Anemia
hemolitik
Anemia NORMOSITIK
Retikulosit
NORMOKROMIK Perdarahan
Akut
MCV Normal
Anemia
Aplastik
Defisiensi
folat Anemia
MAKROSITIK N/ Renal
(MEGALOBLASTIK)
Defisiensi
Leukemia,
Nilai normal MCV = 80-100 fL MCV B12
etc
Nilai normal Retikulosit = 0.5-1.5%
Morfologi Darah Tepi (MDT)
Elliptosis (Ovalosit) / Sel Target (Mexican Hat cell, bull’s Teardrop cell
Sferosit eye cell)
Sel pensil / Cigar cell (Dacrocyte)
• Thalassemia • Thalassemia
• Sferositosis herediter • Thalassemia • Anemia defisiensi besi • Myelofibrosis primer
• AIHA • Anemia defisiensi besi • Penyakit hati kronik
Besi Serum
Menurun Normal
TIBC TIBC
Ferritin normal
Ferritin Ferritin normal /
THALASSEMIA
BETA
Anemia Defisiensi Besi (ADB) - Karakteristik
Hb terkoreksi → lanjutkan terapi besi oral hingga 3-6 bulan, beberapa menganjurkan hingga 12
bulan (untuk mengembalikan cadangan besi tubuh)
Respon Parameter Lab Terhadap Terapi Besi
Start terapi
Gejala klinis ↓
Retikulosit ↑ 4 – 7 hari
Hemoglobin ↑ 2 minggu
4 - 10 minggu
Hemoglobin normal
( 8 minggu )
Harrison internal medicine 19th ed
Terapi Besi Oral
• Antasida, H2 blocker, PPI • Daging
• Fitat (pada sereal) • Senyawa sitrat
• Tanin (pada teh) • Fruktosa
• Fosfat • Asam askorbat
• Kalsium
• Sebaiknya diberikan saat lambung kosong (Fe diserap paling baik di duodenum dan jejunum
proksimal dalam kondisi sedikit asam)
• Efek samping Fe → Gastric upset (mual, muntah) dan konstipasi
• Intoleransi terutama berkaitan dengan besarnya kadar zat besi terlarut yang ada dalam lumen
usus → dapat dicegah dengan memberikan dosis awal yang rendah (misal : sulfat ferosus
3x100 mg) atau memberikan preparat besi oral bersama dengan makan atau setelah makan
ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIK
Besi Serum
Menurun Normal
TIBC TIBC
Ferritin normal
Ferritin Ferritin normal /
THALASSEMIA
BETA
Dibahas di anemia hemolitik
Anemia Sideroblastik
Anemia
hemolitik
Anemia NORMOSITIK
Retikulosit
NORMOKROMIK Perdarahan
Akut
MCV Normal
Anemia
Aplastik
Defisiensi
folat Anemia
MAKROSITIK N/ Renal
(MEGALOBLASTIK)
Defisiensi
Leukemia,
Nilai normal MCV = 80-100 fL MCV B12
etc
Nilai normal Retikulosit = 0.5-1.5%
Anemia Hemolitik
Curiga anemia hemolitik bila :
Lab: Retikulosit , Bilirubin total dengan dominasi bilirubin indirek (Ikterik pre-hepatal)
Sklera ikterik
Splenomegali
Hemolisis
Letak Penyebab
Extravaskular Intravaskular
Intrinsik Ekstrinsik
(90%) (10%)
Reticuloendothelial (RE)
system Membranopati Autoimun
Enzimopati Infeksi
Hemoglobinopati Mikroangiopati
Anemia Hemolitik : Defek Intrinsik
Hb
Thalassemia
elektroforesis
Hemoglobinopati
Sickle cell
disease
Anemia Hemolitik : Defek Intrinsik
Hb
Thalassemia
elektroforesis
Hemoglobinopati
Sickle cell
disease
Membranopati – Sferositosis Herediter
Hb
Thalassemia
elektroforesis
Hemoglobinopati
Sickle cell
disease
Anemia Defisiensi G6PD
G6PD mempengaruhi semua ras. Prevalensi terbanyak pada ras Afrika, Asia, dan Mediterania.
Defisiensi G6PD berat biasanya terjadi pada ras Mediterania. Populasi Afrika memiliki hemolisis yang lebih ringan karena memiliki kadar enzim yang lebih tinggi
Enzimopati – Anemia Defisiensi
G6PD
Harrison’s Principles of Internal Medicine 17 Edition, Part 7 Oncology & Hematology, Section 2 Hematopoietic Disorders
Anemia Hemolitik : Defek Intrinsik
Hb
Thalassemia
elektroforesis
Hemoglobinopati
Sickle cell
disease
Hemoglobinopati
Defek Hemoglobin
Hb elektroforesis
+ IRON CHELATING
Prosthetic
Ekstrinsik Mikroangiopati
valves, etc
Patofisiologi IgG-coated RBCs → ingesti parsial oleh IgM + RBC → aktivasi komplemen→ C3-coated RBC
makrofag di limpa → mikrosferosit → → aglutinasi → hemolisis intravaskular
hemolisis ekstravaskular
Terapi dan Manajemen Kortikosteroid dosis tinggi → lini pertama Menghindari paparan dingin
Splenektomi (bila terapi kortikosteroid tidak Kortikosteroid dan splenektomi tidak begitu efektif
efektif atau dikontraindikasikan)
Agen imunosupresif / sitotoksik
Terapi transfusi pada AIHA membutuhkan perhatian khusus. Sel darah merah yang paling kompatibel harus diberikan.
