Anda di halaman 1dari 57

MODUL / BUKU AJAR

PENGANTAR LOGIKA MATEMATIKA

Oleh:
TEAM DOSEN LAB MATEMATIKA DISKRET

LABORATORIUM MATEMATIKA DISKRET


JURUSAN MATEMATIKA FSM
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2018

1
2

BAB I
PERNYATAAN KALIMAT

1. PENDAHULUAN
Manusia mampu mengembangkan pengetahuan karena mempunyai
bahasa dan kemampuan menalar. Penalaran merupakan kemampuan untuk
berfikir menurut suatu alur berfikir tertentu, sehingga manusia dapat menarik
kesimpulan/konklusi.
Menarik konklusi merupakan proses untuk dapat sampai pada sesuatu
yang sebelumnya belum kita ketahui dari hal-hal yang kita ketahui. Untuk itu
diperlukan suatu aturan-aturan untuk dapat melakukan penalaran dengan tepat.
Logika adalah ilmu untuk berfikir dan menalar dengan benar sehingga
didapatkan kesimpulan yang shahih/absah. Sehingga mempelajari logika dapat
meningkatkan kemampuan penalaran karena kita mengenali dan menggunakan
bentuk-bentuk umum tertentu dari cara penarikan kesimpulan yang absah, dan
menghindari kesalahan-kesalahan yang biasa dijumpai. Kita juga dapat
memperpanjang rangkaian penalaran untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
lebih kompleks.

2. SEMESTA PEMBICARAAN, KALIMAT DEKLARATIF


Suatu pembicaraan menguraikan sifat-sifat dari hubungan antara obyek-
obyek tertentu. Keseluruhan obyek-obyek yang dibicarakan dalam pembicaraan
itu disebut Semesta Pembicaraan. Untuk membicarakan sesuatu diperlukan suatu
bahasa yaitu rangkaian simbol-simbol yang diucapkan atau ditulis menurut aturan
tertentu. Suatu unsur yang penting dalam bahasa adalah Kalimat Deklaratif.
Kalimat Deklaratif adalah suatu kalimat yang mengandung nilai benar atau salah.
Contoh 1 : 10 habis dibagi 2.
2 adalah bilangan genap.
India beribukota Jakarta.
Tetapi ada kalanya ada kalimat yang mempunyai arti tetapi tidak mempunyai nilai
benar atau salah.
Contoh 2 : Apakah Yogyakarta jauh dari Semarang ?

2
3

Tutuplah pintu itu !


Mudah-mudahan terkabul cita-citamu.

Kalimat yang tidak mempunyai nilai benar atau salah disebut Meaning less.
Contoh 3 :
2 anak dari 10.
3 mencintai 5.
Kalimat majemuk (composite statement) adalah pernyataan yang terdiri atas satu
atau lebih pernyataan sederhana yang dihubungkan dengan kata hubung kalimat,
misalnya kalimat "Baik kantor maupun bank tidak buka hari ini"

3. LOGICAL CONNECTIVES (Kata-kata Penggandeng Kalimat)


Kalimat-kalimat dapat dihubung-hubungkan menggunakan penghubung
kalimat sehingga menjadi kalimat baru, misalnya kalimat yang dihubungkan
dengan kata-kata "dan", "atau", "tidak", "jika…maka", dan "jika dan hanya jika".
Kalimat-kalimat yang sudah dihubungkan dengan penghubung kalimat
mempunyai nilai logika (nilai kebenaran) yang dapat disajikan dalam suatu
bentuk tabel.

4. TABEL NILAI KEBENARAN


A. Negasi / Ingkaran (~)
A ~A
T F
F T
Contoh 4 : A : 2 adalah bilangan prima (T)
~A : 2 adalah bukan bilangan prima ( F )
B : 2=3 (F)
~B : 2  3 (T)

B. ) Disjungsi Inklusif ( )

3
4

A B AB
T T T
T F T
F T T
F F F
Contoh 5 : 2 lebih kecil atau sama dengan 4 (T)
Tono seorang mahasiswa yang pandai atau atlit yang
berbakat, mungkin kedua-duanya
)Disjungsi Eksklusif (  )
A B AB
T T F
T F T
F T T
F F F

Contoh 6 : a). Tono seorang mahasiswa yang pandai atau atlit


yang
berbakat, tetapi tidak kedua-duanya .
b). Aku akan mendapatkan nilai A atau B dalam mata
kuliah ini.
C. Konjungsi (  )
A B AB
T T T
T F F
F T F
F F F

Contoh 7 : a). 4 habis dibagi 2 dan 7 bilangan prima. (T)


b). Endah wanita yang cantik dan cerdas. (T)
c). 6 adalah pembagi 12 dan 3 bilangan ganjil.

D. Implikasi () A : anteseden / hipotesa

4
5

B : konsekuen / konklusi
A B AB
T T T
T F F
F T T
F F T

Contoh 8 : a). Jika 2 + 3 = 5 maka 2 + 5 = 7.


b). Jika burung mempunyai sayap maka 2  7 = 14.
Tampak dari tabel bahwa nilai implikasi akan selalu benar apabila:
*. Anteseden salah (baris ke–3 dan ke-4)
**. Konsekuen benar (baris ke-1 dan ke-3)
Kelihatannya ganjil, bahwa suatu implikasi bernilai benar jika
antesedennya salah. Perlu dibedakan antara implikasi dalam sehari-hari
dengan implikasi dalam tabel logika. Implikasi dalam kehidupan sehari-hari
disebut dengan Implikasi Biasa(ordinary implication) yang dapat memberikan
pengertian hubungan antara anteseden dan konsekuen seperti :
"apabila engkau lulus maka akan saya berikan sepeda"
(hubungan berupa janji)
"apabila bendera berkibar setengah tiang maka ada pembesar yang wafat"
(hubungan berupa tanda)
"apabila sering mandi malam maka akan terserang encok"
(hubungan berupa sebab – akibat).
Implikasi dalam logika disebut Implikasi Material. Kebenaran implikasi
didasarkan atas benarnya komponen-komponen kalimat bukan hubungan antar
kalimat (walaupun kadang-kadang ada hubungan). Perhatikan contoh dibawah ini:
Apabila Jono lulus maka dunia berhenti berputar.
A : Jono lulus
B : Dunia berhenti berputar
Implikasi diatas pasti bernilai salah sebab tidak mungkin dunia berhenti berputar.
AB
TF (F)

5
6

Kalimat tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa Jono tidak lulus.


A : Pelajar laki-laki
B : Diwajibkan berlatih militer
Ada pertanyaan "Apabila pelajar laki-laki maka diwajibkan berlatih militer"
1). Jono berlatih militer (T)
2). Jono tidak berlatih militer ( F )
Kalimat ke-1 sesuai pernyataan maka tidak memberikan resiko apa-apa pada Jono,
sebaliknya kalimat ke-2 tidak sesuai dengan pernyataan sehingga memberikan
sanksi pada Jono.
Perhatikan dengan kalimat :
3). Siti berlatih militer (T)
4). Siti tidak berlatih militer ( T )
kedua kalimat tersebut sesuai dengan pernyataan sehingga tidak memberikan
sanksi pada Siti.
Suatu implikasi bernilai benar maka tidak dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan sebab-akibat atau konsekuen pasti dapat diturunkan dari anteseden.
Tetapi sebaliknya :
"apabila dari kalimat 'A' dengan langkah-langkah yang benar (correct)
diturunkan kalimat 'B' maka kalimat "apabila A maka B" dinyatakan sebagai
kalimat yang benar".
Dalam hal ini ada dua kemungkinan pernyataan jika A maka B :
1). Kalimat A benar, maka kalimat B juga benar.
2). Kalimat A salah dengan langkah yang correct dapat diturunkan kalimat B yang
salah tetapi dapat juga benar.
Kalimat A  B disebut implikasi mula-mula , maka :
B  A disebut konvers dari implikasi mula-mula.
~A  ~B disebut invers dari implikasi mula- mula.
~B  ~A disebut kontraposisi dari implikasi mula-mula.

6
7

E. Bi-implikasi (  )
A B AB
T T T
T F F
F T T
F F T

Nilai logika A  B sama dengan nilai logika dari (B  A) & (A  B).

) INGKARAN KALIMAT
(A  B) ingkarannya ~(A  B) adalah ~A  ~B.
(A  B) ingkarannya ~(A  B) adalah ~A  ~B.
(A  B) ingkarannya ~(A  B) adalah A  ~B
(A  B) ingkarannya ~(A  B) adalah (A  ~B)  (~A  B)

5. KONSTANTA
Definisi: Konstanta adalah suatu simbol menunjuk pada suatu anggota dari
semesta pembicaraannya.
Bahasa dalam arti luas yaitu himpunan simbol-simbol yang
digandengkan menurut aturan tertentu menjadi perkataan-perkataan, kalimat-
kalimat dengan maksud, menyatakan asensi ilmiah. Kita harus dapat
membedakan antara simbol dengan obyek yang disimbolisir oleh simbol tersebut.

7
8

Contoh:
a). Fatimah adalah gadis cantik.
b). Fatimah terdiri dari tujuh huruf.
Fatimah pada a) merupakan simbol yang berbicara tentang gadis, tetapi fatimah
pada b) adalah suatu obyek yang disimbolisir, yaitu pembicaraan tentang jumlah
huruf. Hal ini jika diturunkan maka ada gadis cantik yang terdiri dari tujuh huruf.
Jika kita tetap konsisten pada prinsip maka kita harus menggunakan suatu simbol
dari perkataannya yang berbicara tentang perkataan itu (semesta
pembicaraannnya), sehingga jika b) "Fatimah"terdiri dari tujuh huruf maka hal ini
tidak dapat diturunkan. Dalam contoh diatas tidak tampak jelas kesalahannya,
tetapi bagaimana dengan pernyataan dibawah ini :
1. 30/6 = 15/3.
2. Penyebut dari 30/6 habis dibagi 2.
3. Karena 30/6 = 15/3 maka 30/6 dapat diganti oleh 15/3.
4. Sehingga penyebut 15/3 habis dibagi 2.
5. Kesimpulan 3 habis dibagi 2.
Selain obyek- obyek dari semesta pembicaraannya, kita juga berbicara
tentang sifat-sifat dari, dan relasi-relasi antara obyek-obyek itu. Untuk itupun
diperlukan simbol-simbol yang biasanya kita singkat dengan huruf-huruf besar
seperti "P", "Q", dan seterusnya, misalnya :
a). 3 adalah bilangan Prima ,disingkat P(3)
b). 3 terletak antara 2 dan 4, disingkat T(3,2,4)

6. VARIABEL
Definisi: Suatu simbol untuk menunjuk pada sembarang anggota semesta
pembicaraan disebut VARIABEL.
Biasanya dinotasikan dengan huruf kecil di alphabet urutan belakang. (x, y, z, x 1,
xx, dan sebagainya). Pandang kalimat umum yang mengandung variabel x berikut:
"x adalah bilangan prima" disingkat P(x)
"x lebih besar daripada y" disingkat B(x,y)
"x terletak antara y dan z" disingkat D(x,y,z)

8
9

Kalimat-kalimat diatas bukanlah kalimat deklaratif karena tidak mempunyai


nilai benar atau salah, kalimat yang demikian disebut Kalimat Terbuka. Kalimat
tersebut akan menjadi kalimat deklaratif setelah variabel-variabel diganti dengan
konstanta-konstanta, misalnya :
"2 adalah bilangan prima" P(2) nilai benar.
"2 lebih besar daripada 4" B(2,4) nilai salah.
"2 terletak antara 1 dan 3" D(2,1,3) nilai benar.
Contoh-contoh kalimat terbuka yaitu:
" x adalah gadis yang cantik "
" x2 – 3x + 2 = 0 " , dan sebagainya.

