Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

CRITICAL JURNAL REVIEW (CJR)

BIOLOGI UMUM TEORI

DISUSUN OLEH : REPELITA MANIHURUK

NIM : 4223131007

DOSEN PENGAMPU : MHD.YUSUF NASUTION

MATA KULIAH : BIOLOGI UMUM TEORI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA-KELAS B

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan kasihnya , sehingga saya dapat menyelesaikan dengan baik tugas Critical
Jurnal Review saya dengan baik untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi Umum Teori..
Saya juga berterimakasih kepada orang tua saya terlebih kepada Bapak Mhd Yusuf
Nasution selaku dosen pengampu mata kuliah Biologi Umum Teori yang sudah
memberikan arahan dan bimbingannya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan
tugas Critical Jurnal Review ini.

Tugas Critical Jurnal Review ini disusun dengan berbagai harapan dapat menambah
wawasan kita tentang Biologi Umum tentang materi Adaptasi, Evolusi, Variasi dan
Keanekaragaman terlebih kepada kita sebagai mahasiswa. jika terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam Critical Jurnal Review saya ini baik dalam segi penulisan maupun
dalam materi mohon dimaafkan dan adapun harapan untuk para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun sehingga saya dapat mengerjakan tugas
Critical Jurnal Review saya dengan baik dan benar untuk kedepannya. Semoga CJR saya
ini memberikan manfaat untuk menambah wawasan bagi pembaca. Akhir kata saya
ucapkan terimakasih.

Medan, 11 November 2022

Repelita Manihuruk

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A.RASIONAL PENTINGNYA CJR..................................................................................1

B.TUJUAN PENULISAN CJR...........................................................................................1

C.MANFAAT CJR..............................................................................................................1

D.IDENTITAS ARTIKEL JURNAL..................................................................................2

BAB II RINGKASAN ISI ARTIKEL..............................................................................3

A.PENDAHULUAN...........................................................................................................3

B.DESKRIPSI ISI...............................................................................................................4

BAB III PEMBAHASAN ANALISIS..............................................................................5

A.PEMBAHASAN ISI JURNAL........................................................................................5

B.KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ARTIKEL..........................................................10

1.DARI ASPEK RUANG LINGKUP.................................................................................10

2.DARI ASPEK TATA BAHASA ARTIKEL....................................................................10

BAB IV PENUTUP............................................................................................................11

A.KESIMPULAN................................................................................................................11

B.REKOMENDASI............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................12

LAMPIRAN.......................................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Rasional Pentingnya Critical Jurnal Review

Kritik jurnal adalah analisa terhadap suatu jurnal untuk mengamati atau menilai
baik buruknya suatu jurnal secara objektif. Kritical jurnal adalah kegiatan penganalisaan
dan pengevaluasian suatu jurnal dengan tujuan untuk meningkatkan pemahahaman,
memperluas apresiasi, atau menganalisis kelebihan dan kekurangan jurnal dan membantu
memperbaiki kesalahan pada jurnal agar tidak terjadi kekeliruan kembali . Kegiatan
mengkritik jurnal sangatlah penting mengingat bahwa pembaca dituntut untuk memahami
suatu jurnal secara kritis. Setiap jurnal yang dikritik akan menjadi rujukan pembuatan
jurnal yang lebih baik kedepannya. Apabila kegiatan ini tidak dilakukan maka tidak akan
terjadi kemajuan literasi dalam dunia pendidikan terutama di Indonesia. Karena dari
kegiatan ini kualitas jurnal yang baik dapat diketahui secara detail dan mendalam. Dalam
hal ini pengkritik akan mengkritikndua buah jurnal yang berhubungan dengan Biologi
Umum Teori yaitu dengan materi

B. Tujuan Penulisan Critical Jurnal Review

1. Dapat memenuhi salah satu tugas matakuliah Biologi Umum Teori

2. Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa, karena didalam jurnal disajikan


masalah yang akan menambah ilmu pengetahuan tentang

3. Meningkatkan analisis mahasiswa terhadap suatu jurnal

4. Menguatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami dan menganalisi jurnal

C. Manfaat Penulisan CJR

1. Terpenuhnya salah satu tugas mata kuliah Biologi Umum Teori

2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terdapat didalam suatu jurnal

3. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengkritik dan menganalisis suatu jurnal

1
D. Identitas Jurnal

a. Jurnal Utama

1. Judul Artikel : Keanekaragaman dan Kepadatan Semut (Himenoptera,

Formicidae) di Lahan Gambut Alami

2. Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan Biologi dan Sains

3. Edisi Terbit : 2021

4. Pengarang Artikel : Yulminarti

5. Penerbit : Universitas Riau

6. Kota Terbit : Riau

7. Nomor ISSN : 2598-7453

b. Jurnal Pembanding

1. Judul Artikel : Tumbuh-Tumbuhan Emisi Isoprena Sebagai Suatu Evolusi

Molekul Gen dan Adaptasi Fisiologi

2. Nama Jurnal : Jurnal Hutan Tropis

3. Edisi Terbit : 2016

4. Pengarang Artikel : Parlindungan Tambunan

5. Penerbit : Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

6. Kota Terbit : Bogor

7. Nomor ISSN : 2337-7771

2
BAB II

RINGKASAN ISI ARTIKEL

A.Pendahuluan

Secara ringkas evolusi menyatakan bahwa keanekaragaman bentuk kehidupan


muncul sebagai hasil perubahan susunan genetiknya. Organisme-organisme modern
merupakan keturunan dari bentuk-bentuk kehidupan sebelumnya yang mengalami
modifikasi. Studi evolusi biologi memerlukan banyak penguasaan konsep mengenai
genetika, biokimia, embriologi, biogeografi, geologi, biologi, paleontologi, biologi
molekuler, dan lain sebagainya (Indriyati, 2003). Pengkajian teori evolusi pada masa
modern ini dilihat dari beberapa pendekatan antara lain melalui pendekatan genetika
populasi, evolusi ekologi, evolusi molekuler, sistematik, dan paleontologi (Stearn &
Hoekstra, 2003). Pendekatan sistematik dalam pembelajaran evolusi merupakan salah satu
cara agar mahasiswa mampu memahami taksonomi dan evolusi. Pendekatan sistematik
memiliki peran penting untuk memahami dan mendeskripsikan keanekaragaman. suatu
organisme dan menghubungkan kekerabatan satu organisme dengan organisme lainnya dan
melihat perubahan yang terjadi selama evolusinya yang diubah menjadi sebuah sistem
klasifikasi. Pendekatan dalam sistematik yang digunakan dalam pohon filogenetik
mengenai hubungan evolusi dari sebuah kelompok organisme biologi ada dua yaitu fenetik
dan kladistik (Hidayat, 2006).

B. Deskripsi Isi

Evolusi pada akhirnya adalah suatu proses penciptaan keanekaragaman makhluk


hidup. Seperti halnya dikemukakan Vyrba guru besar Paleontologi dan Biologi Yale
University, bahwa bukti terbaik untuk evolusi adalah adanya keanekaragaman organisme
hidup, penyebaran karakteristik di antara spesies, dan pola hirarki keanekaragaman. Dari
waktu ke waktu, spesies baru berkembang dari spesies yang ada melalui spesiasi, dan
spesies lain punah, menghasilkan perubahan yang terus menerus dalam dunia biologi yang
dicerminkan dalam rekaman fosil. Sekitar 99% dari semua spesies yang pernah hidup di
Bumi ini sudah punah (Campbell, 2003). Teori evolusi menjelaskan bagaimana terjadinya
proses perubahan pada makhluk hidup yang menyimpang dari struktur awal dalam jumlah
yang banyak dan beraneka ragam sehingga kemudian menyebabkan terjadinya dua
kemungkinan. Pertama, makhluk hidup yang berubah akan mampu bertahan dan tidak
3
punah atau disebut juga dengan istilah evolusi progresif. Sedangkan kemungkinan atau
opsi yang kedua adalah makhluk hidup yang berubah atau berevolusi tadi gagal bertahan
hidup dan akhirnya punah atau disebut dengan volusi regresif.