Sel darah merah dari donor yang sepenuhnya kompatibel sukar ditemukan karena autoantibodi pada pasien biasanya bereaksi dengan antigen
yang terletak pada sel-sel darah donor.
Coombs’ Test
Autoimmune Hemolytic Anemia
Warm AIHA:
spherocytes
Anemia Defisiensi Eritropoietin (Anemia Renal)
Anemia pada chronic kidney disease (CKD)
(mulai pada stage III)
Etiologi
• Perdarahan mukosa
Trombositopenia
• Perdarahan bawah kulit (memar)
Gambaran histologis anemia aplastik pada
biopsi sumsum tulang (GOLD
STANDARD)→ Gambaran hiposeluler,
• Rentan terhadap infeksi
Leukopenia • Demam
banyak terisi lemak
Thalassemia
Pendekatan Diagnostik Anemia : MCV N
Sideroblastik
MIKROSITIK
Besi Serum
HIPOKROMIK
Defisiensi
MCV Besi
Penyakit
Kronik
Anemia
hemolitik
Anemia NORMOSITIK
Retikulosit
NORMOKROMIK Perdarahan
Akut
MCV Normal
Anemia
Aplastik
Defisiensi
folat Anemia
MAKROSITIK N/ Renal
(MEGALOBLASTIK)
Defisiensi
Leukemia,
Nilai normal MCV = 80-100 fL MCV B12
etc
Nilai normal Retikulosit = 0.5-1.5%
Anemia Makrositik (Megaloblastik) –
Defisiensi Folat atau vitamin B12
• Asam folat 1-5 mg/hari selama • Vitamin B12 parenteral (IM atau
1-4 bulan SC) 1 mg/hari selama 1 minggu
• Dosis 1 mg/hari biasanya sudah • Dilanjutkan dengan 1 mg/minggu
efektif selama 4 minggu, lalu 1
mg/bulan
• Sediaan oral kurang efektif
apabila terdapat gangguan
absorpsi vitamin B12 di
gastrointestinal
TRANSFUSI KOMPONEN DARAH
Whole Blood Packed Red Cell (PRC) Washed Red Cell
PRC dicuci NaCl fisiologis,
Eritrosit yang dipisahkan dari
Komponen lengkap menghilangkan antibodi yang
plasma
menempel di plasma
Stab
Neutrophil
MEKANISME HEMOSTASIS
PT
KASKADE KOAGULASI
APTT
PT
*
LETAK GANGGUAN HEMOSTASIS
Penurunan /
Gangguan faktor
Abnormalitas Vaskuler Abnormalitas
Pembekuan
Trombosit
Bleeding Time ↑
(normal range < 10 min) + + -
Clotting Time ↑
(normal range 4-10 min) - - +
APTT ↑
(Activated Partial Thromboplastin
Time) - - +
Faktor intrinsik (VIII, IX, XI, XII)
(normal range 25-35 s)
PT ↑
(Prothrombin Time)
+
(normal range 11-13 s) - - Faktor ekstrinsik (VII, tissue factor) &
common pathway (II, V, X,
fibrinogen)
Diagnosis
• Fibrin degradation product
Diagnosis DIC →SKOR ≥5. (FDP) (>>), D-dimer (>>), AT III
Bila skor <5, tes sebaiknya diulangi dalam
1-2 hari
(<<)
True Polycythemia
Polisitemia Vera
Gejala :
Kelainan neoplastik myeloproliferatif • Sakit kepala (48%)
kronik → proliferasi sel myeloid → ↑↑ • Telinga berdenging (43%)
eritrosit diikuti ↑ leukosit, ↑ trombosit • Mudah lelah (47%)
• Gangguan daya ingat
Peningkatan turnover sel darah → • Susah bernapas (26%)
hiperurisemia → risiko gout dan batu • Darah tinggi (72%)
saluran kemih • Gangguan penglihatan (31%)
• Rasa panas pada tangan atau kaki (29%)
Hiperviskositas → trombosis → stroke, • Gatal (pruritus) (43%)
TIA, DVT, infark miokard, oklusi arteri • Epistaxis
vena retina • Ulkus peptikum(24%)
• Sakit tulang (26%).
