Anda di halaman 1dari 61

KEEFEKTIFAN KONSELING KELOMPOK BERBASIS AFEKSI

MENGGUNAKAN METODE ART THERAPY UNTUK MENGURANGI


STRES AKADEMIK PADA MAHASISWA UNIVERSITAS PGRI
KANJURUHAN MALANG

SKRIPSI

OLEH

FAHRUL IMADUDIN
NPM 190401010015

UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mahasiswa merupakan individu yang sedang melakukan proses belajar di

perguruan tinggi. Proses belajar yang dilakukan mengalami peningkatan di setiap

semesternya. Proses adaptasi mahasiswa dengan suasana belajar di lingkungan

perguruan tinggi banyak hal baru bagi mereka yang menjadikan tekanan karena

adanya berbagai tugas mandiri, kelompok ataupun praktikum (Gusty &

Merdawati, 2020). Berdasarkan tugas-tugas tersebut mahasiswa diharapkan

mendapatkan pemahaman yang lebih tinggi sehingga mampu memahami konsep

dan mengatasi masalah dengan memilih solusi terbaik menurut mereka.

Tuntutan pemahaman yang lebih tinggi terhadap konsep seringkali

berdampak pada kondisi psikologis mahasiswa, salah satunya yaitu mengalami

stress karena metode pembelajaran yang membuat mahasiswa sulit untuk

memahami ilmu yang disampaikan oleh dosen sehingga merasa tertekan, cemas

dan lain sebagainya. Kondisi yang dialami mahasiswa saat mengikuti

pembelajaran atau perkuliahan tersebut disebut dengan stress akademik. Stress

akademik adalah kondisi tertekan akibat dari persepsi subjektif terhadap suatu

kondisi akademik (Barseli et al., 2017). Tekanan tersebut menimbulkan reaksi

yang dialami mahasiswa berupa respon fisik, pikiran, emosi negatif dan pikiran

yang muncul karena adanya tuntutan pemahaman dari perguruan tinggi.

Kondisi stress akademik yang dialami oleh mahasiswa sering kali tidak

dianggap permasalahan yang serius. Mahasiswa tidak sadar bahwasanya mereka

1
2

mengalami stress akademik yang jika dibiarkan akan memberikan berbagai

pengaruh bagi mereka. Pengaruh yang terjadi pada kondisi mahasiswa yang

mengalami stress akademik adalah mengganggu jalannya proses belajar

mahasiswa, namun juga dapat mempengaruhi aspek emosi, psikologis, bahkan

menyebabkan gangguan kesehatan (Mulyaningtyas et al., 2023).

Mahasiswa tingkat akhir merupakan mahasiswa yang sudah melalui beberapa

semester dan sedang berada pada semester akhir dengan tugas akhir yang harus

diselesaikan yaitu skripsi. (Iswanti, 2018) pengerjaan tugas akhir/skripsi

seringkali membuat mahasiswa menjadi tertekan karena beban yang cukup berat

dibandingkan dengan mata kuliah yang lain. Berdasarkan hasil wawancara yang

telah dilakukan pada beberapa mahasiswa di Universitas PGRI Kanjuruhan

Malang, diantaranya menyatakan bahwa mereka mengalami gejala stres, seperti

susah tidur hingga menjadi perokok, beberapa mahasiswa yang mengalami gejala

stress cenderung lebih mencari ketenangan

Kondisi stress akademik yang dialami mahasiswa apabila dibiarkan begitu

saja tentu akan berpengaruh kepada hasil akademik yang diperoleh mahasiswa,

oleh karena itu perlu adanya penangangan sedini mungkin agar kondisi ini tidak

bertambah buruk. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stres

akademik, menurut ; (Ahyani & Puspitasari, 2019) & (Etiafani & Listiara, 2015)

yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Sehingga perlu diperhatikan bagaimana

factor-faktor tersebut mempengaruhi stress akademik mahasiswa untuk mencegah

terjadinya stress akademik. faktor-faktor yang mempengaruhi stres


3

akademik yaitu faktor internal yang meliputi pola pikir, kepribadian, dan

keyakinan, sedangkan faktor eksternal yang terdiri dari tekanan untuk berprestasi

tinggi, dorongan status sosial, pelajaran lebih padat, dan orangtua saling

berlomba.

Terdapat beberapa tindakan yang diperlukan untuk mengatasi stres akademik

yang dialami mahasiswa, salah satunya adalah dengan melakukan konseling.

Konseling berbasis behavioral dengan berbagai layanan yang diberikan dapat

membantu mahasiswa dalam mengatasi pengaruh negatif yang dialami. Konseling

dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang

ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja atau

orang dewasa agar orang tersebut dapat mengembangkan kemampuan dirinya

sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada

dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Konseling kelompok behavioral memang merujuk pada pendekatan konseling

yang menekankan pemahaman, pengolahan, dan ekspresi emosi dalam konteks

kelompok. Namun, penting untuk diingat bahwa istilah ini mungkin tidak umum

digunakan atau terdokumentasi secara luas dalam literatur psikologi. Konsep ini

menggabungkan unsur-unsur dari pendekatan konseling kelompok tradisional

dengan fokus yang lebih dalam pada emosi dan behavioral. Pendekatan konseling

kelompok berbasis behavioral ini melibatkan teknik-teknik seperti berbagi cerita,

merasakan refleksi emosi, latihan ekspresi emosi terkendali, dan diskusi reflektif.

Namun, karena pendekatan ini mungkin tidak memiliki pedoman yang sangat
4

standar, penerapan dan teknik-teknik yang digunakan dapat bervariasi tergantung

pada praktisi dan konteks spesifik.

Terdapat berbagai teknik konseling afeksi yang dapat diimplementasikan

untuk mengatasi permasalahan stres akademik, salah satunya dengan

menggunakan teknik Art therapy. Art therapy adalah proses dalam ranah seni

yang berfokus pada representasi realitas secara simbolis (Nguyen, 2015).

Representasi realitas dalam art therapy menggunakan metode art sebagai sarana

ekspresi (visual art) yang berarti menggambar, melukis, membuat patung, dan

bentuk seni lainnya untuk mengatasi dan mengungkapkan perasaan, pikiran, serta

kenangan (Schouten, et al., 2014). Art therapy berfokus pada siswa yang

menciptakan seni sebagai bentuk komunikasi nonverbal dalam ekspresi pikiran

dan perasaan yang tidak disadari atau yang disadari. Dibandingkan dengan terapi

verbal, siswa yang diberikan intervensi art therapy memiliki kualitas lebih

kompleks dalam mengakses emosi, yang dikaitkan dengan daya tarik bahan seni

serta pembuatan seni untuk sensasi tubuh dan respons emosional (Haeyen et al.,

2015).

(Chibbaro & Camacho, 2011) mengungkapkan bahwa Art Therapy

merupakan intervensi yang ideal dalam konseling, karena bahan-bahan seninya

mudah didapatkan seperti kertas dan krayon/spidol. Art therapy bukan sekedar

pemahaman siswa atau serangkaian instruksi untuk mengajar seni, tetapi

merupakan sarana untuk menganalisis dan menyembuhkan siswa dengan

memahami perasaan dan pikirannya. (Akila & Nandagopal, 2015).


5

Konseling menggunakan teknik art therapy efektif dalam memberikan

pengobatan yang efektif untuk orang- orang yang mengalami gangguan

psikologis, perkembangan, kesehatan, pendidikan. Intervensi art therapy secara

perkembangan sesuai untuk sebagian besar mahasiswa, konselor dapat

mempertimbangkan penggunaan intervensi kreatif ini. Penggunaan art therapy

dalam konseling diaplikasikan secara fleksibel, bisa sebagai sarana untuk

membuka percakapan saja, atau menggabungkan media art therapy dengan

keterampilan konselor profesional sebagai komunikasi dalam hubungan terapeutik

yang perlu interpretasi karya seni. Dalam hal ini Konseling art therapy adalah

konseling melibatkan proses seni, seperti menggambar sebagai wujud simbolis

dari hubungan teraupetik untuk membantu terapis memperoleh pemahaman diri

maupun tekanan yang dialami oleh klien. Konseling art therapy membantu

mahasiswa menyelesaikan konflik meningkatkan keterampilan interpersonal,

mengelola perilaku bermasalah, mengurangi stress (Asyifa et al, 2021).

Beberapa studi dan laporan kasus terdahulu telah menggambarkan kekuatan

dan pengaruh art therapy, penelitian Guta (2017) menunjukkan bahwa art therapy

memang intervensi yang tepat untuk mengurangi stres siswa baik secara internal

maupun eksternal. Stress akademik yang muncul pada mahasiswa dapat ditangani

dengan terapi musik. Hasil penelitian dari Prasetyo (2017) menyebutkan bahwa

terapi musik dapat digunakan sebagai penurunan tingkat stres akademik pada

siswa SMAN 5 Banda Aceh. Hal serupa pun dilakukan oleh peneliti lain seperti

Rosanty (2014) yang menyebutkan bahwa terapi musik Mozart dapat mengurangi

stres pada mahasiswa dengan mendengarkan musik tersebut. Selain itu penelitian
6

lain yang dilakukan oleh Luthfa et al. (2015) terkait terapi musik rebana dalam

menurunkan stres pada lansia dengan metode mendengarkan musik rebana dan

hasilnya menunjukkan bahwa terapi musik dapat menurunkan tingkat stres pada

lansia.

Berbagai penjelasan dan literatur profesional tersebut memberikan pengertian

bahwa terdapat manfaat besar dari art therapy. Mengingat pentingnya kesehatan

mental serta manfaat besar yang dapat diambil dari art therapy, diperlukan suatu

upaya untuk memahami penerapan art therapy, salah satunya untuk menurunkan

tingkat stress akadeik pada mahasiswa tingkat akhir.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka hal tersebut dapat dijadikan salah

satu dasar untuk melakukan penelitian ini secara mendalam sehingga penulis

tertarik untuk membahas lebih dalam tentang keefektifan metode art therapy

kemudian penulis mengambil judul keefektifan konseling kelompok berbasis

afeksi menggunakan metode art therapy untuk mengurangi stres akademik pada

mahasiswa universitas PGRI Kanjuruhan Malang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahannya yaitu,

1. Bagaimana Tingkat Stres Akademik pada Mahasiswa Universitas PGRI

Kanjuruhan Sebelum diberikan Layanan Konseling Kelompok berbasis

afeksi menggunakan metode art therapy?