7. TAUTOLOGI, EKIVALEN DAN KONTRDIKSI


Kadang-kadang suatu pernyataan selalu bernilai benar. Pernyataan yang
selalu bernilai benar disebut TAUTOLOGI.
Misalnya : "Endah gadis cantik atau tidak cantik" ( P  ~P)
Pernyataan diatas selalu bernilai benar (buktikan melalui tabel kebenaran).Dua
buah pernyataan yang memiliki nilai kebenaran yang sama disebut EKIVALEN.
Contoh pernyataan :
P : Pak Totok ayah dari Endah
Q : Endah anak dari Pak Totok
Maka pernyataan P dan Q adalah ekivalen dan dinotasikan dengan P  Q.
Syarat-syarat pernyataan ekivalen secara logis :
1. P  P
2. Jika P  Q maka Q  P
3. Jika P  Q dan Q  R maka P  R
Perhatikan pernyataan "Endah seorang mahasiswa dan bukan mahasiswa".
Pernyataan ini selalu bernilai salah dan disebut dengan KONTRADIKSI.(P  ~P).
Kontradiksi adalah negasi atau ingkaran dari Tautologi.

9
10

8. LATIHAN
1. Manakah yang merupakan pernyataan:
a. Jakarta ibukota India
b. Silahkan duduk !
c. Semoga kalian lulus ujian
d. 7 < 6
e. Plato habis dibagi 2
2. Tentukan pernyataan sederhana dari kalimat dibawah ini:
a. Hari sangat panas, rasanya aku ingin mandi
b. Toni belum datang atau dia sudah berangkat sebelum kamu tiba
c. Nelayan melaut hanya jika bertiup angin barat
d. Udara sudah terasa panas walaupun hari masih pagi
e. Jika air dibubuhi garam maka titikbekunya menurun
3. Tentukan disjungsi inklusif ataukah eksklusif :
a. Pangeran Diponegoro dimakamkan di Sulawesi atau di Jawa
b. Candi Borobudur terbuat dari batu atau terletak di Pulau Jawa
c. Setiap pagi dia sarapan nasi atau roti
d. Hari ini hari Minggu atau besok hari Senin
e. Aku akan mendapatkan nilai A atau B dalam mata kuliah ini
4. A : gadis itu ramah B : Gadis itu cantik
Tentukan secara simbolik pernyataan dan tentukan nilai kebenarannya
a. Gadis itu tidak ramah atau cantik
b. Gadis itu tidak ramah atau tidak cantik

5. Tentukan nilai kebenaran kalimat-kalimat dibawah ini :


a. Setiap bilangan bulat merupakan bilangan genap atau bilangan ganjil
b. Aku akan lulus atau tidak lulus dalam ujian mendatang
c. Tidak benar gadis itu cantik atau ramah
d. Hari ini cuaca cerah atau ramalan cuaca salah
6. Buatlah kalimat dalam bentuk implikasi
a. Tidak seorang manusia dapat terbang
b. Kita perlu makan untuk hidup

10
11

c. Saya akan pergi kalau kamu mengusir saya


d. Semua manusia yang bercita-cita tinggi suka bekerja keras
e. Kamu akan memperolehnya jika kamu mencarinya
7. Buktikan
a. A  B ekivalen dengan (A B)  (B A)
b. (A  B)  ~(A  B) merupakan kontradiksi
c. [(A  B) (B  C)]  (A  C) merupakan tautologi
8. Tuliskan ingkaran setiap pernyataan majemuk berikut ini dalam bentuk
kalimat sederhana
a. Dia tidak cantik dan tidak ramah
b. Rambutnya pirang jika dan hanya jika matanya biru
c. Jika Ira kaya, maka Tuti dan Husein senang
d. Baik Fatimah maupun Endah mahasiswa yang cantik

9. Jika diberikan pernyataan A : Siti Nurhaliza adalah seorang bangsawan dan


B : Siti Nurhaliza adalah seorang yang miskin

Tulislah simbolisme logika


a. Siti Nurhaliza adalah seorang bangsawan tetapi miskin
b. Siti Nurhaliza bukanlah seorang bangsawan atau ia tidaklah miskin
c. Siti Nurhaliza bukanlah seorang bangsawan apabila ia miskin
d. Siti Nurhaliza tidaklah seorang miskin dan ia adalah seorang bangsawan
e. Siti Nurhaliza tidaklah seorang bangsawan dan tidaklah miskin
f. Siti Nurhaliza seorang bangsawan atau ia orang miskin
g. Siti Nurhaliza seorang miskin hanya apabila ia seorang bangsawan
h. Siti Nurhaliza adalah seorang miskin dan bukan seorang bangsawan
i. Apabila Siti Nurhaliza seorang bangsawan maka ia miskin
j. Siti Nurhaliza seorang bangsawan dan ia tidaklah miskin
k. Siti Nurhaliza adalah seorang yang miskin atau apabila tidak demikian
maka pastilah ia seorang bangsawan
l. Siti Nurhaliza tidaklah seorang miskin dan ia bukan bangsawan
m. Siti Nurhaliza bukanlah sekaligus seorang bangsawan dan miskin

11
12

n. Siti Nurhaliza seorang bangsawan yang miskin


o. Mengatakan Siti Nurhaliza seorang bangsawan adalah sama mengatakan
bahwa ia miskin
p. Siti Nurhaliza seorang bangsawan dan tidaklah miskin atau Siti Nurhaliza
tidaklah seorang bangsawan dan ia miskin

12
13

BAB II
ARGUMEN DAN METODE DEDUKSI

2.1 PENGERTIAN ARGUMEN


Argumen merupakan serangkaian pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ungkapan pernyataan penarikan kesimpulan (inferensi). Argumen
terdiri dari pernyataan-pernyataan yang terbagi atas 2 kelompok, yakni kelompok
pernyataan sebelum kata "jadi", yang disebut premis-premis, dan kelompok lain
yang hanya terdiri atas satu pernyataan dinamakan konklusi.

Contoh: (1) Jika Aljabar atau Geometri diperlukan, maka


premis-premis
semua mahasiswa akan belajar Matematika.
(2) Aljabar dan Trigonometri diperlukan. Jadi, konklusi
semua mahasiswa akan belajar Matematika.
Penulisan argumen dapat pula disusun seperti karangan (tulisan) biasa,
yang tidak ditulis menggunakan nomor-nomor seperti diatas. Selain itu, kita
dapat mengubah argumen kedalam bentuk simbol-simbol.

Contoh :
Jika kita menanam bunga Flamboyan, maka taman kita berkembang pesat,
dan jika kita menanam bunga Bougenville, maka terlambatlah perkembangan
taman kita. Jadi, jika kita menanam bunga Flamboyan dan bunga Bougenville,
maka taman kita akan berkembang dengan pesat dan terlambat.
Misalnya: P : Kita menanam bunga Flamboyan.
Q : Taman kita berkembang dengan pesat.
R : Kita menanam bunga Bougenville.
S : Terlambatlah perkembangan taman kita.
Maka argumen diatas dapat kita nyatakan dengan simbol-simbol seperti dibawah
ini :
(P  Q)  (R  S)
(P  R)  (R  S)

13
14

2.2 INFERENSI INDUKSI


Penarikan kesimpulan (inferensi) dari premis-premis terhadap
konklusinya bisa benar, tetapi bisa juga salah, karena premisnya masih
"mungkin". Inferensi dari premis menuju konklusi yang hanya berdasarkan atas
kemungkinan saja disebut dengan Inferensi Induksi (inductive inference).
Perhatikan sebuah argumen berikut ini :
Semua angsa yang pernah saya lihat warnanya putih.
Saya telah melihat begitu banyak angsa.
Jadi, semua angsa warnanya putih.
Sepintas, bila kita perhatikan, argumen ini seperti argumen yang baik.
Ini dapat terjadi karena premis-premisnya memberi akibat logis terhadap
konklusinya, meskipun baru berupa sesuatu yang "mungkin". Jika kita
perhatikan, "Saya telah melihat begitu banyak angsa" adalah sesuatu yang
dikatakan "kemungkinan". Inferensi yang kita lakukan pada argumen diatas
termasuk inferensi induksi.

2.3 INFERENSI DEDUKSI


Inferensi Deduksi (deductive inference) adalah penarikan kesimpulan
argumen yang tepat, tanpa berdasarkan kemungkinan. Argumennya dinamakan
argumen deduktif (deductive argument). Sebaliknya disebut argumen induktif
(inductive argument).
Perhatikan argumen berikut :
Semua manusia akan meninggal dunia.
Bagong adalah seorang manusia.
Jadi, Bagong akan meninggal dunia.
Dalam argumen diatas, jika premis-premisnya benar demikian, maka
jelaslah bahwa konklusinya juga benar, karena tidak ada kemungkinan lain selain
"Bagong akan meninggal dunia". Bukankah tidak mungkin "Bagong tidak akan
meninggal dunia", bila kenyataan menunjukkan bahwa "Semua manusia akan
meninggal dunia" dan "Bagong adalah seorang manusia".

14
15

Dari penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa pada argumen


induktif, konklusinya yang merupakan akibat dari premis-premisnya masih
merupakan suatu kemungkinan belaka. Dalam argumen deduktif, premis-
premisnya benar-benar mengakibatkan terjadinya konklusi secara pasti.
Argumen deduktif tidak selalu terdiri dari pernyataan-pernyataan yang
tepat makna atau isinya. Jadi, pernyataan dalam argumen deduktif boleh saja
merupakan pernyataan yang mengandung suatu hal yang "mungkin" atau
pernyataan yang salah. Yang perlu diperhatikan adalah "relasi" yang
menghubungkan premis dan konklusinya, dan bukan atas isi atau makna yang
terkandung didalamnya.
Perhatikan contoh berikut :
Jika BAGONG melakukan "anu", maka masyarakat mungkin akan
mencelanya.
Ternyata BAGONG melakukan "anu".
Jadi, masyarakat mungkin akan mencelanya.
Pada contoh diatas, konklusinya merupakan suatu kemungkinan. Namun
tidak dapat disangkal bahwa pada argumen ini konklusinya benar, jika premis-
premisnya juga benar. Jelas argumen seperti ini pun termasuk argumen deduktif.