Kriteria Diagnosis Polisitemia Vera
(Polycythemia Vera Study Group)
AML tanpa
maturasi
Auer rod
promyelocytes
AML M3
• Fase:
• Kronik : blast <5%
• Accelerated : blast >15%
• BLAST CRISIS : blast >20% di darah tepi atau sumsum tulang (manifestasi mirip
AML)
Chronic Myeloid Leukemia (CML)
Jarang mengenai limfonodi mesenterium dan Sering mengenai limfonodi mesenterium dan
cincin Walldeyer cincin Walldeyer
Terlokalisasi dan sering mengenai 1 kelenjar getah Mengenai banyak kelenjar getah bening
bening
Limfoma Hodgkin
“Owl’s Eyes”
Reed Stenberg cell (+)
Limfoma Non-Hodgkin
TROPIK INFEKSI
* Spontaneous bleeding = epistaxis, gum bleeding, hematemesis, melena, hematuria, diathesis hemorrhagic,
internal bleeding
Tes Rumple-Leed / Tes Tornikuet
• Deteksi fragilitas mikrovaskular
• Cara = Pertahankan manset tensimeter
pada pertengahan sistole dan diastole
selama 5 menit
(WHO, 2009)
bolus in 10-15
minutes
Malaria
• Penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang
menyerang eritrosit
• Indonesia → endemis malaria di Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai
Utara, Maluku, Papua, Lombok, NTT, Sumatra bagian selatan
• Patogen = Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,
Plasmodium malariae, Plasmodium knowlesi
• Vektor = Nyamuk Anopheles sp. (betina)
© UKDI MANTAP
Malaria
Manifestasi Gambaran
Klinis Laboratorium
© UKDI MANTAP
Patogenesis (Malaria Falsiparum)
Cytoadherence
• Perlekatan eritrosit matur (yang
terinfeksi Plasmodium) pada endotel
Rosetting
• Eritrosit matur (yang terinfeksi
Plasmodium) dikelilingi 10 eritrosit
normal → obstruksi aliran darah →
sitoaderensi
Sequestration
• Pada jaringan otak, hepar, ginjal
© UKDI MANTAP
Malaria Falsiparum (tropikana)
• Demam intermiten atau kontinyu (pola tidak jelas)
• Sering menjadi malaria berat, dapat menyebabkan
kematian
Jenis malaria Malaria tropikana Malaria tertiana Malaria tertiana Malaria kuartana
Eritrosit Sama dengan Lebih besar, pucat Lebih besar, ovale Sama dengan
normal normal
Tanda khas Maurer spots Schufner dots Schufner dots Ziemann’s dots
www.cdc.gov/dpdx/malaria/
Morfologi P. vivax
Masa inkubasi
(hari) 12-17
www.cdc.gov/dpdx/malaria/
Morfologi P. ovale
Masa inkubasi
(hari) 12-17
Bentuk stadium
tropozoit
Bentuk stadium
skizont
Bentuk stadium Sferis
gametosit
Schizont Gametocyte
www.cdc.gov/dpdx/malaria/
Morfologi P. malariae
www.cdc.gov/dpdx/malaria/
Terapi Malaria Tanpa Komplikasi
Lini Pertama (1st line) Lini Kedua (2nd line) Dosis
Malaria Falsiparum ACT (3 hari) + Primakuin Kina (Quinine) + Primakuin + • ACT (3 hari)
DHP = BB >60kg: 1x4 tab;
(dosis tunggal) (Doksisiklin/ Tetrasiklin)
BB<60 kg : 1x3 tab
• Primakuin
Malaria Malariae ACT (3 hari) Kina (Quinine) + Primakuin + - Vivax/ovale (0,25 mg/kg/hari,
(Doksisiklin/ Tetrasiklin) selama 14 hari). Bila relaps →
(0,5 mg/kg/hari, 14 hari)
- Falciparum (0,25 mg/kg, dosis
Malaria Vivax / Ovale ACT (3 hari) + Primakuin Kina + Primakuin tunggal) = BB≥60 kg 1x3 tab,
BB<60 kg 1x2 tab
(14 hari)
- RELAPS ACT (3 hari) + Primakuin (14 • Kina/Quinine
hari, dosis ditingkatkan) - 10 mg/kg/kali, 3 kali/hari,
selama 7 hari
Hamil trimester 1-3 ACT (3 hari) • Klindamisin
- 10 mg/kg/kali, 2 kali/hari,
ACT : FDC ARTEMISININ-BASED COMBINATION THERAPY. selama 7 hari
Contoh: dihidroartemisinin + piperakuin (DHP) atau artesunat + amodiakuin, →Program Nasional
arthemeter + lumefantrine, artesunat + meflokuin
Sumber : Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria (Kemenkes RI, 2017)
Pedoman Tata Laksana Malaria 2013
Pemantauan Pengobatan Malaria
Rawat Jalan
• Evaluasi pada hari ke 3, 7, 14, 21, dan 28.
• Dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah mikroskopis.
• Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan dan evaluasi,
penderita segera dianjurkan datang kembali tanpa menunggu jadwal tersebut di atas.
Rawat Inap
• Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari.
• Dengan pemeriksaan klinis dan darah malaria hingga klinis membaik dan hasil
mikroskopis negatif.
• Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan
klinis dan sediaan darah secara mikroskopis.
Sumber : Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria (Kemenkes RI, 2017)
Kemoprofilaksis Malaria : Tergantung AREA
Sensitif- • Klorokuin 2 tab/minggu, dari 1 minggu sebelum sampai 4
minggu setelah kembali
klorokuin
Resisten • Doksisiklin 100 mg (1 tab)/hari atau*
• Mefloquine 250 mg (1 tab)/minggu atau**
klorokuin • Atovaquone (250 mg)-proguanil (100 mg) 1 tab/hari***
Leptospira sp.
© UKDI MANTAP
SEVERE FORM !!
Pemeriksaan Penunjang - Leptospirosis
Laboratorium rutin
• Leukosit normal atau ↑, ↑ enzim transaminase liver, ↑ ureum creatinin, ↑ bilirubin, trombositopenia ,
proteinuria, pyuria, mikrohematuria
Kultur
• Konfirmasi diagnosis, namun lama, mahal, dan tidak semua laboratorium bisa melakukan
• Sampel = Darah & CSF (positif dalam 10 hari pertama gejala), urin (positif setelah hari ke-7 gejala)
• Visualisasi bakteri = dark field microscopy, fluorescent microscopy
• MAT (Microscopic Agglutination Test) → Gold standard di antara semua tes serologi
• Deteksi antileptospira antibodies. Terdeteksi setelah 1 minggu
• (+) bila titer >1:200 (single) atau >1:100 (serial). Lebih spesifik bila titer meningkat ≥4 kali antara spesimen
fase akut dan konvalesen
• IgM ELISA
• Terdeteksi dalam 3-5 hari sakit
Terapi - Leptospirosis
Leptospirosis • Doksisiklin 2 x 100 mg (selama 7 hari) or
• Ampisilin 4 x 500 – 750 mg (selama 7 hari) or
ringan • Amoxicillin 4 x 500 mg (selama 7 hari)
Penularan
Fomitus
→ 5F
Fly
Feces
Tes Widal
• Dilakukan di akhir minggu 1
• Reaksi antara antibodi aglutinin serum penderita terhadap antigen O (somatik) dan H (flagella)
• Kenaikan titer O 1:320 atau kenaikan 4 kali mendukung diagnosis demam tifoid
• Sensitivitas 64-74%, spesifisitas 76-83%
TUBEX-TF
• Deteksi IgM terhadap antigen O9 (spesifik Salmonella serogroup D)
• Sens 100%/spec 100% -- 78%/94% --91,2%/82,3%
• Nilai >4 → positif demam tifoid, >6 → indikasi kuat demam tifoid
Antibiotik Pada Demam Tifoid
Fluoroquinolone
• Antibiotik LINI PERTAMA
• Efektif terhadap S.typhi strain MDR
• Ciprofloxacin 2x500 mg (7-14 hari), Ofloxacin 2x400 mg (7-14 hari), norfloxacin 2x400 mg (14
hari)
Cephalosporin generasi 3
• Terapi LINI KEDUA, pada kondisi seperti MDR S.typhi, quinolone-resistant, nalidixic acid-
resistant.