2. Bagaimana Tingkat Stres Akademik pada Mahasiswa Universitas PGRI

Kanjuruhan Sesudah diberikan Layanan Konseling Kelompok berbasis

afeksi menggunakan metode art therapy?


7

3. Apakah Layanan Konseling Kelompok Berbasis Afeksi Menggunakan

Metode Art Therapy Efektif untuk menurunkan Stress Akademik Pada

Mahasiswa Universitas PGRI Kanjuruhan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan adalah target yang hendak dicapai dalam melakukan suatu kegiatan,

berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian ini

adalah :

1. Mengetahui Tingkat Stres Akademik pada Mahasiswa Universitas PGRI

Kanjuruhan Sebelum diberikan Layanan Konseling Kelompok berbasis afeksi

menggunakan metode art therapy

2. Mengetahui Tingkat Stres Akademik pada Mahasiswa Universitas PGRI

Kanjuruhan Sesudah diberikan Layanan Konseling Kelompok berbasis afeksi

menggunakan metode art therapy

3. Mengetahui Keefektifan Layanan Konseling Kelompok berbasis afeksi

Menggunakan Metode Art Therapy untuk menurunkan Stress Akademik Pada

Mahasiswa Universitas PGRI Kanjuruhan?

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

konsep-konsep konseling dan teknik- teknik dalam Bimbingan dan

Konseling berbasis afeksi, khususnya metode art therapy untuk

mengurangi stress akademik pada Peserta Didik.


8

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat memberi kontribusi sebagai

masukan dalam bidang Bimbingan dan Konseling, khususnya bagi para

pendidik, dan guru BK.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu Bimbingan dan

Konseling bidang Belajar

2. Ruang Lingkup Objek

Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah memberikan layanan

Konseling Kelompok berbasis afeksi menggunakan metode art therapy

untuk Mengurangi Stres Akademik pada mahasiswa Universitas PGRI

Kanjuruhan Malang.

3. Ruang Lingkup Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas PGRI

Kanjuruhan Malang.

4. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah Universitas PGRI

Kanjuruhan Malang.

5. Ruang Lingkup Waktu

Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini dilakukan pada tahun 2023.
9

F. Asumsi Penelitian

Penelitian ini dilandasi oleh asumsi sebagai berikut 1. mahasiswa Universitas

PGRI Kanjuruhan Malang memiliki stress akademik. 2. mahasiswa Universitas

PGRI Kanjuruhan Malang memiliki tingkat stres akademik yang berbeda. 3. Stres

akademik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. 4. Stres akademik dapat

dikurangi.

G. Definisi Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian, berikut ini adalah definisi

istilah:

1. Stres akademik

Stres adalah reaksi dari tubuh (respons) terhadap lingkungan yang

dapat memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem

pertahanan yang membuat kita tetap hidup. Stres adalah kondisi yang tidak

menyenangkan dimana manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu

situasi sebagai beban atau diluar batasan kemampuan mereka untuk

memenuhi tuntutan tersebut (Nasir et al., 2011). Stres akademik

merupakan tekanan akibat persepsi subjektif terhadap suatu kondisi

akademik. Tekanan ini melahirkan respon yang dialami peserta didik

berupa reaksi fisik, prilaku, pikiran, dan emosi yang negatif yang muncul

akibat adanya tuntutan akademik

2. Afeksi

Afeksi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

perasaan atau emosi positif yang ditunjukkan oleh seseorang terhadap


10

orang lain atau terhadap sesuatu. Ini adalah ungkapan dari kasih sayang,

kehangatan, atau perhatian yang diberikan kepada individu, hewan

peliharaan, atau objek lainnya. Afeksi dapat muncul dalam berbagai

bentuk, termasuk cinta, kepedulian, simpati, kasih sayang, atau

kebahagiaan.

3. Art therapy

Art therapy adalah proses kreativitas yang menggunakan media seni,

untuk perkembangan dari perindividu. Art therapy musik adalah

penggunaan musik sebagai peralatan terapis untuk memperbaiki,

memelihara, mengembangkan mental, fisik dan kesehatan emosi.

Kemampuan non verbal, kreatifitas dan rasa alamiah dari musik menjadi

fasilitator sebagai penghubung yang dalam artian musik sebagai

penghubung adalah adalah musik memberikan manfaat sebagai pemupuk

rasa persatuan dan kesatuan masyarakat karena musik dapat menjadi

wadah perkumpulan warga masyarakat., sebagai ekspresi diri yang dalam

artian musik sebagai ekspresi diri adalah musik dijadikan sarana untuk

mengungkapkan pemikiran, perasaan, gagasan, cita-cita, maupun potensi

diri yang dimilikinya, sebagai komunikasi yang dalam artian musik

sebagai komunikasi adalah musik digunakan sebagai media penyampaian

nilai-nilai kebaikan melalui melodi maupun lirik lagu dari pencipta musik

kepada para pendengarnya. Musik bisa melambangkan suatu hal yang

dilihat dari aspek-aspek musik itu sendiri, seperti tempo sebuah musik.,

dan sebagai pertumbuhan yang dalam artian musik sebagai dapat


11

memengaruhi bagaimana manusia merasa, berpikir, dan berperilaku. Bukti

ilmiah juga menunjukkan bahwa terdapat dasar biologis dari musik.

Universalitas musik membuat siapa saja dapat merasakan konten emosi

dari musik. Bagaimanapun, musik adalah produk dari budaya yang tidak

dapat dipisahkan dari bias budaya. Art Therapy merupakan hasil

perpaduan dari seni dan psikologi. Pada Art Therapy, media seni, proses

kreatif, dan hasil karya seni dimanfaatkan untuk mengungkapkan perasaan,

berdamai dengan konflik emosional, meningkatkan kesadaran diri,

menurunkan kecemasan, serta meningkatkan keberhargaan diri

(Malchiodi, 2005).

4. Mahasiswa Tingkat Akhir

Yaitu mahasiswa Universitas PGRI Kanjuruhan Malang yang sudah

mencapat semester akhir saat dilakukan penelitian ini


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Stres Akademik

1. Pengertian Stres

(Santrock & Santrock, 2007) menjelaskan bahwa stres merupakan

suatu respon individu ketika dihadapkan situasi dan kondisi yang memicu

stres dimana individu tersebut merasa terancam dan kemampuannya dalam

menangani situasi tersebut terganggu. (Solikhah, 2019), mengartikan stres

sebagai persepsi individu terhadap tuntutan dan kemampuan yang

dimilikinya untuk memenuhi tuntutan tersebut. Stres menurut (Sarafino &

Smith, 2014) didefinisikan sebagai hasil dari interaksi individu dengan

lingkungan yang menyebabkan ketidakseimbangan antara tuntutan-

tuntutan tersebut yang bersumber dari sistem biologis, psikologis, dan

sosial. Stres diartikan sebagai suatu respon psikologis individu terhadap

sesuatu yang dianggap telah melampaui batas maupun pada suatu hal yang

dianggap sulit untuk dihadapi (Hasanah et al., 2020).

Lebih lanjut Safaria, & Saputra, (2009) mengungkapkan bahwa stres

merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidaksesuaian antara

situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau sistem

sosial individu. Stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau

kejadian yang memicu stres (stressor) yang mengancam dan mengganggu

kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping).

12
13

Clonninger (2009), mengemukakan stres adalah keadaan yang

membuat tegang yang terjadi ketika seseorang mendapatkan masalah atau

tantangan dan belum mempunyai jalan keluarnya atau banyak pikiran yang

mengganggu seseorang terhadap sesuatu yang dilakukannya. Kemudian

menurut (Kendall & Hammen, 1998), menyatakan stress dapat terjadi pada

individu ketika terdapat ketidak seimbangan antara situasi yang menuntut

dengan perasaan individu atas kemampuannya untuk bertemu dengan

tuntutan- tuntutan tersebut. Situasi yang menuntut tersebut dipandnag

sebagai beban atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya.

Ketika individu tidak dapat menyelesaikan atau mengatasi stres dengan

efektif maka stres tersebut berpotensi menyebabkan gangguan psikologis

lainnya seperti Post- traumatic stress disorder.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa stres adalah

keadaan atau kejadian ketika seseorang mendapatkan masalah atau

tantangan dan belum mempunyai jalan keluarnya sehingga menimbulkan

ketidaksesuaian antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis,

psokologis, dan sosial seseorang.

2. Dampak Stres

Stres dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu. Dampak

tersebut bisa merupakan gejalan fisik maupun psikis dan akan

menimbulkan gejala- gejala tertentu. Reaksi dari stres bagi individu dapat

digolongkan menjadi beberapa gejala, yaitu sebagai berikut:


14

a. Gejala Fisiologis, berupa keluhan seperti sakit kepala, sembelit, diare,

sakit pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah tinggi,

kelelahan, skait perut, maag, berubah selera makan, susah tidur, dan

kehilangan semangat.

b. Gejala Emosional, berupa keluhan seperti gelisah, cemas, mudah

marah, gugup , takut, mudah tersinggung, sedih, dan depresi.

c. Gejala Kognitif, berupa keluhan seperti susah berkonsentrasi, sulit

membuat keputusan, mudha lupa, melamun secara berlebihan, dan

pikiran kacau.

d. Gejala Interpesonal, berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan,

apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaan pada orang lain, dan

mudah menyalahkan orang lain.

3. Pengertian Stres Akademik

Stres dapat berasal dari berbagai segi kehidupan manusia, tidak

terkecuali dari segi kehidupan akademik seseorang. Stres yang berasal dari

berasal dari kondisi akademik seseorang ini yang kemudian disebut

dengan stres akademik. Stres akademik merupakan persepsi peserta didik

terhadap banyaknya pengetahuan yang harus dikuasai dan persepsi

terhadap ketidakmampuan waktu untuk mengembangkannya, stres

akademik adalah stres yang berhubungan dengan belajar peserta didik di

sekolah, berupa ketegangan- ketegangan yang besumber dari faktor

akademik yang dialami oleh peserta didik sehingga mengakibatkan


15

terjadinya distorsi pada pikiran peserta didik dan mempengaruhi fisik,

emosi, prilaku, dan pikiran (Nurmaliyah, 2014).

