Proyek Perubahan


Tabel 3. 5. Progres dan Dokumen Output Kemajuan Implementasi Proyek Perubahan

No Kegiatan Dokumen Ouput


1 Melakukan koordinasi dan brainstorming Notulen & Dokumentasi
dengan Project Sponsor dan Tim Pelaksana
Proyek
2 Melakukan Penelaahan Peraturan-peraturan Dokumentasi
Data/Informasi Peraturan
terkait
3 Mengidentifikasi mekanisme dan prosedur Dokumen mekanisme dan
Return On Training Invesment (ROTI) pada prosedur evaluasi pasca
Evaluasi Pasca Pelatihan berdasarkan pelatihan
peraturan-peraturan yang berlaku
4 Melakukan Konsultasi dengan stakeholder Notulen
untuk kesamaan persepsi sebelum proses
aplikasi
5 Melakukan Kolaborasi Model Return On Notulen dan dokumentasi
Training Invesment (ROTI) pada Evaluasi kegiatan
Pasca Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi
6 Mengadakan Pertemuan untuk Review Notulen
Progres Mingguan tim pelaksana proyek

41
7 Melakukan inputting dan konsolidasi Notulen & Dokumentasi
data/dokumen dari kegiatan evaluasi pasca
yang sudah berjalan (data eksisting)
8 Melaksanakan Review dan Konsolidasi Notulen & Dokumentasi
9 Menyusun Program Implementasi ROTI pada Notulen dan Dokumentasi
evaluasi pasca pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi
10 Melakukan Konsolidasi Stakeholder Notulen dan Dokumentasi
11 Melakukan Penyempurnaan Program hasil Dokumen ManualAplikasi
konsolidasi Stakeholder
12 Menyiapkan Nota Dinas Kapusdiklat SDA dan Nota Dinas Kapusdiklat
Konstruksi SDA dan Konstruksi

13 Melakukan Penyiapan untuk Sosialisasi dan Dokumen KAK diseminasi


Diseminasi
14 Pelaksanaan Sosialisasi dan Diseminasi Workshop/diseminasi/
bimbingan teknis
15 Implementasi Return On Training Invesment Dokumen Implementasi
(ROTI) pada evaluasi pasca pelatihan di Return On Training
lingkungan Pusdiklat SDA dan Konstruksi Invesment (ROTI) Evaluasi
Pasca Pelatihan

3.8. Tahapan Implementasi Return On Training Investment (ROTI)


3.8.1. Standard Operating Procedure (SOP) Evaluasi Pelatihan untuk
Return On Training Investment (ROTI)
Sebelum melakukan penghitungan Return On Training Investment (ROTI)
disusun terlebih dahulu Standard Operating Procedure (SOP) Evaluasi
Pelatihan untuk memudahkan penghitungan Return On Training Investment
(ROTI).

Gambar 3.18. Standar Operasional Prosedur (SOP) Evaluasi Pelatihan

42
Sebelum memasuki tahapan selanjutnya, kita harus mengetahui terlebih
dahulu prinsip dasar Return On Training Investment (ROTI), sebagai berikut:
1. Ketika melakukan evaluasi level atas, pengumpulan data dilakukan
pada level di bawahnya;
2. Bila merencanakan untuk melakukan evaluasi level atas, evaluasi pada
level sebelumnya tidak harus komprehensif (lengkap);
3. Pengumpulan dan analisis data hanya penggunakan narasumber yang
sangat dan dapat dipercaya;
4. Ketika menganalisis data, pilih pendekatan yang paling konservatif dari
pilihan yang tersedia;
5. Minimal satu metode harus digunakan untuk mengisolasi efek dari
pelatihan/pengembangan;
6. Bila tidak tersedia data improvement dari hasil program
pengembangan, dapat diasumsikan bahwa (sedikit) tidak terjadi
improvement;
7. Perkiraan terjadinya improvement harus disesuaikan (adjusted)
terhadap potensi kesalahan estimasi;
8. Data yang ekstrim dan tidak akurat tidak boleh digunakan dalam
perhitungan Return On Training Investment (ROTI);
9. Hanya manfaat (benefit) pada tahun pertama yang dapat digunakan
dalam analisis Return On Training Investment (ROTI);
10. Dalam menghitung Return On Training Investment (ROTI), gunakan
seluruh biaya yang terkait dalam program pengembangan SDM;
11. Manfaat yang bersifat intangible (tak terlihat), tidak dapat dikonversi ke
nilai uang/moneter;
12. Hasil perhitungan Return On Training Investment (ROTI) harus
dikomunikasikan kepada seluruh stakeholder

Berdasarkan prinsip dasar Return On Training Investment (ROTI) tersebut,


berikut tahapan dari Standard Operation Procedure (SOP), sebagai berikut:

3.8.1.1. Tahap Perencanaan


Pada tahapan perencanaan ini, kita harus menentukan judul pelatihan
yang akan dihitung Return On Training Investment (ROTI)-nya. Sebelum

43
menentukan pelatihan mana yang akan dilakukan penghitungan Return
On Training Investment (ROTI), kita harus mengetahui beberapa kriteria
jenis pelatihan yang tepat untuk Return On Training Investment (ROTI),
antara lain:
a) Pelatihan dengan life cycle panjang
b) Sangat penting bagi perusahaan/added value besar
c) Terkait erat dengan langkah strategis
d) Biaya pelatihan mahal, mengkonsumsi banyak sumber daya
perusahaan
e) Untuk pelatihan yang jelas sangat visible atau sebaliknya yang
kontroversial
f) Target peserta banyak
g) Top management menginginkan evaluasi komprehensif

Berdasarkan hasil analisis dan diskusi, pelatihan bidang SDA lebih


cocok dilakukan perhitungan Return On Training Investment (ROTI)
dibandingkan dengan pelatihan bidang konstruksi, karena pelatihan
bidang konstruksi sebagian besar berdurasi pendek, sehingga kriteria
jenis pelaithan yang tepat untuk Return On Training Investment (ROTI)
yakni berdurasi panjang, memiliki added value yang besar, terkait
dengan langkat strategi, berbiaya mahal, bersitat visible, target peserta
banyak dan menginginkan adanya evaluasi secara komprehensif, maka
diputuskan 3 jenis pelatihan yang sesuai untuk dilakukan perhitungan
Return On Training Investment (ROTI), antara lain:
a) Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan
b) Pelatihan Perencanaan Teknis Embung
c) Pelatihan Perencanaan Teknis Sungai

3.8.1.2. Tahap Pengumpulan Data

a. Pengumpulan Data Melalui e-Pelatihan

Pada tahapan ini proses pengumpulan data diproleh dari e-Pelatihan


BPSDM Kementerian PUPR, data yang diperoleh berupa evaluasi
peserta, pengajar, materi dan penyelenggaraan pelatihan. Proses
pengambilan data tersebut merupakan hasil evaluasi level 1 dan 2

44
sudah tersedia di sistem e-pelatihan, evaluasi tersebut berdasarkan SE
No 02/SE/KM/2019 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelatihan Teknis Bidang PUPR.

b. Pengumpulan data melalui evaluasi pasca pelatihan berbasis web

Proses pengumpulan data ini menggnakan instrument evaluasi pasca


pelatihan, instrument tersebut berupa kuesioner yang diinput di dalam
aplikasi evaluasi pasca pelatihan, responden dari evaluasi pasca
pelatihan ini adalah para alumni peserta pelatihan, rekan sejawat
peserta pelatihan dan atasan langsung alumni peserta pelatihan.
Tahapan ini masuk ke dalam evaluasi pasca pelatihan level 3 (behavior)
dan level 4 (result).

3.8.1.3. Tahap Analisa Data

Tahapan selanjutnya adalah tahapan analisa data, terdiri dari:


a) Mendefinisikan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja;
b) Menghubungkan manfaat dari pelatihan ke proyek yang berjalan
sesudah pelatihan dan melibatkan alumni;
c) Menghitung bobot kontribusi alumni pelatihan dalam proyek yang
dikaitkan tersebut;
d) Menghitung biaya pelatihan (langsung dan tidak langsung);
e) Setalah itu masuk ke dalam level 5 Return On Training Investment
(ROTI).

3.8.1.4. Tahap Pelaporan

Pada tahapan pelaporan dibuat laporan kesimpulan hasil kajian Return


On Training Investment (ROTI), setelah itu baru dilaksanakan sosialisasi
& diseminasi dengan stakeholder.

3.8.2. Instrumen Evaluasi Pelatihan


Instrumen evaluasi pelatihan yang dimiliki oleh BPSDM Kementerian PUPR
adalah evaluasi level 1 (reaction) dan 2 (learning) berdasarkan Surat
Edaran Kementerian PUPR No. 2/SE/KM/2019 tentang Pedoman Pelatihan
Teknis di Kementerian PUPR. Instrumen tersebut dapat dijadikan analisis
data untuk penghitungan Return On Training Investment (ROTI).

45
3.8.2.1. Instrumen Evaluasi Pelatihan Kementerian PUPR
a. Evaluasi Level 1 (reaction) dan 2 (learning)

Gambar 3.19. Instrumen Evaluasi Level 1 (reaction)

46
3.8.2.2. Instrumen Evaluasi Pasca Pelatihan Pusdiklat SDA dan
Konstruksi.
Pusdiklat SDA dan Konstruksi sudah memiliki instrumen evaluasi pasca
pelatihan bidang SDA dan Konstruksi, pada tahun 2019, evaluasi pasca
pelatihan sudah dilaksanakan di tiga tempat, antara lain BBWS Mesuji
Sekampung, BBWS Citarum dan BBWS Cimanuk Cisanggarung. Data
yang diperoleh dari evaluasi pasca pelatihan di ketiga tersebut dijadikan
dasar untuk proses analisis data selanjutnya.

Gambar 3.20. Instrumen Evaluasi Pasca Pelatihan Pusdiklat SDA dan Konstruksi

Berdasarkan jenis pelatihan yang sudah ditetapkan untuk dilakukan


Return On Training Investment (ROTI) seperti yang sudah dijelaskan di
atas, yakni pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan, Pelatihan
Perencanaan Teknis Embung dan Pelatihan Perencanaan Teknis
Sungai, tabel 3.6 s/d 3.12 merupakan instrumen level 3 (behavior)
untuk ketiga pelatihan tersebut seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

47
Tabel. 3.6. Instrumen Level 3 (Behaviour) Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan

Tabel 3.6 merupakan tabel instrumen level 3 (behavior) untuk Pelatihan


Perencanaan Teknis Bendungan, penyusunan kalimat pernyataan
tersebut berdasarkan RBPMP Pelatihan Perencanaan Teknis
Bendungan. Pada tahun 2019, Pelatihan Perencanaan Teknis
Bendungan dilaksanakan sebanyak 3 angkatan berdasarkan tabel 3.7.

Tabel. 3.7. Pelaksanaan Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan Tahun 2018


Nama Waktu Jumlah
No Balai Penyelenggara
Pelatihan Pelaksanaan Peserta
1 Perencanaan 16 – 27 Juli Balai Pendidikan dan 47
Teknis 2018 Pelatihan PUPR Wilayah
Bendungan I Medan
2 Perencanaan 27 Agustus – 7 Balai Pendidikan dan 27
Teknis September Pelatihan PUPR Wilayah
Bendungan 2018 VIII Makassar
3 Perencanaan 21 Nopember – Balai Pendidikan dan 13
Teknis 1 Desember Pelatihan PUPR Wilayah
Bendungan 2018 V Yogyakarta
Jumlah Total 87

Tabel.3.8. Instrumen Level 3. (behavior) Pelatihan Perencanaan Teknis Embung

48
Tabel.3.9. Pelaksanaan Pelatihan Pelatihan Perencanaan Teknis Embung
Nama Waktu Jumlah
No Balai Penyelenggara
Pelatihan Pelaksanaan Peserta
1 Perencanaan 16 – 23 April Balai Pendidikan dan 37
Teknis Embung 2018 Pelatihan PUPR Wilayah
VII Banjarmasin

Tabel. 3.10. Instrumen Level 3 (behavior) Pelatihan Perencanaan Teknis Sungai

Tabel. 3.11. Pelaksanaan Pelatihan Perencanaan Teknis Sungai


Nama Waktu Jumlah
No Balai Penyelenggara
Pelatihan Pelaksanaan Peserta
1 Perencanaan 14 – 21 Maret Balai Pendidikan dan 25
Teknis Sungai 2018 Pelatihan PUPR Wilayah
VI Surabaya
2 Perencanaan 2 – 9 Mei 2018 Balai Pendidikan dan 18
Teknis Sungai Pelatihan PUPR Wilayah II
Palembang
3 Perencanaan 25 Juli – 1 Balai Pendidikan dan 14
Teknis Sungai Agustus 2018 Pelatihan PUPR Wilayah
VII Banjarmasin
4 Perencanaan 13 – 20 Balai Pendidikan dan 21
Teknis Sungai September Pelatihan PUPR Wilayah I
2018 Medan

49
5 Perencanaan 19 – 26 Balai Pendidikan dan 33
Teknis Sungai September Pelatihan PUPR Wilayah
2018 VIII Makassar

6 Perencanaan 20 – 27 Balai Pendidikan dan 25


Teknis Sungai September Pelatihan PUPR Wilayah
2018 IX Jayapura

TOTAL JUMLAH 136

3.8.2.3. Instrumen Pasca Pelatihan Level 4 (results)

Evaluasi pasca pelatihan level 4 (result) dilaksanakan melalui beberapa


tahapan, antara lain:

a) Menentukan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja. Contoh


Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan, faktor dominan dari
pelatihan tersebut sebagai berikut:
1. Pengaruh kompetensi alumni dalam menganalisa kebijakan dalam
pengembangan bendungan terhadap meningkatnya kinerja unor;
2. Pengaruh kompetensi alumni dalam melakukan Pengelolaaln SDA
Terpadu terhadap meningkatnya kinerja unor;
3. Pengaruh kompetensi alumni dalam Pengaturan dan Konsepsi
Keamanan Bendungan terhadap meningkatnya kinerja unor;
4. Pengaruh kompetensi alumni dalam melakukan Pengukuran
Topograsi Bendungan dan Geologi Teknik terhadap meningkatnya
kinerja unor;
5. Pengaruh kompetensi alumni dalam menjelaskan prinsip desain
bendungan urugasn, desain bangunan pelengkap dan desain peraltan
hidromekanika terhadap meningkatnya kinerja unor;
6. Pengaruh kompetensi alumni dalam melakukan perhitungan
rembesan perhitungan stabilitas lereng dan perhitungan penurunan
meningkatnya kinerja unor;
7. Pengaruh kompetensi alumni dalam membuat RAB Perencanaan
Bendungan.

50
Pada minggu kedua bulan Oktober dilaksanakan evaluasi pasca pelatihan
ke BBWS Cimanuk Cisanggarung dalam rangka proses perhitungan
Return On Training Investment (ROTI), dari ketiga jenis pelatihan bidang
SDA tahun 2018, terdapat 9 orang total mengikuti pelaithan bidang SDA,
antara lain Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan sebanyak 3 orang,
Pelatihan Perencanaan Teknis Embung sebanyak 3 orang dan Pelatihan
Perencanaan Teknis Sungai sebanyak 3 orang.

Tabel 3.12. Daftar Alumni Peserta Pelatihan TA 2018 Bidang SDA di BBWS Cimanuk
Cisanggarung

Gambar 3.21. Instrumen Pasca Pelatihan dan Return On Training Investment (ROTI)

Gambar 3.22. Hasil Pengisian Koesioner Pasca Pelatihan di BBWS Cimanuk


Cisanggarung

51
Gambar 3.23. Hasil Pengisian Return On Training Investment (ROTI)

b) Identifikasi faktor lain di luar pelatihan yang mempengaruhi kinerja


Melakukan identifikasi faktor lain di luar pelatihan yang mempengaruhi
peserta, antara lain adalah perhatian manajemen, adanya insentif
tambahan, perubahan sistem/prosedur, dll. Hal tersebut dapat diketahui
pada saat kita melakukan wawancara dengan peserta pelatihan.

c) Melakukan penghitungan hasil dengan mengisolasi pengaruh pelatihan


dengan form survey terhadap unit organisasi dan/ atau atasan alumni
pelatihan

Penghitungan Return On Training Investment (ROTI) di organisasi


pemerintah atau organisasi non profit seperti Pusdiklat SDAK BPSDM
PUPR memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan yang
mengejar laba, manfaat dari pelatihan di organisasi pemerintah mengukur
bagaimana pelatihan yang diikuti apakah mendorong terhadap
peningkatan kompetensi yang bermuara pada peningkatan kinerja
organisasi, tidak berdasarkan hasil peningkatan penjualan atau nilai
keuntungan dari organisasi profit atau perusahaan swasta. Pada saat
penghitungan Return On Training Investment (ROTI) di organisasi non
profit, akan ditemukan kendala karena penghitungan Return On Training
Investment (ROTI) adalah penghitungan cost-benefit yang ukurannya
dalam jumlah nominal uang, sehingga harus dilakukan konversi dari
manfaat pelatihan ke nilai nominal uang, dengan nilai mata uang rupiah.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghitung Return On
Training Investment (ROTI) di organisasi pemerintah adalah dengan

52
mengaitkan manfaat dari pelatihan ke proyek yang berjalan sesudah
pelatihan dan melibatkan alumni pelatihan tersebut didalamnya. Contoh:
Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan, antara lain:
- Pada tahun 2018 Kementerian PUPR merencanakan pembangunan
Bendungan Sadawarna di Kabupaten Subang, Jawa Barat
- Pelaksana dari proyek pembanguan bendungan tersebut adalah Balai
Besar Wilayah Sungai Citarum, salah satu pegawainya merupakan
alumni dari peserta Perencanaan Teknis Bendungan (salah satu
pelaksananya merupakan peserta yang sudah dievaluasi pasca
pelatihan sampai level 4 di atas)
- Anggaran dari proyek pembangunan bendungan sebesar Rp. 898
miliar. Berdasarkan perhitungan penghitungan kontribusi terhadap
proyek karena peningkatan kompetensi hasil pelatihan didapat
kontribusi dari alumni A adalah sebesar 0,05%.
- Penghitungan benefit dari pelatihan yang akan dikonversi ke nilai rupiah
adalah sebesar 0,05 % x 15,96 % x Rp. 898 miliar = Rp. 71.660.400,-
- Hasil penghitungan biaya pelatihan dibagi peserta pelatihan, diperoleh
biaya pelatihan per peserta adalah sebesar Rp. 20 juta
- Sehingga besar Return on Training Investment adalah
𝑹𝒑. 𝟕𝟏.𝟔𝟔𝟎.𝟒𝟎𝟎 −𝑹𝒑. 𝟐𝟎.𝟎𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎
= 𝟐𝟓𝟖%
𝑹𝒑. 𝟐𝟎.𝟎𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎

Berdasarkan penghitungan tersebut, maka diperoleh kesimpulan bahwa


setiap satu rupiah yang diinvestasikan dalam pelatihan perencanaan teknis
bendungan, sebesar 2,58 rupiah akan diperoleh kembali oleh organisasi.

53
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian Bab I sampai dengan Bab III yang telah dijelaskan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Area proyek perubahan yang diangkat yaitu Implementasi Return On
Training Invesment (ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan, karena belum
efektif, efisien dan objektif data yang diperoleh untuk evaluasi pasca
pelatihan.
b. Tujuan proyek perubahan yang ingin diwujudkan, yaitu:
1) Tujuan jangka pendek: Identifikasi mekanisme dan prosedur Return On
Training Invesment (ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku. Konsultasi dengan stakeholder
untuk kesamaan persepsi. Kolaborasi model Return On Training
Invesment (ROTI) pada Evaluasi Pasca Pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi;
2) Tujuan Jangka Menengah: Inputting dan Konsolidasi data/dokumen
dari kegiatan evaluasi pasca yang sudah berjalan (data saat ini);
3) Tujuan jangka Panjang: Penyusunan program implementasi Return On
Training Invesment (ROTI) pada evaluasi pasca bidang SDA dan
Konstruksi; diseminasi dan bimbingan teknis; implementasi Return On
Training Invesment (ROTI) pada evaluasi pasca pelatihan di lingkungan
Pusdiklat SDA dan Konstruksi.
c. Manfaat proyek perubahan ini yang diharapkan, yaitu:

1) Bagi Pusdiklat SDA dan Konstruksi adalah sebagai masukan


penyusunan perencanaan program pelatihan dan untuk menghitung
cost-benefit penyelenggaraan pelatihan;
2) Bagi BPSDM adalah sebagai acuan untuk mengukur tingkat efektivitas
dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan;
3) Bagi Perguruan Tinggi (PT) sebagai bahan informasi bahwa Return on
Training Investment (ROTI) dapat diaplikasikan pada evaluasi pasca
pelatihan;

54
4) Kriteria keberhasilan proyek perubahan yang mempengaruhi
suksesnya proyek perubahan adalah terbangunnya dan disetujuinya
perubahan yang dapat memberikan layanan prima kepada seluruh
stakeholder melalui Implementasi Return On Training Invesment
(ROTI) pada evaluasi pasca pelatihan dan dapat memberikan informasi
treasure study bagi unor tentang rekam jejak dari para pegawai
Kementerian PUPR yang telah mengikuti pelatihan bidang SDA dan
Konstruksi.
5) Berdasarkan berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan, capaian
proyek perubahan adalah sebagai berikut:
a. Tercapainya semua kegiatan yang telah direncanakan dalam
milestone jangka pendek, sesuai dengan jadwal yang
direncanakan:
b. Beberapa kegiatan yang direncanakan untuk dilaksanakan pada
milestone jangka menengah, telah tercapai dan terlaksana lebih
cepat pada periode waktu jangka pendek.

4.2. Lessons Learned


Adapan lesson learned yang dapat dipetik dan dipelajari selama proses
pembelajaran pada DIKLAT PIM III dan pelaksanaan proyek perubahan
adalah:
a) Pentingnya penentuan milestone proyek perubahan sebagai alat kendali
pelaksanaan proyek perubahan;
b) Dalam mendukung keberhasilan proyek perubahan, maka pendekatan
stakeholder menjadi suatu hal yagn sangat penting dan krusial.
Pendekatan-pendekatan yang tepat perlu direncanakan dengan baik agar
akhirnya seluruh stakeholder dapat menjadi promotor proyek perubahan;
c) Komunikasi dan koordinasi baik internal maupun eksternal perlu dibangun,
sehingga kendala internal dan eksternal dapat diatasi.

4.3. Rekomendasi/Saran
Selah membahan paparan di muka dan membandingkan kendala internal dan
eksternal dengan kriteria keberhasilan, maka diperlukan strategi mengatasi
masalah, sebagai berikut:

55
a) Melaksanakan koordinasi diantara stakeholder yang terlibat dalam
implementasi Return On Training Invesment (ROTI) pada Evaluasi Pasca
Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi;
b) Melaksanakan sosialisasi dan diseminasi tentang Return On Training
Invesment (ROTI);
c) Disusunnya SOP Implementasi Return On Training Invesment (ROTI)
pada Evaluasi Pasca Pelatihan;
d) Melaksanakan sosialisasi Return On Training Invesment (ROTI) pada
organisasi pemerintah.

56
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku

1. Phillips, Jack, 2003, Return on Investmen in Training and Performance


Improvement, Elsevier, USA
2. Kirpatrick, Donald & Kirkpatrick, James D, 2006, Evaluation Training
Program The Four Level Third Edition, Berret Koehler Publisher, San
Francisco.

B. Peraturan Perundang-undangan

1. Permen PUPR No. 13 Tahun 2014 tentang Pembinaan dan


Pengembangan Aparatur Kementerian Pekerjaan Umum
2. Permen PUPR No.3 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
3. SE Kepala BPSDM NO.2/SE/KM/2019 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelatihan Teknis Bidang Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat

57
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

IMPLEMENTASI RETURN ON
TRAINING INVESTMENT (ROTI)
PADA EVALUASI PASCA
PELATIHAN BIDANG SDA DAN
KONSTRUKSI
LAMPIRAN 1

PERSETUJUAN IDE GAGASAN


LAMPIRAN 2

LEMBAR PENGESAHAN
LAMPIRAN 3

KOORDINASI DAN
BRAINSTORMING DENGAN TIM
EFEKTIF, INTERNAL DAN
RUANG LINGKUP BPSDM
Koordinasi dan brainstorming dengan Tim Efektif,
Tanggal 31 Juli 2019

Koordinasi dan Brainstorming Internal


dilingkungan Pusdiklat SDA dan Konstuksi, tanggal 27 Agustus 2019
Koordinasi dan Brainstrorming ruang lingkup BPSDM
Koordinasi dan Brainstorming yang dijekaskan Kepala Pusdiklat SDA
dan Konstruksi Mengenai Return On Training Investment Pada
Stakeholder
LAMPIRAN 4

LEMBAR ASISTENSI MENTOR


Asistensi dengan mentor, 31 Juli 2019
Asistensi dengan mentor, 26 Agustus 2019
LAMPIRAN 5

LEMBAR ASISTENSI COACH


Tanggal, 21 Agustus 2019
LAMPIRAN 6

SURAT KEPUTUSAN TIM


EFEKTIF
LAMPIRAN 7

HASIL SURVEY RESPONDEN


Hasil Survey ke 100 Responden

NO Pernyataan SS S TS STS
Belum disusunnya instrumen Evaluasi Pasca Pelatihan
1 dengan ROTI 80 20 0 0
Belum adanya Metodologi Evaluasi Pasca Pelatihan
2 yang tepat 70 20 10 0
3 Belum selesainya evaluasi pasca diklat level 3 dan 4 80 20 0 0
4 Belum adanya terobosan dalam melakukan evaluasi 50 30 10 0
5 Belum adanya pengetahuan tentang ROTI 70 30 0 0
6 Belum adanya pengalaman dalam melakukan evaluasi 0 50 50 0
Belum dilakukannya Evaluasi Pasca Pelatihan dengan
7 ROTI 70 30 0 0
8 Belum adanya update acuan evaluasi 60 40 0 0
Belum dilaksanakannya sosialisasi dan diseminasi
9 terkait ROTI 30 70 0 0

80 80
80 70 70 70 70
70 60
60 50 5050
50 40
40 30 30 30 30
30 20 20 20
20 10 10
10 00 0 00 0 00 0 0 00 00 00
0 DILAKSANAKANNYA…
TEROBOSAN DALAM…

DILAKUKANNYA…

UPDATE ACUAN…
BELUM ADANYA
BELUM DISUSUNNYA

BELUM ADANYA

BELUM ADANYA
BELUM SELESAINYA

PENGALAMAN…
PENGETAHUAN…
METODOLOGI…

BELUM ADANYA
EVALUASI PASCA…

BELUM ADANYA

BELUM
INSTRUMEN…

BELUM

1 2 3 4 5 6 7 8 9

SS S TS STS
LAMPIRAN 8

HASIL SEMINAR DARI COACH,


PENGUJI DAN MENTOR
LAMPIRAN 9

SURAT PERNYATAAN
DUKUNGAN
Lampiran Pernyataan Dukungan dengan Sekretaris BPSDM
Lampiran Pernyataan Dukungan dengan Kabag Kepegawaian Ortala, Direktorat
Jenderal Bina Konstruksi

/
Lampiran Pernyataan Dukungan dengan Kabag Kepegawaian Ortala, Direktorat
Jenderal SDA
LAMPIRAN 10

KAK IMPLEMENTASI RETURN


ON TRAINING INVESTMENT
(ROTI)
KERANGKA ACUAN KERJA/TERM OF REFERENCE
TA 2019

Kementerian : Kementerian Pekerjaan Umum dan


Perumahan Rakyat (033)
Unit Eselon I : Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (15)
Program : Pengembangan SDM Bidang Sumber
Daya Air dan Konstruksi
Hasil (Outcome) : Meningkatnya Kompetensi SDM PUPR
Unit Eselon II/Satker Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi
Kegiatan : Kajian return on investment in
training dalam Penyelenggaraan
Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi.
Indikator Kinerja Kegiatan : Dokumen hasil Kajian Return On
Invesment In Training SDA dan
Konstruksi
Komponen : Hasil Analisis Data dan dokumen
hasil Kajian return on investment in
training dalam Penyelenggaraan
Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi.
Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : Dokumen
Volume : 1
A. Latar Belakang
1. Dasar Hukum
a. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014, Tentang Aparatur Sipil Negara;
b. Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018, Tentang Pengadaan Barang /
Jasa Pemerintah;
c. Peraturan Menteri Keuangan No. 32/PMK.02/2018 Tentang Standar Biaya
Masukan Tahun Anggaran 2019;
d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2015, Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat;
e. Keputusan Menteri PU No.897/M/2017 Tentang Besaran Remunerasi
Minimal Tenaga Kerja Konstruksi Pada Jenjang Jabatan Ahli Untuk
Layanan Jasa Konsultasi Konstruksi.
f. PERLAN No. 10 Tahun 2018 Tentang Pengembangan Kompetensi Pegawai
Negeri Sipil.
g. PERKALAN No. 13 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Pembinaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis;
h. SK Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia No. 25 Tahun
2015 Tentang Pedoman Evaluasi dan Pelporan di Lingkungan BPSDM.

2. Gambaran Umum Singkat


Evaluasi Pelatihan merupakan sarana untuk mengukur dan menilai capaian
hasil penyelenggaraan pelatihan yang telah direncanakan sehingga dapat
ditentukan tingkat keberhasilannya. Hasil ini selanjutnya akan menjadi umpan
balik untuk merencanakan kembali penyelenggaraan pelatihan di masa
mendatang dan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kinerja
alumni peserta pelatihan. Evaluasi pasca pelatihan dibutuhkan untuk
mengambil keputusan tentang efektifitas hasil pembelajaran selama
menjalani pelatihan di lingkungan kerja. Dalam melakukan evaluasi pasca
pelatihan diperlukan sebuah perencanaan, tujuan, sasaran, instrumen,
metode analisa serta suatu kajian agar menghasilkan sebuah analisa dan
kesimpulan yang baik dalam mendukung pengambilan keputusan yang tepat
sasaran.
Organisasi tentunya berharap individu dapat meningkatkan kinerjanya
sehingga akan meningkatkan pula kinerja organisasi. Jika kita mengharapkan
hal ini tentunya tidak tepat, jika faktor lingkungan organisasi tidak terpenuhi.
Lingkungan organisasi internal juga menjadi penentu apakah nantinya
individu dapat mengaktualisasikan hasil learning yang mereka terima pada
saat menjalani pelatihan.
Model Return On Investment (ROI) yang di kembangkan Jack Phillips
merupakan level 5 evaluasi terakhir untuk melihat cost-benefit setelah
pelatihan di laksanakan. Kegunaan model ini agar pihak manajemen melihat
pelatihan bukan sesuatu yang mahal dan hanya merugikan pihak keuangan,
akan tetapi pelatihan merupakan suatu investasi.
Return On Training Investment (ROTI) adalah alat yang dapat membantu
untuk menganalisis tingkat kemanfaatan pelatihan secara nyata. ROTI dan
level evaluasi pelatihan memiliki fungsi yang sama yakni mengukur efektivitas
pelatihan.
Tuntutan efisiensi biaya pelatihan harus diseimbangkan dengan
kemanfaatannya, ROTI memberikan informasi untuk menjadikan cost
efective ketimbang cost efficient. Dikatakan tidak langsung karena
pendekatan ini tidak memperhitungkan manfaat nyata dari pelatihan.
Analisis biaya dan manfaat ROTI :

- Dapat digunakan untuk menganalisis kebutuhan pelatihan dalam rangka


memperoleh data yang benar.
- Dapat digunakan sebagai teknik evaluasi untuk mendukung temuan
efektivitas penggunaan dana dan pelatihan.
- Dapat digunakan sebagai teknik analisis untuk menghitung ROTI dari data
yang diperoleh.
- Hasil ROTI dapat digunakan untuk mengukur efektivitas pelatihan.
- Dapat digunakan sebagai review untuk menginformasikan pelatihan mana
yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya.
- Dapat menunjukkan biaya dan manfaat yang diperoleh untuk kelompok
yang berbeda dalam unit organisasi.

B. Penerima Manfaat
Pusdiklat SDA dan Konstruksi, Unit Organisai, dan Alumni Peserta Pelatihan.

C. Strategi Pencapaian Keluaran


1. Metode Pelaksanaan
Kegiatan Kajian Return on Investment in Training Bidang SDA dan
Konstruksi ini dilakukan secara Konsultansi yang dibantu oleh Tenaga
Ahli, Asisten Tenaga Ahli dan dilakukan pembahasan dengan
Narasumber.
Perhitungan yang dilakukan adalah dengan membandingkan antara
manfaat yang dirasakan oleh unit organisasi dengan adanya investasi-
investasi pelatihan dibandingkan dengan biaya yang sudah dikeluarkan.
Tantangannya bahwa semua hal tersebut harus di rupiahkan,
sementara Kementerian PUPR bukanlah organisasi pemerintah yang
berasaskan pada profit oriented sehingga tantangannya lebih luas
dalam menghitung ROTI.
Sedangkan tahapan dalam pelaksanaan yang harus dilakukan konsultan
dalam menghitung ROTI adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan dan mendata semua pelatihan bidang SDA dan
Konstruksi dari 2015 s/d 2018;
2. Merumuskan hasil dari semua yang diperoleh investasi training yang
dilakukan Pusdiklat SDA dan Konstruksi yang harus
diterjemahkan/dikonversi kedalam rupiah
3. Mengumpulkan semua biaya pelatihan dari 2015 s/d 2018
4. Menghitung Rumus ROTI =

Total Benefit – Total Cost x 100%


Total Cost
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Untuk rencana pekerjaan yang akan dilakukan, tahapan pelaksanaannya
yang meliputi kegiatan:
a. Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak
Setelah proses kontrak antara PPK dan pihak penyedia jasa
konsultan diadakan rapat koordinasi awal selambat lambatnya 7
(tujuh) Hari Kalender untuk koordinasi sebelum memulai
pekerjaan. Dalam rapat tersebut akan disampaikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Perkenalan semua Tenaga Ahli yang dipimpin Team Leader
Penyedia Jasa dan Tim Teknis kegiatan Konsultasi.
2. Pembahasan RMK (Format RMK sesua pedoman, Pemahaman
dan tanggapan terhadap KAK/TOR, Metode Kerja, Sasaran
Mutu, Jadwal kerja dan Pengesahan Rencana Mutu Kontrak
(RMK)).
b. Penyusunan Laporan Pendahuluan
Tenaga ahli menyusun laporan pendahuluan yang terdiri dari:
 Rencana persiapan sasaran, mencakup jadwal kerja, target /
sasaran dan alokasi tenaga ahli.
 Metodologi pekerjaan Kajian Return on Investment in Training
Bidang SDA dan Konstruksi.
 Rencana survei mencakup metode pengumpulan data,
pengolahan data, analisis data, jadwal survey, target data dan
pembuatan kuisoner
 Rencana Jadwal Pelaksanaan FGD (Focus Group Discussion)
c. Rapat Pembahasan Laporan Pendahuluan (sesuai
penjelasan pada huruf b)
Pembahasan laporan pendahuluan dilaksanakan oleh tim ahli
konsultan selambat-lambatnya 27 (dua puluh tujuh) hari
kalender setelah SPMK, tim tenaga ahli konsultan segera
melaksanakan rapat pendahuluan bersama Bidang Evaluasi dan
Pelaporan, Tim Teknis, narasumber dan pengguna jasa. Draft
laporan pendahuluan harus diserahkan kepada pengguna jasa
selambat-lambatnya 3 hari sebelum rapat pembahasan
pendahuluan.
Dalam rapat tersebut harus disusun berita acara pembahasan
laporan pendahuluan yang berisi kesepakatan terhadap substansi
laporan pendahuluan sebagaimana tertera pada bagian (ii) diatas
diserahkan dan disahkan Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan atau
yang mewakilkan.
d. Proses Pengumpulan data
1. Pengumpulan data;
Mengumpulkan data pelatihan sebelum dan setelah pelatihan
Bidang SDA dan Konstruksi T.A 2015 s/d 2018;

D. Pelaksanaan FGD I
FGD I dilaksanakan 62 (enam puluh dua) hari kalender setelah
terbitnya SPMK. Tim tenaga ahli konsultan segera melaksanakan FGD I
bersama Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim teknis, Narasumber dan
pengguna jasa serta stakeholder yang terkait. Draf dokumen pembahasan
pada FGD I selambat-lambatnya 3 hari sebelum FGD I.
Dalam FGD I tersebut harus disusun berita acara pembahasan FGD I yang
diserahkan dan disahkan kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan.
1. Penyusunan Laporan antara
Konsultan menyusun laporan antara yang memuat:
 Hasil pengolahan data dan analisis data
 Kegiatan yang telah di capai
 Rencana kegiatan dan laporan keuangan
 Output kegiatan sebagai lampiran
2. Rapat Pembahasan Laporan Antara (sesuai dengan penjelasan
pada poin 1)
Pembahasan laporan antara dilaksanakan oleh tim ahli konsultan
selambat-lambatnya 82 (delapan puluh dua) hari kalender setelah
terbitnya SPMK bersama Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim teknis,
narasumber dan pengguna jasa. Setelah laporan pendahuluan
mendapatkan pengesahan dari Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan,
Draf laporan antara harus diserahkan kepada pengguna jasa selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari sebelum rapat pembahasan laporan
antara.

Hasil rapat tersebut harus disusun berita acara pembahasan laporan


antara yang berisi kesepakatan terhadap substansi laporan antara
sebagaimana tertera pada bagian diatas yang diserahkan dan disahkan
Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan. Berita acara tersebut wajib
dilaksanakan / ditindaklanjuti.

E. Pelaksanaan FGD II
FGD II dilaksanakan 112 (seratus dua belas) hari kalender setelah
tanggal terbitnya SPMK. Tim tenaga ahli konsultan segera melaksanakan
pembahasan FGD II bersama Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim teknis,
narasumber dan pengguna jasa serta stakeholder yang terkait. Draf dokumen
pembahasan pada FGD II harus diserahkan selambat lambatnya 3 hari
sebelum pelaksanaan FGD II.
Hasil rapat FGD tersebut harus disusun berita acara hasil pembahasan FGD
yang di sahkan oleh kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan. Berita acara
tersebut wajib dilaksananakan / ditindaklanjuti oleh konsultan.

F. Penyusunan draft laporan akhir


Konsultan menyusun draft laporan akhir yang memuat:
 Kegiatan yang telah dicapai
 Progress fisik dan keuangan
 Output kegiatan sebagai lampiran.

G. Pembahasan Draft Laporan Akhir


Pembahasan laporan akhir dilaksankan oleh tim ahli konsultan selambat-
lambatnya 142 (seratus empat puluh dua) hari kalender setelah
tanggal terbitnya SPMK, bersama Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim
teknis, narasumber dan pengguna jasa setelah laporan antara mendapatkan
pengesahan dari kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan. Draft laporan akhir
harus diserahkan kepada pengguna jasa selambat-lambatnya 3 (tiga) hari
sebelum rapat pembahasan draft laporan akhir.
Dalam rapat tersebut harus disusun berita acara pembahasan draft laporan
akhir yang berisi kesepakatan terhadap substansi draft laporan akhir
sebagaimana tertera pada bagian diatas yang disahkan kepala Bidang
Evaluasi dan Pelaporan.

H. Lokakarya
Lokakarya dilaksanakan 177 (seratus tujuh puluh tujuh) hari
kalender setelah tanggal terbitnya SPMK. Tim tenaga ahli konsultan
segera melaksanakan pembahasan pada Lokakarya bersama Bidang Evaluasi
dan Pelaporan, tim teknis, narasumber dan pengguna jasa serta stakeholder
yang terkait. Draft laporan akhir harus diserahan kepada pengguna jasa
selambat-lambatnya 3 hari sebelum pelaksanaan Lokakarya. Dalam
Lokakarya tersebut harus disusun berita acara hasil Lokakarya yang disahkan
Kepala Bidang Evaluasi dan pelaporan. Berita acara tersebut wajib
dilaksanakan / ditindaklanjuti oleh konsultan.

I. Finalisasi
Seluruh laporan materi dokumen sesuai dengan persyaratan yang berlaku
setelah dilakukan perbaikan sesuai dengan hasil workshop kemudian
disahkan oleh Kepada Bidang Evaluasi Dan Pelaporan. Laporan akhir
diserahlan dalam bentuk softcopy (hardisk eksternal) dan hardcopy sebanyak
10 dokumen yang memuat dokumen final antara lain :
1. RMK (10 rangkap)
2. Laporan awal (10 rangkap)
3. Laporan antara (10 rangkap)
4. Laporan akhir (10 rangkap)
5. Laporan bulanan (6 bulan) (10 rangkap)
6. Dokumen hasil Kajian return on investment in training dalam
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK antara lain memuat :
a. Menjelaskan cara mengukur pengembalian investasi dari pelatihan
bidang SDA dan Konstruksi dengan teknik Return On Training
Investment (ROTI).
b. Memahami besarnya konstribusi pelatihan bagi Pusdiklat SDA dan
Konstruki maupun Unit Organisasi.
c. Menjelaskan bagaimana menentukan jenis pelatihan apa saja yang
diperlukan bagi instansi/unit organisasi.
d. Menyusun pelatihan sesuai dengan budget dan Sumber Daya.

J. Personil
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan ini tenaga ahli yang dibutuhkan antara
lain:
1. Tenaga Ahli
a. Team Leader/Tenaga Ahli Evaluasi Pelatihan sebanyak 1
orang TA Madya pengalaman 2 tahun dengan Pendidikan min. S2
MSDM, memiliki sertifikasi dan/atau pengalaman keahlian. Pengalaman
sebagai Team Leader min. 2 tahun dalam bidang pekerjaan yang sama
dilengkapi dengan referensi kerja.
b. Tenaga Ahli Statistik sebanyak 1 orang
TA Muda Pendidikan min. S1 teknik sipil serta memiliki sertifikasi
dan/atau pengalaman keahlian. Pengalaman sebagai tenaga ahli teknik
sipil min. 1 tahun dalam bidang pekerjaan yang sama dilengkapi
dengan referensi kerja.
c. Tenaga Ahli Manajemen Keuangan sebanyak 1 orang
TA Muda dengan Pendidikan min. S1 statistik serta memiliki sertifikasi
dan/atau pengalaman keahlian sesuai dengan bidang keahlian yang
dikeluarkan oleh asosiasi.
Pengalaman sebagai tenaga ahli konstruksi min. 1 tahun dalam bidang
pekerjaan yang sama dilengkapi dengan referensi kerja.
d. Tenaga Ahli Pelatihan sebanyak 1 orang
TA Muda dengan Pendidikan min. S1 Pendidikan memiliki sertifikasi
dan/atau pengalaman keahlian sesuai dengan bidang keahlian.
Pengalaman sebagai tenaga ahli tersebut min. 1 tahun dalam bidang
pekerjaan yang sama dilengkapi dengan referensi kerja.
2. Tenaga Pendukung
1. Sekretaris 1 orang Pengalaman 4 Tahun
2. Operator Komputer 1 orang Pengalaman 4 Tahun

K. Waktu Pencapaian Keluaran


Waktu pelaksanaan kegiatan ini adalah 6 (enam) bulan atau 180
(seratus delapan puluh) hari kalender dengan keluarannya terdiri dari :
1 buah dokumen Hasil Kajian return on investment in training dalam
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK yang memuat antara lain :
- Menjelaskan cara mengukur pengembalian investasi pelatihan dengan
teknik Return On Training Investment (ROTI).
- Memahami besarnya konstribusi pelatihan bagi instansi.
- Menjelaskan bagaimana menentukan jenis pelatihan apa saja yang
diperlukan bagi instansi.
- Menyusun pelatihan sesuai dengan budget dan Sumber Daya.

L. Biaya Yang Diperlukan


Besarnya biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini dibebankan pada DIPA
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi APBN Tahun
Anggaran 2019 sebesar Rp. 711.000.000,- (Tujuh Ratus Sebelas Juta
Rupiah) untuk 1 (satu) kegiatan dengan RAB terlampir.

M. Lain-lain
a. Kerangka Acuan Kerja ini merupakan pedoman dasar yang dapat
dikembangkan lebih lanjut segingga dapat dikerjakan secara optimal dan
sesuai dengan yang diharapkan.
LAMPIRAN 11

SURAT UNDANGAN LAPORAN


PENDAHULUAN IMPLEMENTASI
RETURN ON TRAINING
INVESTMENT (ROTI)
LAMPIRAN 12

PAPARAN LAPORAN
PENDAHULUAN IMPLEMENTASI
RETURN ON TRAINING
INVESTMENT (ROTI)
Laporan Pendahuluan
OUTLINE
PENDAHULUAN
01 Latar Belakang Kegiatan, Maksud dan Tujuan Kegiatan.

TINJAUAN PUSTAKA
02 Peraturan Perundang-Undangan yang terkait, Studi
Literatur.

METODOLOGI
03 Return On Training Investment.

RENCANA KERJA
04 Struktur Organisasi, Diagram Alir, Kurva-S.
Latar Belakang
Evaluasi Pelatihan merupakan sarana untuk mengukur dan menilai capaian hasil penyelenggaraan pelatihan yang telah
direncanakan sehingga dapat ditentukan tingkat keberhasilannya. Hasil ini selanjutnya akan menjadi umpan balik untuk
merencanakan kembali penyelenggaraan pelatihan di masa mendatang dan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan
kinerja alumni peserta pelatihan. Evaluasi pasca pelatihan dibutuhkan untuk mengambil keputusan tentang efektifitas hasil
pembelajaran selama menjalani pelatihan di lingkungan kerja.
Model Return On Investment (ROI) yang di kembangkan Jack Phillips merupakan level 5 evaluasi terakhir untuk melihat cost-
benefit setelah pelatihan di laksanakan. Kegunaan model ini agar pihak manajemen melihat pelatihan bukan sesuatu yang mahal
dan hanya merugikan pihak keuangan, akan tetapi pelatihan merupakan suatu investasi.

Maksud Tujuan

Memahami besarnya Melakukan penghitungan


kontribusi pelatihan bagi Return on Training
Pusdiklat SDA dan Investment pada
Konstruksi maupun Unit Penyelenggaraan Pelatihan
Organisasi Bidang SDA dan Konstruksi
Dasar Hukum
PP No. 101 Tahun 2000 UU ASN No. 5 Tahun 2014
Pasal 1 angka 1
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Diklat adalah
proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai
Negeri Sipil.
Pasal 2
1 Pasal 3 huruf d
Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai profesi berlandaskan pada prinsip yang salah satunya
adalah mempunyai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
Pasal 70 ayat 1, 2 dan 3

2
Diklat bertujuan : 1. Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi.
a. meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan 2. Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain melalui
tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran.
kebutuhan instansi; 3. Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dievaluasi oleh
b. menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan Pejabat yang Berwenang dan digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan
kesatuan bangsa; jabatan dan pengembangan karier.
c. memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan,
pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat;

3
PP No. 11 Tahun 2017
d. menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan
umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik. Pasal 210 ayat 2
Pasal 12 ayat 1
Diklat Teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan dalam bentuk:
untuk pelaksanaan tugas PNS. a. pendidikan; dan/atau b. pelatihan.
Pasal 29 ayat 1 Pasal 222 ayat 1 & 2
Pembinaan Diklat Teknis dilakukan oleh Instansi Teknis yang bersangkutan dan berkoordinasi 1) Evaluasi pengembangan kompetensi teknis dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara
dengan Instansi Pembina.
Pasal 29 ayat 2 huruf d kebutuhan kompetensi teknis PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan
Pembinaan Diklat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui: karier.
d. Evaluasi Diklat 2) Evaluasi pengembangan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
. oleh instansi teknis masing-masing.

4
Permen PU No. 13 Tahun 2014 Permen PUPR No. 15 Tahun 2015
Pasal 1 angka 3 Pasal 1260
Pendidikan dan Pelatihan di Kementerian Pekerjaan Umum adalah penyelenggaraan program Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi mempunyai tugas
pengembangan kompetensi aparatur dalam rangka meningkatkan kemampuan aparatur melaksanakan penyiapan penyusunan kebijakan teknis dan penyelengggaraan pendidikan dan
Kementerian Pekerjaan Umum yang terdiri atas Pendidikan dan Pelatihan. pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi

5
Pasal 1 angka 8 Pasal 1261 huruf e
Pelatihan adalah diklat yang diselenggarakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum melalui Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1260, Pusdiklat SDAK
Pusdiklat atau Lembaga Diklat lain di dalam negeri atau di luar negeri. menyelenggarakan fungsi:
Pasal 1 angka 33 e. pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pekerjaan Umum yang selanjutnya disebut Pusdiklat bidang sumber daya air dan konstruksi;
adalah unit kerja yang mempunyai tugas dan kewenangan untuk melaksanakan pembinaan, Pasal 1275
pengembangan dan penyelenggaraan Bidang Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan
pendidikan dan pelatihan teknis, fungsional dan kepemimpinan, serta pemberdayaan dan penyusunan laporan kinerja dan program serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
pembinaan Sumber Daya Manusia di Kementerian Pekerjaan Umum; bidang sumber daya air dan konstruksi.

Pasal 28 ayat 1 & 2


1) Pusdiklat Kementerian Pekerjaan Umum berkewajiban melakukan monitoring dan evaluasi
pada setiap penyelenggaraan Pelatihan.
2) 2) Evaluasi Diklat Teknis dan Diklat Fungsional dilakukan oleh penyelenggara Diklat untuk
mengetahui perkembangan pelaksanaan dan tingkat capaian kinerja penyelenggaraan Diklat
Teknis dan Diklat Fungsional.
Studi Literatur
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi atau bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya
manusia (SDM) dianggap semakin penting perannya dalam mencapai tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang
SDM dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya manusia. Istilah “manajemen” mempunyai arti sebagai kumpulan
pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber daya manusia. (Rivai, Velthzal (2009:1)
Achmad Darodjat, Tubagus (2015:49) mengemukakan fungsi manajemen sumber daya manusia sebagai berikut:
Human Resources Planning
01 Merencanakan kebutuhan dan pemanfaatan sumber daya manusia bagi perusahaan. Untuk
dapat menyesuaikan diri dengan perusahaan melalui: perencanaan sumber daya manusia.
Personnel Procurement
02 Mencari dan mendapatkan sumber daya manusia, melalui : rekrutmen, seleksi, penempatan
serta kontrak tenaga kerja, induksi

Personnel Development
03 Mengembangkan sumber daya manusia, keterampilannya, keahlian dan pengetahuannya
melalui: program orientasi tenaga kerja, pendidikan dan pelatihan (analisis dan evaluasi),
pengembangan karir
Personnel Maintenance
04 Memelihara sumber daya manusia, gaji, reward, insentif, jaminan kesehatan dan keselamatan
tenaga kerja, menyelesaikan perselisihan perburuhan; menyelesaikan keluhan dan relationship
karyawan dan lain sebagainya. Agar sumber daya manusia berdedikasi tinggi, melalui;
kesejahteraan (kompensasi), lingkungan kerja yang sehat dan aman, hubungan industrial yang
baik
Personnel Utilization
05 Memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya manusia, termasuk didalamnya promosi,
demosi, transfer, dan juga seperasi. Agar sumber daya manusia bekerja dengan baik melalui
motivasi, penilaian karya atau feed back, peraturan
Tahapan Proses Pelatihan
Training Evaluation

Training Delivery

Training Module
Development

Training Objective

Training Needs
Model Evaluasi Pelatihan
Assessment
Return On Training Investment

Metodologi ROTI

An Operating
Evaluation Standard and
Framework Philosophy Case
A Process Applications
Model and Practice
Model ROTI Jack Phillips
Sumber : Jack J. Phillips (2003:32)
12 Prinsip Dasar ROTI
Ketika melakukan evaluasi level atas, Perkiraan terjadinya improvement harus

1
1 pengumpulan data dilakukan pada level di
bawahnya
disesuaikan (adjusted) terhadap potensi
kesalahan estimasi 7
Bila merencanakan untuk melakukan evaluasi Data yang ekstrim dan tidak akurat tidak boleh

2
1 level atas, evaluasi pada level sebelumnya tidak
harus komprehensif (lengkap)
digunakan dalam perhitungan ROTI
8
Pengumpulan dan analisis data HANYA Hanya manfaat (benefit) pada tahun pertama yang

3
1 penggunakan narasumber yang SANGAT dan
dapat dipercaya
dapat digunakan dalam analisis ROTI
9
Ketika menganalisis data, pilih pendekatan yang Dalam menghitung ROTI, gunakan seluruh biaya

4
1 paling konservatif dari pilihan yang tersedia yang terkait dalam program pengembangan SDM
10
Minimal SATU metode harus digunakan untuk Manfaat yang bersifat intangible (tak terlihat), tidak

5
1 mengisolasi efek dari pelatihan/pengembangan dapat dikonversi ke nilai uang/moneter
11
Bila tidak tersedia data improvement dari hasil Hasil perhitungan ROTI harus dikomunikasikan

6
1 program pengembangan, dapat diasumsikan
bahwa (sedikit) tidak terjadi improvement
kepada seluruh stakeholders
12
Metode Pengumpulan Data
Metode
Hard Data Soft Data Pengumpulan Sumber Data
• Output
Data
• • Job satisfaction
Quality • Surveys • Catatan Kinerja
• • Customer satisfaction
Cost • Questionnaire Organisasi
• • Absenteism
Time • Tests • Peserta Pelatihan
• Turnover
• On the job observation • Atasan Peserta
• Complaints
• Interviews • Bawahan Peserta
• Focus groups • Rekan Sejawat
Data keras adalah ukuran • Action plans and • Grup Internal/ Eksternal
Data lunak biasanya program assignments
kinerja organisasi, karena subyektif, kadang sulit
bersifat objektif, mudah • Performance contracts
diukur, hampir selalu sulit • Business performance
diukur, dan mudah dikonversi ke nilai uang, dan
dikonversi ke nilai uang monitoring
berorientasi perilaku

No Metode Level 1 Level 2 Level 3 Level 4


1 Survey √ √ √
2 Kuesioner √ √ √ √
3 Test √
4 Observasi √ √
5 Wawancara √ √ √ √
6 Focus Group √
7 Performance Contract √ √
8 Action Plan/ Tugas √ √
9 Business Performance Monitoring √ √
Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kinerja
Faktor Eksternal

Perhatian Manajemen

Total Perbaikan/
Peningkatan Insentif
Kinerja Sesudah
Pelatihan
Perubahan Sistem/ Prosedur

Pengaruh
Pelatihan
Pelatihan
Isolasi Pengaruh Pelatihan

Control Group

Trend Line Analysis


Teknik Mengisolasi Peserta Pelatihan
Pengaruh Pelatihan
Forecasting Methods Atasan

Manajemen
Estimasi Stakeholder
Input Pelanggan

Ahli/ Expert

Faktor Lain
Teknik Mengisolasi Pengaruh Pelatihan
Control Group

Control Group Tidak diberi pelatihan Diukur

Experimental Diberi pelatihan Diukur

Membandingkan kinerja dari satu grup yang mendapatkan pelatihan


dengan grup lainnya yang tidak mendapatkan pelatihan
Perhitungan Biaya Pelatihan
Langsung (Direct) Tidak Langsung (Indirect)

• Material Peserta Pelatihan • Training Need Assessment


• Fasilitator/ Instruktur • Pengembangan Program
• Fasilitas • Waktu Peserta
• Transportasi dan Akomodasi • Biaya Overhead
• Honor/ Insentif Peserta

Identifikasi Manfaat Tak Berwujud (Intangible Benefits)


• Kepuasan Pegawai • Kepemimpinan
• Komitmen Terhadap Organisasi • Kepuasan Pelanggan
• Berkurangnya Tingkat Stress • Kerjasama Tim
• Tingkat Kehadiran Pegawai • Kekompakan
• Ketepatan Waktu • Komunikasi
• Kreasi dan Inovasi
Teknik Mengubah Data Ke Terminologi Rupiah
Apakah ada Tambahkan ke
Ya
standar? numerator

Tidak

Dapatkah
Adakah Dapatkah
diperoleh Ubah Data dan
metode untuk meyakinkan
Ya dengan Ya Ya Tambahkan ke
mendapatkan- bahwa nilai ini
sumber daya numerator
nya? kredibel?
yang terbatas?

Tidak Tidak Tidak

Intangible Intangible Intangible


Benefits Benefits Benefits
Rumus Return On Training Investment
𝑷𝒓𝒐𝒈𝒓𝒂𝒎 𝑩𝒆𝒏𝒆𝒇𝒊𝒕𝒔 − 𝑷𝒓𝒐𝒈𝒓𝒂𝒎 𝑪𝒐𝒔𝒕𝒔
𝑹𝑶𝑻𝑰 = × 𝟏𝟎𝟎%
𝑷𝒓𝒐𝒈𝒓𝒂𝒎 𝑪𝒐𝒔𝒕𝒔
Pelatihan yang dapat dihitung ROTI-nya
• RoTI tetap memiliki keterbatasan walau disatu sisi alat ini menyediakan evaluasi yang lebih komprehensif ketimbang 4 level evaluasi yang lain
• Untuk melakuan perhitungan RoTI yang valid dan kredible diperlukan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit.
• Maka kita harus selektif kapan harus menggunakan RoTI dan kapan tidak menggunakannya

Target Evaluasi
Jenis Pelatihan yang Tepat untuk ROTI
• Pelatihan dengan life cycle panjang
• Sangat penting bagi perusahaan / added value besar
• Terkait erat dengan langkah strategis
• Biaya pelatihan mahal, mengkonsumsi banyak sumberdaya perusahaan
• Untuk pelatihan yang jelas sangat visble atau sebaliknya yang kontroversial
• Target peserta banyak
• Top management menginginkan evaluasi komprehensif

Pelatihan yang tidak perlu ROTI


• Durasi pelatihan sangat pendek
• Sasaran pelatihan bertolak belakang dengan kebijakan
• Apapun hasil evaluasi, pelatihan tetap dilanjutkan
• Pelatihan untuk karyawan level bawah, teknis, yang dampaknya sangat kecil bagi perusahaan
Jika ROTI Negatif
• Artinya pelatihan tersebut bukanlah investasi yang
menguntungkan bagi perusahaan
• Sebelum memutuskan menghilangkan pelatihan evaluasi
ulang pelatihan tersebut.
• Biasanya penyebab kegaglan pelatihan akan tampak saat
menginjak evaluasi level 3.
• Pada level ini akan dapat dieksplorasi alasan ilmu dari
pelatihan tidak dapat diaplikasikan

Solusinya
• Cek apakah program pelatihan cocok diukur dengan RoTI
• RoTI adalah process improvement tool, bukan sekedar
performance evaluation tool
• Waspada pada tanda-tanda dini yang biasa muncul pada
evaluasi level 1
• Keep expectation RoTI tidak muluk-muluk
• Gunakan bahasa positif untuk mengungkap RoTI
• Gunakan informasi untuk melakukan perbaikan pada
pelatihan
Struktur Organisasi
Bagan Alir
Mulai A

- Persiapan Administrasi, Personil & Peralatan Penyusunan Draft


Laporan Antara

Mobilisasi Personil & Peralatan Diskusi/Presentasi


Draft Lap. Antara

Studi Literatur & Finalisasi Laporan Antara


Pengumpulan Data Awal
Koreksi

Final Laporan
Antara
Diskusi
Rencana Mutu Kontrak
Focus Group Discussion II

Finalisasi Laporan RMK


Koreksi

Penyusunan Identifikasi Biaya Isolasi Pengaruh Identifikasi Manfaat Konversi Data ke


Laporan Pendahuluan Final Laporan Pelatihan Pelatihan Tak Berwujud Ukuran Finansial
RMK

Diskusi/Presentasi
Draft Lap. Pendahuluan Penghitungan Return On Training Investment

Finalisasi Laporan Pendahuluan


Koreksi
Diskusi/Presentasi
Draft Lap. Akhir
Pengumpulan Data Pelatihan Final Laporan
Pendahuluan
Finalisasi Laporan Akhir
Koreksi
Focus Group Discussion I
Final Laporan
Akhir

Pemilahan Data Pelatihan


Lokakarya

A
Selesai
JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN
Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
KAJIAN RETURN ON TRAINING INVESTMENT PADA PENYELENGGARAAN PELATIHAN BIDANG SDA DAN KONSTRUKSI

Bobot BULAN-1 (MEI-JUN) BULAN-2 (JUN-JUL) BULAN-3 (JUL-AGT) BULAN-4 (AGT-SEP) BULAN-5 (SEP-OKT) BULAN-6 (OKT-NOP)
NO. URAIAN KET.
(%) 21-28 29-5 6-13 14-20 21-28 29-6 7-14 15-21 22-29 30-6 7-14 15-21 22-28 29-4 5-11 12-18 19-26 27-2 3-10 11-17 18-24 25-31 1-7 8-15

A PEKERJAAN PERSIAPAN 4.60


1 Persiapan Personil dan Peralatan 0.30 0.30
2 Penyusunan RMK 1.30 0.60 0.70
3 Studi literatur 1.40 0.50 0.90
4 Pengumpulan data awal 1.60 0.90 0.70

PENGUMPULAN DATA RETURN ON TRAINING


B 21.00
INVESTMENT
1 Pengumpulan Data Pelatihan 7.00 2.00 2.00 1.00 2.00
2 Pemilahan Data Pelatihan Untuk Analisa ROTI 7.00 1.50 2.00 2.00 1.50
3 Finalisasi Data 7.00 2.00 1.50 3.00 0.50

C 31.00
ANALISA DATA RETURN ON TRAINING INVESTMENT
1 Identifikasi Biaya Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi 5.50 0.50 3.00 2.00
2 Isolasi Pengaruh Pelatihan 5.50 2.00 1.50 2.00
3 Identifikasi Manfaat Tidak Berwujud (Intangible Benefits) 7.00 2.00 4.00 1.00
4 Konversi Data Ke Dalam Ukuran Finansial 6.00 3.00 1.50 1.50
5 Penghitungan Return On Training Investment (ROTI) 7.00 1.00 2.00 3.00 1.00

D PELAPORAN 16.40
1 Laporan Bulanan 2.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40
2 Laporan Pendahuluan 3.00 1.50 1.50
3 Laporan Antara 4.00 2.00 2.00
4 Draft Laporan Akhir 3.00 3.00
5 Laporan AKhir 4.00 2.00 2.00

E 27.00
RAPAT PEMBAHASAN , FGD DAN LOKAKARYA
1 Rapat Koordinasi Awal 3.00 3.00
2 Rapat Pembahasan Laporan Pendahuluan 4.00 4.00
3 Focus Group Discussion I 4.00 4.00
4 Rapat Pembahasan Laporan Antara 4.00 4.00
5 Focus Group Discussion II 4.00 4.00
6 Rapat Pembahasan Draft Laporan Akhir 4.00 4.00
7 Lokakarya 4.00 4.00

JUMLAH BOBOT PEKERJAAN 100.00


RENCANA KEMAJUAN BULANAN 1.40 5.50 2.70 3.90 8.00 4.00 4.00 3.40 3.00 5.00 3.00 6.40 7.50 4.00 4.00 4.40 6.50 3.50 3.00 4.40 4.00 2.00 2.00 4.40
AKUMULATIF RENCANA KEMAJUAN BULANAN 0 1.40 6.90 9.60 13.50 21.50 25.50 29.50 32.90 35.90 40.90 43.90 50.30 57.80 61.80 65.80 70.20 76.70 80.20 83.20 87.60 91.60 93.60 95.60 100.00
Terima Kasih
LAMPIRAN 13

DAFTAR HADIR LAPORAN


PENDAHULUAN IMPLEMENTASI
RETURN ON TRAINING
INVESTMENT (ROTI)
LAMPIRAN 14

NOTULEN RAPAT LAPORAN


PENDAHULUAN IMPLEMENTASI
RETURN ON TRAINING
INVESTMENT (ROTI)
NOTULEN RAPAT PEMBAHASAN PENDAHULUAN

Nama Pekerjaan : Kajian Return on Training Investment pada Pendidikan dan Pelatihan
Bidang SDA dan Konstruksi
Waktu : Pukul 13.00 WIB – Selesai
Hari, Tanggal : Jum’at , 19 Juli 2019
Tempat : Gedung Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi
Ruang Rapat Lt.1
Pimpinan Rapat : Muhammad Nizar, SE., MT

Rapat dibuka oleh Ketua tim Teknis selanjutnya pihak konsultan


memaparkan Draft Laporan Pendahuluan. Beberapa masukan penting terangkum dalam tanya-jawab
antara pihak PPK dengan Konsultan, sebagai berikut.

Bapak Muhammad Nizar, SE., MT


- Tim Konsultan mohon ketika menyampaikan segala sesuatunya kembali ke KAK, untuk
laporan
pendahuluan itu apa saja yang perlu di sampaikan.
- Saya belum begitu mendengar tadi tentang rencana ke depan terkait jadwal misalnya untuk survey
itu nanti kemana saja. Ini mau menghitung biaya pelatihan dari tahun berapa sampai berapa,
tentunya ini kan kita khusus SDA dan konstruksi.
- Untuk ke depan surveynya itu mau kemana saja, bapak butuhnya apa nanti yang ada kami siapkan
dan misalnya yang kami belum ada nanti kita rekomendasi ke unit lain.
- Nanti untuk survey, mau dengan mekanisme bagaimana, terus yang disuruh siapa saja. Sejauh
mana tim bapak sudah didapatkan itu disampaikan ke kami. Jadi sama-sama kita bekerja.
- Disini( dalam laporan) itu nanti kita sudah ada keputusan Bapak itu mau membuat survey data
mulai tahun berapa sampai berapa itu jelas. Kemarin yang sudah dikerjakan oleh tim bapak itu
disampaikan dilaporan.

Bapak Dadang Karmen, S.ST., MT


- Ini kan masih tahap pendahuluan, saya kalau ROTI itu sangat tepat sekali untuk evaluasi suatu
perusahaan yang ada jelas produksinya, karena dilihat dari hubungan training dengan profit.
Sedangkan kami kan ini di pemerintah, kira-kira ini gambaran konsultan rencananya dari profit
untuk pemerintah apa yang harus diganti.
- Saya setuju juga Bapak harus membatasi (wilayah kajian pekerjaan untuk ROTI), dari awal harus
dipikirkan baik-baik dan dijelaskan, sehingga ada batasan-batasan dan tidak meluas sampai ke
misalnya karakter, kan tidak.

Bapak Wawan Rusmana, S.ST


- Melihat dari paparan yang disampaikan di situ kan ada pelatihan yang bisa digunakan untuk ROTI
ini kan ada pelatihan yang jangka panjang. Disini mungkin, yang durasi panjangnya itu yang
pelatihan kepemimpinan di kita itu, mungkin ada batasannya mulai dari yang berapa hari mulai
yang kita akan kompilasi datanya untuk perhitungan dengan ROTI ini?
- Kalau banyaknya pelatihan kemungkinan 1 minggu durasi pelatihannya. Kalau ini misalkan diambil
beberapa peltihan ditakukan sumber datanya sedikit. Durasinya itu minimal misalkan berapa hari
yang dapat kita perhitungkan untuk perhitungan dengan ROTI ini.