2.4 PEMBUKTIAN VALIDITAS ARGUMEN


Pada umumnya argumen deduktif yang benar diartikan sebagai
argumen yang mempunyai premis-premis dan konklusi yang benar. Anggapan
demikian tidaklah selalu tepat, sebab banyak argumen deduktif yang salah.
Sebaliknya ada pula argumen deduktif yang benar tetapi isi atau makna premis
dan konklusinya salah.
Contoh :
Semua bilangan imajiner adalah bilangan kompleks.
2 adalah bilangan imajiner.
Jadi, 2 adalah bilangan kompleks.
Argumen diatas mempunyai premis yang salah, yakni"2 adalah bilangan
imajiner". Namun argumen tersebut termasuk argumen deduktif yang benar, dan
biasanya argumen deduktif yang benar disebut argumen valid(argumen yang sah).

15
16

Sebuah deduksi yang baik tidaklah selalu merupakan deduksi yang


pernyataan-pernyataan pembentuknya benar. Deduksi yang terdapat pada
argumen deduktif yang valid dinamakan Deduksi Valid. Ini berarti valid diartikan
sebagai deduksi yang baik atau tepat, tanpa memandang kebenaran atau kesalahan
pernyataan-pernyataan pembentuknya. Dan sebuah argumen deduktif dikatakan
valid, jika konklusinya merupakan akibat logis dari premis-premisnya. Perhatikan
dua argumen berikut :
(1) Semua manusia adalah makhluk hidup.
Fatimah adalah manusia.
Jadi, Fatimah adalah makhluk hidup.
(2) Semua bidadari adalah bangsa Yunani.
Fatimah adalah bidadari.
Jadi, Fatimah adalah bangsa Yunani.
Argumen pertama merupakan argumen valid. Validitasnya tidak kita
sangsikan lagi, karena secara intuitif, kenyataannya demikian. Sedangkan pada
argumen kedua, juga merupakan argumen yang valid pula. Memang tidak dapat
dilihat secara langsung validitasnya, karena premis-premisnya salah. Namun
argumen pertama identik dengan argumen kedua, kecuali pada manusia dan
makhluk hidup yang diganti dengan bidadari dan bangsa Yunani. Dengan
demikian, jelaslah bahwa kedua argumen tersebut mempunyai bentuk struktur
yang sama. Secara skematis, kedua argumen tersebut mempunyai bentuk :
Semua A adalah B
C adalah A
Jadi, C adalah B.
Bentuk-bentuk argumen seperti contoh diatas merupakan serangkaian
simbol-simbol yang berisi variabel-variabel statement(pernyataan perubah),
sedemikian rupa sehingga jika pernyataan-pernyataan lain disubstitusikan pada
variabel statement tersebut, hasilnya merupakan sebuah argumen. Argumen hasil
substitusi ini dinamakan "Substitution Instance" (argumen hasil) dari bentuk
argumen tersebut.
Argumen yang tidak valid (invalid argument) mempuyai paling sedikit
satu substitution instance dengan premis-premis yang benar dan sebuah konklusi

16
17

yang salah. Sebaliknya argumen yang valid tidak mempunyai satupun


substitution instance yang premis-premisnya benar, sedangkan konklusinya salah.
Ini berarti untuk mengetahui apakah sebuah argumen tertentu valid, dapat dikenal
lewat bentuk atau strukturnya , apakah sama dengan argumen tertentu yang telah
diketahui validitasnya.
Ada cara lain untuk mengetahui validitas argumen deduktif, yakni
dengan cara penggunaan tabel kebenaran. Namun sebelum menggunakan tabel
kebenaran, kita harus mencari dulu bentuk pernyataan kondisional yang
berkorespondensi dengan argumen tersebut. Setiap pernyataan yang berbentuk
conditional statement selalu berkorespondensi dengan sebuah argumen. Premis-
premis argumen tersebut sebagai antasedennya, sedangkan konklusi argumennya
merupakan konsekuennya.

2.5 ATURAN PENARIKAN KESIMPULAN


Suatu argumen yang mengandung 2 simple state atau lebih jika
pembuktiannya dengan menggunakan tabel kebenaran, cara kerjanya panjang dan
seringkali membosankan. Ada cara singkat, langsung dan tepat yang dapat kita
gunakan, yakni dengan cara "menurunkan" konklusi argumennya.
Artinya menurunkan konklusi dari premis-premisnya dengan menggunakan
rentetan argumen elementer yang sudah diketahui valid.
Argumen valid elementer diartikan sebagai suatu substitution instance
dari bentuk argumen sederhana yang valid. Setiap substitution instance dari
bentuk argumen yang valid merupakan argumen yang valid pula.
Perhatikan argumen dalam bentuk simbol berikut :
~A~B
~~A
~A
Argumen ini merupakan argumen yang valid sebab termasuk
substitution instance dari argumen elementer yang valid berikut :
pq
~p dengan cara mensubstitusikan ~A untuk p dan ~B untuk q
q

17
18

Dalam aturan penarikan kesimpulan dilakukan deduksi. Deduksinya


bukan hanya menarik konklusi dari premis-premisnya secara langsung, tetapi juga
mampu membentuk argumen-argumen yang diperoleh dari rangkaian langkah
pembuktian yang relatif sederhana. Konklusi lanjutan ini (yang terdiri dari
bagian-bagian) masing-masing merupakan konklusi yang dapat ditarik lagi untuk
membentuk konklusi berikutnya, dan demikian seterusnya, hingga hasil akhirnya
diperoleh.
Adapun aturan-aturan yang digunakan dalam Aturan Penarikan Kesimpulan
(Rule of Inferensi) adalah :

2.5.1 Modus Ponen


Perhatikan argumen berikut :
PQ
P
Q
Pernyataan diatas adalah sebuah argumen yang valid, suatu kenyataan jelas
dan dapat dibuktikan secara intuitif ataupun lewat tabel kebenaran. Bentuk
argumen seperti ini disebut Modus Ponen, disingkat MP.
Lihat pernyataan berikut :
(1) Jika pintu lintas kereta ditutup, lalu lintas akan terhenti.
(2) Jika lalu lintas terhenti, akan terjadi kemacetan lalu lintas.
(3) Pintu lintas kereta api ditutup.
Pada premis (1) dan (3) mempunyai bentuk seperti modus ponen.
Akibatnya dapat ditarik konklusi dari kedua premis ini dengan cara modus ponen.
Diperoleh dari premis (1) dan (3) yaitu pernyataan (4) :
(4) Lalu lintas akan terhenti.
Lakukan cara yang sama pada premis (2) dan (4) yang juga mempunyai bentuk
seperti modus ponen, sehingga diperoleh (5) :
(5) Terdapat kemacetan lalu lintas.
Dari rangkaian langkah ini, ternyata(5) merupakan konklusi yang dicari.
Dengan demikian argumen yang dibuktikan termasuk argumen yang valid. Dalam

18
19

bentuk simbol yang sederhana, dapat dituliskan proses pembuktian argumen


diatas sebagai berikut :

1. P  Q Pr.
2. Q  R Pr.
3. P Pr./  R
4. Q 1, 3, MP.
5. R 2, 4, MP.
Yang terdapat pada kolom sebelah kiri adalah pernyataan-pernyataan dari
argumen. Disebelah kanannya menunjukkan alasan (dasar pembenaran) atas
pernyataan yang berkorespondensi disebelah kirinya. Pr berarti Premis, dan MP
berarti Modus Ponen. Susunan dan urutan keseluruhan dikatakan "bukti
langsung"(bukti formal).

2.5.2 Modus Tollens


Seperti yang diketahui, bahwa kondisional yang benar dengan konsekuen
yang salah haruslah mempunyai anteseden yang salah. Pernyataan kondisional ini
berkorespondensi dengan bentuk argumen :
PQ
~Q
~ P
Bentuk demikian ini disebut Modus Tollens, disingkan MT. Tollens
berarti menyangkal, dalam hal ini menyangkal suatu bagian dalam kondisional.
Contoh argumen ;
1. P  Q Pr.
2. Q  R Pr.
3. ~ P  S Pr.
4. ~ R Pr./  S
5. ~ Q 2, 4, MT.
6. ~ P 1, 5, MT.
7. S 3, 6, MP.

19
20

Perlu diperhatikan bahwa dua bentuk MP dan MT seringkali dikacaukan


(tertukar) dengan dua bentuk lain yang invalid. Kekeliruan ini sangat terkenal dan
sering diperdebatkan karena hampir sama bentuknya dengan MP dan MT namun
merupakan bentuk yang salah, yang diberi nama khusus.
Pertama bentuk argumen :
PQ
Q
P
disebut kesalahan pemberian konsekuen (fallacies of affairming
concequent).
Bentuk invalid lainnya adalah :
PQ
~P
~Q
disebut kesalahan penyangkalan anteseden (fallacies of denying
antecedent).

2.5.3 Simplifikasi
Kadang-kadang untuk membantu pemeriksaan bukti formal sebuah
argumen, perlu menambah bentuk valid sederhana yang lain.
Perhatikan argumen berikut :
(1) Jika Meirani datang, Ari pun ikut.
(2) Meirani dan Ratna datang.
 Jadi, Ari ikut datang.
Argumen tersebut valid, dan bentuknya adalah sebagai berikut :
1. P  Q Pr.
2. P  R Pr. /  Q
Cara biasa untuk membuktikannya dengan deduksi terurut adalah dengan
menarik kesimpulan bahwa dari P  R dapat ditarik P saja. Prinsip inilah yang
disebut Simplifikasi, disingkat Simp.
Sekarang kita lengkapi bukti yang ditanyakan :
1. P Q Pr.

20
21

2. P  R Pr. / Q
3. P 2, Simp.
4. Q 1, 3, MP.
Dalam simbol, argumen simplifikasi mempunyai bentuk umum :
PQ
P
Jika diamati, argumen ini merupakan bentuk argumen yang hanya memuat
satu premis saja. Sebenarnya prinsip ini telah digunakan secara implicit dalam
teknik tabel kebenaran tidak langsung, yakni jika diketahui bahwa sebuah
konjungsi benar, maka tentulah konjung-konjungnya harus benar pula.

2.5.4 Konjungsi
Dalam bentuk simbol argumen, konjungsi dapat dituliskan :
P
Q
PQ
Perhatikan argumen berikut :
1. (P  Q)  R Pr.
2. P  S Pr.
3. Q  T Pr.
4. P 2, Simp.
5. Q 3, Simp.
6. P  Q 4, 5, Conj.
7. R 1, 6, MP.

Kiranya sulit untuk mendapatkan P  Q , agar dapat diperoleh R


dengan cara modus ponen bersama-sama(P  Q)  R . pernyataan P dan Q
terletak pada baris terpisah.. Namun demikian, pernyataaan ini masih benar
pula jika premisnya juga benar, sehingga P dan Q dapat digabungkan dengan
kata "dan"., sehingga sekarang dapat dinyatakan sebagai pernyataan tunggal.
Proses ini disebut Konjungsi, disingkat Conj.