Stres akademik menurut (Wilks, 2008) merupakan hasil kombinasi

dari tekanan akademik yang dialami oleh seseorang dimana hal tersebut

melebihi kapasitas sumber daya adaptif yang tersedia dari individu yang

bersangkutan. (Yusoff et al., 2010) mendefinisikan stres sebagai gangguan

atau perubahan emosional yang disebabkan oleh sumber stres. (Busari,

2014) menjelaskan bahwa stres akademik adalah suatu kondisi yang terjadi

karena individu berhadapan dengan tuntutan akademik yang dipersepsikan

berlebihan dan tidak dapat diselesaikan. Stres akademik merupakan suatu

reaksi dari tubuh terhadap suatu tekanan, persaingan, tuntutan,, harapan

yang ada di lingkungan pendidikan guna meningkatkan prestasi akademik

(Wistarini & Marheni, 2019).

Menurut (Olejnik & Holschuh, 2016) stres akademik adalah respon

atau reaksi yang muncul karena terlalu banyak tuntutan dan tugas yang

harus dikerjakan siswa. Menurut (Weidner et al., 1996) Stres Akademik

adalah stres yang terjadi karena faktor atau kegiatan pendidikan yang

terjadi dalam pendidikan yang disebabkan oleh tuntutan yang timbul saat

mahasiswa dalam masa pendidikan dalam Resti (2016).

Menurut pandangan (Barseli et al., 2017) mengartikan stres akademik

sebagai suatu kondisi yang berasal dari tuntutan dan tekanan untuk

mencapai suatu prestasi akademik tertentu. Menurut Sarafino dan Smith

(2012) stres akademik diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan


16

karena adanya ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan dalam diri individu

baik dari internal maupun eksternal yang bersumber dan berdampak pada

akademik individu. Menurut (Simbolon, 2015), stres akademik diartikan

sebagai tekanan mental dan emosional yang bersumber dari tuntutan

bidang akademik (Hasanah et al., 2020).

Sejalan dengan pendapat di atas, (Rahmawati et al., 2022) menyatakan

bahwa “stres akademik adalah suatu kondisi atau keadaan di mana terjadi

ketidaksesuaiaan antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya actual

yang dimiliki peserta didik sehingga mereka semakin terbebani oleh

berbagai tekanan dan tuntutan.

Berdasarkan berbagai definisi yang dikemukakan di atas, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa stres akademik adalah tekanan akibat persepsi

subjektif terhadap suatu kondisi akademik. Tekanan ini melahirkan respon

yang dialami peserta didik berupa reaksi fisik, prilaku, pikiran, dan emosi

yang negatif yang muncul akibat adanya tuntutan akademik.

4. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Stres Akademik

Menurut Puspitasari (2013) faktor- faktor yang mempengaruhi stress

akademik terbagi mejadi dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Adapun penjelasannya sebagi berikut:

a. Faktor Internal yang mempengaruhi stres akademik

1) Pola pikir

Mahasiswa atau pelajar yang berfikir tidak dapat mengendalikan

situasi, cenderung akan mengalami stres berat. Semakin besar


17

kendali dalam berfikir, kemungkinan kecil stres yang akan dialami

mahasiswa atau pelajar.

2) Kepribadian

Ada berbagai kepribadian setiap individu, kepribadian mahasiswa

dapat mentukan tingkat toleransi terhadap stres. Pada mahasiswa

yang optimis biasanya tingkat stres lebih kecil dibanding

mahasiswa yang pesimis.

3) Keyakinan

Keyakinan terhadap diri sendiri akan memainkan peran penting

dalam menginterpretasikan situasi disekitar individu. Pemikiran

yang diyakini mahasiswa dapat mengubah pola fikir terhadap

situasi tetentu, bahkan dalam jangka panjang akan membawa stres

psikologis.

b. Faktor Eksternal yang mengakibatkan stres akademik

1) Pelajaran

Dari tahun ke tahun, sistem pendidikan akan ditambah dari segi

kualitas dengan standar yang lebih tinggi. Dampaknya waktu untuk

belajar bertambah dan beban pelajar semakin berat karena tuntutan

untuk bersaing. Hal tersebut dapat meejadikan tingkat stres pada

mahasiswa akan meningkat.

2) Tekanan untuk berprestasi tinggi


18

Mahasiswa atau pelajar akan ditekan untuk dapat berprestasi

dengan baik di lingkungan pendidikannya. Orang tua, tetangga, dan

teman adalah sebagia contoh tekanan ini datang.

3) Status sosial

Sebagian individu akan mengatakan pendidikan adalah simbol

status sosial, semakin tinggi pendidikan dan prestasi baik yang

didapat maka individu tersebut akan dihormati di lingkungan

masyarakat. Individu yang tidak bersprstasi akan dianggap sebagai

pembuat masalah dan diabaikan oleh lingkungan.

4) Orang tua

Sering kali orang tua akan mengarahkan anaknya dalam

pendidikan, dimana siswa kadang kurang cocok dengan pilihan

orang tua murid.

5. Dampak Stres Akademik

Stres akademik mempunyai dampak terhadap pribadi anak, baik

secara fisik, psikologis maupun secara psikososial. Anak yang mengalami

stres tingkat tinggi dapat menimbulkan kemunduran prestas, perilaku

maladaptif, dan berbagai problem psikososial lainnya. Ketika peserta didik

mengalami stres akademik maka prestasi peserta didik akan menurun,

susah menyesuaikan diri dengan sekolahan dan tidak dapat fokus terhadap

tugas atau pelajaran (Rani et al., 2016).

Stres akademik tidak sepenuhnya berdampak negatif melainkan dapat

bermakna positif dalam artian dapat sebagai tantangan untuk


19

mengatasinya. Stres ini tidak membahayakan, malah sebaliknya diperlukan

untuk meningkatkan kualitas diri dan prestasi belajar. Seseorang yang

menilai stres sebagai tantangan (challenge) akan memiliki semangat yang

tinggi, karena merasa bertantang berarti merasa positif terhadap tuntutan

yang dihadapi.

6. Pengukuran Stres Akademik

Pengukuran stres akademik menggunakan Depression Axiety Stress

Scale (DASS), menurut lovibond (1995, dalam Wahit & Joko 2015)

Depression Axiety Stress Scale (DASS) adalah seperangkat skala subjektif

yang dibentuk untuk mengukur ststus emosional negatif dari depresi,

kecemasan, dan stres. Depression Axiety Stress Scale (DASS) terdiri dari

42 pertanyaan dan dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara

konvensional mengenai status emosi, tetapi untuk proses yang lebih lanjut

ntuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku. dimanapun

dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai

stres.Depression Axiety Stress Scale (DASS) dapat digunakan baik oleh

kelompok atau individu untuk tujuan penelitian. Khusus untuk stres

mengambil 14 pertanyaan yang khusus untuk mengukur stres dan sedikit

dimodifikasi.

B. Konseling Kelompok

1) Pengertian Konseling Kelompok

Konseling ialah suatu upaya pemberian bantuan kepada individu

yang membutuhkan (konseli) yang diberikan oleh orang yang ahli dan
20

terlatih (konselor) secara tatap muka (Ningsih dan Diplan, 2018:14).

Sementara itu, menurut Mardianti dan Dharmayana (2020:95) konseling

diberikan seorang konselor yang terlatih dan berpengalaman terhadap

individu-ndividu yang membutuhkannya agar mereka dapat berkembang

potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu

menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dinamis di sekitarnya.

Konseling dapat dilakukan secara individu maupun berkelompok.

Dalam penelitian ini, pembahasan hanya terfokus pada konseling yang

dilakukan secara berkelompok. Pratama, dkk. (2020:152) menyatakan

bahwa konseling kelompok adalah kecenderungan alami bagi orang untuk

berkumpul di dalam suatu kelompok untuk tujuan saling menguntungkan.

Melalui konseling kelompok, individu mencapai tujuan dan berhubungan

dengan orang lain dengan cara-cara inovatif dan produktif sehingga

menciptakan proses komunikasi antar pribadi yang dapat dimanfaatkan

oleh individu untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri

terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup, serta untuk belajar

perilaku tertentu ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

Sujaya, dkk. (2017:3) mengemukakan konseling kelompok adalah

upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat

pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan kepada pemberian

kemudahan dalam rangka perubahan dan pertumbuhannya. Pencegahan

yang dimaksud dalam arti bahwa konseli yang bersangkutan mempunyai

kemampuan berfungsi secara wajar dalam masyarakat, namun mungkin


21

memiliki titik lemah dalam kehidupannya sehingga mengganggunya

dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Konseling kelompok merupakan kegiatan konseling yang dilakukan

secara berkelompok sebagai upaya bantuan kepada individu dalam suasana

kelompok guna mendiskusikan atau memecahkan masalah yang dihadapi

oleh konseli (Yuliastini, 2020:3). Konseling kelompok dilaksanakan dalam

suatu tempat tertentu dengan seorang konselor atau lebih untuk membantu

mengarahkan agar konseli dapat memperoleh kemudahan dalam rangka

memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Pembahasan konseling

kelompok ditentukan oleh anggota kelompok yang terdiri dari sejumlah

individu (konseli). Pembahasan dalam konseling kelompok adalah tentang

masalah yang dialami oleh salah satu konseli dan sangat memerlukan

bantuan untuk menyelesaikannya (Arizona, dkk., 2018:127).

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa konseling kelompok merupakan konseling yang memungkinkan

sejumlah peserta didik bersama-sama melalui dinamika kelompok

memperoleh berbagai bahan dari narasumber (terutama guru pembimbing)

dan membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang berguna

untuk menunjang pemahaman dalam kehidupannya sehari-hari untuk

perkembangan dirinya, baik sebagai individu maupun sebagai pelajar

dalam mempertimbangkan segala keputusan atau tindakan tertentu.


22

2) Tujuan Konseling Kelompok

Sebagai suatu bentuk layanan yang diberikan oleh seorang ahli

kepada orang lain yang membutuhkan bantuan, maka tentu saja kegiatan

konseling kelompok memiliki tujuan-tujuan tertentu. Mardianti dan

Dharmayana (2020:96) menguraikan beberapa tujuan dari kegiatan

konseling kelompok, sebagai berikut:

a. Tujuan umum, bahwa secara umum tujuan konseling kelompok adalah

berkembangnya kemampuan sosialisasi anggota kelompok, khususnya

kemampuan dalam berkomunikasi di antara anggota kelompok,

sebagai suatu bentuk pengembangan pribadi, pembahasan dan

pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota

kelompok agar terhindar dari masalah dan masalah terselesaikan

dengan cepat melalui bantuan anggota kelompok yang lain.

b. Tujuan khusus, bahwa tujuan khusus konseling kelompok terfokus

pada pembahasan masalah pribadi individu anggota kelompok.