1
Ibu Lena Hendayani SE., M.A.P.
- Yang ingin saya sampaikan terkait dengan durasi pelatihan yang panjang, sementara disini ada
pelatihan yang tidak perlu ROTI itu durasi pelatihan sangat pendek. Sementara saat ini itu kan kita
dituntut/disarankan itu untuk pelatihan yang tidak terlalu lama. Bahkan kita yang pelatihan lebih
dari lima hari saja sudah dianggap lama. Jadi bagaimana dengan pelatihan kita yang ada itu?
- Terkait dengan target peserta harus banyak. Banyak itu seberapa banyak batasannya. Mungkin
tadi kalau yang kata Pak Dadang itu harus dibatasi waktunya itu dari tahun berapa. Apakah
targetnya itu secara kumulatif seluruh peserta dari pelatihan tersebut (per angkatan), atau hanya
satu pelatihan itu saja.
- Kalau melihat persyaratan ini, apakah memungkinkan untuk kita melakukan perhitungan ROTI ini.

Bapak Garindra Dwi Cahyo, S.Si


- Mungkin pertanyaan dari kami juga tidak terlalu beda jauh, ini kan terkait panjangnya dan lamanya
pelatihan. Panjang dan lama pelatihan itu batasannya bagaimana, mengingat sekarang itu peserta
di bidan teknik konstruksi sudah mulai pelatihan dengan sistem e-learning, sementara sistem e-
learning itu kebanyakan harinya itu lebih dipersingkat lagi dibandingkan metode pelatihan yang
lama. Apakah dengan kondisi yang ada khususnya dibidang teknik konstruksi ini apakah cocok
untuk dipakai menghitung ROTI?

Ibu Rena Sempana Wahyu Putri, S.T., M.Eng


- Terkait dengan kesiapan survey, jadi memang sebaiknya dirapat pendahuluan ini sudah
dimatangkan terkait dengan persiapan survey. Berkaitan dengan data yang akan dikumpulkan itu
apa saja dan juga instansi yang akan disurvey itu mana saja, karena mau tidak mau seperti yang
kita ketahui bahwa data itu akan sangat berperan penting dalam pelaksanaan pekerjaan
selanjutnya.
- Terkait dengan sumber data, jadi diteori tadi terkait dengan ROTI ini kan tadi disampaikan untuk
sumber data kita bisa menggunakan beberapa sumber diantaranya terkait dengan cacatan kinerja
organisasi, peserta pelatihan, atasan peserta, bawahan peserta, rekan sejawat, dan juga grup
internal atau eksternel.
Untuk pengaplikasian ROTI ini apakah semua instrumen sumber data ini harus dipenuhi atau
tidak? Karena dipelatihan kita yang saya ketahui dilaksanakan bahwa kualifikasi peserta itu beda-
beda (ada khusus untuk PNS muda/ sudah berpengalaman/eselon III dan IV, dst), apakah
instrumen itu sifatnya memang harus terpenuhi semuanya ataukah tidak harus terpenuhi
semuanya?
- Terkait dengan perhitungan dari ROTI itu sendiri mungkin untuk yang program cost kurang lebih
saya ada bayangan. Tapi untuk yang program bennefit ini sejujurnya saya belum ada bayangan
bagaimana mentransformasikan data-data yang kita peroleh sampai menjadi suatu angka atau
acuan untuk perhitungan ROTI itu sendiri.

Bapak Muhammad Nizar, SE., MT


- Saya kira ada beberapa yang memang harus ditindaklanjuti, jadi kedepan harus bagaimana. Saya
mumpung masih ingat untuk apa yang disampaikan Bu Rena tadi, kalau bisa awal Agustus kita
bahas. Jadi sebelum FGD kita bahas hasil dari laporan pendahuluan ini, diantara tangga 1-6
Agustus kita bahas tim konsultan ini akan survey kemana, pokoknya perhitungan
pengeluaran pelatihan Bapak sudah ada outlinenya minimal. Pengeluaran pelatihan di kita di
Pusdiklat SDA dan Konstruksi itu nanti Bapak bisa pilah, analisa.
- Tadi kan ada catatan-catatan yang dari Bu Lena, Bu Rena, itu tolong di klaster macam-macam
pelatihannya. Dan apakah nanti pembandingnya itu dirumusan bapak itu kan misalnya
pengeluaran pelatihan ini dibagi apakan kan, hasil benefit dari yang sudah kita latihan (peserta),
itu Bapak Ibu kan bisa mendifinisikan mana saja yang menjadi benefit. Saya mohon untuk
diklasifikasikan, nanti disampaikan ke kami, kita sama-sama belajar tentang ROTI ini. Saya

2
harapkan Awal Agustus minimal sudah ada ada catatan-catatan dan usulan-usulan dari temen-
temen tadi.

Bapak Gantira Christiady, S.Sos, MT


- Saya garis bawahi adalah di laporan pendahuluan bahwa tenaga ahli disini menyiapkan laporan
pendahuluan antara lain :
1. Rencana persiapan, sasaran
2. Jadwal kerja dan target, itu yang perlu diperhatikan terlebih dahulu. Persiapan sasaran itu
seperti apa, harus lebih jelas lagi, dikaitkan dengan pelatihan yang nanti akan diambil yang tadi
sudah disampaikan oleh Pak Nizar, Pak Wawan, dan semuanya.
Dianalogikan dengan pelatihan yang ada di kita, ini kebanyakan teori-teori yang didalamnya itu
menganalodikan yang lain. Supaya lebih kita pahami, kita analogikan dengan yang ada di kita.
3. Metode kajian ROTInya juga kaitkan dengan yang ada di kita.
4. Rencana survey kemana-mananya kita belum tahu, belum ada disini (isi laporan) terkait
rencana survey
5. Pengumpulan data itu kan dari 2015-2018, tapi itu tidak dijelaskan pelatihan apa saja.
- Tadi kan ada syarat katanya yang pelatihan pendek. Saya pikir karena kita bukan perusahaan
semuanya bisa, karena disini kan judulnya bidang SDA dan Konstruksi. Kalau misalnya hanya
beberap pelatihan sepertinya sudah menyebutkan bidang SDA dan Konstruksi. Ini seperti perlu
kita sepakati lagi kalau misalkan memang harus dikerucutkan untuk melihat pelatihan yang mana,
barangkali nanti akan ada sub judul, bukan bidang SDA dan Konstruksi secara keseluruhan.
Di kami kan pelatihan-pelatihan ini perlu kita lihat juga ROTInya.
- Terkait metode pengumpulan data, itu ada pembuatan kuesioner. Ini ada lagi pembuatan kuesioner
ini apakah dari level 4 ini membuat kueosiner lagi yang level 5. Karena untuk metode pengumpulan
data, pengolahan data, analisa data, barangkali itu harus langsung dianalogikan dengan pelatihan
di kita, agar lebih mudah membacanya dan alurnya jelas.
- Keluaran, hasil akhir.
Barangkali ada gambaran bagaimana hasil akhirnya, bagaimana rekomendasinya, itu harus ada
sebagai catatan. Dari proses itu kita bisa ada gambaran terkait dengan hasil akhirnya nantinya
seperti apa.
- Bussiness resort ada catatan (halaman 1-22) kalau bussiness resort kita BPSDM adalah
peningkatan kompetensi.
- Ada catatan apakah biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan, itu sepadan dengan hasil yang
diperoleh organisasi, yakni berupa profit. Barangkali bukan profit lagi, tapi bagaimana
mengkonversi itu menjadi uang, mengkonversi uang yang dikelurkan dengan hasil kompetensi dari
peserta pelatihan tersebut.
- Banyak istilah dalam bahasa asing tolong tulisannya dimiringkan, barangkali temen-temen dari
konsultan perlu diperhatikan lagi terkait penulisan-penulisan.
- Halaman 2.5 itu gambar 3.3 itu sepertinya tidak ada gambarnya. Saya sulit membacanya karena
tidak tergambar dengan pelatihan kita. Ketika membaca ini, ini kebanyakan teori yang ada, tapi
ketika kita menganalogikan dengan pelatihan yang ada di kita, sepertinya sangat menarik sekali.
- Poin 4 sampai 7, itu memang sasaran kegiatan atau apa?. Barangkali ini harus dipegang, kita
pegang dan selalu tanya sasaran mutu kegiatan itu memang hasilnya seperti yang ditulis disitu
atau bagaimana? Itu menjadi pegangan kita.

3
Tanggapan Pihak Konsultan
Bapak Drs. Adang Gandjar, ME
- Terimakasih atas beberapa masukan yang memang sangat fundamental, ini menjadi bahan
masukan penting bagi kami. Karena memang kami juga belum mempertemukan antara persepsi
kami terhadap KAK ini dengan mungkin pengalaman/kenyataan yang dialami di internal lembaga
ini. Mungkin melalui kesempatan ini nanti kami akan memperoleh beberapa arahan dan masukan.
Jadi, secara umum yang dipertanyakan itu :
1. Terkait dengan durasi pelatihan
2. Target peserta
3. Pelaksanaan pelatihan yang sudah dilangsungkan untuk SDA dan Konstruksi ini mungkin nanti
apakah sama atau dibedakan. Selama ini durasi maupun pesertanya ini hampir sama
dikelompokkan. Tadi katanya ada informasi bahwa selama ini penyelenggaraan pelatihan
waktunya hanya sekitar 1 minggu, mungkin semua itu berlaku umum. Jadi itu saya kira menjadi
pegangan kita bahwa yang akan dinilai ROTInya itu apa sudah ada kegiatan pelatihan yang
waktunya melebihi 1 minggu?.

Bapak Muhammad Nizar, SE., MT


- Tadi yang Pak Adang menyampaikan SDA dan Konstruksi apakah sama,?
Jadi paka Adang tentunya harus mempelajari jenis dan karakter pelatihan kita. Jadi di SDA itu
berapa jenis pelatihan yang ada, konstruksi ada berapa jenis. Jadi, sepertinya kalau Kementerian
PUPR itu kan ada sektor, ada pendukung, seharusnya itu Pak Adang sudah harus diketahui.
- Terkait jenis pelatihan, di SDA itu kan khusus kita melatih ASN di Direktorat Jenderal SDA. Jenis
pelatihan itu mestinya pak Adang sudah dikasih info sama Pak Anggoro, pelatihan apa yang di
SDA itu, dari 2015-2018 sesuai dengan KAK yang sudah kami kasihkan, coba Bapak Analisa.

Bapak Drs. Adang Gandjar, ME


- Mungkin nanti kami akan melakukan evaluasi atau penilaian terhadap data yang kami peroleh dari
tahun 2015-2018 , nanti dari segi waktu ada kelompok waktu pelatihan yang 1 minggu, ada yang
lama, ini mungkin kan ada dasar pertimbangannya. Yang waktu pelatihannya lama ini sasarannya
apa, yang waktu pelatihannya pendek ini sasarannya apa. Nanti kami akan kelompokkan sesuai
dengan apa yang diinginkan Pak Nizar tadi, sesuai lamanya dan peserta pelatihan.
Setiap tahun secara klonologis nanti akan dikelompokkan. Dari segi sasaran, peserta, dan waktu
pelatihan. Tapi pada dasarnya mungkin nanti akan kita seleksi juga jenis pelatihan mana yang
memang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja, kompetensi, keterampilan, daripada peserta
pelatihan.
- Secara umum kami sudah mengkoleksi data yang sudah diperoleh, cuman namun tahapan kami
masih dalam proses untuk melakukan pemilahan berdasarkan waktu, jumlah peserta, kompetensi
dari peserta, sasaran manfaat yang signifikan dan mana yang mungkin selama ini harus diperbaiki
dan ditingkatkan.

Bapak Anggoro, ST
- Sebelumnya dari Pak Dadang yang mengatakan bahwa memang PU bukan benefit oriented tetapi
lebih ke palayanan sifatnya. Sedangkan untuk ROTI sendiri sebenarnya lebih banyak
diaplikasikan, selamanya ini sepanjang pengetahuan kami dan informasi yang saya peroleh
(salahsatunya yang dari PPM itu) belum pernah ada institusi pemerintah yang sifatnya pelayanan
publik itu menghitung ROTI. Paling biasanya kalaupun mereka melakukan evaluasi pasca
pelatihan itu sampai ke level 3 (sampai ke perubahan perilaku).
- Jika kita mengaitkan ROTI dengan perusahaan yang berorientasi bisnis, itu ada produk yang
dihasilkan, apapun itu apakah layanan ataupun bentuk fisik. Sehingga ketika kita melihat
peningkatan kinerja itu dengan mudahnya dapat dilihat dari peningkatan produksi. Tetapi, kalau
pendidikan (setelah kami mendapatkan masukan) sebenarnya bisa dihitung ROTInya.

4
- Mungkin kalau untuk rencana kerja saat ini sesuai dengan kurva S yang telah kami buat saat ini
memang masih pada collecting data pasca pelatihan. Kami sudah mengumpulkan data pelatihan
dari tahun 2015 – 2018, hanya memang belum sampai ke tahap secara lebih mendalam. Karena
kami sumber baru dari SimDiklat belum ke e-pelatihan, kami batasi hanya bidang SDA dan
Konstruksi, data yang sebenarnya kami butuhkan adalah yang kami dapatkan yaitu data post test
dan pre test . kemudian nantinya untuk level 3 dan 4 itu kami menyelaraskan jadwal dari Pak Nizar
untuk pengambilan data. Kami butuh masukan tentang cara delivery instrumen bagaiman itu
menjadi efisien.
- Untuk gambaran hasil akhir seperti apa, mungkin salah satu komponen yang sudah bisa dikatakan
pasti bisa dihitung itu yaitu : ketika peserta ikut pelatihan mereka punya gaji tetap, dengan control
group itu nanti kita akan menghitung peningkatan kompetensi dari yang sudah ikut pelatihan
dengan yang tidak ikut pelatihan. Nanti salah satu metodenya yaitu dengan cara memebrikan tes
yang sama dengan yang ikut pelatihan, kemudian kita hitung gap comptency nya nanti ada gap
data , itu dikonversikan ke gaji pokok itu.
Anggapannya jadi ketika unit organisasi menerima seorang ASN dengan golongan tertentu dengan
gaji tertentu, itu kemampuannya dasar. Tetapi ketika diberi pelatihan, itu ada peningkatan
kompetensi yang dikonversi ke gaji. Dengan pelatihan itu kita sebenarnya dianggap mendapatkan
ASN dengan kemampuan sekian.

Bapak Muhammad Nizar, SE., MT


- Sepertinya itu pengeluaran anggaran juga, artinya saya belum begitu faham. Dan nanti mungkin
di awal khusus Bapak tulis diformulasikan clue yang bapak usulkan.
Sepengetahuan saya, peserta setelah dilatih terus kembali ke instasi pengutus, terus di grid berapa
penghasilannya.
Kalau pikiran saya justru seberapa kemampuan ASN yang sudah dilatih, terus dihitung
pengetahuannya untuk bidang SDA dan Konstruksi ini seberapa besar peserta mendukung
pembangunan infrastruktur bidang SDA dan Konstruksi.
𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡−𝐶𝑜𝑠𝑡
- ROTI = x 100 %
𝐶𝑜𝑠𝑡
Bapak nanti memformulasikan, program cost itu apa saja? Program benefit itu apa saja?.
Mohon diberikan argumen yang jelas.

Bapak sudah menghitung berapa ASN Direktorat Jenderal SDA yang sudah ikut pelatihan, itu
dihitung semua pengeluaran pelatihannya berapa. Nah dari pengeluaran ini karena “disetiap rupiah
yang dikeluarkan untuk pembiayaan pelatihan, ini bisa menghasilan benefit apa, perlu bapak
konversikan.

Bapak Anggoro, ST
- Kalau misalnya untuk tahap saat ini memang kami memaparkan dari dasar ilmunya. Cuma kalau
dari rumus dasarnya itu sebenarnya bisa dikatakan gampang rumusnya, program cost itu lebih
mudah kita samakan persepsi karena itu sudah keluar, jadi tidak ada kesulitan. Kesulitan yang
paling utama itu adalah benefit, karena banyak dari komptensi ini yang harus kita samakan
persepsi bahwa itu bisa dipersiapkan.
Apakah benefit itu akan dimasukan ke intangible (manfaat tidak terwujud) atau kita hitung ke rumus
yang tadi. Itu yang harus sama-sama kita diskusikan. Jadi ketika nanti ada hasil rumusan (hasil
akhir) sudah sama persepsi kita bahwa benefit yang dihitung itu berwujud dan bisa dikonversi ke
rupiah.

5
Bapak Dadang Karmen, S.ST., MT
- Kalau bisa coba bapak sesuatu yang bisa membuat kami mendapat sesuatu.
- Kalau lihat judul pekerjaan ini, apakah level 1- 4 tetap juga dilaksanakan?, sesuai dengan KAK
semua dipelajari, per level semua pelatihan SDA dan Konstruksi Bapak telisik.
- Tantangan ke depan yang perlu dibantu adalah saat melakukan observasi. Karena ini kami
pengalaman, karena kalau kita isi kuesioner itu jarang ada formulir kuesioner yang kembali.

Ibu Lena Hendayani SE., M.A.P.


- Perhitungan ROTI ini kan memang baru di area government dan itu memang penting juga. Karena
memang biaya yang kita keluarkan untuk pelatihan itu kan memang sangat besar, selama ini
evaluasi kita kan belum sampai ROTI, padahal besar sekali untuk anggaran pendidikan dan
pelatihan. Apa hasil dari biaya yang kita keluarkan itu, manfaatnya apa.
Kalau sekarang mungkin hanya sampai output, kalau untuk outcome nya mungkin sudah menuju
terlihat cuman belum begitu detail. Makanya, cuman yang tadi dibahas ini nantinya kalau menurut
saya kalau gaji pokok itu kurang, terus dari tukin pun kalau menurut saya kita sepenuhnya.
- Terkait data, memang mengcollect data tidak semudah yang dipikirkan, kita sebarkan kita terima.
Terkait keakuratan itu juga kurang. Itu yang mengisi siapa tau menyuruh orang lain (atasan/rekan
sejawat). Kita harus mengikis lagi. Kita mengundang lamuni dengan atasan, rekanan, dan
bawahannya dengan sebelumnya melakukan janji pertemuan untuk mengambil instrumen
wawancara.

Bapak Muhammad Nizar, SE., MT


- Jadi nanti bisa disampaikan di awal Bulan Agustus, kalau saya lihat ini belum detail.
- Tim konsultan segera membuat acuan, rumusan, formulasi untuk menghitung ini secara jelas dan
cepat, mohon segera dibuat. Makanya saya wanti-wanti segera survey dilaksanakan dan mau
kemana.

Bapak Wawan Rusmana, S.ST


- Untuk menghitung dampak/impact pelatihan, apakah terkait dari faktor kebermanfaat terkait
ekonomi. Kalau dari industri tadi, ada pegawai yang diberi pelatihan dia masuk kerja lagi, sesudah
pelatihan itu produktifitasnya meningkat. Kalau dipemerintahan, pemerintah membangun irigasi,
dampak di masyarakat ekonominya meningkat tidak. Mungkin apakah seperti itu, sampai kesitu.

Bapak Muhammad Nizar, SE., MT


- Pertemuan berikutnya tim konsultan menyampaikan formulasi yang ditawarkan bagaimana, kira-
kira yang pas nanti kita sepakati, dan harus dibatasi.

Bapak Gantira Christiady, S.Sos, MT


- Pada Laporan Pendahuluan terdapat manfaat program dihalaman 2-29 disini ada perhitungan
terkait program cost. Program cost disini adalah program cost yang mana? program cost training
atau untuk membangun sebuah infrastruktur, barangkali bisa untuk keduanya.

6
Kesimpulan dan saran untuk Pihak Konsultan
1. Tim konsultan dalam membuat isi laporan itu mengacu pada KAK untuk bahasan dan isi yang
harus dimuat pada laporan.
2. Rencana ke depan terkait jadwal untuk survey, lokasi survey, dan data yang ingin diperoleh itu
dicantumkan dan dijelaskan secara detail di dalam laporan. Pertemuan untuk membahas ini
dijadwalkan awal Bulan Agustus.
3. Tim konsultan segera membuat acuan, rumusan, formulasi untuk menghitung ROTI secara jelas
dan cepat

7
LAMPIRAN 15

FOTO RAPAT LAPORAN


PENDAHULUAN IMPLEMENTASI
RETURN ON TRAINING
INVESTMENT (ROTI)
DOKUMENTASI
RAPAT PEMBAHASAN PENDAHULUAN

8
LAMPIRAN 16

LAPORAN PENDAHULUAN
IMPLEMENTASI RETURN ON
TRAINING INVESTMENT (ROTI)
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
Jalan Abdul Hamid, Cicaheum – Bandung 40193, Telp (022) 7206892, Fax 7236224

LAPORAN PENDAHULUAN
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ......................................................................................................vi

BAB 1. Pendahuluan............................................................................................ 1-1

1.1 Latar Belakang................................................................................. 1-1

1.2 Maksud dan Tujuan .......................................................................... 1-1

1.2.1 Maksud .................................................................................. 1-1

1.2.2 Tujuan ................................................................................... 1-1

1.3 Lingkup Pekerjaan ............................................................................ 1-1

1.3.1 Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak ....................................... 1-2

1.3.2 Penyusunan Laporan Pendahuluan ............................................ 1-2

1.3.3 Rapat Pembahasan Laporan Pendahuluan .................................. 1-2

1.3.4 Proses Pengumpulan data ........................................................ 1-2

1.3.5 Pelaksanaan FGD I .................................................................. 1-2

1.3.6 Penyusunan Laporan antara ..................................................... 1-3

1.3.7 Rapat Pembahasan Laporan Antara ........................................... 1-3

1.3.8 Pelaksanaan FGD II ................................................................. 1-3

1.3.9 Penyusunan Draft Laporan Akhir ............................................... 1-3

1.3.10 Pembahasan Draft Laporan Akhir ............................................ 1-4

1.3.11 Lokakarya ............................................................................ 1-4

1.4 Keluaran ......................................................................................... 1-4

BAB 2. Tinjauan Pustaka...................................................................................... 2-1

2.1 Dasar Hukum................................................................................... 2-1

2.1.1 UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara ................... 2-1

2.1.2 PP No. 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil .. 2-1

2.1.3 Permen PUPR No. 15 Tahun 2015 Tentang Organisasi & Tata Kerja
Kementerian PUPR .................................................................. 2-2

ii
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

2.1.4 Permen PU No. 13 Tahun 2014 Tentang Pembinaan & Pengembangan


Aparatur Kementerian PU ......................................................... 2-2

2.2 Studi Literatur ................................................................................. 2-4

2.2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia ............................................ 2-4

2.2.2 Kompetensi ............................................................................ 2-6

2.2.3 Perencanaan Suksesi ............................................................... 2-8

2.2.4 Pengembangan Karir ............................................................... 2-9

2.2.5 Pelatihan.............................................................................. 2-10

2.2.6 Evaluasi Pelatihan ................................................................. 2-12

A. Level 1 – Reaction (Reaksi) .............................................. 2-14

B. Level 2 – Learning (Pembelajaran) .................................... 2-14

C. Level 3 – Behavior (Perilaku) ............................................ 2-15

D. Level 4 – Result (Hasil) .................................................... 2-17

2.2.7 Return On Training Investment (ROTI) .................................... 2-20

2.2.8 Langkah-Langkah Evaluasi Program Pelatihan........................... 2-25

A. Menyusun Desain Evaluasi ............................................... 2-25

B. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data .................... 2-26

C. Mengumpulkan Data, Analisis dan Judgement..................... 2-26

D. Menyusun Laporan Hasil Evaluasi ...................................... 2-26

BAB 3. Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan ............................................................. 3-1

3.1 Perencanaan (Planning) .................................................................... 3-1

3.1.1 Pengembangan Sasaran Pelatihan ............................................. 3-1

A. Tujuan (Purpose). ............................................................. 3-1

B. Kemungkinan Dikerjakan (Feasibility) .................................. 3-2

C. Tujuan Program ................................................................ 3-3

3.1.2 Pengembangan Perencanaan Evaluasi........................................ 3-4

A. Rencana Pengumpulan Data ............................................... 3-5

B. Rencana Analisis ROI ......................................................... 3-6

C. Rencana proyek ................................................................ 3-7

3.2 Pengumpulan Data (Data Collection) .................................................. 3-8

3.2.1 Sumber Data .......................................................................... 3-8

iii
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

A. Catatan Kinerja Organisasi ................................................. 3-8

B. Peserta ............................................................................ 3-8

C. Atasan Peserta.................................................................. 3-8

D. Bawahan Peserta .............................................................. 3-9

E. Rekan Sejawat.................................................................. 3-9

F. Grup Internal / Eksternal ................................................... 3-9

3.2.2 Kuesioner dan Survey .............................................................. 3-9

A. Jenis-jenis Kuesioner ....................................................... 3-10

B. Langkah-langkah Desain Kuesioner ................................... 3-10

3.3 Analisa Data (Data Analysis)............................................................ 3-12

3.3.1 Isolasi Pengaruh Pelatihan ..................................................... 3-12

A. Menggunakan Control Group ............................................ 3-14

B. Trend Line Analysis ......................................................... 3-18

C. Forecasting Methods ........................................................ 3-21

D. Participant Estimate ........................................................ 3-22

3.3.2 Konversi Data Dalam Bentuk Finansial ..................................... 3-23

3.3.3 Perhitungan Biaya Pelatihan ................................................... 3-26

3.3.4 Identifikasi Manfaat Tak Berwujud (Intangible Benefits) ............. 3-26

3.3.5 Perhitungan Return on Training Investment.............................. 3-28

3.4 Pelaporan (Reporting) ..................................................................... 3-29

3.4.1 Pentingnya Komunikasi .......................................................... 3-29

3.4.2 Prinsip Pelaporan .................................................................. 3-30

3.4.3 Tujuan Pelaporan .................................................................. 3-31

BAB 4. Rencana Kerja ......................................................................................... 4-1

4.1 Diagram Alir .................................................................................... 4-1

4.2 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan ........................................................... 4-4

4.3 Jadwal Peralatan .............................................................................. 4-5

4.4 Jadwal Penugasan Personil ................................................................ 4-6

4.5 Sasaran Mutu Kegiatan ..................................................................... 4-7

iv
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagan Model Perencanaan Suksesi ..................................................... 2-9

Gambar 2.2. Ilustrasi Model Evaluasi Empat Level Kirkpatrick ................................ 2-13

Gambar 3.1. Model Return on Training Investment ................................................. 3-1

Gambar 3.2. Hubungan antara penilaian kebutuhan dengan evaluasi ........................ 3-3

Gambar 3.3. Contoh formulir pengumpulan data .................................................... 3-4

Gambar 3.4. Contoh rencana analisis ROI .............................................................. 3-6

Gambar 3.5. Desain Control Group ..................................................................... 3-14

Gambar 3.6. Trend Line dalam hal Produktivitas ................................................... 3-19

Gambar 3.7. Contoh Trend Line dalam hal Komplain di sebuah Rumah Sakit ............ 3-20

Gambar 3.8. Prakiraan pengaruh pelatihan .......................................................... 3-21

Gambar 4.1. Diagram Alir Pelaksanaan Kegiatan (I) ................................................ 4-2

Gambar 4.2. Diagram Alir Pelaksanaan Kegiatan (II) .............................................. 4-3

v
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Produk Keluaran (Output) Pekerjaan ...................................................... 1-5

Tabel 3.1. Contoh Data Keras (Hard Data) ........................................................... 3-23

Tabel 3.2. Contoh Data Lunak (Soft Data) ........................................................... 3-24

Tabel 3.3. Manfaat Tak Berwujud yang berhubungan dengan pelatihan ................... 3-26

Tabel 3.4. Perbandingan antara manfaat berwujud dan tak berwujud ...................... 3-27

Tabel 3.5. Karakteristik Data.............................................................................. 3-28

Tabel 4.1. Rencana Pelaksanaan Pekerjaan ............................................................ 4-4

Tabel 4.2. Jadwal Peralatan ................................................................................. 4-5

Tabel 4.3. Jadwal Penugasan Personil.................................................................... 4-6

Tabel 4.4. Sasaran Mutu Kegiatan ........................................................................ 4-7

vi
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Evaluasi Pelatihan merupakan sarana untuk mengukur dan menilai capaian hasil
penyelenggaraan pelatihan yang telah direncanakan sehingga dapat ditentukan tingkat
keberhasilannya. Hasil ini selanjutnya akan menjadi umpan balik untuk merencanakan
kembali penyelenggaraan pelatihan di masa mendatang dan memberikan kontribusi
positif terhadap peningkatan kinerja alumni peserta pelatihan. Evaluasi pasca pelatihan
dibutuhkan untuk mengambil keputusan tentang efektifitas hasil pembelajaran selama
menjalani pelatihan di lingkungan kerja. Dalam melakukan evaluasi pasca pelatihan
diperlukan sebuah perencanaan, tujuan, sasaran, instrumen, metode analisa serta suatu
kajian agar menghasilkan sebuah analisa dan kesimpulan yang baik dalam mendukung
pengambilan keputusan yang tepat sasaran.
Organisasi tentunya berharap individu dapat meningkatkan kinerjanya sehingga
akan meningkatkan pula kinerja organisasi. Jika kita mengharapkan hal ini tentunya
tidak tepat, jika faktor lingkungan organisasi tidak terpenuhi. Lingkungan organisasi
internal juga menjadi penentu apakah nantinya individu dapat mengaktualisasikan hasil
learning yang mereka terima pada saat menjalani pelatihan.
Model Return On Investment (ROI) yang di kembangkan Jack Phillips merupakan
level 5 evaluasi terakhir untuk melihat cost-benefit setelah pelatihan di laksanakan.
Kegunaan model ini agar pihak manajemen melihat pelatihan bukan sesuatu yang mahal
dan hanya merugikan pihak keuangan, akan tetapi pelatihan merupakan suatu investasi.
Return On Training Investment (ROTI) adalah alat yang dapat membantu untuk
menganalisis tingkat kemanfaatan pelatihan secara nyata. ROTI dan level evaluasi
pelatihan memiliki fungsi yang sama yakni mengukur efektivitas pelatihan.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN


1.2.1 Maksud
Memahami besarnya kontribusi pelatihan bagi Pusdiklat SDA dan Konstruksi
maupun Unit Organisasi
1.2.2 Tujuan
Melakukan penghitungan Return on Training Investment pada Penyelenggaraan
Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi

1.3 LINGKUP PEKERJAAN


Untuk rencana pekerjaan yang akan dilakukan, tahapan pelaksanaannya yang
meliputi kegiatan:

1-1
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

1.3.1 Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak


Setelah proses kontrak antara PPK dan pihak penyedia jasa konsultan diadakan
rapat koordinasi awal selambat lambatnya 7 (tujuh) Hari Kalender untuk
koordinasi sebelum memulai pekerjaan. Dalam rapat tersebut akan
disampaikan hal-hal sebagai berikut:
 Perkenalan semua Tenaga Ahli yang dipimpin Team Leader Penyedia Jasa dan
Tim Teknis kegiatan Konsultasi.
 Pembahasan RMK (Format RMK sesua pedoman, Pemahaman dan tanggapan
terhadap KAK/TOR, Metode Kerja, Sasaran Mutu, Jadwal kerja dan Pengesahan
Rencana Mutu Kontrak (RMK).

1.3.2 Penyusunan Laporan Pendahuluan


Tenaga ahli menyusun laporan pendahuluan yang terdiri dari:
 Rencana persiapan sasaran, mencakup jadwal kerja, target / sasaran dan
alokasi tenaga ahli.
 Metodologi pekerjaan Kajian Return on Investment in Training Bidang SDA dan
Konstruksi.
 Rencana survei mencakup metode pengumpulan data, pengolahan data,
analisis data, jadwal survey, target data dan pembuatan kuisoner
 Rencana Jadwal Pelaksanaan FGD (Focus Group Discussion)

1.3.3 Rapat Pembahasan Laporan Pendahuluan


Pembahasan laporan pendahuluan dilaksanakan oleh tim ahli konsultan selambat-
lambatnya 27 (dua puluh tujuh) hari kalender setelah SPMK, tim tenaga ahli
konsultan segera melaksanakan rapat pendahuluan bersama Bidang Evaluasi dan
Pelaporan, Tim Teknis, narasumber dan pengguna jasa. Draft laporan pendahuluan harus
diserahkan kepada pengguna jasa selambat-lambatnya 3 hari sebelum rapat
pembahasan pendahuluan.
Dalam rapat tersebut harus disusun berita acara pembahasan laporan pendahuluan
yang berisi kesepakatan terhadap substansi laporan pendahuluan sebagaimana tertera
pada bagian (ii) diatas diserahkan dan disahkan Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan
atau yang mewakilkan.

1.3.4 Proses Pengumpulan data


Mengumpulkan data pelatihan sebelum dan setelah pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi T.A 2015 s/d 2018;

1.3.5 Pelaksanaan FGD I


FGD I dilaksanakan 62 (enam puluh dua) hari kalender setelah terbitnya
SPMK. Tim tenaga ahli konsultan segera melaksanakan FGD I bersama Bidang Evaluasi
dan Pelaporan, tim teknis, Narasumber dan pengguna jasa serta stakeholder yang
1-2
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

terkait. Draf dokumen pembahasan pada FGD I selambat-lambatnya 3 hari sebelum FGD
I.
Dalam FGD I tersebut harus disusun berita acara pembahasan FGD I yang
diserahkan dan disahkan kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan.

1.3.6 Penyusunan Laporan antara


Konsultan menyusun laporan antara yang memuat:
 Hasil pengolahan data dan analisis data
 Kegiatan yang telah di capai
 Rencana kegiatan dan laporan keuangan
 Output kegiatan sebagai lampiran

1.3.7 Rapat Pembahasan Laporan Antara


Pembahasan laporan antara dilaksanakan oleh tim ahli konsultan selambat-
lambatnya 82 (delapan puluh dua) hari kalender setelah terbitnya SPMK bersama
Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim teknis, narasumber dan pengguna jasa. Setelah
laporan pendahuluan mendapatkan pengesahan dari Kepala Bidang Evaluasi dan
Pelaporan, Draf laporan antara harus diserahkan kepada pengguna jasa selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari sebelum rapat pembahasan laporan antara.
Hasil rapat tersebut harus disusun berita acara pembahasan laporan antara yang
berisi kesepakatan terhadap substansi laporan antara sebagaimana tertera pada bagian
diatas yang diserahkan dan disahkan Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan. Berita acara
tersebut wajib dilaksanakan / ditindaklanjuti.

1.3.8 Pelaksanaan FGD II


FGD II dilaksanakan 112 (seratus dua belas) hari kalender setelah tanggal
terbitnya SPMK. Tim tenaga ahli konsultan segera melaksanakan pembahasan FGD II
bersama Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim teknis, narasumber dan pengguna jasa
serta stakeholder yang terkait. Draf dokumen pembahasan pada FGD II harus diserahkan
selambat lambatnya 3 hari sebelum pelaksanaan FGD II.
Hasil rapat FGD tersebut harus disusun berita acara hasil pembahasan FGD yang di
sahkan oleh kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan. Berita acara tersebut wajib
dilaksananakan / ditindaklanjuti oleh konsultan.

1.3.9 Penyusunan Draft Laporan Akhir


Konsultan menyusun draft laporan akhir yang memuat:
 Kegiatan yang telah dicapai
 Progress fisik dan keuangan
 Output kegiatan sebagai lampiran

1-3
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

1.3.10 Pembahasan Draft Laporan Akhir


Pembahasan laporan akhir dilaksankan oleh tim ahli konsultan selambat-lambatnya
142 (seratus empat puluh dua) hari kalender setelah tanggal terbitnya SPMK,
bersama Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim teknis, narasumber dan pengguna jasa
setelah laporan antara mendapatkan pengesahan dari kepala Bidang Evaluasi dan
Pelaporan. Draft laporan akhir harus diserahkan kepada pengguna jasa selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari sebelum rapat pembahasan draft laporan akhir.
Dalam rapat tersebut harus disusun berita acara pembahasan draft laporan akhir
yang berisi kesepakatan terhadap substansi draft laporan akhir sebagaimana tertera
pada bagian diatas yang disahkan kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan.

1.3.11 Lokakarya
Lokakarya dilaksanakan 177 (seratus tujuh puluh tujuh) hari kalender
setelah tanggal terbitnya SPMK. Tim tenaga ahli konsultan segera melaksanakan
pembahasan pada Lokakarya bersama Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim teknis,
narasumber dan pengguna jasa serta stakeholder yang terkait. Draft laporan akhir harus
diserahan kepada pengguna jasa selambat-lambatnya 3 hari sebelum pelaksanaan
Lokakarya. Dalam Lokakarya tersebut harus disusun berita acara hasil Lokakarya yang
disahkan Kepala Bidang Evaluasi dan pelaporan. Berita acara tersebut wajib dilaksanakan
/ ditindaklanjuti oleh konsultan.

1.4 KELUARAN
Keluaran yang akan dihasilkan dari pekerjaan “Kajian Return of Training
Investment pada Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi” ini
dirumuskan dalam produk laporan yang harus diserahkan selama proses pelaksanaan
hingga tahap akhir pekerjaan. Laporan inti hasil keluaran kegiatan ini yaitu :
1 buah dokumen Hasil Kajian return on investment in training dalam
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK yang memuat antara lain :
 Menjelaskan cara mengukur pengembalian investasi pelatihan dengan teknik
Return On Training Investment (ROTI).
 Memahami besarnya konstribusi pelatihan bagi instansi.
 Menjelaskan bagaimana menentukan jenis pelatihan apa saja yang diperlukan
bagi instansi.
 Menyusun pelatihan sesuai dengan budget dan Sumber Daya.
Sesuai hasil analisis dan kajian awal, secara prinsip lingkup produk yang disusun
dan diserahkan kepada Pengguna Jasa, dapat dijabarkan dalam tabel berikut.

1-4
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Tabel 1.1. Produk Keluaran (Output) Pekerjaan

No Lingkup Produk Keluaran Satuan Jumlah

1. Rencana Mutu Kontrak buku 10


2. Draft Laporan Pendahuluan (Bahan Diskusi Pembahasan) buku 5
3. Laporan Pendahuluan (Final) buku 10
4. Laporan Bulanan buku 6 x 10
5. Draft Laporan Antara (Bahan Diskusi Pembahasan) buku 5
6. Laporan Antara (Final) buku 10
7. Draft Laporan Akhir (Bahan Diskusi Pembahasan) buku 5
8. Laporan Akhir buku 10

1-5
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Gambar 1. Picture dummy, do not erase Tabel 2. Table dummy, do not erase
2.1 DASAR HUKUM
2.1.1 UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
Pasal 3 huruf d : Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai profesi
berlandaskan pada prinsip yang salah satunya adalah
mempunyai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas
Pasal 70 ayat 1 : Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan
untuk mengembangkan kompetensi.
Pasal 70 ayat 2 : Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) antara lain melalui pendidikan dan
pelatihan, seminar, kursus, dan penataran.
Pasal 70 ayat 3 : Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dievaluasi oleh Pejabat yang
Berwenang dan digunakan sebagai salah satu dasar
dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan
karier.

2.1.2 PP No. 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil


Pasal 162 : Pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola
karier, mutasi, dan promosi merupakan manajemen
karier PNS yang harus dilakukan dengan menerapkan
prinsip Sistem Merit.
Pasal 203 ayat 1 : Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 162 merupakan upaya untuk pemenuhan
kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi
Jabatan dan rencana pengembangan karier.
Pasal 203 ayat 5 : Untuk menyelenggarakan pengembangan kompetensi
huruf c sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pembina
Kepegawaian wajib:
c. melaksanakan evaluasi pengembangan kompetensi.
Pasal 210 ayat 2 : Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan dalam
bentuk: a. pendidikan; dan/atau b. pelatihan
Pasal 222 ayat 1 : Evaluasi pengembangan kompetensi teknis
dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara
kebutuhan kompetensi teknis PNS dengan standar

2-1
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

kompetensi Jabatan dan pengembangan karier


Pasal 222 ayat 2 : Evaluasi pengembangan kompetensi teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh
instansi teknis masing-masing

2.1.3 Permen PUPR No. 15 Tahun 2015 Tentang Organisasi & Tata Kerja
Kementerian PUPR
Pasal 1260 : Pusdiklat Sumber Daya Air dan Konstruksi mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan penyusunan kebijakan
teknis dan penyelengggaraan pendidikan dan pelatihan
bidang sumber daya air dan konstruksi.
Pasal 1260 : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
huruf e dalam Pasal 1260, Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi menyelenggarakan
fungsi:
e. pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bidang
sumber daya air dan konstruksi;
Pasal 1275 : Bidang Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas
melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan
laporan kinerja dan program serta penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan bidang sumber daya air dan
konstruksi.
Pasal 1276 : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
huruf a dalam Pasal 1275, Bidang Evaluasi dan Pelaporan
menyelenggarakan fungsi:
a. pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi;

2.1.4 Permen PU No. 13 Tahun 2014 Tentang Pembinaan & Pengembangan


Aparatur Kementerian PU
Pasal 1 angka 3 : Pendidikan dan Pelatihan di Kementerian Pekerjaan
Umum adalah penyelenggaraan program pengembangan
kompetensi aparatur dalam rangka meningkatkan
kemampuan aparatur Kementerian Pekerjaan Umum
yang terdiri atas Pendidikan dan Pelatihan.
Pasal 1 angka 8 : Pelatihan adalah diklat yang diselenggarakan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum melalui Pusdiklat atau
Lembaga Diklat lain di dalam negeri atau di luar negeri.

2-2
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Pasal 1 : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pekerjaan


angka 33 Umum yang selanjutnya disebut Pusdiklat adalah unit
kerja yang mempunyai tugas dan kewenangan untuk
melaksanakan pembinaan, pengembangan dan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis,
fungsional dan kepemimpinan, serta pemberdayaan dan
pembinaan SDM di Kementerian Pekerjaan Umum;
Pasal 11 ayat 2 Pusdiklat memiliki tugas sebagai berikut:
huruf i, j, k, l i. Melakukan monitoring dan evaluasi peserta pendidikan
dan pelatihan selama mengikuti program diklat dan
pasca diklat;
j. Menerima laporan hasil penyelenggaraan program
diklat dari Lembaga Diklat, Instansi Pemerintah Dalam
dan Luar Negeri, Balai-balai Pusdiklat, Lembaga Diklat
Swasta dan dan Luar Negeri yang terakreditasi,
Lembaga/Badan/Negara Donor yang bersangkutan
termasuk di dalamnya hasil evaluasi peserta diklat;
k. Menerima laporan hasil kemajuan belajar yang
dilakukan oleh dan dari peserta Pendidikan dan
Pelatihan dan melakukan evaluasi laporan-laporan
hasil kemajuan penugasan belajar peserta;
l. Melakukan evaluasi pelaksanaan program pendidikan
dan pelatihan;
Pasal 28 ayat 1 : Pusdiklat Kementerian Pekerjaan Umum berkewajiban
melakukan monitoring dan evaluasi pada setiap
penyelenggaraan Pelatihan.
Pasal 28 ayat 2 : Evaluasi Diklat Teknis dan Diklat Fungsional dilakukan
oleh penyelenggara Diklat untuk mengetahui
perkembangan pelaksanaan dan tingkat capaian kinerja
penyelenggaraan Diklat Teknis dan Diklat Fungsional.
Pasal 28 ayat 3 : Evaluasi Diklat Teknis dan Diklat Fungsional dilakukan
terhadap:
a. Peserta;
b. Materi Diklat;
c. Widyaiswara /Pengajar;
d. Manajemen Pelaksanaan Diklat; dan
e. Indeks Kepuasan Peserta.

2-3
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

2.2 STUDI LITERATUR


2.2.1 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) adalah sebuah Badan /
institusi yang dipimpin eselon I yang bertugas mengembangkan Sumber Daya Manusia
Aparatur Sipil Negara di lingkungan Kementerian PUPR.
Sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 15/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum mempunyai tugas Melaksanakan
pengembangan sumber daya manusia Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat berfungsi sebagai berikut.
1. Penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program pengembangan sumber
daya manusia pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
2. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia pekerjaan umum dan
perumahan rakyat;
3. Pelaksanaan penilaian kompetensi sumber daya manusia di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
4. Pelaksanaan pembinaan, pengembangan, dan pemberdayaan jabatan
fungsional bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
5. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pengembangan sumber daya
manusia di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
6. Pelaksanaan administrasi Badan Pengembangan Sumber Daya
7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
2.2.2 Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi
Tugas pokok dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi
adalah Melaksanakan penyiapan penyusunan kebijakan teknis dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi.
Adapun fungsi dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi
adalah sebagai berikut.
1. Penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pendidikan dan
pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi;
2. Koordinasi dan pembinaan teknis substansif pendidikan dan pelatihan bidang sumber
daya air dan konstruksi;
3. Penyusunan dan standarisasi teknik dan materi pendidikan dan pelatihan bidang
sumber daya air dan konstruksi;
4. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi;
5. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi; dan
6. Pelaksanaan penyusunan program dan anggaran serta urusan tata usaha Pusat.

2-4
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Sesuai tuntutan kualitas Aparatur Sipil Negara, diperlukan suatu Manajemen


Sumber Daya Manusia bidang kerja yang konsisten dengan konsepsi kebijakan
penanganan bidang kerja secara keseluruhan manajemen Sumber Daya Manusia
merupakan salah satu unsur Sub Sistem dari Sistem Manajemen Mutu Total Penanganan
bidang kerja. Tuntutan kualitas Sumber Daya Manusia dapat dipenuhi salah satunya
melalui Pendidikan dan Pelatihan yang dikelola dengan Manajemen Mutu Diklat yang
dilandasi dengan kepastian mutu (Quality Assurance) yang diinginkan. untuk menjadi
profesional dibidangnya perlu pengalaman panjang yang dijalani dengan ketekunan dan
membekali diri dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku kerja yang
konsisten secara terus menerus dan dapat menunjukan bukti – bukti penampilan prestasi
atau sering disebut kinerja.
Salah satu unsur proses yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan
Pendidikan dan Pelatihan adalah tersedianya Kurikulum Diklat Berbasis Kompetensi dan
Sistem Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan yang mudah diakses oleh seluruh Aparatur Sipil
Negara di lingkungan Kementerian PUPR serta aparat pemerintah daerah yang bergerak
dibidang ke-PU an.
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi adalah penilaian yang dilakukan secara
sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan peserta dan kinerja lembaga/organisasi.
Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan secara tepat, memberikan
tanggung jawab yang sesuai kepada peserta sehingga dapat melaksanakan pekerjaan
yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan
dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.

KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SDA DAN


KONSTRUKSI

Ir. YUDHA MEDIAWAN, M.DEV.PLG

KEPALA BIDANG TEKNIK DAN MATERI KEPALA BIDANG TEKNIK DAN MATERI KEPALA BIDANG EVALUASI DAN KEPALA BAGIAN ANGGARAN DAN
SUMBER DAYA AIR KONSTRUKSI PELAPORAN UMUM

Dr. FITRI RIANDINI, S.Si., MT ANWAR, ST MUHAMMAD NIZAR, SE., MT AMIR HAMZAH, ST.,MT

KEPALA SUB BIDANG TEKNIK DAN KEPALA SUB BIDANG TEKNIK DAN KEPALA SUB BIDANG EVALUASI DAN KEPALA SUB BAGIAN PROGRAM DAN
MATERI PELATIHAN SUMBER DAYA AIR I MATERI PELATIHAN KONSTRUKSI I PELAPORAN I EVALUASI

IRMAN FERDIAN, S.TP AGUNG YUANA PUTRA, ST., MM WAWAN RUSMANA, S.ST GANTIRA CHRISTIADY, S.Sos

KEPALA SUB BIDANG TEKNIK DAN KEPALA SUB BIDANG TEKNIK DAN KEPALA SUB BIDANG EVALUASI DAN KEPALA SUB BAGIAN UMUM
MATERI PELATIHAN SUMBER DAYA AIR II MATERI PELATIHAN KONSTRUKSI II PELAPORAN II

SONI SENJAYA EFENSI, ST., MT FIRMANSYAH PRIA UTAMA, ST., M.SI AGUS NARDI, SE YANA SURYANA, SE

Gambar 2. 1 Struktur Organisasi Pusdiklat SDA dan Konstruksi

2-5
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

2.2.3 Manajemen Sumber Daya Manusia


Menurut Rivai, Velthzal (2009:1) Manajemen sumber daya manusia (MSDM)
merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat
dalam fungsi atau bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena
sumber daya manusia (SDM) dianggap semakin penting perannya dalam mencapai
tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM
dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya
manusia. Istilah “manajemen” mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang
bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber daya manusia.
Achmad Darodjat, Tubagus (2015:48) mengemukakan untuk menciptakan sumber
daya manusia yang berkualitas dan kemampuan tinggi adalah melalui peningkatan
keahliannya sebagai salah satu upaya. Menurut Gerry Dessler (2004), SDM (HRM)
meliputi perekrutan dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, kompensasi atau
penghargaan dan penilaian serta hubungan tenaga kerja.
Achmad Darodjat, Tubagus (2015:49) mengemukakan fungsi manajemen sumber
daya manusia sebagai berikut:
1. Human Resource Planing. Merencanakan kebutuhan dan pemanfaatan sumber daya
manusia bagi perusahaan. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan perusahaan
melalui: perencanaan sumber daya manusia.
2. Personnel Procurement. Mencari dan mendapatkan sumber daya manusia, melalui :
rekrutmen, seleksi, penempatan serta kontrak tenaga kerja, induksi.
3. Personnel Depelovment. Mengembangkan sumber daya manusia, keterampilannya,
keahlian dan pengetahuannya melalui: program orientasi tenaga kerja, pendidikan
dan pelatihan (analisis dan evaluasi), pengembangan karir.
4. Personnel Maintenance. Memelihara sumber daya manusia, gaji, reward, insentif,
jaminan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, menyelesaikan perselisihan
perburuhan; menyelesaikan keluhan dan relationship karyawan dan lain sebagainya.
Agar sumber daya manusia berdedikasi tinggi, melalui; kesejahteraan (kompensasi),
lingkungan kerja yang sehat dan aman, hubungan industrial yang baik.
5. Personnel Utilization. Memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya manusia,
termasuk didalamnya promosi, demosi, transfer, dan juga seperasi. Agar sumber
daya manusia bekerja dengan baik melalui; otivasi, penilaian karya atau feed back,
peraturan

2.2.4 Kompetensi
Kompetensi adalah karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkan mereka
mengeluarkan kinerja superior dalam pekerjaannya. Kompetensi menurut Spencer dan
Spencer dalam Palan (2007) adalah sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh

2-6
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang
diperlukan dalam menduduki suatu jabatan.
Spencer and Spencer dalam Wibowo (2010:325) mengemukakan bahwa
kompetensi adalah merupakan landasan dasar karakteristik orang dan
mengidentifikasikan cara berperilaku atau berfikir, menyamakan situasi dan mendukung
untuk periode waktu cukup lama.
Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: Pasal 1 (10),
“Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan”.
Pertimbangan kebutuhan kompetensi mencakup:
1. Permintaan masa mendatang berkaitan dengan rencana dan tujuan strategis
dan operasional organisasi
2. Mengantisipasi kebutuhan pergantian manajemen dan karyawan
3. Perubahan pada proses dan teknologi dan peralatan organisasi
4. Evaluasi kompetensi karyawan dalam melaksanakan kegiatan dan proses yang
ditetapkan.
Kompetensi terdiri dari 5 tipe karakteristik yang dikutip oleh Panji (2009:33), yaitu
sebagai berikut:
1. Keahlian (Skill) yaitu kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu
baik secara fisik maupun mental
2. Pengetahuan (Knowledge) yaitu suatu informasi yang dimiliki seseorang untuk
bidang tertentu. Knowledge merupakan kompetensi yang kompleks
3. Sikap atau nilai (Self-Concept) yaitu sikap dan nilai-nilai yang dimiliki
seseorang
4. Watak atau sifat (Trait) yaitu watak yang membuat orang untuk berprilaku
atau bagaimana seseorang merspon untuk berperilaku atau bagaimana
seseorang merespon seseorang dengan cara tertentu
5. Motif (Motive) yaitu sesuatu dimana seseorang secara konsisten berfikir
sehingga dapat melakukan tindakan.
Menurut Michael Zwell (2000:309) menyebutkan ada faktor-faktor yang dapat
dipergunakan untuk memperbaiki kompetensi yaitu:
1. Admitting Incompetence (Mengalami Kekurangan Kompetensi)
Seringkali terjadi orang menutupi kekurangannya agar tidak diketahui orang
lain. Budaya yang berusaha untuk selalu tampil baik mengandung bahaya tidak
menyadari kekurangan kecakapan dalam kompetensi. Untuk itu ada baiknya
orang mengakui dengan terus terang akan kekurangan dalam kompetensinya
sehingga dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya.
2. Raising Expectations (Meningkatkan Harapan)

2-7
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Pekerjaan manajer dan coach termasuk membantu orang memperluas visi atas
pekerjaan mereka sehingga mereka dapat memanfaatkan bakat, kemampuan,
dan potensinya. Tugas utama seorang coach adalah menciptakan dan
memelihara visi yang lebih tinggi bagi pekerja, dengan menjaga dalam
pikirannya apa yang mungkin bagi mereka apabila memanfaatkan semuanya
kemampuan dan bakatnya. Coach perlu terus-menerus meningkatkan pekerja
atas visinya, mendorong mereka untuk bekerja keras mencapai visi, membantu
mereka mencatat kesenjangan antara visi dengan perilaku saat ini, dan
membantu mereka mengembangkan tujuan dan langkah tindak untuk
mengatasi kesenjangan.
3. Identifying Barriers (Mengidentifikasi Hambatan)
Apabila terdapat hambatan terhadap kinerja dan pencapaian prestasi, penting
sekali untuk mengidentifikasi sifat dari hambatan tersebut sehingga dapat
diatasi secara efektif. Kebanyakan hambatan dapat dikategorikan dalam
pengetahuan, keterampilan, proses, dan emosional.
4. Including Support Mechanism (Memasukkan Mekanisme Dukungan)
Pada kebanyakan budaya organisasi, penguatan perilaku secara sadar
dipergunakan dalam konteks: program disiplin berkaitan dengan masalah
pekerja, dan rencana kompensasi dan promosi untuk memberi penghargaan
kontributor besar. Dengan secara sadar menggunakan penguatan perilaku
dengan lebih kreatif dan meluas, organisasi dapat membantu pekerja
memperbaiki kinerja dan kompetensi. Mekanisme dukungan yang dapat
dipergunakan organisasi dan pekerja adalah mencatat kemajuan tujuan dan
pelaksanaan langkah tindak, mengkomunikasikan kemajuan kepada orang
lainnya dan menggunakan penghargaan.
2.2.5 Perencanaan Suksesi
Vincent Gaspersz (2012:144) mengemukakan perencanaan suksesi (succesion
planning) adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan mengembangkan orang-orang
internal yang berpotensi tinggi (talenta) untuk mengisi posisi kunci atau penting dalam
organisasi. Perencanaan suksesi menjamin ketersediaan karyawan yang mampu dan
berpengalaman yang dipersiapkan untuk berperan penting di masa yang akan datang.
Proses suksesi mencakup beberapa langkah berikut :
1. Identifikasi posisi kunci untuk suksesi
2. Identifikasi kompetensi
3. Rencana pembelajaran individu
4. Evaluasi program suksesi

2-8
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Model perencanaan suksesi ditunjukan dalam bagan, sebagai berikut:

Gambar 2. 2 Bagan Model Perencanaan Suksesi


Sumber : Vincent Gasperz (2012:151)

2.2.6 Pengembangan Karir


Menurut Noeewll (1998), pengembangan karier merupakan tugas organisasi untuk
membentuk hubungan dengan orang yang mengelola kariernya, karena karier tersusun
dari pergantian antara individu dan organisasi. Individu merencanakan karier mereka
guna meningkatkan status dan gaji mereka, memastikan keselamatan pekerjaan dan
mempertahankan kemampuan pasaran mereka dalam pasar tenaga kerja yang berubah.
Handoko (2000) menyatakan bahwa ada 6 (enam) kegiatan pengembangan karier
yang dapat dilakukan masing-masing individu sebagai berikut:
1. Prestasi kerja. Kegiatan paling penting untuk memajukan karier adalah
prestasi kerja yang baik karena hal ini mendasari semua kegiatan
pengembangan karier lainnya. Kemajuan karier sangat tergantung pada
prestasi kerja.
2. Exposure. Kemajuan karier juga ditentukan oleh exposure berarti menjadi
dikenal oleh orang-orang yang memutuskan promosi, transfer dan
kesempatan-kesempatan karier lainnya. Tanpa exposure, karyawan yang
berprestasi baik, mungkin tidak memperoleh kesempatan untuk mencapai
sasaran-sasaran kariernya.
3. Permintaan berhenti. Hal ini merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran
karier, apabila ada kesempatan karier ditempat lain sehingga dengan

2-9
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

permintaan berhenti tersebut, yang bersangkutan dapat berpindah tempat


bertugas atau bekerja.
4. Kesetiaan organisasional. Kesetiaan pada organisasi dimana seseorang
bertugas atau bekerja turut menentukan kemajuan karier yang bersangkutan.
Kesetiaan organisasional yang rendah pada umumnya ditemui pada para
sarjana baru (yang mempunyai harapan tinggi, tetapi Bering kecewa dengan
tempat tugas pertama mereka) dan para profesional (yang kesetiaan
pertamanya pada profesinya).
5. Mentor dan sponsor. Para mentor atau pembimbing karier informal bila
berhasil membimbing karier karyawan atau pengembangan kariernya lebih
lanjut dapat menjadi sponsor mereka. Seorang sponsor adalah orang dalam
organisasi yang dapat menciptakan kesempatan–kesempatan pengembangan
karier bagi orang lain.
6. Kesempatan untuk tumbuh. Hal ini terjadi, apabila karyawan meningkatkan
kemampuan, misalnya melalui program latihan pengembangan kursus-kursus,
dan lain-lain.

2.2.7 Pelatihan
Menurut Achmad Darodjat, Tubagus (2015:75) pelatihan merupakan salah satu
faktor yang perlu menjadi perhatian oleh seorang pimpinan dalam usaha memperoleh
program yang diinginkan baik usaha yang bersifat mencari keuntungan maupun usaha
yang bersifat pelayanan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pasal 3 huruf
d menyatakan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai profesi berlandaskan pada
prinsip yang salah satunya adalah mempunyai kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas. Sedangkan pada pasal 70, sebagai upaya mengembangkan
kompetensi bagi ASN tersebut, dapat dilakukan salah satunya melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan (diklat).
Berdasarkan Dessler, G (2013), pelatihan dan pengembangan sumber daya
manusia didefinisikan sebagai sebuah proses yang memanfaatkan berbagai metode
untuk menyediakan keterampilan yang dibutuhkan, baik untuk pegawai baru maupun
pegawai lama dalam melaksanakan pekerjaannya. Definisi tersebut selaras dengan
definisi diklat menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, yaitu proses
penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai
Negeri Sipil.
Adapun fungsi dari pelatihan dinyatakan oleh Noe, Hollenback, Gerhart, & Wright
dalam Ikramina, F., and Gustomo, A. (2014) adalah :

2-10
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

 untuk mengembangkan pengetahuan dari pegawai tentang budaya perusahaan


dan pesaingnya;
 untuk membantu pekerja yang mempunyai keterampilan dalam bekerja dengan
menggunakan teknologi baru;
 untuk membantu pegawai dalam mamahami bagaimana bekerja secara efisien
dan efektif dalam sebuah tim yang bertujuan untuk produk dan pelayanan yang
berkualitas;
 untuk menjamin budaya perusahaan yang menekankan pada inovasi, kreativitas,
dan pengetahuan;
 untuk menjamin keselamatan dengan memberikan ide-ide tentang bagaimana
pekerja dapat berkontribusi kepada perusahaan dalam jam kerja yang aman;
 dan ketika para pegawai tersebut membutuhkan perubahan atau ketika suatu
keterampilan baru dianggap wajib;
 serta untuk menyiapkan pegawai dalam menerima dan bekerja secara efektif
antar sesama, khususnya dengan minoritas dan wanita.
Evaluasi mengenai dampak dan efektifitas dari pelatihan diperlukan agar kelebihan
dan kekurangan dalam program tersebut dapat diidentifikasi sehingga perbaikan dapat
ditindaklanjuti (Rouse, D. 2011). Hal tersebut sesuai dengan fungsi evaluasi yang
dikemukakan Badu, Q., S. (2013) yaitu untuk memperoleh informasi yang akurat dan
objektif pada sebuah program, yang telah direncanakan dan diimplementasikan pada
fase sebelumnya.
Wall dalam ULUM (2015) mendeskripsikan kegiatan evaluasi sebagai suatu tujuan
yang sistematik, dan pengumpulan data secara hati-hati serta menganalisis informasi
yang digunakan untuk menentukan efektivitas dan dampak dari suatu program, serta
mengidentifikasi halhal apa saja yang harus ditingkatkan atau dirubah. Alasan utama
dilakukannya kegiatan evaluasi menurut Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006)
adalah untuk menentukan tingkat efektifitas dari suatu program pelatihan, sehingga
ketika kegiatan evaluasi sudah dilakukan diharapkan dapat menjadi dasar bagi pihak-
pihak yang bertanggung jawab dalam program tersebut, dalam membuat keputusan
berdasarkan hasil evaluasi.
Definisi dan fungsi evaluasi tersebut secara implisit sesuai dengan definisi evaluasi
dibidang pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
Secara umum evaluasi adalah suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan efisiensi suatu program. Dalam perspektif critical event models,
evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari seluruh tahapan siklus diklat. Pada

2-11
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

konteks ini evaluasi dilakukan terhadap setiap tahapan mulai dari analisis kebutuhan
diklat, pelaksanaan diklat sampai dengan setelah selesai pelaksanaan atau pasca diklat.
Perkembangan konsep evaluasi yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang
lebih luas. Konsep tersebut pada umumnya berkisar pada pandangan sebagai berikut :
1. Evaluasi tidak hanya diarahkan kepada tujuan diklat yang ditetapkan, tetapi
juga terhadap tujuan-tujuan yang tersembunyi, termasuk efek yang mungkin
timbul
2. Evaluasi tidak hanya melalui pengukuran perilaku peserta diklat, tetapi juga
melakukan pengkajian terhadap komponen-komponen diklat, baik masukkan –
proses – keluaran
3. Evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan, tetapi juga untuk mengetahui apakah tujuan-
tujuan tersebut penting bagi peserta diklat dan bagaimana peserta
mencapainya
4. Mengingat luasnya tujuan dan obyek evaluasi, maka alat yang digunakan
dalam pengukuran sangat beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada tes,
tetapi juga yang bukan tes

2.2.8 Evaluasi Pelatihan


Donald L. Kirkpatrick (1998) mengatakan bahwa evaluasi suatu training adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan training dan evaluasi tersebut
merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar training secara keseluruhan dapat
berlangsung secara efektif. Kirkpatrick mengemukakan teorinya yang terkenal mengenai
evaluasi training melalui tulisannya di American Society for Training and Development
Journal. Menurutnya, ada 4 tingkat atau level dalam evaluasi training yang kemudian
disebut “The Four Levels”.
Model empat level yang dikembangkan oleh Kirkpatrick merupakan kerangka
evaluasi klasik untuk menilai efektifitas pelatihan dalam konteks organisasi (Praslova.
2010). Hal tersebut diperkuat juga oleh pendapat Lin, Y., T., Chen, S., C., & Chuang, H.,
T. (2011) yang menyatakan bahwa model empat level Kirkpatrick merupakan model
evaluasi yang secara luas diterima dan digunakan, karena sederhana, lengkap, jelas dan
mudah untuk dilakukan. Bates, R. (2004) menyatakan bahwa model empat level
mempunyai kemampuan dalam mensederhanakan proses evaluasi pelatihan yang
kompleks, dengan dua cara, yaitu model empat level merepresentasikan pedoman
langsung mengenai jenis pertanyaan yang harus ditanyakan dan kriteria yang mungkin
sesuai, dan model tersebut mengurangi kebutuhan pengukuran dalam evaluasi pelatihan.

2-12
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Gambar 2.3 Ilustrasi Model Evaluasi Empat Level Kirkpatrick


Sumber : www.mindtickle.com

Model evaluasi empat level dikenal pertama kali pada tahun 1959 ketika Donald L.
Kirkpatrick menulis empat seri artikel dengan judul “Techniques for Evaluating Training
Programs” yang diterbitkan dalam Training and Development, the journal of The
American Society for Training and Development (ASTD). Artkel-artikel tersebut
menggambarkan evaluasi empat level yang diformulasikan oleh Kirkpatrick berdasarkan
konsep dari desertasi beliau pada University of Wiconsin, Madison.
Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006) mengemukakan tiga alasan spesifik
dalam melakukan evaluasi program pelatihan, yaitu:
 Untuk menjustifikasi keberadaan anggaran pelatihan dengan memperlihatkan
bagaimana program pelatihan tersebut berkontribusi pada tujuan dan sasaran
organisasi;
 Untuk menentukan apakah suatu program pelatihan dilanjutkan atau tidak;
 Untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana cara meningkatkan program
pelatihan dimasa datang.
Metode evaluasi empat level merepresentasikan sebuah sekuen dari setiap tahapan
untuk mengevaluasi program pelatihan (Meghe, B., Bhise, V., P., & Muley, A. 2013).
Maksud dari sekuen adalah setiap level harus dilakukan secara bertahap. Hal tersebut
karena setiap level dalam model empat level adalah penting dan setiap level memberi
dampak pada level berikutnya (Abdulghani, M., H., Shaik, A., S., Khamis, N., Al-dress,
A., A., Irshad, M., Khalil, S., M., Alhaqwi, I., A., & Isnani, A. 2014).
Empat level tersebut adalah: Level 1- Reaction (Reaksi), Level 2- Learning
(Pembelajaran), Level 3- Behavior (Perilaku), dan Level 4- Results (Hasil/Dampak).