Menurut Teilhard de Chardin proses evolusi dibedakan menjadi 3 tahap, seperti berikut ini.

a. Tahap Geosfer

Tahap pra-hidup, tahap perubahan yang terutama menyangkut perubahan tata surya.

b. Tahap Biosfer

Kalau pada tahap geosfer yang menjadi masalah adalah adanya "loncatan" dari materi
tak hidup menjadi materi hidup, maka pada tahap biosfer yang dimasalahkan adalah
"loncatan" munculnya manusia.

b. Tahap Nesosfer

Pada tahap ini yang penting pada makhluk hidup dalam hal ini manusia adalah
terjadi evolusi kesadaran batin yang semakin mantap. Dengan cara menghubungkan
keanekaragaman kehidupan dengan mekanisme penyebab alaminya, Darwin memberikan
suatu dasar ilmiah yang jelas bagi ilmu biologi. Namun demikian, produk evolusi yang
beraneka ragam sungguh sangat elok dan mengilhami banyak pemikiran. Sebagaimana
yang dikatakan Darwin dalam alinea penutup bukunya The Origin of Spesies, “Ada
keagungan dalam kehidupan dilihat dari sudut pandang ini”.

Gagasan tentang evolusi biologi sudah ada sejak zaman dahulu, khususnya di
antara ahli filsafat Yunani seperti Anaximander dan Epicurus serta ahli filsafat India
seperti Patanjali. Namun, teori ilmiah evolusi belum mapan sampai abad ke 18 dan 19.
Pemahaman modern tentang evolusi didasarkan pada teori seleksi alam, yang pertama kali
diperkenalkan dalam karya ilmiah bersama antara Charles Darwin dan Alfred Russel
Wallace pada tahun 1858, dan dipopulerkan di dalam buku Darwin The Origin of Species
pada tahun 1859. Pada tahun 1930 an, para ilmuwan mengkombinasikan seleksi alam
Darwinian dengan teori dari hereditas Mendelian untuk membentuk sintesis evolusi
modern, yang juga dikenal sebagai "Neo-Darwinism".

4
BAB III

PEMBAHASAN ANALISIS

A.Pembahasan Isi Jurnal

1, Jurnal Utama

Lahan gambut adalah salah satu sumber daya alam yang dimiliki Provinsi Riau
yang sampai saat ini belum digarap atau dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan data
dari Global Wetlands (2021) luas seluruh lahan gambut di Indonesia mencapai 36,458,236
Ha. Provinsi Riau sendiri memiliki luas lahan gambut berkisar 5,7 juta Ha (Direktorat
Jenderal PPKL-KLHK, 2017). Khusunsnya pada daerah kampar luas lahan gambut
mencapai 191.363 ha (Sudiana, 2018). Vegetasi yang tumbuh di atas tanah gambut
membentuk ekosistem hutan rawa yang akan mengikat karbondioksida dari atmosfer
melalui proses fotosintesis dan menambah simpanan karbon dalam ekosistem tersebut.
Tetapi jika mengalami gangguan, lahan gambut akan menjadi sumber gas rumah kaca
seperti CH4 dan N2O, sehingga gambut dianggap salah satu faktor yang potensial dalam
mempengaruhi perubahan iklim (Günther, 2020). Banyak area lahan gambut adalah salah
satu sumber daya alam yang dimiliki Provinsi Riau yang sampai saat ini belum digarap
atau dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan data dari Global Wetlands (2021) luas
seluruh lahan gambut di Indonesia mencapai 36,458,236 Ha. Provinsi Riau sendiri
memiliki luas lahan gambut berkisar 5,7 juta Ha (Direktorat Jenderal PPKL-KLHK, 2017).
Khusunsnya pada daerah kampar luas lahan gambut mencapai 191.363 ha (Sudiana, 2018).
Vegetasi yang tumbuh di atas tanah gambut membentuk ekosistem hutan rawa yang akan
mengikat karbondioksida dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan menambah
simpanan karbon dalam ekosistem tersebut. Tetapi jika mengalami gangguan, lahan
gambut akan menjadi sumber gas rumah kaca seperti CH4 dan N2O, sehingga gambut
dianggap salah satu faktor yang potensial dalam mempengaruhi perubahan iklim (Günther,
2020). Banyak area lahan Jumlah spesies dan jumlah individu semut lebih banyak di hutan
gambut alami (113 spesies dengan 3660 individu) dari pada di lahan gambut yang dibuka
(49 spesies dengan 5976 individu) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Dari delapan subfamili
yang diperoleh jumlah genus dan jumlah spesies yang ditemukan berbeda pada kedua
lokasi. Paling banyak didapatkan di hutan gambut alami sebanyak delapan (8) subfamili,
33 genus dari total 38 genus, dan 113 spesies dari total 129 spesies yang didapatkan. Pada