Melalui proses konseling kelompok yang intensif dalam upaya

pemecahan masalah maka para anggota kelompok memperoleh dua

tujuan, yaitu:

1. Berkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap

yang mengarah pada tingkah laku khususnya dalam bersosialisasi

dan berkomunikasi.
23

2. Terpecahkannya masalah anggota kelompok yang masalahnya

dibahas dan diperolehnya solusi guna memecahkan masalah yang

dihadapinya.

Sementara itu, Fauzi dan Sari (2017:4) mengemukakan bahwa ada

dua fungsi dalam pelaksanaan konseling kelompok, yaitu fungsi kuratif

dan preventif. Fungsi kuratif bahwa konseling kelompok diarahkan untuk

mengatasi persoalan yang dialami individu dalam kelompok. Sementara

itu, fungsi preventif adalah konseling yang dilakukan diarahkan untuk

mencegah terjadinya persoalan pada diri individu anggota kelompok.

Mardianti dan Dharmayana (2020:95) menyatakan fungsi konseling

kelompok bersifat pencegahan dan penyembuhan. Sifat pencegahan berarti

bahwa individu yang dibantu mempunyai kemampuan normal atau fungsi

secara wajar di masyarakat, tetapi memiliki beberapa kelemahan dalam

kehidupannya sehingga mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan

orang lain. Sedangkan, sifat penyembuhan berarti membantu individu

untuk dapat keluar dari persoalan yang dialaminya dengan cara memberi

kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu untuk mengubah

sikap dan perilakunya agar selaras dengan lingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan tujuan dari

konseling kelompok meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Secara

umum, konseling kelompok bertujuan mengembangkan kemampuan

sosialisasi konseli, sedangkan secara khusus konseling kelompok


24

bertujuan membantu konseli mencari suatu solusi atas permasalahan yang

dihadapinya. Sementara itu, fungsi konseling kelompok meliputi fungsi

kuratif dan preventif. Kuratif berupa konseling yang diarahkan untuk

mengatasi persoalan yang dialami individu, sedangkan preventif yaitu

konseling yang diarahkan untuk mencegah terjadinya persoalan pada diri

individu.

3) Asas-asas Konseling Kelompok

Pelaksanaan suatu konseling kelompok tidak dapat dilakukan secara

sembarangan, namun ada beberapa asas penting yang harus diperhatikan

dan diikuti agar kegiatan konseling kelompok mengarah pada tujuan yang

ingin dicapai. Heriansyah (2019:98) menguraikan asas-asas pelaksanaan

konseling kelompok, sebagai berikut:

a. Kerahasiaan, bahwa segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam

kegiatan konseling kelompok hendaknya menjadi rahasia kelompok

yang hanya boleh diketahui oleh anggota kelompok dan tidak boleh

disebarluaskan kepada orang lain yang berada di luar kelompok.

Seluruh anggota kelompok hendaknya menyadari hal tersebut dengan

benar dan bertekad untuk melaksanakannya, dengan demikian terdapat

kepercayaan yang mendalam di antara anggota kelompok tersebut.

b. Kesukarelaan, bahwa anggota kelompok dimulai sejak awal rencana

pembentukan kelompok oleh konselor. Kesukarelaan terus-menerus

dibina melalui upaya pemimpin kelompok mengembangkan syarat-


25

syarat kelompok yang efektif dan penstrukturan tentang konseling

kelompok. Dengan kesukarelaan itu, maka anggota kelompok akan

dapat mewujudkan peran aktif mereka masing-masing untuk mencapai

tujuan dari konseling kelompok yang dilakukan.

c. Kegiatan dan keterbukaan, bahwa dinamika kelompok dalam proses

konseling kelompok semakin intensif dan efektif jika semua anggota

bisa menerapkannya secara penuh atau maksimal. Mereka secara aktif

dan terbuka menampilkan diri tanpa rasa takut, malu ataupun ragu.

d. Kekinian, yaitu memberikan isi atau materi aktual dalam pembahasan

yang dilakukan, anggota kelompok mengemukakan hal-hal yang

terjadi dan berlaku sekarang ini. Hal-hal atau pengalaman yang telah

lalu dianalisis dan disangkutpautkan demi kepentingan pembahasan

hal-hal yang terjadi dan berlaku sekarang.

e. Kenormatifan, yang dipraktikkan berkenaan dengan cara-cara dalam

berkomunikasi dan bertata krama dalam kegiatan kelompok, dan

dalam mengemas isi bahasan yang digunakan dalam pelaksanaan

kegiatan konseling kelompok.

f. Keahlian, yang diperlihatkan oleh pemimpin kelompok dalam cara

mengelola kegiatan kelompok guna mengembangkan proses dan isi

pembahasan secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan ada enam asas

yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan konseling kelompok seperti

yang disebutkan diatas. Asas-asas adalah hal-hal yang harus disepakati


26

secara bersama oleh setiap anggota kelompok, agar kegiatan yang ada

dalam kelompok dapat berjalan dengan baik dan memperoleh tujuan yang

ingin dicapai dari kelompok tersebut. Pemimpin kelompok harus dengan

jelas menekankan setiap asas yang ada dan anggota kelompok harus

dengan baik dan benar mengamalkan setiap asas tersebut.

C. Metode Afeksi

1. Pengertian Metode Afeksi

(Weidner et al., 1996): Heinrich Wölfflin adalah seorang sejarawan

seni yang memperkenalkan istilah "metode afeksi" dalam karyanya

"Prinsip-prinsip Dasar Sejarah Seni" (Principles of Art History). Baginya,

metode afeksi adalah cara untuk menganalisis dan memahami seni dengan

memperhatikan perasaan atau emosi yang diekspresikan oleh karya seni.

Dia berpendapat bahwa pengamatan tentang bagaimana seni dapat

mempengaruhi perasaan penonton adalah kunci untuk memahami seni.

Max Dessoir (1867-1947): Max Dessoir, seorang filsuf Jerman,

juga membahas metode afeksi dalam konteks seni. Baginya, metode

afeksi adalah pendekatan yang digunakan oleh seniman untuk

menciptakan karya seni yang dapat menghasilkan reaksi emosional pada

penonton. Dia menganggap seni sebagai medium untuk menyampaikan

perasaan atau afeksi.

Psikologi dan Terapi: Dalam konteks psikologi dan terapi, metode

afeksi dapat merujuk pada berbagai teknik yang digunakan untuk

mengelola, mengubah, atau memahami emosi individu. Ini dapat


27

mencakup teknik ekspresi emosi, regulasi emosi, dan berbagai pendekatan

terapi yang bertujuan untuk mengatasi masalah emosional.

2. Tujuan Metode Afeksi

1. Seni Pertunjukan:

Heinrich Wölfflin: Dalam konteks seni, Heinrich Wölfflin

mengemukakan bahwa tujuan metode afeksi adalah untuk mengungkapkan

atau memunculkan perasaan pada penonton. Seniman menggunakan

berbagai elemen seperti komposisi visual, gerakan, dan penampilan untuk

mempengaruhi perasaan penonton dan mengkomunikasikan emosi melalui

karyanya.

2. Seni Rupa:

Max Dessoir: Dalam seni rupa, Max Dessoir berpendapat bahwa

tujuan metode afeksi adalah untuk menciptakan karya seni yang mampu

menghasilkan reaksi emosional pada penonton. Seniman berusaha untuk

mengungkapkan perasaan, pesan, atau makna melalui elemen-elemen

visual seperti warna, bentuk, dan komposisi.

3. Psikologi dan Terapi:

Psikologi Klinis: Dalam konteks psikologi, metode afeksi digunakan

untuk tujuan terapi, dan tujuannya adalah membantu individu mengelola

atau mengubah emosi mereka. Terapis menggunakan berbagai teknik

metode afeksi untuk membantu klien mengidentifikasi, memahami, dan

mengatasi emosi yang mungkin menyebabkan masalah psikologis.


28

Psikologi Kognitif: Dalam psikologi kognitif, tujuan metode

afeksi adalah untuk memahami bagaimana emosi memengaruhi proses

kognitif, seperti pengambilan keputusan dan pemrosesan informasi. Ini

membantu dalam pemahaman lebih dalam tentang interaksi antara emosi

dan pikiran.

4. Komunikasi:

Komunikasi dan Media: Dalam konteks komunikasi, metode

afeksi dapat digunakan untuk tujuan mengkomunikasikan pesan dengan

efektif dan memengaruhi perasaan atau sikap audiens. Tujuannya adalah

untuk menciptakan resonansi emosional dengan audiens sehingga pesan

yang disampaikan lebih mudah diterima.

3. Tahap –tahap Afeksi

a) Penyusunan Tujuan: Tahap awal dalam metode afeksi adalah

menentukan tujuan atau dampak emosional yang ingin dicapai. Ini

dapat mencakup memahami jenis emosi yang ingin disampaikan atau

dimunculkan, serta apa yang ingin dicapai dengan pengaruh

emosional tersebut.

b) Pemahaman Target Audiens: Penting untuk memahami audiens atau

individu yang akan dipengaruhi oleh metode afeksi. Ini melibatkan

memahami preferensi, nilai-nilai, dan pengalaman mereka yang dapat

memengaruhi bagaimana mereka merespons pengaruh emosional.

c) Pemilihan Teknik atau Elemen Afektif: Selanjutnya, Anda perlu

memilih teknik atau elemen afektif yang paling sesuai untuk mencapai
29

tujuan Anda. Ini bisa termasuk elemen-elemen dalam seni visual atau

pertunjukan, kata-kata dalam komunikasi, atau teknik tertentu dalam

terapi.

d) Implementasi Teknik atau Elemen Afektif: Tahap ini melibatkan

penggunaan teknik atau elemen afektif yang telah dipilih dalam karya

seni, pesan komunikasi, atau dalam konteks terapi. Seniman,

komunikator, atau terapis harus menerapkan elemen ini dengan

cermat.

e) Interaksi dengan Audiens: Di tahap ini, pengaruh emosional atau

afeksi akan berinteraksi dengan audiens atau individu yang dituju. Ini

adalah saat di mana reaksi emosional akan muncul atau

dimungkinkan.

f) Pengamatan dan Evaluasi: Setelah pengaruh emosional diterapkan,

tahap evaluasi adalah penting. Dalam seni, ini mungkin melibatkan

pengamatan penonton dan reaksi mereka terhadap karya seni. Dalam

komunikasi, ini mungkin melibatkan pengukuran efektivitas pesan

dalam memengaruhi perasaan audiens. Dalam terapi, ini melibatkan

pemantauan perkembangan klien dalam mengelola emosi mereka.

g) Revisi dan Perbaikan: Berdasarkan hasil evaluasi, metode afeksi

dapat disesuaikan atau disempurnakan untuk mencapai hasil yang

diinginkan. Ini bisa mencakup perubahan dalam teknik yang

digunakan atau pendekatan yang diambil.