• Ceftriaxone 3-4 gr/hari (3-5 hari), Cefixime 20 mg/kg/hari (7-14 hari)
Kloramfenikol
• Jarang diberikan sebagai antibiotik lini pertama karena banyaknya resistensi
• Dosis 50-100 mg/kg/hari dibagi 4 dosis selama 14 hari
• Efek samping → penekanan sumsung tulang
• Obat pilihan pada demam tifoid pada pasien pediatrik
Antibiotik Pada Demam Tifoid
Azitromisin
• Efektif untuk strain yang MDR dan NAR
• Dosis 2x500 mg, PO, 5 hari
Ampicilin
• Sudah tidak digunakan sebagai lini pertama karena banyaknya resistensi
• Dosis 25 mg/kg/6 jam, selama 10-14 hari
Trimetoprim-sulfametoxazole (cotrimoxazole)
• Bukan lini pertama
• Dosis 2x960 mg (10-14 hari)
Demam Tifoid pada IBU HAMIL
• Pilihan antibiotik = AMPICILLIN, AMOXICILLIN, ATAU CEFTRIAXONE
Manajemen Lain Demam Tifoid
Bed rest
Simptomatik
• Antipiretik, Antiemetik
Diet
• TKTP = Tinggi Kalori Tinggi Protein
• Banyak mengandung cairan dan elektrolit
• Mudah dicerna di usus. Lunak dan rendah serat
• Pemberian diet yang tinggi serat dan susah dicerna selama sakit akan
meningkatkan risiko perdarahan dan perforasi gastrointestinal
© UKDI MANTAP
Fase dan Tahapan Infeksi HIV
TRANSMISI VIRUS
• Rute : paparan darah yang terinfeksi, transmisi seksual, transmisi perinatal
AIDS
• Pasien HIV dengan CD4 <200 ATAU adanya AIDS-defining conditions tanpa memperhitungkan jumlah CD4
Uptodate.com
Non-AIDS Defining Conditions
Uptodate.com
AIDS-Defining
Conditions
adalah penyakit oportunistik yang
terjadi lebih frekuen dan berat
akibat kondisi imunosupresi
Uptodate.com
Candidiasis oral
CNS Toxoplasmosis
© UKDI MANTAP
Infeksi Oportunistik ~ CD4 Level
Stadium Klinik HIV/AIDS
Program Pengendalian HIV, AIDS, dan PIMS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Kemenkes RI, 2016)
Stadium Klinik HIV/AIDS
Program Pengendalian HIV, AIDS, dan PIMS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Kemenkes RI, 2016)
Stadium Klinik HIV/AIDS
Program Pengendalian HIV, AIDS, dan PIMS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Kemenkes RI, 2016)
Konseling dan Tes HIV
• Konseling
• 2 macam pendekatan untuk tes HIV →
• Konseling dan tes HIV sukarela (Voluntary Counseling & Testing
/ VCT)
• Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (Provider-
Initiated Testing and Counseling / PITC)
PITC → kebijakan pemerintah di layanan kesehatan
Tes HIV dianjurkan pada ibu hamil, pasien TB, pasien yang
menunjukkan tanda dan gejala klinis HIV, pasien dari kelompok
berisiko
Program Pengendalian HIV, AIDS, dan PIMS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Kemenkes RI, 2016)
© UKDI MANTAP
Pemeriksaan Penunjang HIV
Deteksi Antibodi HIV
• Contoh: Rapid Test, ELISA, Western Blot
• Pilihan utama (rekomendasi WHO) untuk screening = Rapid Test
Viral Load
• Deteksi viral replication rate, contoh: PCR
• Bisa dipakai untuk screening bayi baru lahir
CD4
• Untuk menentukan dimulainya terapi ARV (CD4<350)
Kultur Virus
• Mahal, lama
• Sulit terdeteksi apabila viral load rendah
Tes Antibodi HIV
• Tes Antibodi HIV
• 3 strategi (3 pemeriksaan)
• Didahului dengan konseling pra-tes dan informasi
• Ketiga tes tersebut dapat menggunakan reagen
tes cepat (rapid test) atau ELISA
• ELISA memiliki hasil false positive dan false
negative yang lebih rendah dibandingkan rapid
test
• Pemeriksaan pertama (A1) harus menggunakan
tes dengan sensitivitas tinggi (> 99 %).
• Pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3)
menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi (>99
%)
Program Pengendalian HIV, AIDS, dan PIMS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Kemenkes RI, 2016)
Interpretasi & Tindak Lanjut Tes HIV
Program Pengendalian HIV, AIDS, dan PIMS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Kemenkes RI, 2016)
Terapi ARV - Indikasi
Semua pasien dengan stadium 3 dan 4, berapapun jumlah CD4
Semua pasien dengan CD4 < 350 sel/mm3, apapun stadium klinisnya
Semua pasien dibawah ini apapun stadium klinisnya dan berapapun jumlah CD4:
• Semua pasien ko-infeksi TB
• Semua pasien ko-infeksi Hepatitis B Virus (HBV)
• Semua ibu hamil
• ODHA yang memiliki pasangan dengan status HIV negatif (sero discordant)
• Populasi kunci (penasun, waria, LSL, WPS)
• Pasien HIV (+) yang tinggal pada daerah epidemi meluas seperti Papua dan Papua Barat
Semua anak <5 tahun tanpa melihat stadium klinis WHO dan berapapun jumlah CD4
• Pengobatan TB harus dimulai lebih dahulu, kemudian obat ARV diberikan dalam 2-8 minggu sejak mulai obat TB, tanpa menghentikan
terapi TB.
• Pada ODHA+TB dengan CD4 kurang dari 50 sel/mm3, ARV harus dimulai dalam 2 minggu setelah mulai pengobatan TB.
• Untuk ODHA+TB dengan meningitis kriptokokus, ARV dimulai setelah 5 minggu pengobatan kriptokokus.