5
hutan gambut alami ini, subfamily Myrmicinae didapatkan paling banyak yaitu sebanyak
13 genus dari 33 genus, dan 53 spesies dari 113 spesies. Subfamili Myrmicinae
mempunyai jumlah genus dan jumlah spesies yang cukup banyak dan cukup luas
penyebarannya di ekosistem hutan, diantaranya genus Pheidole, Monomorium dan
Crematogaster. Menurut Siriyah (2016), genus Pheidole dan Monomorium mempunyai
jumlah spesiesyang banyak dan penyebarannya luas di berbagai habitat. dan jumlah
spesies dari subfamili Myrmicinae ini menurun dengan terjadinya pembukaan lahan.

Beberapa subfamili hanya ditemukan pada lokasi tertentu saja. Semut dari
subfamili Amblyoponinae dan Ectamomminae hanya ditemukan di hutan gambut alami
dan tidak ditemukan di lahan gambut yang dibuka. Hasil ini hampir sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ikudome & Yamane (2008) di Kepulauan Seribu, yang
menemukan semut dari subfamili Amblyoponinae hanya di Pulau Sertung yang relatif
lebih alami dibandingkan dari empat pulau yang di teliti. Total jumlah spesies yang hanya
ada di hutan gambut alami dan tidak ada di lahan gambut yang dibuka ada 41 spesies. Hal
ini disebabkan pada hutan gambut alami faktor lingkungan masih sangat mendukung untuk
kehidupan berbagai macam semut karena banyak terdapat serasah daun dari vegetasi yang
tumbuh di hutan tersebut. Selain itu juga banyak terdapat potongan kayu lapuk dari
tumbuhan yang sudah mati yang merupakan tempat hidup dan tempat membuat sarang
yang baik bagi berbagai macam spesies semut. Menurut Bruhl et al., (1999) sekitar 45 % -
50 % dari semua makroinvertebrata yang ada pada serasah daun di suatu hutan tropis
adalah semut, dan semut ditemukan di semua hutan dengan keanekaragaman yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, di hutan gambut terbuka hanya ditemukan 49 spesies semut,
tetapi jumlah individu nya paling banyak yaitu 5.976. Hal ini disebabkan karena faktor
lingkungannya tidak mendukung lagi bagi semut tertentu diantaranya habitat tempat hidup
dan membuat sarang nya sudah rusak atau hilang, seperti akar dan batang pohon yang
sudah tidak ada lagi karena sudah ditebang atau dibakar, dan juga akan menyebabkan
berkurangnya serasah daun di lantai hutan, sehingga spesies yang ditemukan hanya spesies
yang dapat bertahan dengan kondisi lingkungan yang baru. Menurut Latumahina (2016),
gangguan pada vegetasi menyebabkan terganggunya komunitas semut, karena
terganggunya habitat dan bahan makanan yang diperlukan bagi hidupnya. Gangguan
tersebut berasal beberapa faktor antara lain, pembakaran lahan dan pembakaran hutan
menyebabkan suhu di permukaan tanah menjadi tinggi dan tanah cendrung menjadi kering