30

h) Pelaporan atau Presentasi (Jika Relevan): Dalam beberapa

konteks, seperti komunikasi atau seni pertunjukan, metode afeksi

dapat berakhir dengan pelaporan hasil kepada audiens atau penonton.

Ini dapat melibatkan penyajian karya seni atau komunikasi kepada

audiens untuk merasakan pengaruh emosional yang dimaksud.

D. Art Therapy

1. Pengertian Art Therapy

Art Therapy adalah proses kreativitas yang menggunakan media seni,

untuk perkembangan dari perindividu. Art Therapy banyak pengetahuan

tentang teori-teori yang berkembang di psikologi. Pada kebudayan

tradisional yang mempercayai seni dapat menyembuhkan banyak orang,

seni juga mengubah cara pola fikir dan mempengaruhi sistem saraf

autonomic seseorang, keseimbangan pada otak mereka. Seni

mempengaruhi setiap sel yang tumbuh dalam tubuh dengan penyembuhan

psikologi serta menukar pada sistem imunasi dan perjalan menuju organ

tubuh. Art Therapy sangat membantu anak-anak, remaja, dan orang

dewasa yang mempunyai masalah untuk mencurahkan perasaan mereka.

Art Therapy dibutuhkan bagi mereka yang pernah mengalami kejadian

trauma, penderitaan masa lalu, resah yang berkepanjangan, penyesuaian

terhadap masalah keluarga, atau mempunyai masalah dengan tubuhnya

seperti penyakit. Adanya Art Therapy memberi peluang untuk

memperbaiki kepuasan diri, bahwa Art Therapy memberi tempat

mengekspresikan diri, dengan cara berinteraksi memperoleh pemahaman


31

sendiri. Art Therapy juga bermanfaat untuk seseorang, meskipun orang

tersebut tidak mempunyai masalah, untuk menambah dan mendalami

kreativitas dan imajinasi. Karya dalam Art Therapy mempermudah

eksplorasi identitas, dikehidupan sehidupan sehari-hari (Martin, 2009:

218).

Art Therapy adalah bentuk psikoterapi yang menggunakan media seni,

material seni, dengan pembuatan karya seni untuk berkomunikasi. Media

seni dapat berupa pensil, kapur, berwarna, warna, cat, potongan-potongan

kertas, dan tanah liat. Kegiatan Art Therapy mencakup berbagai kegiatan

seni seperti menggambar, melukis, memahat, menari, gerakan-gerakan

kreatif, melihat dan menilai karya seni orang lain (Adriani & Satiadarma,

2011).

2. Tujuan Art Therapy

Art Therapy banyak memberikan pada anak-anak yang memiliki

kebutuhan khusus, dengan permasalahan dalam emosi, pikiran, dan

perasaan. Manfaat utama dari proses Art Therapy meliputi:

1) Penemuan Jati Diri

Mayoritas dari mereka yang berhasil, dengan Art Therapy dapat

melepaskan emosi yang membuat seseorang menjadi lega dan bebas.

2) Kepuasan Pribadi

Penciptaan dari sebuah penghargaan yang nyata dapat

membangun kepercayaan diri dan menjaga perasaan diri sendiri.


32

Kepuasan pribadi berasal dari kreativitas dan analitis dalam sebuah

proses artistik.

3) Pemberdayaan

Art Therapy dapat membantu orang secara visual

mengekspresikan emosi dan ketakutan yang tidak dapat mereka

ungkapkan melalui cara-cara konvensional, atas perasaan mereka.

4) Relax dan Melepaskan Stres

Stres yang berlebihan dapat membahayakan pikiran dan tubuh,

stress dapat melemahkan dan merusak sistem kekebalan tubuh, dapat

menyebabkan insomnia dan depresi, dan dapat memicu masalah

peredaran darah (seperti tekanan darah tinggi dan detak jantung yang

tidak teratur). Ketika digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan

teknik relaksasi lainnya seperti imajinasi yang dipandu, Art Therapy

dapat secara efektif menghilangkan stres.

5) Meningkatkan Gejala dan Rehabilitasi Fisik

Art Therapy juga dapat membantu pasien mengatasi rasa sakit.

Terapi ini dapat meningkatkan penyembuhan fisiologis ketika pasien

mengidentifikasi dan bekerja melalui kemarahan, kebencian, dan stres

emosional lainnya (Martin, 2009: 339).

3. Perkembangan Art Therapy

Perkembangan Art Therapy merupakan bentuk eksplorasi hubungan

antara keterlibatan dengan seni kreatif dan hasil kesehatan, khususnya efek

kesehatan dari keterlibatan musik, Art Therapy visual, ekspresi kreatif


33

berbasis gerakan, dan tulisan ekspresif. Meskipun ada bukti bahwa

intervensi berbasis seni efektif dalam mengurangi hasil fisiologis dan

psikologis yang merugikan, dari intervensi ini meningkatkan status

kesehatan sebagian besar tidak diketahui. Landasan penyelidikan yang

ditindak lanjuti mengenai hal ini dan untuk membangkitkan minat lebih

lanjut dalam meneliti kompleksitas keterlibatan dengan seni dan kesehatan.

Seni dan kesehatan telah menjadi pusat perhatian manusia sejak awal

sejarah yang tercatat. Terlepas dari fakta itu, dan terlepas dari usaha yang

diinvestasikan dan pertumbuhan pengetahuan dan pemahaman (Nobel,

2010: 254–263).

Art Therapy, kadang-kadang disebut seni ekspresif adalah gambar

yang dibuat dengan tujuan menyampaikan atau mengungkapkan perasaan

(ekspesi) atau gagasan si penggambar dengan sebebas-bebasnya.

Mendorong penemuan diri dan pertumbuhan emosional. Seni ekspresif ini

adalah proses dua bagian, yang melibatkan penciptaan seni dan penemuan

maknanya. Berakar dalam teori Freud dan Jung tentang alam bawah sadar

dan tidak sadar, Art Therapy didasarkan pada asumsi bahwa simbol dan

gambar visual adalah bentuk komunikasi yang paling mudah dan alami

bagi pengalaman manusia. Pasien didorong untuk memvisualisasikan, dan

kemudian menciptakan, pikiran dan emosi yang tidak dapat mereka

bicarakan. Karya seni yang dihasilkan kemudian ditinjau dan maknanya

atau untuk ditafsirkan. Luar penggunaannya dalam perawatan kesehatan

mental, Art Therapy juga digunakan dengan obat tradisional untuk


34

mengobati penyakit dan kondisi organik. Hubungan antara kesehatan

mental dan fisik didokumentasikan dengan baik, dan Art Therapy dapat

meningkatkan penyembuhan dengan menghilangkan stres dan

memungkinkan pasien untuk mengembangkan keterampilan mengatasi

stres. "Analisis" dari karya seni yang dihasilkan dalam Art Therapy

biasanya memungkinkan pasien untuk mendapatkan beberapa tingkat

wawasan tentang perasaan mereka dan memungkinkan untuk mengatasi

masalah ini dengan cara yang konstruktif. Menggambar atau

menggunakan sarana visual lainnya untuk mengekspresikan perasaan yang

menyusahkan, pasien yang lebih muda dapat mulai mengatasi masalah ini,

bahkan jika mereka tidak dapat mengidentifikasi atau memberi label emosi

ini dengan kata-kata. Art Therapy juga berharga untuk remaja dan orang

dewasa yang tidak mampu atau tidak mau berbicara tentang pikiran dan

perasaan (Martin, 2009:399-400).

4. Macam-macam art therapy

Art therapy adalah intervensi psikologis yang baru-baru ini

menjadi terkenal. Art therapy banyak digunakan dalam berbagai kasus

medis, baik pada anak-anak maupun dewasa (Malchiodi, 2003). Tujuan art

therapy bukan untuk menciptakan bentuk seni, tetapi untuk menekankan

kebebasan berkomunikasi melalui bentuk seni.

Menurut Nordqvist 2009 dalam Fastari jenis-jenis art therapy bisa

dibedakan kepada music therapy, poetry therapy, dance therapy, drama

therapy dan seni kriya. Music therapy pernah digunakan untuk


35

meringankan gejala depresi pada pasien depresi, membantu mengurangi

rasa sakit pada penderita penyakit kronis. Menggambar, melukis, dapat

membantu pemulihan trauma pada korban bencana alam. Penderita

autisme terbantu dengan art psychotherapy, mereka terlihat dapat

mengekspresikan diri dibandingkan ketika diajak berkomunikasi secara

verbal. Poetry therapy diterapkan pada subjek anak dan remaja, antara lain

pada kasus kekerasan terhadap anak dan kasus bunuh diri pada

anak/remaja. Poetry therapy juga pernah diberikan pada kasus-kasus

pernikahan, perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, dan lansia.

Selain jenis-jenis art psychotherapy yang telah disebutkan di atas, masih

banyak jenis art psychotherapy lain yang diterapkan pada beragam kasus

klinis lainnya, yakni: dance therapy, drama therapy, dan seni kriya. Kasus

lain yang pernah ditangani dengan art psychotherapy diantaranya: kasus

penyalahgunaan narkotika dan obat- obatan terlarang, klien dengan

keterbelakangan mental. Secara garis besar bertujuan mengurangi simtom-

simtom psikologis yang menjadi permasalahan klien.

Menurut March (2016) art therapy terbagi atas terapi menari,

drama, bermain musik, dan seni visual. Terapi gerakan tari (atau terapi

tari) melibatkan penggunaan berbagai gaya tarian dan gerakan yang

berbeda. Terapi drama dilakukan dengan bermain peran tertentu dalam

situasi tertentu, membuat gerakan untuk mengekspresikan diri, pidato

dengan suara yang sulit ditirukan, bertindak tanpa berkata-kata, atau


36

mengulangi perilaku yang menyebabkan konseli mengalamai maslah di

masa lalu.