2-13
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

A. Level 1 – Reaction (Reaksi)


Mengevaluasi reaksi adalah sama halnya dengan mengukur tingkat kepuasan
konsumen (Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. 2006). Menurut McLean, S. & Moss, G.
(2003) evaluasi di level satu biasa disebut dengan “happy face evaluation”, dimana
dilevel ini diukur reaksi dan kepuasan peserta terhadap program pelatihan. Mengukur
tingkat kepuasan peserta dalam kegiatan pelatihan merupakan hal yang penting, karena
menyangkut motivasi mereka dalam belajar. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Holton, F., E. (1996) bahwa motivasi belajar berhubungan langsung
dengan pembelajaran.
Evaluasi di level 1 tidak mengukur apa yang peserta telah pelajari, namun
mengukur minat, motivasi, dan tingkat perhatian dari peserta pelatihan (Smidt,.,
Balandin, S., Sigafoos, J., & Reed, V, A.2009). Pentingnya mengukur reaksi menurut
Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006) berdasarkan beberapa alasan, yaitu:
 Untuk memberikan masukkan yang berharga kepada penyelenggara pelatihan dalam
meningkatkan program pelatihan dimasa datang;
 Memberikan saran dan masukkan kepada pengajar mengenai tingkat efektifitas
mereka dalam mengajar;
 Dapat memberikan informasi kuantitatif kepada para pembuat keputusan terkait
dengan pelaksanaan program pelatihan;
 Dapat memberikan informasi kuantitatif kepada pengajar yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk membuat standar pengajaran untuk program yang akan datang.
Langkah-langkah dalam melakukan evaluasi di level-1 adalah:
1. Tentukan hal-hal yang dapat menginformasikan kepuasan peserta dalam
mengikuti kegiatan pelatihan seperti fasilitas, jadwal, kualitas makanan, kualitas
pengajar, kualitas diktat atau modul, kualitas media pembelajaran, strategi
pembelajaran yang diterapkan pengajar, kesigapan dan keramahan panitia,
serta informasi lainnya yang dibutuhkan.
2. Informasi-informasi tersebut kemudian dikemas dalam suatu format isian yang
mudah dimengerti oleh subjek evaluasi, serta dapat mengkuantifikasikan
informasi-informasi tersebut. Tambahkan juga kolom komentar dan saran
sebagai informasi tambahan.
3. Lakukan evaluasi di level ini segera, baik ketika kegiatan belangsung, maupun
setelah kegiatan pelatihan berakhir.
4. Lakukan tindakan yang tepat secara langsung dalam menyikapi hasil evaluasi.
B. Level 2 – Learning (Pembelajaran)
Evaluasi di level-2 berhubungan dengan pengukuran peningkatan kompetensi
peserta, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan tujuan
diadakannya pelatihan. Pembelajaran didefinisikan sebagai prinsip, fakta-fakta, dan
teknik yang dimengerti dan diserap oleh peserta (Kirkpatrick. 1979). Adapun tujuan

2-14
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

pelaksanaan evaluasi belajar di level-2 menurut Kennedy, E., P., Chyung, Y., S.,
Winiecki, J., D., & Brinkerhoff, O., R. (2013) adalah untuk mengukur seberapa baik
peserta didik dalam mempelajari pengetahuan atau keterampilan yang disampaikan
dalam kegiatan pengajaran.
Dari definisi tersebut, mengukur pembelajaran berarti menentukan satu hal atau
lebih yang berhubungan dengan tujuan pelatihan, seperti pengetahuan apa yang telah
dipelajari, keterampilan apa yang telah dikembangkan atau ditingkatkan, dan sikap apa
yang telah berubah.
Langkah-langkah dalam melaksanakan evaluasi di level-2, adalah:
1. Lakukan evaluasi terkait peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan
perubahan sikap sebelum dan sesudah pelatihan.
2. Gunakan tes tertulis untuk mengukur pengetahuan dan sikap.
3. Gunakan tes performa dalam mengukur keterampilan;
4. Gunakan hasil pengukuran tersebut untuk melakukan tidakan yang sesuai.
Yang dimaksud tindakan yang sesuai dalam hal ini adalah melakukan tindakan
konfirmatif dengan hasil evaluasi di level-1, apakah karena pengajar kurang komunikatif
dalam menyampaikan materi, terkait strategi belajar yang tidak sesuai dengan harapan
peserta, atau karena faktorfaktor lain di level-1 yang mungkin dapat menyebabkan
peserta mengalami demotivasi dalam belajar, sehingga kekurangan evaluasi dalam level-
1 dapat segera mendapat perhatian.
C. Level 3 – Behavior (Perilaku)
Perilaku menurut Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006), didefinisikan
sebagai sejauh mana perubahan perilaku yang muncul karena peserta mengikuti
program pelatihan. Evaluasi level-3 dilakukan untuk mengindikasikan sejauh mana
materi dalam pelatihan diaplikasikan pada pekerjaan dan tempat kerja peserta
(Steensma, H., & Groeneveld, K. 2010). Menurut Tan, K. & Newman, E. (2013) evaluasi
perilaku mengukur pengetahuan, keterampilan, atau sikap apa yang dipelajari untuk
diaplikasikan atau dipindahkan pada pekerjaan.
Dari definisi tersebut dapat diartikan tujuan dilakukannya evaluasi di level 3 adalah
untuk mengukur perubahan dalam perilaku kerja yang muncul karena pegawai tersebut
mengikuti program pelatihan. Untuk dapat mengaplikasikan perubahan perilaku tersebut,
menurut Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006) terdapat empat kondisi yang
diperlukan, yaitu:
 Seseorang harus mempunyai keinginan untuk berubah;
 Seseorang harus tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan
hal tersebut;
 Seseorang harus bekerja dalam lingkungan kerja yang tepat;
 Seseorang harus mendapatkan penghargaan karena dia berubah.

2-15
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Program pelatihan dapat memberikan kondisi pertama dan kedua dengan program
pelatihan yang mendukung perubahan sikap sesuai dengan tujuan pelatihan dengan
memberikan materi terkait pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap. Tetapi untuk hal
ketiga tentang lingkungan kondisi kerja yang tepat, berkaitan langsung dengan atasan
dan lingkungan peserta.
Terkait masalah tersebut Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006)
mengemukakan lima jenis kondisi kerja yang disebabkan karena perilaku pimpinan di
tempt kerja yang dapat mempengaruhi kondisi peserta pelatihan dalam menerapkan
perubahan perilaku, yaitu:
1. Menghalangi (preventing). Pimpinan melarang peserta pelatihan untuk mengerjakan
apa yang telah diajarkan dalam kegiatan pelatihan. Pemimpin tersebut mungkin
terpengaruh oleh budaya kerja organisasi yang telah ditetapkan, atau cara
memimpin yang bertentangan dengan apa yang telah diajarkan pada peserta
pelatihan.
2. Mengecilkan (discouraging). Dalam hal ini pimpinan peserta tidak secara langsung
mengatakan bahwa peserta tidak akan bisa melakukan perubahan, namum secara
tersirat pimpinan tersebut tidak ingin peserta melakukan perubahan perilaku karena
pimpinan tersebut tidak suka, atau pimpinan tidak mencontohkan perilaku sesuai
dengan yang peserta pelajari dipelatihan sehingga mengecilkan hati peserta sebagai
bawahan untuk berubah.
3. Netral (neutral). Pimpinan mengindahkan kenyataan bahwa anak buahnya telah
mengikuti program pelatihan. Pimpinan berpikir apa yang dengan kondisi yang
sekarang terjadi di lingkungan kerja sudah cukup dalam menyelesaikan pekerjaan.
Pimpinan tidak mau mengambil resiko, karena apabila peserta diklat melakukan
perubahan akan beresiko merubah kondisi kerja yang sudah ada sehingga ada
peluang pekerjaan menjadi tidak maksimal.
4. Mendorong (encouraging). Pimpinan mendukung bawahan untuk belajar dan
mengaplikasikan apa yang dipelajari dalam pelatihan di pekerjaan.
5. Menuntut (requiring). Pimpinan mengetahui bahwa bawahannya telah belajar dan
memastikan apa yang telah dipelajari oleh bawahannya diaplikasikan dalam
pekerjaan.
Untuk melakukan evaluasi level-3, terdapat masalah dalam menentukan kapan
kegiatan evaluasi tersebut dilakukan. Berbeda halnya dalam melakukan evaluasi di level
1 dan 2 yang dapat dilakukan segera. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor. Faktor
pertama, peserta tidak dapat merubah perilaku mereka dalam bekerja sampai mereka
mendapatkan kesempatan dalam melaksanakan perubahan perilaku tersebut. Faktor
yang kedua, tidak mungkin menentukan kapan perubahan tersebut terjadi. Faktor yang
ketiga, perubahan perilaku merupakan hak peserta itu sendiri, dalam artian peserta

2-16
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

dapat membuat kesimpulan-kesimpulan sendiri dalam mengaplikasikan hasil pelatihan,


seperti:
 “saya suka dengan apa terjadi, dan saya akan melanjutkan untuk meneruskan
perilaku baru saya”;
 “saya tidak suka dengan apa yang terjadi, dan saya akan kembali kepada kebiasaan
lama saya; atau
 “saya suka dengan apa yang terjadi, tetapi atasan saya tidak suka saya berubah”.
Langkah-langkah dalam melakukan evaluasi level-3 adalah:
1. Lakukan terlebih dahulu evaluasi di level-1 dan level-2.
2. Berikan waktu untuk berlangsungnya perubahan perilaku, yang umumnya
adalah 3 sampai dengan 6 bulan setelah pelatihan.
3. Lakukan evaluasi perilaku baik sebelum dan sesudah program pelatihan apabila
memungkinkan.
4. Lakukan metode survey menggunakan kuisioner atau/dan wawancara pada
peserta pelatihan, atasan langsung peserta, bawahan peserta, dan pihak lain
yang sering mengamati perilaku peserta.
5. Lakukan evaluasi pada semua peserta, atau apabila tidak memungkinkan
gunakan metode sampling.
6. Lakukan evaluasi ulangan pada waktu yang sesuai, untuk memastikan peserta
tetap pada perilaku yang sesuai dengan tujuan pelatihan.
7. Pertimbangkan faktor biaya pelaksanaan evaluasi perilaku dibandingkan
dengan keuntungan yang dihasilkan dari evaluasi.
D. Level 4 – Result (Hasil)
Pelaksanaan program pelatihan, tentunya bertujuan mendapatkan hasil yang baik,
seperti peningkatan kualitas, produktivitas, atau tingkat keselamatan. Evaluasi hasil
menurut Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006) dapat didefinisikan sebagai sebuah
hasil akhir yang terjadi sebagai akibat peserta mengikuti program pelatihan. Rafiq, M.
(2015) menyatakan bahwa evaluasi di level-4 bertujuan apakah program pelatihan
bermanfaat dalam mencapai tujuan organisasi. Hasil akhir dalam konteks evaluasi di
level 4 mencakup hasil produksi yang meningkat, kepuasan pelanggan, peningkatan
moral pegawai, dan peningkatan keuntungan perusahaan (Arthur dalam Praslova.2010).
Hubungan antara hasil positif yang diterima oleh Perusahaan dengan kegiatan
pelatihan merupakan hal yang rumit, karena banyak aspek-aspek lain yang
mempengaruhi hal tersebut dan pelatihan mungkin adalah salah satunya.
Langkah-langkah dalam melakukan evalausi di level4 adalah:
1. Lakukan terlebih dahulu evaluasi di level-3.
2. Berikan waktu dalam melihat dampak muncul atau tercapai. Tidak ada waktu
yang spesifik dalam melakukan evaluasi hasil, sehingga dalam menentukan

2-17
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

waktu pelaksanaan evaluasi harus mempertimbangkan berbagai faktor yang


terlibat.
3. Dapat dilakukan dengan metode survey menggunakan kuisioner ataupun
wawancara terhadap peserta pelatihan dan pimpinan perusahaan.
4. Lakukan pengukuran, baik sebelum dan sesudah program pelatihan apabila
memungkinkan.
5. Lakukan evaluasi ulangan pada waktu yang sesuai pada waktu yang sesuai.
6. Pertimbangan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang didapat.
7. Dapat menggunakan data sekunder, seperti data penjualan, data produksi, dan
data lainnya yang mendukung hasil survey dalam menganalisi hasil.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa dalam melakukan implementasi
model evaluasi empat level, harus dilakukan secara sekuen, karena setiap level
merupakan hal yang penting dan mempunyai dampak pada level berkutnya. Sebagai
contoh, apabila dilakukan evaluasi langsung di level-3 (tanpa melakukan evaluasi di
level-2), ketika hasil evaluasi mengindikasikan bahwa hanya sedikit peserta yang
perilakunya berubah sesuai dengan tujuan pelatihan, maka kesimpulan yang muncul
adalah bahwa program pelatihan tidak bagus, sehingga tidak lagi dilanjutkan atau
dilakukan modifikasi. Hal tersebut adalah tidak tepat, karena dalam menerapkan
perubahan perilaku terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti kondisi
tempat kerja dan pimpinan peserta pelatihan.
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah dengan melihat hasil analisis evaluasi di
level-2, sehingga dapat ditelusuri, apakah ketidakmampuan peserta sehingga bisa
merubah perilakunya juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman peserta terhadap
materi. Alasan kurangnya peserta dalam memahami materi kemudian dapat juga
ditelusuri dengan melihat hasil analisis peserta di level-1, apakah pemahaman materi
yang kurang dari peserta karena disebabkan oleh ketidakpuasan peserta terhadap
penyelenggaraan pelatihan atau karena kualitas pengajar yang kurang, sehingga peserta
tidak mempunyai motivasi dalam belajar. Jadi dengan dilakukannya implementasi model
empat level secara sekuen, terdapat ukuran lebih sebagai dasar analisis untuk menarik
suatu kesimpulan.
Mencermati keempat tingkat evaluasi tersebut, maka dapat dipahami bahwa Level
1 merupakan evaluasi yang paling sederhana dan mudah untuk dilakukan, sementara
Level 4 adalah evaluasi yang paling sulit. Umumnya, perusahaan melakukan evaluasi
pada Level 1 dan 2 saja dengan pertimbangan keterbatasan waktu, biaya, maupun
metode pengukurannya, sebagaimana diuraikan pada bagian lain tulisan ini. Mereka
sudah puas pada hasil evaluasi yang mengatakan, misalnya, bahwa training telah
dilaksanakan dengan baik, modul‐modul yang diberikan cukup menarik, cara
penyampaian oleh trainer sudah baik, materi yang disampaikan dapat dipahami oleh
peserta, serta hal‐hal teknis lainnya. Penyelenggaraan evaluasi Level 1 dan Level 2 ini

2-18
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

juga relatif mudah dan murah karena dilakukan saat peserta masih berada di lokasi
training dan belum kembali ke tempat kerjanya. Metode evaluasi yang digunakanpun
relatif sederhana dan bersifat umum dalam pengertian dapat digunakan untuk hampir
semua jenis training.
Sayangnya, hasil evaluasi pada Level 1 dan 2 tersebut menjadi kurang bermakna
ketika muncul pertanyaan‐pertanyaan kritis seperti ”Mampukah eks‐peserta training
nantinya menerapkan pengetahuan dan keterampilan barunya tersebut dalam
pekerjaannya sehari‐hari?” atau ”Relevankah materi yang diberikan dengan kenyataan
yang dihadapi?” atau lebih jauh lagi ”Apakah dengan mengikuti training tersebut
eks‐peserta terbukti meningkat kinerjanya?” dan sejumlah pertanyaan lain yang secara
keseluruhan akan menggugat efektivitas penyelenggaraan suatu training. Sebaliknya,
evaluasi pada Level 3 dan 4 dapat memberikan jawaban atas semua pertanyaan kritis
tadi.
Evaluasi pada Level 3 mampu memberikan pemahaman kepada
perusahaan/penyelenggara training mengenai apakah materi yang diberikan dapat
diterapkan atau diimplementasikan dengan baik dalam pekerjaan sehari‐hari dan jika
ternyata tidak, kendala‐kendala apa yang perlu diatasi. Hal yang lebih penting lagi,
evaluasi pada tahap ini dapat memberikan feedback yang berharga bagi penyempurnaan
pelaksanaan training secara keseluruhan dihubungkan dengan kenyataan yang ada
sehingga pada akhirnya dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan
kinerja karyawan.
Sementara itu, evaluasi pada Level 4 akan memberikan jawaban akhir mengenai
apakah tujuan penyelenggaraan suatu training telah tercapai atau belum. Umumnya,
suatu training diselenggarakan dengan tujuan memberikan dampak yang positif terhadap
kinerja perusahaan, misalnya peningkatan hasil penjualan, peningkatan hasil produksi,
penurunan biaya produksi, peningkatan pelayanan nasabah, dan sebagainya, meski ada
pula training yang tidak berdampak langsung terhadap kinerja perusahaan, seperti
training mengenai kepemimpinan, kerjasama antarpegawai, dan sebagainya.
Mencermati hal tersebut, maka dapat dipahami bahwa evaluasi hingga Level 3 dan
Level 4 sebenarnya merupakan suatu keharusan apabila perusahaan ingin mengetahui
apakah hal‐hal yang menjadi tujuan training telah tercapai dan dengan demikian berarti
pula bahwa training tersebut telah terselenggara secara efektif. Sayangnya, masih
banyak perusahaan yang menghadapi berbagai masalah dan kendala dalam melakukan
evaluasi training hingga level tersebut.
Lebih jauh lagi, hasil evaluasi pada Level 4 ini dapat digunakan sebagai dasar
perhitungan Return on Training Investment (ROTI) yang membandingkan hasil yang
diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan suatu training.
Perusahaan/penyelenggara training semakin menyadari pentingnya dilakukan evaluasi
hingga Level 4 sekaligus pengukuran ROTI‐nya agar mereka memiliki keyakinan bahwa

2-19
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

training yang diselenggarakannya benar‐benar memiliki dampak positif terhadap kinerja


perusahaannya serta masih memberikan keuntungan finansial yang lebih besar
dibandingkan dengan biaya yang mereka keluarkan.
Beberapa peneliti juga menekankan pentingnya evaluasi training yang didasarkan
pada perhitungan finansial agar mampu memberikan informasi yang nyata dan tegas
kepada perusahaan mengenai kontribusi training tersebut terhadap kinerja perusahaan.
Sandra Shelton dan George Alliger (1993), Donna Goldwasser (2001), serta Jack J.
Phillips dan Ron Drew Stone (2002) adalah beberapa peneliti yang meyakini bahwa
perusahaan harus menghitung secara cermat setiap uang yang dikeluarkan untuk
membiayai penyelenggaraan training, dan bahwa perhitungan tersebut haruslah dalam
konteks business results dan return on investment. 6
Pembahasan di atas menyiratkan perlunya dilakukan evaluasi training yang lengkap
dan komprehensif untuk mengetahui efektivitas penyelenggaraan training tersebut dalam
konteks perubahan/peningkatan kinerja pegawai yang pada gilirannya membawa
dampak positif bagi kemajuan bisnis perusahaan. Lebih jauh lagi, pengukuran efektivitas
training tersebut haruslah dilakukan dalam hubungannya dengan business results dan
return on investment agar dapat memberikan gambaran finansial yang sebenarnya bagi
perusahaan.
2.2.9 Return On Training Investment (ROTI)
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, teori The Four Levels telah menjadi bahan
diskusi dan perdebatan hingga saat ini, khususnya evaluasi pada Level 4. Diskusi dan
perdebatan terjadi sehubungan dengan mungkin tidaknya suatu training diukur dalam
perspektif finansial, khususnya dalam bentuk perhitungan Return on Investment (ROI)
atau dalam hal ini Return on Training Investment (ROTI).
Beberapa pakar, termasuk Kirkpatrick sendiri, berpendapat bahwa Level 4
mengukur seluruh hasil akhir (final result) yang disebabkan oleh training tersebut dan
bahwa yang dimaksudkan dengan pengukuran pada Level 4 tersebut bukanlah
merupakan suatu analisis finansial, termasuk ROTI ataupun training cost‐benefit analysis.
Menurut Karie A. Willyerd (1997), banyak orang yang salah menginterpretasikan Level 4
sebagai tahap perhitungan ROI, padahal Kirkpatrick secara tegas menyebutnya sebagai
tahap pengukuran results, dimana kedua istilah tadi pada dasarnya memiliki perbedaan
yang cukup signifikan sehingga penting untung dipermasalahkan.
Menurutnya, paling tidak ada tiga keterbatasan metode ROI yang menyebabkannya
bukanlah merupakan alat diagnostik yang baik untuk mengevaluasi suatu training.
Pertama, ROI biasanya tidak mencakup seluruh tujuan stratejik perusahaan. Kedua, ROI
lebih merupakan potret sesaat yang memberikan informasi mengenai apa yang telah
dicapai perusahaan, namun tidak mampu memberikan gambaran mengenai apa yang
akan dicapai di masa depan. Ketiga, ROI merupakan sebuah lagging indicator.
Pendeknya, menurut Karie, ROI bukanlah suatu metode yang mampu memberikan

2-20
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

gambaran yang menyeluruh mengenai evaluasi training sebaik yang diberikan oleh
pengukuran result sebagaimana yang dimaksudkan oleh Kirkpatrick.
Sebaliknya, beberapa pakar justru menekankan pentingnya evaluasi training yang
didasarkan pada perhitungan finansial agar mampu memberikan informasi yang nyata
dan tegas kepada perusahaan mengenai kontribusi training tersebut terhadap kinerja
perusahaan. Sandra Shelton dan George Alliger (1993) menegaskan bahwa tidak dapat
dihindari lagi bahwa perusahaan harus menghitung secara cermat setiap uang yang
dikeluarkan untuk membiayai penyelenggaraan training, dan bahwa perhitungan tersebut
haruslah dalam konteks business results dan return on investment. Shelton dan Alliger
mensinyalir bahwa banyak perusahaan tidak mau melakukan evaluasi finansial atas
training yang diselenggarakannya karena masalah pengumpulan data dan interpretasinya
yang sulit dan membutuhkan banyak waktu, meski sebenarnya mereka telah menyadari
bahwa training cost‐benefit analysis akan memberikan informasi yang jauh lebih baik
bagi kepentingan perusahaan dibandingkan data yang diperoleh dari survey mengenai
pelaksanaan training itu sendiri.
Donna Goldwasser (2001) juga menekankan perlunya dilakukan evaluasi training
yang didasarkan atas perhitungan manfaat dan biaya secara tegas, bahkan dia
mengatakan bahwa evaluasi pada ketiga level pertama (Level 1 sampai dengan Level 3)
menjadi berkurang maknanya apabila perusahaan tidak mengevaluasi training sesuai
dengan bottom line‐nya, yaitu meningkatkan kinerja pegawai dan perusahaan secara
keseluruhan. Goldwasser mengatakan bahwa salah satu hambatan utama dalam
melakukan evaluasi Level 4 dan perhitungan ROTI adalah masalah metode pengukuran
(measurement) yang tepat untuk digunakan, termasuk untuk mengisolasi hasil yang
diperoleh akibat training dari faktor‐faktor lainnya.
Jack J. Phillips dan Ron Drew Stone (2002) bahkan lebih tegas lagi. Phillips dan
Stone tidak hanya berpendapat bahwa evaluasi training harus dilakukan dalam konteks
training cost‐benefit analysis, namun lebih jauh lagi mereka menyebut perhitungan ROTI
sebagai evaluasi Level 5. Level 5 ini merupakan evaluasi terhadap nilai‐nilai finansial dari
pengaruh bisnis (business impact) yang diakibatkan oleh penyelenggaraan training,
dibandingkan dengan biaya training itu sendiri. Data business impact dikonversi ke dalam
nilai‐nilai finansial agar dapat dimasukkan dalam perhitungan matematis ROTI. Dengan
perhitungan tersebut maka nilai training yang sesungguhnya dapat tergambarkan dalam
konteks bisnis perusahaan secara keseluruhan. Secara tegas, mereka menyatakan
bahwa evaluasi training tidaklah lengkap bila tidak dilakukan hingga Level 5.
Phillips dan Stone juga mengemukakan perlunya diperhitungkan manfaat‐manfaat
training lain yang merupakan intangible benefits yang tidak dapat atau tidak boleh
dikonversi ke dalam nilai‐nilai finansial. Beberapa contoh intangible benefits antara lain
peningkatan kepuasan pelanggan/nasabah, perbaikan dalam hal response time kepada
pelanggan/nasabah, peningkatan kerjasama, dan sebagainya.

2-21
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Berkaitan dengan evaluasi hingga Level 4 sekaligus perhitungan ROTI ini, Shelton
dan Alliger (1993) mengingatkan bahwa tidak semua jenis training perlu dievaluasi
hingga level tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan menurut mereka adalah
meyakini terlebih dahulu apakah memang training yang akan dievaluasi memiliki dampak
langsung terhadap business results perusahaan dan memang ditujukan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan secara langsung. Jika tidak, maka evaluasi hingga
Level 4 dan perhitungan ROTI sesungguhnya tidak diperlukan. Setelah memastikan hal
tersebut, harus pula diyakini bahwa evaluasi Level 4 dan perhitungan ROTI tersebut
memang dapat dilakukan (doable) terkait dengan ketersediaan data, waktu, biaya, dan
terutama metode pengukuran kinerja usaha dari perusahaan yang bersangkutan.
Berdasarkan penelaahan terhadap berbagai pandangan para peneliti di atas maka
dapat dipahami bahwa pada dasarnya dimungkinkan untuk melakukan evaluasi suatu
training hingga ke perhitungan dampak finansialnya, antara lain dalam bentuk Return on
Training Investment. Dalam melakukan perhitungan dampak finansial training tersebut,
terdapat dua hal penting yang perlu dicermati, yaitu pertama perlunya dilakukan isolasi
atas faktor training dari faktor‐faktor lainnya agar perusahaan dapat meyakini seberapa
besar kontribusi training terhadap perubahan/peningkatan kinerja seseorang; dan kedua
kemampuan untuk mengkonversi data yang diperoleh ke dalam ukuran‐ukuran finansial.
Tahap isolasi faktor training dan tahap konversi data ini sekaligus menjawab keraguan
Kirkpatrick mengenai mungkin tidaknya perhitungan dampak finansial training dilakukan.
Tahap ROI paling sulit dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi nilai balik
modal dari pelaksanaan pelatihan. Dibutuhkan waktu, biaya dan analisis data yang
akurat untuk keberhasilan evaluasi ini.
Salah satu cara adalah mengisolasi pengaruh pelatihan, ada tiga strategi yang
dengan mudah diperhitungkan yaitu :
1. Perbandingan antara kelompok peserta dan kelompok bukan peserta. Kinerja
antara kelompok peserta pelatihan dapat diperbandingkan dengan kelompok lain
yang setara dan belum mendapatkan pelatihan. Contohnya, cara menjawab telepon
yang masuk dari kelompok resepsionis peserta pelatihan Sopan Santun Bertelepon
dibandingkan dengan kelompok yang belum mendapatkan pelatihan. Secara
kualitatif, cara menjawab yang lebih baik dapat disimpulkan disebabkan oleh
pelatihan tersebut.
2. Perbandingan antara sebelum dan sesudah pelatihan. Kinerja antara sebelum dan
sesudah pelatihan dari kelompok yang sama diperbandingkan. Contohnya,
penjualan retail sebelum pelatihan direct selling dibandingkan dengan penjualan
setelah pelatihan. Tentu saja analisis yang dilakukan juga perlu memperhatikan
tren kenaikan atau penurunan tanpa adanya pelatihan.
3. Estimasi peserta terhadap presentase pengaruh pelatihan. Inilah perhitungan yang
paling mudah dilakukan. Peserta pelatihan diminta untuk mengungkapkan berapa

2-22
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

persentase pengaruh pelatihan terhadap perbaikan kinerjanya. Contohnya, peserta


pelatihan Interconnecting Network Device melaporkan bahwa 70% keberhasilan
mengerjakan proyek Wireless Connection disebabkan oleh aplikasi pelatihan.
Sisanya, 30% lainnya oleh faktor-faktor lain, seperti proses belajar sendiri, umpan
balik atasan, dll.
Saat ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam evaluasi pelatihan, yang
sebelumnya ditekankan pada aspek ROI (return of investment) menuju ke pendekatan
yang lebih melihat keseluruhan mekanisme pelatihan itu sendiri, dari sebelum, selama
dan sesudah masa pelatihan.
Pelatihan sering didefisinisikan sebagai pemberian bekal keterampilan teknis
tertentu pada suatu bidang tertentu untuk meningkatkan kinerja seseorang di di dalam
organisasi, yang nantinya akan terukur dari kinerja organisasi secara keseluruhan.
Jika kita melihat definisi ini, tentunya langkah yang paling mudah untuk melihat
apakah training telah mencapai efektivitasnya adalah dengan cara mengukur apakah
biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan sepadan dengan hasil yang diperoleh organisasi,
yakni berupa profit. Namun, akan jadi sangat sulit bagi sebuah organisasi yang besar
untuk mengukur ROI dari pelatihan, karena kita tidak pernah tahu apakah benar
seseorang/sekelompok orang yang ada dalam departmen tertentu memang benar telah
melakukan perbaikan kinerja pasca pelatihan, sehingga diperoleh peningkatan hasil
kerja? Jika hal ini terjadi akan sulit bagi organisasi untuk secara tepat memutuskan
departmen dan bagian keahlian mana yang akan dilatih pada masa berikutnya.
Banyak pelatihan yang diberikan oleh training provider yang kompeten dan terkenal
karena kemutakhiran materi serta keluwesan pematerinya sering hanya memberikan
“refreshment” pada tingkat pelaksanaan pelatihan itu sendiri. Learning yang menjadi
momok penting bagi program pelatihan kadang hanya terhenti pada saat pelatihan itu
dilangsungkan, setelah mereka pulang ke organisasi, mereka akan bingung karena faktor
lingkungan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat mereka di latih.
Pertanyaanya, apakah peserta pelatihan mampu menemukenali kelemahan dirinya
dan akan berkomitmen memperbaikinya di lingkungan organisasi pasca pelatihan?
Pertanyaan ini tentu akan dijawab oleh training provider dengan "iya". Hal ini sangat
beralasan, karena hampir semua penyedia jasa pelatihan akan memberikan feedback
form yang intinya menanyakan mengenai program pelatihan serta menanyakan hal yang
klasik ”apakah pelatihan ini berguna bagi Anda?” Bagi organisasi dengan budget
pelatihan yang sudah sedemikian rupa dianggarkan tentunya akan menyenangkan hati
mereka, karena pelatihan dinilai telah berhasil.
Demikian pula departmen HR akan senang karena itu berarti analisis kebutuhan
training telah terpenuhi, dan juga bagi departmen keuangan berarti ROI sudah tercapai.
Jika hal ini yang terjadi, maka kita perlu menanyakan lebih lanjut kepada departmen
terkait yang mengirimkan individu atau sekelompok individu untuk mengikuti pelatihan

2-23
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

tersebut dengan pertanyaan “bagaimana hasil kerja dari individu yang baru diberikan
pelatihan tersebut?”, dan “apakah ada peningkatan?” Inilah dilema organisasi yang
masih melihat tolok ukur kesuksesan pelatihan dari aspek ROI saja.
Pelatihan sudah memang seharusnya tidak terlepas dari program peningkatan
kinerja. Bahkan, organisasi berkelas seperti Microsoft, Virgin Group dan Sampoerna
mampu mengkaitkan program pelatihan dengan banyak hal seperti diversifikasi produk,
inovasi produk, perbaikan kualitas hingga supervisi. Maka dari itu untuk melihat sejauh
mana program pelatihan itu mencapai tujuannya berikut akan dijabarkan beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam evaluasi program pelatihan.
Pertama, melakukan tinjauan pada pra pelatihan dengan melihat hasil analisis
kebutuhan pelatihan. Semua organisasi dengan departmen HR sebagai kepanjangan
tangannya tentu sudah meramalkan kebutuhan pelatihan untuk masa yang akan datang.
Yang perlu digarisbawahi pada aktivitas ini adalah pemutakhiran data baik internal
maupun eksternal. Data internal seperti urgensi kebutuhan peningkatan keahlian
tertentu dari masing-masing departmen mutlak dibutuhkan, karena pada intinya
departmen terkaitlah yang tahu kebutuhan ini. Data eksternal seperti keadaan
persaingan usaha yang menuntut pelaku usaha untuk senantiasa meningkatkan
keterampilan karyawannya juga menjadi penentu, apakah memang dibutuhkan pelatihan
atau tidak. Kombinasi dari dua data ini diharapkan dapat memberikan gambaran
prioritas, pelatihan seperti apa dan untuk departmen apa sebenarnya program itu
dibutuhkan.
Kedua, pada proses pelatihan itu sendiri. Pada kegiatan pelatihan ini baik pihak
pengirim dan penyelengara pelatihan harus mampu mensinergikan tujuan pelatihan dari
masing-masing pihak. Hal ini bertujuan untuk mensinkronkan kebutuhan pelatihan
dengan proses learning yang nantinya akan menjadi bekal peserta pelatihan kelak jika
kembali ke organisasinya. Dengan hal ini diharapkan tidak ada materi yang under dan
over delivery. Artinya, demi menekan efesiensi biaya (baca: uang, waktu, tenaga), pihak
pengirim pelatihan harus mendapatkan keyakinan dari training provider akan cakupan
materi pelatihan serta relevansinya di dunia kerja. Form feedback yang diberikan oleh
penyedia jasa pelatihan di akhir sesi pelatihan bukan satu-satunya tolok ukur akan tepat
sasaranya program pelatihan tersebut, tapi justru pada mental dan willingness dari
peserta dalam mengikuti program pelatihan itu sendiri. Baik itu targeting lesson learned
dari training provider maupun learning requirement dari pengirim pelatihan harus
bertemu pada satu titik. Lebih lanjut apakah pelatihan tersebut diberikan dalam konteks
on the job training atau off the job training tidak menjadi masalah. Pada kegiatan pra-
pelatihanlah sebenarnya keputusan ini diambil. Tidak ada salah satu dari dua metode
tersebut yang paling baik maupun yang jelek, kembali kepada analisis kebutuhan serta
ketepatan dari program tersebut.

2-24
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Ketiga, pada pasca pelatihan. Seusai pelatihan, tentunya organisasi berharap


individu dapat meningkatkan kinerjanya sehingga akan mendongkrak pula kinerja
organisasi. Jika kita mengharapkan hal ini tentunya tidak tepat, jika faktor lingkungan
organisasi tidak terpenuhi. Lingkungan organisasi internal juga menjadi penentu apakah
nantinya individu dapat mengaktualisasikan hasil learning yang mereka terima di site
pelatihan. Apakah kondisi supervisi serta sejawat kerja sepadan dengan fresh learning
yang didapatkan oleh individu? Apakah memang tuntutan organisasi saat ini
mengharuskan individu untuk segera mengaktualisasikan hasil learning-nya? Jika semua
ini memang sudah diproyeksikan di awal pra pelatihan tentunya akan berimbas pada ROI
yang dianggarakan sebelum mengikuti pelatihan. Jika tidak tentu akan menjadi
bumerang bagi departement yang bersangkutan, karena diperolehnya under atau over
learning yang tidak sesuai dengan kebutuhan departemen. Efek buruk seperti ”usang”-
nya hasil belajar yang tidak digunakan akan menjadi senjata makan tuan bagi organisasi
(efek psikososial).
Secara garis besar, paradigma evaluasi efektivitas pelatihan sudah seyogyanya
tidak didasarkan pada paradigma lama ROI, tapi pada paradigma baru, yakni three
investment on training evaluation, seperti yang disinggung di atas. Paradigma ini akan
mampu menghapus keraguan ujung tombak departemen HR untuk melakukan
perencanaan pelatihan pada masa yang akan datang untuk menjadi lebih baik. Sehingga
diharapkan pelatihan tidak menjadi ”agenda rutinitas” departemen HR, tapi arena
peningkatan kinerja individu dan organisasi. Diharapkan juga, dengan paradigma ini
program pelatihan dapat mencapai real ROI-nya dan menjadi program yang
berkesinambungan dalam upaya peningkatan kinerja karyawan dan organisasi.

2.2.10 Langkah-Langkah Evaluasi Program Pelatihan


Purwanto & Alwi Suparman (1999:73) memaparkan bahwa dalam mengadakan
evaluasi terhadap program pelatihan secara sistematis, pada umumnya menempuh
empat langkah, yaitu
A. Menyusun Desain Evaluasi
Langkah pertama dalam evaluasi adalah menyusun rencana evaluasi yang
menghasilkan desain evaluasi. Pada langkah ini evaluator mempersiapkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi, mulai dari menentukan tujuan evaluasi,
model yang akan digunakan, informasi yang akan dicari serta metode pengumpulan dan
analisis data. Apabila langkah pertama dapat menghasilkan desain evaluasi yang cukup
komprehensif dan rinci, maka sudah dapat dijadikan sebagai acuan kegiatan evaluasi
yang akan dilaksanakan. Rancangan atau desain evaluasi biasanya disusun oleh
evaluator setelah melakukan diskusi dan ada kesepakatan dengan pihak yang akan
membiayai kegiatan evaluasi atau sponsor. Namun adakalanya rancangan disusun oleh
evaluator untuk dijadikan bahan mengadakan negosiasi dengan sponsor.

2-25
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

B. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data


Setelah metode pengumpulan data ditentukan, langkah selanjutnya adalah
menetukan bentuk instrumen yang akan digunakan serta kepada siapa instrumen
tersebut ditujukan (responden). Kemudian setelah itu perlu dikembangkan butir-butir
dalam instrumen. Berbagai pertimbangan mengenai berapa banyak informasi yang akan
dikumpulkan, instrumen dikembangkan sendiri, mengadopsi ataupun menggunakan
instrumen baku dari instrumen yang sudah ada sebelumnya. Untuk memperoleh data
yang valid maka instrumen yang digunakan harus memperhatikan masalah validitas dan
reabilitas. Selain hal tersebut, masalah efisiensi dan efektivitas harus tetap diperhatikan.
Jenis-jenis instrumen yang paling sering digunakan untuk mengumpulkan data dalam
evaluasi program pelatihan adalah dalam bentuk tes, angket, ceklis pengamatan,
wawancara atau evaluator sendiri sebagai instrumen.
C. Mengumpulkan Data, Analisis dan Judgement
Langkah ketiga merupakan tahapan pelaksanaan dari apa yang telah dirancang
pada langkah pertama dan kedua. Pada langkah ketiga ini evaluator terjun ke "lapangan"
untuk mengimplementasikan desain yang telah dibuat, mulai dari mengumpulkan dan
menganalisa data, menginterpretasikan, dan menyajikan dalam bentuk yang mudah
untuk dipahami dan komunikatif. Pengumpulan data dapat diambil dari populasi maupun
dengan menggunakan sampel. Apabila menggunakan sampel maka harus representatif
mewakili populasi, oleh karena harus memperhatikan teknik sampling yang baik.
Berdasarkan data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dan dibuat judgement
berdasarkan kriteria maupun standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari hasil
judgement kemudian disusun rekomendasi kepada penyelenggara kegiatan pelatihan
maupun pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan kegiatan pelatihan.
Langkah ketiga ini merupakan proses yang esensial dari kegiatan evaluasi program
pelatihan dimana terjadi dialog antara evaluator dengan obyek evaluasi. Hal yang harus
diperhatikan oleh evaluator pada tahap ini adalah masalah etika dan penguasaan
"setting" atau latar dimana evaluasi dilaksanakan.
D. Menyusun Laporan Hasil Evaluasi
Menyusun laporan merupakan langkah terakhir kegiatan evaluasi program
pelatihan. Laporan disusun sesuai dengan kesepakatan kontrak yang ditandatangani.
Misalnya dalam kontrak disepakati bahwa laporan dibuat dua jenis laporan dengan
sasaran atau penerima laporan yang berbeda. Dapat disepakati pula bahwa penyampaian
laporan secara tertulis dan ada kesempatan presentasi. Langkah terakhir ini erat
kaitannya dengan tujuan diadakannya evaluasi. Oleh karena itu gaya dan format
penyampaian laporan harus disesuaikan dengan penerima laporan.

2-26
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

BAB 3. METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN


Tabel 3. Table dummy, do not erase

Gambar 3.1 Model Return on Training Investment


Sumber : Jack J. Phillips (2003:32)

Perhitungan pengembalian investasi mengikuti model dasar yang digambarkan di


atas, di mana proses yang berpotensi rumit dapat disederhanakan dengan langkah-
langkah berurutan. Model ROI menyediakan pendekatan sistematis untuk perhitungan
ROI. Pendekatan selangkah demi selangkah menjaga proses tetap terkelola sehingga
pengguna dapat mengatasi satu masalah sekaligus. Model ini juga menekankan bahwa
ini adalah proses logis, sistematis yang mengalir dari satu langkah ke langkah lain.
Menerapkan model memberikan konsistensi dari perhitungan ROI ke yang lain

3.1 PERENCANAAN (PLANNING)


3.1.1 Pengembangan Sasaran Pelatihan
Beberapa potongan puzzle evaluasi harus dijelaskan ketika mengembangkan
rencana evaluasi untuk perhitungan ROI. Tiga elemen spesifik penting untuk
keberhasilan evaluasi adalah
A. Tujuan (Purpose).
Meskipun evaluasi biasanya dilakukan untuk meningkatkan proses HRD, beberapa
tujuan yang berbeda dapat diidentifikasi. Evaluasi direncanakan untuk:
- Tingkatkan kualitas pembelajaran dan hasil.
- Tentukan apakah suatu program mencapai tujuannya.
- Identifikasi kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran
3-1
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

- Tentukan analisis manfaat / biaya dari program HRD


- Membantu dalam memasarkan program HRD di masa depan
- Tentukan apakah program tersebut sesuai untuk audiens target
- Menetapkan database, yang dapat membantu dalam membuat keputusan
tentang program
- Tetapkan prioritas untuk pendanaan
Meskipun ada tujuan evaluasi lain, ini adalah beberapa tujuan yang paling penting
(Russ-Eft dan Preskill, 2001). Tujuan evaluasi harus dipertimbangkan sebelum
mengembangkan rencana evaluasi karena tujuan akan sering menentukan ruang lingkup
evaluasi, jenis instrumen yang digunakan, dan jenis data yang dikumpulkan. Misalnya,
ketika perhitungan ROI direncanakan, salah satu tujuannya adalah untuk
membandingkan biaya dan manfaat program. Tujuan ini memiliki implikasi untuk jenis
data yang dikumpulkan (hard data), jenis metode pengumpulan data (pemantauan
kinerja), jenis analisis (menyeluruh), dan media komunikasi untuk hasil (laporan evaluasi
formal). Untuk sebagian besar program, beberapa tujuan evaluasi dikejar.
B. Kemungkinan Dikerjakan (Feasibility)
Pertimbangan penting dalam perencanaan studi dampak ROI adalah untuk
menentukan tingkat yang tepat untuk evaluasi. Beberapa evaluasi akan berhenti di Level
3, di mana laporan terperinci akan menentukan sejauh mana peserta menggunakan apa
yang telah mereka pelajari. Yang lain akan dievaluasi pada Level 4, dampak, di mana
konsekuensi dari aplikasi di tempat kerja mereka dimonitor. Studi dampak Tingkat 4
akan memeriksa pengukuran data keras dan lunak yang terkait langsung dengan
program. Jenis studi ini akan mensyaratkan bahwa dampak program terisolasi dari
pengaruh lain.
Akhirnya, jika perhitungan ROI diperlukan, dua langkah tambahan diperlukan; data
dampak Level 4 harus dikonversi ke nilai moneter dan biaya program yang ditangkap
sehingga ROI dapat dikembangkan. Hanya beberapa program yang harus dibawa ke
tingkat evaluasi ini. Selama tahap perencanaan, kelayakan untuk studi dampak Tingkat 4
atau 5 harus diperiksa. Pertanyaan yang relevan yang perlu ditangani adalah:
- Tindakan spesifik apa yang telah dipengaruhi oleh program ini?
- Apakah langkah-langkah itu sudah tersedia?
- Dapatkah efek program terhadap tindakan-tindakan itu diisolasi?
- Apakah biaya program sudah tersedia?
- Apakah praktis dan layak untuk membahas biaya?
- Apakah data dampak dapat dikonversi ke nilai moneter?
- Apakah ROI yang sebenarnya diperlukan atau diperlukan?
Pertanyaan-pertanyaan ini dan lainnya penting untuk diperiksa selama proses
perencanaan untuk memastikan bahwa evaluasi sesuai untuk program. Setiap masalah
akan diperiksa secara lebih rinci karena metodologi ROI dijelaskan.

3-2
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

C. Tujuan Program
Program pelatihan dievaluasi pada tingkat yang berbeda seperti yang dijelaskan
secara singkat sebelumnya. Sesuai dengan tingkat evaluasi adalah tingkat tujuan:
- Tujuan Reaksi dan Kepuasan (1)
- Tujuan pembelajaran (2)
- Tujuan aplikasi (3)
- Tujuan dampak (4)
- Tujuan ROI (5)
Sebelum evaluasi ROI dimulai, tujuan program harus diidentifikasi atau
dikembangkan. Tujuan membentuk dasar untuk menentukan kedalaman evaluasi,
artinya mereka menentukan level apa evaluasi akan dilakukan. Secara historis, tujuan
pembelajaran dikembangkan secara rutin. Tujuan penerapan dan dampak tidak selalu
ada, tetapi diperlukan untuk fokus yang tepat pada hasil.

Gambar 3.2 Hubungan antara penilaian kebutuhan dengan evaluasi

Tujuan program terhubung langsung ke analisis front-end. Seperti yang


ditunjukkan pada Gambar 3-2, setelah kebutuhan bisnis ditentukan (4), analisis
kebutuhan mengidentifikasi kinerja pekerjaan (3) yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan bisnis.Keterampilan dan / atau pengetahuan (2) yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang diinginkan diidentifikasi, dengan mempertimbangkan preferensi
(1) untuk solusi pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan.
Dalam metodologi ROI, perlu untuk mengembangkan tujuan di setiap tingkat untuk
memastikan keberhasilan program dan menghubungkan tujuan-tujuan tersebut ke
tingkat evaluasi. Seperti yang diilustrasikan oleh gambar, tujuan kepuasan peserta
terkait dengan evaluasi Level 1; tujuan pembelajaran terkait dengan evaluasi Level 2;
tautan tujuan aplikasi ke evaluasi Level 3; sasaran dampak menghubungkan ke evaluasi
Level 4; dan sasaran ROI terkait dengan hasil ROI.

3-3
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Jika aplikasi dan tujuan dampak tidak tersedia, mereka harus dikembangkan,
menggunakan input dari beberapa kelompok seperti petahana pekerjaan, pengembang
program, fasilitator, dan pemimpin tim di tempat kerja.
Terikat sangat erat dengan menetapkan tujuan adalah waktu pengumpulan data.
Dalam beberapa kasus, pengukuran praprogram diambil untuk membandingkan dengan
tindakan pasca-program dan, dalam beberapa kasus, beberapa tindakan diambil. Dalam
situasi lain, pengukuran pra-program tidak tersedia dan tindak lanjut spesifik masih
dilakukan setelah program. Masalah penting dalam bagian proses ini adalah menentukan
waktu untuk evaluasi tindak lanjut. Sebagai contoh, sebuah maskapai besar memulai
pengumpulan data untuk evaluasi tiga minggu setelah program pelatihan keterampilan
layanan pelanggan. Dalam contoh lain, sebuah perusahaan Indonesia membutuhkan lima
tahun untuk mengukur pengembalian bagi karyawan yang menghadiri program MBA di
Amerika Serikat. Untuk sebagian besar pelatihan profesional dan pengawasan, tindak
lanjut biasanya dilakukan dalam rentang tiga hingga enam bulan.
3.1.2 Pengembangan Perencanaan Evaluasi
Untuk menyelesaikan proses perencanaan, tiga dokumen perencanaan sederhana
dikembangkan: Rencana Pengumpulan Data, Rencana Analisis ROI, dan Rencana Proyek.
Dokumen-dokumen ini harus diselesaikan sebelum proyek evaluasi dilaksanakan —
idealnya, sebelum program dirancang atau dikembangkan. Perhatian awal yang tepat
akan menghemat banyak waktu nanti ketika data benar-benar dikumpulkan.
Tabel 3.1 Contoh formulir pengumpulan data

3-4
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

A. Rencana Pengumpulan Data


Gambar 3-3 menunjukkan perencanaan formulir pengumpulan data yang lengkap
untuk program keterampilan penjualan interaktif. Program pelatihan tiga hari dirancang
untuk rekanan penjualan ritel di departemen elektronik dari rantai toko utama (Phillips
dan Phillips, 2001). Perhitungan ROI direncanakan untuk pilot dari tiga kelompok.
Dokumen ini menyediakan tempat untuk elemen-elemen utama dan isu-isu
mengenai pengumpulan data untuk empat tingkat evaluasi. Area luas untuk tujuan
sesuai untuk perencanaan. Tujuan spesifik dan terperinci dikembangkan kemudian,
sebelum program dirancang. Kolom “tindakan” mendefinisikan tindakan spesifik;
"metode" menggambarkan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data; "sumber"
data diidentifikasi; "waktu" menunjukkan kapan data dikumpulkan; dan "tanggung
jawab" mengidentifikasi siapa yang akan mengumpulkan data.
Tujuan untuk Level 1 biasanya termasuk reaksi positif terhadap program pelatihan
rencana aksi yang telah selesai. Jika ini adalah program baru, kategori lain, saran
perbaikan, dapat dimasukkan. Reaksi biasanya diukur pada skala, dikumpulkan dengan
kuesioner langsung dari peserta, dan dikelola oleh fasilitator.
Evaluasi Level 2 berfokus pada langkah-langkah pembelajaran. Tujuan khusus
mencakup bidang-bidang di mana peserta diharapkan untuk mengubah pengetahuan,
keterampilan, atau sikap. Ukurannya adalah lulus / gagal diamati oleh fasilitator. Metode
penilaian pembelajaran adalah praktik keterampilan yang diamati oleh fasilitator
(sumber). Waktu untuk evaluasi Level 2 biasanya selama atau di akhir program, dan
tanggung jawab biasanya ada pada fasilitator.
Untuk evaluasi Level 3, tujuannya mewakili area luas aplikasi program, termasuk
aktivitas on-the-job yang signifikan yang harus mengikuti aplikasi. Metode evaluasi
biasanya mencakup salah satu metode pascaprogram yang dijelaskan kemudian dan
biasanya dilakukan beberapa minggu atau bulan setelah penyelesaian program. Karena
tanggung jawab sering dibagi di antara beberapa kelompok, termasuk staf pelatihan dan
pengembangan, pelatih divisi, atau manajer lokal, penting untuk mengklarifikasi masalah
ini di awal proses.
Untuk evaluasi Level 4, tujuan berfokus pada variabel dampak bisnis dipengaruhi
oleh program. Tujuan dapat mencakup cara di mana setiap item diukur. Jika tidak,
ukurannya didefinisikan di kolom ukuran. Misalnya, jika salah satu tujuannya adalah
untuk meningkatkan kualitas, ukuran spesifik akan menunjukkan bagaimana kualitas itu
sebenarnya diukur, seperti cacat per seribu unit yang diproduksi. Sementara metode
evaluasi yang disukai adalah pemantauan kinerja bisnis, metode lain seperti perencanaan
tindakan mungkin tepat. Waktunya tergantung pada seberapa cepat peserta dapat
menghasilkan dampak bisnis yang berkelanjutan. Biasanya masalah hitungan bulan
setelah pelatihan. Para peserta, penyelia, koordinator pelatihan divisi atau mungkin
seorang evaluator eksternal mungkin bertanggung jawab atas pengumpulan data Level 4

3-5
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

dalam kasus ini.Tujuan ROI ditetapkan, jika perlu. Nilai ini, paling umum dinyatakan
sebagai persen, menentukan tingkat pengembalian minimum yang dapat diterima untuk
berinvestasi dalam program ini. Sponsor program atau individu yang meminta studi
dampak biasanya memberikan nilai. Dalam contoh ini, eksekutif toko regional
menetapkan angka pada 50%.
Rencana pengumpulan data adalah bagian penting dari strategi evaluasi dan harus
diselesaikan sebelum bergerak maju dengan program pelatihan. Untuk program
pelatihan yang ada, rencana tersebut diselesaikan sebelum melanjutkan studi dampak
ROI. Rencana tersebut memberikan arah yang jelas tentang jenis data apa yang akan
dikumpulkan, bagaimana data itu akan dikumpulkan, siapa yang akan memberikan data,
kapan akan dikumpulkan, dan siapa yang akan mengumpulkannya.
B. Rencana Analisis ROI
Gambar 3-4 menunjukkan rencana analisis ROI yang lengkap untuk program
keterampilan penjualan interaktif. Dokumen perencanaan ini merupakan kelanjutan dari
rencana pengumpulan data yang disajikan pada Gambar 3-3 dan menangkap informasi
tentang beberapa item utama yang diperlukan untuk mengembangkan perhitungan ROI
aktual.
Tabel 3.2 Contoh rencana analisis ROI

Di kolom pertama, item data signifikan dicantumkan, biasanya data dampak bisnis
Level 4, tetapi dalam beberapa kasus dapat mencakup item Level 3. Barang-barang ini
akan digunakan dalam analisis ROI. Metode untuk mengisolasi efek pelatihan terdaftar di
sebelah setiap item data di kolom kedua. Untuk sebagian besar kasus, metode ini akan
sama untuk setiap item data, tetapi mungkin ada variasi. Misalnya, jika tidak ada data
historis yang tersedia untuk satu item data, maka analisis garis tren tidak mungkin untuk
item tersebut, meskipun mungkin sesuai untuk item lainnya. Metode konversi data ke
nilai moneter termasuk dalam kolom ketiga, menggunakan salah satu dari sepuluh
strategi yang diuraikan sebelumnya.
3-6
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Kategori biaya yang akan ditangkap untuk program pelatihan diuraikan dalam
kolom keempat. Instruksi tentang bagaimana biaya tertentu harus diprioritaskan akan
dicatat di sini. Biasanya kategori biaya akan konsisten dari satu program ke program
lainnya. Namun, biaya spesifik yang unik untuk program ini juga akan dicatat. Manfaat
tidak berwujud yang diharapkan dari program ini diuraikan pada kolom kelima.
Daftar ini dihasilkan dari diskusi tentang program dengan sponsor dan pakar
subjek. Sasaran komunikasi diuraikan dalam kolom keenam. Meskipun mungkin ada
banyak kelompok yang harus menerima informasi, empat kelompok sasaran selalu
disarankan:
1. Grup manajemen senior (sponsor)
2. Manajer peserta
3. Peserta program
4. Pelatihan dan pengembangan staf
Keempat kelompok ini perlu tahu tentang hasil analisis ROI.
Terakhir, masalah atau peristiwa lain yang mungkin mempengaruhi implementasi
program akan disorot di kolom terakhir. Item khas termasuk kemampuan peserta,
tingkat akses ke sumber data, dan masalah analisis data yang unik.
Rencana analisis ROI, ketika dikombinasikan dengan rencana pengumpulan data,
memberikan informasi terperinci tentang penghitungan ROI, menggambarkan bagaimana
proses akan berkembang dari awal hingga akhir.

C. Rencana proyek
Rencana akhir yang dikembangkan untuk tahap perencanaan evaluasi adalah
rencana proyek. Rencana proyek terdiri dari deskripsi program dan detail singkat tentang
program, seperti durasi, target audiens, dan jumlah peserta. Ini juga menunjukkan garis
waktu proyek, dimulai dengan perencanaan penelitian hingga komunikasi hasil yang
terakhir. Rencana ini menjadi alat operasional untuk menjaga proyek tetap pada
jalurnya. Terkadang, tanggal akhir mendorong seluruh proses perencanaan. Sebagai
contoh, seorang eksekutif senior dapat meminta agar data seputar studi dampak
dikembangkan dan disajikan kepada tim senior pada tanggal tertentu. Dengan titik akhir
itu, semua tanggal lainnya ditambahkan. Alat perencanaan proyek yang tepat dapat
digunakan untuk mengembangkan rencana.
Secara kolektif, ketiga dokumen perencanaan ini (rencana pengumpulan data,
rencana analisis ROI, dan rencana proyek) memberikan arahan yang diperlukan untuk
studi dampak ROI. Sebagian besar keputusan mengenai proses dibuat saat alat
perencanaan ini dikembangkan. Sisa proyek menjadi proses metodis, sistematis untuk
mengimplementasikan rencana tersebut. Ini adalah langkah penting dalam metodologi
ROI, di mana waktu berharga yang dialokasikan untuk proses ini akan menghemat waktu
berharga nanti.

3-7
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

3.2 PENGUMPULAN DATA (DATA COLLECTION)


Pengumpulan data selama dan setelah program pelatihan dilakukan adalah tahap
operasional pertama dari proses ROI, seperti yang digambarkan dalam model ROI.
Langkah ini biasanya yang paling memakan waktu dari semua langkah dan juga
merupakan bagian dari proses ROI yang dapat menjadi yang paling mengganggu bagi
organisasi. Untungnya, berbagai metode tersedia untuk mengambil data pada waktu
yang tepat setelah pelatihan.

3.2.1 Sumber Data


Ketika mempertimbangkan sumber data yang mungkin yang akan memberikan
input pada keberhasilan program pelatihan, enam kategori mudah ditentukan.
A. Catatan Kinerja Organisasi
Sumber data yang paling berguna dan kredibel untuk analisis ROI adalah dari
catatan dan laporan organisasi. Baik secara individual atau berbasis kelompok, catatan
mencerminkan kinerja di unit kerja, departemen, divisi, wilayah, atau organisasi secara
keseluruhan. Sumber ini dapat mencakup semua jenis tindakan, yang biasanya tersedia
berlimpah di seluruh organisasi. Mengumpulkan data dari sumber ini lebih disukai untuk
evaluasi Level 4, karena biasanya mencerminkan data dampak bisnis dan relatif mudah
diperoleh. Namun, penyimpanan catatan yang ceroboh oleh beberapa organisasi dapat
membuat sulit menemukan laporan tertentu.
B. Peserta
Sumber data yang paling banyak digunakan untuk analisis ROI adalah peserta
program. Peserta sering ditanya tentang reaksi dan kepuasan, tingkat pembelajaran, dan
bagaimana keterampilan dan pengetahuan telah diterapkan pada pekerjaan. Terkadang
mereka diminta untuk menjelaskan dampak dari tindakan tersebut. Peserta adalah
sumber data yang kaya untuk evaluasi Level 1, 2, 3, dan 4. Mereka sangat kredibel
karena mereka adalah individu yang telah terlibat dalam program dan mencapai kinerja.
Juga, mereka sering merupakan yang paling berpengetahuan dari proses dan faktor-
faktor yang mempengaruhi lainnya. Tantangannya adalah menemukan cara yang efektif
dan efisien untuk menangkap data secara konsisten.
C. Atasan Peserta
Sumber data penting lainnya adalah individu-individu yang secara langsung
mengawasi atau mengarahkan peserta program. Kelompok ini akan sering memiliki
kepentingan pribadi dalam proses evaluasi, karena mereka menyetujui kehadiran peserta
di program. Dalam banyak situasi, mereka mengamati para peserta saat mereka
berusaha menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam program.
Akibatnya, mereka dapat melaporkan keberhasilan yang terkait dengan program serta
kesulitan dan masalah yang terkait dengan aplikasi. Meskipun input pengawas biasanya
terbaik untuk data Level 3, ini dapat berguna untuk Level 4. Namun penting bagi
pengawas untuk menjaga obyektivitas ketika menilai peserta program.
3-8
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

D. Bawahan Peserta
Dalam situasi di mana penyelia dan manajer dilatih, laporan langsung mereka
dapat memberikan informasi tentang perubahan yang dirasakan dalam perilaku yang
dapat diamati yang telah terjadi sejak program dilaksanakan. Input dari bawahan sesuai
untuk data Level 3 (perilaku) tetapi tidak Level 4. Sementara mengumpulkan data dari
sumber ini bisa sangat membantu dan instruktif, sering kali dihindari karena potensi bias
yang dapat masuk ke dalam proses umpan balik.
E. Rekan Sejawat
Individu-individu yang melayani sebagai anggota tim dengan peserta atau
menempati posisi tingkat sebaya dalam organisasi adalah sumber data lain untuk
beberapa jenis program. Dalam situasi ini, anggota kelompok sebaya memberikan
masukan tentang perubahan perilaku yang dirasakan dari peserta (data Level 3). Sumber
data ini lebih tepat ketika semua anggota tim berpartisipasi dalam program, dan
akibatnya, ketika mereka melaporkan upaya kolektif kelompok atau perubahan perilaku
individu tertentu. Karena sifat subjektif dari proses ini, dan kurangnya kesempatan untuk
sepenuhnya mengevaluasi penerapan keterampilan, sumber data ini agak terbatas.
F. Grup Internal / Eksternal
Dalam beberapa situasi, kelompok internal atau eksternal, seperti staf pelatihan
dan pengembangan, fasilitator program, pengamat ahli, atau konsultan eksternal, dapat
memberikan masukan pada keberhasilan individu ketika mereka belajar dan menerapkan
keterampilan dan pengetahuan yang tercakup dalam program. Kadang-kadang pengamat
atau penilai ahli dapat digunakan untuk mengukur pembelajaran (data Level 2). Sumber
ini mungkin berguna untuk pengamatan di tempat kerja (data Level 3) setelah program
pelatihan selesai. Mengumpulkan data dari sumber ini memiliki kegunaan yang terbatas.
Karena kelompok internal mungkin memiliki kepentingan dalam hasil evaluasi, masukan
mereka mungkin kehilangan kredibilitas.

3.2.2 Kuesioner dan Survey


Mungkin bentuk paling umum dari metode pengumpulan data adalah kuesioner
(Alreck dan Settle, 1995). Mulai dari bentuk reaksi singkat hingga alat tindak lanjut yang
terperinci, kuesioner dapat digunakan untuk memperoleh informasi subjektif tentang
peserta, serta untuk mendokumentasikan hasil bisnis yang terukur secara obyektif untuk
analisis ROI. Dengan keserbagunaan dan popularitas ini, kuesioner adalah metode yang
disukai untuk menangkap data Level 1, 2, 3, dan 4 di beberapa organisasi.
Survei mewakili jenis kuesioner tertentu dengan beberapa aplikasi untuk mengukur
keberhasilan pelatihan. Survei digunakan dalam situasi di mana sikap, kepercayaan, dan
pendapat hanya ditangkap; sedangkan, kuesioner memiliki lebih banyak fleksibilitas dan
menangkap data mulai dari sikap hingga statistik peningkatan spesifik. Prinsip-prinsip
konstruksi dan desain survei mirip dengan desain kuesioner. Pengembangan kedua jenis
instrumen dibahas dalam bagian ini.
3-9
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

A. Jenis-jenis Kuesioner
Selain jenis data yang dicari, jenis pertanyaan membedakan survei dari kuesioner.
Survei dapat memiliki jawaban ya atau tidak ketika persetujuan atau ketidaksepakatan
mutlak diperlukan, atau serangkaian tanggapan dapat digunakan dari sangat tidak setuju
hingga sangat setuju. Skala titik fokus sangat umum.
Kuisioner dapat berisi salah satu atau semua jenis pertanyaan ini:
 Pertanyaan terbuka: memiliki jawaban yang tidak terbatas. Pertanyaan ini diikuti
oleh ruang kosong yang cukup untuk tanggapan.
 Checklist: memberikan daftar item di mana peserta diminta untuk memeriksa
item yang berlaku dalam situasi tersebut.
 Pertanyaan dua arah: memiliki respons alternatif, jawaban ya / tidak atau
kemungkinan lain.
 Pertanyaan pilihan ganda: ada beberapa pilihan, dan peserta diminta untuk
memilih yang paling sesuai.
 Skala peringkat: mengharuskan peserta untuk membuat peringkat daftar item.
B. Langkah-langkah Desain Kuesioner
Desain kuesioner adalah proses yang sederhana dan logis. Tidak ada yang lebih
membingungkan, membuat frustrasi, dan berpotensi memalukan selain kuesioner yang
dirancang dengan buruk atau tidak tepat. Langkah-langkah berikut dapat memastikan
bahwa instrumen yang valid, andal, dan efektif dikembangkan (Robson, 2002).
 Tentukan informasi spesifik yang dibutuhkan. Sebagai langkah pertama dalam
desain kuesioner, topik, keterampilan, atau sikap yang disajikan dalam program
ditinjau untuk item potensial untuk kuesioner. Terkadang sangat membantu untuk
mengembangkan informasi ini dalam bentuk garis besar sehingga pertanyaan
atau item terkait dapat dikelompokkan. Masalah-masalah lain yang terkait dengan
penerapan program ini dieksplorasi untuk dimasukkan dalam kuesioner.
 Libatkan manajemen dalam proses. Sedapat mungkin, manajemen harus terlibat
dalam proses ini, baik sebagai klien, sponsor, pendukung, atau pihak yang
berkepentingan. Jika memungkinkan, manajer yang paling akrab dengan program
atau proses harus memberikan informasi tentang isu-isu spesifik dan masalah
yang sering membingkai pertanyaan aktual yang direncanakan untuk kuesioner.
Dalam beberapa kasus, manajer ingin memberikan masukan tentang masalah
atau item tertentu. Input manajer tidak hanya bermanfaat dan berguna dalam
desain kuesioner, tetapi juga membangun kepemilikan dalam proses pengukuran
dan evaluasi.
 Pilih jenis pertanyaan. Dengan menggunakan lima jenis pertanyaan yang
disebutkan sebelumnya, langkah pertama dalam desain kuesioner adalah memilih
jenis yang akan menghasilkan data spesifik terbaik yang dibutuhkan. Analisis data

3-10
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

yang direncanakan dan variasi data yang akan dikumpulkan harus


dipertimbangkan ketika memutuskan pertanyaan yang akan digunakan.
 Kembangkan pertanyaan. Langkah selanjutnya adalah mengembangkan
pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan yang direncanakan dan informasi yang
dibutuhkan. Pertanyaan harus sederhana dan mudah untuk menghindari
kebingungan atau mengarahkan peserta ke respons yang diinginkan. Satu
pertanyaan seharusnya hanya membahas satu masalah. Jika beberapa masalah
perlu diatasi, pisahkan pertanyaan menjadi beberapa bagian, atau sederhananya,
kembangkan pertanyaan terpisah untuk setiap masalah. Istilah atau ungkapan
yang tidak dikenal oleh peserta harus dihindari.
 Periksa level membaca. Untuk memastikan bahwa kuesioner dapat dengan mudah
dipahami oleh audiens target, sangat membantu untuk menilai tingkat membaca.
Sebagian besar program pengolah kata memiliki fitur yang akan mengevaluasi
kesulitan membaca sesuai dengan tingkat kelas. Ini memberikan pemeriksaan
penting untuk memastikan tingkat pembacaan yang dirasakan dari audiens target
cocok dengan desain kuesioner.
 Uji pertanyaannya. Pertanyaan yang diajukan harus diuji untuk pemahaman.
Idealnya, pertanyaan harus diuji pada kelompok sampel peserta. Jika ini tidak
layak, kelompok sampel karyawan harus berada pada tingkat pekerjaan yang
kira-kira sama dengan peserta. Dari kelompok sampel ini, umpan balik, kritik, dan
saran dicari untuk meningkatkan desain kuesioner.
 Atasi masalah anonimitas. Peserta harus merasa bebas untuk menanggapi
pertanyaan secara terbuka tanpa takut akan pembalasan. Kerahasiaan tanggapan
mereka sangat penting, karena biasanya ada hubungan antara anonimitas survei
dan akurasi. Oleh karena itu, survei harus anonim kecuali ada alasan spesifik
mengapa individu harus diidentifikasi. Dalam situasi di mana peserta harus
mengisi kuesioner dalam audiensi yang ditawan, atau mengirimkan kuesioner
yang telah diisi secara langsung kepada seseorang, pihak ketiga yang netral harus
mengumpulkan dan memproses data, memastikan bahwa identitasnya tidak
diungkapkan. Dalam kasus-kasus di mana identitas harus diketahui (mis., Untuk
membandingkan data keluaran dengan data sebelumnya atau untuk
memverifikasi data), setiap upaya harus dilakukan untuk melindungi identitas
responden dari mereka yang mungkin bias dalam tindakan mereka.
 Desain untuk kemudahan tabulasi dan analisis. Setiap pertanyaan potensial harus
dipertimbangkan dalam hal tabulasi data, ringkasan data, dan analisis. Jika
memungkinkan, proses analisis data harus diuraikan dan ditinjau dalam bentuk
mock-up. Langkah ini menghindari masalah analisis data yang tidak memadai,
rumit, dan panjang yang disebabkan oleh kata-kata atau desain yang tidak tepat.