6
permukaan tanah yang tinggi menyebabkan semut kebanyakan hidup dan membuat sarang
di dalam tanah (Meneses & Vargas, 2003). Pembukaan hutan gambut alami juga
menyebabkan perubahan faktor fisika kimia lingkungan karena tutupan kanopi pohon tidak
ada lagi sehingga meningkatkan suhu tanah gambut. Menurut Hayuni (2016), selain faktor
pembakaran, pembudidayaan lahan menyebabkan fragmentasi habitat. Fragmentasi habitat
memberikan kerugian pada komunitas semut (Latumahina, 2015). Semut harus beradaptasi
dengan lingkungan yang baru tersebut dari habitat yang memiliki vegetasi ke habitat yang
lebih terbuka (Bruhl et al. 2003). Jumlah individu ditemukan di lahan gambut terbuka lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah individu di hutan gambut alami. Hal ini disebabkan
karena ada spesies tertentu yang didapatkan dalam jumlah individu yang cukup tinggi.
Semut merupakan hewan yang sensitive terhadap perubahan lingkungan, yang salah
satunya adalah suhu lingkungan, baik suhu udara maupun suhu tanah. Sehingga perubahan
yang terjadi akan menimbulkan pengurangan keanekargaman semut (Putra et al., 2021).
Perubahan suhu dapat dipicu dari kebakaran hutan. Hal ini yang menajdi salah satu
penyebab penurunan diversitas semut (Maneses & 2021.

Namun, spesies Crematogaster akan banyak ditemukan pada lahan pasca terbakar
(MacKay et al., 1991). Spesies yang hanya ditemukan di lahan gambut terbuka ada 16
spesies, diantaranya adalah spesies Anoplolepis gracilipes. Spesies ini ditemukan dalam
jumlah individu paling banyak di lokasi lahan terbuka yaitu 2434 individu. Hasil ini
didukung oleh pendapat Peck et al., (1998), bahwa A. gracilipes merupakan spesies yang
hidup pada daerah yang memiliki penerangan cahaya yang tinggi dan spesies ini
merupakan tramp spesies yaitu spesies yang mudah beradaptasi pada suatu area dan
memiliki penyebaran yang sangat luas. Kehadiran semut ini akan menyebabkan penurunan
keanekaragaman spesies semut lainnya. Apabila pada suatu area terdapat penyebaran A.
gracilipes yang tinggi spesies ini akan mendominasi area tersebut sehingga spesies lain
akan tergusur/tertekan. Spesies A. gracilipes tidak ditemukan di hutan gambut alami dan
baru muncul di lahan gambut terbuka dalam jumlah individu yang sangat melimpah

7
2. Jurnal Pembanding

Isoprena (C5H8or 2-methyl-1, 3-butadiene) adalah suatu senyawa hidrokarbon


yang banyak diemisi oleh tumbuh-tumbuhan ke atmosfir, isoprena mempunyai peran yang
sangat penting di atmosfir dan juga bagi tumbuh-tumbuhan. Di atmosfir, isoprena sangat
dibutuhkan dalam pembentukan ozon dan gas rumah kaca.Bagi tumbuh-tumbuhan,
isoprena mempunyai peran sebagai pertahanan terhadap serangga perusak atau
pengganggu, sebagai daya tarik penyerbuk (pollinator), dan sebagai alat untuk bersaing
dengan tumbuhan lain(Harborne, 1988; Crutzen and Andrea, 1988; Penuelas and Llusia,
2003). Sumber-sumber pembentukan dan emisi isoprena pada tumbuhan ditemukan pada
organ, misalnya akar, batang, daun, dan bunga. Dari seluruh bagian organ tumbuhan, daun
merupakan sumber emisi isoprena terbanyak, karena daun merupakan pusat reaksi karbon
yang terjadi di kloroplas. Selain itu, daun mengemisi isoprena penting untuk fiksasi
karbon.Daun mengemisi isoprena bergantung pada faktor lingkungan khususnya intensitas
cahaya dan temperatur. Jumlah emisi isoprena bertambah secara dramatis dengan
penambahan intensitas cahaya dan temperatur. Dengan kata lain, tumbuhan mengemisi
isoprena sebagai suatu adaptasi fisiologi untuk dapat tetap bertahan hidup, dan banyaknya
isoprena diemisi oleh tumbuhan melalui daun merupakan evolusi molekul gen. Dengan
demikian, di sini sangat menarik dan penting untuk mengetahui regulasi dan mekanisme
emisi isoprene tumbuh-tumbuhan khususnya pada level daun. Dalam tulisan ini, penulis
menggambarkan model emisi isoprena dari tingkat daun dari salah satu jenis tumbuhan
“Ficus virgata” pada perubahan lingkungan khususnya intensitas cahaya dan temperatur,
dan mekanisme regulasi sintesa isoprena pada tingkat daun. Dari data dan gambaran
tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat untuk
dasar memodifikasi kimia atmosfir bumi dan mendisain ekosistem bumi secara terpadu
dari skop yang relatif sederhana, yaitu pemilihan jenis tumbuhan yang toleran terhadap
iklim panas. Tumbuh-tumbuhan mengandung se-jumlah senyawa-senyawa organik
termasuk isoprena, mono- dan sequiterpena, alkohol, aldehida, keton, dan ester (Meigh,
1955). Jumlah senyawa-senyawa tersebut tersebar di seluruh organ tumbuhan. Menurut
hasil penelitian Croteau (1987), senyawa- senyawa organik tersebut terdapat pada tumbuh-
individu spesies tumbuhan mempunyai keunikan dan sangat spesifik beragam jumlah
senyawa- senyawa organik. Pada skala global, banyaknya jumlah produksi atau emisi
isoprena dari tumbuh- tumbuhan ke atmosfir sama dengan metana. Dari laporan hasil