21
22

2.5.5 Hypothetical Sylogism


Bentuk Hypothetical Sylogism (HS) dalam simbol argumen dapat
dituliskan :
PQ .
QR / P  R
Perhatikan argumen berikut :
1. P  Q Pr.
2. Q  R Pr.
3. R  S Pr./ P  S
4. P  R 1, 2, HS.
5. P  S 4, 3, HS.
Perhatikan bahwa alasan (dasar pembenaran) pada langkah
terakhir adalah 4, 3, HS dan bukan 3, 4, HS. Ini menunjukkan
bahwa baris ke-4 dan ke-5 pada pembuktian ini harus disusun
dalam urutan seperti itu untuk memperlihatkan korespondensinya
dengan bentuk premis pada bentuk argumen HS.

2.5.6 Disjunctive Sylogism


Pada bagian yang telah lalu, kita telah mengetahui bahwa A B adalah
benar jika salah satu dari disjung-nya yakni A atau B bernilai benar. Jika A B
benar dan ternyata A salah, maka dengan sendirinya B benar. Prinsip ini
dinamakan Disjunctive Sylogism, disingkat DS.

Dalam simbol, disjunctive sylogism adalah sebagai berikut :


A B
~A
B

Perhatikan contoh berikut :


Saya pergi ke Jakarta atau berlibur di Bali.
Saya tidak pergi ke Jakarta, tetapi mengikuti kursus di Bali.

22
23

Jadi, saya berlibur di Bali.


Dengan adanya prinsip DS, dapat dibuktikan validitas argumen diatas
yakni sebagai berikut :
1. A  B Pr.
2. ~ A  C Pr.
3. ~ A 2, Simp.
4. B 1, 3, DS.

2.5.7 Constructive Dilemma


Perhatikan argumen berikut :
Jika purnama telah menghilang, malam menjadi gelap gulita.
Jika malam semakin larut, angin bertiup semakin dingin.
Purnama telah menghilang atau malam semakin larut.
Jadi, malam menjadi gelap gulita atau angin bertiup semakin dingin.
Argumen yang memuat premis diatas valid. Validitasnya dapat
dibuktikan dengan tabel kebenaran. Argumen yang bentuknya sederhana ini
disebut Constructive Dilemma, disingkat CD. Dalam simbol argumen diatas
dapat ditulis : AB
CD
A C
 BD
2.5.8 Destructive Dilemma
Destructive Dilemma merupakan argumen valid elementer yang
bentuknya hampir mirip Constructive Dilemma, hanya mengandung
penyangkalan pada premis-premis dan konklusinya. Bentuk argumen ini, yang
sering dinyatakan dengan "DD", dapat kita lambangkan dengan simbol-simbol
sebagai berikut :
AB
CD
~B~D
 ~ A ~ C

23
24

2.5.9 Addition
Addisi (Add) merupakan prinsip penarikan kesimpulan yang sangat
ringkas. Aturan ini hanya memuat satu premis tunggal. Dalam addisi kita
dapat menggabungkan suatu pernyataan dengan pernyataan lain dengan cara
disjungsi.
Addisi dapat kita nyatakan dengan rangkaian lambang :
A
AB
Perhatikan, bahwa kita melakukan dengan sebuah pernyataan saja
dalam penggunaan aturan addisi ini. Jika kita mengaddisi dengan lebih dari
sebuah pernyataan(compound statement), mana mungkin akan terjadi
kesalahan , dan argumen bisa termasuk invalid serta tidak akan terbukti
validitasnya.
Contoh: Jika di Pangandaran nelayan tertawa berdendang ria atau wisatawan
ramai berpesta pora, maka pasti disana ada pesta laut.
Jika bulan Februari telah tiba, nelayan di Pangandaran tertawa
berdendang ria.
Bulan Februari telah tiba.
Jadi, di Pangandaran ada pesta laut.

Secara simbolis pembuktiannya dapat ditulis :


1. (A  B)  C Pr.
2. D  A Pr.
3. D Pr./  C
4. A 2, 3, MP.
5. A  B 4, Add.
6. C 1, 5, MP.

2.6 ATURAN PENUKARAN

24
25

Kita akan membicarakan aturan yang menunjang aturan penarikan


kesimpulan yang disebut aturan penukaran (Rule of Replacement). Jika sebagian
atau keseluruhan dari sebuah pernyataan majemuk ditukar dengan suatu
pernyataan lain yang ekivalen secara logis dengan yang ditukar itu, maka nilai
pernyataan majemuk yang baru adalah sama dengan nilai kebenaran pernyataan
majemuk semula. Aturan inilah yang dinamakan aturan penukaran. Sebagai
contoh dengan menggunakan negasi ganda, kita dapat menarik kesimpulan atau
melakukan inferensi dari pernyataan ~ ~ p  q = p  q = ~ ~ ~ ~ p  ~ ~q (dengan
aturan penukaran).
Aturan yang terdapat dalam Rules of Replacement adalah :
 De Morgan`s Theorem (de M)
~ (p  q)  (~ q  ~ p)
~ (p  q )  (~ q  ~ p)
 Commutation (Comm)
(p  q)  ( q  p)
(p  q)  (q  p)
 Association (Ass)
[p  (q  r)]  [(p  q)  r]
[p  (q  r)]  [(p  q)  r]
 Distribution (Distr)
[p  (q  r)]  [(p  q)  (p  r)]
[p  (q  r)]  [(p  q)  (p  r)]
 Double Negation (DN)
p~~p
 Transposition (Trans)
(p  q)  (~ q  ~ p)
 Material Implication (Impl)
(p  q)  (~ p  q)
 Material Equivalen (Equiv)
(p  q)  [(p  q)  (q  p)]
(p  q)  [(p q)  (~ p  ~ q)]

25
26

 Exportation (Exp)
[(p  q)  r]  [p  (q  r)]
 Tautologi (Taut)
p  (p  p)
p  (p  p)
Contoh:
Dasar pembenaran penarikan kesimpulan argumen dibawah ini :
1. J  (~ K  J)
2. K  (~J  K)  (J  K)  (~ J  ~ K)
3. (~K  J)  J 1 Comm
4. ~ K  (J  J) 3 Ass
5. ~ K  J 4 Taut
6. K  J 5 Impl
7. (~ J  K)  K 2 Comm
8. ~ J  (K  K) 7 Ass
9. ~ J  K 8 Taut
10. J  K 9 Impl
11.(J  K)  (K  J) 10, 6 Conj
12. J  K 11 Equiv
13. (J  K)  (~ J  ~ K) 12 Equiv

2.7 ATURAN PEMBUKTIAN KONDISIONAL


Sebuah pernyataan kondisional berkorespondensi dengan sebuah argumen.
Misalnya pernyataan [(p  q)  ~p]  q berkorepondensi dengan argumen :
pq
~p
q

26
27

Jika kita mempunyai pernyataan dengan bentuk A  (B  C) maka


pernyataan ini ekivalen secara logis dengan pernyataan yang berbentuk
(A  B)  C, sesuai dengan prinsip Exportation. Jika pernyataan dengan bentuk
A  (B  C) adalah Tautologi maka pernyataan dengan bentuk (A  B)  C
adalah Tautologi pula sebab keduanya ekivalen satu sama lain. Argumen yang
berkorespondensi dengan pernyataan :
A
BC
Sedangkan argumen yang berkorespondensi dengan pernyataan (A  B)  C ;
A
B
C
Kedua argumen diatas keduanya valid jika pernyataan yang
berkorespondensi dengan argumen tersebut masing-masing merupakan tautologi.

Ini memperlihatkan pada kita bahwa jika kita membuktikan argumen yang
berbentuk :
A
 B C
Maka kita dapat menarik kesimpulan validitas argumen tersebut dengan
mengubahnya menjadi argumen dengan bentuk :
A
B
C
Aturan seperti diatas dinamakan Aturan Pembuktian Kondisional (Rules of
Conditional Proof).
Contoh :
AB
CD
~B~D
~ A  ~B

27
28

A~C
Dapat diubah menjadi :
AB
CD
~B~D
~A~B
A
~C
Pembuktian selengkapnya adalah sebagai berikut :
1. A  B
2. C  D
3. ~ B  ~ D
4. ~ A  ~ B A~C
5. A  ~ C ( CP)
6. B 1, 5, MP.
7. ~ ~ B 6 DN
8. ~ D 3, 7, DS
9. ~ C 2, 8, MT

2.8 ATURAN PEMBUKTIAN TAK LANGSUNG


Disini diperlihatkan bahwa sebuah argumen dapat dibuktikan validitasnya
jika kita mengkombinasikan premis-premis dengan penyangkalan konklusinya,
sedemikian rupa sehingga diperoleh sebuah kontradiksi. Langkah menunjukkan
bahwa kita menerapkan sebuah asumsi bahwa apa yang akan kita buktikan kita
anggap salah, sedangkan yang benar adalah negasinya. Dengan demikian, jika
asumsi ini mengakibatkan munculnya sebuah kontradiksi, maka berarti apa yang
diasumsikan adalah salah, dan tentu apa yang harus kita buktikan adalah benar.
Aturan pembuktian tak langsung (Rules of Indirect Proof) sering disebut
pula Reductio ad Absordum. Pembuktian validitas argumen dengan metode ini
dilakukan dengan jalan membentuk negasi dari konklusinya, yang kemudian

28
29

dijadikan premis tambahan. Jika sebagai akibat langkah ini muncul sebuah
kontradiksi, maka apa yang kita buktikan berarti semua argumen yang valid.
Jika melakukan pembuktian, dan hanya sampai pada sebuah bentuk kontradikasi
explicit, maka pembuktian kita dianggap sudah cukup. Namun meskipun
demikian, jika kita ingin meneruskan pembuktian maka tentu saja masih dapat
dilakukan yakni dengan meneruskan langkah pembuktian sampai pada konklusi
argumen semula yang diturunkan dari kondisi tersebut.
Contoh :
Susunlah pembuktian tak langsung untuk memperlihatkan validitas
argumen.
PQ
QR
P
R
Jawab :
1. P  Q
2. Q  R
3. P R
4. ~ R (IP)
5. ~ Q 2, 4, MT.
6. ~ P 1, 5, MT.
7. P  ~ P 3, 6, Conj.
Pada contoh ini kita mendapat sebuah kontradiksi pada baris pembuktian ke-7,
yakni P  ~ P. karena muncul sebuah kontradiksi maka argumen diatas termasuk
valid.