3-11
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

 Kembangkan kuesioner yang telah diisi dan siapkan ringkasan data. Pertanyaan-
pertanyaan harus diintegrasikan untuk mengembangkan kuesioner yang menarik
dengan instruksi yang tepat sehingga dapat diberikan secara efektif. Selain itu,
lembar ringkasan harus dikembangkan sehingga data dapat ditabulasi dengan
cepat untuk analisis.

3.3 ANALISA DATA (DATA ANALYSIS)


3.3.1 Isolasi Pengaruh Pelatihan
Sementara mengisolasi efek pelatihan tampaknya merupakan masalah yang logis,
praktis, dan perlu, masih banyak diperdebatkan. Beberapa profesional berpendapat
bahwa untuk mengisolasi efek pelatihan bertentangan dengan semua yang diajarkan
dalam pemikiran sistem dan peningkatan kinerja tim (Brinkerhoff dan Dressler, 2002).
Yang lain berpendapat bahwa satu-satunya cara untuk menghubungkan pelatihan
dengan hasil bisnis aktual adalah dengan mengisolasi efeknya pada langkah-langkah
bisnis tersebut (Russ-Eft dan Preskill, 2001). Sebagian besar perdebatan berpusat pada
kesalahpahaman dan tantangan untuk mengisolasi efek dari proses. Poin pertama dalam
perdebatan adalah masalah proses yang saling melengkapi. Memang benar bahwa
pelatihan sering dilaksanakan sebagai bagian dari inisiatif peningkatan kinerja total.
Selalu ada pengaruh lain yang harus bekerja selaras dengan pelatihan untuk
meningkatkan hasil bisnis. Ini sering bukan masalah apakah pelatihan merupakan bagian
dari campuran, tetapi berapa banyak pelatihan yang dibutuhkan, konten spesifik apa
yang dibutuhkan, dan pengiriman yang paling tepat diperlukan untuk mengarahkan
bagian pelatihan dari peningkatan kinerja.
Masalah mengisolasi efek pelatihan tidak dimaksudkan untuk menyarankan bahwa
pelatihan harus berdiri sendiri sebagai variabel yang memengaruhi tunggal untuk
mendorong kinerja bisnis yang signifikan. Masalah isolasi ikut bermain, namun, ketika
ada pemilik berbeda dari proses yang mempengaruhi hasil bisnis dan mereka harus
memiliki lebih banyak informasi tentang kontribusi relatif. Dalam banyak situasi,
pertanyaan ini harus diatasi: Berapa banyak peningkatan yang disebabkan oleh
pelatihan?
Tanpa jawaban, atau metode khusus untuk mengatasi masalah ini, kredibilitas yang
luar biasa hilang, terutama dengan tim manajemen senior. Poin lain dalam perdebatan
adalah sulitnya mencapai isolasi. Pendekatan klasik adalah dengan menggunakan
pengaturan kelompok kontrol di mana satu kelompok menerima pelatihan dan yang
lainnya tidak. Ini adalah salah satu teknik yang dijelaskan dalam bab ini dan merupakan
yang paling kredibel.
Namun, kelompok kontrol mungkin tidak sesuai dalam sebagian besar studi.
Akibatnya, metode lain harus digunakan. Peneliti terkadang menggunakan analisis deret
waktu, juga dibahas dalam bab ini sebagai analisis garis tren. Di luar itu, banyak peneliti
menyerah dan menyarankan bahwa itu tidak dapat diatasi dengan kredibilitas atau
3-12
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

mereka memilih untuk mengabaikan masalah tersebut, berharap bahwa itu tidak akan
diperhatikan oleh sponsor. Tak satu pun dari tanggapan ini dapat diterima oleh tim
manajemen senior yang berusaha memahami hubungan antara pelatihan dan
kesuksesan bisnis. Estimasi kredibel yang disesuaikan dengan kesalahan akan sering
memenuhi persyaratan mereka.
Poin penting adalah untuk selalu mengatasi masalah ini, bahkan jika estimasi ahli
digunakan dengan penyesuaian kesalahan. Dengan cara ini, masalah mengisolasi efek
pelatihan menjadi langkah penting dalam analisis. Dengan demikian, prinsip pedoman
ditetapkan pada masalah ini.
Sebagai langkah pertama dalam mengisolasi dampak pelatihan terhadap kinerja,
semua faktor kunci yang mungkin berkontribusi pada peningkatan kinerja harus
diidentifikasi. Langkah ini mengungkapkan faktor-faktor lain yang mungkin telah
mempengaruhi hasil, menggarisbawahi bahwa program pelatihan bukan satu-satunya
sumber peningkatan. Akibatnya, kredit untuk perbaikan dibagi dengan beberapa variabel
dan sumber yang mungkin, suatu pendekatan yang cenderung mendapatkan rasa
hormat dari manajemen.
Beberapa sumber potensial mengidentifikasi variabel-variabel pengaruh utama.
Sponsor mungkin dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang harus mempengaruhi ukuran
output jika mereka telah meminta program. Klien biasanya akan menyadari inisiatif atau
program lain yang dapat mempengaruhi hasil. Bahkan jika program itu operasional, klien
mungkin memiliki banyak wawasan tentang pengaruh-pengaruh lain yang mungkin telah
mendorong peningkatan kinerja.
Peserta program sering menyadari pengaruh lain yang mungkin menyebabkan
peningkatan kinerja. Bagaimanapun, ini adalah dampak dari upaya kolektif mereka yang
dipantau dan diukur. Dalam banyak situasi, mereka menyaksikan gerakan sebelumnya
dalam ukuran kinerja dan dapat menunjukkan alasan untuk perubahan. Mereka biasanya
ahli dalam masalah ini.
Analis dan pengembang program adalah sumber lain untuk mengidentifikasi
variabel yang berdampak pada hasil. Analisis kebutuhan akan secara rutin mengungkap
variabel-variabel yang berpengaruh ini. Desainer program biasanya menganalisis
variabel-variabel ini saat menangani masalah transfer pelatihan.
Dalam beberapa situasi, pengawas peserta mungkin dapat mengidentifikasi variabel
yang mempengaruhi peningkatan kinerja. Ini sangat berguna ketika peserta program
pelatihan adalah karyawan tingkat pemula atau rendah (operatif) yang mungkin tidak
sepenuhnya sadar akan variabel yang dapat memengaruhi kinerja.
Akhirnya, manajemen menengah dan atas mungkin dapat mengidentifikasi
pengaruh lain, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka tentang situasi
tersebut. Mungkin mereka telah memantau, memeriksa, dan menganalisis pengaruh
lainnya.

3-13
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Posisi otoritas individu-individu ini sering meningkatkan kredibilitas dan penerimaan


data. Meluangkan waktu untuk memusatkan perhatian pada variabel yang mungkin
memengaruhi kinerja membawa akurasi dan kredibilitas tambahan ke proses. Ini
bergerak melampaui skenario di mana hasilnya disajikan tanpa menyebutkan pengaruh
lain, situasi yang sering menghancurkan kredibilitas laporan dampak pelatihan. Ini juga
memberikan dasar untuk beberapa teknik yang dijelaskan dalam buku ini dengan
mengidentifikasi variabel yang harus diisolasi untuk menunjukkan efek pelatihan. Kata
hati-hati cocok di sini. Menghentikan proses setelah langkah ini akan meninggalkan
banyak hal yang tidak diketahui tentang dampak pelatihan aktual dan mungkin
meninggalkan kesan negatif dengan klien atau manajemen senior, karena mungkin telah
mengidentifikasi variabel yang sebelumnya tidak dipertimbangkan manajemen. Oleh
karena itu, direkomendasikan bahwa staf HRD melampaui langkah awal ini dan
menggunakan satu atau lebih teknik yang mengisolasi dampak pelatihan.
A. Menggunakan Control Group

Gambar 3.3 Desain Control Group

Pendekatan yang paling akurat untuk mengisolasi dampak pelatihan adalah


penggunaan kelompok kontrol dalam proses desain eksperimental (Wang, 2002).
Pendekatan ini melibatkan penggunaan kelompok eksperimen yang menghadiri pelatihan
dan kelompok kontrol yang tidak. Komposisi kedua kelompok harus sama mungkin dan,
jika memungkinkan, pemilihan peserta untuk setiap kelompok harus dilakukan secara
acak. Bila ini memungkinkan dan kedua kelompok mengalami pengaruh lingkungan yang
sama, dan perbedaan kinerja kedua kelompok dapat dikaitkan dengan program
pelatihan.
Seperti diilustrasikan pada Gambar 3-5, kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen tidak perlu memiliki pengukuran pra-program. Pengukuran dilakukan setelah
program dilaksanakan. Perbedaan dalam kinerja kedua kelompok menunjukkan jumlah
peningkatan yang terkait langsung dengan program pelatihan.
Pengaturan grup kontrol muncul di banyak pengaturan, termasuk sektor swasta
dan publik. Misalnya, dalam studi dampak untuk mengukur pengembalian investasi untuk
keterampilan layanan pelanggan telepon, Verizon Communications menggunakan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Keuler, 2001). Program pelatihan dirancang
untuk meningkatkan umpan balik pelanggan Verizon dan diharapkan dapat mengurangi
jumlah panggilan keseluruhan yang meningkat ke tingkat pengawasan. Perbedaan antara
3-14
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

kedua kelompok menunjukkan sejauh mana keterampilan dipindahkan ke pekerjaan


(Level 3) dan juga dampak yang dimilikinya di tempat kerja (Level 4). Dengan demikian,
perbedaan kelompok kontrol dapat digunakan untuk mengisolasi efek pada data Level 3
dan Level 4.
Dalam contoh lain, program pengurangan omset untuk spesialis komunikasi di
lembaga pemerintah menggunakan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen (Phillips
dan Phillips, 2002). Kelompok eksperimen terdiri dari individu-individu dalam program
khusus yang dirancang untuk memungkinkan peserta mencapai gelar master dalam ilmu
informasi tentang waktu keagenan dan dengan biaya agensi. Kelompok kontrol dipilih
dengan cermat untuk mencocokkan dengan kelompok eksperimen dalam hal jabatan,
masa kerja dengan agensi, dan gelar sarjana yang diperoleh. Perbedaan kelompok
kontrol / eksperimen sangat dramatis, menunjukkan dampak dari program solusi retensi.
Satu peringatan yang perlu diingat adalah bahwa penggunaan kelompok kontrol
dapat membuat gambar bahwa staf HRD membuat pengaturan laboratorium, yang dapat
menyebabkan masalah bagi beberapa administrator dan eksekutif. Untuk menghindari
stigma ini, beberapa organisasi menjalankan program menggunakan peserta uji coba
sebagai kelompok eksperimen dan tidak memberi tahu kelompok kontrol yang tidak
berpartisipasi. Contoh lain akan menggambarkan pendekatan ini. Perusahaan manufaktur
khusus internasional mengembangkan program untuk perwakilan layanan pelanggannya
yang menjual langsung ke publik. Program ini dirancang untuk meningkatkan
keterampilan penjualan dan menghasilkan tingkat penjualan yang lebih tinggi.
Sebelumnya, perolehan keterampilan penjualan bersifat informal, di tempat kerja, atau
karena coba-coba. Manajer HRD yakin bahwa pelatihan formal akan secara signifikan
meningkatkan penjualan. Manajemen skeptis dan menginginkan bukti — skenario yang
lazim. Program ini diuji coba dengan mengajarkan keterampilan penjualan kepada 16
perwakilan layanan pelanggan yang dipilih secara acak dari 32 yang baru direkrut. 16
sisanya menjabat sebagai kelompok kontrol dan tidak menerima pelatihan. Sebelum
pelatihan, kinerja diukur menggunakan rata-rata penjualan harian (penjualan dibagi
dengan jumlah hari) selama 30 hari (atau lamanya layanan, jika lebih pendek) untuk
masing-masing dari kedua kelompok. Setelah pelatihan, rata-rata penjualan harian
dicatat selama 30 hari. Perbedaan signifikan dalam penjualan kedua kelompok muncul,
dan karena kelompok hampir identik dan mengalami pengaruh lingkungan yang sama,
disimpulkan bahwa perbedaan penjualan adalah hasil dari pelatihan dan bukan faktor
lain. Dalam pengaturan ini, kelompok pilot adalah kelompok eksperimen. Kelompok
pembanding (kelompok kontrol) mudah dipilih. Teknik ini digunakan tanpa publisitas dan
potensi kritik yang khas ketika menggunakan pengaturan kelompok kontrol.
Proses kelompok kontrol memang memiliki beberapa masalah inheren yang
mungkin membuatnya sulit untuk diterapkan dalam praktik. Masalah besar pertama
adalah bahwa proses ini tidak sesuai untuk banyak situasi. Untuk beberapa jenis program

3-15
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

pelatihan, tidak pantas untuk menahan pelatihan dari satu kelompok tertentu sementara
pelatihan diberikan kepada yang lain. Ini sangat penting untuk keterampilan kritis yang
diperlukan segera di tempat kerja. Misalnya, dalam pelatihan tingkat pemula, karyawan
membutuhkan keterampilan dasar untuk melakukan pekerjaan mereka. Tidaklah pantas
untuk menahan pelatihan dari sekelompok karyawan baru hanya agar mereka dapat
dibandingkan dengan kelompok yang menerima pelatihan. Meskipun ini akan
mengungkapkan dampak dari pelatihan awal, itu akan menghancurkan bagi orang-orang
yang berjuang untuk mempelajari keterampilan yang diperlukan, berusaha untuk
mengatasi situasi pekerjaan. Dalam contoh sebelumnya, kelompok kontrol layak.
Pelatihan yang diberikan belum tentu penting untuk pekerjaan itu dan organisasi tidak
sepenuhnya yakin bahwa itu akan menambah nilai dalam hal penjualan aktual.
Rintangan khusus ini membuat banyak kelompok kontrol tidak diimplementasikan.
Manajemen tidak mau menahan pelatihan di satu bidang untuk melihat bagaimana
kerjanya di tempat lain. Namun, dalam praktiknya, ada banyak peluang untuk
kesepakatan kelompok kontrol alami untuk berkembang dalam situasi di mana pelatihan
dilaksanakan di seluruh organisasi. Jika perlu beberapa bulan bagi semua orang di
organisasi untuk menerima pelatihan, mungkin ada cukup waktu untuk perbandingan
paralel antara kelompok awal yang dilatih dan kelompok terakhir yang dilatih. Dalam
kasus-kasus ini, sangat penting untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok tersebut
dicocokkan sedekat mungkin sehingga dua kelompok pertama sangat mirip dengan dua
kelompok terakhir. Kelompok kontrol yang terjadi secara alami ini sering ada dalam
implementasi program pelatihan utama. Tantangannya adalah untuk mengatasi masalah
ini cukup awal untuk mempengaruhi jadwal implementasi sehingga kelompok serupa
dapat digunakan dalam perbandingan.
Masalah besar kedua adalah pemilihan kelompok. Dari perspektif praktis, hampir
tidak mungkin untuk memiliki kontrol yang sama dan kelompok eksperimen. Lusinan
faktor dapat memengaruhi kinerja karyawan, beberapa di antaranya individu dan lainnya
kontekstual. Untuk mengatasi masalah ini secara praktis, yang terbaik adalah memilih
tiga hingga lima variabel yang akan memiliki pengaruh terbesar pada kinerja. Sebagai
contoh, dalam program keterampilan penjualan interaktif dalam rantai toko ritel, tiga
kelompok dilatih dan penampilan mereka dibandingkan dengan tiga kelompok serupa,
yang merupakan kelompok kontrol (Phillips dan Phillips, 2001). Pemilihan kelompok
tertentu didasarkan pada empat variabel yang menurut eksekutif toko akan
mempengaruhi kinerja paling besar dari satu toko ke toko lainnya: kinerja penjualan
sebelumnya, area pasar aktual, ukuran toko, dan lalu lintas pelanggan.
Dalam contoh ini, ada lusinan variabel yang dapat memengaruhi kinerja toko, mulai
dari perbedaan individu (misalnya, pengalaman penjualan, pendidikan, dan masa kerja)
hingga perbedaan manajerial dan kepemimpinan di dalam departemen dan toko

3-16
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

(misalnya, gaya kepemimpinan dan kontrol manajerial) , serta kebijakan dalam toko
tentang perdagangan dan pemasaran.
Mungkin perbedaan yang paling terjadi secara eksternal dengan area pasar dan
persaingan di sekitarnya. Tantangannya adalah untuk mengambil pendekatan yang
realistis dan untuk mengatasi sejumlah langkah yang masuk akal. Dalam contoh ini,
eksekutif toko regional memilih empat ukuran yang mungkin paling tidak 80% dari
perbedaan. Dengan demikian, menggunakan aturan 80-20, tantangan memilih kelompok
dapat dikelola. Ketika output dapat dipengaruhi oleh sebanyak 40-50 tindakan, hampir
tidak mungkin untuk mempertimbangkan semua tindakan dengan ukuran sampel toko
420. Dengan demikian, penggunaan praktis dari kelompok kontrol harus
mempertimbangkan kendala dalam pekerjaan. pengaturan dan fokus pada pengaruh
paling penting, selain pelatihan, yang akan membuat perbedaan dalam ukuran output.
Masalah ketiga dengan pengaturan kelompok kontrol adalah kontaminasi, yang
dapat berkembang ketika peserta dalam program pelatihan mengajar orang lain dalam
kelompok kontrol. Kadang-kadang situasi sebaliknya terjadi ketika anggota kelompok
kontrol memodelkan perilaku dari kelompok yang terlatih. Dalam kedua kasus,
percobaan menjadi terkontaminasi karena pengaruh filter pelatihan ke kelompok kontrol.
Ini dapat diminimalkan dengan memastikan bahwa kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen berada di lokasi yang berbeda, memiliki shift yang berbeda, atau berada di
lantai yang berbeda di gedung yang sama. Ketika hal ini tidak memungkinkan, kadang-
kadang bermanfaat untuk menjelaskan kepada kedua kelompok bahwa satu kelompok
akan menerima pelatihan sekarang dan yang lain akan menerima pelatihan di kemudian
hari. Juga, mungkin bermanfaat untuk memohon rasa tanggung jawab dari mereka yang
dilatih dan meminta mereka untuk tidak membagikan informasi tersebut kepada orang
lain.
Terkait erat dengan masalah sebelumnya adalah masalah waktu. Semakin lama
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen beroperasi, kemungkinan pengaruh lain
untuk mempengaruhi hasil meningkat. Lebih banyak variabel akan masuk ke dalam
situasi, mencemari hasil. Di ujung lain skala, harus ada cukup waktu sehingga pola yang
jelas dapat muncul di antara kedua kelompok. Dengan demikian, waktu untuk
perbandingan kelompok kontrol harus mencapai keseimbangan menunggu yang cukup
lama untuk menunjukkan perbedaan kinerja mereka, tetapi tidak terlalu lama sehingga
hasilnya menjadi sangat terkontaminasi.
Masalah kelima terjadi ketika berbagai kelompok berfungsi di bawah pengaruh
lingkungan yang berbeda. Karena mereka mungkin berada di lokasi yang berbeda,
kelompok tersebut mungkin memiliki pengaruh lingkungan yang berbeda. Kadang-
kadang pemilihan kelompok dapat membantu mencegah masalah ini terjadi. Juga,
menggunakan lebih banyak kelompok daripada yang diperlukan dan membuang mereka
dengan beberapa perbedaan lingkungan adalah taktik lain. Masalah keenam dengan

3-17
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

menggunakan kelompok kontrol adalah bahwa hal itu mungkin tampak terlalu
berorientasi pada penelitian untuk sebagian besar organisasi bisnis. Misalnya,
manajemen mungkin tidak ingin meluangkan waktu untuk bereksperimen sebelum
melanjutkan dengan program atau mereka mungkin tidak ingin menahan pelatihan dari
suatu kelompok hanya untuk mengukur dampak dari program eksperimental. Karena
keprihatinan ini, beberapa praktisi pembela HAM tidak menyukai gagasan menggunakan
kelompok kontrol. Namun ketika proses ini digunakan, beberapa organisasi melakukan
itu dengan peserta uji coba sebagai kelompok eksperimen dan bukan peserta sebagai
kelompok kontrol. Di bawah pengaturan ini, kelompok kontrol tidak diberitahu tentang
status kelompok kontrol mereka.
Karena ini adalah pendekatan yang efektif untuk mengisolasi dampak pelatihan, itu
harus dianggap sebagai strategi ketika studi dampak ROI utama direncanakan. Dalam
situasi ini, penting agar dampak program diisolasi ke tingkat akurasi yang tinggi;
keuntungan utama dari proses kelompok kontrol adalah akurasi. Sekitar sepertiga dari
lebih dari 100 studi yang dipublikasikan tentang metodologi ROI menggunakan proses
kelompok kontrol.
B. Trend Line Analysis
Teknik lain yang bermanfaat untuk memperkirakan dampak pelatihan adalah
analisis garis tren. Dengan pendekatan ini, garis tren ditarik, menggunakan kinerja
sebelumnya sebagai basis, dan memperluas tren ke masa depan.
Ketika pelatihan dilakukan, kinerja aktual dibandingkan dengan nilai yang
diproyeksikan, garis tren. Setiap peningkatan kinerja melebihi apa yang diprediksi garis
tren kemudian dapat secara wajar dikaitkan dengan pelatihan, jika dua kondisi
terpenuhi:
1. Tren yang telah berkembang sebelum program diharapkan akan berlanjut jika
program belum dilaksanakan untuk mengubahnya (yaitu, jika program
pelatihan belum dilaksanakan, apakah tren ini akan berlanjut pada jalur yang
sama yang ditetapkan sebelum pelatihan? ). Pemilik proses harus dapat
memberikan masukan untuk mencapai kesimpulan ini. Jika jawabannya "tidak,"
analisis garis tren tidak akan digunakan. Jika jawabannya "ya," kondisi kedua
dipertimbangkan.
2. Tidak ada variabel atau pengaruh baru lainnya memasuki proses setelah
pelatihan dilakukan. Kata kuncinya adalah "baru," menyadari bahwa tren telah
ditetapkan karena pengaruh sudah ada, dan tidak ada pengaruh tambahan
memasuki proses di luar program pelatihan dan pengembangan. Jika
jawabannya "ya," metode lain harus digunakan. Jika jawabannya “tidak,”
analisis garis tren mengembangkan perkiraan yang masuk akal dari dampak
pelatihan.

3-18
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Gambar 3.4 Trend Line dalam hal Produktivitas

Gambar 3-6 menunjukkan contoh analisis garis tren ini yang diambil dari
departemen pengiriman dalam operasi gudang. Persentase tersebut mencerminkan
tingkat pengiriman aktual dibandingkan dengan pengiriman terjadwal. Data disajikan
sebelum dan sesudah program pelatihan tim, yang dilakukan pada bulan Juli. Seperti
yang ditunjukkan pada gambar, ada tren naik pada data sebelum melakukan pelatihan.
Meskipun program tersebut ternyata memiliki efek dramatis pada produktivitas
pengiriman, garis tren menunjukkan bahwa perbaikan akan terus berlanjut, berdasarkan
tren yang sebelumnya telah ditetapkan. Sangat menggoda untuk mengukur peningkatan
dengan membandingkan rata-rata pengiriman enam bulan sebelum program (87,3%)
dengan rata-rata enam bulan setelah program (94,4%) menghasilkan perbedaan 6,9%.
Namun, perbandingan yang lebih akurat adalah rata-rata enam bulan setelah program
dibandingkan dengan garis tren (92,3%).
Dalam contoh ini, perbedaannya adalah 2,1%. Dalam hal ini, dua kondisi yang
diuraikan di atas terpenuhi (ya pada yang pertama; tidak pada yang kedua). Dengan
demikian, menggunakan ukuran yang lebih sederhana ini meningkatkan akurasi dan
kredibilitas proses untuk mengisolasi dampak program.
Data pra-program harus tersedia sebelum teknik ini dapat digunakan dan data
harus memiliki tingkat stabilitas yang wajar. Jika varians data tinggi, stabilitas garis tren
menjadi masalah. Jika ini adalah masalah yang sangat kritis dan stabilitas tidak dapat
dinilai dari plot langsung data, analisis statistik yang lebih rinci dapat digunakan untuk
menentukan apakah data cukup stabil untuk membuat proyeksi (Salkind, 2000).
Garis tren, diproyeksikan langsung dari data historis menggunakan garis lurus,
mungkin dapat diterima. Jika akurasi tambahan diperlukan, garis tren dapat
diproyeksikan dengan rutin sederhana, tersedia di banyak kalkulator dan paket
perangkat lunak, seperti Microsoft Excel.

3-19
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Gambar 3.5 Contoh Trend Line dalam hal Komplain di sebuah Rumah Sakit

Penggunaan analisis garis tren menjadi lebih dramatis dan meyakinkan ketika suatu
tindakan, bergerak ke arah yang tidak diinginkan, sepenuhnya berbalik dengan program
pelatihan. Misalnya, Gambar 3-7 menunjukkan garis tren keluhan pelecehan seksual
dalam rantai rumah sakit besar (Phillips dan Hill, 2001). Seperti yang ditunjukkan oleh
gambar, keluhan meningkat ke arah yang tidak diinginkan oleh organisasi. Lokakarya
dan kegiatan-kegiatan selanjutnya yang berhubungan dengan program membalikkan
situasi sehingga hasil yang sebenarnya ada di arah lain. Proses garis tren menunjukkan
kapan peningkatan dramatis telah terjadi. Nilai proyeksi garis tren menunjukkan angka
yang jauh lebih tinggi daripada hasil aktual dan perbedaan pra-program dan pasca-
program.
Kerugian utama dari pendekatan garis tren ini adalah tidak selalu akurat.
Penggunaan pendekatan ini mengasumsikan bahwa peristiwa-peristiwa yang
mempengaruhi variabel kinerja sebelum program masih ada setelah program, kecuali
untuk pelaksanaan program pelatihan (yaitu, tren yang didirikan sebelum pelatihan akan
berlanjut pada saat yang sama. arah relatif). Juga, diasumsikan bahwa tidak ada
pengaruh baru memasuki situasi pada saat pelatihan dilakukan. Ini jarang terjadi.
Keuntungan utama dari pendekatan ini adalah sederhana dan murah. Jika data
historis tersedia, garis tren dapat dengan cepat ditarik dan perbedaan diperkirakan.
Meskipun tidak tepat, ini memberikan penilaian yang sangat cepat tentang dampak
potensial pelatihan. Sekitar 15% dari lebih dari 100 studi yang dipublikasikan tentang
metodologi ROI menggunakan teknik analisis garis tren. Ketika variabel lain memasuki
situasi, analisis tambahan diperlukan.

3-20
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

C. Forecasting Methods
Pendekatan yang lebih analitis untuk analisis garis tren adalah penggunaan metode
peramalan yang memprediksi perubahan variabel kinerja. Pendekatan ini merupakan
interpretasi matematis dari analisis garis tren yang dibahas di atas ketika variabel lain
memasuki situasi pada saat pelatihan. Premis dasarnya adalah bahwa kinerja aktual
suatu tindakan, terkait dengan pelatihan, dibandingkan dengan nilai perkiraan ukuran
itu. Nilai perkiraan didasarkan pada pengaruh lainnya. Model linier, dalam bentuk y = a x
+ b, sesuai ketika hanya satu variabel lain yang mempengaruhi kinerja output dan
hubungan itu ditandai oleh garis lurus. Alih-alih menggambar garis lurus, persamaan
linear dikembangkan, yang menghitung nilai peningkatan kinerja yang diantisipasi.
Contoh akan membantu menjelaskan penerapan proses ini. Rantai toko ritel besar
dengan budaya penjualan yang kuat menerapkan program pelatihan penjualan untuk
rekanan penjualan. Program tiga hari dirancang untuk meningkatkan keterampilan
penjualan dan teknik pencarian calon pelanggan. Penerapan keterampilan harus
meningkatkan volume penjualan untuk setiap karyawan.
Ukuran penting dari kesuksesan program adalah penjualan per karyawan enam
bulan setelah program dibandingkan dengan ukuran yang sama sebelum program.
Penjualan harian rata-rata per karyawan sebelum pelatihan, menggunakan rata-rata satu
bulan, adalah $ 1.100 (dibulatkan ke $ 100 terdekat). Enam bulan setelah program,
rata-rata penjualan harian per karyawan adalah $ 1500 (bulan keenam). Kedua angka
penjualan ini adalah nilai rata-rata untuk kelompok peserta tertentu. Dua pertanyaan
terkait harus dijawab: Apakah perbedaan dalam dua nilai ini disebabkan oleh program
pelatihan? Apakah faktor-faktor lain memengaruhi tingkat penjualan aktual?
Setelah meninjau faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi dengan beberapa
eksekutif toko, hanya satu faktor, tingkat periklanan, yang tampaknya telah berubah
secara signifikan selama periode yang dipertimbangkan. Saat meninjau penjualan
sebelumnya per data karyawan dan tingkat iklan, hubungan langsung tampaknya ada.
Seperti yang diharapkan, ketika pengeluaran iklan meningkat, penjualan per karyawan
meningkat secara proporsional.

Gambar 3.6 Prakiraan pengaruh pelatihan

3-21
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Staf iklan telah mengembangkan hubungan matematis antara iklan dan penjualan.
Menggunakan nilai historis, model linier sederhana menghasilkan hubungan berikut: y =
140 + 40x, di mana y adalah penjualan harian per karyawan dan x adalah tingkat
pengeluaran iklan per minggu (dibagi dengan 1000). Persamaan ini dikembangkan oleh
departemen pemasaran menggunakan metode kuadrat terkecil untuk memperoleh
hubungan matematis antara dua kolom data (yaitu, iklan dan penjualan). Ini adalah opsi
rutin pada beberapa kalkulator dan termasuk dalam banyak paket perangkat lunak.
Gambar 3-8 menunjukkan hubungan linear antara iklan dan penjualan.
Tingkat pengeluaran iklan mingguan pada bulan sebelum pelatihan adalah $ 24.000
dan tingkat pengeluaran pada bulan keenam setelah pelatihan adalah $ 30.000. Dengan
asumsi bahwa faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi penjualan tidak signifikan,
eksekutif toko menentukan dampak dari iklan dengan memasukkan jumlah pengeluaran
iklan baru, 30, untuk x dan menghitung penjualan harian, yang menghasilkan $ 1340.
Dengan demikian, tingkat penjualan baru yang disebabkan oleh peningkatan iklan adalah
$ 1.340, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3-8. Karena nilai aktual yang baru
adalah $ 1500, maka $ 160 (mis., 1500 –1340) harus dikaitkan dengan program
pelatihan. Efek dari pelatihan dan periklanan ditunjukkan pada gambar.
Kerugian utama dengan pendekatan ini terjadi ketika beberapa variabel memasuki
proses. Kompleksitasnya berlipat ganda dan penggunaan paket statistik canggih untuk
analisis beragam variabel diperlukan. Meski begitu, kecocokan data dengan model
mungkin tidak dimungkinkan. Sayangnya, beberapa organisasi belum mengembangkan
hubungan matematis untuk variabel output sebagai fungsi dari satu atau lebih input.
Tanpa mereka, metode peramalan sulit digunakan.
Keuntungan utama dari proses ini adalah dapat secara akurat memprediksi ukuran
kinerja bisnis tanpa pelatihan, jika tersedia data dan model yang sesuai. Penyajian
metode spesifik berada di luar cakupan buku ini dan terkandung dalam karya-karya lain
(Armstrong, 2001). Sekitar 5% dari studi yang dipublikasikan tentang metodologi ROI
menggunakan teknik peramalan.
D. Participant Estimate
Metode yang mudah diterapkan untuk mengisolasi dampak pelatihan adalah
dengan memperoleh informasi langsung dari peserta program. Efektivitas pendekatan ini
bertumpu pada asumsi bahwa peserta mampu menentukan atau memperkirakan
seberapa besar peningkatan kinerja terkait dengan program pelatihan. Karena tindakan
mereka telah menghasilkan peningkatan, peserta mungkin memiliki masukan yang
sangat akurat tentang masalah ini.
Mereka harus tahu berapa banyak perubahan yang disebabkan oleh penerapan apa
yang telah mereka pelajari dalam program. Meskipun merupakan perkiraan, nilai ini
biasanya akan memiliki kredibilitas dengan manajemen karena peserta berada di pusat
perubahan atau peningkatan.

3-22
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Saat menggunakan teknik ini, beberapa asumsi dibuat.


1. Pelatihan (atau peningkatan kinerja) telah dilakukan dengan berbagai kegiatan,
latihan, dan peluang pembelajaran yang berbeda-beda yang semuanya
berfokus pada peningkatan kinerja.
2. Satu atau lebih tindakan bisnis telah diidentifikasi sebelum pelatihan dan telah
dipantau setelah proses. Pemantauan data telah mengungkapkan peningkatan
dalam ukuran bisnis.
3. Ada kebutuhan untuk menghubungkan pelatihan dengan jumlah peningkatan
kinerja tertentu dan mengembangkan dampak moneter dari peningkatan
tersebut. Informasi ini membentuk dasar untuk menghitung ROI aktual.
Dengan asumsi-asumsi ini, para peserta dapat menentukan hasil aktual yang
terkait dengan program pelatihan dan memberikan data yang diperlukan untuk
mengembangkan ROI. Ini dapat dicapai dengan menggunakan kelompok fokus atau
dengan kuesioner.

3.3.2 Konversi Data Dalam Bentuk Finansial


Setelah mengumpulkan data kinerja, banyak organisasi merasa terbantu untuk
membagi data ke dalam kategori keras dan lunak. Data keras adalah ukuran tradisional
kinerja organisasi, karena bersifat objektif, mudah diukur, dan mudah dikonversi ke nilai
moneter. Data keras sering merupakan tindakan yang sangat umum, mencapai
kredibilitas tinggi dengan manajemen, dan tersedia di setiap jenis organisasi. Mereka
ditakdirkan untuk dikonversi ke nilai moneter dan dimasukkan dalam formula ROI.
Tabel 3.3 Contoh Data Keras (Hard Data)

3-23
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Data keras mewakili output, kualitas, biaya, dan waktu proses terkait pekerjaan.
Tabel 3-1 menunjukkan contoh data keras tipikal di bawah empat kategori ini. Hampir
setiap departemen atau unit akan memiliki ukuran kinerja data keras. Misalnya, kantor
pemerintah yang menyetujui aplikasi untuk visa kerja di negara asing akan memiliki
empat ukuran ini di antara pengukuran kinerja keseluruhan: jumlah aplikasi yang
diproses (Output), biaya per aplikasi yang diproses (Biaya), jumlah kesalahan yang
dibuat aplikasi pemrosesan (Kualitas), dan waktu yang diperlukan untuk memproses dan
menyetujui aplikasi (Waktu). Idealnya, program pelatihan untuk karyawan di unit ini
harus dikaitkan dengan satu atau lebih ukuran data keras.
Karena banyak program pelatihan dirancang untuk mengembangkan keterampilan
lunak, data lunak diperlukan dalam evaluasi. Data lunak biasanya subyektif, kadang sulit
diukur, hampir selalu sulit dikonversikan ke nilai moneter, dan berorientasi perilaku. Jika
dibandingkan dengan data keras, data lunak biasanya kurang kredibel sebagai ukuran
kinerja. Pengukuran data lunak mungkin atau tidak dapat dikonversi ke nilai moneter.
Item data lunak dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori; Tabel 3-2
menunjukkan satu pengelompokan seperti itu. Ukuran seperti pergantian karyawan,
absensi, dan keluhan muncul sebagai item data lunak, bukan karena mereka sulit untuk
diukur, tetapi karena sulit untuk secara akurat mengubahnya menjadi nilai moneter.
Tabel 3.4 Contoh Data Lunak (Soft Data)

Sebelum menjelaskan teknik-teknik khusus untuk mengonversi data keras atau


lunak ke nilai moneter, langkah-langkah umum yang digunakan untuk mengonversi data
dalam setiap strategi dirangkum secara singkat. Langkah-langkah ini harus diikuti untuk
setiap konversi data. Fokus pada satuan ukuran. Pertama, identifikasi unit perbaikan.
Untuk data keluaran, satuan ukurannya adalah barang yang diproduksi, layanan yang

3-24
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

disediakan, atau penjualan yang disempurnakan. Ukuran waktu bervariasi dan termasuk
item seperti waktu untuk menyelesaikan proyek, waktu siklus, atau waktu respons
pelanggan.
Unit ini biasanya dinyatakan sebagai menit, jam, atau hari. Kualitas adalah ukuran
umum, dan unit mungkin satu kesalahan, menolak, cacat, atau mengolah item. Ukuran
data lunak bervariasi, dan unit perbaikan dapat mencakup item seperti keluhan,
ketidakhadiran, statistik turnover karyawan, atau perubahan satu titik dalam indeks
kepuasan pelanggan. Tentukan nilai setiap unit. Tempatkan nilai (V) pada unit yang
diidentifikasi pada langkah pertama. Untuk ukuran produksi, kualitas, biaya, dan waktu,
prosesnya relatif mudah. Sebagian besar organisasi memiliki catatan atau laporan yang
mencerminkan nilai barang seperti satu unit produksi atau biaya cacat. Data lunak lebih
sulit untuk dikonversi ke nilai, karena biaya satu ketidakhadiran, satu keluhan, atau
perubahan satu titik dalam survei sikap karyawan seringkali sulit untuk ditentukan.
Teknik dalam bab ini menyediakan berbagai kemungkinan untuk melakukan konversi ini.
Ketika lebih dari satu nilai tersedia, nilai yang paling kredibel atau terendah digunakan.
Hitung perubahan dalam data kinerja. Perubahan data output dikembangkan
setelah efek pelatihan diisolasi dari pengaruh lain. Perubahan (DP) adalah peningkatan
kinerja, diukur sebagai data keras atau lunak, yang secara langsung dikaitkan dengan
program pelatihan. Nilai tersebut dapat mewakili peningkatan kinerja untuk individu, tim,
grup, atau beberapa grup peserta.
Tentukan jumlah tahunan untuk perubahan. Tahunankan nilai DP untuk
mengembangkan perubahan total dalam data kinerja selama satu tahun. Menggunakan
satu tahun telah menjadi pendekatan standar dengan banyak organisasi yang ingin
menangkap manfaat total dari program pelatihan. Meskipun manfaatnya mungkin tidak
direalisasikan pada tingkat yang sama untuk satu tahun penuh, beberapa program akan
terus menghasilkan manfaat di luar satu tahun. Dalam beberapa kasus, aliran manfaat
mungkin memerlukan beberapa tahun. Namun, menggunakan manfaat satu tahun
dianggap sebagai pendekatan konservatif untuk solusi jangka pendek (kebanyakan
pelatihan tentang inisiatif peningkatan kinerja adalah solusi jangka pendek). Untuk solusi
jangka panjang, periode yang lebih lama, tetapi konservatif digunakan. Kerangka waktu
ditetapkan sebelum studi dimulai. Ini mengarah pada prinsip panduan: Hanya manfaat
pada tahun pertama yang sebaiknya digunakan dalam analisis ROI untuk
proyek/ inisiatif jangka pendek.
Hitung nilai total peningkatan. Kembangkan nilai total peningkatan dengan
mengalikan perubahan kinerja tahunan (DP) dengan nilai unit (V) untuk grup lengkap
yang dimaksud. Misalnya, jika satu kelompok peserta untuk suatu program sedang
dievaluasi, nilai total akan mencakup peningkatan total untuk semua peserta dalam
kelompok. Nilai manfaat program tahunan ini kemudian dibandingkan dengan biaya
program, biasanya melalui pengembalian formula investasi

3-25
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

3.3.3 Perhitungan Biaya Pelatihan


Bagian lain dari persamaan pada analisis manfaat / biaya adalah biaya program.
Tabulasi biaya melibatkan pemantauan atau pengembangan semua biaya terkait dari
program yang ditargetkan untuk perhitungan ROI. Di antara komponen biaya yang harus
dimasukkan adalah:
 biaya untuk merancang dan mengembangkan program, mungkin diprioritaskan
selama umur program yang diharapkan;
 biaya semua materi program yang diberikan kepada masing-masing peserta;
 biaya untuk instruktur / fasilitator, termasuk waktu persiapan serta waktu
pengiriman;
 biaya fasilitas untuk program pelatihan;
 biaya perjalanan, penginapan, dan makan untuk para peserta, jika berlaku;
 gaji ditambah tunjangan karyawan dari peserta yang menghadiri pelatihan; dan
 biaya administrasi dan overhead dari fungsi pelatihan, dialokasikan dengan cara
yang mudah.
Selain itu, biaya spesifik yang terkait dengan penilaian dan evaluasi kebutuhan
harus dimasukkan, jika sesuai. Pendekatan konservatif adalah memasukkan semua biaya
ini sehingga totalnya terisi penuh.

3.3.4 Identifikasi Manfaat Tak Berwujud (Intangible Benefits)


Tindakan tidak berwujud adalah manfaat atau kerugian yang terkait langsung
dengan program pelatihan, yang tidak dapat atau tidak boleh dikonversi ke nilai
moneter. Langkah-langkah ini sering dipantau setelah program pelatihan dilakukan dan,
meskipun tidak dikonversi ke nilai moneter, mereka masih sangat penting dalam proses
evaluasi. Sementara rentang tindakan tidak berwujud hampir tidak terbatas, bab ini
menjelaskan beberapa langkah umum, yang tercantum dalam Tabel 3-3, sering dikaitkan
dengan pelatihan.
Tabel 3.5 Manfaat Tak Berwujud yang berhubungan dengan pelatihan

3-26
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Tidak semua tindakan termasuk dalam kategori nyata. Dengan desain, beberapa
tindakan ditangkap dan dilaporkan sebagai tindakan tidak berwujud. Meskipun mereka
mungkin tidak dianggap sama berharganya dengan langkah-langkah yang dikonversi ke
nilai moneter, tindakan tidak berwujud sangat penting untuk keberhasilan keseluruhan
organisasi (Oxman, 2002). Dalam beberapa program, seperti pelatihan keterampilan
interpersonal, pengembangan tim, kepemimpinan, pelatihan komunikasi, dan
pengembangan manajemen, manfaat tidak berwujud (nonmoneter) dapat lebih penting
daripada tindakan nyata (moneter). Akibatnya, langkah-langkah ini harus dipantau dan
dilaporkan sebagai bagian dari evaluasi keseluruhan. Dalam praktiknya, setiap proyek
atau program, terlepas dari sifat, ruang lingkup, dan kontennya, akan memiliki ukuran
tidak berwujud yang terkait dengannya (Fitz-enz, 2001). Tantangannya adalah
mengidentifikasi dan melaporkannya secara efisien.
Mungkin langkah pertama untuk memahami intangible adalah dengan jelas
mendefinisikan perbedaan antara aset berwujud dan tidak berwujud dalam organisasi
bisnis. Seperti yang disajikan pada Tabel 3-4, aset berwujud diperlukan untuk operasi
bisnis dan mudah terlihat, dikuantifikasi secara ketat, dan direpresentasikan sebagai item
baris pada neraca (Saint-Onge, 2000). Aset tidak berwujud adalah kunci untuk
keunggulan kompetitif di era pengetahuan dan tidak terlihat, sulit untuk diukur, dan
tidak dilacak melalui praktik akuntansi tradisional. Dengan perbedaan ini, lebih mudah
untuk memahami mengapa tindakan tidak berwujud sulit dikonversi ke nilai moneter.

Tabel 3.6 Perbandingan antara manfaat berwujud dan tak berwujud

3-27
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Perbedaan lain antara tangible dan intangible adalah konsep hard data versus soft
data. Konsep ini, yang telah dibahas sebelumnya, mungkin lebih dikenal oleh para
praktisi pelatihan dan peningkatan kinerja. Tabel 3-5 menunjukkan perbedaan antara
data keras dan lunak, yang digunakan sebelumnya dalam buku ini. Bagian terpenting
dari definisi ini adalah kesulitan dalam mengubah data menjadi nilai moneter. Dari titik
inilah prinsip panduan lain diturunkan.
Ukuran tidak berwujud didefinisikan sebagai ukuran yang sengaja tidak dikonversi
ke nilai moneter. Menggunakan definisi sederhana ini menghindari kebingungan apakah
suatu item data harus diklasifikasikan sebagai data keras atau data lunak. Ini dianggap
sebagai data lunak jika proses yang kredibel dan layak secara ekonomi tidak tersedia
untuk konversi.
Tabel 3.7 Karakteristik Data

3.3.5 Perhitungan Return on Training Investment


Pengembalian investasi dihitung menggunakan manfaat dan biaya program. Rasio
manfaat/ biaya (BCR) adalah manfaat program dibagi dengan biaya. Dalam bentuk
formula itu adalah:

𝑃𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡𝑠
𝐵𝐶𝑅 =
𝑃𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑜𝑠𝑡𝑠

Terkadang rasio ini dinyatakan sebagai rasio biaya / manfaat, meskipun rumusnya
sama dengan BCR. Pengembalian investasi menggunakan manfaat bersih dibagi dengan
biaya program. Manfaat bersih adalah manfaat program dikurangi biaya. Dalam bentuk
formula, ROI menjadi:

𝑁𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡𝑠


𝑅𝑂𝐼 (%) = × 100
𝑃𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑜𝑠𝑡𝑠

Ini adalah formula dasar yang sama yang digunakan dalam mengevaluasi investasi
lain di mana ROI secara tradisional dilaporkan sebagai pendapatan dibagi dengan
investasi. ROI dari beberapa program pelatihan tinggi. Misalnya, dalam pelatihan
penjualan, pengawasan, dan manajerial, ROI bisa sangat tinggi (seringkali lebih dari
100%), sedangkan nilai ROI untuk pelatihan teknis dan operator mungkin lebih rendah.
3-28
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

3.4 PELAPORAN (REPORTING)


3.4.1 Pentingnya Komunikasi
Pelaporan adalah masalah penting dalam metodologi ROI. Meskipun penting untuk
mengkomunikasikan hasil yang dicapai kepada pemangku kepentingan yang tertarik
setelah proyek selesai, penting juga untuk berkomunikasi sepanjang program pelatihan.
Ini memastikan bahwa informasi mengalir sehingga penyesuaian dapat dilakukan dan
semua pemangku kepentingan sadar akan keberhasilan dan masalah di sekitar program.
Setidaknya ada lima alasan untuk khawatir tentang mengkomunikasikan hasil. Secara
kolektif, alasan-alasan ini, yang dijelaskan selanjutnya dalam bagian ini, menjadikan
komunikasi sebagai masalah kritis, meskipun sering diabaikan atau diremehkan dalam
pelatihan dan proyek peningkatan kinerja.
Mengukur keberhasilan dan mengumpulkan data evaluasi tidak berarti apa-apa
kecuali temuan dikomunikasikan segera kepada audiens yang tepat sehingga mereka
akan menyadari apa yang terjadi dan dapat mengambil tindakan jika perlu. Komunikasi
memungkinkan pengulangan penuh dari hasil program ke tindakan yang diperlukan
berdasarkan hasil tersebut.
Karena informasi dikumpulkan pada titik yang berbeda selama proses, komunikasi
atau umpan balik ke berbagai kelompok yang akan mengambil tindakan adalah satu-
satunya cara penyesuaian dapat dilakukan. Dengan demikian, kualitas dan ketepatan
waktu komunikasi menjadi masalah penting untuk membuat penyesuaian atau
peningkatan yang diperlukan. Bahkan setelah proyek selesai, komunikasi diperlukan
untuk memastikan audiens target sepenuhnya memahami hasil yang dicapai dan
bagaimana hasilnya dapat ditingkatkan di proyek masa depan atau di proyek saat ini,
jika masih operasional. Komunikasi adalah kunci untuk membuat penyesuaian penting ini
di semua fase program.
Kontribusi program pelatihan yang dijelaskan dengan enam jenis tindakan utama
adalah masalah yang membingungkan. Target audiens yang berbeda akan membutuhkan
penjelasan menyeluruh tentang hasilnya. Strategi komunikasi termasuk teknik, media,
dan proses keseluruhan akan menentukan sejauh mana mereka memahami kontribusi.
Mengkomunikasikan hasil, terutama dengan dampak bisnis dan ROI, dapat dengan cepat
membingungkan bahkan untuk audiens target yang paling canggih. Komunikasi harus
direncanakan dan diimplementasikan dengan tujuan memastikan audiens memahami
kontribusi penuh.
Komunikasi adalah salah satu masalah penting yang dapat menyebabkan masalah
besar. Karena hasil suatu program dapat terkait erat dengan kinerja orang lain dan isu-
isu politik dalam suatu organisasi, komunikasi dapat mengganggu sebagian individu
sambil menyenangkan orang lain. Jika individu tertentu tidak menerima informasi, atau
disampaikan secara tidak konsisten dari satu kelompok ke kelompok lain, masalah dapat
dengan cepat muncul. Tidak hanya merupakan masalah pemahaman, tetapi juga

3-29
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

masalah keadilan, kualitas, dan kebenaran politik untuk memastikan komunikasi


dibangun dengan benar dan disampaikan secara efektif kepada semua individu kunci
yang membutuhkan informasi.
Karena ada begitu banyak target audiens potensial untuk menerima komunikasi
tentang keberhasilan suatu program, penting bagi komunikasi untuk disesuaikan secara
langsung dengan kebutuhan mereka. Pemirsa yang bervariasi akan memberikan
beragam kebutuhan. Perencanaan dan upaya diperlukan untuk memastikan audiens
menerima semua informasi yang dibutuhkan, dalam format yang tepat, dan pada waktu
yang tepat. Satu laporan untuk semua pemirsa mungkin tidak sesuai. Ruang lingkup,
ukuran, media, dan bahkan informasi aktual dari berbagai jenis dan tingkat yang
berbeda akan sangat bervariasi dari satu kelompok ke kelompok lainnya, menjadikan
audiens target kunci untuk menentukan proses komunikasi yang tepat.

3.4.2 Prinsip Pelaporan


Keterampilan yang diperlukan untuk mengkomunikasikan hasil secara efektif
hampir sama rumit dan canggihnya dengan yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil.
Gaya sama pentingnya dengan substansi. Terlepas dari pesan, audiens, atau medium,
beberapa prinsip umum berlaku dan dieksplorasi selanjutnya. Prinsip-prinsip umum ini
penting untuk keberhasilan keseluruhan upaya komunikasi. Mereka harus berfungsi
sebagai daftar periksa untuk tim HRD ketika menyebarkan hasil program.
Biasanya, hasilnya harus dikomunikasikan segera setelah diketahui. Dari sudut
pandang praktis, mungkin yang terbaik adalah menunda komunikasi sampai waktu yang
tepat, seperti penerbitan buletin berikutnya atau rapat manajemen umum berikutnya.
Masalah waktu harus diatasi. Apakah audiens siap untuk hasil dalam hal-hal lain yang
mungkin terjadi? Apakah ini mengharapkan hasil? Kapan waktu terbaik untuk memiliki
efek maksimal pada audiens? Apakah ada keadaan yang menentukan perubahan waktu
komunikasi?
Komunikasi akan lebih efektif jika dirancang untuk kelompok tertentu. Pesan harus
secara khusus disesuaikan dengan minat, kebutuhan, dan harapan audiens target.
Hasil yang dijelaskan dalam bab ini mencerminkan hasil di semua tingkatan,
termasuk enam jenis data yang dikembangkan dalam buku ini. Beberapa data
dikembangkan sebelumnya dalam proyek dan dikomunikasikan selama proyek. Data lain
dikumpulkan setelah implementasi dan dikomunikasikan dalam studi tindak lanjut.
Dengan demikian, hasilnya, dalam arti luas, dapat melibatkan umpan balik awal dalam
hal kualitatif untuk nilai ROI dalam berbagai istilah kuantitatif.
Untuk kelompok tertentu, beberapa media mungkin lebih efektif daripada yang lain.
Pertemuan tatap muka mungkin lebih baik daripada buletin khusus. Memo yang
didistribusikan secara eksklusif kepada manajemen puncak mungkin lebih efektif

3-30
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

daripada buletin perusahaan. Metode komunikasi yang tepat dapat membantu


meningkatkan efektivitas proses.
Penting untuk memisahkan fakta dari fiksi dan pernyataan yang akurat dari
pendapat. Berbagai audiens dapat menerima komunikasi dari staf HRD dengan skeptis,
mengantisipasi bias pendapat. Pernyataan sombong terkadang mematikan penerima, dan
sebagian besar konten hilang. Fakta yang dapat diobservasi dan dipercayai jauh lebih
berbobot daripada klaim ekstrem atau sensasional. Meskipun klaim semacam itu dapat
menarik perhatian audiens, mereka sering mengurangi pentingnya hasil.
Waktu dan konten komunikasi harus konsisten dengan praktik di masa lalu.
Komunikasi khusus pada waktu yang tidak biasa selama program pelatihan dapat
memancing kecurigaan. Juga, jika kelompok tertentu, seperti manajemen puncak, secara
teratur menerima komunikasi tentang hasil, ia harus terus menerima komunikasi —
bahkan jika hasilnya tidak positif. Jika beberapa hasil diabaikan, mungkin meninggalkan
kesan bahwa hanya hasil positif yang dilaporkan.
Pendapat sangat dipengaruhi oleh orang lain, terutama mereka yang dihormati dan
dipercaya. Kesaksian tentang hasil, ketika diminta dari individu yang dihormati oleh
orang lain dalam organisasi, dapat mempengaruhi efektivitas pesan. Penghargaan ini
mungkin terkait dengan kemampuan kepemimpinan, posisi, keterampilan khusus, atau
pengetahuan. Sebuah kesaksian dari seseorang yang tidak begitu dihormati dan
dianggap sebagai pelaku yang di bawah standar dapat berdampak negatif pada pesan
tersebut.
Pendapat sulit untuk diubah, dan pendapat negatif dari kelompok HRD mungkin
tidak berubah hanya dengan presentasi fakta. Namun, penyajian fakta saja dapat
memperkuat pendapat yang dimiliki oleh mereka yang sudah setuju dengan hasilnya. Ini
membantu memperkuat posisi mereka dan memberikan pembelaan dalam diskusi
dengan orang lain. Grup HRD dengan tingkat kredibilitas dan rasa hormat yang tinggi
mungkin memiliki waktu yang relatif mudah untuk menyampaikan hasil. Kredibilitas yang
rendah dapat menciptakan masalah ketika mencoba bersikap persuasif. Reputasi
kelompok HRD merupakan pertimbangan penting dalam mengembangkan strategi
keseluruhan.

3.4.3 Tujuan Pelaporan


Karena ada banyak alasan untuk mengkomunikasikan hasil, daftar harus
disesuaikan dengan situasi dan proyek. Alasan spesifik tergantung pada proyek,
pengaturan, dan kebutuhan unik sponsor. Alasan paling umum adalah:
 Untuk mendapatkan persetujuan untuk proyek dan mengalokasikan sumber daya
waktu dan uang. Komunikasi awal menyajikan proposal, proyeksi ROI, atau data
lain yang dimaksudkan untuk mengamankan persetujuan proyek. Komunikasi ini
mungkin tidak memiliki banyak data tetapi mengantisipasi apa yang akan terjadi.

3-31
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

 Untuk mendapatkan dukungan untuk proyek dan tujuannya. Penting untuk


mendapat dukungan dari berbagai kelompok. Komunikasi ini dimaksudkan untuk
membangun dukungan yang diperlukan untuk membuat proyek berhasil.
 Untuk mengamankan kesepakatan tentang masalah, solusi, dan sumber daya.
Ketika program dimulai, penting bagi semua yang terlibat langsung untuk
memiliki persetujuan dan pemahaman tentang elemen-elemen dan persyaratan
penting di sekitar program.
 Untuk membangun kredibilitas untuk kelompok HRD, tekniknya, dan produk jadi.
Penting di awal proses untuk memastikan bahwa mereka yang terlibat memahami
pendekatan dan reputasi staf HRD, dan, berdasarkan pendekatan yang diambil,
komitmen yang dibuat oleh semua pihak.
 Untuk memperkuat proses. Penting bagi manajer kunci untuk mendukung
program dan memperkuat berbagai proses yang digunakan dalam desain,
pengembangan, dan pengiriman. Komunikasi ini dirancang untuk meningkatkan
proses-proses tersebut.
 Untuk mendorong tindakan untuk perbaikan dalam proyek. Komunikasi awal ini
dirancang sebagai alat perbaikan proses untuk menghasilkan perubahan dan
peningkatan karena kebutuhannya terbongkar dan berbagai individu membuat
saran.
 Untuk mempersiapkan peserta untuk program ini. Penting bagi mereka yang
paling terlibat langsung dalam program, para peserta, agar siap untuk
pembelajaran, aplikasi, dan tanggung jawab yang akan dituntut dari mereka
ketika mereka membawa kesuksesan ke proyek.
 Untuk meningkatkan hasil di seluruh proyek dan kualitas umpan balik di masa
depan. Komunikasi ini dirancang untuk menunjukkan status proyek dan untuk
mempengaruhi keputusan, mencari dukungan, atau mengomunikasikan peristiwa
dan harapan kepada para pemangku kepentingan utama. Selain itu, ini akan
meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi karena pemangku kepentingan
melihat siklus umpan balik dalam aksi.
 Untuk menunjukkan hasil lengkap dari program pelatihan. Ini mungkin
komunikasi yang paling penting, di mana semua hasil yang melibatkan keenam
jenis tindakan dikomunikasikan kepada individu yang sesuai sehingga mereka
memiliki pemahaman penuh tentang keberhasilan atau kekurangan proyek.
 Untuk menggarisbawahi pentingnya mengukur hasil. Beberapa individu perlu
memahami pentingnya pengukuran dan evaluasi dan melihat perlunya memiliki
data penting tentang tindakan yang berbeda.
 Untuk menjelaskan teknik yang digunakan untuk mengukur hasil. Sponsor
program dan staf pendukung perlu memahami teknik yang digunakan dalam
mengukur hasil. Dalam beberapa kasus, teknik ini dapat ditransfer secara internal

3-32
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

untuk digunakan dengan proyek lain. Singkatnya, individu-individu ini perlu


memahami kesehatan dan kerangka kerja teoritis dari proses yang digunakan.
 Untuk merangsang keinginan peserta untuk terlibat dalam program ini. Idealnya,
peserta ingin terlibat dalam program ini. Komunikasi ini dirancang untuk
membangkitkan minat mereka pada program dan memberi tahu mereka tentang
pentingnya program ini.
 Untuk merangsang minat pada fungsi HRD. Dari perspektif HRD, beberapa
komunikasi dirancang untuk menciptakan minat pada semua produk dan layanan
berdasarkan hasil yang diperoleh oleh program saat ini.
 Untuk menunjukkan akuntabilitas atas pengeluaran. Penting bagi kelompok luas
untuk memahami kebutuhan akan akuntabilitas dan pendekatan staf SDM. Ini
memastikan akuntabilitas untuk pengeluaran pada proyek.
 Untuk memasarkan proyek masa depan. Dari sudut pandang HRD, penting untuk
membangun basis data proyek-proyek sukses untuk digunakan dalam
meyakinkan orang lain bahwa pelatihan dan peningkatan kinerja dapat
menambah nilai.

Meskipun daftar ini komprehensif, mungkin ada alasan lain untuk


mengkomunikasikan hasil. Konteks situasi harus dipertimbangkan ketika
mengembangkan orang lain.

3-33
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

BAB 4. RENCANA KERJA


Gambar 2. Picture dummy, do not erase Tabel 4. Table dummy, do not erase
4.1 DIAGRAM ALIR
Diagram alir pelaksanaan kegiatan pekerjaan adalah upaya penggambaran urutan
dan langkah rencana pekerjaan yang akan dilaksanakan, yang mencakup rincian tahapan
kegiatan serta pengecekan terhadap proses pelaksanaan serta hasil pekerjaan secara
keseluruhan.
Diagram alir pelaksanaan pekerjaan akan memudahkan pihak-pihak yang terlibat
dalam suatu pekerjaan baik itu pengguna jasa maupun penyedia jasa untuk menentukan
urutan langkah demi langkah yang akan dilaksanakan sehingga pola kerja akan benar-
benar terarah, terpadu dan teratur dengan harapan hasil pekerjaan yang didapatkan
juga akan maksimal.
Dengan adanya Diagram alir pelaksanaan pekerjaan diharapkan juga akan terjadi
sinkronisasi hubungan kerja antar personil dalam konsultan sebagai penyedia jasa
maupun hubungan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa.
Dalam melaksanakan pekerjaan“Kajian Return on Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi” maka Konsultan
menyusun pendekatan metodologi dengan urutan kegiatan sebagai berikut :
Kegiatan A : Pekerjaan Persiapan
Kegiatan B : Pengumpulan Data Return On Training Investment
Kegiatan C : Analisa Data Return On Training Investment
Kegiatan D : Pelaporan
Kegiatan E : Rapat Pembahasan, FGD, dan Lokakarya
Berdasarkan tahapan kegiatan yang disajikan pada jadwal pelaksanaan, maka
dibuat Diagram alir untuk pekerjaan Kajian Return on Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi sebagaimana disajikan
dalam Gambar 4.1. dan 4.2. berikut ini.