Art Therapy berikutnya menurut March (2016) adalah bermain

musik dimana konseli diminta bermain instrumen, menyanyi dan

mendengarkan musik, mengganti lirik, bermain alat musik seraya berfikir

bagaimana hubungannya dengan orang lain. Variasi art therapy yang

terakhir adalah seni visual. Konseli disini diperbolehkan untuk mengambil

objek/foto terkait kenangan, membentuk benda dari tanah liat atau menulis

dan menggambar dengan cat atau kapur.

5. Teknik Art Therapy

Dalam konseling kelompok efektif/afeksi, beberapa teknik terapi

seni musik dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi ekspresi emosi,

eksplorasi, dan penyembuhan. Teknik-teknik ini menggabungkan musik

sebagai sarana ekspresi kreatif dan komunikasi emosional dalam

pengaturan kelompok. Berikut adalah beberapa teknik terapi seni musik

yang biasa digunakan dalam konseling kelompok feet/afeksi.

a) (Music Sharing) Berbagi Musik: Anggota kelompok didorong

untuk berbagi lagu atau potongan musik yang beresonansi dengan

emosi atau pengalaman mereka terkait dengan stres akademik.

Setiap anggota dapat bergiliran memainkan lagu dan menjelaskan

secara singkat mengapa mereka memilihnya dan bagaimana

hubungannya dengan perasaan mereka.


37

Penggunaan musik dalam konseling kelompok afektif/afeksi dapat

menumbuhkan rasa aman dan kreativitas, memungkinkan anggota

kelompok untuk mengeksplorasi emosi mereka dalam lingkungan yang

tidak mengancam dan mendukung. Itu dapat meningkatkan kesadaran

emosional, meningkatkan empati di antara peserta, dan berkontribusi pada

keseluruhan pengalaman terapeutik dalam kelompok.

6. Art Therapy Musik

Musik dapat meningkatkan konsentrasi/fokus, kemampuan

ritmik/musikalitas, kemampuan verbal/bahasa, kemampuan kinetik (gerak)

tubuh, mengekspresikan imajinasi/emosi secara positif, dan membuat lebih

rileks. Terapi musik membantu orang-orang yang memiliki masalah

emosional dalam mengeluarkan perasaan mereka, membuat perubahan

positif dengan suasana hati, membantu memecahkan masalah dan

memperbaiki konflik (Sholihah, 2017).

Terapi musik adalah penggunaan musik sebagai peralatan terapis

untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik dan

kesehatan emosi. Kemampuan non verbal, kreatifitas dan rasa alamiah dari

musik menjadi fasilitator untuk hubungan, ekspresi diri, komunikasi, dan

pertumbuhan (Geraldina, 2017). Terapi musik digunakan untuk

memperbaiki kesehatan fisik, interaksi sosial yang positif,

mengembangkan hubungan interpersonal, ekspresi emosi secara alamiah

dan meningkatkan kesadaran diri.


38

Menurut Sholihah (2017) terapi musik adalah terapi yang universal

dan bisa diterima oleh semua orang karena kita tidak membutuhkan kerja

otak yang berat untuk menginterpretasi alunan musik. Terapi musik sangat

mudah diterima organ pendengaran kita dan kemudian melalui saraf

pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi (sistem

limbik). Manfaat dari Art Therapy musik adalah mengistirahatkan tubuh

dan pikiran, meningkatkan motivasi, pengembangan diri, meningkatkan

kemampuan mengingat, kesehatan jiwa, mengurangi rasa sakit,

menyeimbangkan tubuh, meningkatkan kekebalan tubuh. Banyak jenis

musik yang dapat digunakan untuk Art Therapy musik, diantaranya musik

klasik, instrumental, jazz, dangdut, pop, rock, dan keroncong. Musik

instrumental akan menjadikan badan, pikiran, dan mental menjadi lebih

sehat (Aditia, 2012). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses

Art Therapy musik adalah sebagai berikut:


39

E. Keefektifan Metode Art Therapy Menggunakan Konseling Kelompok

Behavioral Untuk Mengurangi Stres Akademik

Mahasiswa akan menjumpai berbagai tantangan dalam menjalani

perkuliahan. Kondisi tersebut dapat menjadi sumber adanya stress bagi

mahasiswa dan salah satunya dipengaruhi oleh keyakinan diri yang dimiliki

mahasiswa akan kemampuannya. Stres merupakan keadaan dan tuntutan yang

melebihi kemampuan dan sumber daya adaptif individu dalam mengatasi

tuntutan tersebut. Tuntutan dan keadaan tersebut menimbulkan ketegangan

secara fisik dan psikis (Safaria, 2011:89). Menurut konsep teori psikoanalisis

oleh Sigmund Freud, emosi yang tertahan dapat menyebabkan ledakan emosi

yang berlebihan, karena itu diperlukan sebuah penyaluran atas emosi yang

tertahan tersebut. Seni merupakan salah satu cara untuk mengurangi,

menahan, bahkan melenyapkan sama sekali (Wahyuningsih, 2017:40).

Melalui art therapy, individu dapat melepaskan ketidaksadaran yang berisi

hal-hal seperti ketakutan, tekanan, hal-hal yang tidak dapat diterima secara

sadar baik bagi diri orang tersebut maupun bagi lingkungan (Edward dalam

Padan, Roswita & Hastuti, 2013:52).


40

Art therapy bekerja berlandaskan pada ekspresi diri akan perasaan dan

pikiran seseorang yang digambarkan pada proses kreatif (Malchiodi, 2003).

(Hartz & Thick, 2005) mengungkapkan art therapy dapat menyublimasi

konflik pada penguatan ego. Hal tersebut bermanfaat untuk mengeksplorasi

perasaan, mendamaikan konflik emosional, mengembangkan kemampuan

diri, mengatur perilaku dan adiksi, mengembangkan keterampilan sosial,

selain itu art teraphy juga dapat meningkatkan orientasi terhadap realita

sehingga dapat mengurangi stress akademik (American Art Therapy

Association, 2013).

Mendengarkan musik menjadi media yang bernilai bagi individu yang

resisten. Bagi individu yang nonverbal, pendiam, atau gusar, fokus pada

produk seni dapat memfasilitasi ekspresi spontan dari pikiran dan perasaan

yang dihambat atau terlarang (inhibited or prohibited) tanpa rasa takut akan

konsekuensi negatif. Ketika mendengarkan musik diterapkan pada individu

yang kurang ekspresif, mendengarkan musik menjadi saluran terbuka untuk

berkomunikasi. Ketika mendengarkan musik diterapkan pada individu yang

mungkin kewalahan oleh perasaan mereka, mendengarkan musik dapat

menjadi media pengganti dimana dorongan destruktif dapat disublimasikan

(Oster & Crone, 2004:163).


41

Penelitian yang dilakukan oleh Baron, menggunakan proses art therapy

dengan tema tertentu dapat memberikan efek yang menenangkan (Hasanat,

2010:33). Penelitian oleh Dalebroux dkk dalam Drake & Winner (2013:513),

mengatakan bahwa partisipan yang diminta untuk melakukan sesuatu yang

menyenangkan (distraction) memiliki mood yang membaik daripada

partisipan yang diminta melakukan sesuatu yang menggambarkan perasaan

negatif (venting). Hal tersebut dikarenakan pengalaman dalam aktivitas art

therapy ataupun aktivitas artistik lainnya melibatkan proses di otak dan

terlihat melalui reaksi tubuh. Proses Art Therapy mengaktifkan visual cortex

pada otak. Tubuh memberikan respon yang sama ketika menghadapi situasi

yang nyata (Malchiodi dalam Hasanat, 2010:33).

F. Kerangka Berfikir

Mahasiswa Metode :
Universitas PGRI
Kanjuruhan Art Therapy Musik
Malang

Menurunkan Stres
Masalah : Stres Pemberian Art
Akademik
Akademik Therapy
Mahasiswa

Proses katarsis melalui


musik dapat mereduksi
perasaan, emosi, pikiran
negatif sehingga membuat
kesadaran akan potensi
positif diri menigkat
42

Gambar 2.1
Kerangka berfikir penelitian
G. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka hipotesis yang diajukan oleh

peneliti dalam penelitian ini adalah “Metode Art Therapy menggunakan konseling

kelompok) efektif untuk mereduksi stres akademik mahasiswa universitas PGRI

Kanjuruhan Malang”.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini

adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif

menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan

metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian

inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan

hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan

metoda kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau

signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian

kuantitatif merupakan penelitian sampel besar (Azwar, 2014).

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen dengan One

Grup Pre-test, Pos-test Design. Gambaran desain rancangan penelitiannya adalah

sebagai berikut:

O1 X O2

Gambar 3.1
Rancangan penelitian One group pre-test post-test design

Keterangan :

O1 = Kelompok eksperimen sebelum menerima perlakuan

X = Kelompok skperimen menerima perlakuan

O2 = Perlakuan (Tretment) yang diberikan

44
45

Hal yang pertama dilakukan dalam pelaksanaan eksperimen menggunakan

desain One Groups Pretest-Posttest Design ini dilakukan dengan memberikan tes

kepada sampel yang belum diberi perlakuan disebut pretest (O1) untuk

menurunkan tingkat stress akademik mahasiswa. Setelah itu sampel diberikan

treatment (X) dengan teknik Art Therapy musik. Setelah dilakukan perlakuan

kepada sampel, maka diberikan post test untuk mengukur tingkat stress akademik

mahasiswa sesudah dikenakan variabel eksperimen (X). Lalu data hasil pre test

dan post test ditabulasikan kemudian, data tersebut dianalisis dengan

menggunakan teknik Wilcoxon Matched Pair dengan bantuan program Stastitic

Package for Social (SPSS) for Window.

Penelitian ini mencari perbedaan antara kondisi pre-test dan Posttest tentang

stress akademik mahasiswa. Hasil perbedaan antara kondisi pre-test dan Post-test

merupkan hasil perlakuan, yaitu layanan bimbingan kelompok berbasis

pendekatan Art Therapy Musik.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Universitas PGRI Kanjuruhan Malang. Pemilihan

lokasi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa persoalan-persoalan yang diteliti

ada di lokasi ini. Selain itu, dari segi pertimbangan waktu dan biaya, lokasi

penelitian ini dapat penulis jangkau sehingga peneliti dapat melakukan penelitian

di lokasi tersebut. Penelitian ini akan dilaksanakan pada mahasiswa semester akhir

tahun 2023.
46

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah sekelompok kasus yang terdiri dari objek, subjek serta

peristiwa yang berhubungan dengan kriteria spesifik dan merupakan target

generalisasi yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik

kesimpulannya (Nasution, 2009). Dalam penelitian ini populasinya adalah

mahasiswa tingkat akhir pada tahun 2023 di Universitas PGRI Kanjuruhan

Malang.