2.9 ATURAN PEMBUKTIAN TAUTOLOGI


Tautologi adalah pernyataan yang selalu benar tanpa memandang nilai
kebenaran komponen-komponennya. Untuk membuktikan tautologi biasanya kita
gunakan tabel kebenaran. Jika hasilnya bernilai kebenaran B semua untuk setiap
kemungkinan / komposisi nilai kebenaran komponen penyusunnya, maka berarti

29
30

pernyataan tersebut termasuk Tautologi. Namun cara tersebut dirasa tidaklah


praktis.
Dalam bagian ini kita kembangkan sebuah metode pembuktian, apakah
pernyataan tersebut termasuk Tautologi atau tidak.
Setiap pernyataan kondisional berkorespondensi dengan sebuah argumen
yang premisnya adalah anteseden dari kondisionalnya, sedangkan konklusinya
merupakan konsekuennya. Jika argumennya valid, maka artinya pernyataan yang
kita buktikan merupakan Tautologi, sebab seperti yang telah kita catat :
"Pernyataan kondisional merupakan Tautologi jika dan hanya jika argumen yang
berkorespondesi dengan kondisional tersebut merupakan argumen yang valid".

Contoh :
Buktikan bahwa pernyataan [~(A  B)  C]  [A  (B  C) ] merupakan
Tautologi !
Jawab :
Argumen yang berkorespondensi dengan pernyataan diatas adalah :
~(A  B)  C  A  (B  C).
maka pembuktiannya dapat disusun sebagai berikut :
1. ~ (A  B)  C  A  (B  C)
2. A  B  C (CP)
3. B  C (CP)
4. (~ A  ~ B)  C 1 de M
5. ~ A  (~ B  C) 4 Ass
6. ~ ~ A 2 DN
7. ~ B  C 5, 6, DS
8. ~ ~ B 3 DN
9. C 7, 8, DS

2.10 PEMBUKTIAN INVALIDITAS ARGUMEN


Argumen yang mepunyai premis-premis bernilai benar sedangkan
konklusinya bernilai salah disebut Argumen Invalid.

30
31

Dapat dibuktikan dengan membayangkan sebuah kemungkinan dimana


premisnya benar, sedangkan konklusinya salah. Namun kita tahu bahwa dalam
argumen yang valid, jika premisnya benar maka konklusinya harus benar pula.
Ini menunjukkan bahwa argumen diatas invalid. Metode ini secara garis besarnya
untuk membuktikan bahwa sebuah argumen invalid maka nyatakanlah sebuah
situasi dimana premisnya benar sedangkan konklusinya salah.
Metode pembuktian yang lainnya dapat dengan memeriksa apakah
argumen yang harus dibuktikan kevaliditasannya mempunyai bentuk atau susunan
yang sama dengan argumen tertentu yang telah diketahui invaliditasnya.
Pada dasarnya, jika sebuah argumen tidak valid, maka tidaklah mungkin
untuk membentuk deduksi terurut langkah demi langkah dari premis-premis
menuju sebuah konklusi.
Cara lain yaitu menggunakan pembuktian lewat tabel kebenaran. Bila
kita mengatakan bahwa sebuah argumen adalah invalid, maka ini berarti kita
yakin ada kemungkinan satu situasi dimana premis argumen tersebut dalam
keadaan benar, sedangkan konklusinya dalam keadaan salah. Ini dapat terjadi
karena sebuah argumen termasuk invalid jika paling sedikit mempunyai satu
"Substitution Instance" dengan premis-premis yang benar dan sebuah konklusi
yang salah. Adanya hal ini memberikan petunjuk kepada kita bahwa ternyata ada
metode singkat (jalan pintas) dalam memperlihatkan invaliditas sebuah argumen.
Jika kita menemukan suatu cara tertentu dalam penetapan nilai
kebenraran B atau S pada huruf-huruf yang mewakili pernyataan sebuah argumen
sedemikian sehingga premisnya dalam keadaan benar, dan konklusinya dalam
keadaan salah, maka terbuktilah invaliditas argumen tersebut :
Perhatikan argumen berikut :
P Q
Q R
PR
Dalam pernyataan kondisional yang berkorespondensi dengan
argumen diatas, argumen tersebut dapat dinyatakan dengan :
[(P  Q)  (Q  R)]  (P  R)
Kita coba membuktikannya langkah demi langkah :

31
32

1. [(P  Q)  (Q  R)]  (P  R)
B B S S

*. Dengan membuat premis dalam keadaan benar sedangkan konklusinya salah,


kita memperoleh nilai kebenaran P  Q , Q  R yang masing-masing nilai
kebenarannya B, dan P  R nilai kebenarannya S.
2. [(P  Q)  (Q  R)]  (P  R)
B B S S S S

*. Karena P  R salah, maka baik P maupun R keda-duanya salah (S).


3. [P  Q)  (Q  R)]  (P  R)
S B B S S S S S

*. Kita tandai ulang P R terletak pada premis-premisnya.


4. [(P  Q)  (Q  R)]  (P  R)
S B B B B S S S S S

*. Karena P  R kedua-duanya S sedangkan P  Q dan Q  R kedua-duanya B


maka tentulah Q adalah pernyataan yang benar (B).
Hal ini menunjukkan, tanpa keraguan sedikitpun, bahwa argumen tersebut
tidak valid.

2.11 L ATIHAN
A. Dengan menggunakan aturan penarikan kesimpulan dan penukaran, susunlah
bukti formal validitas argumen berikut :
1. G  (S  U)
G
~U /~S
2. P
(P  R)  D /  P D
3. B  J

32
33

HD
~(~ J  ~ D)  U
~U /  ~ B  ~H
4. N  M
M D
MP
~P
MN /D
5. ~ [(A  A)  D]  Z
~Z
~Z~D /A
6. T  (C  D)
TB
(F  F)  ~ (~ W  B)
W  ~(C  D) /F
7. H  (L  R)
(L  W)  P
WH /P
8. M  (~ R  U)
M~R /U
9. ~ (P  Q)  R
P S /PR
10. (S  Q)  R
(P  S)  Q /  P R

11. (A  B)  (C  D)
(D  E)  F
A /F
11. (S  W)  (B  T)
(T  H)  M

33
34

S / M
12. [(P  Q)  R]  ~ S
SQ /~P
13. (P  Q)  (R  S)
~ (Q  R)
(~ P  R)  (Q  R) / Q  S
14. G  (L  T)
G~T
T / L
15. P  (L  G)
P~G /L
16. ~ (P  M)  (S  R)
~S /  ~M
17. P  R
(~P  R)  (S  Q) /  P  (S  Q)

34
35

18 ~ A  ~B
AC
BD
DE / E  C
19. ~ A  ~ B
(A  C)  [(A  C)  B] /  (A  C)  ~ A
20. P  [Q  (R  S)]
~R~S
~Q /~P
21. C  ~ J
J /  C  (E  ~ K)
22. (J  R)  (D  V) /  ~ J  D
23. (T  D)  E /TE
24. (R  F)  D
~DF /F

B. Ubahlah argumen-argumen berikut kedalam bentuk simbol-simbol, kemudian


buktikan validitasnya.
1. Jika Nuraida pergi kemah kegunung Gede atau Aryanti tidak ada dirumah,
maka Hasanah tidak akan pergi ke luar rumah, dan Anneke akan setia
menemani.
Ternyata Hasanah pergi ke luar rumah.
Jadi, Aryanti ada di rumah.
2. Jika kita menanam bunga Flamboyan, maka taman kita berkembang
dengan pesat.
Jika kita menanam bunga Bougenvile, maka terlambatlah perkembangan
taman kita.
Jadi, jika kita menanam bunga Flamboyan dan bunga Bougenville maka
taman kita berkembang dengan pesat dan terlambat.
3. Jika Prof. Goodshot mempunyai senapan, maka ia akan meggunakannya
hanya jika ia melihat pencuri.

35
36

Ia mempunyai senapan, tapi tak menggunakannya.


Jadi, ia tak melihat pencuri.
4. Jika kita sungguh-sungguh belajar Logika atau setidak-tidaknya
membaca catatan kuliah Logika, maka kita akan lulus dalam test mata
kuliah tersebut.
Kita sungguh-sungguh belajar Logika dan sering pula membaca novel.
Jadi kita lulus dalam test mata kuliah Logika
5. Jika kita beriman kepada Allah, maka niscaya Allah akan memberikan
petunjukNya kepada kita dan menyayangi kita semua.
Jika Allah memberikan petunjuk kepada kita atau menyayangi kita
semua, maka kita mendapat nikmat yang tak ternilai harganya.
Jadi, jika kita beriman kepada Allah, maka kita mendapat nikmat yang
tak ternilai harganya.

C. Periksa dengan menggunakan metode penetapan kebenaran, apakah argumen


dibawah ini merupakan argumen valid atau invalid.
1. Jika kematian adalah mimpi indah yang mengesankan kita tidak perlu
takut. Jika kematian adalah tidur panjang, kita tidak perlu takut.
Kematian adalah mimpi indah yang mengesankan atau tidur panjang.
Jadi, kita tidak perlu takut.
2. Jika memang benar bahwa jika harga naik biasanya semua gaji juga naik,
maka jika harga baja naik, upah buruh pun naik. Jika harga baja naik,
maka penjualan mobil baru akan mengalami kemunduran. Jika upah
buruh baja tidak naik, maka penjualan alat-alat rumah tangga dan
penjualan mobil baru mengalami kemunduran, kita berarti mengalami
resesi. Dengan demikian, harga baja naik dan kita mengalami resesi.

36
37

BAB III
KUANTOR DAN TEORI KUANTIFIKASI

A. FUNGSI PROPOSISI
Argumen yang valid banyak sekali jumlahnya,namun validitasnya ada
yang tidak dapat diuji dengan metode biasa. Sebagai contoh kita tidak dapat
memeriksa validitas argumen berikut dengan bukti formal :
Semua kucing adalah hewan menyusui.
Puppy adalah seekor kucing.
Jadi, Puppy adalah hewan menyusui.
Validitasnya tergantung pada struktur logis pada pernyataan non
majemuk tersebut dan pada makna yang terkandung didalamnya.
Premis kedua pada argumen diatas merupakan pernyataan tunggal
(Singular Proposisi). "Puppy" disini merupakan subyek, sedangkan "adalah
seekor kucing" merupakan predikat. Setiap pernyataan tunggal, subyek dan
predikat mempunyai tafsiran yang tergantung pada hubungan antara satu bagian
dengan yang lain.
Dalam memberi simbol pada pernyataan tunggal, menggunakan huruf
kecil dari a sampai z, dan biasanya digunakan huruf pertama dari bagian
pernyataan. Bagi ciri-ciri khusus menggunakan huruf kapital.
Untuk simbol pernyataan tunggal, predikatnya dapat diberi notasi dan
diletakkan disebelah kiri subyeknya.
Contoh : "Castro adalah manusia" dinotasikan dengan Mc
"Aryanti adalah manusia" dinotasikan dengan Ma
Pada pernyataan tunggal tersebut, huruf pertama dengan "M" yang
menyatakan "seorang manusia" dan huruf kedua yakni "a" , "c" yang menyatakan
siapa manusia tersebut, yang berfungsi sebagai subyek dengan dijelaskan oleh
predikat M.
Pernyataan tunggal Ma, Mc dan sebagainya mempunyai nilai kebenaran T
(benar) dan F (salah). Lambang umum untuk pernyataan tunggal ini dapat
dinyatakan dengan "Mx" dimana x adalah variabel individual yang dapat diganti

37
38

dengan konstanta individual. "Mx" ini bukan pernyataan, sebab tidak benar dan
tidak salah. Ungkapan seperti "Mx" dinamakan Fungsi Proposisi.
Suatu pernyataan tunggal dapat dianggap sebagai "substitution instance"
dari fungsi proposisi yang diperoleh dengan cara mensubstitusikan konstanta
individual terhadap variabel-variabel individualnya dalam fungsi proposisi
tersebut. Proses untuk memperoleh pernyataan dari fungsi proposisi yang
diperoleh dengan cara mensubstitusikan konstanta individual pada varibel
individualnya dinamakan Instantiasi (instantiation).
Kita dapat melakukan instantiasi dari ungkapan Mx, misalnya :
a. Aryati adalah bukan manusia.
b. Castro adalah bukan manusia.
Dengan simbol masing-masing "~Ma" , "~Mc".
Pernyataan yang bersifat umum seperti "Semua manusia adalah fana" dan
"Sesuatu adalah fana", berlainan dengan pernyataan tunggal biasa, karena
pernyataan ini tidak terdiri dari bagian-bagian subyek dan predikat seperti pada
pernyataan tunggal biasa.
Meskipun demikian, pernyataan umum ini merupakan hasil dari fungsi
proposisi. Prosesnya tidak dengan instantiasi, tapi melalui proses yang disebut
Generalisasi atau Kuantifikasi.