Program Pengendalian HIV, AIDS, dan PIMS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Kemenkes RI, 2016)
Anjuran ARV Lini Pertama Dewasa
(termasuk anak >5 tahun, ibu hamil dan menyusui, ODHA ko-infeksi hepatitis B, dan
ODHA dengan TB)
NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) NNRTI (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)
AZT = Zidovudine (100 mg) EFV = Efavirenz (200 mg dan 600 mg)
3TC = Lamivudine (150 mg) NVP = Nevirapine (200 mg)
TDF = Tenofovir (300 mg)
FTC = Emtricitabine
Program Pengendalian HIV, AIDS, dan PIMS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Kemenkes RI, 2016)
© UKDI MANTAP
PARASITOLOGI
PROTOZOA
HELMINTH
Disentri (Bloody Diarrhea)
Diare dengan darah (+)
Disentri Basiler “LYING DOWN” Disentri amoeba “WALKING”
• Kausa: Shigella dysenteriae (bakteri gram negatif) • Kausa : Entamoeba hystolitica (parasit)
• Transmisi = makanan /air yang terkontaminasi, fecal- • Transmisi = makanan / air yang terkontaminasi,
oral fecal-oral
• Inkubasi cepat (1-7 hari)
• Onset subakut (1-3 minggu)
• Gejala konstitusional (+) → demam tinggi, anoreksia,
malaise • Gejala konstitusional (-) → demam (8-38%)
• Gejala : • Gejala
• Diare awalnya watery → darah (+) lendir (+) • Diare lendir (+) darah (+)
• Frekuensi 8-10 kali/hari, namun bisa 100 kali/hari • Frekuensi lebih sedikit dibanding disentri
• Nyeri perut (+) basiler (<10 kali/hari)
• Muntah (+) • Nyeri perut (+) hebat (kolik)
• Demam tinggi (39,5-40 0C) • Diagnosis = Mikroskopik feses, deteksi antigen,
• Tenesmus (+) Serologi amoeba
• Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai
ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku
• Antiparasit = Metronidazole 3x500-750 mg, 5-10
kuduk, halusinasi) hari)
• Diagnosis = kultur feses
• Antibiotik = Ciprofloxacin 2x500 mg (5 hari),
Cotrimoxazole ( 2x960 mg, 5-7 hari)
Entamoeba histolytica (Amebiasis)
→ Infective stage
Manifestasi ekstraintestinal
tersering dari Amebiasis
• Onset 8-20 minggu, terdapat riwayat disentri amoeba (+) pada beberapa kasus
• Demam, nyeri kuadran kanan atas (kadang meluas ke epigastrium, dada kanan, bahu kanan), batuk, keringat dingin, malaise,
penurunan BB, anoreksia, cegukan
• Px fisik = Hepatomegali, nyeri tekan hepar, fluktuasi (+), jaundice (<10 %)
• Lab = Leukositosis, ↑↑ enzim liver dan ALP, seramobea (+); Imaging = USG, CT-SCAN
• Terapi = Metronidazole 3x500-750 mg (7-10 hari)
© UKDI MANTAP
Infeksi Cacing
Trematoda
HELMINTH
Nematoda Cestoda
Trematoda
“Triple S”:
• Schistosoma
• Spina terminalis (knob)
• Serkaria
- Ancylostoma
- Pruritus ani (malam) - Telur bulat-oval duodenale & Necator
3T
dinding berlapis americanus
- Bentuk telur huruf - Trichuris
“D” (ingat dubur) atau - Keluar cacing - Segmented ovum
plano-konveks - Tempayan (bentuk) berdinding tipis
- Obstruktif (ileus) (embrional)
-Graham Scotch Tape - Turun (prolapse
- Sindrom Loeffler - Anemia
Test recti)
(sesak nafas)
- Harada Mori Test
Enterobius Trichuris Ascaris
vermicularis Hookworm
trichiura lumbricoides
Enterobius vermicularis / Oxyuris vermicularis –
Siklus Hidup
Ascaris lumbricoides – Siklus Hidup
Hookworm – Siklus Hidup
Cutaneous Larva Migrans
(CLM) / Creeping eruption
• Infeksi dan migrasi intradermal dari
larva hookworm
• Etiologi → Larva filariform dari
Ancylostoma braziliense atau
Ancylostoma caninum (keduanya
bukan parasit alami pada manusia)
• Faktor risiko → kontak dengan pasir
yang terkontaminasi
• Klinis → papul eritema dan berkelok-
kelok (serpiginosa) yang GATAL
• Terapi
• Albendazole 1x400 mg (3 hari) atau
• Ivermectin (200 mcg/kg/hari, qD, 1-2
hari)
© UKDI MANTAP
Cestoda : Proglottid & Scolex
Hymenolepis nana
Segmen gravid
Proglottid
Proglottid
Segmen gravid →
→ 15-30 cabang
5-10 cabang
uterus
uterus
Scolex
Scolex
Cestoda
• Albendazole (2x400 mg, 8-30 hari): obat pilihan untuk infeksi cestode yang berpotensi fatal
(neurosistiserkosis – Taenia solium)
• Praziquantel (10 mg/kg, dosis tunggal) : obat pilihan untuk Hymenolepiasis & Taeniasis
© UKDI MANTAP
Filariasis
• Etiologi : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori
• Vektor: Nyamuk culex, anopheles, etc
• Manifestasi Klinis :
• Akut = adenolimfangitis akut (demam + limfadenopati
yang nyeri), demam filarial (tanpa limfangitis /
limfadenopati)
• Kronik = limfedema (akibat kerusakan dan obstruksi
pembuluh limfatik oleh cacing dewasa) → elephantiasis
© UKDI MANTAP
Bancroftian filariasis → sering menyebabkan gangguan limfatik di genital
Terapi
• Dietilcarbamazin (DEC) 3 x 6 mg/kgBB/kali (12 hari) → makrofilarisida & mikrofilarisida.