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang telah

diteliti sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan, hasil dari

generalisasi tersebut berlaku juga bagi populasi penelitian (Nasution dan

Usman, 2007, h. 95).

Mengingat populasi dalam penelitian ini cukup besar, sementara

kemampuan dan kesempatan penulis terbatas, maka dalam penelitian ini

penulis melakukan penarikan sampel dengan teknik purposive sampling

(pengambilan sampel tujuan). Purposive sampling adalah teknik untuk

menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu

yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa bersifat

representatif. Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 10 orang mahasiswa.

Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi (Santoso,

2015). Mahasiswa ini akan dibagi menjadi kelompok Pre-tes dan Post-test.

Adapun syarat untuk pengambilan sampelnya ditentukan oleh peneliti


47

sebanyak 10 orang mahasiswa yang memiliki tingkat stress akademik yang

tinggi. Selain itu agar dinamika kelompok yang berlangsung dalam

kelompok tersebut dapat secara efektif bermanfaat bagi pembinaan para

anggota kelompok, maka jumlah anggota sebuah kelompok tidak boleh

terlalu besar, sekitar 10 orang atau paling banyak 15 orang (Sukardi,

2022). Bimbingan kelompok efektif dilaksanakan jika jumlah

mahasiswanya sebanyak 10 orang. Kekurang-efektifan kelompok akan

mulai terasa jika anggota kelompok melebihi 10 orang

D. Definisi Operasional

Variabel penelitian menurut Sugiono (2019) merupakan suatu atribut yang

memiliki nilai/ sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai

variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik

kesimpulannya. Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain : (1) variabel bebas (X) adalah Art Therapy; (2) variabel terikat (Y) adalah

stress akademik.

1. Stress Akademik

Secara konseptual, menurut Gupta dan Khan (Kadapatti & Vijalakmi,

2012) stres akademik merupakan tekanan mental sehubungan dengan rasa

frustrasi yang berkaitan dengan kegagalan akademik, ketakutan, dan

kesadaran akan memperoleh kegagalan akademik

Stres akademik dalam penelitian ini adalah tinggi rendahnya tekanan

tekanan mental sehubungan dengan rasa frustrasi yang berkaitan dengan


48

kegagalan akademik, ketakutan, dan kesadaran akan memperoleh

kegagalan akademik yang dialami oleh mahasiswa tingkat akhir Univeritas

PGRI Kanjuruhan Malang. Hal ini dapat dilihat dari skor total yang

diperoleh dari kuesioner stres akademik. Indikator perilaku dalam stres

akademik dibagi menjadi dua aspek yaitu stressor dan reaksi terhadap

stres. Stressor terdiri atas lima kategori yaitu frustrasi, konflik, tekanan,

perubahan, dan self imposed, sedangkan reaksi terhadap stress terdiri atas

empat kategori yaitu fisiologis, emosional, perilaku dan penilaian kognitif.

Semakin tinggi skor keseluruhan yang diperoleh maka semakin tinggi

tingkat stres akademik yang dialami oleh mahasiswa tingkat akhir

Univeritas PGRI Kanjuruhan Malang. Semakin rendah skor keseluruhan

yang diperoleh maka semakin rendah tingkat stres akademik yang dialami

oleh mahasiswa tingkat akhir Univeritas PGRI Kanjuruhan Malang.

2. Art Therapy
Art therapy adalah sebuah terapi yang melibatkan proses kreatifitas

manusia dalam menghasilkan suatu karya seni berupa mendengarkan

musik maupun gerak tubuh yang dapat dilaksanakan melalui 6 tahap yaitu:

Contact, Organization, Improvisation, Central theme, Elaboration,

Preservation.

Penelitian ini akan dilaksanakan selam kurang lebih 3 minggu dengan

2 kali pertemuan pada tiap minggunya. Dalam pelaksanananya terdapat 5

kali pertemuan dimana dalam tiap pertemuan memiliki tema yang berbeda.
49

Pada pertemuan pertama seluruh subjek dikumpulkan dan dilakukan

pembinaan rapport. Selanjutnya subjek dijelaskan pengenai maksud,

tujuan dan prosedur penelitian dan diberikan informed concerd sebagai

bukti kesediaan untuk mengikuti seluruh prosedur penelitian. Kemudian

subjek akan dipersilahkan untuk mengisi pretest. Selanjutnya subjek akan

diperkenalkan alat meggambar dan diminta untuk menggambar bebas dan

dilanjutkan refleksi. Setelah itu subjek akan diperkenalkan dengan

beberapa jenis musik oleh fasilitator dan ditirukan.

Pada pertemuan ke-2 sampai pertemuan ke-5 peserta diminta

mendengarkan musik sesuai tema yang telah ditentukan. Setelah

mendengarkan musik dilanjutkan dengan refleksi.

Pada pertemuan ke-5 setelah akhir sesi mendengarkan musik,

dilanjutkan dengan refleksi keseluruhan kegiatan. Setelahnya peserta

diminta untuk mengisi posttest dan lembar evaluasi. Selanjutnya fasilitator

menuutp seluruh rangkaian kegiatan.

E. Instrumen Penelitian

Tabel 3.1
Cara pelaksanaan Art Therapy metode music
Terapis Mahasiswa Keterangan

Mendengarkan dan Mendengarkan berbagai Musik memilik 3 bagian


memahami perasaan music yang telah penting yaitu beat, ritme
responden tersusun dari konselor dan harmony. Beat
mempengaruhi tubuh,
Menanggapi Mengganti lirik lagu ritme mempengaruhi
favorit responden jiwa sedang harmony
dengan afeksi marah, mempengaruhi ruh.
bahagia, kecewa, sedih
50

Fokus pada perubahan Responden


positif diperbolehkan membuat
lagu

Menyesuaikan Memainkan berbagai


komposisi musik dengan instrumen musik seperti
masalah dan tujuan yang drum, gembrengan,
ingin dicapai lonceng, kecapi dan lain-
lain

F. Langkah-langkah Eksperimen

Langkah-langkah eksperimen pada penelitian ini diadaptasi berdasarkan

langkah-langkah art therapy yang dikemukakan oleh Malchiodi (2003). Adapun

rangkaian kegiatan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2
Skenario Kegiatan

Pertemuan Tahap Deskriptor kegiatan Waktu

Pertemuan Pre-test Pengisian skala stress akademik 45 menit

Pertemuan 1 Tahap 1. Menyatakan salam pertemuan 45 menit


pembentukan tanda pembukaan kegiatan dan
mengatur situasi supaya
kondusif
2. Membina hubungan baik
denganseluruh anggota
kelompok
3. Menciptakan suasana
perkenalan, penghangatan atau
pengakraban dengan sebuah
permainan
4. Memberi informasi dan
menjelaskan kepada konseli
mengapa mereka dikumpulkan
51

5. Menyampaikan layanan yang


akan diberikan
6. Memberikan penjelasan terkait
cara pelaksanaan. Baik dari
asas-asas yang digunakan,tata
tertib dan hal apa saja yang
harus diperhatikan selama
proses konseling
7. Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya,
menyatakan diri atau merespon
terhadap situasi kelompok
8. Konselor mengakhiri pertemuan
pertama, mendiskusikan jadwal
pertemuan selanjutnya,
menutupkan pertemuan,
mengucapkan terimakasih dan
berdoa penutup
Tahap peralihan 1. Mengcek kesiapan siswa untuk
masuk dalam kegiatan lebih
lanjut
2. Menjelaskan kegiatan yang
akan ditempuh pada tahap
berikutnya
3. Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya
perihal kegiatan yang belum
dipahami sebelum kegiatan inti
4. Memelihara suasana kelompok
agar tetap semangat, kompak
dan focus pada tujuan
5. Pemimpin kelompok
memberikan lembar kesediaan
mengikuti konseling kelompok
kepada anggota kelompok
Pertemuan 2 Tahap kegiatan 1. Konselor mengkondisikan 45 menit
suasana kelas agar berjalan
52

Pelaksanaan Art dengan tertib, rapi penuh


Therapy 1 kehangatan antara konselor dan
peserta didik.
2. Menanyakan kesiapan anggota
untuk memulai art therapy
3. Menjelaskan tujuan diberikan art
therapy
4. Memberikan kesempatan kepada
peserta didik jika ada yang
kurang jelas
5. Menjelaskan mengenai rangkaian
Art Theraphy, seni apa yang akan
dilaksanakan dan media apa saja
yang dapat dipakai
6. Mempersilahkan peserta untuk
mendengarkan music sesuai
keinginan masing-masing.
Setelah selesai dilanjutkan
dengan refleksi
7. Menyajikan jenis musik dengan
4 ekspresi emosi dasar yaitu
marah, sedih, takut, senang
beserta musik pengiring. Setelah
selesai dilanjutkan dengan
refleksi
8. Konselor menyuruh peserta
untuk mengisi lembar refleksi
diri yang sudah disediakan
9. Konselor dan konseli bersama-
sama mengumpulkan lembar
refleksi diri yang telah diisi
10. Konselor mengakhiri pertemuan,
mendiskusikan jadwal
selanjutnya, mengucapkan terima
kasih dan berdoa
Pertemuan 3 Pelaksanaan Art 1. Konselor mengkondisikan 45 menit
Therapy 2 suasana kelas agar berjalan
53

dengan tertib, rapi penuh


kehangatan antara konselor dan
peserta didik.
2. Menanyakan kesiapan anggota
untuk memulai art therapy
3. Meminta anggota
mendengarkan instrument
music tanpa vokal
4. Meminta anggota
mendengarkan instrument
music dengan vokal
5. Meminta anggota untuk
menirukan bersama gerakan
marah sesuai musik yang
dicontohkan fasilitator
6. Meminta anggota menarikan
bersama gerakan bebas bertema
marah sesuai musik yang di
putar. Setelah selesai
dilanjutkan dengan refleksi
7. Konselor menyuruh peserta
untuk mengisi lembar refleksi
diri yang sudah disediakan
8. Konselor dan konseli bersama-
sama mengumpulkan lembar
refleksi diri yang telah diisi
9. Konselor mengakhiri
pertemuan, mendiskusikan
jadwal selanjutnya,
mengucapkan terima kasih dan
berdoa
Pertemuan 4 Pelaksanaan Art 1. Konselor mengkondisikan 45 menit
Therapy 3 suasana kelas agar berjalan
dengan tertib, rapi penuh
kehangatan antara konselor dan
peserta didik.
2. Menanyakan kesiapan anggota
54

untuk memulai art therapy


3. Konselor menjelaskan tentang
stress akademik
4. Meminta anggota untuk
mendengarkan music kesukaan
responden lain
5. Meminta anggota
mendengarkan music happy.
Setelah selesai dilanjutkan
dengan refleksi
6. Meminta anggota menirukan
bersama gerakan gerakan sesuai
musik yang dicontohkan
fasilitator
7. Meminta anggota untuk
menarikan bersama gerakan
bebas bertema sedih sesuai
musik yang di putar. Setelah
selesai dilanjutkan dengan
refleksi
8. Konselor menyuruh peserta
untuk mengisi lembar refleksi
diri yang sudah disediakan
9. Konselor dan konseli bersama-
sama mengumpulkan lembar
refleksi diri yang telah diisi
10. Pemimpin kelompok
mengucapkan terimakasih dan
menutup kegiatan dengan
berdoa
Pertemuan 5 Pelaksaan Art 1. Konselor mengkondisikan 45 menit
Therapi 4 suasana kelas agar berjalan
dengan tertib, rapi penuh
kehangatan antara konselor dan
peserta didik.
2. Menanyakan kesiapan anggota
untuk memulai art therapy
55