B. KUANTOR
1. KUANTOR UMUM
Pernyataan "Semua manusia adalah fana" dapat dinyatakan dengan :
"Untuk setiap obyek, obyek itu fana".
Kata "obyek itu" adalah sebagai ganti "obyek" sebelumnya. Kata ini
dinamakan variabel individual, yang dapat diganti dengan lambang "x", sehingga
diperoleh :
"Untuk setiap x, x adalah fana" atau "Untuk setiap x, " Mx"
Ungkapan "Untuk setiap x" disebut Kuantor Universal atau Kuantor
Umum (Universal Quantifier), dan diberi simbol dengan "(x) dan dapat juga
dinotasikan dengan (x)Mx.

38
39

Tanda "" dibaca "untuk setiap" atau "untuk semua". Notasi lain dari
KU adalah A, tetapi ada juga yang tidak menggunakan notasi, cukup dengan
menulis (x)Mx.
Notasi (x)Mx, dibaca "untuk setiap x, x mempunyai sifat M", atau
"untuk setiap x berlaku M". Akibat adanya kuantor x, maka Mx menjadi
kalimat tertutup(pernyataan).
Contoh :
1. Misalkan Mx : x + 2 > 0
Maka M(-1/2) = -1/2 + 2 > 0 adalah pernyataan yang benar (T)
2. Misalkan x adalah bilangan riil, maka (x) [x2 + 2 > 0]
mempunyai nilai kebenaran T (benar).

2. KUANTOR KHUSUS
Sama halnya dalam menyusun ungkapan pernyataan umum, dapat
dilakukan hal serupa "Sesuatu adalah fana" , dengan :
Ada paling sedikit satu yang fana
Ada sekurang-kurangnya yang fana
Ada paling sedikit satu obyek sedemikian sehingga obyek itu adalah fana
Ada paling sedikit satu x, sedemikian rupa sehingga x adalah fana
Lebih singkat lagi ditulis dengan :
Ada paling sedikit satu x, sedemikian rupa sehingga Mx
Pernyataan diatas disebut "Kuantor Khusus" atau "Kuantor Eksistensial"
(Existensial Quantifier) , dan diberi simbol "(x)".
Pernyataan (x)Mx dibaca :"Ada paling sedikit satu x, sedemikian rupa
sehingga Mx" atau "Beberapa x, hingga berlaku Mx".
Contoh :
(x) [ x2 + 1 = 0 ] dibaca "ada paling sedikit satu x, sehingga x 2 + 1 = 0".
Nilai kebenaran pernyataan ini adalah salah (F).
Jika (x)Mx benar, maka (x)Mx benar pula.
3. NEGASI PERNYATAAN BERKUANTOR
Negasi Kuantor mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

39
40

a. Negasi dari Kuantor Universal sebuah fungsi proposisi adalah logically


equivalent dengan Kuantor Eksistensial dari negasi fungsi proposisinya.
b. Negasi dari Kuantor Eksistensial sebuah fungsi proposisi adalah logically
equivalent dengan Kuantor Universal dari negasi fungsi proposisinya.
Dalam bentuk lambang dinyatakan dengan :
a. ~ (x)Mx  (x) ~ Mx
b. ~ (x)Mx (x)~ Mx
Contoh :
1. Tidak ada bilangan prima yang genap.
Negasinya : Beberapa bilangan prima ada yang genap
2. (x)(cos x0 + sin x0 = 1)
Negasinya : (x)(cos x0 + sin x0  1)

C. PERNYATAAN LOGIKA
1. PERNYATAAN LOGIKA TRADISIONAL
Logika tradisional menekankan pada 4 tipe pernyataan :
a. Affairmatif Umum (Universal Affairmative)
Contoh : Semua ikan paus adalah hewan menyusui
Pernyataan ini dapat dinyatakan dengan :
"Untuk setiap x, jika x adalah ikan paus, maka x adalah hewan menyusui".
Sesuai dengan teori kuantifikasi, dinotasikan dengan :
(x) (Hx  Mx),
dimana Hx : x adalah ikan paus
Mx : x adalah hewan menyusui

Bentuk tersebut merupakan bentuk umum (sebagai fungsi proposisi) dan


"x" merupakan variabel yang dapat disubstitusikan dengan konstanta
individual.

40
41

b. Negatif Umum (Universal Negative)


Contoh : Tidal ada ikan paus yang termasuk hewan menyusui
Pernyataan ini sama artinya dengan "Semua ikan paus tak termasuk
hewan menyusui".
Dengan kuantor umum dapat dinotasikan : (x) (Hx  ~ Mx)
Dimana Hx : x adalah ikan paus dan Mx : x adalah hewan menyusui
c. Affairmatif Khusus (Particular Affairmative)
Contoh : Beberapa ikan paus adalah hewan menyusui
Dapat juga dinyatakan dengan :
"Paling sedikit ada satu x, sedemikian rupa sehingga x adalah
ikan paus dan x adalah hewan menyusui"
Dalam logika, pernyataan ini ditulis :
"Paling sedikit ada satu x, sedemikian rupa sehingga x adalah
ikan paus x adalah hewan menyusui".
Dilambangkan dengan : (x) (Hx  Mx)
Dimana Hx : x adalah ikan paus dan Mx : x adalah hewan menyusui.
d. Negatif Khusus (Particular Negative)
Contoh : Beberapa ikan paus tidak termasuk hewan menyusui
Dapat juga dinyatakan dengan :
"Paling sedikit ada satu obyek, yaitu ikan paus tapi tidak
termasuk hewan menyusui"
Dalam logika pernyataan ini ditulis :
"Paling sedikit ada satu x, sedemikian rupa sehingga x adalah
ikan paus  x adalah termasuk hewan menyusui".
Dinotasikan dengan : (x) (Hx  ~ Mx)
Dimana Hx : x adalah ikan paus dan Mx : x adalah hewan menyusui

2. PERNYATAAN YANG MENGANDUNG RELASI


Pernyataan-pernyataan yang sangat sulit untuk dinyatakan dengan
bentuk lambang secara tepat adalah pernyataan-pernyataan yang
mengandung beberapa relasi antara 2 obyek atau lebih.

41
42

Agar kita dapat membuat lambang kuantor untuk pernyataan yang


demikian, kita harus mengetahui dulu pernyataan yang mengandung
relasi tunggal.
Untuk memperjelas cara penulisan kuantor pernyataan biasa dan
pernyataan yang berelasi, perhatikan tabel berikut :
B N
e o
n t
t a
u s
k i

P
e
r
n
y
a
t
a
a
n
1. Semua P adalah Q (x) (Px  Qx)
2. Semua P adalah Q atau R (x) [Px  (Qx  Rx)]
3. Semua P dan Q adalah R atau S (x) [(Px  Qx)  (Rx  Sx)]
4. Tak ada P yang merupakan Q (x) (Px  ~ Qx)
5. Beberapa P adalah Q
(x) (Px  Qx)
6. Beberapa P tak merupakan Q
(x) (Px  ~ Qx)
7. a berelasi dengan b
R
8. b berelasi dengan a
a
9. a berelasi dengan semua P
b

42
43

R
b
a
(x) (Px  Rax)

10. Semua P berelasi dengan semua Q (x)(y) [Px  Qy)  Rxy]


11. Semua P berelasi dengan a (x) (Px  Rxa)
12. Semua Q berelasi dengan semua P (x)( y) [(Px  Qy)  Rxy]
13. Beberapa P berelasi dengan beberapa Q (x)( y) (Px  Qy)  Rxy)
14. Beberapa Q berelasi dengan beberapa P
(x)( y) (Px  Qy)  Rxy)
15. Semua P berelasi dengan beberapa Q
(x) [Px  (y)(Qx  (Rxy)]
atau
(x) [Qy  (x)(Px  Rxy)]
16. Beberapa P berelasi dengan semua Q
(x) [Px  (y) (Qy  Rxy)]
atau
(x) [Qx  (y)(Py  (Rxy)]

Contoh :
a. Semua pria mencintai wanita
b. Semua wanita mencintai pria
c. Beberapa pria mencintai beberapa wanita
d. Beberapa wanita mencintai beberapa pria
Misalkan Rx : x adalah pria
Qy : y adalah wanita
Maka pernyataan diatas dapat dilambangkan :
a. (x)(y) [(Rx  Qy)  (Pxy)]
b. (x)(y) [(Rx  Qy)  (Pyx)]
c. (x)( y) (Rx  Qy  Pxy)
d. (x)( y) (Rx  Qy  Pyx)