4-1
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Mulai

- Persiapan Administrasi, Personil & Peralatan

Mobilisasi Personil & Peralatan

Studi Literatur &


Pengumpulan Data Awal

Diskusi
Rencana Mutu Kontrak

Finalisasi Laporan RMK


Koreksi

Penyusunan
Laporan Pendahuluan Final Laporan
RMK

Diskusi/Presentasi
Draft Lap. Pendahuluan

Finalisasi Laporan Pendahuluan


Koreksi

Pengumpulan Data Pelatihan Final Laporan


Pendahuluan

Focus Group Discussion I

Pemilahan Data Pelatihan

Gambar 4.1 Diagram Alir Pelaksanaan Kegiatan (I)

4-2
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

Penyusunan Draft
Laporan Antara

Diskusi/Presentasi
Draft Lap. Antara

Finalisasi Laporan Antara


Koreksi

Final Laporan
Antara

Focus Group Discussion II

Identifikasi Biaya Isolasi Pengaruh Identifikasi Manfaat Konversi Data ke


Pelatihan Pelatihan Tak Berwujud Ukuran Finansial

Penghitungan Return On Training Investment

Diskusi/Presentasi
Draft Lap. Akhir

Finalisasi Laporan Akhir


Koreksi

Final Laporan
Akhir

Lokakarya

Selesai

Gambar 4.2 Diagram Alir Pelaksanaan Kegiatan (II)

4-3
Kajian Return On Training Investment pada Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

4.2 JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN


Tabel 4.1. Rencana Pelaksanaan Pekerjaan

JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN


KAJIAN RETURN ON TRAINING INVESTMENT PADA PENYELENGGARAAN PELATIHAN BIDANG SDA DAN KONSTRUKSI

Bobot BULAN-1 (MEI-JUN) BULAN-2 (JUN-JUL) BULAN-3 (JUL-AGT) BULAN-4 (AGT-SEP) BULAN-5 (SEP-OKT) BULAN-6 (OKT-NOP)
NO. URAIAN KET.
(%) 21-28 29-5 6-13 14-20 21-28 29-6 7-14 15-21 22-29 30-6 7-14 15-21 22-28 29-4 5-11 12-18 19-26 27-2 3-10 11-17 18-24 25-31 1-7 8-15

A PEKERJAAN PERSIAPAN 4.60


1 Persiapan Personil dan Peralatan 0.30 0.30
2 Penyusunan RMK 1.30 0.60 0.70
3 Studi literatur 1.40 0.50 0.90
4 Pengumpulan data awal 1.60 0.90 0.70

PENGUMPULAN DATA RETURN ON TRAINING


B 21.00
INVESTMENT
1 Pengumpulan Data Pelatihan 7.00 2.00 2.00 1.00 2.00
2 Pemilahan Data Pelatihan Untuk Analisa ROTI 7.00 1.50 2.00 2.00 1.50
3 Finalisasi Data 7.00 2.00 1.50 3.00 0.50

C 31.00
ANALISA DATA RETURN ON TRAINING INVESTMENT
1 Identifikasi Biaya Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi 5.50 0.50 3.00 2.00
2 Isolasi Pengaruh Pelatihan 5.50 2.00 1.50 2.00
3 Identifikasi Manfaat Tidak Berwujud (Intangible Benefits) 7.00 2.00 4.00 1.00
4 Konversi Data Ke Dalam Ukuran Finansial 6.00 3.00 1.50 1.50
5 Penghitungan Return On Training Investment (ROTI) 7.00 1.00 2.00 3.00 1.00

D PELAPORAN 16.40
1 Laporan Bulanan 2.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40
2 Laporan Pendahuluan 3.00 1.50 1.50
3 Laporan Antara 4.00 2.00 2.00
4 Draft Laporan Akhir 3.00 3.00
5 Laporan AKhir 4.00 2.00 2.00

E 27.00
RAPAT PEMBAHASAN , FGD DAN LOKAKARYA
1 Rapat Koordinasi Awal 3.00 3.00
2 Rapat Pembahasan Laporan Pendahuluan 4.00 4.00
3 Focus Group Discussion I 4.00 4.00
4 Rapat Pembahasan Laporan Antara 4.00 4.00
5 Focus Group Discussion II 4.00 4.00
6 Rapat Pembahasan Draft Laporan Akhir 4.00 4.00
7 Lokakarya 4.00 4.00

JUMLAH BOBOT PEKERJAAN 100.00


RENCANA KEMAJUAN BULANAN 1.40 5.50 2.70 3.90 8.00 4.00 4.00 3.40 3.00 5.00 3.00 6.40 7.50 4.00 4.00 4.40 6.50 3.50 3.00 4.40 4.00 2.00 2.00 4.40
AKUMULATIF RENCANA KEMAJUAN BULANAN 0 1.40 6.90 9.60 13.50 21.50 25.50 29.50 32.90 35.90 40.90 43.90 50.30 57.80 61.80 65.80 70.20 76.70 80.20 83.20 87.60 91.60 93.60 95.60 100.00

4-4
K ajia n Return O n T r ai nin g In v e s t m e n t p a d a
Laporan Pendahuluan
Pe nyeleng garaan P e l a ti h a n Bi d a n g S D AK

4.3 JA D W A L PERALATA N

JADWAL PERALATAN
KAJIAN RETURN ON TRAINING INVESTMENT PADA PENYELENGGARAAN
T a b e l 4 . 2 . J a d w a l P e rPENDIDIKAN
alata n DAN PELATIHAN BIDANG SDA DAN KONSTRUKSI
BULAN-1 BULAN-2 BULAN-3 BULAN-4 BULAN-5 BULAN-6
No JENIS ALAT Waktu Jumlah
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 PeralatanKomunikasi (Telepon, Fax, Internet) 6 1
2 ATK 6 1
3 Komputer & Printer (Consumables) 6 1
4 Kendaraan Roda-4 6 1
5 Printer Color A4 6 1
6 Printer Laser Jet A4 6 1
7 Komputer Deskstop 6 1
8 Laptop 6 1

4-5
K ajia n Return O n T r ai nin g In v e s t m e n t p a d a
Laporan Pendahuluan
Pe nyeleng garaan P e l a ti h a n Bi d a n g S D AK

4.4 JA D W A L PE NU GA SA N PER SO NIL

T a b el 4 . 3 . J a d w a l P e n u g a s a n P e r s o nil

JADWAL PERSONIL
KAJIAN RETURN ON TRAINING INVESTMENT PADA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BIDANG SDA DAN KONSTRUKSI

BULAN-1 BULAN-2 BULAN-3 BULAN-4 BULAN-5 BULAN-6


No JENIS ALAT Waktu Jumlah
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
A TENAGA PROFESIONAL
1 Team Leader Drs. Adang Gandjar, ME 6,00
2 Tenaga Ahli Statistik Ir. Soekardi Hadi Prabowo 3,00
3 Tenaga Ahli Manajemen Keuangan Ramanta Lubis, SE 6,00
4 Tenaga Ahli Pelatihan Anggoro, ST 3,00
B TENAGA PENDUKUNG
1 Sekretaris Willianti Hamidah, ST 6,00
2 Operator Komputer Ahmad Baehaqi 6,00

4-6
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Pendahuluan

4.5 SASARAN MUTU KEGIATAN


Tabel 4.4. Sasaran Mutu Kegiatan

NO JENIS KEGIATAN SASARAN WAKTU SASARAN OUTPUT KEGIATAN

A PEKERJAAN PERSIAPAN

Pembuatan surat kelengkapan,


1 Persiapan Personil dan Peralatan Bulan I Minggu I
Mobilisasi Personil
2 Penyusunan RMK Bulan I Minggu I - II Laporan RMK
Literatur yang berkaitan dengan
3 Studi literatur Bulan I Minggu I - II
pekerjaan
4 Pengumpulan data awal Bulan I Minggu II - III Data terkait pekerjaan

B PENGUMPULAN DATA RETURN ON TRAINING INVESTMENT

1 Pengumpulan Data Pelatihan Bulan I Minggu III - Bulan II Minggu II Data Pelatihan
Pemilahan Data Pelatihan Untuk Analisa Data Hasi Pemilahan untuk Analisa
2 Bulan II Minggu I - IV
ROTI ROTI
3 Finalisasi Data Bulan II Minggu III - Bulan III Minggu II Data Final untuk Analisa ROTI

C ANALISA DATA RETURN ON TRAINING INVESTMENT

Identifikasi Biaya Pelatihan Bidang SDA Biaya Pelatihan Bidang SDA dan
1 Bulan III Minggu II - III
dan Konstruksi Konstruksi
Bulan III Minggu IV - Bulan IV Minggu
2 Isolasi Pengaruh Pelatihan Isolasi Pengaruh Pelatihan
II
Identifikasi Manfaat Tidak Berwujud
3 Bulan IV Minggu II - IV Data (Intangible Benefits)
(Intangible Benefits)
Konversi Data Ke Dalam Ukuran Bulan IV Minggu IV - Bulan V Minggu
4 Konversi Data
Finansial II
Penghitungan Return On Training Penghitungan Return On Training
5 Bulan V Minggu I - IV
Investment (ROTI) Investment (ROTI)

D PELAPORAN

1 Laporan Bulanan Bulan I, II, III, IV, V, VI - Minggu IV Laporan Bulanan


2 Laporan Pendahuluan Bulan I Minggu IV - Bulan II Minggu I Laporan Pendahuluan
Bulan III Minggu IV - Bulan IV Minggu
3 Laporan Antara Laporan Antara
I
4 Draft Laporan Akhir Bulan V Minggu IV Draft Laporan Akhir
5 Laporan AKhir Bulan VI Minggu II - III Laporan Akhir

E RAPAT PEMBAHASAN , FGD DAN LOKAKARYA

1 Rapat Koordinasi Awal Bulan I Minggu II Notulen Rapat Koordinasi Awal


Rapat Pembahasan Laporan Notulen Rapat Pembahasan
2 Bulan II Minggu I
Pendahuluan Pendahuluan
3 Focus Group Discussion I Bulan III Minggu II Notulen Rapat Pembahasan FGD I
Notulen Rapat Pembahasan
4 Rapat Pembahasan Laporan Antara Bulan IV Minggu I
Laporan Antara
5 Focus Group Discussion II Bulan V Minggu I Notulen Rapat Pembahasan FGD II
Notulen Rapat Pembahasan Draft
6 Rapat Pembahasan Draft Laporan Akhir Bulan VI Minggu I
Laporan Akhir
Notulen Rapat Pembahasan
7 Lokakarya Bulan IV Minggu IV
Lokakarya

4-7
LAMPIRAN 17

SURAT UNDANGAN FGD


IMPLEMENTASI RETURN ON
TRAINING INVESTMENT (ROTI)
LAMPIRAN 18

DAFTAR HADIR FGD


IMPLEMENTASI RETURN ON
TRAINING INVESTMENT (ROTI)
LAMPIRAN 19

FOTO FGD IMPLEMENTASI


RETURN ON TRAINING
INVESTMENT (ROTI)
FOTO FGD RETURN ON TRAINING INVESTMENT (ROTI)
LAMPIRAN 20

PAPARAN FGD IMPLEMENTASI


RETURN ON TRAINING
INVESTMENT (ROTI)
FOCUS GROUP DISCUSSION
OUTLINE
PENDAHULUAN
01 Latar Belakang Kegiatan, Maksud dan Tujuan Kegiatan.

METODOLOGI
02 Tahapan proses pelatihan, Model Return on Training
Investment, Prinsip Dasar ROTI, Metode Pengumpulan
Data, Isolasi Pengaruh Pelatihan, Perhitungan Biaya,
Konversi ke Terminologi Rupiah

EVALUASI DI BPSDM PUPR


03 Model 4 Level Kirkpatrick, Instrumen Evaluasi

RENCANA KERJA
04 Struktur Organisasi, Diagram Alir, Kurva-S.
Latar Belakang
Evaluasi Pelatihan merupakan sarana untuk mengukur dan menilai capaian hasil penyelenggaraan pelatihan yang telah
direncanakan sehingga dapat ditentukan tingkat keberhasilannya. Hasil ini selanjutnya akan menjadi umpan balik untuk
merencanakan kembali penyelenggaraan pelatihan di masa mendatang dan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan
kinerja alumni peserta pelatihan. Evaluasi pasca pelatihan dibutuhkan untuk mengambil keputusan tentang efektifitas hasil
pembelajaran selama menjalani pelatihan di lingkungan kerja.
Model Return On Investment (ROI) yang di kembangkan Jack Phillips merupakan level 5 evaluasi terakhir untuk melihat cost-
benefit setelah pelatihan di laksanakan. Kegunaan model ini agar pihak manajemen melihat pelatihan bukan sesuatu yang mahal
dan hanya merugikan pihak keuangan, akan tetapi pelatihan merupakan suatu investasi.

Maksud Tujuan

Memahami besarnya Melakukan penghitungan


kontribusi pelatihan bagi Return on Training
Pusdiklat SDA dan Investment pada
Konstruksi maupun Unit Penyelenggaraan Pelatihan
Organisasi Bidang SDA dan Konstruksi
• Tahapan Proses Pelatihan
Training Evaluation

Training Delivery

Training Module
Development

Training Objective

Training Needs
Model Evaluasi Pelatihan
Assessment
Return On Training Investment

Metodologi ROTI

An Operating
Evaluation Standard and
Framework Philosophy Case
A Process Applications
Model and Practice
Model ROTI Jack Phillips
Sumber : Jack J. Phillips (2003:32)
12 Prinsip Dasar ROTI
Ketika melakukan evaluasi level atas, Perkiraan terjadinya improvement harus

1
1 pengumpulan data dilakukan pada level di
bawahnya
disesuaikan (adjusted) terhadap potensi
kesalahan estimasi 7
Bila merencanakan untuk melakukan evaluasi Data yang ekstrim dan tidak akurat tidak boleh

2
1 level atas, evaluasi pada level sebelumnya tidak
harus komprehensif (lengkap)
digunakan dalam perhitungan ROTI
8
Pengumpulan dan analisis data HANYA Hanya manfaat (benefit) pada tahun pertama yang

3
1 penggunakan narasumber yang SANGAT dan
dapat dipercaya
dapat digunakan dalam analisis ROTI
9
Ketika menganalisis data, pilih pendekatan yang Dalam menghitung ROTI, gunakan seluruh biaya

4
1 paling konservatif dari pilihan yang tersedia yang terkait dalam program pengembangan SDM
10
Minimal SATU metode harus digunakan untuk Manfaat yang bersifat intangible (tak terlihat), tidak

5
1 mengisolasi efek dari pelatihan/pengembangan dapat dikonversi ke nilai uang/moneter
11
Bila tidak tersedia data improvement dari hasil Hasil perhitungan ROTI harus dikomunikasikan

6
1 program pengembangan, dapat diasumsikan
bahwa (sedikit) tidak terjadi improvement
kepada seluruh stakeholders
12
• Metode Pengumpulan Data
Metode
Hard Data Soft Data Pengumpulan Sumber Data
• Output
Data
• • Job satisfaction
Quality • Surveys • Catatan Kinerja
• • Customer satisfaction
Cost • Questionnaire Organisasi
• • Absenteism
Time • Tests • Peserta Pelatihan
• Turnover
• On the job observation • Atasan Peserta
• Complaints
• Interviews • Bawahan Peserta
• Focus groups • Rekan Sejawat
Data keras adalah ukuran • Action plans and • Grup Internal/ Eksternal
Data lunak biasanya program assignments
kinerja organisasi, karena subyektif, kadang sulit
bersifat objektif, mudah • Performance contracts
diukur, hampir selalu sulit • Business performance
diukur, dan mudah dikonversi ke nilai uang, dan
dikonversi ke nilai uang monitoring
berorientasi perilaku

No Metode Level 1 Level 2 Level 3 Level 4


1 Survey √ √ √
2 Kuesioner √ √ √ √
3 Test √
4 Observasi √ √
5 Wawancara √ √ √ √
6 Focus Group √
7 Performance Contract √ √
8 Action Plan/ Tugas √ √
9 Business Performance Monitoring √ √
Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kinerja
Faktor Eksternal

Perhatian Manajemen

Total Perbaikan/
Peningkatan Insentif
Kinerja Sesudah
Pelatihan
Perubahan Sistem/ Prosedur

Pengaruh
Pelatihan
Pelatihan
Isolasi Pengaruh Pelatihan

Control Group

Trend Line Analysis


Teknik Mengisolasi Peserta Pelatihan
Pengaruh Pelatihan
Forecasting Methods Atasan

Manajemen
Estimasi Stakeholder
Input Pelanggan

Ahli/ Expert

Faktor Lain
Teknik Mengisolasi Pengaruh Pelatihan
Control Group

Control Group Tidak diberi pelatihan Diukur

Experimental Diberi pelatihan Diukur

Membandingkan kinerja dari satu grup yang mendapatkan pelatihan


dengan grup lainnya yang tidak mendapatkan pelatihan
Perhitungan Biaya Pelatihan
Langsung (Direct) Tidak Langsung (Indirect)

• Material Peserta Pelatihan • Training Need Assessment


• Fasilitator/ Instruktur • Pengembangan Program
• Fasilitas • Waktu Peserta
• Transportasi dan Akomodasi • Biaya Overhead
• Honor/ Insentif Peserta

Identifikasi Manfaat Tak Berwujud (Intangible Benefits)


• Kepuasan Pegawai • Kepemimpinan
• Komitmen Terhadap Organisasi • Kepuasan Pelanggan
• Berkurangnya Tingkat Stress • Kerjasama Tim
• Tingkat Kehadiran Pegawai • Kekompakan
• Ketepatan Waktu • Komunikasi
• Kreasi dan Inovasi
Teknik Mengubah Data Ke Terminologi Rupiah
Apakah ada Tambahkan ke
Ya
standar? numerator

Tidak

Dapatkah
Adakah Dapatkah
diperoleh Ubah Data dan
metode untuk meyakinkan
Ya dengan Ya Ya Tambahkan ke
mendapatkan- bahwa nilai ini
sumber daya numerator
nya? kredibel?
yang terbatas?

Tidak Tidak Tidak

Intangible Intangible Intangible


Benefits Benefits Benefits
Rumus Return On Training Investment
𝑷𝒓𝒐𝒈𝒓𝒂𝒎 𝑩𝒆𝒏𝒆𝒇𝒊𝒕𝒔 − 𝑷𝒓𝒐𝒈𝒓𝒂𝒎 𝑪𝒐𝒔𝒕𝒔
𝑹𝑶𝑻𝑰 = × 𝟏𝟎𝟎%
𝑷𝒓𝒐𝒈𝒓𝒂𝒎 𝑪𝒐𝒔𝒕𝒔
Pelatihan yang dapat dihitung ROTI-nya
• RoTI tetap memiliki keterbatasan walau disatu sisi alat ini menyediakan evaluasi yang lebih komprehensif ketimbang
4 level evaluasi yang lain
• Untuk melakuan perhitungan RoTI yang valid dan kredible diperlukan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit.
• Maka kita harus selektif kapan harus menggunakan RoTI dan kapan tidak menggunakannya

Target Evaluasi
Jenis Pelatihan yang Tepat untuk ROTI
• Pelatihan dengan life cycle panjang
• Sangat penting bagi perusahaan / added value besar
• Terkait erat dengan langkah strategis
• Biaya pelatihan mahal, mengkonsumsi banyak sumberdaya perusahaan
• Untuk pelatihan yang jelas sangat visble atau sebaliknya yang kontroversial
• Target peserta banyak
• Top management menginginkan evaluasi komprehensif

Pelatihan yang tidak perlu ROTI


• Durasi pelatihan sangat pendek
• Sasaran pelatihan bertolak belakang dengan kebijakan
• Apapun hasil evaluasi, pelatihan tetap dilanjutkan
• Pelatihan untuk karyawan level bawah, teknis, yang dampaknya sangat kecil bagi perusahaan
Kondisi Eksisting Evaluasi Pelatihan Kementerian PUPR
Evaluasi Formatif
• Evaluasi Materi Diklat, Evaluasi Pengajar oleh Peserta dan Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan Diklat
• Dasar hukum
• SK Kepala BPSDM No. 25 Tahun 2015 Tentang Pedoman Evaluasi Di Lingkungan Kementerian PUPR
• Surat Edaran No 02/SE/KM/2019 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelatihan Teknis Bidang Pekerjaan Umum
Dan Perumahan Rakyat
• Sudah rutin dilakukan dan terintegrasi dengan e-Pelatihan

Evaluasi Sumatif
• Belum ada dasar hukumnya
• Belum rutin dilakukan, terakhir uji coba oleh Pusdiklat SDAK di BBWS Mesuji-Sekampung tahun 2019 menggunakan
kuesioner dengan pernyataan yang masih normatif
• Kuesioner diisi dengan responden alumni pelatihan dan atasan alumni pelatihan
Contoh : Pelatihan Hidrologi

Contoh : Pelatihan Manajemen Konstruksi


A. Menentukan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja
- Contoh : Pelatihan Hidrologi
- Faktor dominan :
1. Pengaruh kompetensi alumni dalam menganalisa Siklus Hidrologi, Komponen Siklus Air Tanah dan Wilayah Sungai dan DAS, dan
Karakteristik DAS terhadap meningkatnya kinerja unor
2. Pengaruh kompetensi alumni dalam melakukan Pengumpulan Data Hidrologi dan Klimatologi terhadap meningkatnya kinerja unor
3. Pengaruh kompetensi alumni dalam menganalisa Data Hujan, Data Aliran, Evaportranspirasi terhadap meningkatnya kinerja unor
4. Pengaruh kompetensi alumni dalam melakukan Analisis Frekuensi dan Probabilitas terhadap meningkatnya kinerja unor
5. Pengaruh kompetensi alumni dalam melakukan Analisis Ketersediaan Air terhadap meningkatnya kinerja unor
6. Pengaruh kompetensi alumni dalam menganalisa Debit Banjir, Metode Rasional, Metode Banjir Ambang dan Model Korelasi,
Hidrograf terhadap meningkatnya kinerja unor
- Contoh : Pelatihan Manajemen Konstruksi
- Faktor dominan :
1. Pengaruh kompetensi alumni dalam memahami perencanaan konstruksi dalam survei, investigasi, desain (SID) serta ketentuan
kebijakan SMK3 dan lingkungan hidup, termasuk didalamnya studi AMDAL dan rencana pembiayaan dalam kegiatan proyek
konstruksi, terhadap meningkatnya kinerja unor
2. Pengaruh kompetensi alumni dalam memahami tahapan-tahapan dalam pengadaan Tanah dimulai dari perencanaan, persiapan,
pelaksanaan, dan penyerahan hasil, terhadap meningkatnya kinerja unor
3. Pengaruh kompetensi alumni dalam memahami mekanisme pra kontrak, penandatanganan kontrak, dan pasca penandatanganan
kontrak dalam pelaksanaan kegiatan konstruksi, terhadap meningkatnya kinerja unor
4. Pengaruh kompetensi alumni dalam memahami konsep dasar operasi dan pemeliharaan, dan tahapan pelaksanaan operasi dan
pemeliharaan, terhadap meningkatnya kinerja unor
B. Mengidentifikasi faktor lain diluar pelatihan yang mempengaruhi kinerja
Misalkan : - Perhatian manajemen
- Adanya insentif tambahan
- Perubahan sistem/prosedur
- dll
C. Melakukan penghitungan hasil dengan mengisolasi pengaruh pelatihan dengan form survey terhadap unit organisasi
dan/ atau atasan alumni pelatihan
Level Instrumen Evaluasi Dasar Hukum Keterangan

1. Reaction • F-1. Evaluasi Materi Diklat • SK Kepala BPSDM No. 25 Tahun 2015 Tentang Terintegrasi dengan SIM-
• F-2a. Evaluasi Pengajar oleh Peserta Pedoman Evaluasi Di Lingkungan Kementerian PUPR D & E-Pelatihan
• F-3. Evaluasi Manajemen Penyelenggaran • SE No 02/SE/KM/2019 Tentang Pedoman Umum
Diklat Penyelenggaraan Pelatihan Teknis Bidang PUPR

2. Learning • Pre Test dan Post Test • SK Kepala BPSDM No. 25 Tahun 2015 Tentang Terintegrasi dengan SIM-
• Nilai Kelulusan Pedoman Evaluasi Di Lingkungan Kementerian PUPR D & E-Pelatihan
• SE No 02/SE/KM/2019 Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelatihan Teknis Bidang PUPR
3. Behavior • Mendefinisikan perilaku kerja yang relevan Belum ada
dengan tujuan pelatihan
• Penyebaran kuesioner dengan responden
alumni, atasan langsung dan rekan sejawat

4. Results • Mendefinisikan faktor dominan yang Belum ada


mempengaruhi kinerja
• Penyebaran kuesioner dengan responden
atasan dan unor

5. Return on Training • Konversi data ke terminologi rupiah Belum ada


Investment • Mendefinisikan manfaat tak berwujud
• Penghitungan ROTI
Contoh Penghitungan
 Nama Pelatihan : Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan
 Balai Penyelenggara : Balai Diklat Wilayah I Medan
 Tanggal Pelaksanaan : 16-27 Juli 2018
 Jumlah Peserta : 20 Orang

1. Evaluasi Level-1 - Reaction


Logika pengukuran level ini adalah bila seorang peserta pelatihan merasa senang dengan kondisi lingkungan pembelajaran, maka
akan mudah dalam menyerap ilmu yang diajarkan di kelas.

Hasil Evaluasi Level-1


 Nilai Evaluasi Materi Pelatihan : 5,23 Berdasarkan SE No 02/SE/KM/2019
 Nilai Evaluasi Pengajar oleh Peserta : 5,54
Kriteria hasil evaluasi materi : Perlu dipertahankan
 Nilai Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan : 5,41

2. Evaluasi Level-2 – Learning


Dengan respon yang positif, pada level ini diharapkan akan terjadi proses belajar mengajar yang kondusif berupa peningkatan
kompetensi peserta (learning level)

Hasil Evaluasi Level-2


 Nilai rata-rata post-test peserta : 76,05 %
 Rata-rata peningkatan : 51,16 %
 Persentase kelulusan : 95 %

Nilai rata-rata peningkatan sebesar 51,16 % sangat baik dan persentase kelulusan 95 % sudah diatas target
3. Evaluasi Level-3 – Behavior (3-6 Bulan Pasca Pelatihan)

Bahwa telah terjadi proses belajar mengajar yang berlangsung dengan baik dan kondusif, selanjutnya akan dilakukan penilaian
behavior, attitude dan skill peserta pelatihan yang diaplikasikan di tempat kerjanya dengan menggunakan metode penyebaran
kuesioner kepada atasan dan rekan sejawat, kuesioner ini bertujuan untuk mengukur persentase perubahan behavior sebelum
pelatihan dan sesudah pelatihan.

Peningkatan diukur dengan menghitung selisih antara sesudah pelatihan dan sebelum pelatihan. Bila hasilnya positif, artinya
perubahan behavior yang baik dari alumni pelatihan. Adapun form kuesioner yang disebarkan dengan format pertanyaan sebagai
berikut

Dari hasil penyebaran kuesioner didapat rata-rata peningkatan perubahan behavior alumni pelatihan setelah pelatihan dan kembali
ke unor masing-masing sebesar 14,71 %
4. Evaluasi Level-4 – Results (6-12 Bulan Pasca Pelatihan)
Pada evaluasi ini yang krusial adalah menentukan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja unit organisasi
Dalam mengidentifikasi dan merumuskan faktor dominan tersebut harus dilakukan brainstorming dan FGD dengan stakeholder terkait. Dari hasil
diskusi didapatkan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja unor :

Faktor 1 (F1) : Pengaruh kompetensi alumni dalam merencanakan teknis bendungan terhadap kinerja unor
Faktor 2 (F2) : Pengaruh faktor eksternal terhadap kinerja unor
Faktor 3 (F3) : Pengaruh insentif tambahan terhadap kinerja unor
Faktor 4 (F4) : Pengaruh perhatian manajemen terhadap kinerja unor
Faktor 5 (F5) : Pengaruh perubahan sistem/ prosedur terhadap kinerja unor
Faktor 6 (F6) : Pengaruh perubahan alat kerja (modernisasi) terhadap kinerja unor

Kuesioner ini dikirimkan kepada atasan peserta pelatihan dan unit organisasi, terdapat 6 faktor dominan yang mempengaruhi kinerja, salah satunya
adalah kompetensi alumni dalam merencanakan teknis bendungan (F1)
No Peserta F1 F2 F3 F4 F5 F6 No Peserta F1 F2 F3 F4 F5 F6

1 Alumni 1 9 8 9 7 9 8 11 Alumni 11 8 8 8 8 8 8

2 Alumni 2 8 9 7 8 7 7 12 Alumni 12 9 8 9 8 9 8

3 Alumni 3 8 8 7 7 8 8 13 Alumni 13 7 9 8 7 9 8

4 Alumni 4 9 8 7 8 8 7 14 Alumni 14 7 7 7 7 7 7

5 Alumni 5 9 8 7 8 9 8 15 Alumni 15 9 9 9 8 8 8

6 Alumni 6 7 8 9 9 8 8 16 Alumni 16 7 7 7 8 7 8

7 Alumni 7 9 8 9 8 9 8 17 Alumni 17 7 8 8 9 8 9

8 Alumni 8 9 7 7 8 8 7 18 Alumni 18 9 8 9 8 9 8

9 Alumni 9 7 8 9 7 8 9 19 Alumni 19 7 8 9 7 8 9

10 Alumni 10 9 9 9 9 9 9 20 Alumni 20 9 9 8 8 7 7
Rata-rata 8.15 8.1 8.1 7.85 8.15 7.95
Nilai Proporsional 16,8 16.7 16.7 16.3 16.8 16.4
Persentase pengaruh pelatihan terhadap kinerja unor didapat dengan mengambil proporsional rata-rata Faktor-1 (F1) sebesar 16,8 % dengan
confidence level 95%. Hasil pengolaha data kuesioner didapat nilai isolation effect adalah 16,8 % x 95 % = 15,96%
5. Penghitungan Return on Training Investment

Menghitung Return on Training Investment pada organisasi pemerintah yang tidak berorientasi keuntungan seperti Pusdiklat SDAK BPSDM PUPR
memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan yang mengejar laba, karena manfaat dari pelatihan akan menghasilkan peningkatan
kompetensi yang bermuara pada peningkatan kinerja organisasi, tidak semata-mata pada peningkatan penjualan seperti pada perusahaan umum.

Masalah yang kemudian timbul adalah karena penghitungan ROTI adalah penghitungan cost-benefit yang harus menghasilkan nilai uang sehingga
diperlukan konversi dari manfaat pelatihan ke terminologi rupiah.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghitung Return on Training Investment adalah dengan mengaitkan manfaat dari pelatihan ke proyek
yang berjalan sesudah pelatihan dan melibatkan alumni pelatihan tersebut didalamnya.

Contoh : Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan

 Pada tahun 2018 Kementerian PUPR merencanakan pembangunan Bendungan Sadawarna di Kabupaten Subang, Jawa Barat
 Proyek ini dilaksanakan oleh BBWS Citarum dengan salah satu anggota tim pelaksana di dalamnya adalah alumni A dari pelatihan Perencanaan
Teknis Bendungan (yang sudah dievaluasi pasca pelatihan sampai level 4 diatas)
 Proyek ini menghabiskan anggaran sebesar Rp. 898 miliar
 Melalui penghitungan kontribusi terhadap proyek karena peningkatan kompetensi hasil pelatihan didapat kontribusi dari alumni A adalah sebesar
0,05 %
 Maka untuk menghitung benefit dari pelatihan yang akan dikonversi ke nilai rupiah adalah sebesar
0,05 % x 15,96 % x Rp. 898 miliar = Rp. 71.660.400,-
 Sedangkan dari hasil penghitungan biaya pelatihan dibagi peserta pelatihan, didapat biaya pelatihan per peserta adalah sebesar Rp. 20 juta

𝑹𝒑.𝟕𝟏.𝟔𝟔𝟎.𝟒𝟎𝟎 −𝑹𝒑.𝟐𝟎.𝟎𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎
 Sehingga besar Return on Training Investment adalah = 𝟐𝟓𝟖%
𝑹𝒑.𝟐𝟎.𝟎𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎
 Kesimpulannya setiap satu rupiah yang diinvestasikan dalam pelatihan perencanaan teknis bendung, sebesar 258
rupiah akan diperoleh kembali oleh organisasi
1. Batasan pelatihan yang akan dilakukan penghitungan ROTI

2. Penyamaan persepsi tentang benefit dari pelatihan di lingkungan


BPSDM PUPR

1. Menentukan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja unor

2. Melakukan pengambilan data untuk Analisa Isolation Effect

3. Menentukan proyek yang akan dikaitkan dengan manfaat


pelatihan

4. Menghitung kontribusi alumni pelatihan dalam proyek yang telah


ditentukan

5. Menghitung Return on Training Investment


Terima Kasih
LAMPIRAN 21

NOTULEN FGD IMPLEMENTASI


RETURN ON TRAINING
INVESTMENT (ROTI)
Notulensi
Rapat Pembahasan FGD Return On Training Investment (ROTI)

A. KEGIATAN

Nama Kegiatan : FGD Return On Training Investment (ROTI)


Hari, tanggal : Selasa, 10 September 2019
Pukul : 09.00-12.00 WIB
Tempat : Hotel Swiss Bell Pondok Indah Jakarta

B. PEMBAHASAN

Ir. Yudha Mediawan, M.Dev.Plg.


Kepala Pusdiklat SDA dan Konstruksi
1. Dalam manajemen talenta, menjadi suksesor dipakai di institusi lain, dibutuhkan SDM
terampil untuk pengembangan SDM, kita mengembangkan beberapa pelatihan yang
sifatnya vokasi, skala kompetensi standar 6, yang mempunyai daya asing tinggi
adalahpelatihan yang diadakan olehBalai pengadanaan barang dan jasa.
2. Untuk organisasi dan tata kelola, kita menggunakan permen baru
3. Building information modelling dan SMK3, perlu diperhatikan khusus terutama dalam
penilaian kualifikasi, kompentensi dan kinerja.
4. Benefit bukan dilihat dari jumlah orang, FGD consensus parameternya apa saja yang diukur,
seseorang mengikuti perencanaan bendungan kalau di PJSA, kalau di bidang perencanaan
tidak benefit, kumpulkan data bendungan itu dipakai untuk apa, air baku untuk 100 orang.
5. Pembandingnya dengan orang yang tidak di-training, kalau pilot jelas, harus jelas faktor
pembandingnya, kalau satker bendungan misalnya, solusinya, saya minta tolong advice
teknik.
6. Sebaiknya uji statistik itu digunakan. Misalnya ada datanya yang bendungan, sifatnya
datanya yang harus uji. Contoh terbangunannya bendungan, cukup disitu saja. Kaitannya
dengan promosi, control group dengan pembanding.

Muhammad Nizar, SE., MT.


Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan
1. Konsultan belum mem-break down per pelatihan, peserta menyebar, tahun 2019 ada
pelatihan perencanan teknis bendungan, peserta ada yang misalnya dari BWS Sumatera
dan Papua disatutempatkan, perlu distrukturkan, biayanya mesti diakumulasikan, biaya tidak
hanya penyelenggaraan saja, biaya penyusunan kurikulum modul, biaya yang belum masuk
apa kira-kira, apakah dimasukan juga, cost apa tidak dimasukan, pembangunan bendungan
sdawa, atau pembangunan lima tahun atau periode tertentu ada berapa bendungan, mana
yang harus dibangun, di-break down.
2. Pada kabinet sebelumnya, ada yang baru direncanakan, secara mikro dan makro dihitung
dulu, kalau perhitungannya satu per peserta apakah bisa dikalikan atau diakumulasikan kita
banyak bendungan dan isinya berbeda.
3. Terkait pelatihan apa yang mesti yang akan dihitung, tim konsultan berkomunikasi dengan
TM SDA, Pak Soni. SDA ada 15 yang dilatih, mana-mana yang perlu dihitung, perencanaan
teknis bendungan, jelas, OP Rawa tidak bisa dihitung.

Dr. Dra. Yuniarni Susilowati, M.M., M.Sc., ACP., CAC


PPM
1. Konsultan memaparkan level di bawah SOT, usulan intrumen pasca pelatihan, slide 20,
contoh pelatihan hidrologi itu sudah benar, kalau manajemen konstruksi masih ada
pemahaman, ini masih ada level 2, behaviour betul-betul kemampuan dalam tahapan
memaknai, di level tiga, behaviour memang betul-betul behavior yang diukur. Yang akan
dijadikan responden alumni itu sendiri, tapi harus dinilai juga dari atasan dan rekan sejawat,
jangan hanya satu sumber yang akan diukur, seyogyanya diukur tempat lain, bisa saja
pernyataanya sama tetapi tulisannya berubah,misalnya kemampun atasan ini.

1
2. Yang sudah masuk result dan SOT, result, slide nomor 21, kalau mengukur result harus
dikembalikan ke sasaran pelaitihan, bunyi sasarannya ada informasi, hidrologi, result adalah
peningkatan kompetensinya yang disajikan sudah pada proses isolasi training, slide 4, yang
ditulisnya faktor dominan sudah masuk ke dalam accountability.
3. Slide 21 merupakan tahapan isolasi efek training berhubungan dengan konsep di slide
nomor 9 dan 10, yang mempengaruhi peningkatan, isolasi efek training dalam rangka
mengetahui konstribusi pelaihtan dan konstrusi efek. SOTI dipisahkan dari pencapaian level
4, result dilihat dari sasaran pelatihan, kalau di dunia pelatihan meningkatkan penjualan
sekian, result dari peningkatan pelatihan hidrologi berupa peningkatan kompetensi inilah
yang merupiahkan, merupiahkan result dari pelatihan itu sendiri, sudah banyak yang betul.
4. Proses result ini instrumen evaluasinya jauh lebih sederhana, hanya dilihat dari bunyi
sasaran, misalnya pembangunan bendungan supaya sesuai anggaran 900 M, result-nya
bisa betul-bbeutl berdiri, itulah yang nanti harus dirupiahkan, karena itu yang menjadi benefit,
cukup.
5. Bagaimana mendefinisikan result, kalau peningkatan perilaku tidak harus sampai ROTI,
mengkonfirmasikan dalam rupiah. Alur proses perhitungan ROTI, kalau bisa disebutkan dari
skala berapa, ini bagus dari sekala berapa, jangan lupa menyebutkan skala 1-6, dalam
pelaporan harus mencantumkan skala berapa sampai skala berapa, mohon revisi, behaviour
bukan lagi pemahaman, harus ada responden yang mengisi.
6. Slide alur proses perhitungan ROTI sudah masuk. Persentasi 15.98% hasil dari isolation
effect, dampak dari training-nya 15.96%. Isolasi training ini harus dari stakeholder dari satu,
harus dari semua stakeholders keseluruhan. Teknik isolasi, control group, trend analysis.
Control group, pembanding yang ikut pelaithan dan yang tidak ikut pelatihan, terjadi
peningkatan karena terkait peningkatan pelatihan, perubahan perilaku dan lain, salah
satunya dengan estimasi stakeholder, control group untuk pelaihtan di level dua. Alur
perhitungan ROTI, anggap bahwa ini yang benefit, proyek ini sesuai anggaran, menjadi
benefit, yang dijadikan laporan, angka 0.05 individu, bicara ROTI bukan per inidividu tetapi
per training itu sendiri, kalau mau dilihat tidak usah dipecah ke individu, cukup dari hasil
estimasi stakeholders terhadap pelatihan tersebut. Alur proses perhitungan ROTI yang betul,
ini baru satu stakeholders, tapi baru bisa semuanya, investasi dari training, prinsip
perhitunganya. Hitungan 0.05 perindividu, kalau menghitung peindividu, penentuan angka
individu sangat profesional. Pelatihan apa dulu yang yang akan diukur, benefit-nya kumulatif
dari semua, nilai proyeknya macem-macem, konsen dari pak nizar mau dilihat dari setahun
terakhir, dan betul-betul harus dihitung, yang krusial berikutnya, kita harus mengisolasi efek
training, nilai proyeknya macem-macm kalau mau melakukan FGD dalam teori tidak semua
alumni diundang, ternyata nilai proyeknya beda-beda bearti harus diundang semuanya,
training itu judulnya pelatihan untuk meningkatkan penjualan 4 milliar dengan jumlah peserta
20, karena pealtihannya rumit, teknisnya alumni dengan atasan diundangn, kontribusi andar
berapa, ini agak sulit dari sisi teori, estimasi kontribusi pelatihan, yang perlu direnungkan,
investasi dari training, lebih sederhana, angka dari esmimasi stakeholders pengali dari.
7. Mereka diundang, faktor-faktor apa saja di luar pelatihan hidrologi terhadap pelatihan
tersebut, dari situ, para stakeholder melakukan nanti ada confidence level, proses teknisnya
si atasan langsung saya contohkan, atasan langsung kontribusi pelatihanb berapa persen,
keluar angka, subjektif, ketidaksubjektifan bisa dieliminer dengan banyak stakeholders. Bisa
dilihat dari kinerja unor, mestinya dilihat pengaruh faktor eksternal terhadap kinerja, kecuali
mengukurnya dari organisasi, ada banyak sekali pelatihan-pelatihan, itu dikaitkan dengan
SKP individu itu bisa, prinsip ROTI mau melihat perindividu traing atau akumulatif, kalau
training secara individu, faktornya, pertanyaan menurut ada selain peningkatan hidrologi
faktor-faktor apa yang kaitannya dengan hidrologi, kecuali mau detil, ya udah nilai individu
SKP, hawatirnya kurang detil, kita mau mengukur ROTI, trainingnya judulnya apa, kinerja
individu.
8. Apabila akan menghitung sampling, kalau sampling boleh random. Dari yang tidak relevan
dikeluarkan dulu. Stakeholder adalah peserta pelatihan, atasan, manajer, input pelanggan,
ahli expert, faktor lain. Pengajar tidak kita libatkan. Itu hanya cukup sampai behaviour. Pada
saat mengukur hasil dan benefit, kalau di PUPR yang mau diukur benefit-nya anggaran,
menentukan sebelum pelatihan anggarannya berapa dan setelah pelatihan berapa, agak
kurang pas, challenge, terpaksa tidak sangat ideal, ROTI pengukur peningkatan sebelum
pelatihan dan setelah pelatihan dilaksanakan, dilihat anggaran sebelum dan setelah. Kalau

2
bisa diukur, selisihnya, mempertimbangkan, kalau tidak mungkin dilakukan. Kalau di swasta
berapa, sangat mudah ukurannya, penghematan bearpa, menjadi konsen pada saat proses.
9. Kita punya 5 level, harus ROTI biasanya satu tahun karena membutuhkan waktu sampai
kelihatan dulu hasilnya, ini bisa dijadikan patokan, tidak kaku, satu tahun pertama pada saat
bendungan selesai, khusus dengan pekerjaan teknis satu tahun pada saat proyeknya jadi.
Satu tahun pertama belum terllalu jauh dair pelatihannya.

Pak Anggoro

1. PUPR pesertanya tersebut, mennggunakan per individu, dibagi ke seluruh Indonesia, contoh
alumninya dari BBWS Citarum. Dipakai, alurnya dipakai. Prinsipnya menggunakan dami,
angkanya masih berupa angka dami, pasti ada ahli keuangan yang menghitung, proyek yang
dihitung. Angka masih dami, biaya peserta per 20 juta, lebih detil kontribusi ada perhitungan
yang lebih rinci, begitu juga dengan cost, kami munculkan supaya prosesnya meningkat.
Kadang ada yang tidak sesuai dengan jenis pelatihan. Konstribusi yang kami hitung baru
sebatas angka yang sangat umum, tugas kami untuk mendefinisikan, pasti ada hitungannya,
alumni konstribusinya kami detilkan, angkanya relevan, bagaimana menghitungnya. Level
tiga kami akan merubahnya, dari memahami dan melaksanakan.
2. Secara teori dan sumber daya tidak mungkin kami mengukur waktu cukup lama, ada
batasan pelatihan yang tidak dapat dihitung. Prinsip dasar merupakan yang dikembangkan
oleh Jack kenapa Jack Phillips hanya melakukan di tahun pertama, secara teori pesertanya
cukup lama luma, benefit rupiah apakah terkait inflasi ada kaitannya ama infrasi, itu
kaitannya dengan ini ada, kalau bertahun-tahun penghitungannya menjadi kopleks.

Pak Adang

1. Dasar estimasi ada satu proyek yang memerlukan treatment, bertolak dari kebutuhan, diklat
itu direkrut untuk memenuhi pelatihan tersebut, diikutkan berapa orang pesera, dan
pesertanya ini diukur, di lingkungan PUPR tidak seperti itu, mewakili daerah, latar
belakangnya beda-beda, malah ada yang belajar administrasi, jadi kontribusi individu susah
diukurnya.
2. Stakeholders ini memerlukan batasan

Amir Hamzah, ST., MT.


Kepala Bagian Anggaran dan Umum
1. Yang menjadi crusial point di sini, pada saat menemukan angka 15.56, ini baru dami, filosofi
teorinya, mungkin usul di sini sudah terpampang, FGD dengan stakholders, ini yang cukup
sulit, kalau lihat dunia strategisnya, standar kompetensinya kami juga tidak jelas,
menyamakan satu kepala, kepala yang berbeda ini disamakan persepsi sepakat untuk
mufakat, akhirnya balik lagi,bagaiman acaranya pencerahan juga, seperti apa adalah saran,
yang sudah dilakukan, kita membuat kesepakatan, yang di sini sudah mencermintakna
individu, berhenti di sini, pada saat keluar angka lain, walaupun dami perdebatannya rame
lagi, kita pakai pakar ekonomi lagi, membutuhkan waktu lagi yang sudah kita sepakati
consensus tadi, faktor dominannya sudah ada rumusan-rumusan dan persentasinya nanti
ini yang akan kita proklamirkan, itu akan mengikat. Kalau sudah seperti itu, kita sudah berada
di jalan yang benar.
2. Menggarisbawahi, yang potensial, ini yang perlu kita waspadai. Mungkin ada teknik-
tekniknya yang perlu kita lakukan bersama, pasti ada perdebatan, pada saat kita sudah
mengikuti tahapan dan rute yang benar, nanti ketemu unor-unor, potretnya kita lihat di kita,
pelatihan di kita yang cocok, pelatihan ini stakeholdersnya siapa nanti kita undang, kita buat
consensus bersama. Pelatihan ini perlu treatment apa lagi.
3. Kalau balik ke slide tadi, faktor 1 dst, result melihat sasaran, isolasi ada kinerja-kinerja, pada
saat melihat ada faktor dominan, pada saat berbicara kinerja di kita ada SKP, ada
hubungannya dengan itu, kita itu ada datanya, kita ukur kompetensi kinerjanya, atau
gimananya

3
Dadang Karmen, S.ST., MT.
Kepala Balai Uji Coba Sistem Diklat SDA dan Konstruksi
1. Konsultan menghitung dari individu tetapi bisa dihitung berdasarkan organisasi,
peningkatan anggaran cukup besar di Kementerian PUPR, dari anggaran 60 -107 M,
sebetulnya bisa nambah profit-nya, kalau di perusahaan itu mudah, kalau di kita ada SKL,
ini bukan individu tapi organisasi. Beberapa orang yang menghitung tidak akan sama,
mudah-mudahan masih meningkatkan. Akan lebih converge difasilitasi, nanti akan belajar
banyak.

Agus Nardi, SE.


Kepala Sub Bidang Evaluasi dan Pelaporan II
1. Pelaksanaan di BBWS ada beberapa training yang diikuti, kita mengambil sampel misalnya
satu pelatihan , menjadi satu model, meskipun berbeda persepsi.
2. Kita di evaluasi pasca, kita sudah mencoba, peserta pelatihan peserta langsung, atasan dan
manajemen.

Kristianto
Pusdiklat Jalan Jembatan, Perkim dan PIW
1. Beberapa catatan, mengenai sistem penilaian, penentuan kriteria pelatihan yang akan
diukur, komponen ini sudah memenuhi kaidah pareto, 20% berkontribusi paling besar, mana
yang paling relevan dengan misi PUPR, kita tidak perlu lagi kesulitan mengklasifikasikan,
ada pelatihan yang berkelanjutan, boleh dimaskan unsur pareto, target peserta banyak pasti,
efeknya pasti lebih besar, daripada pelatihan yang pesertanya pas-paspasan, padahal
sistem pareto, efeknya paling berguna, ini akan sangat membantu kita, metodologi, hasil
isolasi 15.96%, dami kerangkanya belum terstruktur,
2. Kita tidak mendapatkan gambaran umum, kalau menggunakan data dami, dari 100%
kontribusi, 40 peserta mungkin dibagi. Betul-betul krusial bilamana angkanya kita belum
dapat kejelasan untuk itu, sebetulnya bagus, kalau tidak memilki kejelasan dalam komponen
penilaian, ada beberapa faktor yang sangat panjang, perubahan sikap tidak hanya sampai
pemahaman tetapi juga pelaksanaa.

Soni Senjaya Efendi, S.T., MT.


Kepala Sub Bidang TM SDA II
1. Untuk detil pelatihan apa yang bisa kita hitung, secara garis besarnya ada datanya, harusnya
dilihat di e-pelatihan, dari BBWS mana yang berasal, kurang lebih bendungan, biar tidak
ngambang jangan hari ini dan akan dikabarkan, biar fix, kita ada perencanaan, pengawasan
dan OP, jangan sampai nanti perhitungan pelatihan perencanaan tertukar dengan proyek.
Kegiatan di masing-masing unor berbeda, adakah batasan pelatihan adanya batasan
peserta, secara statistika, mungkin kita hitung perorangan dan kita hitung dengan yang lain,
sampling
2. Ada kemungkinan pada saat diundang ada yang tidak sesuai, dalam 30 sampel, ada
beberapa 5 orang berdasarkan koalisi pendidikan dan tempat kerja, kalau kita urut, kembali
kepada person di pelatihan,
3. Anggaran yang terkait pelatihan itu. Harus keluar rupiah, kalau kesulitasn langsung ke
benefits.

Gantira Christiady, S.Sos., MT.


Kepala Sub Bagian Program dan Evaluasi
Evaluasi pasca pelatihan sampai ROTI, sudah banyak kemajuan, jadi hanya melanjutkan saja.
Capaian dari konsultan dan bidang EP, sudah luar biasa, dulu tidak sampai pengaruhnya sampai
proyek, ROTI-nya ketika ada peningkatan kompetensi, itu bayangan kami dulu, per pelatihan per
judul pelatihan sudah punya ROTI masing, ketika para pegawai sudah kembali ke tempat kerja
masing-masing berpengaruh terhadap unit organisasi, itu sudah jadi ROTI, ketika sudah bisa
mengkuantifikasi, mudah-mudahan menjadi lebih baik, tolong pelaithan mana yang perrrlu
dilakukan analisis ROTI.

4
Bu Sarry
Sekretariat BPSDM
Saya setuju pernyataan dari makro ke mikro, consensus pelatihan itu, keterlibatan stakeholder
harus dilakukan diskusi lebih lanjut terhadap nilai kriteria untuk analisis ROTI tersebut.

BKO BPSDM
1. ROTI, slide 7, prinsip dasar roti nomor 9, benefit seseorang pada konstribusi setelah
pelatihan, misalnya dalam setahun ini lebih ke output daripada outcome, anggaplah
membangun bendungan, output-nya bendungan, laporan setahun lebih ke output. Terkait
dengan isolasi, untuk membedakan apakah hasil yang telah dicapai itu apakah ada faktor
lain, nanti dilaporan, bisa jadi sesorang mengikuti pelatihan, konstribusinya seberapa besar
apabila ybs bukan sebagai leader. Pihak sebagai inisiatif, nilai itu pasti kecil selain tidak
terkait dengan ekskusi, di tim tapi tidak ada, barangkali bisa dipertimbangkan benefitnya,
terkait benefit dirupiahkan.
2. Di organisasi lebih komplek, capaian di unornya, untuk simplifikasi lebih ke proyek, SKP ke
tahunan dan lebih kompleks.

KESIMPULAN

1. Memperbaiki instrumen ROTI


2. Kolaborasi dengan instrument pasca pelatihan.

5
LAMPIRAN 22

DAFTAR HADIR RAPAT


LAPORAN ANTARA RETURN ON
TRAINING INVESTMENT (ROTI)
LAMPIRAN 23

FOTO RAPAT LAPORAN


ANTARA RETURN ON TRAINING
INVESTMENT (ROTI)
FOTO RAPAT LAPORAN ANTARA
LAMPIRAN 24

PAPARAN RAPAT LAPORAN


ANTARA RETURN ON TRAINING
INVESTMENT (ROTI)
LAPORAN ANTARA
OUTLINE
PENDAHULUAN
01 Latar Belakang Kegiatan, Maksud dan Tujuan Kegiatan.
Konsep Return on Training Investment

STANDARD OPERATING
02 PROCEDURE (SOP)
Evaluasi 4 Level Kirkpatrick dan Level 5 Jack Phillips
pada evaluasi pelatihan di BPSDM PUPR

INSTRUMEN EVALUASI
03 Instrumen Evaluasi, Isolasi Pengaruh Pelatihan

RENCANA KERJA
04 SELANJUTNYA
Penghitungan ROTI pada pelatihan di bidang SDAK
Latar Belakang
Evaluasi Pelatihan merupakan sarana untuk mengukur dan menilai capaian hasil penyelenggaraan pelatihan yang telah
direncanakan sehingga dapat ditentukan tingkat keberhasilannya. Hasil ini selanjutnya akan menjadi umpan balik untuk
merencanakan kembali penyelenggaraan pelatihan di masa mendatang dan memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan
kinerja alumni peserta pelatihan. Evaluasi pasca pelatihan dibutuhkan untuk mengambil keputusan tentang efektifitas hasil
pembelajaran selama menjalani pelatihan di lingkungan kerja.
Model Return On Investment (ROI) yang di kembangkan Jack Phillips merupakan level 5 evaluasi terakhir untuk melihat cost-
benefit setelah pelatihan di laksanakan. Kegunaan model ini agar pihak manajemen melihat pelatihan bukan sesuatu yang mahal
dan hanya merugikan pihak keuangan, akan tetapi pelatihan merupakan suatu investasi.

Maksud Tujuan

Memahami besarnya Melakukan penghitungan


kontribusi pelatihan bagi Return on Training
Pusdiklat SDA dan Investment pada
Konstruksi maupun Unit Penyelenggaraan Pelatihan
Organisasi Bidang SDA dan Konstruksi
Return On Training Investment
Untuk setiap rupiah yang sudah diinvestasikan untuk pelatihan dan pengembangan karyawan,
berapa rupiah yang akan diperoleh kembali oleh perusahaan
Sumber : Jack J. Phillips (2003:32)
Standard Operating Procedure (SOP) Evaluasi Pelatihan
Untuk Penghitungan Return On Training Investment
Level Instrumen Evaluasi Dasar Hukum Keterangan

1. Reaction • F-1. Evaluasi Materi Diklat • SK Kepala BPSDM No. 25 Tahun 2015 Tentang Terintegrasi dengan SIM-
• F-2a. Evaluasi Pengajar oleh Peserta Pedoman Evaluasi Di Lingkungan Kementerian PUPR D & E-Pelatihan
• F-3. Evaluasi Manajemen Penyelenggaran • SE No 02/SE/KM/2019 Tentang Pedoman Umum
Diklat Penyelenggaraan Pelatihan Teknis Bidang PUPR

2. Learning • Pre Test dan Post Test • SK Kepala BPSDM No. 25 Tahun 2015 Tentang Terintegrasi dengan SIM-
• Nilai Kelulusan Pedoman Evaluasi Di Lingkungan Kementerian PUPR D & E-Pelatihan
• SE No 02/SE/KM/2019 Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelatihan Teknis Bidang PUPR
3. Behavior • Mendefinisikan perilaku kerja yang relevan Belum ada
dengan tujuan pelatihan
• Penyebaran kuesioner dengan responden
alumni, atasan langsung dan rekan sejawat

4. Results • Mendefinisikan faktor dominan yang Belum ada


mempengaruhi kinerja
• Penyebaran kuesioner dengan responden
atasan dan unor

5. Return on Training • Konversi data ke terminologi rupiah Belum ada


Investment • Mendefinisikan manfaat tak berwujud
• Penghitungan ROTI
Batasan Kajian Roti Pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK
 Evaluasi dilakukan terhadap pelatihan yang diselenggarakan pada tahun 2018

 Penghitungan Return on Training Investment akan dilakukan pada pelatihan


1. Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan (3 Kelas & 87 peserta)
2. Pelatihan Perencanaan Teknis Embung (1 Kelas & 37 peserta)
3. Pelatihan Perencanaan Teknis Sungai (6 Kelas & 136 peserta)

 Sampel responden alumni pelatihan dan atasan akan dipilih dengan menyesuaikan jadwal evaluasi pasca
pelatihan bidang EP

 Penentuan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja (untuk penghitungan isolasi pengaruh pelatihan) akan
didapat melalui Focus Group Discussion dengan stakeholder terkait

 Penghitungan manfaat (benefit) dari pelatihan menggunakan cara mengaitkan manfaat dari pelatihan ke proyek
yang berjalan sesudah pelatihan dan melibatkan alumni pelatihan tersebut didalamnya

 Manfaat dihitung dengan menghitung bobot kontribusi alumni pelatihan dalam proyek yang dikaitkan tersebut
No Waktu Pelaksanaan Balai Penyelenggara Jumlah Peserta
1 16 – 27 Juli 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah I Medan 47
2 27 Agustus – 7 September 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah VIII Makassar 27
3 21 Nopember – 1 Desember 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah V Yogyakarta 13
JUMLAH 87

No Waktu Pelaksanaan Balai Penyelenggara Jumlah Peserta


1 16 – 23 April 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah VII Banjarmasin 37
JUMLAH 37

No Waktu Pelaksanaan Balai Penyelenggara Jumlah Peserta


1 14 – 21 Maret 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah VI Surabaya 25
2 2 – 9 Mei 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah II Palembang 18
3 25 Juli – 1 Agustus 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah VII Banjarmasin 14
4 13 – 20 September 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah I Medan 21
5 19 – 26 September 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah VIII Makassar 33
6 20 – 27 September 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah IX Jayapura 25
JUMLAH 136
Keterangan : B = Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan; E = Pelatihan Perencanaan Teknis Embung; S = Pelatihan Perencanaan Teknis Sungai
No Asal Instansi B E S Jml No Asal Instansi B E S Jml
1 BWS Sumatera I 13 - 3 16 20 BWS Kalimantan I - - 3 3
2 BWS Sumatera II 3 1 5 8 21 BWS Kalimantan II 3 - 6 9
3 BWS Sumatera III - - 4 4 22 BWS Kalimantan III - 2 6 8
4 BWS Sumatera IV 1 - - 1 23 BWS Sulawesi I - - 2 2
5 BWS Sumatera V - - 12 12 24 BWS Sulawesi II - - - 0
6 BWS Sumatera VI 4 - - 4 25 BWS Sulawesi III 9 - 5 14
7 BWS Sumatera VII - - 1 1 26 BWS Sulawesi IV 3 - 3 6
8 BBWS Sumatera VIII 6 - 12 18 27 BBWS Pompengan Jeneberang 5 - 10 15
9 BBWS Mesuji Sekampung 1 2 1 4 28 BWS Nusa Tenggara I - 1 - 1
10 BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian - - 3 3 29 BWS Nusa Tenggara II - - 2 2
11 BBWS Ciliwung Cisadane 1 2 1 4 30 BWS Maluku Utara - - - 0
12 BBWS Citarum - - - 0 31 BWS Maluku - - - 0
13 BBWS Cimanuk Cisanggarung 3 3 4 10 32 BWS Papua - - 9 9
14 BBWS Citanduy - - 1 1 33 BWS Papua Barat - - 3 3
15 BBWS Pemali Juana 2 - 2 4 34 BWS Merauke - - 4 4
16 BBWS Serayu Opak 3 3 3 9 35 Lain-Lain 26 20 15 61
17 BBWS Bengawan Solo 2 - 5 7 Lain-Lain : Satker PJPA Prov. Sulbar; Satker PJSA Prov. Sulbar; Subdit HL SDA;
18 BBWS Brantas 2 2 8 12 Ditjen SDA; SNVT PJSA Prov. Sulbar; Direktorat Bina PSDA; Balitbang;
BDW IX Jayapura; dll
19 BWS Bali-Penida - - 3 3
Instrumen Level 3. Behavior
Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kinerja

Faktor Eksternal

Perhatian Manajemen

Total Perbaikan/
Peningkatan Insentif
Kinerja Sesudah
Pelatihan
Perubahan Sistem/ Prosedur

Pengaruh
Pelatihan
Pelatihan

Isolation Effect
Isolasi Pengaruh Pelatihan

Control Group

Trend Line Analysis


Teknik Mengisolasi Peserta Pelatihan
Pengaruh Pelatihan
Forecasting Methods Atasan

Manajemen
Estimasi Stakeholder
Input Pelanggan

Ahli/ Expert

Faktor Lain

Focus Group Discussion II


Perhitungan Biaya Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan

No Komponen Anggaran (Rp) Koefisien Biaya (Rp)

1 Penyusunan Kurikulum & Modul Pelatihan 800.000.000 0,059 47.058.823

2 Pelaksanaan Pelatihan 1

3 SPPD peserta pelatihan 1

4 SPPD Widya Iswara 1

5 Cost of Avoidance peserta pelatihan 0,455

6 Cost of Avoidance Widya Iswara 0,455

Total Biaya

 Koefisien penyusunan kurikulum & modul pelatihan adalah proporsional 1 kelas dibandingkan dengan 17 kelas
yang telah dilaksanakan (sejak 2016), maka diperoleh 1/17 = 0,059

 Koefisien cost of avoidance adalah proporsional 10 hari pelatihan dibandingkan 22 hari kerja selama sebulan,
maka diperoleh 10/22 = 0,455
Perhitungan Kontribusi Alumni dalam Proyek
 UU No 2 Tahun 2017 Jasa Konstruksi
 Pasal 1 ayat (1) “Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi.”
 Pasal 1 ayat (2) “Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian,
perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.”
 Pasal 1 ayat (3) “Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan,
pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.”

 Tahapan lengkap pelaksanaan proyek mencakup kegiatan SIDLACOM, yakni


 Tahap Survei, Investigasi dan Desain (SID-Survey Investigation Design)
 Tahap Pengadaan Lahan (LA-Land Acquisition)
 Tahap Pelaksanaan Konstruksi (C-Construction)
 Tahap Operasi dan Pemeliharaan / O&P (OM-Operation and Maintenance)

 Perhitungan kontribusi alumni dalam proyek dengan menghitung dan menjumlahkan bobot pekerjaan pada setiap tahap
pelaksanaan proyek (SIDLACOM) dimana alumni pelatihan tersebut terlibat di dalamnya, kemudian dikonversi ke bentuk
rupiah dengan mengalikan dengan angka dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB)
1. Melakukan pengambilan data untuk evaluasi pasca pelatihan dan
menganalisa data tersebut

2. Menentukan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja unor


(FGD II)

3. Melakukan pengambilan data untuk Analisa Isolation Effect dan


menganalisa data tersebut

4. Menentukan proyek yang akan dikaitkan dengan manfaat


pelatihan

5. Menghitung kontribusi alumni pelatihan dalam proyek yang telah


ditentukan

6. Menghitung biaya pelatihan (langsung dan tidak langsung)

7. Menghitung Return on Training Investment


Terima Kasih
Focus Group Discussion
Kajian Return on Training Investment
Pada Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK
LAMPIRAN 25

NOTULENSI RAPAT LAPORAN


ANTARA RETURN ON TRAINING
INVESTMENT (ROTI)
NOTULEN RAPAT PEMBAHASAN ANTARA

Nama Pekerjaan : Kajian Return on Training Investment pada Pendidikan dan Pelatihan
Bidang SDA dan Konstruksi
Waktu : Pukul 10.00 WIB – Selesai
Hari, Tanggal : Senin, 23 September 2019
Tempat : Gedung Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi
Ruang Rapat Lt.1
Pimpinan Rapat : Muhammad Nizar, SE., MT

Rapat dibuka oleh Direksi selanjutnya pihak konsultan memaparkan Draft Laporan Antara. Beberapa
masukan penting terangkum dalam tanya-jawab antara pihak Direksi dengan Konsultan, sebagai
berikut.

Bapak Muhammad Nizar, SE., MT


- Perkembangan tugas (hasil pekerjaan) dari konsultan berupa progress pekerjaan dipantau dan
dimonitor oleh Bapak Wawan.
- Terkait pengembangan ROI menjadi ROTI, itu dicoba untuk dihitung juga ROI nya.
- Terkait substansi laporan antara, coba dilengkapi dengan SOP perhitungan ROTI, Instrumen, dan
pandangan dari Pak Ses terkait ROTI/ROI
- Instrumen level 1-4 dilengkapi, terutama untuk level 2 untuk lebih diperjelas lagi

Bapak Wawan Rusmana, S.ST


- Apakah instrumen yang ada sekarang, itu sudah disesuaikan dengan masukan dari Bu Yuniar?
- Cek juga apakah bobot koefisien yang diambil sudah disesuaikan dengan jumlah pelatihan?
- Peraturan Menteri PUPR no. 3 tahun 2019 menggantikan Permen PUPR No. 15 tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PUPR.

Kesimpulan dan saran untuk Pihak Konsultan


1. Surat pengantar untuk perolehan data ke BBWS Cimanuk – Cisanggarung segera dibuatkan
2. Laporan antara untuk segera diperbaiki dan dijilid dengan data sudah tidak dummy, sebelum Focus
Group Discussion II

1
LAMPIRAN 26

LAPORAN ANTARA RETURN ON


TRAINING INVESTMENT (ROTI)
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
Jalan Abdul Hamid, Cicaheum – Bandung 40193, Telp (022) 7206892, Fax 7236224

LAPORAN ANTARA
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

DAFTAR ISI

BAB 1. Pendahuluan .................................................................................... 1-1

1.1 Latar Belakang................................................................................. 1-1

1.2 Maksud dan Tujuan .......................................................................... 1-1

1.2.1 Maksud ..................................................................................... 1-1

1.2.2 Tujuan ...................................................................................... 1-1

1.3 Lingkup Pekerjaan ............................................................................ 1-2

1.3.1 Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak........................................... 1-2

1.3.2 Penyusunan Laporan Pendahuluan ............................................... 1-2

1.3.3 Rapat Pembahasan Laporan Pendahuluan...................................... 1-2

1.3.4 Proses Pengumpulan data ........................................................... 1-2

1.3.5 Pelaksanaan FGD I ..................................................................... 1-3

1.3.6 Penyusunan Laporan antara ........................................................ 1-3

1.3.7 Rapat Pembahasan Laporan Antara .............................................. 1-3

1.3.8 Pelaksanaan FGD II .................................................................... 1-3

1.3.9 Penyusunan Draft Laporan Akhir .................................................. 1-4

1.3.10 Pembahasan Draft Laporan Akhir ................................................ 1-4

1.3.11 Lokakarya ................................................................................ 1-4

1.4 Keluaran ......................................................................................... 1-4

BAB 2. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 2-1

2.1 Dasar Hukum................................................................................... 2-1

2.1.1 UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara ...................... 2-1

2.1.2 PP No. 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil ..... 2-1

2.1.3 Permen PUPR No. 15 Tahun 2015 Tentang Organisasi & Tata Kerja
Kementerian PUPR ........................................................................................ 2-2

2.1.4 Permen PU No. 13 Tahun 2014 Tentang Pembinaan & Pengembangan


Aparatur Kementerian PU ............................................................................... 2-2

2.2 Studi Literatur ................................................................................. 2-4

2.2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia ............................................... 2-4

2.2.2 Kompetensi ............................................................................... 2-5

2.2.3 Perencanaan Suksesi .................................................................. 2-7


ii
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

2.2.4 Pengembangan Karir .................................................................. 2-8

2.2.5 Pelatihan ................................................................................... 2-9

2.2.6 Evaluasi Pelatihan .................................................................... 2-11

A. Level 1 – Reaction (Reaksi) ....................................................... 2-12

B. Level 2 – Learning (Pembelajaran) ............................................. 2-13

C. Level 3 – Behavior (Perilaku) ..................................................... 2-14

D. Level 4 – Result (Hasil) ............................................................. 2-16

2.2.7 Return On Training Investment (ROTI) ....................................... 2-19

2.2.8 Langkah-Langkah Evaluasi Program Pelatihan .............................. 2-24

A. Menyusun Desain Evaluasi......................................................... 2-24

B. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data ............................. 2-25

C. Mengumpulkan Data, Analisis dan Judgement .............................. 2-25

D. Menyusun Laporan Hasil Evaluasi ............................................... 2-25

BAB 3. Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan ..................................................... 3-1

3.1 Perencanaan (Planning) .................................................................... 3-1

3.1.1 Pengembangan Sasaran Evaluasi Pelatihan ................................... 3-1

A. Tujuan (Purpose). ...................................................................... 3-1

B. Kemungkinan Dikerjakan (Feasibility) ........................................... 3-2

C. Tujuan Program ......................................................................... 3-3

3.1.2 Pengembangan Perencanaan Evaluasi ........................................... 3-4

A. Rencana Pengumpulan Data ........................................................ 3-4

B. Rencana Analisis ROI .................................................................. 3-6

C. Rencana proyek ......................................................................... 3-7

3.2 Pengumpulan Data (Data Collection) .................................................. 3-8

3.2.1 Sumber Data ............................................................................. 3-8

A. Catatan Kinerja Organisasi .......................................................... 3-8

B. Peserta ..................................................................................... 3-8

C. Atasan Peserta........................................................................... 3-8

D. Bawahan Peserta ....................................................................... 3-9

E. Rekan Sejawat ........................................................................... 3-9

F. Grup Internal / Eksternal ............................................................ 3-9


iii
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

3.2.2 Kuesioner dan Survey ................................................................. 3-9

A. Jenis-jenis Kuesioner ................................................................ 3-10

B. Langkah-langkah Desain Kuesioner ............................................ 3-10

3.3 Analisa Data (Data Analysis)............................................................ 3-12

3.3.1 Isolasi Pengaruh Pelatihan......................................................... 3-12

A. Menggunakan Control Group ..................................................... 3-14

B. Trend Line Analysis .................................................................. 3-18

C. Forecasting Methods ................................................................. 3-21

D. Participant Estimate ................................................................. 3-23

3.3.2 Konversi Data Dalam Bentuk Finansial ........................................ 3-23

3.3.3 Perhitungan Biaya Pelatihan ...................................................... 3-26

3.3.4 Identifikasi Manfaat Tak Berwujud (Intangible Benefits) ................ 3-27

3.3.5 Perhitungan Return on Training Investment ................................. 3-29

3.4 Pelaporan (Reporting) ..................................................................... 3-29

3.4.1 Pentingnya Komunikasi ............................................................. 3-29

3.4.2 Prinsip Pelaporan ..................................................................... 3-30

3.4.3 Tujuan Pelaporan ..................................................................... 3-32

BAB 4. Rencana Kerja ........................................ Error! Bookmark not defined.