• Mengeradikasi mikrofilaria dan cacing dewasa, tetapi tidak dapat menyembuhkan
perubahan anatomi pada elephantiasis
• Pembedahan → aspirasi hidrokele, limfangioplasti, prosedur jembatan limfe, eksisi radikal
dan graft kulit, bedah mikrolimfatik
Profilaksis
• DEC 6 mg/kgBB SINGLE DOSE dan Albendazole 400 mg SINGLE DOSE per tahun
• ATAU
• Ivermectin 150-200 mcg/kg SINGLE DOSE dan Albendazole 400 mg SINGLE DOSE per
tahun
© UKDI MANTAP
TETANUS • Port d entree
• Luka tusuk dalam, luka
• Clostridium tetani bakar, kotor
(basil Gram (+) • Otitis media, karies gigi,
anaerob berspora) luka kronik.
• Pemotongan tali pusat
• Toksin : tidak steril
tetanolisin,
tetanospasmin • Risus sardonicus
• Opistotonus
• Spasme larynx & otot
nafas
Tetanus – Manifestasi Klinis
Tetanus generalisata Tetanus lokal
• Paling sering • Paling ringan
• Hipertonus otot, spasme, trismus, • Rasa kaku, kencang, nyeri otot di sekitar
• Kaku di leher, bahu, ekstremitas (ekstensi) luka
• Abdomen papan • Bisa berkembang menjadi tetanus
• Risus sardonicus generalisata
• Opistotonus
• Spasme otot-otot pernapasan Tetanus sefalik
• Biasa terjadi setelah ada luka pada kepala atau
wajah
• Kelemahan dan paralisis otot-otot wajah
• Spasme otot-otot wajah, spasme lidah, spasme
tenggorokan → disarthria, disfonia, disfagia
• Bisa berkembang menjadi tetanus generalisata
• Prognosis paling buruk
© UKDI MANTAP
Tetanus - Klasifikasi Ablett
Derajat I (tetanus ringan)
• Trismus ringan sampai sedang
• Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan
• Tidak dijumpai disfagia atau ringan
• Tidak dijumpai kejang
• Tidak dijumpai gangguan respirasi
Imunoterapi
• Human tetanus immunoglobulin (TIG) 3000 – 6000 U (IM) single dose dengan beberapa dosis diinfiltrasikan di
sekitar luka atau
• Anti Tetanus Serum (ATS) 50.000 U (IM) diikuti dengan 50.000 U (infus IV lambat) → skin test terlebih dahulu
Antibiotik
• Metronidazole 500 mg / 6-8 jam (IV) selama 7-10 hari atau
• Penicillin G 2-4 juta Unit / 4-6 jam (IV) selama 7-10 hari atau
• Tetrasiklin 30-50 mg/kg/hari dibagi 4 dosis selama 10 hari atau eritromisin 50 mg/kg/hari dibagi 4 dosis selama
10 hari
Uptodate.com
Current Recommendations for Treatment of Tetanus During Humanitarian Emergencies (WHO, 2010)
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer (IDI, 2015)
Tetanus – Manajemen & Terapi
Kontrol spasm otot dan kejang
• Benzodiazepine : diazepam 5 mg (IV) atau lorazepam 2 mg (IV), dinaikkan bertahap
hingga mencapai kontrol spasm tanpa menyebabkan distres respirasi
• Bila pasien kejang, berikan diazepam 0,5 mg/kg/kali (IV bolus lambat) dengan dosis
optimum 10 mg/kali tiap kejang. Kemudian diiikuti diazepam per oral 0,5 mg/kg/kali
tiap 4 jam (dosis maks 240 mg/hari)
Imunisasi Tetanus
• Tetanus tidak menginduksi imunitas alami
• Pada pasien yang belum pernah diimunisasi Tetanus Toksoid (TT), pemberian TT yang
pertama dilakukan bersamaan dengan antitoksin namun dengan spuit yang berbeda
dan sisi penyuntikan yang berbeda. Dosis 0,5 mL TT (IM)
• Dosis kedua TT = 1-2 bulan setelah dosis pertama. Dosis ketiga 6-12 bulan setelah
dosis kedua. Booster dilakukan tiap 10 tahun
Uptodate.com
Current Recommendations for Treatment of Tetanus During Humanitarian Emergencies (WHO, 2010)
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer (IDI, 2015)
Pencegahan Tetanus pada Luka
Riwayat Luka Kecil & Bersih Luka Lainnya (rentan tetanus)*