43
44

D. MENTERJEMAHKAN KALIMAT DALAM BAHASA ALAMI KE


DALAM SIMBOLISME LOGIKA
Bahasa alami amat kaya sehingga dapat digunakan utk aneka ragam tujuan antara
lain utk komunikasi, menyatakan perasaan, keinginan hati dll. Tetapi kenyataanya
justru menjadi hambatan jika bahasa hendak digunakan utk menyatakan fakta-
fakta dari ilmu yang eksak, khususnya matematika sebabnya ialah banyaknya
konotasi yang terkait dgn ungkapan ungkapannya, sedangkan ungkapan ungkapan
itusendiri sering menutupi struktur logika apa yang akan diungkapkan. Sebagai
contoh “ Apabila ada anak pasti ada ayah “, secara intuitif dan spontan kita
menerima kalimat itu sebagai kalimat yang bernilai benar, tetapi struktur
logikanya tidak terungkap jika kebenaranya dikemas dalam bahasa sehari hari.
Sebaliknya bahasa simbolisme logika (logika kalimat dan kuantifikasi ) memang
sangat miskin konotasi tetapi karena itu dapat mencapai derajat ketepatan dan
akurasi yang tinggi. Sebelum melakukan penterjemahan bahasa alami perlu
diperhatikan beberapa hal
1. Tetapkan semesta pembicaraan, variabel- variabel, konstanta dan
predikatnya. Suatu relasi yang menyangkut dua anggota dinyatakan dgn
predikat berwadah dua ,misalnya “ x mencintai y “ diterjemahkan dgn
Cxy , selanjutnya relasi yg terkait dgn tiga unsur dinyatakan dgn predikat
berwadah tiga misalnya Endah menghadiahi Fatimah sebuah amplop
Hefa .
2. Kata kata ‘saya’ dan ‘anda’ dipandang sbg konstanta individu
3. Susunan kata yang terdiri dari kata kerja (verb), kata keterangan (
adverb ) diterjemahkan sbg predikat, misal Fatimah merasa sehat sbg S f.
Sebaliknya kata sifat ( adjective ) yg mendahului satu kata
diterjemahkan terpisah, misal ‘Endah cantik dan pandai’ sbg Ce & Pe
4. Kata kerja yang melibatkan waktu (tenses) , modalitas spt ‘mungkin’ ,’
‘tdk mungkin ‘,’pasti terjadi’ ,dan kontigensi tidak diperhatikan.
Contoh :
1 Ada mahasiswa yang kaya, (x) Mx & Kx
2 Anjing menggongong tidak mengigit, Ma & Ba

44
45

3 Safira makan bakso , Msb


4 Bagaimanapun cantiknya seorang gadis pasti ada gadis lain yang
lebih cantik dari dia, (x)(Gx & Cx  (y) (Gy & Cy & Lyx)).
5 Semua pria selain Bush mencintai Siti Nurhalisa.
(x)( Px & x ≠ b  Cxs )
6. Tidak ada wanita secantik ibu saya, , (x)(Wx  Lix )
7. Tidak ada hari sepanas hari ini, (x)( Hx & x ≠ d  ~ Pxd ).
8. Semua pengagum Siti Nurhalisa menamakan bayi perempuannya
‘Siti Nurhalisa’. (x)(y)( Pxs & Ayx  Mxys ).
9. Tidak ada orang yang hidup di bulan, (x)( Ox  ~ Hxb ).
10. Tidak ada ibu yang menbeci anaknya.
11. Tidak semua ayah mempunyai anak laki laki.
12. Bush iri hati pada BAGONG karena sikap si jelita Madonna
13. Tidak ada wanita secantik istri saya.
14. Tidak ada bilangan bulat antara 0 dan1.
15. Sekurang kurangnya ada dua anggota yang bersifat P
16. Hanya ada satu anggota yang bersifat P
.

E. PEMBUKTIAN VALIDITAS ARGUMEN BERKUANTOR


Untuk menyusun bukti langsung validitas sebuah argumen yang
mengandung kuantor dan fungsi proposisi, digunakan 4 aturan :
1. Universal Instantiation
Kuantor sebuah fungsi proposisi hanya benar jika semua substitution
instance fungsi proposisinya benar.
(x) Mx
Aturan ini dinotasikan dengan : , a adalah lambang
 Ma
individual.
Rumus ini dinamakan Universal Instantiation (UI) karena
memungkinkan kita untuk menarik secara valid sebuah substitution
instance dari kuantor umum sebuah fungsi proposisi.
Contoh :

45
46

Susunlah bukti formal pembuktian validitas argumen berikut :


Semua orang yang sabar akan berhati tenang.
Tak ada orang berhati tenang cepat naik darah.
Ratnasari adalah orang yang sabar.
Jadi, Ratnasari tidak cepat naik darah.
Penyelesaian :
Sx : x adalah orang yang sabar
Tx : x berhati tenang
Cx : x cepat naik darah
r : lambang individual ratnasari

Pembuktian:
1. (x) (Sx  Tx) Pr
2. (x) (Tx  ~ Cx) Pr
3. Sr Pr./  ~ Cr
4. Sr  Tr 1, UI
5. Tr  ~ Cr 2, UI
6. Sr  ~ Cr 4, 5, HS
7. ~ Cr 6, 3, MP.

2. Universal Generalization
Ma
Dinotasikan dengan : , a adalah lambang individual.
 (x) Mx
Dengan rumus tersebut, kita menarik konklusi generalisasi secara
umum, kita mengumpulkan apa yang kita merupakan ciri khas atau
sifat suatu individual yang juga terdapat pada individu lain yang
sejenis, sehingga akhirnya kita menarik kesimpulan yang berlaku
umum, yakni kesimpulan bahwa sifat atau ciri khas tersebut berlaku
pula untuk sembarang individu.
Contoh :
Semua mahasiswa Matematika adalah manusia.
Tak ada manusia yang hidup seribu tahun.

46
47

Jadi, tak ada mahasiswa Matematika yang hidup seribu tahun.

Misalkan Ax : x adalah seorang mahasiswa Matematika


Bx : x adalah manusia
Cx : x hidup seribu tahun
1. (x) (Ax  Bx) Pr.
2. (x) (Bx  ~ Cx) Pr./ ((x) (Ax  ~ Cx)
3. Aa  Ba 1, UI
4. Ba  ~ Ca 2, UI
5. Aa  ~ Ca 3, 4, HS
6. (x) (Ax  ~ Cx) UG

47
48

3.Existensial Generalization
Kuantor Existensial sebuah fungsi proposisi adalah benar jika dan
hanya jika fungsi proposisi tersebut punya paling sedikit sebuah
substitution instance yang benar.
Ma
Dinotasikan dengan : , a adalah lambang individual.
 (x) Mx
Contoh :
Perhatikan sebuah argumen dibawah ini :
Setiap bilangan prima adalah bilangan asli.
Jadi, jika 2 adalah bilangan prima, maka beberapa bilangan prima
adalah bilangan asli.
Misalkan ; Px : x adalah bilanga prima
Ax : x adalah bilangan asli
Dan “2” dilambangkan dengan “d”
Maka validitas argumen diatas dapat disusun sebagai berikut :
1. (x) (Px  Ax) Pr./ Pd  (x) (Px  Ax)
2. Pd /  (x) (Px  Ax) (CP)
3. Pd  Ad 1, UI
4. Ad 3, 2, MP
5. Pd  Ad 2, 4, Conj
6. (x) (Px  Ax) 5, EG
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa sebuah hasil
substansi yang benar mengakibatkan adanya sebuah fungsi proposisi
yang benar pula dengan melewati proses generalisasi khusus.

3. Existential Instantiation
Pada sebuah kuantor existensial sebuah fungsi proposisi paling sedikit
ada sebuah substitusi tertentu yang dapat digantikan variabel “x” pada
fungsi proposisi tersebut, yang akan menghasilkan sebuah substitution
instance.

48
49

(x) Mx
Dinotasikan dengan : , y adalah sebuah konstanta individual
 My
selain “a” yang tidak pernah muncul
dalam pembuktian yang dilakukan.
Contoh :
Perhatikan argumen berikut :
Semua mahasiswa pemenang bea siswa adalah mahasiswa yang
berprestasi.
Beberapa mahasiswa Matematika adalah pemenang beasiswa.
Jadi, beberapa mahasiswa Matematika adalah mahasiswa yang
berprestasi.
Dalam bentuk lambang, pembuktian argumen ini dapat disajikan seperti
berikut:
1. (x) (Px  Bx) Pr.
2. (x) (Mx  Px) Pr./  (x) (Mx  Bx)
3. My  Py 2, UI
4. Py  By 1, UI
5. Py  My 3, Comm
6. Py 5, Siimp.
7. By 4, 6, MP.
8. My 3, Simp.
9. My  By 8, 7, Conj.
10. (x) (Mx  Bx) 9, EG
Kita dapat pula melakukan inferensi terhadap pernyataan yang
mengandung relasi. Untuk memperjelas bagian ini, perhatikan contoh
dibawah ini :
Semua kuda adalah binatang.
Jadi, setiap kepala kuda adalah kepala binatang.
Argumen diatas cukup singkat, namun hanya menggunakan kuantor
satu variabel saja sehingga sulit untuk menentukan argumen tersebut
valid atau invalid.

49
50

Oleh karena itu perlu menggunakan yang lebih dari sekedar pernyataan
tunggal, dalam hal ini diperlukan pernyataan yang mengandung relasi,
sehingga :
1. (x) (Px  Qx) Pr.
2. (y) (z) (Pz  Ryz) Pr./ ( w) (Qw  Ryw)
3. (z) (Pz  Rbz) 2, UI
4. Pa  Rba 3, EI
5. Rba  Pa 4, Comm
6. Pa  Qa 5, Simp.
7. Pa 7, UI
8. Pa 4, Simp.
9. Qa 7, 8, MP.
10. Qa  Rba 6, 9, Conj.
11 (w) (Qw  Rbw) 10, EG

E. KEKECUALIAN PADA ATURAN INFERENSI


Telah dikatakan sebelumnya, bahwa ada syarat tertentu yang harus
diperhatikan pada saat menggunakan aturan EI. Untuk mengetahui mengapa
syarat ini begitu penting, perhatikan dua pernyataan berikut :
Ada beberapa orang Babakan Ciparay yang pernah berenang di danau
Saguling.
Ada beberapa orang Babakan Ciparay yang belum pernah berenang di
danau Saguling.
Misalkan pernyataan tersebut dinyatakan dengan lambang seperti di
bawah ini :
1. (x) (Bx  Sx)
2. (x) (Bx  ~ Sx)
3. Ba  Sa 1, EI
4. Ba  ~ Sa 2, EI
5. Sa  Ba 3, Comm.
6. Sa 5, Simp.

50
51

7. Ba  ~ Sa  Sa 4, 6, Conj.
8. (x) (Bx  ~ Sx  Sx) 7, EG
Konklusi pada baris kedelapan diatas jelas keliru, sebab dari premis-
premis yang benar yakni “Ada beberapa orang Babakan Ciparay yang pernah
berenang di danau Saguling” dan “Ada beberapa orang Babakan Ciparay yang
belum pernah berenang di danau Saguling” telah ditarik sebuah konklusi lanjutan
yang keliru, yaitu sebuah kontradiksi (x) (Bx  ~ Sx  Sx).
Sekarang perhatikan penarikan validitas argumen berikut :
Nilai Z pada persamaan 2Z = ½ adalah ¼
Misalkan kita melakukan pembuktian dengan langkah :
1. Sz Pr./ ( x) Sx
2. (x) Sx 1, UG (?)
Penarikan kesimpulan dengan UG pada contoh ini adalah salah,
karena kita melakukan penarikan dengan aturan UG, sedangkan premis
sebelumnya tidak mengandung lambang individual “y” sebuah lambang
khusus pada aturan UG. Kekecualian lainnya yang berkaitan dengan
penggunaan aturan UG, dapat kita lihat pada contoh berikut :
Tak semua benda dapat dimakan.
Jadi tak ada benda yang dapat dimakan.
Argumen diatas sepintas saja dapat kita ketahui sebagai argumen yang
invalid. Jika saja kita tidak ingat akan kekecualian yang terdapat pada aturan UG
dan tidak memperhatikan makna yang terkandung didalamnya, bukan mustahil
kita mengangggap bahwa argumen diatas adalah valid, sehingga kita tersesat pada
pembuktian yang salah.
Pembuktian argumen diatas umpamanya demikian :
1. ~ (x)Dx Pr./ ( x) ~ Dx
2. Dy
3. (x)Dx 2, UG
4. Dy  (x)Dx 2, 3, CP
5. ~ Dy 4, 1, MT
6. (x) ~ Dx 5, UG

51
52

Seolah-olah pembuktian diatas adalah benar. Tapi tentu saja tidak,


karena memang argumen ini invalid. Kesalahan yang kita lakukan adalah
pada baris 3, yakni menarik (3) dari (2). Ini tidak boleh kita lakukan, sebab
Dy berada dalam ruang lingkup asumsi yang mengandung simbol khusus “y”.
Ingatlah dengan penarikan Dy, berarti setuju (menganggap) bahwa “y”
berlaku umum karena y merupakan lambang individual sembarang.