4.1 Diagram Alir ........................................... Error! Bookmark not defined.

iv
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagan Model Perencanaan Suksesi ............................................. 2-7

Gambar 2.2. Ilustrasi Model Evaluasi Empat Level Kirkpatrick ........................ 2-11

Gambar 3.1. Model Return on Training Investment ......................................... 3-1

Gambar 3.2. Hubungan antara penilaian kebutuhan dengan evaluasi ................ 3-3

Gambar 3.3. Contoh formulir pengumpulan data ............................................ 3-4

Gambar 3.4. Contoh rencana analisis ROI ...................................................... 3-6

Gambar 3.5. Desain Control Group ............................................................. 3-14

Gambar 3.6. Trend Line dalam hal Produktivitas ........................................... 3-19

Gambar 3.7. Contoh Trend Line dalam hal Komplain di sebuah Rumah Sakit .... 3-20

Gambar 3.8. Prakiraan pengaruh pelatihan .................................................. 3-22

v
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Produk Keluaran (Output) Pekerjaan .............................................. 1-5

Tabel 3.1. Contoh Data Keras (Hard Data) ................................................... 3-24

Tabel 3.2. Contoh Data Lunak (Soft Data) ................................................... 3-25

Tabel 3.3. Manfaat Tak Berwujud yang berhubungan dengan pelatihan ........... 3-27

Tabel 3.4. Perbandingan antara manfaat berwujud dan tak berwujud .............. 3-28

Tabel 3.5. Karakteristik Data ...................................................................... 3-28

vi
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

BAB 1. PENDAHULUAN
Gambar 1. Picture dummy, do not erase Tabel 1. Table dummy, do not erase

1.1 LATAR BELAKANG


Evaluasi Pelatihan merupakan sarana untuk mengukur dan menilai capaian hasil
penyelenggaraan pelatihan yang telah direncanakan sehingga dapat ditentukan tingkat
keberhasilannya. Hasil ini selanjutnya akan menjadi umpan balik untuk merencanakan
kembali penyelenggaraan pelatihan di masa mendatang dan memberikan kontribusi
positif terhadap peningkatan kinerja alumni peserta pelatihan. Evaluasi pasca pelatihan
dibutuhkan untuk mengambil keputusan tentang efektifitas hasil pembelajaran selama
menjalani pelatihan di lingkungan kerja. Dalam melakukan evaluasi pasca pelatihan
diperlukan sebuah perencanaan, tujuan, sasaran, instrumen, metode analisa serta suatu
kajian agar menghasilkan sebuah analisa dan kesimpulan yang baik dalam mendukung
pengambilan keputusan yang tepat sasaran.
Organisasi tentunya berharap individu dapat meningkatkan kinerjanya sehingga
akan meningkatkan pula kinerja organisasi. Jika kita mengharapkan hal ini tentunya
tidak tepat, jika faktor lingkungan organisasi tidak terpenuhi. Lingkungan organisasi
internal juga menjadi penentu apakah nantinya individu dapat mengaktualisasikan hasil
learning yang mereka terima pada saat menjalani pelatihan.
Model Return On Investment (ROI) yang di kembangkan Jack Phillips merupakan
level 5 evaluasi terakhir untuk melihat cost-benefit setelah pelatihan di laksanakan.
Kegunaan model ini agar pihak manajemen melihat pelatihan bukan sesuatu yang mahal
dan hanya merugikan pihak keuangan, akan tetapi pelatihan merupakan suatu investasi.
Return On Training Investment (ROTI) adalah alat yang dapat membantu untuk
menganalisis tingkat kemanfaatan pelatihan secara nyata. ROTI dan level evaluasi
pelatihan memiliki fungsi yang sama yakni mengukur efektivitas pelatihan.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN


1.2.1 Maksud
Memahami besarnya kontribusi pelatihan bagi Pusdiklat SDA dan Konstruksi
maupun Unit Organisasi

1.2.2 Tujuan
Melakukan penghitungan Return on Training Investment pada Penyelenggaraan
Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi

1-1
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

1.3 LINGKUP PEKERJAAN


Untuk rencana pekerjaan yang akan dilakukan, tahapan pelaksanaannya yang
meliputi kegiatan:

1.3.1 Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak


Setelah proses kontrak antara PPK dan pihak penyedia jasa konsultan diadakan
rapat koordinasi awal selambat lambatnya 7 (tujuh) Hari Kalender untuk koordinasi
sebelum memulai pekerjaan. Dalam rapat tersebut akan disampaikan hal-hal sebagai
berikut:
 Perkenalan semua Tenaga Ahli yang dipimpin Team Leader Penyedia Jasa dan Tim
Teknis kegiatan Konsultasi.
 Pembahasan RMK (Format RMK sesua pedoman, Pemahaman dan tanggapan
terhadap KAK/TOR, Metode Kerja, Sasaran Mutu, Jadwal kerja dan Pengesahan
Rencana Mutu Kontrak (RMK).

1.3.2 Penyusunan Laporan Pendahuluan


Tenaga ahli menyusun laporan pendahuluan yang terdiri dari:
 Rencana persiapan sasaran, mencakup jadwal kerja, target / sasaran dan alokasi
tenaga ahli.
 Metodologi pekerjaan Kajian Return on Investment in Training Bidang SDA dan
Konstruksi.
 Rencana survei mencakup metode pengumpulan data, pengolahan data, analisis
data, jadwal survey, target data dan pembuatan kuisoner
 Rencana Jadwal Pelaksanaan FGD (Focus Group Discussion)

1.3.3 Rapat Pembahasan Laporan Pendahuluan


Pembahasan laporan pendahuluan dilaksanakan oleh tim ahli konsultan selambat-
lambatnya 27 (dua puluh tujuh) hari kalender setelah SPMK, tim tenaga ahli
konsultan segera melaksanakan rapat pendahuluan bersama Bidang Evaluasi dan
Pelaporan, Tim Teknis, narasumber dan pengguna jasa. Draft laporan pendahuluan harus
diserahkan kepada pengguna jasa selambat-lambatnya 3 hari sebelum rapat
pembahasan pendahuluan.
Dalam rapat tersebut harus disusun berita acara pembahasan laporan pendahuluan
yang berisi kesepakatan terhadap substansi laporan pendahuluan sebagaimana tertera
pada bagian (ii) diatas diserahkan dan disahkan Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan
atau yang mewakilkan.

1.3.4 Proses Pengumpulan data


Mengumpulkan data pelatihan sebelum dan setelah pelatihan Bidang SDA dan
Konstruksi T.A 2015 s/d 2018;
1-2
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

1.3.5 Pelaksanaan FGD I


FGD I dilaksanakan 62 (enam puluh dua) hari kalender setelah terbitnya
SPMK. Tim tenaga ahli konsultan segera melaksanakan FGD I bersama Bidang Evaluasi
dan Pelaporan, tim teknis, Narasumber dan pengguna jasa serta stakeholder yang
terkait. Draf dokumen pembahasan pada FGD I selambat-lambatnya 3 hari sebelum FGD
I.
Dalam FGD I tersebut harus disusun berita acara pembahasan FGD I yang
diserahkan dan disahkan kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan.

1.3.6 Penyusunan Laporan antara


Konsultan menyusun laporan antara yang memuat:
 Hasil pengolahan data dan analisis data
 Kegiatan yang telah di capai
 Rencana kegiatan dan laporan keuangan
 Output kegiatan sebagai lampiran

1.3.7 Rapat Pembahasan Laporan Antara


Pembahasan laporan antara dilaksanakan oleh tim ahli konsultan selambat-
lambatnya 82 (delapan puluh dua) hari kalender setelah terbitnya SPMK bersama
Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim teknis, narasumber dan pengguna jasa. Setelah
laporan pendahuluan mendapatkan pengesahan dari Kepala Bidang Evaluasi dan
Pelaporan, Draf laporan antara harus diserahkan kepada pengguna jasa selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari sebelum rapat pembahasan laporan antara.
Hasil rapat tersebut harus disusun berita acara pembahasan laporan antara yang
berisi kesepakatan terhadap substansi laporan antara sebagaimana tertera pada bagian
diatas yang diserahkan dan disahkan Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan. Berita acara
tersebut wajib dilaksanakan / ditindaklanjuti.

1.3.8 Pelaksanaan FGD II


FGD II dilaksanakan 112 (seratus dua belas) hari kalender setelah tanggal
terbitnya SPMK. Tim tenaga ahli konsultan segera melaksanakan pembahasan FGD II
bersama Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim teknis, narasumber dan pengguna jasa
serta stakeholder yang terkait. Draf dokumen pembahasan pada FGD II harus diserahkan
selambat lambatnya 3 hari sebelum pelaksanaan FGD II.
Hasil rapat FGD tersebut harus disusun berita acara hasil pembahasan FGD yang di
sahkan oleh kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan. Berita acara tersebut wajib
dilaksananakan / ditindaklanjuti oleh konsultan.

1-3
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

1.3.9 Penyusunan Draft Laporan Akhir


Konsultan menyusun draft laporan akhir yang memuat:
 Kegiatan yang telah dicapai
 Progress fisik dan keuangan
 Output kegiatan sebagai lampiran.
1.3.10 Pembahasan Draft Laporan Akhir
Pembahasan laporan akhir dilaksankan oleh tim ahli konsultan selambat-lambatnya
142 (seratus empat puluh dua) hari kalender setelah tanggal terbitnya SPMK,
bersama Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim teknis, narasumber dan pengguna jasa
setelah laporan antara mendapatkan pengesahan dari kepala Bidang Evaluasi dan
Pelaporan. Draft laporan akhir harus diserahkan kepada pengguna jasa selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari sebelum rapat pembahasan draft laporan akhir.
Dalam rapat tersebut harus disusun berita acara pembahasan draft laporan akhir
yang berisi kesepakatan terhadap substansi draft laporan akhir sebagaimana tertera
pada bagian diatas yang disahkan kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan.

1.3.11 Lokakarya
Lokakarya dilaksanakan 177 (seratus tujuh puluh tujuh) hari kalender
setelah tanggal terbitnya SPMK. Tim tenaga ahli konsultan segera melaksanakan
pembahasan pada Lokakarya bersama Bidang Evaluasi dan Pelaporan, tim teknis,
narasumber dan pengguna jasa serta stakeholder yang terkait. Draft laporan akhir harus
diserahan kepada pengguna jasa selambat-lambatnya 3 hari sebelum pelaksanaan
Lokakarya. Dalam Lokakarya tersebut harus disusun berita acara hasil Lokakarya yang
disahkan Kepala Bidang Evaluasi dan pelaporan. Berita acara tersebut wajib dilaksanakan
/ ditindaklanjuti oleh konsultan.

1.4 KELUARAN
Keluaran yang akan dihasilkan dari pekerjaan “Kajian Return of Training
Investment pada Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDA dan Konstruksi” ini
dirumuskan dalam produk laporan yang harus diserahkan selama proses pelaksanaan
hingga tahap akhir pekerjaan. Laporan inti hasil keluaran kegiatan ini yaitu :
1 buah dokumen Hasil Kajian return on investment in training dalam
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK yang memuat antara lain :
 Menjelaskan cara mengukur pengembalian investasi pelatihan dengan teknik
Return On Training Investment (ROTI).
 Memahami besarnya konstribusi pelatihan bagi instansi.
 Menjelaskan bagaimana menentukan jenis pelatihan apa saja yang diperlukan
bagi instansi.
 Menyusun pelatihan sesuai dengan budget dan Sumber Daya.

1-4
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Sesuai hasil analisis dan kajian awal, secara prinsip lingkup produk yang disusun
dan diserahkan kepada Pengguna Jasa, dapat dijabarkan dalam tabel berikut.

Tabel 1.1. Produk Keluaran (Output) Pekerjaan

No Lingkup Produk Keluaran Satuan Jumlah

1. Rencana Mutu Kontrak buku 10


Draft Laporan Pendahuluan (Bahan Diskusi
2. buku 5
Pembahasan)
3. Laporan Pendahuluan (Final) buku 10
4. Laporan Bulanan buku 6 x 10
5. Draft Laporan Antara (Bahan Diskusi Pembahasan) buku 5
6. Laporan Antara (Final) buku 10
7. Draft Laporan Akhir (Bahan Diskusi Pembahasan) buku 5
8. Laporan Akhir buku 10

1-5
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Gambar 2. Picture dummy, do not erase Tabel 2. Table dummy, do not erase
2.1 DASAR HUKUM
2.1.1 UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
Pasal 3 huruf d : Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai profesi
berlandaskan pada prinsip yang salah satunya adalah
mempunyai kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas
Pasal 70 ayat 1 : Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan
untuk mengembangkan kompetensi.
Pasal 70 ayat 2 : Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) antara lain melalui pendidikan dan
pelatihan, seminar, kursus, dan penataran.
Pasal 70 ayat 3 : Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dievaluasi oleh Pejabat yang
Berwenang dan digunakan sebagai salah satu dasar
dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan
karier.

2.1.2 PP No. 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil


Pasal 162 : Pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola
karier, mutasi, dan promosi merupakan manajemen
karier PNS yang harus dilakukan dengan menerapkan
prinsip Sistem Merit.
Pasal 203 ayat 1 : Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 162 merupakan upaya untuk pemenuhan
kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi
Jabatan dan rencana pengembangan karier.
Pasal 203 ayat 5 : Untuk menyelenggarakan pengembangan kompetensi
huruf c sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pembina
Kepegawaian wajib:
c. melaksanakan evaluasi pengembangan kompetensi.
Pasal 210 ayat 2 : Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan dalam
bentuk: a. pendidikan; dan/atau b. pelatihan
Pasal 222 ayat 1 : Evaluasi pengembangan kompetensi teknis
dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara
kebutuhan kompetensi teknis PNS dengan standar
kompetensi Jabatan dan pengembangan karier
Pasal 222 ayat 2 : Evaluasi pengembangan kompetensi teknis

2-1
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh


instansi teknis masing-masing

2.1.3 Permen PUPR No. 15 Tahun 2015 Tentang Organisasi & Tata Kerja
Kementerian PUPR
Pasal 1260 : Pusdiklat Sumber Daya Air dan Konstruksi mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan penyusunan kebijakan
teknis dan penyelengggaraan pendidikan dan pelatihan
bidang sumber daya air dan konstruksi.
Pasal 1260 : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
huruf e dalam Pasal 1260, Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi menyelenggarakan
fungsi:
e. pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bidang
sumber daya air dan konstruksi;
Pasal 1275 : Bidang Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas
melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan
laporan kinerja dan program serta penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan bidang sumber daya air dan
konstruksi.
Pasal 1276 : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
huruf a dalam Pasal 1275, Bidang Evaluasi dan Pelaporan
menyelenggarakan fungsi:
a. pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan bidang sumber daya air dan konstruksi;

2.1.4 Permen PU No. 13 Tahun 2014 Tentang Pembinaan & Pengembangan


Aparatur Kementerian PU
Pasal 1 angka 3 : Pendidikan dan Pelatihan di Kementerian Pekerjaan
Umum adalah penyelenggaraan program pengembangan
kompetensi aparatur dalam rangka meningkatkan
kemampuan aparatur Kementerian Pekerjaan Umum
yang terdiri atas Pendidikan dan Pelatihan.
Pasal 1 angka 8 : Pelatihan adalah diklat yang diselenggarakan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum melalui Pusdiklat atau
Lembaga Diklat lain di dalam negeri atau di luar negeri.

Pasal 1 : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pekerjaan

2-2
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

angka 33 Umum yang selanjutnya disebut Pusdiklat adalah unit


kerja yang mempunyai tugas dan kewenangan untuk
melaksanakan pembinaan, pengembangan dan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis,
fungsional dan kepemimpinan, serta pemberdayaan dan
pembinaan SDM di Kementerian Pekerjaan Umum;
Pasal 11 ayat 2 Pusdiklat memiliki tugas sebagai berikut:
huruf i, j, k, l i. Melakukan monitoring dan evaluasi peserta pendidikan
dan pelatihan selama mengikuti program diklat dan
pasca diklat;
j. Menerima laporan hasil penyelenggaraan program
diklat dari Lembaga Diklat, Instansi Pemerintah Dalam
dan Luar Negeri, Balai-balai Pusdiklat, Lembaga Diklat
Swasta dan dan Luar Negeri yang terakreditasi,
Lembaga/Badan/Negara Donor yang bersangkutan
termasuk di dalamnya hasil evaluasi peserta diklat;
k. Menerima laporan hasil kemajuan belajar yang
dilakukan oleh dan dari peserta Pendidikan dan
Pelatihan dan melakukan evaluasi laporan-laporan
hasil kemajuan penugasan belajar peserta;
l. Melakukan evaluasi pelaksanaan program pendidikan
dan pelatihan;
Pasal 28 ayat 1 : Pusdiklat Kementerian Pekerjaan Umum berkewajiban
melakukan monitoring dan evaluasi pada setiap
penyelenggaraan Pelatihan.
Pasal 28 ayat 2 : Evaluasi Diklat Teknis dan Diklat Fungsional dilakukan
oleh penyelenggara Diklat untuk mengetahui
perkembangan pelaksanaan dan tingkat capaian kinerja
penyelenggaraan Diklat Teknis dan Diklat Fungsional.
Pasal 28 ayat 3 : Evaluasi Diklat Teknis dan Diklat Fungsional dilakukan
terhadap:
a. Peserta;
b. Materi Diklat;
c. Widyaiswara /Pengajar;
d. Manajemen Pelaksanaan Diklat; dan
e. Indeks Kepuasan Peserta.

2-3
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

2.2 STUDI LITERATUR


2.2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Rivai, Velthzal (2009:1) Manajemen sumber daya manusia (MSDM)
merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat
dalam fungsi atau bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Karena
sumber daya manusia (SDM) dianggap semakin penting perannya dalam mencapai
tujuan perusahaan, maka berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM
dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen sumber daya
manusia. Istilah “manajemen” mempunyai arti sebagai kumpulan pengetahuan tentang
bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber daya manusia.
Achmad Darodjat, Tubagus (2015:48) mengemukakan untuk menciptakan sumber
daya manusia yang berkualitas dan kemampuan tinggi adalah melalui peningkatan
keahliannya sebagai salah satu upaya. Menurut Gerry Dessler (2004), SDM (HRM)
meliputi perekrutan dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, kompensasi atau
penghargaan dan penilaian serta hubungan tenaga kerja.
Achmad Darodjat, Tubagus (2015:49) mengemukakan fungsi manajemen sumber
daya manusia sebagai berikut:
1. Human Resource Planing. Merencanakan kebutuhan dan pemanfaatan sumber
daya manusia bagi perusahaan. Untuk dapat menyesuaikan diri dengan
perusahaan melalui: perencanaan sumber daya manusia.
2. Personnel Procurement. Mencari dan mendapatkan sumber daya manusia,
melalui : rekrutmen, seleksi, penempatan serta kontrak tenaga kerja, induksi.
3. Personnel Depelovment. Mengembangkan sumber daya manusia,
keterampilannya, keahlian dan pengetahuannya melalui: program orientasi
tenaga kerja, pendidikan dan pelatihan (analisis dan evaluasi), pengembangan
karir.
4. Personnel Maintenance. Memelihara sumber daya manusia, gaji, reward,
insentif, jaminan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, menyelesaikan
perselisihan perburuhan; menyelesaikan keluhan dan relationship karyawan
dan lain sebagainya. Agar sumber daya manusia berdedikasi tinggi, melalui;
kesejahteraan (kompensasi), lingkungan kerja yang sehat dan aman,
hubungan industrial yang baik.
5. Personnel Utilization. Memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya
manusia, termasuk didalamnya promosi, demosi, transfer, dan juga seperasi.
Agar sumber daya manusia bekerja dengan baik melalui; otivasi, penilaian
karya atau feed back, peraturan

2-4
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

2.2.2 Kompetensi

Kompetensi adalah karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkan mereka


mengeluarkan kinerja superior dalam pekerjaannya. Kompetensi menurut Spencer dan
Spencer dalam Palan (2007) adalah sebagai karakteristik dasar yang dimiliki oleh
seorang individu yang berhubungan secara kausal dalam memenuhi kriteria yang
diperlukan dalam menduduki suatu jabatan.

Spencer and Spencer dalam Wibowo (2010:325) mengemukakan bahwa


kompetensi adalah merupakan landasan dasar karakteristik orang dan
mengidentifikasikan cara berperilaku atau berfikir, menyamakan situasi dan mendukung
untuk periode waktu cukup lama.

Kompetensi menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: Pasal 1 (10),


“Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan”.

Pertimbangan kebutuhan kompetensi mencakup:


1. Permintaan masa mendatang berkaitan dengan rencana dan tujuan strategis
dan operasional organisasi
2. Mengantisipasi kebutuhan pergantian manajemen dan karyawan
3. Perubahan pada proses dan teknologi dan peralatan organisasi
4. Evaluasi kompetensi karyawan dalam melaksanakan kegiatan dan proses yang
ditetapkan.

Kompetensi terdiri dari 5 tipe karakteristik yang dikutip oleh Panji (2009:33), yaitu
sebagai berikut:
1. Keahlian (Skill) yaitu kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu
baik secara fisik maupun mental
2. Pengetahuan (Knowledge) yaitu suatu informasi yang dimiliki seseorang untuk
bidang tertentu. Knowledge merupakan kompetensi yang kompleks
3. Sikap atau nilai (Self-Concept) yaitu sikap dan nilai-nilai yang dimiliki
seseorang
4. Watak atau sifat (Trait) yaitu watak yang membuat orang untuk berprilaku
atau bagaimana seseorang merspon untuk berperilaku atau bagaimana
seseorang merespon seseorang dengan cara tertentu
5. Motif (Motive) yaitu sesuatu dimana seseorang secara konsisten berfikir
sehingga dapat melakukan tindakan.

2-5
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Menurut Michael Zwell (2000:309) menyebutkan ada faktor-faktor yang dapat


dipergunakan untuk memperbaiki kompetensi yaitu:

1. Admitting Incompetence (Mengalami Kekurangan Kompetensi)


Seringkali terjadi orang menutupi kekurangannya agar tidak diketahui orang
lain. Budaya yang berusaha untuk selalu tampil baik mengandung bahaya tidak
menyadari kekurangan kecakapan dalam kompetensi. Untuk itu ada baiknya orang
mengakui dengan terus terang akan kekurangan dalam kompetensinya sehingga
dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya.

2. Raising Expectations (Meningkatkan Harapan)


Pekerjaan manajer dan coach termasuk membantu orang memperluas visi atas
pekerjaan mereka sehingga mereka dapat memanfaatkan bakat, kemampuan, dan
potensinya. Tugas utama seorang coach adalah menciptakan dan memelihara visi
yang lebih tinggi bagi pekerja, dengan menjaga dalam pikirannya apa yang
mungkin bagi mereka apabila memanfaatkan semuanya kemampuan dan bakatnya.
Coach perlu terus-menerus meningkatkan pekerja atas visinya, mendorong mereka
untuk bekerja keras mencapai visi, membantu mereka mencatat kesenjangan
antara visi dengan perilaku saat ini, dan membantu mereka mengembangkan
tujuan dan langkah tindak untuk mengatasi kesenjangan.

3. Identifying Barriers (Mengidentifikasi Hambatan)


Apabila terdapat hambatan terhadap kinerja dan pencapaian prestasi, penting
sekali untuk mengidentifikasi sifat dari hambatan tersebut sehingga dapat diatasi
secara efektif. Kebanyakan hambatan dapat dikategorikan dalam pengetahuan,
keterampilan, proses, dan emosional.

4. Including Support Mechanism (Memasukkan Mekanisme Dukungan)


Pada kebanyakan budaya organisasi, penguatan perilaku secara sadar
dipergunakan dalam konteks: program disiplin berkaitan dengan masalah pekerja,
dan rencana kompensasi dan promosi untuk memberi penghargaan kontributor
besar. Dengan secara sadar menggunakan penguatan perilaku dengan lebih kreatif
dan meluas, organisasi dapat membantu pekerja memperbaiki kinerja dan
kompetensi. Mekanisme dukungan yang dapat dipergunakan organisasi dan pekerja
adalah mencatat kemajuan tujuan dan pelaksanaan langkah tindak,
mengkomunikasikan kemajuan kepada orang lainnya dan menggunakan
penghargaan.

2-6
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

2.2.3 Perencanaan Suksesi

Vincent Gaspersz (2012:144) mengemukakan perencanaan suksesi (succesion


planning) adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan mengembangkan orang-orang
internal yang berpotensi tinggi (talenta) untuk mengisi posisi kunci atau penting dalam
organisasi. Perencanaan suksesi menjamin ketersediaan karyawan yang mampu dan
berpengalaman yang dipersiapkan untuk berperan penting di masa yang akan datang.

Proses suksesi mencakup beberapa langkah berikut :


1. Identifikasi posisi kunci untuk suksesi
2. Identifikasi kompetensi
3. Rencana pembelajaran individu
4. Evaluasi program suksesi

Model perencanaan suksesi ditunjukan dalam bagan, sebagai berikut:

Gambar 2.1. Bagan Model Perencanaan Suksesi


Sumber : Vincent Gasperz (2012:151)

2-7
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

2.2.4 Pengembangan Karir


Menurut Noeewll (1998), pengembangan karier merupakan tugas organisasi untuk
membentuk hubungan dengan orang yang mengelola kariernya, karena karier tersusun
dari pergantian antara individu dan organisasi. Individu merencanakan karier mereka
guna meningkatkan status dan gaji mereka, memastikan keselamatan pekerjaan dan
mempertahankan kemampuan pasaran mereka dalam pasar tenaga kerja yang berubah.

Handoko (2000) menyatakan bahwa ada 6 (enam) kegiatan pengembangan karier


yang dapat dilakukan masing-masing individu sebagai berikut:
1. Prestasi kerja. Kegiatan paling penting untuk memajukan karier adalah
prestasi kerja yang baik karena hal ini mendasari semua kegiatan
pengembangan karier lainnya. Kemajuan karier sangat tergantung pada
prestasi kerja.
2. Exposure. Kemajuan karier juga ditentukan oleh exposure berarti menjadi
dikenal oleh orang-orang yang memutuskan promosi, transfer dan
kesempatan-kesempatan karier lainnya. Tanpa exposure, karyawan yang
berprestasi baik, mungkin tidak memperoleh kesempatan untuk mencapai
sasaran-sasaran kariernya.
3. Permintaan berhenti. Hal ini merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran
karier, apabila ada kesempatan karier ditempat lain sehingga dengan
permintaan berhenti tersebut, yang bersangkutan dapat berpindah tempat
bertugas atau bekerja.
4. Kesetiaan organisasional. Kesetiaan pada organisasi dimana seseorang
bertugas atau bekerja turut menentukan kemajuan karier yang bersangkutan.
Kesetiaan organisasional yang rendah pada umumnya ditemui pada para
sarjana baru (yang mempunyai harapan tinggi, tetapi Bering kecewa dengan
tempat tugas pertama mereka) dan para profesional (yang kesetiaan
pertamanya pada profesinya).
5. Mentor dan sponsor. Para mentor atau pembimbing karier informal bila
berhasil membimbing karier karyawan atau pengembangan kariernya lebih
lanjut dapat menjadi sponsor mereka. Seorang sponsor adalah orang dalam
organisasi yang dapat menciptakan kesempatan–kesempatan pengembangan
karier bagi orang lain.
6. Kesempatan untuk tumbuh. Hal ini terjadi, apabila karyawan meningkatkan
kemampuan, misalnya melalui program latihan pengembangan kursus-kursus,
dan lain-lain.

2-8
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

2.2.5 Pelatihan
Menurut Achmad Darodjat, Tubagus (2015:75) pelatihan merupakan salah satu
faktor yang perlu menjadi perhatian oleh seorang pimpinan dalam usaha memperoleh
program yang diinginkan baik usaha yang bersifat mencari keuntungan maupun usaha
yang bersifat pelayanan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pasal 3 huruf
d menyatakan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai profesi berlandaskan pada
prinsip yang salah satunya adalah mempunyai kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas. Sedangkan pada pasal 70, sebagai upaya mengembangkan
kompetensi bagi ASN tersebut, dapat dilakukan salah satunya melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan (diklat).
Berdasarkan Dessler, G (2013), pelatihan dan pengembangan sumber daya
manusia didefinisikan sebagai sebuah proses yang memanfaatkan berbagai metode
untuk menyediakan keterampilan yang dibutuhkan, baik untuk pegawai baru maupun
pegawai lama dalam melaksanakan pekerjaannya. Definisi tersebut selaras dengan
definisi diklat menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000
tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, yaitu proses
penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai
Negeri Sipil.
Adapun fungsi dari pelatihan dinyatakan oleh Noe, Hollenback, Gerhart, & Wright
dalam Ikramina, F., and Gustomo, A. (2014) adalah :
 untuk mengembangkan pengetahuan dari pegawai tentang budaya perusahaan
dan pesaingnya;
 untuk membantu pekerja yang mempunyai keterampilan dalam bekerja dengan
menggunakan teknologi baru;
 untuk membantu pegawai dalam mamahami bagaimana bekerja secara efisien
dan efektif dalam sebuah tim yang bertujuan untuk produk dan pelayanan yang
berkualitas;
 untuk menjamin budaya perusahaan yang menekankan pada inovasi, kreativitas,
dan pengetahuan;
 untuk menjamin keselamatan dengan memberikan ide-ide tentang bagaimana
pekerja dapat berkontribusi kepada perusahaan dalam jam kerja yang aman;
 dan ketika para pegawai tersebut membutuhkan perubahan atau ketika suatu
keterampilan baru dianggap wajib;
 serta untuk menyiapkan pegawai dalam menerima dan bekerja secara efektif
antar sesama, khususnya dengan minoritas dan wanita.

Evaluasi mengenai dampak dan efektifitas dari pelatihan diperlukan agar kelebihan
dan kekurangan dalam program tersebut dapat diidentifikasi sehingga perbaikan dapat

2-9
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

ditindaklanjuti (Rouse, D. 2011). Hal tersebut sesuai dengan fungsi evaluasi yang
dikemukakan Badu, Q., S. (2013) yaitu untuk memperoleh informasi yang akurat dan
objektif pada sebuah program, yang telah direncanakan dan diimplementasikan pada
fase sebelumnya.
Wall dalam ULUM (2015) mendeskripsikan kegiatan evaluasi sebagai suatu tujuan
yang sistematik, dan pengumpulan data secara hati-hati serta menganalisis informasi
yang digunakan untuk menentukan efektivitas dan dampak dari suatu program, serta
mengidentifikasi halhal apa saja yang harus ditingkatkan atau dirubah. Alasan utama
dilakukannya kegiatan evaluasi menurut Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006)
adalah untuk menentukan tingkat efektifitas dari suatu program pelatihan, sehingga
ketika kegiatan evaluasi sudah dilakukan diharapkan dapat menjadi dasar bagi pihak-
pihak yang bertanggung jawab dalam program tersebut, dalam membuat keputusan
berdasarkan hasil evaluasi.
Definisi dan fungsi evaluasi tersebut secara implisit sesuai dengan definisi evaluasi
dibidang pendidikan menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
Secara umum evaluasi adalah suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan efisiensi suatu program. Dalam perspektif critical event models,
evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari seluruh tahapan siklus diklat. Pada
konteks ini evaluasi dilakukan terhadap setiap tahapan mulai dari analisis kebutuhan
diklat, pelaksanaan diklat sampai dengan setelah selesai pelaksanaan atau pasca diklat.
Perkembangan konsep evaluasi yang ada pada saat ini menunjukkan arah yang
lebih luas. Konsep tersebut pada umumnya berkisar pada pandangan sebagai berikut :
1. Evaluasi tidak hanya diarahkan kepada tujuan diklat yang ditetapkan, tetapi
juga terhadap tujuan-tujuan yang tersembunyi, termasuk efek yang mungkin
timbul
2. Evaluasi tidak hanya melalui pengukuran perilaku peserta diklat, tetapi juga
melakukan pengkajian terhadap komponen-komponen diklat, baik masukkan –
proses – keluaran
3. Evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan, tetapi juga untuk mengetahui apakah tujuan-
tujuan tersebut penting bagi peserta diklat dan bagaimana peserta
mencapainya
4. Mengingat luasnya tujuan dan obyek evaluasi, maka alat yang digunakan
dalam pengukuran sangat beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada tes,
tetapi juga yang bukan tes

2-10
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

2.2.6 Evaluasi Pelatihan


Donald L. Kirkpatrick (1998) mengatakan bahwa evaluasi suatu training adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan training dan evaluasi tersebut
merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar training secara keseluruhan dapat
berlangsung secara efektif. Kirkpatrick mengemukakan teorinya yang terkenal mengenai
evaluasi training melalui tulisannya di American Society for Training and Development
Journal. Menurutnya, ada 4 tingkat atau level dalam evaluasi training yang kemudian
disebut “The Four Levels”.
Model empat level yang dikembangkan oleh Kirkpatrick merupakan kerangka
evaluasi klasik untuk menilai efektifitas pelatihan dalam konteks organisasi (Praslova.
2010). Hal tersebut diperkuat juga oleh pendapat Lin, Y., T., Chen, S., C., & Chuang, H.,
T. (2011) yang menyatakan bahwa model empat level Kirkpatrick merupakan model
evaluasi yang secara luas diterima dan digunakan, karena sederhana, lengkap, jelas dan
mudah untuk dilakukan. Bates, R. (2004) menyatakan bahwa model empat level
mempunyai kemampuan dalam mensederhanakan proses evaluasi pelatihan yang
kompleks, dengan dua cara, yaitu model empat level merepresentasikan pedoman
langsung mengenai jenis pertanyaan yang harus ditanyakan dan kriteria yang mungkin
sesuai, dan model tersebut mengurangi kebutuhan pengukuran dalam evaluasi pelatihan.

Gambar 2.2. Ilustrasi Model Evaluasi Empat Level Kirkpatrick


Sumber : www.mindtickle.com

Model evaluasi empat level dikenal pertama kali pada tahun 1959 ketika Donald L.
Kirkpatrick menulis empat seri artikel dengan judul “Techniques for Evaluating Training
Programs” yang diterbitkan dalam Training and Development, the journal of The
American Society for Training and Development (ASTD). Artkel-artikel tersebut
menggambarkan evaluasi empat level yang diformulasikan oleh Kirkpatrick berdasarkan
konsep dari desertasi beliau pada University of Wiconsin, Madison.

2-11
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006) mengemukakan tiga alasan spesifik
dalam melakukan evaluasi program pelatihan, yaitu:
 Untuk menjustifikasi keberadaan anggaran pelatihan dengan memperlihatkan
bagaimana program pelatihan tersebut berkontribusi pada tujuan dan sasaran
organisasi;
 Untuk menentukan apakah suatu program pelatihan dilanjutkan atau tidak;
 Untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana cara meningkatkan program
pelatihan dimasa datang.

Metode evaluasi empat level merepresentasikan sebuah sekuen dari setiap tahapan
untuk mengevaluasi program pelatihan (Meghe, B., Bhise, V., P., & Muley, A. 2013).
Maksud dari sekuen adalah setiap level harus dilakukan secara bertahap. Hal tersebut
karena setiap level dalam model empat level adalah penting dan setiap level memberi
dampak pada level berikutnya (Abdulghani, M., H., Shaik, A., S., Khamis, N., Al-dress,
A., A., Irshad, M., Khalil, S., M., Alhaqwi, I., A., & Isnani, A. 2014).
Empat level tersebut adalah: Level 1- Reaction (Reaksi), Level 2- Learning
(Pembelajaran), Level 3- Behavior (Perilaku), dan Level 4- Results (Hasil/Dampak).
A. Level 1 – Reaction (Reaksi)
Mengevaluasi reaksi adalah sama halnya dengan mengukur tingkat kepuasan
konsumen (Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. 2006). Menurut McLean, S. & Moss, G.
(2003) evaluasi di level satu biasa disebut dengan “happy face evaluation”, dimana
dilevel ini diukur reaksi dan kepuasan peserta terhadap program pelatihan. Mengukur
tingkat kepuasan peserta dalam kegiatan pelatihan merupakan hal yang penting, karena
menyangkut motivasi mereka dalam belajar. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Holton, F., E. (1996) bahwa motivasi belajar berhubungan langsung
dengan pembelajaran.
Evaluasi di level 1 tidak mengukur apa yang peserta telah pelajari, namun
mengukur minat, motivasi, dan tingkat perhatian dari peserta pelatihan (Smidt,.,
Balandin, S., Sigafoos, J., & Reed, V, A.2009). Pentingnya mengukur reaksi menurut
Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006) berdasarkan beberapa alasan, yaitu:
 Untuk memberikan masukkan yang berharga kepada penyelenggara pelatihan
dalam meningkatkan program pelatihan dimasa datang;
 Memberikan saran dan masukkan kepada pengajar mengenai tingkat efektifitas
mereka dalam mengajar;
 Dapat memberikan informasi kuantitatif kepada para pembuat keputusan terkait
dengan pelaksanaan program pelatihan;
 Dapat memberikan informasi kuantitatif kepada pengajar yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk membuat standar pengajaran untuk program yang akan
datang.

2-12
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Langkah-langkah dalam melakukan evaluasi di level-1 adalah:


1. Tentukan hal-hal yang dapat menginformasikan kepuasan peserta dalam
mengikuti kegiatan pelatihan seperti fasilitas, jadwal, kualitas makanan,
kualitas pengajar, kualitas diktat atau modul, kualitas media pembelajaran,
strategi pembelajaran yang diterapkan pengajar, kesigapan dan keramahan
panitia, serta informasi lainnya yang dibutuhkan.
2. Informasi-informasi tersebut kemudian dikemas dalam suatu format isian yang
mudah dimengerti oleh subjek evaluasi, serta dapat mengkuantifikasikan
informasi-informasi tersebut. Tambahkan juga kolom komentar dan saran
sebagai informasi tambahan.
3. Lakukan evaluasi di level ini segera, baik ketika kegiatan belangsung, maupun
setelah kegiatan pelatihan berakhir.
4. Lakukan tindakan yang tepat secara langsung dalam menyikapi hasil evaluasi.

B. Level 2 – Learning (Pembelajaran)


Evaluasi di level-2 berhubungan dengan pengukuran peningkatan kompetensi
peserta, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan tujuan
diadakannya pelatihan. Pembelajaran didefinisikan sebagai prinsip, fakta-fakta, dan
teknik yang dimengerti dan diserap oleh peserta (Kirkpatrick. 1979). Adapun tujuan
pelaksanaan evaluasi belajar di level-2 menurut Kennedy, E., P., Chyung, Y., S.,
Winiecki, J., D., & Brinkerhoff, O., R. (2013) adalah untuk mengukur seberapa baik
peserta didik dalam mempelajari pengetahuan atau keterampilan yang disampaikan
dalam kegiatan pengajaran.
Dari definisi tersebut, mengukur pembelajaran berarti menentukan satu hal atau
lebih yang berhubungan dengan tujuan pelatihan, seperti pengetahuan apa yang telah
dipelajari, keterampilan apa yang telah dikembangkan atau ditingkatkan, dan sikap apa
yang telah berubah.
Langkah-langkah dalam melaksanakan evaluasi di level-2, adalah:
1. Lakukan evaluasi terkait peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan
perubahan sikap sebelum dan sesudah pelatihan.
2. Gunakan tes tertulis untuk mengukur pengetahuan dan sikap.
3. Gunakan tes performa dalam mengukur keterampilan;
4. Gunakan hasil pengukuran tersebut untuk melakukan tidakan yang sesuai.
Yang dimaksud tindakan yang sesuai dalam hal ini adalah melakukan tindakan
konfirmatif dengan hasil evaluasi di level-1, apakah karena pengajar kurang komunikatif
dalam menyampaikan materi, terkait strategi belajar yang tidak sesuai dengan harapan
peserta, atau karena faktorfaktor lain di level-1 yang mungkin dapat menyebabkan
peserta mengalami demotivasi dalam belajar, sehingga kekurangan evaluasi dalam level-
1 dapat segera mendapat perhatian.

2-13
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

C. Level 3 – Behavior (Perilaku)


Perilaku menurut Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006), didefinisikan
sebagai sejauh mana perubahan perilaku yang muncul karena peserta mengikuti
program pelatihan. Evaluasi level-3 dilakukan untuk mengindikasikan sejauh mana
materi dalam pelatihan diaplikasikan pada pekerjaan dan tempat kerja peserta
(Steensma, H., & Groeneveld, K. 2010). Menurut Tan, K. & Newman, E. (2013) evaluasi
perilaku mengukur pengetahuan, keterampilan, atau sikap apa yang dipelajari untuk
diaplikasikan atau dipindahkan pada pekerjaan.
Dari definisi tersebut dapat diartikan tujuan dilakukannya evaluasi di level 3 adalah
untuk mengukur perubahan dalam perilaku kerja yang muncul karena pegawai tersebut
mengikuti program pelatihan. Untuk dapat mengaplikasikan perubahan perilaku tersebut,
menurut Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006) terdapat empat kondisi yang
diperlukan, yaitu:
 Seseorang harus mempunyai keinginan untuk berubah;
 Seseorang harus tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan
hal tersebut;
 Seseorang harus bekerja dalam lingkungan kerja yang tepat;
 Seseorang harus mendapatkan penghargaan karena dia berubah.
Program pelatihan dapat memberikan kondisi pertama dan kedua dengan program
pelatihan yang mendukung perubahan sikap sesuai dengan tujuan pelatihan dengan
memberikan materi terkait pengetahuan, keterampilan, ataupun sikap. Tetapi untuk hal
ketiga tentang lingkungan kondisi kerja yang tepat, berkaitan langsung dengan atasan
dan lingkungan peserta.
Terkait masalah tersebut Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006)
mengemukakan lima jenis kondisi kerja yang disebabkan karena perilaku pimpinan di
tempt kerja yang dapat mempengaruhi kondisi peserta pelatihan dalam menerapkan
perubahan perilaku, yaitu:
1. Menghalangi (preventing). Pimpinan melarang peserta pelatihan untuk
mengerjakan apa yang telah diajarkan dalam kegiatan pelatihan. Pemimpin
tersebut mungkin terpengaruh oleh budaya kerja organisasi yang telah
ditetapkan, atau cara memimpin yang bertentangan dengan apa yang telah
diajarkan pada peserta pelatihan.
2. Mengecilkan (discouraging). Dalam hal ini pimpinan peserta tidak secara
langsung mengatakan bahwa peserta tidak akan bisa melakukan perubahan,
namum secara tersirat pimpinan tersebut tidak ingin peserta melakukan
perubahan perilaku karena pimpinan tersebut tidak suka, atau pimpinan tidak
mencontohkan perilaku sesuai dengan yang peserta pelajari dipelatihan
sehingga mengecilkan hati peserta sebagai bawahan untuk berubah.

2-14
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

3. Netral (neutral). Pimpinan mengindahkan kenyataan bahwa anak buahnya


telah mengikuti program pelatihan. Pimpinan berpikir apa yang dengan kondisi
yang sekarang terjadi di lingkungan kerja sudah cukup dalam menyelesaikan
pekerjaan. Pimpinan tidak mau mengambil resiko, karena apabila peserta diklat
melakukan perubahan akan beresiko merubah kondisi kerja yang sudah ada
sehingga ada peluang pekerjaan menjadi tidak maksimal.
4. Mendorong (encouraging). Pimpinan mendukung bawahan untuk belajar dan
mengaplikasikan apa yang dipelajari dalam pelatihan di pekerjaan.
5. Menuntut (requiring). Pimpinan mengetahui bahwa bawahannya telah belajar
dan memastikan apa yang telah dipelajari oleh bawahannya diaplikasikan
dalam pekerjaan.
Untuk melakukan evaluasi level-3, terdapat masalah dalam menentukan kapan
kegiatan evaluasi tersebut dilakukan. Berbeda halnya dalam melakukan evaluasi di level
1 dan 2 yang dapat dilakukan segera. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor. Faktor
pertama, peserta tidak dapat merubah perilaku mereka dalam bekerja sampai mereka
mendapatkan kesempatan dalam melaksanakan perubahan perilaku tersebut. Faktor
yang kedua, tidak mungkin menentukan kapan perubahan tersebut terjadi. Faktor yang
ketiga, perubahan perilaku merupakan hak peserta itu sendiri, dalam artian peserta
dapat membuat kesimpulan sendiri dalam mengaplikasikan hasil pelatihan, seperti:
 “saya suka dengan apa terjadi, dan saya akan melanjutkan untuk meneruskan
perilaku baru saya”;
 “saya tidak suka dengan apa yang terjadi, dan saya akan kembali kepada
kebiasaan lama saya; atau
 “saya suka dengan apa yang terjadi, tetapi atasan saya tidak suka saya berubah”.
Langkah-langkah dalam melakukan evaluasi level-3 adalah:
1. Lakukan terlebih dahulu evaluasi di level-1 dan level-2.
2. Berikan waktu untuk berlangsungnya perubahan perilaku, yang umumnya
adalah 3 sampai dengan 6 bulan setelah pelatihan.
3. Lakukan evaluasi perilaku baik sebelum dan sesudah program pelatihan apabila
memungkinkan.
4. Lakukan metode survey menggunakan kuisioner atau/dan wawancara pada
peserta pelatihan, atasan langsung peserta, bawahan peserta, dan pihak lain
yang sering mengamati perilaku peserta.
5. Lakukan evaluasi pada semua peserta, atau apabila tidak memungkinkan
gunakan metode sampling.
6. Lakukan evaluasi ulangan pada waktu yang sesuai, untuk memastikan peserta
tetap pada perilaku yang sesuai dengan tujuan pelatihan.
7. Pertimbangkan faktor biaya pelaksanaan evaluasi perilaku dibandingkan
dengan keuntungan yang dihasilkan dari evaluasi.

2-15
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

D. Level 4 – Result (Hasil)


Pelaksanaan program pelatihan, tentunya bertujuan mendapatkan hasil yang baik,
seperti peningkatan kualitas, produktivitas, atau tingkat keselamatan. Evaluasi hasil
menurut Kirkpatrick, D., L. & Kirkpatrick J., D. (2006) dapat didefinisikan sebagai sebuah
hasil akhir yang terjadi sebagai akibat peserta mengikuti program pelatihan. Rafiq, M.
(2015) menyatakan bahwa evaluasi di level-4 bertujuan apakah program pelatihan
bermanfaat dalam mencapai tujuan organisasi. Hasil akhir dalam konteks evaluasi di
level 4 mencakup hasil produksi yang meningkat, kepuasan pelanggan, peningkatan
moral pegawai, dan peningkatan keuntungan perusahaan (Arthur dalam Praslova.2010).

Hubungan antara hasil positif yang diterima oleh Perusahaan dengan kegiatan
pelatihan merupakan hal yang rumit, karena banyak aspek-aspek lain yang
mempengaruhi hal tersebut dan pelatihan mungkin adalah salah satunya.
Langkah-langkah dalam melakukan evalausi di level4 adalah:
1. Lakukan terlebih dahulu evaluasi di level-3.
2. Berikan waktu dalam melihat dampak muncul atau tercapai. Tidak ada waktu
yang spesifik dalam melakukan evaluasi hasil, sehingga dalam menentukan
waktu pelaksanaan evaluasi harus mempertimbangkan berbagai faktor yang
terlibat.
3. Dapat dilakukan dengan metode survey menggunakan kuisioner ataupun
wawancara terhadap peserta pelatihan dan pimpinan perusahaan.
4. Lakukan pengukuran, baik sebelum dan sesudah program pelatihan apabila
memungkinkan.
5. Lakukan evaluasi ulangan pada waktu yang sesuai pada waktu yang sesuai.
6. Pertimbangan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang didapat.
7. Dapat menggunakan data sekunder, seperti data penjualan, data produksi, dan
data lainnya yang mendukung hasil survey dalam menganalisi hasil.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa dalam melakukan implementasi


model evaluasi empat level, harus dilakukan secara sekuen, karena setiap level
merupakan hal yang penting dan mempunyai dampak pada level berkutnya. Sebagai
contoh, apabila dilakukan evaluasi langsung di level-3 (tanpa melakukan evaluasi di
level-2), ketika hasil evaluasi mengindikasikan bahwa hanya sedikit peserta yang
perilakunya berubah sesuai dengan tujuan pelatihan, maka kesimpulan yang muncul
adalah bahwa program pelatihan tidak bagus, sehingga tidak lagi dilanjutkan atau
dilakukan modifikasi. Hal tersebut adalah tidak tepat, karena dalam menerapkan
perubahan perilaku terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti kondisi
tempat kerja dan pimpinan peserta pelatihan.

2-16
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah dengan melihat hasil analisis evaluasi di
level-2, sehingga dapat ditelusuri, apakah ketidakmampuan peserta sehingga bisa
merubah perilakunya juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman peserta terhadap
materi. Alasan kurangnya peserta dalam memahami materi kemudian dapat juga
ditelusuri dengan melihat hasil analisis peserta di level-1, apakah pemahaman materi
yang kurang dari peserta karena disebabkan oleh ketidakpuasan peserta terhadap
penyelenggaraan pelatihan atau karena kualitas pengajar yang kurang, sehingga peserta
tidak mempunyai motivasi dalam belajar. Jadi dengan dilakukannya implementasi model
empat level secara sekuen, terdapat ukuran lebih sebagai dasar analisis untuk menarik
suatu kesimpulan.
Mencermati keempat tingkat evaluasi tersebut, maka dapat dipahami bahwa Level
1 merupakan evaluasi yang paling sederhana dan mudah untuk dilakukan, sementara
Level 4 adalah evaluasi yang paling sulit. Umumnya, perusahaan melakukan evaluasi
pada Level 1 dan 2 saja dengan pertimbangan keterbatasan waktu, biaya, maupun
metode pengukurannya, sebagaimana diuraikan pada bagian lain tulisan ini. Mereka
sudah puas pada hasil evaluasi yang mengatakan, misalnya, bahwa training telah
dilaksanakan dengan baik, modul‐modul yang diberikan cukup menarik, cara
penyampaian oleh trainer sudah baik, materi yang disampaikan dapat dipahami oleh
peserta, serta hal‐hal teknis lainnya. Penyelenggaraan evaluasi Level 1 dan Level 2 ini
juga relatif mudah dan murah karena dilakukan saat peserta masih berada di lokasi
training dan belum kembali ke tempat kerjanya. Metode evaluasi yang digunakanpun
relatif sederhana dan bersifat umum dalam pengertian dapat digunakan untuk hampir
semua jenis training.
Sayangnya, hasil evaluasi pada Level 1 dan 2 tersebut menjadi kurang bermakna
ketika muncul pertanyaan kritis seperti ”Mampukah eks‐peserta training nantinya
menerapkan pengetahuan dan keterampilan barunya tersebut dalam pekerjaannya
sehari‐hari?” atau ”Relevankah materi yang diberikan dengan kenyataan yang dihadapi?”
atau lebih jauh lagi ”Apakah dengan mengikuti training tersebut eks‐peserta terbukti
meningkat kinerjanya?” dan sejumlah pertanyaan lain yang secara keseluruhan akan
menggugat efektivitas penyelenggaraan suatu training. Sebaliknya, evaluasi pada Level 3
dan 4 dapat memberikan jawaban atas semua pertanyaan kritis tadi.
Evaluasi pada Level 3 mampu memberikan pemahaman kepada
perusahaan/penyelenggara training mengenai apakah materi yang diberikan dapat
diterapkan atau diimplementasikan dengan baik dalam pekerjaan sehari‐hari dan jika
ternyata tidak, kendala‐kendala apa yang perlu diatasi. Hal yang lebih penting lagi,
evaluasi pada tahap ini dapat memberikan feedback yang berharga bagi penyempurnaan
pelaksanaan training secara keseluruhan dihubungkan dengan kenyataan yang ada
sehingga pada akhirnya dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan
kinerja karyawan.

2-17
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Sementara itu, evaluasi pada Level 4 akan memberikan jawaban akhir mengenai
apakah tujuan penyelenggaraan suatu training telah tercapai atau belum. Umumnya,
suatu training diselenggarakan dengan tujuan memberikan dampak yang positif terhadap
kinerja perusahaan, misalnya peningkatan hasil penjualan, peningkatan hasil produksi,
penurunan biaya produksi, peningkatan pelayanan nasabah, dan sebagainya, meski ada
pula training yang tidak berdampak langsung terhadap kinerja perusahaan, seperti
training mengenai kepemimpinan, kerjasama antarpegawai, dan sebagainya.
Mencermati hal tersebut, maka dapat dipahami bahwa evaluasi hingga Level 3 dan
Level 4 sebenarnya merupakan suatu keharusan apabila perusahaan ingin mengetahui
apakah hal‐hal yang menjadi tujuan training telah tercapai dan dengan demikian berarti
pula bahwa training tersebut telah terselenggara secara efektif. Sayangnya, masih
banyak perusahaan yang menghadapi berbagai masalah dan kendala dalam melakukan
evaluasi training hingga level tersebut.
Lebih jauh lagi, hasil evaluasi pada Level 4 ini dapat digunakan sebagai dasar
perhitungan Return on Training Investment (ROTI) yang membandingkan hasil yang
diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan suatu training.
Perusahaan/penyelenggara training semakin menyadari pentingnya dilakukan evaluasi
hingga Level 4 sekaligus pengukuran ROTI‐nya agar mereka memiliki keyakinan bahwa
training yang diselenggarakannya benar‐benar memiliki dampak positif terhadap kinerja
perusahaannya serta masih memberikan keuntungan finansial yang lebih besar
dibandingkan dengan biaya yang mereka keluarkan.
Beberapa peneliti juga menekankan pentingnya evaluasi training yang didasarkan
pada perhitungan finansial agar mampu memberikan informasi yang nyata dan tegas
kepada perusahaan mengenai kontribusi training tersebut terhadap kinerja perusahaan.
Sandra Shelton dan George Alliger (1993), Donna Goldwasser (2001), serta Jack J.
Phillips dan Ron Drew Stone (2002) adalah beberapa peneliti yang meyakini bahwa
perusahaan harus menghitung secara cermat setiap uang yang dikeluarkan untuk
membiayai penyelenggaraan training, dan bahwa perhitungan tersebut haruslah dalam
konteks business results dan return on investment. 6
Pembahasan di atas menyiratkan perlunya dilakukan evaluasi training yang lengkap
dan komprehensif untuk mengetahui efektivitas penyelenggaraan training tersebut dalam
konteks perubahan/peningkatan kinerja pegawai yang pada gilirannya membawa
dampak positif bagi kemajuan bisnis perusahaan. Lebih jauh lagi, pengukuran efektivitas
training tersebut haruslah dilakukan dalam hubungannya dengan business results dan
return on investment agar dapat memberikan gambaran finansial yang sebenarnya bagi
perusahaan.

2-18
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

2.2.7 Return On Training Investment (ROTI)


Sebagaimana telah dikemukakan di atas, teori The Four Levels telah menjadi bahan
diskusi dan perdebatan hingga saat ini, khususnya evaluasi pada Level 4. Diskusi dan
perdebatan terjadi sehubungan dengan mungkin tidaknya suatu training diukur dalam
perspektif finansial, khususnya dalam bentuk perhitungan Return on Investment (ROI)
atau dalam hal ini Return on Training Investment (ROTI).

Beberapa pakar, termasuk Kirkpatrick sendiri, berpendapat bahwa Level 4


mengukur seluruh hasil akhir (final result) yang disebabkan oleh training tersebut dan
bahwa yang dimaksudkan dengan pengukuran pada Level 4 tersebut bukanlah
merupakan suatu analisis finansial, termasuk ROTI ataupun training cost‐benefit analysis.
Menurut Karie A. Willyerd (1997), banyak orang yang salah menginterpretasikan Level 4
sebagai tahap perhitungan ROI, padahal Kirkpatrick secara tegas menyebutnya sebagai
tahap pengukuran results, dimana kedua istilah tadi pada dasarnya memiliki perbedaan
yang cukup signifikan sehingga penting untung dipermasalahkan.

Menurutnya, paling tidak ada tiga keterbatasan metode ROI yang menyebabkannya
bukanlah merupakan alat diagnostik yang baik untuk mengevaluasi suatu training.
Pertama, ROI biasanya tidak mencakup seluruh tujuan stratejik perusahaan. Kedua, ROI
lebih merupakan potret sesaat yang memberikan informasi mengenai apa yang telah
dicapai perusahaan, namun tidak mampu memberikan gambaran mengenai apa yang
akan dicapai di masa depan. Ketiga, ROI merupakan sebuah lagging indicator.
Pendeknya, menurut Karie, ROI bukanlah suatu metode yang mampu memberikan
gambaran yang menyeluruh mengenai evaluasi training sebaik yang diberikan oleh
pengukuran result sebagaimana yang dimaksudkan oleh Kirkpatrick.

Sebaliknya, beberapa pakar justru menekankan pentingnya evaluasi training yang


didasarkan pada perhitungan finansial agar mampu memberikan informasi yang nyata
dan tegas kepada perusahaan mengenai kontribusi training tersebut terhadap kinerja
perusahaan. Sandra Shelton dan George Alliger (1993) menegaskan bahwa tidak dapat
dihindari lagi bahwa perusahaan harus menghitung secara cermat setiap uang yang
dikeluarkan untuk membiayai penyelenggaraan training, dan bahwa perhitungan tersebut
haruslah dalam konteks business results dan return on investment. Shelton dan Alliger
mensinyalir bahwa banyak perusahaan tidak mau melakukan evaluasi finansial atas
training yang diselenggarakannya karena masalah pengumpulan data dan interpretasinya
yang sulit dan membutuhkan banyak waktu, meski sebenarnya mereka telah menyadari
bahwa training cost‐benefit analysis akan memberikan informasi yang jauh lebih baik
bagi kepentingan perusahaan dibandingkan data yang diperoleh dari survey mengenai
pelaksanaan training itu sendiri.

2-19
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Donna Goldwasser (2001) juga menekankan perlunya dilakukan evaluasi training


yang didasarkan atas perhitungan manfaat dan biaya secara tegas, bahkan dia
mengatakan bahwa evaluasi pada ketiga level pertama (Level 1 sampai dengan Level 3)
menjadi berkurang maknanya apabila perusahaan tidak mengevaluasi training sesuai
dengan bottom line‐nya, yaitu meningkatkan kinerja pegawai dan perusahaan secara
keseluruhan. Goldwasser mengatakan bahwa salah satu hambatan utama dalam
melakukan evaluasi Level 4 dan perhitungan ROTI adalah masalah metode pengukuran
(measurement) yang tepat untuk digunakan, termasuk untuk mengisolasi hasil yang
diperoleh akibat training dari faktor‐faktor lainnya.

Jack J. Phillips dan Ron Drew Stone (2002) bahkan lebih tegas lagi. Phillips dan
Stone tidak hanya berpendapat bahwa evaluasi training harus dilakukan dalam konteks
training cost‐benefit analysis, namun lebih jauh lagi mereka menyebut perhitungan ROTI
sebagai evaluasi Level 5. Level 5 ini merupakan evaluasi terhadap nilai‐nilai finansial dari
pengaruh bisnis (business impact) yang diakibatkan oleh penyelenggaraan training,
dibandingkan dengan biaya training itu sendiri. Data business impact dikonversi ke dalam
nilai‐nilai finansial agar dapat dimasukkan dalam perhitungan matematis ROTI. Dengan
perhitungan tersebut maka nilai training yang sesungguhnya dapat tergambarkan dalam
konteks bisnis perusahaan secara keseluruhan. Secara tegas, mereka menyatakan
bahwa evaluasi training tidaklah lengkap bila tidak dilakukan hingga Level 5.

Phillips dan Stone juga mengemukakan perlunya diperhitungkan manfaat‐manfaat


training lain yang merupakan intangible benefits yang tidak dapat atau tidak boleh
dikonversi ke dalam nilai‐nilai finansial. Beberapa contoh intangible benefits antara lain
peningkatan kepuasan pelanggan/nasabah, perbaikan dalam hal response time kepada
pelanggan/nasabah, peningkatan kerjasama, dan sebagainya.

Berkaitan dengan evaluasi hingga Level 4 sekaligus perhitungan ROTI ini, Shelton
dan Alliger (1993) mengingatkan bahwa tidak semua jenis training perlu dievaluasi
hingga level tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan menurut mereka adalah
meyakini terlebih dahulu apakah memang training yang akan dievaluasi memiliki dampak
langsung terhadap business results perusahaan dan memang ditujukan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan secara langsung. Jika tidak, maka evaluasi hingga
Level 4 dan perhitungan ROTI sesungguhnya tidak diperlukan. Setelah memastikan hal
tersebut, harus pula diyakini bahwa evaluasi Level 4 dan perhitungan ROTI tersebut
memang dapat dilakukan (doable) terkait dengan ketersediaan data, waktu, biaya, dan
terutama metode pengukuran kinerja usaha dari perusahaan yang bersangkutan.

2-20
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Berdasarkan penelaahan terhadap berbagai pandangan para peneliti di atas maka


dapat dipahami bahwa pada dasarnya dimungkinkan untuk melakukan evaluasi suatu
training hingga ke perhitungan dampak finansialnya, antara lain dalam bentuk Return on
Training Investment. Dalam melakukan perhitungan dampak finansial training tersebut,
terdapat dua hal penting yang perlu dicermati, yaitu pertama perlunya dilakukan isolasi
atas faktor training dari faktor‐faktor lainnya agar perusahaan dapat meyakini seberapa
besar kontribusi training terhadap perubahan/peningkatan kinerja seseorang; dan kedua
kemampuan untuk mengkonversi data yang diperoleh ke dalam ukuran‐ukuran finansial.
Tahap isolasi faktor training dan tahap konversi data ini sekaligus menjawab keraguan
Kirkpatrick mengenai mungkin tidaknya perhitungan dampak finansial training dilakukan.

Tahap ROI paling sulit dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi nilai balik
modal dari pelaksanaan pelatihan. Dibutuhkan waktu, biaya dan analisis data yang
akurat untuk keberhasilan evaluasi ini.

Salah satu cara adalah mengisolasi pengaruh pelatihan, ada tiga strategi yang
dengan mudah diperhitungkan yaitu :
1. Perbandingan antara kelompok peserta dan kelompok bukan peserta. Kinerja
antara kelompok peserta pelatihan dapat diperbandingkan dengan kelompok
lain yang setara dan belum mendapatkan pelatihan. Contohnya, cara
menjawab telepon yang masuk dari kelompok resepsionis peserta pelatihan
Sopan Santun Bertelepon dibandingkan dengan kelompok yang belum
mendapatkan pelatihan. Secara kualitatif, cara menjawab yang lebih baik dapat
disimpulkan disebabkan oleh pelatihan tersebut.
2. Perbandingan antara sebelum dan sesudah pelatihan. Kinerja antara sebelum
dan sesudah pelatihan dari kelompok yang sama diperbandingkan. Contohnya,
penjualan retail sebelum pelatihan direct selling dibandingkan dengan
penjualan setelah pelatihan. Tentu saja analisis yang dilakukan juga perlu
memperhatikan tren kenaikan atau penurunan tanpa adanya pelatihan.
3. Estimasi peserta terhadap presentase pengaruh pelatihan. Inilah perhitungan
yang paling mudah dilakukan. Peserta pelatihan diminta untuk mengungkapkan
berapa persentase pengaruh pelatihan terhadap perbaikan kinerjanya.
Contohnya, peserta pelatihan Interconnecting Network Device melaporkan
bahwa 70% keberhasilan mengerjakan proyek Wireless Connection disebabkan
oleh aplikasi pelatihan. Sisanya, 30% lainnya oleh faktor-faktor lain, seperti
proses belajar sendiri, umpan balik atasan, dll.

2-21
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Saat ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam evaluasi pelatihan, yang
sebelumnya ditekankan pada aspek ROI (return of investment) menuju ke pendekatan
yang lebih melihat keseluruhan mekanisme pelatihan itu sendiri, dari sebelum, selama
dan sesudah masa pelatihan.
Pelatihan sering didefisinisikan sebagai pemberian bekal keterampilan teknis
tertentu pada suatu bidang tertentu untuk meningkatkan kinerja seseorang di di dalam
organisasi, yang nantinya akan terukur dari kinerja organisasi secara keseluruhan.
Jika kita melihat definisi ini, tentunya langkah yang paling mudah untuk melihat
apakah training telah mencapai efektivitasnya adalah dengan cara mengukur apakah
biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan sepadan dengan hasil yang diperoleh organisasi,
yakni berupa profit. Namun, akan jadi sangat sulit bagi sebuah organisasi yang besar
untuk mengukur ROI dari pelatihan, karena kita tidak pernah tahu apakah benar
seseorang/sekelompok orang yang ada dalam departmen tertentu memang benar telah
melakukan perbaikan kinerja pasca pelatihan, sehingga diperoleh peningkatan hasil
kerja? Jika hal ini terjadi akan sulit bagi organisasi untuk secara tepat memutuskan
departmen dan bagian keahlian mana yang akan dilatih pada masa berikutnya.

Banyak pelatihan yang diberikan oleh training provider yang kompeten dan terkenal
karena kemutakhiran materi serta keluwesan pematerinya sering hanya memberikan
“refreshment” pada tingkat pelaksanaan pelatihan itu sendiri. Learning yang menjadi
momok penting bagi program pelatihan kadang hanya terhenti pada saat pelatihan itu
dilangsungkan, setelah mereka pulang ke organisasi, mereka akan bingung karena faktor
lingkungan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat mereka di latih.
Pertanyaanya, apakah peserta pelatihan mampu menemukenali kelemahan dirinya
dan akan berkomitmen memperbaikinya di lingkungan organisasi pasca pelatihan?
Pertanyaan ini tentu akan dijawab oleh training provider dengan "iya". Hal ini sangat
beralasan, karena hampir semua penyedia jasa pelatihan akan memberikan feedback
form yang intinya menanyakan mengenai program pelatihan serta menanyakan hal yang
klasik ”apakah pelatihan ini berguna bagi Anda?” Bagi organisasi dengan budget
pelatihan yang sudah sedemikian rupa dianggarkan tentunya akan menyenangkan hati
mereka, karena pelatihan dinilai telah berhasil.
Demikian pula departmen HR akan senang karena itu berarti analisis kebutuhan
training telah terpenuhi, dan juga bagi departmen keuangan berarti ROI sudah tercapai.
Jika hal ini yang terjadi, maka kita perlu menanyakan lebih lanjut kepada departmen
terkait yang mengirimkan individu atau sekelompok individu untuk mengikuti pelatihan
tersebut dengan pertanyaan “bagaimana hasil kerja dari individu yang baru diberikan
pelatihan tersebut?”, dan “apakah ada peningkatan?” Inilah dilema organisasi yang
masih melihat tolok ukur kesuksesan pelatihan dari aspek ROI saja.