Imunisasi Tetanus toxoid- TIGα Tetanus toxoid- TIGα
sebelumnya containing containing
vaccineβ vaccineβ
Tidak Tahu/<3 YA TIDAK YA YA
Dosis
dapat diganti DT. Preparat yang mengandung vaksin difteri (D) dan pertusis (P) tidak disarankan pada usia>7 tahun
SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
• 2 atau lebih dari kriteria berikut:
• Suhu >38 0C atau <36 0C
• Frekuensi nadi>90 kali/menit
• Laju nafas >20 kali/menit atau PCO2 <32 torr
• Angka leukosit >12.000/mm3, <4.000/mm3, atau >10% immature (band) forms
Sepsis
• SIRS + kecurigaan atau bukti infeksi
• Infeksi dan bakteremia merupakan tahapan awal yang dapat berkembang
menjadi sepsis
Severe Sepsis
• Sepsis + hipoperfusi jaringan / disfungsi organ
Septic shock
• Severe sepsis + hipotensi refrakter
• Hipotensi refrakter = hipotensi persisten atau menetap walaupun sudah diberikan
resusitasi cairan yang adekuat
qSOFA score ≥2 (ER setting)
or SEPSIS
SOFA score ≥2 (ICU setting)
RHEUMATOLOGI
Non-medikamentosa
• Rehabilitas medik / fisioterapi
Kapan merujuk?
• Bila ada komplikasi (termasuk komplikasi NSAID)
• Bila ada komorbiditas
• Nyeri tidak dapat diatasi
• Curiga efusi sendi
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Penyakit inflamasi autoimun sistemik yang ditandai dengan temuan autoantibodi pada jaringan (hipersensitivitas
tipe II) dan kompleks imun / antigen-antibody complexes (hipersensitivitas tipe III) sehingga mengakibatkan
manifestasi klinis di berbagai sistem organ
Diagnosis SLE
terpenuhi bila ada 4 dari 11 kriteria
ACR
1. Mukokutan (4)
2. Sendi
3. Serosa
4. Renal
5. Neuro
6. Hemato
7. Marker
Anti dsDNA, LE cell, Anti Sm
ANA (Anti-Nuclear Antibody) →
paling sering digunakan
Monoarthritis
Monoarthritis
Crystal-induced
Septic Arthritis
Arthritis
Gout Pseudogout
Monosodium urate (MSU) Calcium pyrophosphate crystal Monoarthritis = 1 sendi
crystal deposition disease deposition (CPPD) disease Oligoarthritis = 2-4 sendi
Poliarthritis = >4 sendi
Gout Pseudogout
Meningkat-
• Kondisi hiperurisemia yaitu >7,0 mg/dL nya
Kombinasi
keduanya
produksi
(laki-laki) atau >6,0 mg/dL (perempuan)
Hiper-
urisemia
• Klinis:
• Bengkak, panas, merah (inflamasi aktif)
• Nyeri sendi mendadak
• Lokasi tersering JEMPOL KAKI (MTP 1),
siku, lutut, dorsum pedis, dekat tendo Achilles
• Biasanya malam hari atau ketika suhu
lingkungan dingin
• Bisa demam, menggigil, nyeri badan
• Pria usia 30 tahun > wanita usia 50 tahun
Podagra
Stadium Gout
Hiperurisemia GOUT ARTHRITIS Penyakit Ginjal
asimptomatis
Tophus
Terapi Gout Arthritis Akut
Kolkisin
• Spesifik untuk Gout
• Menghambat fagositosis, mobilitas neutrophil dan kemotaksis, juga menghambat
pembentukan prostaglandin.
• Dosis oral 0.5-0.6 mg per 2 jam sampai nyeri dan inflamasi menghilang (dosis maksimal 6-8
mg/hari).
NSAIDs
• Dosis penuh 2-5 hari, setelah serangan terkontrol turunkan dosis perlahan selama ± 2
minggu.
• Contoh: Indometasin 150-200 mg/hari, Na diklofenak 2x50mg
Kortikosteroid
• Bila tidak berespon baik terhadap NSAIDs atau kolkisin
Terapi Gout Kronik
Obat penurun asam urat
• Biasanya dimulai pada 2-4 minggu setelah serangan akut. TIDAK BOLEH DIBERIKAN SAAT
SERANGAN AKUT karena dapat memperparah serangan
• Xanthine Oxidase Inhibitor → Allopurinol dimulai dari 100 mg/hari, bila perlu dinaikkan
bertahap (max: 800 mg/hari)
• Uricosuric → Probenesid (0,5 g/hari)
• Target terapi → asam urat <6 mg/dL
Faktor risiko