F. PEMBUKTIAN INVALIDITAS ARGUMEN BERKUANTOR


Jika sebuah argumen tidak valid, maka tidaklah mungkin untuk
membentuk langkah pembuktian seperti pada argumen yang valid. Untuk
membuktikan invaliditas sebuah argumen, kita akan mengembangkan suatu
metode khusus bagi penyataan kuantor yang termasuk dalam sebuah argumen
invalid. Caranya dengan menggantikan variabel paada fungsi proposisi dengan
satu, dua, tiga dst konstanta individual, kemudian menentukan kebenaran nilai
logikanya.
Misalkan fungsi proposisi Fx, maka dengan mengganti x dengan satu
konstanta individual a, untuk (x) Fx dan (x) Fx menjadi Fa.
Jika 3 individu a, b dan c disubstitusikan pada fungsi proposisi Fx, maka :
(x) Fx ekivalen dengan Fa  Fb  Fc
(x) Fx ekivalen dengan Fa  Fb  Fc
Prinsip ini dapat kita perluas lagi, sehingga diperoleh :

(x) Fx ekivalen dengan F(1)  F(2) 


…  F(n)
(x) Fx ekivalen dengan F(1) F(2) 
…  F(n)

Pernyataan “(x) (y) (Fx  Gy)” mempunyai arti “Bagi setiap x,


maka ada beberapa y, sedemikian rupa sehingga berlaku Fx  Gy”. Jika 2
individu “a” dan “b” yang kita substitusikan pada fungsi proposisi ini, maka
kita akan mendapatkan kesamaan :
(x) (y) (Fx  Gy)  (y) (Fa  Gy)  (y) (Fb  Gy)

52
53

[(Fa  Ga)  (Fa  Gb)]  [(Fb  Ga)  (Fb  Gb)]


Sebuah argumen yang mengandung pernyataan berkuantor adalah
invalid jika dalam fungsi proposisinya ada paling sedikit satu individu
sedemikian rupa sehingga premisnya dapat dinyatakan dengan nilai
kebenaran benar (T), sedangkan konklusinya dengan nilai kebenaran salah
(F), maka akan muncul suatu hal yang kontradiktif (mustahil terjadi)
Untuk mengetahui cara-cara membuktikan invaliditas argumen yang
memuat pernyataan berkuantor, perhatikan sebuah argumen dibawah ini :
Semua fungsi kosinus termasuk fungsi yang dapat diturunkan.
Ada beberapa fungsi yang dapat diturunkan tapi tidak termasuk fungsi
sinus.
Jadi, ada beberapa fungsi kosinus yang tidak termasuk fungsi sinus.
Dalam bentuk simbol, argumen diatas dapat dinotasikan dengan :
(x) (Kx  Dx)
( x) (Dx  ~ Sx) /  (x) (Kx  ~ Sx)
Jika kita substitusikan sebuah individu “a” maka akan didapat :
Ka  Da
Da  ~ Sa / Ka  ~ Sa
Jika kita menetapkan nilai kebenaran Ka dengan S,Da serta Sa dengan
B, akan tercipta premis yang benar, serta konklusi yang salah. Ternyata
dengan menciptakan premis dan konklusinya dalam “situasi” demikian,
tidak mengakibatkan muncul hal-hal yang sifatnya kontradiktif. Ini berarti
argumen yang kita buktikan merupakan argumen invalid.
Perhatikan contoh dibawah ini
Beberapa buku impor sangat mahal harganya .
Beberapa rumah di pondok Real Estate mahal harganya.
Jadi, beberapa rumah di pondok Real Estate adalah buku impor.
Kita ubah pernyataan diatas dalam bentuk symbol
(x) (Bx  Sx )
(x) (Rx  Sx ) / ( Rx  Bx ),
jika dimasukkan konstanta individual ‘a’ maka
(Ba  Sa )

53
54

(Ra  Sa ) / ( Ra  Ba ),
Misal dengan menyatakan premis dengan B, dan konklusi dengan S maka
akan didapat suatu kesimpulan bahwa argumen tersebut valid., selanjutnya
(Ba  Sa ) bernilai benar
(Ra  Sa ) bernilai benar , jadi ( Ra  Ba ) benilai salah, maka jelas hal ini
adalah kontradiktif. Lalu apakah kita langsung mengambil kesimpulan
bahwa argumen tersebut valid ?
Untuk mengatasi hal ini dicoba dengan mensubtitusi variabel dengan dua
konstanta individual yaitu ‘a’ dan ‘b’, sehingga persoalan menjadi
(Ba  Sa ) V ( Bb  Sb )
(Ra  Sa ) V ( Rb  Sb ) / ( Ra  Ba ) V ( Rb  Bb )
Jika diperiksa lebih lanjut akan nampak bahwa argument yang di uji ini
adlah argument yang invalid.
Agar kita mem peroleh sebuah proposisi yang tepat dalam
argumen dengan pernyataan berkuantor, kita harus mengujinya dengan
mencoba mensubstitusikan satu individu, yang dilanjutkan dengan 2
individual dan sseterusnya. Akan nampak dengan segera bahwa dengan 2
individu muncul hal-hal yang kontradiktif dalam arti hal-hal yang mustahil
terjadi, jika memang argumen tersebut valid. Sebaliknya jika argument yang
kita periksa tidak menampakkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
argument yang kita buktikan memang invalid.

G. LATIHAN
I. Misalkan Px : x adalah bilangan prima
Ex : x adalah bilangan genap
Ax : x adalah bilangan ganjil, dan
Bxy : x membagi habis y
Terjemahkanlah tiap-tiap bentuk berikut ke dalam pernyataan biasa :
1. P23
2. E2  P2
3. (x) (B2x  Ex)
4. (x) (Ex  Bx6)

54
55

5. (x) (~ Ex  ~ B2x)
II. Bubuhkanlah Kuantor pada setiap pernyataan dibawah ini. Gunakanlah
singkatan yang disarankan dan tiap rumusannya awali dengan sebuah
kuantor , sedangkan setiap kata “tidak” nyatakan dengan lambang negasi.
1. Orang Bali tak semuanya bisa menari.
(Bx : x adalah orang Bali, Mx : x bisa menari ).
2. Hanya direktur yang mempunyai sekretaris pribadi.
(Dx : x adalah seorang direktur, Sx : x mempunyai sekretaris pribadi)
3. Setiap kemegahan tak selalu mencerminkan kebahagiaan.
(Mx : x adalah kemegahan, Bx : x adalah suatu kebahagiaan).
4. Tak semua yang menikah hidupnya bahagia.
(Mx : x menikah, Hx : x hidupnya bahagia ).
5. Beberapa pejabat tinggi negara dihinggapi penyakit kecemasan.
(Px : x adalah seorang pajabat tinggi negara, Dx : x dihinggapi
penyakit kecemasan ).
6. Seorang gadis adalah sehat jika dia hidup penuh gizi dan sering
melakukan senam kesegaran jasmani.
(Gx : x adalah seorang gadis, Sx : x sehat, Hx : x hidup penuh gizi,
Mx : x sering melakukan senam kesegaran jasmani).

55
56

III. Susunlah bukti formal validitas argumen berikut :


1. Semua bilangan yang angka terakhirnya nol habis dibagi 5.
370 adalah bilangan yang angka akhirnya nol.
370 adalah bilangan genap.
Jadi, ada bilangan genap yang habis dibagi 5.
2. Semua bintang film senang kawin cerai
Ada bintang film yang hidupnya bahagia.
Jadi, ada yang senang kawin cerai tapi hidupnya bahagia.
3. Semua film porno merusak akhlak.
Ada beberapa film porno yang diputar di bioskop.
Jadi, ada beberapa film yang diputar di bioskop yang merusak akhlak.
4. Kehidupan bintang film terlihat begitu semarak.
Hanya kemewahan yang terlihat begitu semarak.
Semua kemewahan memang menyenangkan.
Jadi, kehidupan bintang film memang menyenangkan.
5. Guru adalah abdi negara dan abdi masyarakat.
Ada beberapa guru yang hidupnya sangat miskin.
Jadi, ada abdi masyarakat yang hidupnya sangat miskin.
6. Semua koruptor akan jatuh tersungkur.
Semua koruptor yang jatuh tersungkur tak berguna bagi negara.
Jadi, semua koruptor akan jatuh tersungkur dan tak berguna
bagi negara.
7. Seluruh polisi harus berwibawa.
Beberapa polisi tak disegani masyarakat.
Yang tak disegani masyarakat harus ditatar P4.
Jadi, beberapa polisi harus ditatar P4.

IV. Susunlah bukti langsung untuk membuktikan validitas argumen


berikut :
1. (x) (~ Bx  Ax)
(x) (~ Ax  Bx) / (x) (~ Bx  Ax)
2. (x) [Kx  (Lx  Mx)]

56
57

(x) (Kx  Lx) /  (x) (Kx  Mx)


3. (x) (Kx  Lx)
(x) (Mx  Lx) /  (x) [(Kx  Mx)  Lx]
4. (x) (Ax  Bx)
(x) (Ax  Bx) / (x) Bx.
5. (x) [(Cx  Gx)  (Cx  Wx)]
(x) [(Ax  Bx)  Cx] /  (x) [(Ax  Bx)  Gx]

6. (x) [(Ax  Ba)  ~ (Cx  Dx)]


(x) [(Cx  Dx)  ~ (Ax  Bx)] /  (x) [(Ax  Cx)  (Cx  Ax)]
7. (x) ~ (Fx  ~ Gx)
(x) (Hx  ~ Gx) /  (x) (Hx  ~ Fx)

V. Buktikanlah bahwa setiap argumen berikut invalid :


1. (x) (Mx  Lx)
(x) (Kx  Lx) /  (x) (Kx  Mx)
2. (x) (Kx  Ix)
(x) (Kx  Jx)
(x) [~ Hx  (Ix  ~ Jx)] / (x) (Hx  Kx)

57

Anda mungkin juga menyukai