2-22
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Pelatihan sudah memang seharusnya tidak terlepas dari program peningkatan


kinerja. Bahkan, organisasi berkelas seperti Microsoft, Virgin Group dan Sampoerna
mampu mengkaitkan program pelatihan dengan banyak hal seperti diversifikasi produk,
inovasi produk, perbaikan kualitas hingga supervisi. Maka dari itu untuk melihat sejauh
mana program pelatihan itu mencapai tujuannya berikut akan dijabarkan beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam evaluasi program pelatihan.

Pertama, melakukan tinjauan pada pra pelatihan dengan melihat hasil analisis
kebutuhan pelatihan. Semua organisasi dengan departmen HR sebagai kepanjangan
tangannya tentu sudah meramalkan kebutuhan pelatihan untuk masa yang akan datang.
Yang perlu digarisbawahi pada aktivitas ini adalah pemutakhiran data baik internal
maupun eksternal. Data internal seperti urgensi kebutuhan peningkatan keahlian
tertentu dari masing-masing departmen mutlak dibutuhkan, karena pada intinya
departmen terkaitlah yang tahu kebutuhan ini. Data eksternal seperti keadaan
persaingan usaha yang menuntut pelaku usaha untuk senantiasa meningkatkan
keterampilan karyawannya juga menjadi penentu, apakah memang dibutuhkan pelatihan
atau tidak. Kombinasi dari dua data ini diharapkan dapat memberikan gambaran
prioritas, pelatihan seperti apa dan untuk departmen apa sebenarnya program itu
dibutuhkan.

Kedua, pada proses pelatihan itu sendiri. Pada kegiatan pelatihan ini baik pihak
pengirim dan penyelengara pelatihan harus mampu mensinergikan tujuan pelatihan dari
masing-masing pihak. Hal ini bertujuan untuk mensinkronkan kebutuhan pelatihan
dengan proses learning yang nantinya akan menjadi bekal peserta pelatihan kelak jika
kembali ke organisasinya. Dengan hal ini diharapkan tidak ada materi yang under dan
over delivery. Artinya, demi menekan efesiensi biaya (baca: uang, waktu, tenaga), pihak
pengirim pelatihan harus mendapatkan keyakinan dari training provider akan cakupan
materi pelatihan serta relevansinya di dunia kerja. Form feedback yang diberikan oleh
penyedia jasa pelatihan di akhir sesi pelatihan bukan satu-satunya tolok ukur akan tepat
sasaranya program pelatihan tersebut, tapi justru pada mental dan willingness dari
peserta dalam mengikuti program pelatihan itu sendiri. Baik itu targeting lesson learned
dari training provider maupun learning requirement dari pengirim pelatihan harus
bertemu pada satu titik. Lebih lanjut apakah pelatihan tersebut diberikan dalam konteks
on the job training atau off the job training tidak menjadi masalah. Pada kegiatan pra-
pelatihanlah sebenarnya keputusan ini diambil. Tidak ada salah satu dari dua metode
tersebut yang paling baik maupun yang jelek, kembali kepada analisis kebutuhan serta
ketepatan dari program tersebut.

2-23
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Ketiga, pada pasca pelatihan. Seusai pelatihan, tentunya organisasi berharap


individu dapat meningkatkan kinerjanya sehingga akan mendongkrak pula kinerja
organisasi. Jika kita mengharapkan hal ini tentunya tidak tepat, jika faktor lingkungan
organisasi tidak terpenuhi. Lingkungan organisasi internal juga menjadi penentu apakah
nantinya individu dapat mengaktualisasikan hasil learning yang mereka terima di site
pelatihan. Apakah kondisi supervisi serta sejawat kerja sepadan dengan fresh learning
yang didapatkan oleh individu? Apakah memang tuntutan organisasi saat ini
mengharuskan individu untuk segera mengaktualisasikan hasil learning-nya? Jika semua
ini memang sudah diproyeksikan di awal pra pelatihan tentunya akan berimbas pada ROI
yang dianggarakan sebelum mengikuti pelatihan. Jika tidak tentu akan menjadi
bumerang bagi departement yang bersangkutan, karena diperolehnya under atau over
learning yang tidak sesuai dengan kebutuhan departemen. Efek buruk seperti ”usang”-
nya hasil belajar yang tidak digunakan akan menjadi senjata makan tuan bagi organisasi
(efek psikososial).
Secara garis besar, paradigma evaluasi efektivitas pelatihan sudah seyogyanya
tidak didasarkan pada paradigma lama ROI, tapi pada paradigma baru, yakni three
investment on training evaluation, seperti yang disinggung di atas. Paradigma ini akan
mampu menghapus keraguan ujung tombak departemen HR untuk melakukan
perencanaan pelatihan pada masa yang akan datang untuk menjadi lebih baik. Sehingga
diharapkan pelatihan tidak menjadi ”agenda rutinitas” departemen HR, tapi arena
peningkatan kinerja individu dan organisasi. Diharapkan juga, dengan paradigma ini
program pelatihan dapat mencapai real ROI-nya dan menjadi program yang
berkesinambungan dalam upaya peningkatan kinerja karyawan dan organisasi.

2.2.8 Langkah-Langkah Evaluasi Program Pelatihan


Purwanto & Alwi Suparman (1999:73) memaparkan bahwa dalam mengadakan
evaluasi terhadap program pelatihan secara sistematis, pada umumnya menempuh
empat langkah, yaitu
A. Menyusun Desain Evaluasi
Langkah pertama dalam evaluasi adalah menyusun rencana evaluasi yang
menghasilkan desain evaluasi. Pada langkah ini evaluator mempersiapkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi, mulai dari menentukan tujuan evaluasi,
model yang akan digunakan, informasi yang akan dicari serta metode pengumpulan dan
analisis data. Apabila langkah pertama dapat menghasilkan desain evaluasi yang cukup
komprehensif dan rinci, maka sudah dapat dijadikan sebagai acuan kegiatan evaluasi
yang akan dilaksanakan. Rancangan atau desain evaluasi biasanya disusun oleh
evaluator setelah melakukan diskusi dan ada kesepakatan dengan pihak yang akan
membiayai kegiatan evaluasi atau sponsor. Namun adakalanya rancangan disusun oleh
evaluator untuk dijadikan bahan mengadakan negosiasi dengan sponsor.

2-24
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

B. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data


Setelah metode pengumpulan data ditentukan, langkah selanjutnya adalah
menetukan bentuk instrumen yang akan digunakan serta kepada siapa instrumen
tersebut ditujukan (responden). Kemudian setelah itu perlu dikembangkan butir-butir
dalam instrumen. Berbagai pertimbangan mengenai berapa banyak informasi yang akan
dikumpulkan, instrumen dikembangkan sendiri, mengadopsi ataupun menggunakan
instrumen baku dari instrumen yang sudah ada sebelumnya. Untuk memperoleh data
yang valid maka instrumen yang digunakan harus memperhatikan masalah validitas dan
reabilitas. Selain hal tersebut, masalah efisiensi dan efektivitas harus tetap diperhatikan.
Jenis-jenis instrumen yang paling sering digunakan untuk mengumpulkan data dalam
evaluasi program pelatihan adalah dalam bentuk tes, angket, ceklis pengamatan,
wawancara atau evaluator sendiri sebagai instrumen.
C. Mengumpulkan Data, Analisis dan Judgement
Langkah ketiga merupakan tahapan pelaksanaan dari apa yang telah dirancang
pada langkah pertama dan kedua. Pada langkah ketiga ini evaluator terjun ke "lapangan"
untuk mengimplementasikan desain yang telah dibuat, mulai dari mengumpulkan dan
menganalisa data, menginterpretasikan, dan menyajikan dalam bentuk yang mudah
untuk dipahami dan komunikatif. Pengumpulan data dapat diambil dari populasi maupun
dengan menggunakan sampel. Apabila menggunakan sampel maka harus representatif
mewakili populasi, oleh karena harus memperhatikan teknik sampling yang baik.
Berdasarkan data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dan dibuat judgement
berdasarkan kriteria maupun standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari hasil
judgement kemudian disusun rekomendasi kepada penyelenggara kegiatan pelatihan
maupun pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan kegiatan pelatihan.
Langkah ketiga ini merupakan proses yang esensial dari kegiatan evaluasi program
pelatihan dimana terjadi dialog antara evaluator dengan obyek evaluasi. Hal yang harus
diperhatikan oleh evaluator pada tahap ini adalah masalah etika dan penguasaan
"setting" atau latar dimana evaluasi dilaksanakan.
D. Menyusun Laporan Hasil Evaluasi
Menyusun laporan merupakan langkah terakhir kegiatan evaluasi program
pelatihan. Laporan disusun sesuai dengan kesepakatan kontrak yang ditandatangani.
Misalnya dalam kontrak disepakati bahwa laporan dibuat dua jenis laporan dengan
sasaran atau penerima laporan yang berbeda. Dapat disepakati pula bahwa penyampaian
laporan secara tertulis dan ada kesempatan presentasi. Langkah terakhir ini erat
kaitannya dengan tujuan diadakannya evaluasi. Oleh karena itu gaya dan format
penyampaian laporan harus disesuaikan dengan penerima laporan.

2-25
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

BAB 3. METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN


Gambar 3. Picture dummy, do not erase Tabel 3. Table dummy, do not erase

Gambar 3.1. Model Return on Training Investment


Sumber : Jack J. Phillips (2003:32)

Perhitungan pengembalian investasi mengikuti model dasar yang digambarkan di


atas, di mana proses yang berpotensi rumit dapat disederhanakan dengan langkah-
langkah berurutan. Model ROI menyediakan pendekatan sistematis untuk perhitungan
ROI. Pendekatan selangkah demi selangkah menjaga proses tetap terkelola sehingga
pengguna dapat mengatasi satu masalah sekaligus. Model ini juga menekankan bahwa
ini adalah proses logis, sistematis yang mengalir dari satu langkah ke langkah lain.
Menerapkan model memberikan konsistensi dari perhitungan ROI ke yang lain

3.1 PERENCANAAN (PLANNING)


3.1.1 Pengembangan Sasaran Evaluasi Pelatihan
Beberapa potongan puzzle evaluasi harus dijelaskan ketika mengembangkan
rencana evaluasi untuk perhitungan ROI. Tiga elemen spesifik penting untuk
keberhasilan evaluasi adalah
A. Tujuan (Purpose).
Meskipun evaluasi biasanya dilakukan untuk meningkatkan proses HRD, beberapa
tujuan yang berbeda dapat diidentifikasi. Evaluasi direncanakan untuk:
- Tingkatkan kualitas pembelajaran dan hasil.
- Tentukan apakah suatu program mencapai tujuannya.
- Identifikasi kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran
- Tentukan analisis manfaat / biaya dari program HRD
3-1
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

- Membantu dalam memasarkan program HRD di masa depan


- Tentukan apakah program tersebut sesuai untuk audiens target
- Menetapkan database, yang dapat membantu dalam membuat keputusan
tentang program
- Tetapkan prioritas untuk pendanaan
Meskipun ada tujuan evaluasi lain, ini adalah beberapa tujuan yang paling penting
(Russ-Eft dan Preskill, 2001). Tujuan evaluasi harus dipertimbangkan sebelum
mengembangkan rencana evaluasi karena tujuan akan sering menentukan ruang lingkup
evaluasi, jenis instrumen yang digunakan, dan jenis data yang dikumpulkan. Misalnya,
ketika perhitungan ROI direncanakan, salah satu tujuannya adalah untuk
membandingkan biaya dan manfaat program. Tujuan ini memiliki implikasi untuk jenis
data yang dikumpulkan (hard data), jenis metode pengumpulan data (pemantauan
kinerja), jenis analisis (menyeluruh), dan media komunikasi untuk hasil (laporan evaluasi
formal). Untuk sebagian besar program, beberapa tujuan evaluasi dikejar.
B. Kemungkinan Dikerjakan (Feasibility)
Pertimbangan penting dalam perencanaan studi dampak ROI adalah untuk
menentukan tingkat yang tepat untuk evaluasi. Beberapa evaluasi akan berhenti di Level
3, di mana laporan terperinci akan menentukan sejauh mana peserta menggunakan apa
yang telah mereka pelajari. Yang lain akan dievaluasi pada Level 4, dampak, di mana
konsekuensi dari aplikasi di tempat kerja mereka dimonitor. Studi dampak Tingkat 4
akan memeriksa pengukuran data keras dan lunak yang terkait langsung dengan
program. Jenis studi ini akan mensyaratkan bahwa dampak program terisolasi dari
pengaruh lain.
Akhirnya, jika perhitungan ROI diperlukan, dua langkah tambahan diperlukan; data
dampak Level 4 harus dikonversi ke nilai moneter dan biaya program yang ditangkap
sehingga ROI dapat dikembangkan. Hanya beberapa program yang harus dibawa ke
tingkat evaluasi ini. Selama tahap perencanaan, kelayakan untuk studi dampak Tingkat 4
atau 5 harus diperiksa. Pertanyaan yang relevan yang perlu ditangani adalah:
- Tindakan spesifik apa yang telah dipengaruhi oleh program ini?
- Apakah langkah-langkah itu sudah tersedia?
- Dapatkah efek program terhadap tindakan-tindakan itu diisolasi?
- Apakah biaya program sudah tersedia?
- Apakah praktis dan layak untuk membahas biaya?
- Apakah data dampak dapat dikonversi ke nilai moneter?
- Apakah ROI yang sebenarnya diperlukan atau diperlukan?
Pertanyaan-pertanyaan ini dan lainnya penting untuk diperiksa selama proses
perencanaan untuk memastikan bahwa evaluasi sesuai untuk program. Setiap masalah
akan diperiksa secara lebih rinci karena metodologi ROI dijelaskan.

3-2
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

C. Tujuan Program
Program pelatihan dievaluasi pada tingkat yang berbeda seperti yang dijelaskan
secara singkat sebelumnya. Sesuai dengan tingkat evaluasi adalah tingkat tujuan:
- Tujuan Reaksi dan Kepuasan (1)
- Tujuan pembelajaran (2)
- Tujuan aplikasi (3)
- Tujuan dampak (4)
- Tujuan ROI (5)
Sebelum evaluasi ROI dimulai, tujuan program harus diidentifikasi atau
dikembangkan. Tujuan membentuk dasar untuk menentukan kedalaman evaluasi,
artinya mereka menentukan level apa evaluasi akan dilakukan. Secara historis, tujuan
pembelajaran dikembangkan secara rutin. Tujuan penerapan dan dampak tidak selalu
ada, tetapi diperlukan untuk fokus yang tepat pada hasil.

Gambar 3.2. Hubungan antara penilaian kebutuhan dengan evaluasi

Tujuan program terhubung langsung ke analisis front-end. Seperti yang


ditunjukkan pada Gambar 3-2, setelah kebutuhan bisnis ditentukan (4), analisis
kebutuhan mengidentifikasi kinerja pekerjaan (3) yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan bisnis.Keterampilan dan / atau pengetahuan (2) yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang diinginkan diidentifikasi, dengan mempertimbangkan preferensi
(1) untuk solusi pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan.
Dalam metodologi ROI, perlu untuk mengembangkan tujuan di setiap tingkat untuk
memastikan keberhasilan program dan menghubungkan tujuan-tujuan tersebut ke
tingkat evaluasi. Seperti yang diilustrasikan oleh gambar, tujuan kepuasan peserta
terkait dengan evaluasi Level 1; tujuan pembelajaran terkait dengan evaluasi Level 2;
tautan tujuan aplikasi ke evaluasi Level 3; sasaran dampak menghubungkan ke evaluasi
Level 4; dan sasaran ROI terkait dengan hasil ROI.

3-3
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Jika aplikasi dan tujuan dampak tidak tersedia, mereka harus dikembangkan,
menggunakan input dari beberapa kelompok seperti petahana pekerjaan, pengembang
program, fasilitator, dan pemimpin tim di tempat kerja.
Terikat sangat erat dengan menetapkan tujuan adalah waktu pengumpulan data.
Dalam beberapa kasus, pengukuran praprogram diambil untuk membandingkan dengan
tindakan pasca-program dan, dalam beberapa kasus, beberapa tindakan diambil. Dalam
situasi lain, pengukuran pra-program tidak tersedia dan tindak lanjut spesifik masih
dilakukan setelah program. Masalah penting dalam bagian proses ini adalah menentukan
waktu untuk evaluasi tindak lanjut. Sebagai contoh, sebuah maskapai besar memulai
pengumpulan data untuk evaluasi tiga minggu setelah program pelatihan keterampilan
layanan pelanggan. Dalam contoh lain, sebuah perusahaan Indonesia membutuhkan lima
tahun untuk mengukur pengembalian bagi karyawan yang menghadiri program MBA di
Amerika Serikat. Untuk sebagian besar pelatihan profesional dan pengawasan, tindak
lanjut biasanya dilakukan dalam rentang tiga hingga enam bulan.
3.1.2 Pengembangan Perencanaan Evaluasi
Untuk menyelesaikan proses perencanaan, tiga dokumen perencanaan sederhana
dikembangkan: Rencana Pengumpulan Data, Rencana Analisis ROI, dan Rencana Proyek.
Dokumen-dokumen ini harus diselesaikan sebelum proyek evaluasi dilaksanakan —
idealnya, sebelum program dirancang atau dikembangkan. Perhatian awal yang tepat
akan menghemat banyak waktu nanti ketika data benar-benar dikumpulkan.

Gambar 3.3. Contoh formulir pengumpulan data

A. Rencana Pengumpulan Data


3-4
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Gambar 3-3 menunjukkan perencanaan formulir pengumpulan data yang lengkap


untuk program keterampilan penjualan interaktif. Program pelatihan tiga hari dirancang
untuk rekanan penjualan ritel di departemen elektronik dari rantai toko utama (Phillips
dan Phillips, 2001). Perhitungan ROI direncanakan untuk pilot dari tiga kelompok.
Dokumen ini menyediakan tempat untuk elemen-elemen utama dan isu-isu
mengenai pengumpulan data untuk empat tingkat evaluasi. Area luas untuk tujuan
sesuai untuk perencanaan. Tujuan spesifik dan terperinci dikembangkan kemudian,
sebelum program dirancang. Kolom “tindakan” mendefinisikan tindakan spesifik;
"metode" menggambarkan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data; "sumber"
data diidentifikasi; "waktu" menunjukkan kapan data dikumpulkan; dan "tanggung
jawab" mengidentifikasi siapa yang akan mengumpulkan data.
Tujuan untuk Level 1 biasanya termasuk reaksi positif terhadap program pelatihan
rencana aksi yang telah selesai. Jika ini adalah program baru, kategori lain, saran
perbaikan, dapat dimasukkan. Reaksi biasanya diukur pada skala, dikumpulkan dengan
kuesioner langsung dari peserta, dan dikelola oleh fasilitator.
Evaluasi Level 2 berfokus pada langkah-langkah pembelajaran. Tujuan khusus
mencakup bidang-bidang di mana peserta diharapkan untuk mengubah pengetahuan,
keterampilan, atau sikap. Ukurannya adalah lulus / gagal diamati oleh fasilitator. Metode
penilaian pembelajaran adalah praktik keterampilan yang diamati oleh fasilitator
(sumber). Waktu untuk evaluasi Level 2 biasanya selama atau di akhir program, dan
tanggung jawab biasanya ada pada fasilitator.
Untuk evaluasi Level 3, tujuannya mewakili area luas aplikasi program, termasuk
aktivitas on-the-job yang signifikan yang harus mengikuti aplikasi. Metode evaluasi
biasanya mencakup salah satu metode pascaprogram yang dijelaskan kemudian dan
biasanya dilakukan beberapa minggu atau bulan setelah penyelesaian program. Karena
tanggung jawab sering dibagi di antara beberapa kelompok, termasuk staf pelatihan dan
pengembangan, pelatih divisi, atau manajer lokal, penting untuk mengklarifikasi masalah
ini di awal proses.
Untuk evaluasi Level 4, tujuan berfokus pada variabel dampak bisnis dipengaruhi
oleh program. Tujuan dapat mencakup cara di mana setiap item diukur. Jika tidak,
ukurannya didefinisikan di kolom ukuran. Misalnya, jika salah satu tujuannya adalah
untuk meningkatkan kualitas, ukuran spesifik akan menunjukkan bagaimana kualitas itu
sebenarnya diukur, seperti cacat per seribu unit yang diproduksi. Sementara metode
evaluasi yang disukai adalah pemantauan kinerja bisnis, metode lain seperti perencanaan
tindakan mungkin tepat. Waktunya tergantung pada seberapa cepat peserta dapat
menghasilkan dampak bisnis yang berkelanjutan. Biasanya masalah hitungan bulan
setelah pelatihan. Para peserta, penyelia, koordinator pelatihan divisi atau mungkin
seorang evaluator eksternal mungkin bertanggung jawab atas pengumpulan data Level 4
dalam kasus ini.Tujuan ROI ditetapkan, jika perlu. Nilai ini, paling umum dinyatakan

3-5
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

sebagai persen, menentukan tingkat pengembalian minimum yang dapat diterima untuk
berinvestasi dalam program ini. Sponsor program atau individu yang meminta studi
dampak biasanya memberikan nilai. Dalam contoh ini, eksekutif toko regional
menetapkan angka pada 50%.
Rencana pengumpulan data adalah bagian penting dari strategi evaluasi dan harus
diselesaikan sebelum bergerak maju dengan program pelatihan. Untuk program
pelatihan yang ada, rencana tersebut diselesaikan sebelum melanjutkan studi dampak
ROI. Rencana tersebut memberikan arah yang jelas tentang jenis data apa yang akan
dikumpulkan, bagaimana data itu akan dikumpulkan, siapa yang akan memberikan data,
kapan akan dikumpulkan, dan siapa yang akan mengumpulkannya.
B. Rencana Analisis ROI
Gambar 3-4 menunjukkan rencana analisis ROI yang lengkap untuk program
keterampilan penjualan interaktif. Dokumen perencanaan ini merupakan kelanjutan dari
rencana pengumpulan data yang disajikan pada Gambar 3-3 dan menangkap informasi
tentang beberapa item utama yang diperlukan untuk mengembangkan perhitungan ROI
aktual.

Gambar 3.4. Contoh rencana analisis ROI

Di kolom pertama, item data signifikan dicantumkan, biasanya data dampak bisnis
Level 4, tetapi dalam beberapa kasus dapat mencakup item Level 3. Barang-barang ini
akan digunakan dalam analisis ROI. Metode untuk mengisolasi efek pelatihan terdaftar di
sebelah setiap item data di kolom kedua. Untuk sebagian besar kasus, metode ini akan
sama untuk setiap item data, tetapi mungkin ada variasi. Misalnya, jika tidak ada data
historis yang tersedia untuk satu item data, maka analisis garis tren tidak mungkin untuk
item tersebut, meskipun mungkin sesuai untuk item lainnya. Metode konversi data ke
nilai moneter termasuk dalam kolom ketiga, menggunakan salah satu dari sepuluh
strategi yang diuraikan sebelumnya.

3-6
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Kategori biaya yang akan ditangkap untuk program pelatihan diuraikan dalam
kolom keempat. Instruksi tentang bagaimana biaya tertentu harus diprioritaskan akan
dicatat di sini. Biasanya kategori biaya akan konsisten dari satu program ke program
lainnya. Namun, biaya spesifik yang unik untuk program ini juga akan dicatat. Manfaat
tidak berwujud yang diharapkan dari program ini diuraikan pada kolom kelima.
Daftar ini dihasilkan dari diskusi tentang program dengan sponsor dan pakar
subjek. Sasaran komunikasi diuraikan dalam kolom keenam. Meskipun mungkin ada
banyak kelompok yang harus menerima informasi, empat kelompok sasaran selalu
disarankan:
1. Grup manajemen senior (sponsor)
2. Manajer peserta
3. Peserta program
4. Pelatihan dan pengembangan staf
Keempat kelompok ini perlu tahu tentang hasil analisis ROI.
Terakhir, masalah atau peristiwa lain yang mungkin mempengaruhi implementasi
program akan disorot di kolom terakhir. Item khas termasuk kemampuan peserta,
tingkat akses ke sumber data, dan masalah analisis data yang unik.
Rencana analisis ROI, ketika dikombinasikan dengan rencana pengumpulan data,
memberikan informasi terperinci tentang penghitungan ROI, menggambarkan bagaimana
proses akan berkembang dari awal hingga akhir.

C. Rencana proyek

Rencana akhir yang dikembangkan untuk tahap perencanaan evaluasi adalah


rencana proyek. Rencana proyek terdiri dari deskripsi program dan detail singkat tentang
program, seperti durasi, target audiens, dan jumlah peserta. Ini juga menunjukkan garis
waktu proyek, dimulai dengan perencanaan penelitian hingga komunikasi hasil yang
terakhir. Rencana ini menjadi alat operasional untuk menjaga proyek tetap pada
jalurnya. Terkadang, tanggal akhir mendorong seluruh proses perencanaan. Sebagai
contoh, seorang eksekutif senior dapat meminta agar data seputar studi dampak
dikembangkan dan disajikan kepada tim senior pada tanggal tertentu. Dengan titik akhir
itu, semua tanggal lainnya ditambahkan. Alat perencanaan proyek yang tepat dapat
digunakan untuk mengembangkan rencana.

Secara kolektif, ketiga dokumen perencanaan ini (rencana pengumpulan data,


rencana analisis ROI, dan rencana proyek) memberikan arahan yang diperlukan untuk
studi dampak ROI. Sebagian besar keputusan mengenai proses dibuat saat alat
perencanaan ini dikembangkan. Sisa proyek menjadi proses metodis, sistematis untuk
mengimplementasikan rencana tersebut. Ini adalah langkah penting dalam metodologi

3-7
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

ROI, di mana waktu berharga yang dialokasikan untuk proses ini akan menghemat waktu
berharga nanti.

3.2 PENGUMPULAN DATA (DATA COLLECTION)


Pengumpulan data selama dan setelah program pelatihan dilakukan adalah tahap
operasional pertama dari proses ROI, seperti yang digambarkan dalam model ROI.
Langkah ini biasanya yang paling memakan waktu dari semua langkah dan juga
merupakan bagian dari proses ROI yang dapat menjadi yang paling mengganggu bagi
organisasi. Untungnya, berbagai metode tersedia untuk mengambil data pada waktu
yang tepat setelah pelatihan.
3.2.1 Sumber Data
Ketika mempertimbangkan sumber data yang mungkin yang akan memberikan
input pada keberhasilan program pelatihan, enam kategori mudah ditentukan.
A. Catatan Kinerja Organisasi
Sumber data yang paling berguna dan kredibel untuk analisis ROI adalah dari
catatan dan laporan organisasi. Baik secara individual atau berbasis kelompok, catatan
mencerminkan kinerja di unit kerja, departemen, divisi, wilayah, atau organisasi secara
keseluruhan. Sumber ini dapat mencakup semua jenis tindakan, yang biasanya tersedia
berlimpah di seluruh organisasi. Mengumpulkan data dari sumber ini lebih disukai untuk
evaluasi Level 4, karena biasanya mencerminkan data dampak bisnis dan relatif mudah
diperoleh. Namun, penyimpanan catatan yang ceroboh oleh beberapa organisasi dapat
membuat sulit menemukan laporan tertentu.
B. Peserta
Sumber data yang paling banyak digunakan untuk analisis ROI adalah peserta
program. Peserta sering ditanya tentang reaksi dan kepuasan, tingkat pembelajaran, dan
bagaimana keterampilan dan pengetahuan telah diterapkan pada pekerjaan. Terkadang
mereka diminta untuk menjelaskan dampak dari tindakan tersebut. Peserta adalah
sumber data yang kaya untuk evaluasi Level 1, 2, 3, dan 4. Mereka sangat kredibel
karena mereka adalah individu yang telah terlibat dalam program dan mencapai kinerja.
Juga, mereka sering merupakan yang paling berpengetahuan dari proses dan faktor-
faktor yang mempengaruhi lainnya. Tantangannya adalah menemukan cara yang efektif
dan efisien untuk menangkap data secara konsisten.
C. Atasan Peserta
Sumber data penting lainnya adalah individu-individu yang secara langsung
mengawasi atau mengarahkan peserta program. Kelompok ini akan sering memiliki
kepentingan pribadi dalam proses evaluasi, karena mereka menyetujui kehadiran peserta
di program. Dalam banyak situasi, mereka mengamati para peserta saat mereka
berusaha menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam program.
Akibatnya, mereka dapat melaporkan keberhasilan yang terkait dengan program serta

3-8
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

kesulitan dan masalah yang terkait dengan aplikasi. Meskipun input pengawas biasanya
terbaik untuk data Level 3, ini dapat berguna untuk Level 4. Namun penting bagi
pengawas untuk menjaga obyektivitas ketika menilai peserta program.
D. Bawahan Peserta
Dalam situasi di mana penyelia dan manajer dilatih, laporan langsung mereka
dapat memberikan informasi tentang perubahan yang dirasakan dalam perilaku yang
dapat diamati yang telah terjadi sejak program dilaksanakan. Input dari bawahan sesuai
untuk data Level 3 (perilaku) tetapi tidak Level 4. Sementara mengumpulkan data dari
sumber ini bisa sangat membantu dan instruktif, sering kali dihindari karena potensi bias
yang dapat masuk ke dalam proses umpan balik.
E. Rekan Sejawat
Individu-individu yang melayani sebagai anggota tim dengan peserta atau
menempati posisi tingkat sebaya dalam organisasi adalah sumber data lain untuk
beberapa jenis program. Dalam situasi ini, anggota kelompok sebaya memberikan
masukan tentang perubahan perilaku yang dirasakan dari peserta (data Level 3). Sumber
data ini lebih tepat ketika semua anggota tim berpartisipasi dalam program, dan
akibatnya, ketika mereka melaporkan upaya kolektif kelompok atau perubahan perilaku
individu tertentu. Karena sifat subjektif dari proses ini, dan kurangnya kesempatan untuk
sepenuhnya mengevaluasi penerapan keterampilan, sumber data ini agak terbatas.
F. Grup Internal / Eksternal
Dalam beberapa situasi, kelompok internal atau eksternal, seperti staf pelatihan
dan pengembangan, fasilitator program, pengamat ahli, atau konsultan eksternal, dapat
memberikan masukan pada keberhasilan individu ketika mereka belajar dan menerapkan
keterampilan dan pengetahuan yang tercakup dalam program. Kadang-kadang pengamat
atau penilai ahli dapat digunakan untuk mengukur pembelajaran (data Level 2). Sumber
ini mungkin berguna untuk pengamatan di tempat kerja (data Level 3) setelah program
pelatihan selesai. Mengumpulkan data dari sumber ini memiliki kegunaan yang terbatas.
Karena kelompok internal mungkin memiliki kepentingan dalam hasil evaluasi, masukan
mereka mungkin kehilangan kredibilitas.
3.2.2 Kuesioner dan Survey
Mungkin bentuk paling umum dari metode pengumpulan data adalah kuesioner
(Alreck dan Settle, 1995). Mulai dari bentuk reaksi singkat hingga alat tindak lanjut yang
terperinci, kuesioner dapat digunakan untuk memperoleh informasi subjektif tentang
peserta, serta untuk mendokumentasikan hasil bisnis yang terukur secara obyektif untuk
analisis ROI. Dengan keserbagunaan dan popularitas ini, kuesioner adalah metode yang
disukai untuk menangkap data Level 1, 2, 3, dan 4 di beberapa organisasi.
Survei mewakili jenis kuesioner tertentu dengan beberapa aplikasi untuk mengukur
keberhasilan pelatihan. Survei digunakan dalam situasi di mana sikap, kepercayaan, dan
pendapat hanya ditangkap; sedangkan, kuesioner memiliki lebih banyak fleksibilitas dan

3-9
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

menangkap data mulai dari sikap hingga statistik peningkatan spesifik. Prinsip-prinsip
konstruksi dan desain survei mirip dengan desain kuesioner. Pengembangan kedua jenis
instrumen dibahas dalam bagian ini.
A. Jenis-jenis Kuesioner
Selain jenis data yang dicari, jenis pertanyaan membedakan survei dari kuesioner.
Survei dapat memiliki jawaban ya atau tidak ketika persetujuan atau ketidaksepakatan
mutlak diperlukan, atau serangkaian tanggapan dapat digunakan dari sangat tidak setuju
hingga sangat setuju. Skala titik fokus sangat umum.
Kuisioner dapat berisi salah satu atau semua jenis pertanyaan ini:
 Pertanyaan terbuka: memiliki jawaban yang tidak terbatas. Pertanyaan ini diikuti
oleh ruang kosong yang cukup untuk tanggapan.
 Checklist: memberikan daftar item di mana peserta diminta untuk memeriksa
item yang berlaku dalam situasi tersebut.
 Pertanyaan dua arah: memiliki respons alternatif, jawaban ya / tidak atau
kemungkinan lain.
 Pertanyaan pilihan ganda: ada beberapa pilihan, dan peserta diminta untuk
memilih yang paling sesuai.
 Skala peringkat: mengharuskan peserta untuk membuat peringkat daftar item.
B. Langkah-langkah Desain Kuesioner
Desain kuesioner adalah proses yang sederhana dan logis. Tidak ada yang lebih
membingungkan, membuat frustrasi, dan berpotensi memalukan selain kuesioner yang
dirancang dengan buruk atau tidak tepat. Langkah-langkah berikut dapat memastikan
bahwa instrumen yang valid, andal, dan efektif dikembangkan (Robson, 2002).
 Tentukan informasi spesifik yang dibutuhkan. Sebagai langkah pertama dalam
desain kuesioner, topik, keterampilan, atau sikap yang disajikan dalam program
ditinjau untuk item potensial untuk kuesioner. Terkadang sangat membantu untuk
mengembangkan informasi ini dalam bentuk garis besar sehingga pertanyaan
atau item terkait dapat dikelompokkan. Masalah-masalah lain yang terkait dengan
penerapan program ini dieksplorasi untuk dimasukkan dalam kuesioner.
 Libatkan manajemen dalam proses. Sedapat mungkin, manajemen harus terlibat
dalam proses ini, baik sebagai klien, sponsor, pendukung, atau pihak yang
berkepentingan. Jika memungkinkan, manajer yang paling akrab dengan program
atau proses harus memberikan informasi tentang isu-isu spesifik dan masalah
yang sering membingkai pertanyaan aktual yang direncanakan untuk kuesioner.
Dalam beberapa kasus, manajer ingin memberikan masukan tentang masalah
atau item tertentu. Input manajer tidak hanya bermanfaat dan berguna dalam
desain kuesioner, tetapi juga membangun kepemilikan dalam proses pengukuran
dan evaluasi.

3-10
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

 Pilih jenis pertanyaan. Dengan menggunakan lima jenis pertanyaan yang


disebutkan sebelumnya, langkah pertama dalam desain kuesioner adalah memilih
jenis yang akan menghasilkan data spesifik terbaik yang dibutuhkan. Analisis data
yang direncanakan dan variasi data yang akan dikumpulkan harus
dipertimbangkan ketika memutuskan pertanyaan yang akan digunakan.
 Kembangkan pertanyaan. Langkah selanjutnya adalah mengembangkan
pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan yang direncanakan dan informasi yang
dibutuhkan. Pertanyaan harus sederhana dan mudah untuk menghindari
kebingungan atau mengarahkan peserta ke respons yang diinginkan. Satu
pertanyaan seharusnya hanya membahas satu masalah. Jika beberapa masalah
perlu diatasi, pisahkan pertanyaan menjadi beberapa bagian, atau sederhananya,
kembangkan pertanyaan terpisah untuk setiap masalah. Istilah atau ungkapan
yang tidak dikenal oleh peserta harus dihindari.
 Periksa level membaca. Untuk memastikan bahwa kuesioner dapat dengan mudah
dipahami oleh audiens target, sangat membantu untuk menilai tingkat membaca.
Sebagian besar program pengolah kata memiliki fitur yang akan mengevaluasi
kesulitan membaca sesuai dengan tingkat kelas. Ini memberikan pemeriksaan
penting untuk memastikan tingkat pembacaan yang dirasakan dari audiens target
cocok dengan desain kuesioner.
 Uji pertanyaannya. Pertanyaan yang diajukan harus diuji untuk pemahaman.
Idealnya, pertanyaan harus diuji pada kelompok sampel peserta. Jika ini tidak
layak, kelompok sampel karyawan harus berada pada tingkat pekerjaan yang
kira-kira sama dengan peserta. Dari kelompok sampel ini, umpan balik, kritik, dan
saran dicari untuk meningkatkan desain kuesioner.
 Atasi masalah anonimitas. Peserta harus merasa bebas untuk menanggapi
pertanyaan secara terbuka tanpa takut akan pembalasan. Kerahasiaan tanggapan
mereka sangat penting, karena biasanya ada hubungan antara anonimitas survei
dan akurasi. Oleh karena itu, survei harus anonim kecuali ada alasan spesifik
mengapa individu harus diidentifikasi. Dalam situasi di mana peserta harus
mengisi kuesioner dalam audiensi yang ditawan, atau mengirimkan kuesioner
yang telah diisi secara langsung kepada seseorang, pihak ketiga yang netral harus
mengumpulkan dan memproses data, memastikan bahwa identitasnya tidak
diungkapkan. Dalam kasus-kasus di mana identitas harus diketahui (mis., Untuk
membandingkan data keluaran dengan data sebelumnya atau untuk
memverifikasi data), setiap upaya harus dilakukan untuk melindungi identitas
responden dari mereka yang mungkin bias dalam tindakan mereka.
 Desain untuk kemudahan tabulasi dan analisis. Setiap pertanyaan potensial harus
dipertimbangkan dalam hal tabulasi data, ringkasan data, dan analisis. Jika
memungkinkan, proses analisis data harus diuraikan dan ditinjau dalam bentuk

3-11
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

mock-up. Langkah ini menghindari masalah analisis data yang tidak memadai,
rumit, dan panjang yang disebabkan oleh kata-kata atau desain yang tidak tepat.
 Kembangkan kuesioner yang telah diisi dan siapkan ringkasan data. Pertanyaan-
pertanyaan harus diintegrasikan untuk mengembangkan kuesioner yang menarik
dengan instruksi yang tepat sehingga dapat diberikan secara efektif. Selain itu,
lembar ringkasan harus dikembangkan sehingga data dapat ditabulasi dengan
cepat untuk analisis.
3.3 ANALISA DATA (DATA ANALYSIS)
3.3.1 Isolasi Pengaruh Pelatihan
Sementara mengisolasi efek pelatihan tampaknya merupakan masalah yang logis,
praktis, dan perlu, masih banyak diperdebatkan. Beberapa profesional berpendapat
bahwa untuk mengisolasi efek pelatihan bertentangan dengan semua yang diajarkan
dalam pemikiran sistem dan peningkatan kinerja tim (Brinkerhoff dan Dressler, 2002).
Yang lain berpendapat bahwa satu-satunya cara untuk menghubungkan pelatihan
dengan hasil bisnis aktual adalah dengan mengisolasi efeknya pada langkah-langkah
bisnis tersebut (Russ-Eft dan Preskill, 2001). Sebagian besar perdebatan berpusat pada
kesalahpahaman dan tantangan untuk mengisolasi efek dari proses. Poin pertama dalam
perdebatan adalah masalah proses yang saling melengkapi. Memang benar bahwa
pelatihan sering dilaksanakan sebagai bagian dari inisiatif peningkatan kinerja total.
Selalu ada pengaruh lain yang harus bekerja selaras dengan pelatihan untuk
meningkatkan hasil bisnis. Ini sering bukan masalah apakah pelatihan merupakan bagian
dari campuran, tetapi berapa banyak pelatihan yang dibutuhkan, konten spesifik apa
yang dibutuhkan, dan pengiriman yang paling tepat diperlukan untuk mengarahkan
bagian pelatihan dari peningkatan kinerja.
Masalah mengisolasi efek pelatihan tidak dimaksudkan untuk menyarankan bahwa
pelatihan harus berdiri sendiri sebagai variabel yang memengaruhi tunggal untuk
mendorong kinerja bisnis yang signifikan. Masalah isolasi ikut bermain, namun, ketika
ada pemilik berbeda dari proses yang mempengaruhi hasil bisnis dan mereka harus
memiliki lebih banyak informasi tentang kontribusi relatif. Dalam banyak situasi,
pertanyaan ini harus diatasi: Berapa banyak peningkatan yang disebabkan oleh
pelatihan?
Tanpa jawaban, atau metode khusus untuk mengatasi masalah ini, kredibilitas yang
luar biasa hilang, terutama dengan tim manajemen senior. Poin lain dalam perdebatan
adalah sulitnya mencapai isolasi. Pendekatan klasik adalah dengan menggunakan
pengaturan kelompok kontrol di mana satu kelompok menerima pelatihan dan yang
lainnya tidak. Ini adalah salah satu teknik yang dijelaskan dalam bab ini dan merupakan
yang paling kredibel.
Namun, kelompok kontrol mungkin tidak sesuai dalam sebagian besar studi.
Akibatnya, metode lain harus digunakan. Peneliti terkadang menggunakan analisis deret

3-12
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

waktu, juga dibahas dalam bab ini sebagai analisis garis tren. Di luar itu, banyak peneliti
menyerah dan menyarankan bahwa itu tidak dapat diatasi dengan kredibilitas atau
mereka memilih untuk mengabaikan masalah tersebut, berharap bahwa itu tidak akan
diperhatikan oleh sponsor. Tak satu pun dari tanggapan ini dapat diterima oleh tim
manajemen senior yang berusaha memahami hubungan antara pelatihan dan
kesuksesan bisnis. Estimasi kredibel yang disesuaikan dengan kesalahan akan sering
memenuhi persyaratan mereka.
Poin penting adalah untuk selalu mengatasi masalah ini, bahkan jika estimasi ahli
digunakan dengan penyesuaian kesalahan. Dengan cara ini, masalah mengisolasi efek
pelatihan menjadi langkah penting dalam analisis. Dengan demikian, prinsip pedoman
ditetapkan pada masalah ini.
Sebagai langkah pertama dalam mengisolasi dampak pelatihan terhadap kinerja,
semua faktor kunci yang mungkin berkontribusi pada peningkatan kinerja harus
diidentifikasi. Langkah ini mengungkapkan faktor-faktor lain yang mungkin telah
mempengaruhi hasil, menggarisbawahi bahwa program pelatihan bukan satu-satunya
sumber peningkatan. Akibatnya, kredit untuk perbaikan dibagi dengan beberapa variabel
dan sumber yang mungkin, suatu pendekatan yang cenderung mendapatkan rasa
hormat dari manajemen.
Beberapa sumber potensial mengidentifikasi variabel-variabel pengaruh utama.
Sponsor mungkin dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang harus mempengaruhi ukuran
output jika mereka telah meminta program. Klien biasanya akan menyadari inisiatif atau
program lain yang dapat mempengaruhi hasil. Bahkan jika program itu operasional, klien
mungkin memiliki banyak wawasan tentang pengaruh-pengaruh lain yang mungkin telah
mendorong peningkatan kinerja.
Peserta program sering menyadari pengaruh lain yang mungkin menyebabkan
peningkatan kinerja. Bagaimanapun, ini adalah dampak dari upaya kolektif mereka yang
dipantau dan diukur. Dalam banyak situasi, mereka menyaksikan gerakan sebelumnya
dalam ukuran kinerja dan dapat menunjukkan alasan untuk perubahan. Mereka biasanya
ahli dalam masalah ini.
Analis dan pengembang program adalah sumber lain untuk mengidentifikasi
variabel yang berdampak pada hasil. Analisis kebutuhan akan secara rutin mengungkap
variabel-variabel yang berpengaruh ini. Desainer program biasanya menganalisis
variabel-variabel ini saat menangani masalah transfer pelatihan.
Dalam beberapa situasi, pengawas peserta mungkin dapat mengidentifikasi variabel
yang mempengaruhi peningkatan kinerja. Ini sangat berguna ketika peserta program
pelatihan adalah karyawan tingkat pemula atau rendah (operatif) yang mungkin tidak
sepenuhnya sadar akan variabel yang dapat memengaruhi kinerja.
Akhirnya, manajemen menengah dan atas mungkin dapat mengidentifikasi
pengaruh lain, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka tentang situasi

3-13
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

tersebut. Mungkin mereka telah memantau, memeriksa, dan menganalisis pengaruh


lainnya.
Posisi otoritas individu-individu ini sering meningkatkan kredibilitas dan penerimaan
data. Meluangkan waktu untuk memusatkan perhatian pada variabel yang mungkin
memengaruhi kinerja membawa akurasi dan kredibilitas tambahan ke proses. Ini
bergerak melampaui skenario di mana hasilnya disajikan tanpa menyebutkan pengaruh
lain, situasi yang sering menghancurkan kredibilitas laporan dampak pelatihan. Ini juga
memberikan dasar untuk beberapa teknik yang dijelaskan dalam buku ini dengan
mengidentifikasi variabel yang harus diisolasi untuk menunjukkan efek pelatihan. Kata
hati-hati cocok di sini. Menghentikan proses setelah langkah ini akan meninggalkan
banyak hal yang tidak diketahui tentang dampak pelatihan aktual dan mungkin
meninggalkan kesan negatif dengan klien atau manajemen senior, karena mungkin telah
mengidentifikasi variabel yang sebelumnya tidak dipertimbangkan manajemen. Oleh
karena itu, direkomendasikan bahwa staf HRD melampaui langkah awal ini dan
menggunakan satu atau lebih teknik yang mengisolasi dampak pelatihan.
A. Menggunakan Control Group

Gambar 3.5. Desain Control Group

Pendekatan yang paling akurat untuk mengisolasi dampak pelatihan adalah


penggunaan kelompok kontrol dalam proses desain eksperimental (Wang, 2002).
Pendekatan ini melibatkan penggunaan kelompok eksperimen yang menghadiri pelatihan
dan kelompok kontrol yang tidak. Komposisi kedua kelompok harus sama mungkin dan,
jika memungkinkan, pemilihan peserta untuk setiap kelompok harus dilakukan secara
acak. Bila ini memungkinkan dan kedua kelompok mengalami pengaruh lingkungan yang
sama, dan perbedaan kinerja kedua kelompok dapat dikaitkan dengan program
pelatihan.
Seperti diilustrasikan pada Gambar 3-5, kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen tidak perlu memiliki pengukuran pra-program. Pengukuran dilakukan setelah
program dilaksanakan. Perbedaan dalam kinerja kedua kelompok menunjukkan jumlah
peningkatan yang terkait langsung dengan program pelatihan.
Pengaturan grup kontrol muncul di banyak pengaturan, termasuk sektor swasta
dan publik. Misalnya, dalam studi dampak untuk mengukur pengembalian investasi untuk
keterampilan layanan pelanggan telepon, Verizon Communications menggunakan

3-14
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Keuler, 2001). Program pelatihan dirancang
untuk meningkatkan umpan balik pelanggan Verizon dan diharapkan dapat mengurangi
jumlah panggilan keseluruhan yang meningkat ke tingkat pengawasan. Perbedaan antara
kedua kelompok menunjukkan sejauh mana keterampilan dipindahkan ke pekerjaan
(Level 3) dan juga dampak yang dimilikinya di tempat kerja (Level 4). Dengan demikian,
perbedaan kelompok kontrol dapat digunakan untuk mengisolasi efek pada data Level 3
dan Level 4.
Dalam contoh lain, program pengurangan omset untuk spesialis komunikasi di
lembaga pemerintah menggunakan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen (Phillips
dan Phillips, 2002). Kelompok eksperimen terdiri dari individu-individu dalam program
khusus yang dirancang untuk memungkinkan peserta mencapai gelar master dalam ilmu
informasi tentang waktu keagenan dan dengan biaya agensi. Kelompok kontrol dipilih
dengan cermat untuk mencocokkan dengan kelompok eksperimen dalam hal jabatan,
masa kerja dengan agensi, dan gelar sarjana yang diperoleh. Perbedaan kelompok
kontrol / eksperimen sangat dramatis, menunjukkan dampak dari program solusi retensi.
Satu peringatan yang perlu diingat adalah bahwa penggunaan kelompok kontrol
dapat membuat gambar bahwa staf HRD membuat pengaturan laboratorium, yang dapat
menyebabkan masalah bagi beberapa administrator dan eksekutif. Untuk menghindari
stigma ini, beberapa organisasi menjalankan program menggunakan peserta uji coba
sebagai kelompok eksperimen dan tidak memberi tahu kelompok kontrol yang tidak
berpartisipasi. Contoh lain akan menggambarkan pendekatan ini. Perusahaan manufaktur
khusus internasional mengembangkan program untuk perwakilan layanan pelanggannya
yang menjual langsung ke publik. Program ini dirancang untuk meningkatkan
keterampilan penjualan dan menghasilkan tingkat penjualan yang lebih tinggi.
Sebelumnya, perolehan keterampilan penjualan bersifat informal, di tempat kerja, atau
karena coba-coba. Manajer HRD yakin bahwa pelatihan formal akan secara signifikan
meningkatkan penjualan. Manajemen skeptis dan menginginkan bukti — skenario yang
lazim. Program ini diuji coba dengan mengajarkan keterampilan penjualan kepada 16
perwakilan layanan pelanggan yang dipilih secara acak dari 32 yang baru direkrut. 16
sisanya menjabat sebagai kelompok kontrol dan tidak menerima pelatihan. Sebelum
pelatihan, kinerja diukur menggunakan rata-rata penjualan harian (penjualan dibagi
dengan jumlah hari) selama 30 hari (atau lamanya layanan, jika lebih pendek) untuk
masing-masing dari kedua kelompok. Setelah pelatihan, rata-rata penjualan harian
dicatat selama 30 hari. Perbedaan signifikan dalam penjualan kedua kelompok muncul,
dan karena kelompok hampir identik dan mengalami pengaruh lingkungan yang sama,
disimpulkan bahwa perbedaan penjualan adalah hasil dari pelatihan dan bukan faktor
lain. Dalam pengaturan ini, kelompok pilot adalah kelompok eksperimen. Kelompok
pembanding (kelompok kontrol) mudah dipilih. Teknik ini digunakan tanpa publisitas dan
potensi kritik yang khas ketika menggunakan pengaturan kelompok kontrol.

3-15
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Proses kelompok kontrol memang memiliki beberapa masalah inheren yang


mungkin membuatnya sulit untuk diterapkan dalam praktik. Masalah besar pertama
adalah bahwa proses ini tidak sesuai untuk banyak situasi. Untuk beberapa jenis program
pelatihan, tidak pantas untuk menahan pelatihan dari satu kelompok tertentu sementara
pelatihan diberikan kepada yang lain. Ini sangat penting untuk keterampilan kritis yang
diperlukan segera di tempat kerja. Misalnya, dalam pelatihan tingkat pemula, karyawan
membutuhkan keterampilan dasar untuk melakukan pekerjaan mereka. Tidaklah pantas
untuk menahan pelatihan dari sekelompok karyawan baru hanya agar mereka dapat
dibandingkan dengan kelompok yang menerima pelatihan. Meskipun ini akan
mengungkapkan dampak dari pelatihan awal, itu akan menghancurkan bagi orang-orang
yang berjuang untuk mempelajari keterampilan yang diperlukan, berusaha untuk
mengatasi situasi pekerjaan. Dalam contoh sebelumnya, kelompok kontrol layak.
Pelatihan yang diberikan belum tentu penting untuk pekerjaan itu dan organisasi tidak
sepenuhnya yakin bahwa itu akan menambah nilai dalam hal penjualan aktual.
Rintangan khusus ini membuat banyak kelompok kontrol tidak diimplementasikan.
Manajemen tidak mau menahan pelatihan di satu bidang untuk melihat bagaimana
kerjanya di tempat lain. Namun, dalam praktiknya, ada banyak peluang untuk
kesepakatan kelompok kontrol alami untuk berkembang dalam situasi di mana pelatihan
dilaksanakan di seluruh organisasi. Jika perlu beberapa bulan bagi semua orang di
organisasi untuk menerima pelatihan, mungkin ada cukup waktu untuk perbandingan
paralel antara kelompok awal yang dilatih dan kelompok terakhir yang dilatih. Dalam
kasus-kasus ini, sangat penting untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok tersebut
dicocokkan sedekat mungkin sehingga dua kelompok pertama sangat mirip dengan dua
kelompok terakhir. Kelompok kontrol yang terjadi secara alami ini sering ada dalam
implementasi program pelatihan utama. Tantangannya adalah untuk mengatasi masalah
ini cukup awal untuk mempengaruhi jadwal implementasi sehingga kelompok serupa
dapat digunakan dalam perbandingan.
Masalah besar kedua adalah pemilihan kelompok. Dari perspektif praktis, hampir
tidak mungkin untuk memiliki kontrol yang sama dan kelompok eksperimen. Lusinan
faktor dapat memengaruhi kinerja karyawan, beberapa di antaranya individu dan lainnya
kontekstual. Untuk mengatasi masalah ini secara praktis, yang terbaik adalah memilih
tiga hingga lima variabel yang akan memiliki pengaruh terbesar pada kinerja. Sebagai
contoh, dalam program keterampilan penjualan interaktif dalam rantai toko ritel, tiga
kelompok dilatih dan penampilan mereka dibandingkan dengan tiga kelompok serupa,
yang merupakan kelompok kontrol (Phillips dan Phillips, 2001). Pemilihan kelompok
tertentu didasarkan pada empat variabel yang menurut eksekutif toko akan
mempengaruhi kinerja paling besar dari satu toko ke toko lainnya: kinerja penjualan
sebelumnya, area pasar aktual, ukuran toko, dan lalu lintas pelanggan.

3-16
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Dalam contoh ini, ada lusinan variabel yang dapat memengaruhi kinerja toko, mulai
dari perbedaan individu (misalnya, pengalaman penjualan, pendidikan, dan masa kerja)
hingga perbedaan manajerial dan kepemimpinan di dalam departemen dan toko
(misalnya, gaya kepemimpinan dan kontrol manajerial) , serta kebijakan dalam toko
tentang perdagangan dan pemasaran.
Mungkin perbedaan yang paling terjadi secara eksternal dengan area pasar dan
persaingan di sekitarnya. Tantangannya adalah untuk mengambil pendekatan yang
realistis dan untuk mengatasi sejumlah langkah yang masuk akal. Dalam contoh ini,
eksekutif toko regional memilih empat ukuran yang mungkin paling tidak 80% dari
perbedaan. Dengan demikian, menggunakan aturan 80-20, tantangan memilih kelompok
dapat dikelola. Ketika output dapat dipengaruhi oleh sebanyak 40-50 tindakan, hampir
tidak mungkin untuk mempertimbangkan semua tindakan dengan ukuran sampel toko
420. Dengan demikian, penggunaan praktis dari kelompok kontrol harus
mempertimbangkan kendala dalam pekerjaan. pengaturan dan fokus pada pengaruh
paling penting, selain pelatihan, yang akan membuat perbedaan dalam ukuran output.
Masalah ketiga dengan pengaturan kelompok kontrol adalah kontaminasi, yang
dapat berkembang ketika peserta dalam program pelatihan mengajar orang lain dalam
kelompok kontrol. Kadang-kadang situasi sebaliknya terjadi ketika anggota kelompok
kontrol memodelkan perilaku dari kelompok yang terlatih. Dalam kedua kasus,
percobaan menjadi terkontaminasi karena pengaruh filter pelatihan ke kelompok kontrol.
Ini dapat diminimalkan dengan memastikan bahwa kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen berada di lokasi yang berbeda, memiliki shift yang berbeda, atau berada di
lantai yang berbeda di gedung yang sama. Ketika hal ini tidak memungkinkan, kadang-
kadang bermanfaat untuk menjelaskan kepada kedua kelompok bahwa satu kelompok
akan menerima pelatihan sekarang dan yang lain akan menerima pelatihan di kemudian
hari. Juga, mungkin bermanfaat untuk memohon rasa tanggung jawab dari mereka yang
dilatih dan meminta mereka untuk tidak membagikan informasi tersebut kepada orang
lain.
Terkait erat dengan masalah sebelumnya adalah masalah waktu. Semakin lama
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen beroperasi, kemungkinan pengaruh lain
untuk mempengaruhi hasil meningkat. Lebih banyak variabel akan masuk ke dalam
situasi, mencemari hasil. Di ujung lain skala, harus ada cukup waktu sehingga pola yang
jelas dapat muncul di antara kedua kelompok. Dengan demikian, waktu untuk
perbandingan kelompok kontrol harus mencapai keseimbangan menunggu yang cukup
lama untuk menunjukkan perbedaan kinerja mereka, tetapi tidak terlalu lama sehingga
hasilnya menjadi sangat terkontaminasi.
Masalah kelima terjadi ketika berbagai kelompok berfungsi di bawah pengaruh
lingkungan yang berbeda. Karena mereka mungkin berada di lokasi yang berbeda,
kelompok tersebut mungkin memiliki pengaruh lingkungan yang berbeda. Kadang-

3-17
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

kadang pemilihan kelompok dapat membantu mencegah masalah ini terjadi. Juga,
menggunakan lebih banyak kelompok daripada yang diperlukan dan membuang mereka
dengan beberapa perbedaan lingkungan adalah taktik lain. Masalah keenam dengan
menggunakan kelompok kontrol adalah bahwa hal itu mungkin tampak terlalu
berorientasi pada penelitian untuk sebagian besar organisasi bisnis. Misalnya,
manajemen mungkin tidak ingin meluangkan waktu untuk bereksperimen sebelum
melanjutkan dengan program atau mereka mungkin tidak ingin menahan pelatihan dari
suatu kelompok hanya untuk mengukur dampak dari program eksperimental. Karena
keprihatinan ini, beberapa praktisi pembela HAM tidak menyukai gagasan menggunakan
kelompok kontrol. Namun ketika proses ini digunakan, beberapa organisasi melakukan
itu dengan peserta uji coba sebagai kelompok eksperimen dan bukan peserta sebagai
kelompok kontrol. Di bawah pengaturan ini, kelompok kontrol tidak diberitahu tentang
status kelompok kontrol mereka.
Karena ini adalah pendekatan yang efektif untuk mengisolasi dampak pelatihan, itu
harus dianggap sebagai strategi ketika studi dampak ROI utama direncanakan. Dalam
situasi ini, penting agar dampak program diisolasi ke tingkat akurasi yang tinggi;
keuntungan utama dari proses kelompok kontrol adalah akurasi. Sekitar sepertiga dari
lebih dari 100 studi yang dipublikasikan tentang metodologi ROI menggunakan proses
kelompok kontrol.
B. Trend Line Analysis
Teknik lain yang bermanfaat untuk memperkirakan dampak pelatihan adalah
analisis garis tren. Dengan pendekatan ini, garis tren ditarik, menggunakan kinerja
sebelumnya sebagai basis, dan memperluas tren ke masa depan.
Ketika pelatihan dilakukan, kinerja aktual dibandingkan dengan nilai yang
diproyeksikan, garis tren. Setiap peningkatan kinerja melebihi apa yang diprediksi garis
tren kemudian dapat secara wajar dikaitkan dengan pelatihan, jika dua kondisi
terpenuhi:
1. Tren yang telah berkembang sebelum program diharapkan akan berlanjut jika
program belum dilaksanakan untuk mengubahnya (yaitu, jika program
pelatihan belum dilaksanakan, apakah tren ini akan berlanjut pada jalur yang
sama yang ditetapkan sebelum pelatihan? ). Pemilik proses harus dapat
memberikan masukan untuk mencapai kesimpulan ini. Jika jawabannya "tidak,"
analisis garis tren tidak akan digunakan. Jika jawabannya "ya," kondisi kedua
dipertimbangkan.
2. Tidak ada variabel atau pengaruh baru lainnya memasuki proses setelah
pelatihan dilakukan. Kata kuncinya adalah "baru," menyadari bahwa tren telah
ditetapkan karena pengaruh sudah ada, dan tidak ada pengaruh tambahan
memasuki proses di luar program pelatihan dan pengembangan. Jika
jawabannya "ya," metode lain harus digunakan. Jika jawabannya “tidak,”

3-18
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

analisis garis tren mengembangkan perkiraan yang masuk akal dari dampak
pelatihan.

Gambar 3.6. Trend Line dalam hal Produktivitas

Gambar 3-6 menunjukkan contoh analisis garis tren ini yang diambil dari
departemen pengiriman dalam operasi gudang. Persentase tersebut mencerminkan
tingkat pengiriman aktual dibandingkan dengan pengiriman terjadwal. Data disajikan
sebelum dan sesudah program pelatihan tim, yang dilakukan pada bulan Juli. Seperti
yang ditunjukkan pada gambar, ada tren naik pada data sebelum melakukan pelatihan.
Meskipun program tersebut ternyata memiliki efek dramatis pada produktivitas
pengiriman, garis tren menunjukkan bahwa perbaikan akan terus berlanjut, berdasarkan
tren yang sebelumnya telah ditetapkan. Sangat menggoda untuk mengukur peningkatan
dengan membandingkan rata-rata pengiriman enam bulan sebelum program (87,3%)
dengan rata-rata enam bulan setelah program (94,4%) menghasilkan perbedaan 6,9%.
Namun, perbandingan yang lebih akurat adalah rata-rata enam bulan setelah program
dibandingkan dengan garis tren (92,3%).
Dalam contoh ini, perbedaannya adalah 2,1%. Dalam hal ini, dua kondisi yang
diuraikan di atas terpenuhi (ya pada yang pertama; tidak pada yang kedua). Dengan
demikian, menggunakan ukuran yang lebih sederhana ini meningkatkan akurasi dan
kredibilitas proses untuk mengisolasi dampak program.
Data pra-program harus tersedia sebelum teknik ini dapat digunakan dan data
harus memiliki tingkat stabilitas yang wajar. Jika varians data tinggi, stabilitas garis tren
menjadi masalah. Jika ini adalah masalah yang sangat kritis dan stabilitas tidak dapat
dinilai dari plot langsung data, analisis statistik yang lebih rinci dapat digunakan untuk
menentukan apakah data cukup stabil untuk membuat proyeksi (Salkind, 2000).
Garis tren, diproyeksikan langsung dari data historis menggunakan garis lurus,
mungkin dapat diterima. Jika akurasi tambahan diperlukan, garis tren dapat

3-19
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

diproyeksikan dengan rutin sederhana, tersedia di banyak kalkulator dan paket


perangkat lunak, seperti Microsoft Excel.

Gambar 3.7. Contoh Trend Line dalam hal Komplain di sebuah Rumah Sakit

Penggunaan analisis garis tren menjadi lebih dramatis dan meyakinkan ketika suatu
tindakan, bergerak ke arah yang tidak diinginkan, sepenuhnya berbalik dengan program
pelatihan. Misalnya, Gambar 3-7 menunjukkan garis tren keluhan pelecehan seksual
dalam rantai rumah sakit besar (Phillips dan Hill, 2001). Seperti yang ditunjukkan oleh
gambar, keluhan meningkat ke arah yang tidak diinginkan oleh organisasi. Lokakarya
dan kegiatan-kegiatan selanjutnya yang berhubungan dengan program membalikkan
situasi sehingga hasil yang sebenarnya ada di arah lain. Proses garis tren menunjukkan
kapan peningkatan dramatis telah terjadi. Nilai proyeksi garis tren menunjukkan angka
yang jauh lebih tinggi daripada hasil aktual dan perbedaan pra-program dan pasca-
program.
Kerugian utama dari pendekatan garis tren ini adalah tidak selalu akurat.
Penggunaan pendekatan ini mengasumsikan bahwa peristiwa-peristiwa yang
mempengaruhi variabel kinerja sebelum program masih ada setelah program, kecuali
untuk pelaksanaan program pelatihan (yaitu, tren yang didirikan sebelum pelatihan akan
berlanjut pada saat yang sama. arah relatif). Juga, diasumsikan bahwa tidak ada
pengaruh baru memasuki situasi pada saat pelatihan dilakukan. Ini jarang terjadi.
Keuntungan utama dari pendekatan ini adalah sederhana dan murah. Jika data
historis tersedia, garis tren dapat dengan cepat ditarik dan perbedaan diperkirakan.
Meskipun tidak tepat, ini memberikan penilaian yang sangat cepat tentang dampak
potensial pelatihan. Sekitar 15% dari lebih dari 100 studi yang dipublikasikan tentang
metodologi ROI menggunakan teknik analisis garis tren. Ketika variabel lain memasuki
situasi, analisis tambahan diperlukan.

3-20
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

C. Forecasting Methods
Pendekatan yang lebih analitis untuk analisis garis tren adalah penggunaan metode
peramalan yang memprediksi perubahan variabel kinerja. Pendekatan ini merupakan
interpretasi matematis dari analisis garis tren yang dibahas di atas ketika variabel lain
memasuki situasi pada saat pelatihan. Premis dasarnya adalah bahwa kinerja aktual
suatu tindakan, terkait dengan pelatihan, dibandingkan dengan nilai perkiraan ukuran
itu. Nilai perkiraan didasarkan pada pengaruh lainnya. Model linier, dalam bentuk y = a x
+ b, sesuai ketika hanya satu variabel lain yang mempengaruhi kinerja output dan
hubungan itu ditandai oleh garis lurus. Alih-alih menggambar garis lurus, persamaan
linear dikembangkan, yang menghitung nilai peningkatan kinerja yang diantisipasi.
Contoh akan membantu menjelaskan penerapan proses ini. Rantai toko ritel besar
dengan budaya penjualan yang kuat menerapkan program pelatihan penjualan untuk
rekanan penjualan. Program tiga hari dirancang untuk meningkatkan keterampilan
penjualan dan teknik pencarian calon pelanggan. Penerapan keterampilan harus
meningkatkan volume penjualan untuk setiap karyawan.
Ukuran penting dari kesuksesan program adalah penjualan per karyawan enam
bulan setelah program dibandingkan dengan ukuran yang sama sebelum program.
Penjualan harian rata-rata per karyawan sebelum pelatihan, menggunakan rata-rata satu
bulan, adalah $ 1.100 (dibulatkan ke $ 100 terdekat). Enam bulan setelah program,
rata-rata penjualan harian per karyawan adalah $ 1500 (bulan keenam). Kedua angka
penjualan ini adalah nilai rata-rata untuk kelompok peserta tertentu. Dua pertanyaan
terkait harus dijawab: Apakah perbedaan dalam dua nilai ini disebabkan oleh program
pelatihan? Apakah faktor-faktor lain memengaruhi tingkat penjualan aktual?
Setelah meninjau faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi dengan beberapa
eksekutif toko, hanya satu faktor, tingkat periklanan, yang tampaknya telah berubah
secara signifikan selama periode yang dipertimbangkan. Saat meninjau penjualan
sebelumnya per data karyawan dan tingkat iklan, hubungan langsung tampaknya ada.
Seperti yang diharapkan, ketika pengeluaran iklan meningkat, penjualan per karyawan
meningkat secara proporsional.