3. Meminta anggota untuk


mendengarkan music dengan
lirik gembira
4. Meminta anggota untuk
mendengarkan music paling
digemari
5. Meminta anggota untum
menirukan bersama gerakan
senang sesuai musik yang
dicontohkan fasilitator
6. Meminta anggota untuk
menarikan bersama gerakan
bebas bertema senang sesuai
musik yang di putar. Setelah
selesai dilanjutkan dengan
refleksi
7. Penutupan rangkaian terapi dan
refleksi secara keseluruhan
mengenai semua sesi
8. Pemimpin kelompok
membagikan refleksi diri
9. Pemimpin kelompok meminta
anggota untuk mengumpulkan
tugas kelompok dan
memberikan evaluasi jalanya
kegiatan pada hari ini.
10. Pemimpin kelompok
mengucapkan terima kasih dan
menutup kegiatan dengan
berdoa
Tahap 1. Pemimpin kelompok 45 menit
termination mengucapkan salam dan
memimpin doa sebelum
( pengakhiran)
kegiatan berlangsung dan
interview kembali terhadap
pertemuan-pertemuan
sebelumnya tentang cara
56

mengatasi stress akademik


2. Pemimpin kelompok
menyampaikan kepada
anggotan kelompok bahwa
konseling kelompok sudah
berakhir
3. Masing- masing anggota
kelompok mengemukakan
kesan dan pesan dalam
mengikuti kegiatan konseling
kelompok selama ini serta
memberikan komitmen untuk
perubahan yang sudah
dilakukan
4. Pemimpin kelompok meminta
salah satu anggota kelompok
untuk memimpin doa dan
mengucapkan terima kasih
Post-test 1. Pemimpin kelompok 45 menit
memberikan skala post test
untuk melihat tingkat
keberhasilan treatment yang
digunakan
2. Pemimpin kelompok memintah
salah satu anggota kelompok
untuk memimpin doa sebelum
kegiatan berakhir dan
mengucapkan salam penutup

G. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan

kuesioner (angket). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2019). Pemberian kuesioner


57

secara langsung kepada responden dapat menghemat waktu dan menciptakan

suatu kondisi yang cukup baik sehingga responden dengan sukarela akan

memberikan data obyektif dan cepat.

H. Metode Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik non

parametrik. Statistik non parametrik digunakan jika data penelitian tidak diambil

menggunakan teknik random sampling (Sugiono, 2019). Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks dengan bantuan program

SPSS 18 for windows.


58
DAFTAR PUSTAKA

Aditia, R. (2012). Manfaat musik instrumental. In Terdapat pada


http://aditiarahargian. com.
Adriani, S. N., & Satiadarma, M. (2011). Efektivitas art therapy dalam
mengurangi kecemasan pada remaja pasien leukemia. In Indonesian Journal
of Cancer (Vol. 5, Issue 1).
Ahyani, R., & Puspitasari, W. (2019). Pengaruh corporate social responsibility
terhadap kinerja keuangan pada perusahaan properti dan real estate yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2017. In Jurnal Akuntansi
Trisakti (Vol. 6, Issue 2).
Akila, L. K., & Nandagopal, C. (2015). An Introduction To Art Therapy And
Creativity In Organisations. In Proceedings of the International Symposium
on Emerging Trends in Social Science Research.
Azwar, S. (2014). Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012. In
Reliabilitas Dan Validitas Edisi (Vol. 4).
Barseli, M., Ifdil, I., & Nikmarijal, N. (2017). Konsep stres akademik siswa. In
Jurnal konseling dan pendidikan (Vol. 5, Issue 3).
Busari, A. O. (2014). Academic stress among undergraduate students: Measuring
the effects of stress inoculation techniques. In Mediterranean Journal of
Social Sciences (Vol. 5, Issue 27 P2).
Chibbaro, J. S., & Camacho, H. (2011). Creative Approaches to School
Counseling: Using the Visual Expressive Arts as an Intervention. In Georgia
School Counselors Association Journal (Vol. 18, Issue 1). ERIC.
Etiafani, E., & Listiara, A. (2015). Self-Regulated Learning dan kecemasan
akademik pada siswa SMK. In Jurnal Empati (Vol. 4, Issue 4). Faculty of
Psychology, Diponegoro University.
Geraldina, A. M. (2017). Terapi Musik: Bebas Budaya atau Terikat Budaya? In
Buletin Psikologi (Vol. 25, Issue 1).
Gusty, R. P., & Merdawati, L. (2020). Self-care behaviour practices and
associated factors among adult hypertensive patient in Padang. In Jurnal
Keperawatan (Vol. 11, Issue 1).
Haeyen, S., Van Hooren, S., & Hutschemaekers, G. (2015). Perceived effects of
art therapy in the treatment of personality disorders, cluster B/C: A
qualitative study. In The Arts in Psychotherapy (Vol. 45). Elsevier.
Hartz, L., & Thick, L. (2005). Art therapy strategies to raise self-esteem in female
juvenile offenders: A comparison of art psychotherapy and art as therapy
approaches. In Art Therapy (Vol. 22, Issue 2). Taylor & Francis.

58
59

Iswanti, S. (2018). Alat Bantu Pengidentifikasi Tingkat Stres Mahasiswa Yang


Sedang Mengerjakan Tugas Akhir/skripsi. In Jurnal Informatika Upgris
(Vol. 4, Issue 1).
Kendall, P. C., & Hammen, C. (1998). Abnormal Psychology Human Problems
Understanding. Boston: Houghton Mifflin Company.
Malchiodi, C. A. (2005). Art therapy. Guilford Press.
Mulyaningtyas, D., Pranela, N., & Syafrina, M. (2023). Factor Analysis Of
Working Environment Factors, Worker Awareness, Top Management,
Worker Communication, Regulations and Procedures (K3), And Availability
of Signs (K3) to The Occupational Health And Safety (K3) Implementation
At PT. Primary Mirasindo. In JOURNAL OF APPLIED BUSINESS
ADMINISTRATION (Vol. 7, Issue 1).
Nasir, A., Muhith, A., & Ideputri, M. E. (2011). Buku ajar metodologi penelitian
kesehatan. In Yogyakarta: Nuha Medika.
Nasution, S. (2009). Metode Research (penelitian ilmiah). Bumi Aksara.
Nurmaliyah, F. (2014). Menurunkan stres akademik siswa dengan menggunakan
teknik self-instruction. In Jurnal pendidikan humaniora (Vol. 2, Issue 3).
Olejnik, S. N., & Holschuh, J. P. (2016). College Rules! How to Study. In
Survive, and Succeed.
Rahmawati, D., Fahrudin, A., & Abdillah, R. (2022). Hubungan Kontrol Diri
Dengan Stres Akademik Akibat Pembelajaran Hybrid Dalam Masa Pandemi
Covid-19 Di Smk X Kota Bekasi. In KHIDMAT SOSIAL: Journal of Social
Work and Social Services (Vol. 2, Issue 2).
Rani, V., Deep, G., Singh, R. K., Palle, K., & Yadav, U. C. S. (2016). Oxidative
stress and metabolic disorders: Pathogenesis and therapeutic strategies. In
Life sciences (Vol. 148). Elsevier.
Santrock, J. W., & Santrock, J. W. (2007). Psikologi Pendidikan edisi kedua.
Kencana Prenada Media Group.
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2014). Health psychology: Biopsychosocial
interactions. John Wiley & Sons.
Sholihah, I. N. (2017). Kajian teoritis penggunaan art therapy dalam pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling di SMK. In Proceeding International
Conference.
Simbolon, I. (2015). Reaksi stres akademis mahasiswa keperawatan dengan
sistem belajar blok di fakultas keperawatan x bandung. In Jurnal Skolastik
Keperawatan (Vol. 1, Issue 01).
60

Solikhah, Y. N. (2019). Hubungan antara Big Five Personality dengan Stress


Akademik pada Mahasiswa Kedokteran. In Naskah Publikasi, Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel.
Sukardi, H. M. (2022). Metode penelitian pendidikan tindakan kelas:
implementasi dan pengembangannya. Bumi Aksara.
Weidner, G., Kohlmann, C.-W., Dotzauer, E., & Burns, L. R. (1996). The effects
of academic stress on health behaviors in young adults. In Anxiety, stress,
and coping (Vol. 9, Issue 2). Taylor & Francis.
Wilks, S. E. (2008). Resilience amid academic stress: The moderating impact of
social support among social work students. Advances in Social Work, 9(2),
106–125.
Wistarini, N., & Marheni, A. (2019). Peran dukungan sosial keluarga dan efikasi
diri terhadap stres akademik mahasiswa baru Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana angkatan 2018. In Jurnal Psikologi Udayana Edisi
Khusus Psikologi Pendidikan.
Yusoff, M. S. B., Rahim, A. F. A., & Yaacob, M. J. (2010). Prevalence and
sources of stress among Universiti Sains Malaysia medical students. In The
Malaysian journal of medical sciences: MJMS (Vol. 17, Issue 1). School of
Medical Sciences, Universiti Sains Malaysia.

Anda mungkin juga menyukai