Hikmah perilaku jujur dari bunyi hadits tersebut, manusia pun harus senantiasa berhati-hati
untuk berbuat serta bertingkah laku. Kemudian, juga untuk senantiasa bersikap jujur dalam
segala perbuatan serta bertutur kata supaya tidak termasuk dalam golongan orang yang
munafik.
4. Pentingnnya pengertian dan macam-macam hadist yang diyakini oleh umat islam
1. Hadits Sahih
Macam-macam hadist adalah hadist Sahih. Hadits Sahih adalah tingkatan tertinggi
penerimaan pada suatu hadits. Hadits sahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sanadnya bersambung. Sanad ialah rantai periwayat hadits.
b. Diriwayatkan oleh para penutur atau rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah,
berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya. Rawi
adalah masing-masing orang yang menyampaikan hadits tersebut (contoh: Bukhari,
Musaddad, Yahya, Syu'bah, Qatadah dan Anas).
c. Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup umur (baligh) dan
beragama Islam
d. Matannya tidak bertentangan serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata
yang mencacatkan hadist.
2. Hadist Hasan
Macam-macam hadist yang lainnya adalah hadist Hasan. Jika hadist yang tersebut
sanadnya bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan pada rawi-rawinya. Misalnya
diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya. Namun matanya
tidak syadz atau cacat.
3. Hadist Dhaif
Macam-macam hadist yang lainnya adalah hadist Dhaif. Hadist Dhaif adalah hadist yang
sanadnya tidak bersambung (dapat berupa hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq,
mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau
tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
4. Hadist Maudlu’
Bila hadist dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur
yang dikenal sebagai pendusta
Awal sanad merupakan orang yang mencatat hadist tersebut dalam bukunya. Orang ini
disebut mudawwin atau mukharrij. Keaslian hadist yang terbagi atas golongan ini akan
bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya.
Macam-macam hadist ada 3 golongan di dalam klasifikasi hadist ini, yakni:
5. Hadist Marfu’
Hadist Marfu’ adalah hadist yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad
SAW.
6. Hadist Mauquf
Hadist Mauquf adalah hadist yang sanadnya terhenti pada para sahabat Nabi tanpa ada
tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu.
Sebagai contoh, Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa
Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan:
"Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Dan dalam pernyataan contoh itu tidak
memiliki kejelasan, apakah berasal dari Nabi atau sekadar pendapat para sahabat. Akan
tetapi jika ekspresi yang digunakan sahabat adalah seperti "Kami diperintahkan..", "Kami
dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama Rasulullah", maka derajat hadist
tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'
7. Hadist Maqthu’
Hadist Maqthu’ diartikan sebagai hadist yang sanadnya berujung pada para tabi'in
(penerus) atau sebawahnya. Contoh hadist ini adalah:
Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan:
"Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu
mengambil agamamu".
5. urutan dan pengertian dari rukun, wajib dan syarat haji.
Ihram
Rukun haji yang pertama yaitu ihram. Yang dimaksud dengan berihram yaitu keadaan
suci yang menandai dimulainya ritual haji untuk setiap jamaah. Rukun haji ihram ini dimulai
dengan membaca niat hingga mengenakan pakaian ihram sebagai penutup aurat dan menjaga
kebersihan.
Ihram yang merupakan rukun haji dibedakan atas ihram laki-laki dan ihram wanita.
Pakaian ihram untuk laki-laki terdiri dari dua lebar kain yang dipakai dengan cara diikat di
bagian bawah dan diselempangkan ke badan. Sedangkan, bagi kaum wanita, cukup memakai
pakaian biasa yang bersih serta tidak diperbolehkan menutup muka dan telapak tangan.
Tawaf Ifadhah
Thawaf merupakan rukun haji ketiga yang harus dilakukan setelah berihram dan wukuf di
Arafah. Tawaf merupakan ritual berjalan mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran.
Tawaf ifadhah dikerjakan setelah para jamaah haji berada di Mina untuk melempar jumrah,
kemudian kembali ke Mekkah.
Sa’i
Sa’i dalam rukun haji merupakan aktivitas berjalan kaki atau berlari-lari kecil secara bolak-
balik sebanyak tujuh kali dari bukit Shafa ke Marwah, begitupun sebaliknya. Namun, bagi
jamaah yang sakit atau tidak kuat berjalan, maka diperbolehkan untuk melakukan rukun haji
ini menggunakan kursi roda sendiri atau bantuan yang telah disediakan oleh pihak Masjidil
Haram.