8
penelitian Sharkey (1996), global emisi isoprena ke atmosfir dari tumbuh-tumbuhan sekitar
100.000 kali jumlah isoprena yang diemisi oleh manusia, atau diestimasi sekitar 3 x 1014
gram per tahun. Tingginya jumlah emisi isoprena dari tumbuh-tumbuhan ditemukan paling
banyak pada tingkat pohon, dan sumber yang terbesar berasal dari organ tumbuhan, yaitu
daun. Emisi isoprena dari daun bergantung pada evolusi gen dari suatu jenis tumbuhan,
kondisi lingkungan, dan perkembangan daun. Dari beberapa studi mengamati dan
mengevaluasi, jumlah isoprena dan komposisi isoprena tingkat daun, jenis, taksonomi, dan
ekosistem beragam. Salah satu contohnya adalah hasil studi Tambunan et. al. (2006).
Tambunan et. al. (2006) menemukan dari 42 jenis atau 23 famili tumbuhan yang tumbuh di
Okinawa – Jepang, jumlah emisi isoprena beragam pada setiap jenis tumbuhan, dan jenis
tumbuhan yang terbanyak mengemisi isoprena adalah Ficus virgata, yaitu sebesar 14,2
μg/g/jam.

Tumbuh-tumbuhan mengemisi isoprene signifikan dengan kapasitas tumbuhan


dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Pertim- bangan ini dibuktikan melalui produksi
metabolism fotosintesis dan jalur suplai ATP/NADPH ke kloroplas. Emisi isoprena dari
daun sangat kuat bergantung pada intensitas cahaya dan temperatur. Ketergantungan
temperatur dalam emisi jumlah isoprena secara in-vivo parallel dengan ketergantungan
temperatur pada aktivitas pembentukan isoprena secara in-vitro. Namun, regulasi emisi
isoprena daun paling utama melalui aktivitas enzim secara in-vivo (Monson et. al. 1992;
Dani et. al. 2014). Ketergantungan jumlah emisi isoprena terhadap cahaya merefleksikan
aktivitas enzim secara in-vivo. Pengaturannya mengalir lewat jalur mevalonate acid
(MVA) yang mana enzim langsung diatur oleh pencahayaan. Dengan pencahayaan
menyinari kloroplas katalis asam (acid) mengubahdimethylallyl diphosphate (DMAPP)
menjadi isoprena. Mekanisme pengaturan lama atau cepat pembentukan isoprena dari
DMAPP di kontrol oleh intensitas cahaya yang mengenai daun (diterima kloroplas).
Penambahan intensitas cahaya diikuti dengan penambahan temperatur daun dan
pembentukan isoprena banyak. Apabila konsentrasi isoprena internal daun tinggi secara
fisiologi sangat relevan melindungi daun dari kerusakan akibat panas.Untuk mengetahui
hal tersebut dapat dilakukan dengan tigacara, yaitu: (1) pencahayaan klorofil daun dengan
menggu-nakan cahaya lampu, (2) pencahayaan klorofil daun tanpa menggunakan cahaya
lampu, (3) pengukuran pertukaran gas pada saat fotosintesis (Singsaas et. al., 1997;
Centritto, et. al. 2011).