3-21
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Gambar 3.8. Prakiraan pengaruh pelatihan

Staf iklan telah mengembangkan hubungan matematis antara iklan dan penjualan.
Menggunakan nilai historis, model linier sederhana menghasilkan hubungan berikut: y =
140 + 40x, di mana y adalah penjualan harian per karyawan dan x adalah tingkat
pengeluaran iklan per minggu (dibagi dengan 1000). Persamaan ini dikembangkan oleh
departemen pemasaran menggunakan metode kuadrat terkecil untuk memperoleh
hubungan matematis antara dua kolom data (yaitu, iklan dan penjualan). Ini adalah opsi
rutin pada beberapa kalkulator dan termasuk dalam banyak paket perangkat lunak.
Gambar 3-8 menunjukkan hubungan linear antara iklan dan penjualan.
Tingkat pengeluaran iklan mingguan pada bulan sebelum pelatihan adalah $ 24.000
dan tingkat pengeluaran pada bulan keenam setelah pelatihan adalah $ 30.000. Dengan
asumsi bahwa faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi penjualan tidak signifikan,
eksekutif toko menentukan dampak dari iklan dengan memasukkan jumlah pengeluaran
iklan baru, 30, untuk x dan menghitung penjualan harian, yang menghasilkan $ 1340.
Dengan demikian, tingkat penjualan baru yang disebabkan oleh peningkatan iklan adalah
$ 1.340, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3-8. Karena nilai aktual yang baru
adalah $ 1500, maka $ 160 (mis., 1500 –1340) harus dikaitkan dengan program
pelatihan. Efek dari pelatihan dan periklanan ditunjukkan pada gambar.
Kerugian utama dengan pendekatan ini terjadi ketika beberapa variabel memasuki
proses. Kompleksitasnya berlipat ganda dan penggunaan paket statistik canggih untuk
analisis beragam variabel diperlukan. Meski begitu, kecocokan data dengan model
mungkin tidak dimungkinkan. Sayangnya, beberapa organisasi belum mengembangkan
hubungan matematis untuk variabel output sebagai fungsi dari satu atau lebih input.
Tanpa mereka, metode peramalan sulit digunakan.
Keuntungan utama dari proses ini adalah dapat secara akurat memprediksi ukuran
kinerja bisnis tanpa pelatihan, jika tersedia data dan model yang sesuai. Penyajian
metode spesifik berada di luar cakupan buku ini dan terkandung dalam karya-karya lain

3-22
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

(Armstrong, 2001). Sekitar 5% dari studi yang dipublikasikan tentang metodologi ROI
menggunakan teknik peramalan.
D. Participant Estimate
Metode yang mudah diterapkan untuk mengisolasi dampak pelatihan adalah
dengan memperoleh informasi langsung dari peserta program. Efektivitas pendekatan ini
bertumpu pada asumsi bahwa peserta mampu menentukan atau memperkirakan
seberapa besar peningkatan kinerja terkait dengan program pelatihan. Karena tindakan
mereka telah menghasilkan peningkatan, peserta mungkin memiliki masukan yang
sangat akurat tentang masalah ini.
Mereka harus tahu berapa banyak perubahan yang disebabkan oleh penerapan apa
yang telah mereka pelajari dalam program. Meskipun merupakan perkiraan, nilai ini
biasanya akan memiliki kredibilitas dengan manajemen karena peserta berada di pusat
perubahan atau peningkatan.
Saat menggunakan teknik ini, beberapa asumsi dibuat.
1. Pelatihan (atau peningkatan kinerja) telah dilakukan dengan berbagai kegiatan,
latihan, dan peluang pembelajaran yang berbeda-beda yang semuanya
berfokus pada peningkatan kinerja.
2. Satu atau lebih tindakan bisnis telah diidentifikasi sebelum pelatihan dan telah
dipantau setelah proses. Pemantauan data telah mengungkapkan peningkatan
dalam ukuran bisnis.
3. Ada kebutuhan untuk menghubungkan pelatihan dengan jumlah peningkatan
kinerja tertentu dan mengembangkan dampak moneter dari peningkatan
tersebut. Informasi ini membentuk dasar untuk menghitung ROI aktual.
Dengan asumsi-asumsi ini, para peserta dapat menentukan hasil aktual yang
terkait dengan program pelatihan dan memberikan data yang diperlukan untuk
mengembangkan ROI. Ini dapat dicapai dengan menggunakan kelompok fokus atau
dengan kuesioner.

3.3.2 Konversi Data Dalam Bentuk Finansial


Setelah mengumpulkan data kinerja, banyak organisasi merasa terbantu untuk
membagi data ke dalam kategori keras dan lunak. Data keras adalah ukuran tradisional
kinerja organisasi, karena bersifat objektif, mudah diukur, dan mudah dikonversi ke nilai
moneter. Data keras sering merupakan tindakan yang sangat umum, mencapai
kredibilitas tinggi dengan manajemen, dan tersedia di setiap jenis organisasi. Mereka
ditakdirkan untuk dikonversi ke nilai moneter dan dimasukkan dalam formula ROI.

3-23
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Tabel 3.1. Contoh Data Keras (Hard Data)

Data keras mewakili output, kualitas, biaya, dan waktu proses terkait pekerjaan.
Tabel 3-1 menunjukkan contoh data keras tipikal di bawah empat kategori ini. Hampir
setiap departemen atau unit akan memiliki ukuran kinerja data keras. Misalnya, kantor
pemerintah yang menyetujui aplikasi untuk visa kerja di negara asing akan memiliki
empat ukuran ini di antara pengukuran kinerja keseluruhan: jumlah aplikasi yang
diproses (Output), biaya per aplikasi yang diproses (Biaya), jumlah kesalahan yang
dibuat aplikasi pemrosesan (Kualitas), dan waktu yang diperlukan untuk memproses dan
menyetujui aplikasi (Waktu). Idealnya, program pelatihan untuk karyawan di unit ini
harus dikaitkan dengan satu atau lebih ukuran data keras.
Karena banyak program pelatihan dirancang untuk mengembangkan keterampilan
lunak, data lunak diperlukan dalam evaluasi. Data lunak biasanya subyektif, kadang sulit
diukur, hampir selalu sulit dikonversikan ke nilai moneter, dan berorientasi perilaku. Jika
dibandingkan dengan data keras, data lunak biasanya kurang kredibel sebagai ukuran
kinerja. Pengukuran data lunak mungkin atau tidak dapat dikonversi ke nilai moneter.
Item data lunak dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori; Tabel 3-2
menunjukkan satu pengelompokan seperti itu. Ukuran seperti pergantian karyawan,
absensi, dan keluhan muncul sebagai item data lunak, bukan karena mereka sulit untuk
diukur, tetapi karena sulit untuk secara akurat mengubahnya menjadi nilai moneter.

3-24
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Tabel 3.2. Contoh Data Lunak (Soft Data)

Sebelum menjelaskan teknik-teknik khusus untuk mengonversi data keras atau


lunak ke nilai moneter, langkah-langkah umum yang digunakan untuk mengonversi data
dalam setiap strategi dirangkum secara singkat. Langkah-langkah ini harus diikuti untuk
setiap konversi data. Fokus pada satuan ukuran. Pertama, identifikasi unit perbaikan.
Untuk data keluaran, satuan ukurannya adalah barang yang diproduksi, layanan yang
disediakan, atau penjualan yang disempurnakan. Ukuran waktu bervariasi dan termasuk
item seperti waktu untuk menyelesaikan proyek, waktu siklus, atau waktu respons
pelanggan.
Unit ini biasanya dinyatakan sebagai menit, jam, atau hari. Kualitas adalah ukuran
umum, dan unit mungkin satu kesalahan, menolak, cacat, atau mengolah item. Ukuran
data lunak bervariasi, dan unit perbaikan dapat mencakup item seperti keluhan,
ketidakhadiran, statistik turnover karyawan, atau perubahan satu titik dalam indeks
kepuasan pelanggan. Tentukan nilai setiap unit. Tempatkan nilai (V) pada unit yang
diidentifikasi pada langkah pertama. Untuk ukuran produksi, kualitas, biaya, dan waktu,
prosesnya relatif mudah. Sebagian besar organisasi memiliki catatan atau laporan yang
mencerminkan nilai barang seperti satu unit produksi atau biaya cacat. Data lunak lebih
sulit untuk dikonversi ke nilai, karena biaya satu ketidakhadiran, satu keluhan, atau
perubahan satu titik dalam survei sikap karyawan seringkali sulit untuk ditentukan.
Teknik dalam bab ini menyediakan berbagai kemungkinan untuk melakukan konversi ini.
Ketika lebih dari satu nilai tersedia, nilai yang paling kredibel atau terendah digunakan.
Hitung perubahan dalam data kinerja. Perubahan data output dikembangkan
setelah efek pelatihan diisolasi dari pengaruh lain. Perubahan (DP) adalah peningkatan
kinerja, diukur sebagai data keras atau lunak, yang secara langsung dikaitkan dengan

3-25
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

program pelatihan. Nilai tersebut dapat mewakili peningkatan kinerja untuk individu, tim,
grup, atau beberapa grup peserta.
Tentukan jumlah tahunan untuk perubahan. Tahunankan nilai DP untuk
mengembangkan perubahan total dalam data kinerja selama satu tahun. Menggunakan
satu tahun telah menjadi pendekatan standar dengan banyak organisasi yang ingin
menangkap manfaat total dari program pelatihan. Meskipun manfaatnya mungkin tidak
direalisasikan pada tingkat yang sama untuk satu tahun penuh, beberapa program akan
terus menghasilkan manfaat di luar satu tahun. Dalam beberapa kasus, aliran manfaat
mungkin memerlukan beberapa tahun. Namun, menggunakan manfaat satu tahun
dianggap sebagai pendekatan konservatif untuk solusi jangka pendek (kebanyakan
pelatihan tentang inisiatif peningkatan kinerja adalah solusi jangka pendek). Untuk solusi
jangka panjang, periode yang lebih lama, tetapi konservatif digunakan. Kerangka waktu
ditetapkan sebelum studi dimulai. Ini mengarah pada prinsip panduan: Hanya manfaat
pada tahun pertama yang sebaiknya digunakan dalam analisis ROI untuk
proyek/ inisiatif jangka pendek.
Hitung nilai total peningkatan. Kembangkan nilai total peningkatan dengan
mengalikan perubahan kinerja tahunan (DP) dengan nilai unit (V) untuk grup lengkap
yang dimaksud. Misalnya, jika satu kelompok peserta untuk suatu program sedang
dievaluasi, nilai total akan mencakup peningkatan total untuk semua peserta dalam
kelompok. Nilai manfaat program tahunan ini kemudian dibandingkan dengan biaya
program, biasanya melalui pengembalian formula investasi
3.3.3 Perhitungan Biaya Pelatihan
Bagian lain dari persamaan pada analisis manfaat / biaya adalah biaya program.
Tabulasi biaya melibatkan pemantauan atau pengembangan semua biaya terkait dari
program yang ditargetkan untuk perhitungan ROI. Di antara komponen biaya yang harus
dimasukkan adalah:
 biaya untuk merancang dan mengembangkan program, mungkin diprioritaskan
selama umur program yang diharapkan;
 biaya semua materi program yang diberikan kepada masing-masing peserta;
 biaya untuk instruktur / fasilitator, termasuk waktu persiapan serta waktu
pengiriman;
 biaya fasilitas untuk program pelatihan;
 biaya perjalanan, penginapan, dan makan untuk para peserta, jika berlaku;
 gaji ditambah tunjangan karyawan dari peserta yang menghadiri pelatihan; dan
 biaya administrasi dan overhead dari fungsi pelatihan, dialokasikan dengan cara
yang mudah.
Selain itu, biaya spesifik yang terkait dengan penilaian dan evaluasi kebutuhan
harus dimasukkan, jika sesuai. Pendekatan konservatif adalah memasukkan semua biaya
ini sehingga totalnya terisi penuh.

3-26
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

3.3.4 Identifikasi Manfaat Tak Berwujud (Intangible Benefits)


Tindakan tidak berwujud adalah manfaat atau kerugian yang terkait langsung
dengan program pelatihan, yang tidak dapat atau tidak boleh dikonversi ke nilai
moneter. Langkah-langkah ini sering dipantau setelah program pelatihan dilakukan dan,
meskipun tidak dikonversi ke nilai moneter, mereka masih sangat penting dalam proses
evaluasi. Sementara rentang tindakan tidak berwujud hampir tidak terbatas, bab ini
menjelaskan beberapa langkah umum, yang tercantum dalam Tabel 3-3, sering dikaitkan
dengan pelatihan.
Tabel 3.3. Manfaat Tak Berwujud yang berhubungan dengan pelatihan

Tidak semua tindakan termasuk dalam kategori nyata. Dengan desain, beberapa
tindakan ditangkap dan dilaporkan sebagai tindakan tidak berwujud. Meskipun mereka
mungkin tidak dianggap sama berharganya dengan langkah-langkah yang dikonversi ke
nilai moneter, tindakan tidak berwujud sangat penting untuk keberhasilan keseluruhan
organisasi (Oxman, 2002). Dalam beberapa program, seperti pelatihan keterampilan
interpersonal, pengembangan tim, kepemimpinan, pelatihan komunikasi, dan
pengembangan manajemen, manfaat tidak berwujud (nonmoneter) dapat lebih penting
daripada tindakan nyata (moneter). Akibatnya, langkah-langkah ini harus dipantau dan
dilaporkan sebagai bagian dari evaluasi keseluruhan. Dalam praktiknya, setiap proyek
atau program, terlepas dari sifat, ruang lingkup, dan kontennya, akan memiliki ukuran
tidak berwujud yang terkait dengannya (Fitz-enz, 2001). Tantangannya adalah
mengidentifikasi dan melaporkannya secara efisien.
Mungkin langkah pertama untuk memahami intangible adalah dengan jelas
mendefinisikan perbedaan antara aset berwujud dan tidak berwujud dalam organisasi
bisnis. Seperti yang disajikan pada Tabel 3-4, aset berwujud diperlukan untuk operasi
bisnis dan mudah terlihat, dikuantifikasi secara ketat, dan direpresentasikan sebagai item
baris pada neraca (Saint-Onge, 2000). Aset tidak berwujud adalah kunci untuk
keunggulan kompetitif di era pengetahuan dan tidak terlihat, sulit untuk diukur, dan
tidak dilacak melalui praktik akuntansi tradisional. Dengan perbedaan ini, lebih mudah
untuk memahami mengapa tindakan tidak berwujud sulit dikonversi ke nilai moneter.
3-27
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Tabel 3.4. Perbandingan antara manfaat berwujud dan tak berwujud

Perbedaan lain antara tangible dan intangible adalah konsep hard data versus soft
data. Konsep ini, yang telah dibahas sebelumnya, mungkin lebih dikenal oleh para
praktisi pelatihan dan peningkatan kinerja. Tabel 3-5 menunjukkan perbedaan antara
data keras dan lunak, yang digunakan sebelumnya dalam buku ini. Bagian terpenting
dari definisi ini adalah kesulitan dalam mengubah data menjadi nilai moneter. Dari titik
inilah prinsip panduan lain diturunkan.
Ukuran tidak berwujud didefinisikan sebagai ukuran yang sengaja tidak dikonversi
ke nilai moneter. Menggunakan definisi sederhana ini menghindari kebingungan apakah
suatu item data harus diklasifikasikan sebagai data keras atau data lunak. Ini dianggap
sebagai data lunak jika proses yang kredibel dan layak secara ekonomi tidak tersedia
untuk konversi.
Tabel 3.5. Karakteristik Data

3-28
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

3.3.5 Perhitungan Return on Training Investment


Pengembalian investasi dihitung menggunakan manfaat dan biaya program. Rasio
manfaat/ biaya (BCR) adalah manfaat program dibagi dengan biaya. Dalam bentuk
formula itu adalah:

𝑃𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡𝑠
𝐵𝐶𝑅 =
𝑃𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑜𝑠𝑡𝑠

Terkadang rasio ini dinyatakan sebagai rasio biaya / manfaat, meskipun rumusnya
sama dengan BCR. Pengembalian investasi menggunakan manfaat bersih dibagi dengan
biaya program. Manfaat bersih adalah manfaat program dikurangi biaya. Dalam bentuk
formula, ROI menjadi:

𝑁𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡𝑠


𝑅𝑂𝐼 (%) = × 100
𝑃𝑟𝑜𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑜𝑠𝑡𝑠
Ini adalah formula dasar yang sama yang digunakan dalam mengevaluasi investasi
lain di mana ROI secara tradisional dilaporkan sebagai pendapatan dibagi dengan
investasi. ROI dari beberapa program pelatihan tinggi. Misalnya, dalam pelatihan
penjualan, pengawasan, dan manajerial, ROI bisa sangat tinggi (seringkali lebih dari
100%), sedangkan nilai ROI untuk pelatihan teknis dan operator mungkin lebih rendah.
3.4 PELAPORAN (REPORTING)
3.4.1 Pentingnya Komunikasi
Pelaporan adalah masalah penting dalam metodologi ROI. Meskipun penting untuk
mengkomunikasikan hasil yang dicapai kepada pemangku kepentingan yang tertarik
setelah proyek selesai, penting juga untuk berkomunikasi sepanjang program pelatihan.
Ini memastikan bahwa informasi mengalir sehingga penyesuaian dapat dilakukan dan
semua pemangku kepentingan sadar akan keberhasilan dan masalah di sekitar program.
Setidaknya ada lima alasan untuk khawatir tentang mengkomunikasikan hasil. Secara
kolektif, alasan-alasan ini, yang dijelaskan selanjutnya dalam bagian ini, menjadikan
komunikasi sebagai masalah kritis, meskipun sering diabaikan atau diremehkan dalam
pelatihan dan proyek peningkatan kinerja.
Mengukur keberhasilan dan mengumpulkan data evaluasi tidak berarti apa-apa
kecuali temuan dikomunikasikan segera kepada audiens yang tepat sehingga mereka
akan menyadari apa yang terjadi dan dapat mengambil tindakan jika perlu. Komunikasi
memungkinkan pengulangan penuh dari hasil program ke tindakan yang diperlukan
berdasarkan hasil tersebut.
Karena informasi dikumpulkan pada titik yang berbeda selama proses, komunikasi
atau umpan balik ke berbagai kelompok yang akan mengambil tindakan adalah satu-
satunya cara penyesuaian dapat dilakukan. Dengan demikian, kualitas dan ketepatan
waktu komunikasi menjadi masalah penting untuk membuat penyesuaian atau
3-29
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

peningkatan yang diperlukan. Bahkan setelah proyek selesai, komunikasi diperlukan


untuk memastikan audiens target sepenuhnya memahami hasil yang dicapai dan
bagaimana hasilnya dapat ditingkatkan di proyek masa depan atau di proyek saat ini,
jika masih operasional. Komunikasi adalah kunci untuk membuat penyesuaian penting ini
di semua fase program.
Kontribusi program pelatihan yang dijelaskan dengan enam jenis tindakan utama
adalah masalah yang membingungkan. Target audiens yang berbeda akan membutuhkan
penjelasan menyeluruh tentang hasilnya. Strategi komunikasi termasuk teknik, media,
dan proses keseluruhan akan menentukan sejauh mana mereka memahami kontribusi.
Mengkomunikasikan hasil, terutama dengan dampak bisnis dan ROI, dapat dengan cepat
membingungkan bahkan untuk audiens target yang paling canggih. Komunikasi harus
direncanakan dan diimplementasikan dengan tujuan memastikan audiens memahami
kontribusi penuh.
Komunikasi adalah salah satu masalah penting yang dapat menyebabkan masalah
besar. Karena hasil suatu program dapat terkait erat dengan kinerja orang lain dan isu-
isu politik dalam suatu organisasi, komunikasi dapat mengganggu sebagian individu
sambil menyenangkan orang lain. Jika individu tertentu tidak menerima informasi, atau
disampaikan secara tidak konsisten dari satu kelompok ke kelompok lain, masalah dapat
dengan cepat muncul. Tidak hanya merupakan masalah pemahaman, tetapi juga
masalah keadilan, kualitas, dan kebenaran politik untuk memastikan komunikasi
dibangun dengan benar dan disampaikan secara efektif kepada semua individu kunci
yang membutuhkan informasi.
Karena ada begitu banyak target audiens potensial untuk menerima komunikasi
tentang keberhasilan suatu program, penting bagi komunikasi untuk disesuaikan secara
langsung dengan kebutuhan mereka. Pemirsa yang bervariasi akan memberikan
beragam kebutuhan. Perencanaan dan upaya diperlukan untuk memastikan audiens
menerima semua informasi yang dibutuhkan, dalam format yang tepat, dan pada waktu
yang tepat. Satu laporan untuk semua pemirsa mungkin tidak sesuai. Ruang lingkup,
ukuran, media, dan bahkan informasi aktual dari berbagai jenis dan tingkat yang
berbeda akan sangat bervariasi dari satu kelompok ke kelompok lainnya, menjadikan
audiens target kunci untuk menentukan proses komunikasi yang tepat.
3.4.2 Prinsip Pelaporan
Keterampilan yang diperlukan untuk mengkomunikasikan hasil secara efektif
hampir sama rumit dan canggihnya dengan yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil.
Gaya sama pentingnya dengan substansi. Terlepas dari pesan, audiens, atau medium,
beberapa prinsip umum berlaku dan dieksplorasi selanjutnya. Prinsip-prinsip umum ini
penting untuk keberhasilan keseluruhan upaya komunikasi. Mereka harus berfungsi
sebagai daftar periksa untuk tim HRD ketika menyebarkan hasil program.

3-30
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Biasanya, hasilnya harus dikomunikasikan segera setelah diketahui. Dari sudut


pandang praktis, mungkin yang terbaik adalah menunda komunikasi sampai waktu yang
tepat, seperti penerbitan buletin berikutnya atau rapat manajemen umum berikutnya.
Masalah waktu harus diatasi. Apakah audiens siap untuk hasil dalam hal-hal lain yang
mungkin terjadi? Apakah ini mengharapkan hasil? Kapan waktu terbaik untuk memiliki
efek maksimal pada audiens? Apakah ada keadaan yang menentukan perubahan waktu
komunikasi?
Komunikasi akan lebih efektif jika dirancang untuk kelompok tertentu. Pesan harus
secara khusus disesuaikan dengan minat, kebutuhan, dan harapan audiens target.
Hasil yang dijelaskan dalam bab ini mencerminkan hasil di semua tingkatan,
termasuk enam jenis data yang dikembangkan dalam buku ini. Beberapa data
dikembangkan sebelumnya dalam proyek dan dikomunikasikan selama proyek. Data lain
dikumpulkan setelah implementasi dan dikomunikasikan dalam studi tindak lanjut.
Dengan demikian, hasilnya, dalam arti luas, dapat melibatkan umpan balik awal dalam
hal kualitatif untuk nilai ROI dalam berbagai istilah kuantitatif.
Untuk kelompok tertentu, beberapa media mungkin lebih efektif daripada yang lain.
Pertemuan tatap muka mungkin lebih baik daripada buletin khusus. Memo yang
didistribusikan secara eksklusif kepada manajemen puncak mungkin lebih efektif
daripada buletin perusahaan. Metode komunikasi yang tepat dapat membantu
meningkatkan efektivitas proses.
Penting untuk memisahkan fakta dari fiksi dan pernyataan yang akurat dari
pendapat. Berbagai audiens dapat menerima komunikasi dari staf HRD dengan skeptis,
mengantisipasi bias pendapat. Pernyataan sombong terkadang mematikan penerima, dan
sebagian besar konten hilang. Fakta yang dapat diobservasi dan dipercayai jauh lebih
berbobot daripada klaim ekstrem atau sensasional. Meskipun klaim semacam itu dapat
menarik perhatian audiens, mereka sering mengurangi pentingnya hasil.
Waktu dan konten komunikasi harus konsisten dengan praktik di masa lalu.
Komunikasi khusus pada waktu yang tidak biasa selama program pelatihan dapat
memancing kecurigaan. Juga, jika kelompok tertentu, seperti manajemen puncak, secara
teratur menerima komunikasi tentang hasil, ia harus terus menerima komunikasi —
bahkan jika hasilnya tidak positif. Jika beberapa hasil diabaikan, mungkin meninggalkan
kesan bahwa hanya hasil positif yang dilaporkan.
Pendapat sangat dipengaruhi oleh orang lain, terutama mereka yang dihormati dan
dipercaya. Kesaksian tentang hasil, ketika diminta dari individu yang dihormati oleh
orang lain dalam organisasi, dapat mempengaruhi efektivitas pesan. Penghargaan ini
mungkin terkait dengan kemampuan kepemimpinan, posisi, keterampilan khusus, atau
pengetahuan. Sebuah kesaksian dari seseorang yang tidak begitu dihormati dan
dianggap sebagai pelaku yang di bawah standar dapat berdampak negatif pada pesan
tersebut.

3-31
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Pendapat sulit untuk diubah, dan pendapat negatif dari kelompok HRD mungkin
tidak berubah hanya dengan presentasi fakta. Namun, penyajian fakta saja dapat
memperkuat pendapat yang dimiliki oleh mereka yang sudah setuju dengan hasilnya. Ini
membantu memperkuat posisi mereka dan memberikan pembelaan dalam diskusi
dengan orang lain. Grup HRD dengan tingkat kredibilitas dan rasa hormat yang tinggi
mungkin memiliki waktu yang relatif mudah untuk menyampaikan hasil. Kredibilitas yang
rendah dapat menciptakan masalah ketika mencoba bersikap persuasif. Reputasi
kelompok HRD merupakan pertimbangan penting dalam mengembangkan strategi
keseluruhan.
3.4.3 Tujuan Pelaporan
Karena ada banyak alasan untuk mengkomunikasikan hasil, daftar harus
disesuaikan dengan situasi dan proyek. Alasan spesifik tergantung pada proyek,
pengaturan, dan kebutuhan unik sponsor. Alasan paling umum adalah:
 Untuk mendapatkan persetujuan untuk proyek dan mengalokasikan sumber daya
waktu dan uang. Komunikasi awal menyajikan proposal, proyeksi ROI, atau data
lain yang dimaksudkan untuk mengamankan persetujuan proyek. Komunikasi ini
mungkin tidak memiliki banyak data tetapi mengantisipasi apa yang akan terjadi.
 Untuk mendapatkan dukungan untuk proyek dan tujuannya. Penting untuk
mendapat dukungan dari berbagai kelompok. Komunikasi ini dimaksudkan untuk
membangun dukungan yang diperlukan untuk membuat proyek berhasil.
 Untuk mengamankan kesepakatan tentang masalah, solusi, dan sumber daya.
Ketika program dimulai, penting bagi semua yang terlibat langsung untuk
memiliki persetujuan dan pemahaman tentang elemen-elemen dan persyaratan
penting di sekitar program.
 Untuk membangun kredibilitas untuk kelompok HRD, tekniknya, dan produk jadi.
Penting di awal proses untuk memastikan bahwa mereka yang terlibat memahami
pendekatan dan reputasi staf HRD, dan, berdasarkan pendekatan yang diambil,
komitmen yang dibuat oleh semua pihak.
 Untuk memperkuat proses. Penting bagi manajer kunci untuk mendukung
program dan memperkuat berbagai proses yang digunakan dalam desain,
pengembangan, dan pengiriman. Komunikasi ini dirancang untuk meningkatkan
proses-proses tersebut.
 Untuk mendorong tindakan untuk perbaikan dalam proyek. Komunikasi awal ini
dirancang sebagai alat perbaikan proses untuk menghasilkan perubahan dan
peningkatan karena kebutuhannya terbongkar dan berbagai individu membuat
saran.
 Untuk mempersiapkan peserta untuk program ini. Penting bagi mereka yang
paling terlibat langsung dalam program, para peserta, agar siap untuk

3-32
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

pembelajaran, aplikasi, dan tanggung jawab yang akan dituntut dari mereka
ketika mereka membawa kesuksesan ke proyek.
 Untuk meningkatkan hasil di seluruh proyek dan kualitas umpan balik di masa
depan. Komunikasi ini dirancang untuk menunjukkan status proyek dan untuk
mempengaruhi keputusan, mencari dukungan, atau mengomunikasikan peristiwa
dan harapan kepada para pemangku kepentingan utama. Selain itu, ini akan
meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi karena pemangku kepentingan
melihat siklus umpan balik dalam aksi.
 Untuk menunjukkan hasil lengkap dari program pelatihan. Ini mungkin
komunikasi yang paling penting, di mana semua hasil yang melibatkan keenam
jenis tindakan dikomunikasikan kepada individu yang sesuai sehingga mereka
memiliki pemahaman penuh tentang keberhasilan atau kekurangan proyek.
 Untuk menggarisbawahi pentingnya mengukur hasil. Beberapa individu perlu
memahami pentingnya pengukuran dan evaluasi dan melihat perlunya memiliki
data penting tentang tindakan yang berbeda.
 Untuk menjelaskan teknik yang digunakan untuk mengukur hasil. Sponsor
program dan staf pendukung perlu memahami teknik yang digunakan dalam
mengukur hasil. Dalam beberapa kasus, teknik ini dapat ditransfer secara internal
untuk digunakan dengan proyek lain. Singkatnya, individu-individu ini perlu
memahami kesehatan dan kerangka kerja teoritis dari proses yang digunakan.
 Untuk merangsang keinginan peserta untuk terlibat dalam program ini. Idealnya,
peserta ingin terlibat dalam program ini. Komunikasi ini dirancang untuk
membangkitkan minat mereka pada program dan memberi tahu mereka tentang
pentingnya program ini.
 Untuk merangsang minat pada fungsi HRD. Dari perspektif HRD, beberapa
komunikasi dirancang untuk menciptakan minat pada semua produk dan layanan
berdasarkan hasil yang diperoleh oleh program saat ini.
 Untuk menunjukkan akuntabilitas atas pengeluaran. Penting bagi kelompok luas
untuk memahami kebutuhan akan akuntabilitas dan pendekatan staf SDM. Ini
memastikan akuntabilitas untuk pengeluaran pada proyek.
 Untuk memasarkan proyek masa depan. Dari sudut pandang HRD, penting untuk
membangun basis data proyek-proyek sukses untuk digunakan dalam
meyakinkan orang lain bahwa pelatihan dan peningkatan kinerja dapat
menambah nilai.

Meskipun daftar ini komprehensif, mungkin ada alasan lain untuk


mengkomunikasikan hasil. Konteks situasi harus dipertimbangkan ketika
mengembangkan orang lain.

3-33
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

BAB 4. EVALUASI PELATIHAN BPSDM PUPR


Gambar 4. Picture dummy, do not erase Tabel 4. Table dummy, do not erase
4.1 EVALUASI PELATIHAN EKSISTING
Evaluasi pelatihan di lingkungan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (BPSDM PUPR) telah dilakukan
secara rutin dengan berbasis teknologi informasi (IT based evaluation) melalui aplikasi
Sistem Informasi Manajemen Diklat (SIM-Diklat) yang kemudian pada tahun 2018
digantikan tugasnya dengan aplikasi e-pelatihan.
Dasar hukum dari pelaksanaan evaluasi di BPSDM PUPR adalah Surat Keputusan
Kepala BPSDM PUPR No. 25 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi di Lingkungan
Kementerian PUPR yang kemudian disempurnakan dengan Surat Edaran No.
02/SE/KM/2019 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelatihan Teknis Bidang
PUPR.
4.1.1 Evaluasi Peserta
Evaluasi peserta merupakan penilaian terhadap hasil pembelajaran dimana hasil
evaluasi peserta digunakan untuk penentuan kelulusan. Aspek evaluasi peserta terdiri
dari Aspek Akademis dan Aspek Sikap dan Perilaku.
A. Aspek Akademis
Penilaian aspek akademis diberikan kepada peserta dengan bobot 70% untuk
menilai pemahaman peserta terhadap materi yang diberikan dengan rincian berikut:
Tabel 4.1. Penilaian Aspek Akademis dalam Evaluasi Peserta Pelatihan

SKL (Standar Kompetensi Lulusan) adalah rumusan kompetensi dari satu jenis pelatihan

4-1
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Kriteria nilai setiap unsur penilaian adalah sebagai berikut:


1. Penguasaan materi
- Penguasaan materi diperoleh malalui nilai rata-rata ujian per mata pelatihan
dan/atau ujian pada akhir pelatihan.
- Soal ujian diberikan oleh Pusdiklat sebelum pelaksanaan pelatihan disertai
dengan kunci jawaban.
- Ujian diberikan untuk setiap mata pelatihan inti.
- Penilaian hasil ujian dilakukan oleh pengajar sesuai penugasan.
- Kriteria nilai penguasaan materi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Kriteria nilai penguasaan materi

2. Pengembangan ide/gagasan
Penilaian terhadap unsur pengembangan ide/gagasan diukur berdasarkan
kreativitas dalam mengembangkan rumusan masalah pada setiap kasus. Kriteria
nilai pengembangan ide/gagasan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3. Kriteria nilai pengembangan ide/gagasan

3. Keaktifan
Penilaian terhadap unsur keaktifan diukur berdasarkan keaktifan dalam tanya
jawab antara pengajar dan peserta pada saat pelatihan sedang berlangsung.
Kriteria nilai keaktifan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4. Kriteria nilai keaktifan

4-2
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

4. Kertas kerja perorangan/kelompok dan atau seminar/presentasi makalah.


Penilaian terhadap unsur kertas kerja perorangan/kelompok dan atau
seminar/presentasi makalah diukur berdasarkan Kemampuan dalam penyelesaian
kertas kerja, peran serta dalam kelompok, sikap kerjasama tim dan kemampuan
presentasi.

B. Aspek Sikap dan Perilaku


Penilaian aspek sikap dan perilaku diberikan bobot penilaian sebesar 30% dan
penilaian dilakukan oleh Balai Penyelenggara. Penilaian aspek sikap dan perilaku
merupakan penilaian ketaatan dan kepatuhan peserta terhadap seluruh ketentuan yang
ditetapkan penyelenggara. Penilaian aspek sikap dan perilaku meliputi:
1. Kehadiran dan ketepatan dalam sesi pembelajaran:
- Kehadiran menjadi prasyarat kelulusan peserta (minimal 90%)
- Nilai kehadiran = ((jumlah hadir/jumlah seluruh mata pelatihan x 100) +
(jumlah tepat waktu/jumlah seluruh mata pelatihan x 100))/2
2. Menjaga etika dan kesopanan
3. Kepatuhan terhadap tata tertib.

Ketentuan kelulusan peserta pelatihan di lingkungan BPSDM PUPR adalah :


1. Kehadiran menjadi prasyarat kelulusan peserta (minimal 90%).
2. Nilai keseluruhan (akademis dan sikap perilaku) minimal 70.
3. Nilai akademis masing-masing mata pelatihan, kertas kerja, dan seminar
minimum 60.

Sedangkan kualifikasi kelulusan peserta pelatihan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5. Kualifikasi kelulusan peserta

4-3
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

4.1.2 Evaluasi Materi Pelatihan


Evaluasi terhadap materi pelatihan yang diberikan oleh pengajar dilakukan oleh
peserta pelatihan, dengan aspek evaluasi materi yang terdiri atas :
 Keterkaitan materi yang diajarkan dengan tugas peserta pelatihan.
 Tingkat manfaat materi yang diajarkan bagi peserta.
 Tingkat kemudahan mempelajari materi yang diajarkan.
 Waktu/durasi penyajian materi.
 Kesesuaian dengan perkembangan terkini (up to date).

Tatacara evaluasi materi pelatihan oleh peserta adalah :


 Evaluasi materi dilakukan untuk setiap materi yang disampaikan dalam suatu
pelatihan.
 Evaluasi dilakukan secara online melalui aplikasi e-pelatihan oleh seluruh peserta
pelatihan.
 Evaluasi materi dilaksanakan setelah materi selesai disampaikan sampai dengan
sebelum waktu penutupan pelatihan.

Adapun formulir evaluasi materi pelatihan yang harus diisi oleh para peserta
pelatihan pada setiap materi yang diberikan dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.1. Form F-1 Evaluasi Materi Pelatihan oleh Peserta

4-4
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

4.1.3 Evaluasi Pengajar


Evaluasi pengajar (Widya Iswara) dalam suatu pelatihan dilakukan oleh peserta
pelatihan dan penyelenggara pelatihan. Evaluasi pengajar oleh peserta mencakup hal-hal
sebagai berikut :
 Penguasaan materi.
 Kemampuan melalukan transfer keilmuan.
 Penggunaan metode, media pendukung dan kualitas bahan tayang (ilustrasi,
audio visual).
 Berkomunikasi dan memotivasi peserta.

Gambar 4.2. Form F-2 Evaluasi Pengajar oleh Peserta

Sedangkan evaluasi pengajar oleh penyelenggara pelatihan mencakup hal-hal :


 Komitmen terhadap waktu dan penugasan yang diberikan.
 Ketepatan waktu penyerahan rencana pembelajaran sebelum proses
pembelajaran.
 Ketepatan waktu penyerahan bahan tayang kepada penyelenggara diklat.
 Tingkat kesesuaian RP dengan proses penyampaian materi kepada peserta.
 Tingkat kesesuaian materi yang diajarkan dengan kurikulum pelatihan.

Tatacara evaluasi:
 Evaluasi pengajar dilakukan setiap kali materi selesai disampaikan oleh Pengajar.
 Evaluasi dilakukan secara online melalui aplikasi e-pelatihan oleh seluruh peserta
pelatihan dan SDM penyelenggara dengan syarat minimal merupakan Pejabat
Struktural Eselon IV dan telah memiliki sertifikat MOT (Management of Training).
 Batas waktu evaluasi pengajar adalah sebelum waktu penutupan pelatihan.
4-5
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

4.1.4 Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan


Evaluasi manajemen penyelenggaraan pelatihan dilakukan oleh peserta pelatihan.
Evaluasi manajemen penyelenggaraan oleh peserta mencakup hal-hal sebagai berikut:
 Tata Laksana Pelatihan:
- Kejelasan informasi pelatihan (tujuan, lama pelatihan, pemanggilan peserta).
- Pelayanan penyelenggara selama pelatihan.
- Ketepatan waktu pembelajaran selama pelatihan.
- Kesesuaian dengan tata tertib yang ditetapkan.
 Ruang Belajar Termasuk Ruang Terbuka:
- Kapasitas dan kenyamanan ruangan.
- Fasilitas ruang belajar.
 Ruang Asrama atau Penginapan:
- Fasilitas penerangan.
- Ketersediaan dan kualitas air mandi.
- Fasilitas dan kondisi kamar (tempat tidur dan tempat belajar).
- Kondisi toilet.
- Kebersihan asrama.
- Keamanan asrama/penginapan.
 Konsumsi Termasuk Fasilitas Ruang Makan:
- Variasi dan kualitas menu makanan.
- Pelayanan termasuk penyajian.
- Kecukupan konsumsi.
- Kebersihan ruang makan/kantin.
 Pelayanan Kesehatan, Hiburan, Olah Raga dan Tempat Ibadah:
- Pelayanan kesehatan.
- Fasilitas hiburan.
- Fasilitas olah raga.
- Fasilitas tempat ibadah.
 Fasilitas Alat Pendukung Pelatihan:
- Kelengkapan multimedia/audio visual/sound system.
- Perlengkapan studi lapangan.
- Ketersediaan informasi PIC (Person In Charge) penyelenggara (termasuk
nomor Kepala Balai)

Sedangkan tatacara evaluasi manajemen penyelenggaraan yang dilakukan oleh


peserta pelatihan adalah sebagai berikut :
 Evaluasi manajemen penyelenggaraan dilakukan setiap kali pelatihan selesai
dilaksanakan.

4-6
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

 Evaluasi dilakukan secara online melalui aplikasi e-pelatihan oleh seluruh peserta
pelatihan.
 Batas waktu evaluasi manajemen penyelenggaraan adalah sebelum waktu
penutupan pelatihan.

Gambar 4.3. Form F-4 Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan oleh Peserta

4-7
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

4.2 PENGOLAHAN DATA EVALUASI PELATIHAN EKSISTING


Data evaluasi berupa hasil pengisian form oleh para peserta pelatihan tadi
tersimpan dalam server aplikasi e-pelatihan, dan pengolahan data dilakukan secara
otomatis melalui aplikasi e-pelatihan tersebut. Setiap aspek yang dinilai mempunyai 6
(enam) kategori penilaian, dengan rincian sebagai berikut:
1. Sangat Rendah
2. Rendah
3. Kurang
4. Cukup
5. Tinggi
6. Sangat Tinggi

Nilai akhir setiap aspek penilaian diperoleh dari penjumlahan seluruh kategori yang
dipilih oleh peserta dibagi jumlah responden.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑙𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝐴𝑠𝑝𝑒𝑘 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
Sedangkan nilai akhir setiap unsur evaluasi diperoleh dari jumlah kategori yang
dipilih seluruh responden pada seluruh aspek evaluasi dibagi jumlah responden dikali
banyaknya aspek evaluasi.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑙𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐸𝑣𝑎𝑙𝑢𝑎𝑠𝑖 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑥 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘

Adapun kriteria hasil evaluasi materi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6. Kriteria Hasil Evaluasi Materi

4-8
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

BAB 5. PENGHITUNGAN RETURN ON TRAINING INVESTMENT


Gambar 5. Picture dummy, do not erase Tabel 5. Table dummy, do not erase
5.1 PERENCANAAN (PLANNING)

Level Instrumen Evaluasi Dasar Hukum Keterangan

Reaction  F-1. Evaluasi Materi  SK Kepala BPSDM No. 25 Terintegrasi


Diklat Tahun 2015 Tentang Pedoman dengan SIM-
 F-2. Evaluasi Pengajar Evaluasi Di Lingkungan D & E-
oleh Peserta Kementerian PUPR Pelatihan
 F-4. Evaluasi  SE No 02/SE/KM/2019
Manajemen Tentang Pedoman Umum
Penyelenggaran Diklat Penyelenggaraan Pelatihan
Teknis Bidang PUPR
2. Learning  Pre Test dan Post Test SK Kepala BPSDM No. 25 Tahun Terintegrasi
 Nilai Kelulusan 2015 Tentang Pedoman Evaluasi dengan SIM-
Di Lingkungan Kementerian D & E-
PUPR Pelatihan
SE No 02/SE/KM/2019 Tentang
Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelatihan
Teknis Bidang PUPR
3. Behavior  Mendefinisikan perilaku Belum ada
kerja yang relevan
dengan tujuan pelatihan
 Penyebaran kuesioner
dengan responden
alumni, atasan
langsung dan rekan
sejawat
4. Results Mendefinisikan faktor Belum ada
dominan yang
mempengaruhi kinerja
Penyebaran kuesioner
dengan responden atasan
dan unor
5. ROTI Konversi data ke Belum ada
terminologi rupiah
Mendefinisikan manfaat
tak berwujud
Penghitungan ROTI

5-1
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

5.2 PENGUMPULAN DATA (DATA COLLECTION)


Perencanaan Teknis Bendungan
Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah I Medan
16 Jul 2018 - 27 Jul 2018

No Nama No KTP Nama Instansi


1 RATIH KUSUMA HARTINI, 199102122014022000 Subdirektorat Hidrologi dan Lingkungan Sumber Daya Air
2 WIDANA BAYU NUGRAHA, 199102122015031000 Subdirektorat Keterpaduan Pemrograman
3 DALLYH SAGESTI, 197009272007011000
4 HERU FISANTO, 198301192010121000
5 NOFI ADITYA, 197907242010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung
6 LIA MARETHA 198503082010122000 BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI CILIWUNG CISADANE
7 YUNIAWAN SAPUTRA, 198206272008121000 Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung
8 DIMAS ARRY PRIYO HAMBODO, 198212272010121000 BIDANG PELAKSANAAN JARINGAN SUMBER AIR
9 HANIF TRIAWAN_KUSUMA 198411252008121000 BIDANG PELAKSANAAN JARINGAN PEMANFAATAN AIR
10 MOHAMMAD HAFIDZ ZEIN MUTTAQIN, 198510292010121000 BIDANG PELAKSANAAN JARINGAN SUMBER AIR
11 SUPRIYADI 196702042002121000
12 WARDANI 196512011993031000 BIDANG PELAKSANAAN
13 HERI JAYA, 197911302009111000 BIDANG PELAKSANAAN
14 ASRIANI, 197606102010122000 BIDANG PELAKSANAAN JARINGAN SUMBER AIR
15 ANDI ASNAENI, 197705092010122000 BIDANG PELAKSANAAN JARINGAN SUMBER AIR
16 ANDI SULFIKAR, 198310012010121000 BIDANG PELAKSANAAN JARINGAN SUMBER AIR
17 NURDIANA KARIM, 198702112010122000 BIDANG PELAKSANAAN JARINGAN SUMBER AIR
18 EKO JAYA PUTRA MANURUNG 198611222010121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera Ii Medan
19 SANDI MALAU, 198807012010121000 BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA II MEDAN
20 WINDA AYUNA, 198812232010122000 Balai Wilayah Sungai Sumatera II Medan
21 KENNETH RICHARD LOUIS WILLIAM TAMPI198712162015031000 BALAI WILAYAH SUNGAI SULAWESI III PALU
22 IPING MARIANDANA ALWI, 198609142010122000 BALAI WILAYAH SUNGAI SULAWESI IV KENDARI
23 ARIFUDDIN, 198006262009111000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari
24 Permana Putra 1207221410870000
25 CHAKRA SOSE PUTRA, 198201082010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung
26 BADRAMI, 197108242007011000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
27 MUHAMMAD JONI KHAIRI, 196806292002121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
28 SURIYADI, 197410242010011000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
29 SETIA BUDI, 197205042003121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
30 MELLISA SAILA, 199011112015032000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
31 AMINULLAH HIDAYAT, 198611102010121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
32 BANTA SULAIMAN 197204022007011000 BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA I BANDA ACEH
33 MUHAMMAD JIMMI SARDAD, 197903122008121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
34 TEUKU ARMANSYAH, 197008162009111000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
35 KADRI RAMADHAN, 198406152010121000 BALAI WILAYAH SUNGAI SUMATERA I BANDA ACEH
36 HAMBALI, 198004292009011000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
37 Welly Merlin, 1671041706860010 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Palembang
38 DELIANA, 197309192008122000 Balai Wilayah Sungai Sumatera VI Jambi
39 DYA AYU CEMPAKA GREDA, 197410032009112000 Balai Wilayah Sungai Sumatera VI Jambi
40 KADRI RAMADHAN, 198406152010121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
41 Nur Dwi Sartika, 1671075211830000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Palembang
42 SRI RAHAYU, 198202152010122000 Balai Wilayah Sungai Sumatera VI Jambi
43 SYAIFUDDIN, 197310282008121000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Palembang
44 TEGUH PRASTOWO, 197501062009111000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Palembang
45 WILDANIAR, 198309292010122000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
46
47

5-2
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Perencanaan Teknis Bendungan


Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah V Yogyakarta
21 Nov 2018 - 01 Des 2018

No Nama No KTP Nama Instansi


1 KRISTIAN HADI SATRIA MANGETAN, 198006052014121000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
2 HARIADI, 197504302007011000 Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung
3 EDWIN ALEXANDER, 198305102010121000 Satker Direktorat Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air
4 HAROLD LASKI, 198608172010121000 Satker Direktorat Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air
5 ARIE BAYU PURNOMO, 198506232008121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera IV
6 NI NYOMAN INDAH PRAMADEWI, 198104242009122000 Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo
7 HARRY GUNAWAN, 198706162010011000 Balai Wilayah Sungai Sumatera VI
8 Trianto, 3305182911800000 Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
9 DIDIT PUJI RIYANTO, 198410022010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana
10 Agus Raditya, 3308031304780000 Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
11 LULUH RUBIANTO, 196906282008121000 Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
12 ERHAR AUGUSTO, 198708052010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo
13 SAMBOKARUA, 196906222009111000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu

Perencanaan Teknis Bendungan


Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah VIII Makassar
27 Agt 2018 - 07 Sep 2018

No Nama No KTP Nama Instansi


1 Teddy A. Fadillah 198106012009011000 Bia
2 Kamaluddin, 197105092007011000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
3 Mustamu, 197211062009111000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
4 TONI KUSHARTONO 197105032008121000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan Selatan II
5 Iping Mariandana Alwi, 198609142010122000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari
6 Riyanti, 197903042009122000 Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana
7 Andi Sulfikar, 198310012010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
8 Abdul Somat Bukori, 198410232010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
9 Nurdiana Karim, 198702112010122000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
10 Oki Jaya Hernanto, 197409152005011000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII
11 Kurniawan Triputra 197811222008121000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII
12 Dedy Kurniawan, 198412262010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
13 Hamka, 196604012007011000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
14 Aji Widyatmoko, 198408222015031000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
15 Muslimat 197107122007011000 SATKER Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air Prov. Sulbar
16 Bayu Dirgantara, 197305182009111000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
17 Muhammad Arsyad, 197304292007011000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
18 Abd. Salam, 7371101001930000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
19 Firman, 7371142403920000 SATKER Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air Prov. Sulbar
20 Ariansyah Syachrir, 7371120710860000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
21 Amir 7371121002790000 SATKER Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air Prov. Sulbar
22 Haerul Darwis, 7307052508890000 SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Sulawesi Barat
23 Hendra Pramana Putra, 6371030907920000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan Selatan II
24 Ezer Tanggulungan, 7371112504920000 SATKER Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air Prov. Sulbar
25 Rizal Pahlevi, 7371130803870000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
26 Toni Kushartono, 197105302008121000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan II
27 Nurul Fadli Hamal, 7371071703890000 SATKER Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air Prov. Sulbar

5-3
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Perencanaan Teknis Embung


Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah VII Banjarmasin
16 Apr 2018 - 23-Apr-2018

No Nama No KTP Nama Instansi


1 YOGI TRIBOWO, 1271111406910000 Balai Wilayah Sungai Sumatera II
2 ISMAIL ANWAR 197412272009111000 Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung
3 DARIYONO 197212012009111000 Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung
4 OSCAR MARGHA GESSANG, 198203242009121000 Direktorat Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air
5 Nana Supriatna 3210082107640000 Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung
6 Ari Artono, 3210131106800000 Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung
7 HAMDANI 197410292008121000 Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung
8 Muliawan, 647203110278001 SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Prov. Kaltim
9 Nexon Sanjaya 6401040708880000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan III
10 SUMANTA 196310102007101000 Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
11 Tino Pratsa, 3404010305850000 Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
12 Rizqina Dyah Awalita, 3572034201940000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
13 Arief Agung Akhiruddin, 3525141601910000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
14 ARIF BUDIMANSYAH 198509072010121000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
15 Alex Pribadi, 3402090303720000 Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
16 Sandy Pratama, 3201380905900000 Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane
17 Machlufi, 3174051510880000 Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane
18 EMA ANGGRAINI WULANDARI, 198108232010122000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
19 EDDY HARI POERWANTO 197205271994021000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
20 Aditya Ramadani Saputra BWS KALIMANTAN III
21 SUMANTO, 196804072007011000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
22 TONI KUSHARTONO, 197105302008121000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
23 HIDAYATULLAH 197308072007011000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
24 HENGKY IRAWAN ACHMAD YANY, 198108062010121000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
25 GIANNINA 197810052009112000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
26 BAMBANG RISHARNANDA, 198303272010011000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
27 ICHWAN HARIADI, 197310232002121000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
28 ROSMALA DEWI 198601162010122000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
29 ROSMITA ANNISA 198604062009122000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
30 LIA MARETHA 198503082010122000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
31 JUNITA IRIANTI SIRAIT, 198506202010122000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
32 SRIYONO 197411142008121000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
33 JOICE ELIDA MANURUNG, 198902122010122000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
34 IMAM SUDRAJAT 197701272009111000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
35 SUNOTO PRAYITNO 197212152007101000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
36 Mira Tania BALAI WILAYAH SUNGAI KALIMANTAN III
37 ARIF BUDIMANSYAH, 198509072010121000 Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I

5-4
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Perencanaan Teknis Sungai


Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah IX Jayapura
20 Sep 2018 -27 Sep 2018
No Nama No KTP Nama Instansi
1 Hendra Utama 198203262010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy
2 Eddy Kenda 196105091989031000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi I Manado
3 BAYU ADITYA CANSERIO, 198307172010121000 Balai Wilayah Sungai Papua
4 Wilhelmson Markus Imbiri 197703162005021000 Balai Wilayah Sungai Papua Merauke
5 Putu Ratih Wijayanti 198709072009122000 Balai Wilayah Sungai Bali Penida
6 Yunikson Abdullah 198206112014121000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi I Manado
7 RAKHTIM AKUBA, 196607012008122000 Balai Wilayah Sungai Papua
8 Zamroni 197304201998031000 Balai Wilayah Sungai Papua Merauke
9 ICHSAN FACHMI R 198212202010121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera III Pekanbaru
10 Rino Ari Wibowo 198205022008121000 Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana
11 Heri Budianto 197810032010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Begawan Solo
12 Agustinus Aru 9171033108850000 Balai Wilayah Sungai Papua
13 Hardiman Mahendra 6471012111950000 Balai Wilayah Sungai Papua Barat
14 Alif Ramadhani Medisia pg, ST 199502152019032000 Balai Wilayah Sungai Papua Barat
15 Luh Made Ayu Purwaningrum, ST 5106015410820000 Balai Wilayah Sungai Bali Penida
16 MARIA JOY WAROI, 198704292015052000 Balai Wilayah Sungai Papua
17 ADIS BASTIANSIN JANUARIUS SAMBER 198301262014121000 Balai Wilayah Sungai Papua
18 Fernando Waromi 9171021906910000 Balai Wilayah Sungai Papua
19 Amran A. Aninam 9171033010870010 Balai Wilayah Sungai Papua
20 Wam Israel Oridek Waromi 198213112014121000 Balai Wilayah Sungai Papua
21 Lusiana Orin Imbir 9171056007870000 Balai Wilayah Sungai Papua
22 Marthen L. Maniani 198203042011041000 Balai Wilayah Sungai Papua Merauke
23 NATANIEL HOWAY, 197311221996101000 Balai Wilayah Sungai Papua Merauke
24 Alif Ramadhani Medisia pg, ST 199502152019032000 Balai Wilayah Sungai Papua Barat
25 KESYA RATNA RAPA, 196503271992032000 Balai Diklat Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Wilayah IX Jayapura

Perencanaan Teknis Sungai


Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah I Medan
13 Sep 2018 - 20 Sep 2018
No Nama No KTP Nama Instansi
1 FATTA HENDRA WIJAYA, 197608282009011000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Palembang
2 HOTMAULI TAMPUBOLON, 197312302008122000 Balai Wilayah Sungai Sumatera III Pekanbaru
3 R. A. Mitha Wahyuni, 1671066206920000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Palembang
4 Rahman Alpajri, 1671022001900000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Palembang
5 Riyadus Solehin 1671071103890010 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Palembang
6 SUMARSO 196704022007011000 Balai Wilayah Sungai Sumatera III Pekanbaru
7 Ilham Frizein, 198707032010121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang
8 DEDI PRAMONO, 198211212005011000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang
9 AHSANUL KHALIK, 198709092010121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang
10 Syaidul Afkar, 198709132010121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang
11 Chichi Meilinda Ayu, 1372014605930000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang
12 Siti Rahmi Gustia, 1371045008930000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang
13 MAIYARDI 196505292007011000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang
14 MAIYARDI, 196505292007011000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang
15 Wardani, 1602051805920000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Palembang
16 Novendra 1371111311830000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang
17 MARIO ANTONI SIMANJUNTAK, 197807182009111000 Balai Wilayah Sungai Sumatera II Medan
18 Immanuel Lukas Boiaman Hutabarat, 1207210605920000 Balai Wilayah Sungai Sumatera II Medan
19 MELLISA SAILA, 199011112015032000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Aceh
20 SYAHRIZAL, 197005242007011000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang
21 Liria Gusesha, 198507072010122000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang

Perencanaan Teknis Sungai


Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah VII Banjarmasin
25 Jul 2018 - 1 Agt 2018
No Nama No KTP Nama Instansi
1 AGUS F. ROTTIE, 196808142008121000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan II
2 YANUANSON, 196901232009111000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan II
3 NOVI INDRAYANI 197511142008121000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan I
4 ARIEF NOOR SUTANTO, 197312142008121000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan I
5 BAMBANG BODRO ISMOYO, 198409152010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian
6 TOPAN ZAKARIA, 198409292010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian
7 Kadek Agus Ngurah Sutresnayanta 510806170493002 Balai Wilayah Sungai Bali Penida
8 SALURI, 198109132014101000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan III
9 Aditya Rahmadani Saputra, 6403053004890000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan III
10 SANDY YUDHA PRANATA, 198012022014101000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan III
11 Bayu Wibowo, 3501080109870000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan III
12 Deni Bagus Cahya Iman, 6271012910930000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan II
13 Woyi Purwoko Hadi, 3322092206820000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan II
14 NOVI BERNASTOWO, 196211241991031000 Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung

5-5
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Perencanaan Teknis Sungai


Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah VIII Makassar
19 Sep 2018 - 26 Sep 2018
No Nama No KTP Nama Instansi
1 Diah Endah Novitasari, 7271036711880000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
2 Asriani, 197606102010122000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
3 Sandya Arievianto, 197910072014121000 Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo
4 Ryan Rizaldi Oemar, 198507082010121000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari
5 Husni Bastian Syukur Poendei, 197411042008121000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
6 Rifki, 198612022015031000 Balai Wilayah Sungai Sumatera V
7 Stefanus Sefridus, 197609052009111000 Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Kupang
8 Anshar, 196804022005021000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
9 Muhammad Taufiq Makmur Zainuddin, 198607082014121000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
10 Nurdiana Karim, 198702112010122000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
11 Edy Suswadi, 198611132014121000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
12 Hamka, 196604012007011000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
13 Muhammad Taufiq Akbar, 197305262007011000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
14 Sumarling, 197401302008121000 SNVT PJSA WS. Kaluku Karama, WS. Palu Lariang Prov. Sulawesi Barat
15 Sonya D. H. Mouata, 197504122009112000 Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Kupang
16 Muhammad Asdar, 196901172005021000 SNVT PJSA WS. Kaluku Karama, WS. Palu Lariang Prov. Sulawesi Barat
17 Andi Irfan 7315083112790020 SNVT PJSA WS. Kaluku Karama, WS. Palu Lariang Prov. Sulawesi Barat
18 Rizal Pahlevi Hasanuddin, 7371130803870000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
19 Lahabuddin, 197012022009111000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
20 Winda Ayuna, 198812232010122000 Balai Wilayah Sungai Sumatera II
21 Ifan Azwar Nasution, 198608122010121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera II
22 Rakmono S. L, 7271031202810000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
23 Salmia, 7316084112910000 SNVT PJSA WS. Kaluku Karama, WS. Palu Lariang Prov. Sulawesi Barat
24 Ishak, 7301040604910000 SNVT PJSA WS. Kaluku Karama, WS. Palu Lariang Prov. Sulawesi Barat
25 Andi Faisal Fahrial, 198309292010121000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi III Palu
26 Rio Kusnadi, 7371141304890000 SNVT PJSA WS. Kaluku Karama, WS. Palu Lariang Prov. Sulawesi Barat
27 Sulfiana A.Daud, 198212012010122000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
28 Charles Firnaen R. Simalango, 1271010411850000 Balai Wilayah Sungai Sumatera II
29 Adi Mulyono, 198403202010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
30 Roganda Parulian Sigalingging, 198701222010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
31 Rano Karno, 197512252009111000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari
32 Arifuddin, 198006262009111000 Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari
33 Suyadi, 196312092007011000 Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo

Perencanaan Teknis Sungai


Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah II Palembang
2 Mei 2018 - 9 Mei 2018
No Nama No KTP Nama Instansi
1 IWAN INDRA LESMANA, 198301032010121000 Direktorat Sungai dan Pantai
2 NEILZEN WILIAMS WAMBRAUW, 198808312015051000 Direktorat Bina Pengembangan Sumber Daya Air
3 VICIE PUSPASARI, 199010032014022000 Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane
4 MEILINA ARI ARTINI, 197705312010122000 Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
5 MUKHAMAD NURUDIN, 198703232011011000 Balai Wilayah Sungai Sumatera VII
6 IWAN JOKO SULOMO, 198207162010121000 Badan Penelitian dan Pengembangan
7 YOGI AGUS STIAWAN, 199208082015041000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII
8 DHIAN PUSPITASARI, 198210082010122000 Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
9 DIAN ANGGRAINI, 198001162008012000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII
10 RESTY FITRIYA, 3603285803940010 Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian
11 HERI MULYONO, 3209202906810000 Balai Besar Wilayah Sungai - Cimanuk Cisanggarung
12 CHOIRUL UMAM 331701221920002
13 DEWI SARTIKA, 1671144409840000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII
14 WELLY MERLIN, 1671041706860010 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII
15 HARRY SURYA, 1671040405880000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII
16 BAYU RAHMADY, 1671082610900000 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII
17 SUJANAAN WASIL, 1671070707890010 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII
18 CHOIRUL UMAM, 3317012211920000 Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk - Cisanggarung

5-6
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

Perencanaan Teknis Sungai


Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilayah VI Surabaya
14 Mar 2018 - 21 Mar 2018
No Nama No KTP Nama Instansi
1 Aditya Sukmana, 3506252402940000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
2 ANTHONY HARLLY SASONO PUTRO, 198905062014021000 DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR
3 ARDILISTYO PURNAMA 198304282014121000 Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung
4 Barani Ayu Ambarwati, 3504094411940000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
5 DHANANG SAMATHA PUTRA, 198705032010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo
6 FAAT YUDHA GAMA, 198510072010121000 Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air
7 FEBRYHANDI EKA KUSUMA PUTRA, 198302222010121000 Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air
8 FESTI WINDIRA PUSPA, 198606072010122000 Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
9 GUNAWAN, 197108022014121000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Provinsi Aceh
10 HASANUDIN, 197207192007011000 Balai Wilayah Sungai Sumatera I Provinsi Aceh
11 Hengky Fernando, 6472061809900000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan III
12 Ike Puspitasari, 3509266808940000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
13 Karina Diya Khotami, 3514116702960000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
14 Ludwig Ernest, 3578060404900000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
15 MUHAMAD TAUFIQ, 198009052010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Pemali - Juana
16 MUHAMAD ZAINAL MUTTAQIN 196809012007011000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan II
17 Muthmainnah, 6371025510760000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan II
18 PARDIYANTO, 197004092014101000 Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung
19 Ramadhani Yudha Dwiatmaja, 6472052306840000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan III
20 RISKY NOVITA DARMAYANTI, 198611272009022000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
21 SAIKUN, 197112032009111000 Balai Besar Wilayah Sungai Brantas
22 Sandhi Fikra, 1471071007850000 Balai Wilayah Sungai Sumatera III
23 SUPRIYADI, 196410192006041000 Balai Wilayah Sungai Kalimantan I
24 YUHANES WIDI WIDODO, 198404202010121000 Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo
25 ANTHONY HARLLY SASONO PUTRO, 198905062014021000 Direktorat Sungai dan Pantai

5.3 ANALISA DATA (DATA ANALYSIS)

No Waktu Pelaksanaan Ba

1 16 – 27 Juli 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR

2 27 Agustus – 7 September 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR

3 21 Nopember – 1 Desember 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR

No Waktu Pelaksanaan Balai

1 16 – 23 April 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR Wilay

No Waktu Pelaksanaan Bala

1 14 – 21 Maret 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR W

2 2 – 9 Mei 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR W

5-7
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

3 25 Juli – 1 Agustus 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR W

4 13 – 20 September 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR W

5 19 – 26 September 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR W

6 20 – 27 September 2018 Balai Pendidikan dan Pelatihan PUPR W

Keterangan :
B = Pelatihan Perencanaan Teknis Bendungan;
E = Pelatihan Perencanaan Teknis Embung;
S = Pelatihan Perencanaan Teknis Sungai

No Asal Instansi B E S Jml

1 BWS Sumatera I 13 - 3 16

2 BWS Sumatera II 3 1 5 8

3 BWS Sumatera III - - 4 4

4 BWS Sumatera IV 1 - - 1

5 BWS Sumatera V - - 12 12

6 BWS Sumatera VI 4 - - 4

7 BWS Sumatera VII - - 1 1

8 BBWS Sumatera VIII 6 - 12 18

9 BBWS Mesuji Sekampung 1 2 1 4

10 BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian - - 3 3

11 BBWS Ciliwung Cisadane 1 2 1 4

12 BBWS Citarum - - - 0

13 BBWS Cimanuk Cisanggarung 3 3 4 10

14 BBWS Citanduy - - 1 1

5-8
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

15 BBWS Pemali Juana 2 - 2 4

16 BBWS Serayu Opak 3 3 3 9

17 BBWS Bengawan Solo 2 - 5 7

18 BBWS Brantas 2 2 8 12

19 BWS Bali-Penida - - 3 3

20 BWS Kalimantan I - - 3 3

21 BWS Kalimantan II 3 - 6 9

22 BWS Kalimantan III - 2 6 8

23 BWS Sulawesi I - - 2 2

24 BWS Sulawesi II - - - 0

25 BWS Sulawesi III 9 - 5 14

26 BWS Sulawesi IV 3 - 3 6

27 BBWS Pompengan Jeneberang 5 - 10 15

28 BWS Nusa Tenggara I - 1 - 1

29 BWS Nusa Tenggara II - - 2 2

30 BWS Maluku Utara - - - 0

31 BWS Maluku - - - 0

32 BWS Papua - - 9 9

33 BWS Papua Barat - - 3 3

34 BWS Merauke - - 4 4

35 Lain-Lain 26 20 15 61

Lain-Lain : Satker PJPA Prov. Sulbar; Satker PJSA Prov. Sulbar; Subdit HL SDA; Ditjen SDA; SNVT PJSA Prov.
Sulbar; Direktorat Bina PSDA; Balitbang; BDW IX Jayapura; dll

5-9
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

5-10
Kajian Return On Training Investment pada
Penyelenggaraan Pelatihan Bidang SDAK Laporan Antara

5.4 PELAPORAN (REPORTING)

No Komponen Anggaran (

1 Penyusunan Kurikulum & Modul Pelatihan 80

2 Pelaksanaan Pelatihan

3 SPPD peserta pelatihan

4 SPPD Widya Iswara

5 Cost of Avoidance peserta pelatihan

6 Cost of Avoidance Widya Iswara

5-11

Anda mungkin juga menyukai