Saat melintasi kawasan antara bukit Shafa dan Marwah, para jamaah laki-laki disunahkan
untuk berlari-lari kecil. Sedangkan, bagi jamaah wanita disunnahkan untuk berjalan cepat.
Tahallul
Setelah melaksanakan Sa’i, jamaah melakukan rukun haji yang selanjutnya, yaitu tahallul.
Yang dimaksud tahallul yaitu memotong rambut. Untuk laki-laki, paling sedikit menggunting
tiga helai rambut, sedangkan bagi jamaah wanita cukup menggunting ujung rambutnya,
paling sedikit tiga lembar juga.
Jika sudah melakukan rukun haji ini, maka segala macam larangan dalam masa ihram sudah
diperbolehkan atau dihalalkan (tahallul). Setelah ini pun para jamaah diperbolehkan untuk
mengganti pakaian ihram menjadi pakaian biasa.
Tertib
Rukun haji yang terakhir namun tak kalah penting yaitu tertib. Artinya, semua rukun haji dan
umrah hendaknya dikerjakan secara tertib atau berurutan, seperti yang dijelaskan di atas
6. fungsi zakat, syarat zakat dan wakaf dalam menzakati atau mewakafkan hartanya.
zakat berfungsi mensucikan hati muzakki dari sifat rakus dan kikir. Zakat juga berfungsi
mensucikan hati mustahik dari sifat dengki, iri dan amarah. Begitu pula zakat mensucikan
harta dari kotoran dan syubhat. Pada akhirnya, zakat mampu menciptakan kehidupan
bermasyarakat yang aman, tentram dan harmonis.
Syarat wajib zakat adalah berada dalam kekuasaan penuh (milik) orang yang membayar
zakat atau muzakki. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha terkait maksud dari
syarat ini. Perbedaan tersebut terletak pada apakah kepemilikan di tangan, kepemilikan
pengelolaan, atau kepemilikan asli
Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya. Wakaf
berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Al-waqif
Syarat pertama yang membuat wakaf menjadi sah adalah keberadaan pemberi wakaf (Al-
waqif). Tidak sekadar menjadi pihak yang memiliki harta saja, pemberi wakaf juga harus
cakap bertindak dalam mengelola hartanya. Hal tersebut mencakup kondisi berakal sehat,
dewasa, dan tidak sedang dalam keadaan bangkrut.
Al-mauquf
Al-mauquf merupakan syarat kedua yang perlu dipenuhi dalam memahami pengertian
wakaf. Syarat ini mencakup aturan harta atau benda apa saja yang dinyatakan sah untuk
bisa diwakafkan.
Al-mauquf ‘alaih
Selain pemberi wakaf dan harta yang diwakafkan, syarat selanjutnya yang perlu dipenuhi
adalah kehadiran penerima wakaf (Al-mauquf ‘alaih). Penerima wakaf bisa datang dari
individu maupun kelompok tertentu. Penting bagi penerima wakaf untuk berada dalam
kondisi yang sehat secara jasmani maupun rohani. Hal tersebut diperlukan agar penerima
wakaf dapat memanfaatkan harta yang diterima secara bijak dan tidak memiliki tujuan
maksiat.
Sighah
Sighah adalah syarat melakukan wakaf yang perlu dilakukan oleh pemberi harta. Dalam
syarat ini, pemberi wakaf harus mengeluarkan pernyataan secara jelas dan pasti tentang
tujuan dari ibadah wakafnya.
Peruntukan wakaf
Selanjutnya, syarat wakaf yang harus dipenuhi adalah kejelasan tentang peruntukan wakaf
itu sendiri. Harta benda yang diwakafkan harus bisa disalurkan secara baik oleh penerima
wakaf untuk keperluan masyarakat luas berdasarkan jumlah harta yang tersedia atau
diterima
Jangka waktu
Dalam syarat untuk menyempurnakan ibadah wakaf, ketentuan jangka waktu juga perlu
diungkapkan sedari awal. Hal ini juga didukung oleh dasar hukum melalui UU no. 41 tahun
2004 tentang Wakaf yang menjelaskan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh seorang wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.