9
B. Kelebihan dan Kekurangan Isi Artikel Jurnal

1. Dari Aspek Ruang Linngkup Isi Artikel

Dari jurnal utama sudah menjelaskan bagaimana keanekaragaman dan kepadatan


semut pada lahan gambut alami dan kita mengetahui pengaruh luas lahan gambut terbuka
terhadap keanekaragaman pada semut dan mengetahui total spesies semut yang ditemukan
dalam penelitian juga menggunakan tabel sehingga pembaca pun lebih mudah paham
dengan apa yang disampaikan, sedangkan pada jurnal pembanding juga sudah
menyampaikan materi evolusi suatu gen dan adaptasi fisiologi untuk menambah wawasan
pembaca bagaimana adaptasi dalam fisiologi dan juga menambahakan table pada artikel
untuk mempermudah materi namun dalam abstrak tidak menampilkan apa tujuan dari
penelitian yang dilakukan.

2. Dari Aspek Isi Bahasa Artikel

Dari aspek bahasa pada jurnal utama dan jurnal pembanding sudah baik namun
terlalu fokus menggunakan bahasa yang rumit sehingga pembaca pun akan susah dalam
memahami isi jurnal terlebih pembaca akan lebih mudah untuk bosan dalam membaca
artikel

10
BAB IV

PENUTUP

A.Kesimpulan

Evolusi pada akhirnya suatu proses pemciptaan keanekaragaman mahluk hidup


baik hewan maupun tumbuhan. Bukti terbaiknya bahwa evolusi adalah adanya
keanekaragaman organisme hidup, penyebaran karakteristik di antara spesies, dan pola
hirarki keanekeragaman. Dari waktu ke waktu, spesies baru berkembang dari spesies yang
ada melalui spesiasi, dan spesies lain punah, menghasilkan perubahan yang terus menerus
dalam dunia biologi yang dicerminkan dalam rekaman fosil. Teori evolusi menjelaskan
bagaiman terjadinya proses perubahan pada mahluk hidup yang menyimpang dari struktur
awal dalam jumlah yang banyak dan beranekaragam sehingga kemudian menyebabkan
terjadinya dua kemungkinan. Pertama, mahluk hidup yang berubah akan mampu bertahan
dan tidak punah dan yang kedua adalah mahluk hidup yang berubah atau berevolusi.
Tumbuh-tumbuhan mempunyai peranan penting dalam regulasi pertukaran gas di
permukaan bumi, khususnya antara lapisan biosfir dan atmosfir. Kontrol fisiologi dan
lingkungan terhadap pertukaran atau peruba-han gas-gas yang berlebihan dari/ antara
tumbuh-tumbuhan mempengaruhi kimia atmosfir. Salah satu gas yang memperngaruhi
kimia atmosfir adalah isoprena. Sumber isoprene yang terbanyak berasal dari tumbuh-
tumbuhan, khususnya bagian daun. Jumlah emisi isoprena dari daun tumbuh-tumbuhan
sangat bervariasi dan pada pembukaan hutan gambut alami menjadi area terbuka
menyebabkan perubahan pada jumlah spesies dan individu semut. Hasil uji statistik indeks
keanekaragaman di kedua lokasi ini menunjukkan perbedaan nyata.

B. Rekomendasi

Artikel ini sudah bagus dalam menjelaskan apa evolusi dan keanekargaman semut
yang ada pada lahan gambut alami dan tumbuh-tumbuhan pada suatu evolusi molekul gen
dan adaptasi fisiologi. Artikel juga sudah bagus dalam menggunakan aspek bahasanya
sehingga menambahkan wawasan yang berguna bagi para pembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA

Tambunan,Parlindungan.2016.Tumbuh-Tumbuhan Emisi Isoprena Sebagai Suatu Evolusi


Molekul Gen Dan Adaptasi Fisiologi,Jurnal Hutan Tropis.,Vol.4(2):198-206

Yulminarti.2021.Keanekaragaman Dan Kepadatan Semut (Hymenoptera,Formicidae) Di


Lahan Gambut Alami,Jurnal Pendidikan Biologi dan Sains.,Vol.4(2):472-481

LAMPIRAN : Cover jurnal, halaman jurnal, halaman penerbit

C. PENILAIAN CJR :

12

Anda mungkin juga menyukai