Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KELOMPOK

FILSAFAT BAHASA ZAMAN YUNANI


Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Filsafat Bahasa

Dosen Pengampu:
Prof.Dr. I Wayan Rasna, M.Pd.

Disusun Oleh:
Wikan Ayu Pramesti (2112011008)
Ni Luh Putu Verunia Kamalini (2112011009)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA


INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN
GANESHA SINGARAJA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, makalah yang berjudul “Filsafat Bahasa
Zaman Yunani’’ dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah ‘’Filsafat Bahasa’’ tahun ajaran 2023/2024 Universitas
Pendidikan Ganesha.
Makalah ini bisa diselesaikan berkat dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. I Wayan Rasna, M. Pd.
selaku Dosen Pengampu mata kuliah Filsafat Bahasa. Terima kasih juga disampaikan kepada
teman sejawat yang telah memberikan sumbangan pemikiran demi kesempurnaan makalah
ini
Penulis menyadari bahwa makalah ini telah dibuat dengan semaksimal mungkin,
meski telah disusun dengan maksimal. Untuk itu, penulis berharap kepada pembaca agar
dapat memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Singaraja, 17 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Perkembangan Filsafat Pada Masa Pra Srocrates..............................................3
2.2 Perkembangan Filsafat Pada Masa Socrates......................................................3
2.3 Perkembangan Filsafat Pada Masa Plato...........................................................4
2.4 Perkembangan Filsafat Pada Masa Aristoteles..................................................6
2.5 Perkembangan Filsafat Pada Masa Stoa............................................................7
BAB III PENUTUP..........................................................................................................8
3.1 Simpulan............................................................................................................8
3.2 Kritik dan Saran.................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Zaman Yunani Kuno sangatlah identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani
disebutkan, maka yang ada dibenak para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah
filsafat itu sendiri. Oleh bangsa Yunani, filsafat dijadikan sebagai landasan berfikir untuk
menggali ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani
merupakan pintu awal memasuki peradaban baru umat manusia, inilah titik awal manusia
menggunakan rasio berpikir untuk meneliti sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam
jagad raya (Maisztre, 2014). Kata filsafat berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “philosophia”
yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan. Pada saat
zaman Yunani, filsafat diartikan cinta kearifan. Filsafat merupakan suatu usaha untuk
memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi)
yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun. Bidang
filsafat sangatlah luas dan mencakup keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran.
Filsafat berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam
semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Manusia
adalah makhluk yang memiliki rasa ingin tahu. Dengan rasa keingintahuan ini, manusia
akan termotivasi untuk mencari kebenaran dalam hidupnya. Begitu manusia menemukan
kesadarannya, maka menuntut dirinya untuk hidup dalam kebenaran. Hal tersebut terlihat
pada zaman sekarang ini telah memiliki manfaat yang sangat besar dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Filsafat berkembang dari masa ke masa,
banyak hal yang tidak diketahui tahap-tahap dan perkembanganya sebagai cikal bakal dari
filsafat itu sendiri. Karena filsafat bukanlah suatu disiplin ilmu, maka sesuai dengan
definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat tidak akan pernah habis untuk dibahas.
Filsafat melewati beberapa perkembangan, salah satunya adalah pada zaman Yunani.
Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah peradaban manusia. Hal
ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris, yaitu pola pikir
yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Pada saat itu, gempa
bumi bukanlah suatu fenomena biasa melainkan suatu fenomena di mana Dewa Bumi yang
sedang menggoyangkan kepalanya. Periode Ini dimulai dari perkembangan filsafat pra
Socrates, Socrates, Plato, Aristoteles dan Stoa. Pada zaman Yunani, filsafat bukanlah
suatu disiplin teoretis, melainkan cara hidup yang konkret dan suatu pandangan hidup
yang total tentang manusia dan alam. Pada perkembanganya, cara pandang terhadap
filsafat tersebut mengalami banyak pergeseran dan perubahan. Namun demikian, sampai
saat ini pun filsafat merupakan salah satu bidang studi yang dikembangkan dalam
kehidupan sehari- hari. Peran filsafat begitu besar dalam memengaruhi suatu kepribadian,
dalam arti filsafat mampu memengaruhi sikap hidup, cara berfikir, kepercayaan atau
ideologi. Filsafat juga mampu mewarisi subjek atau pribadi masing-masing individu
dengan sedemikian kuatnya, sehingga individu tersebut menjadi salah satu penganut
paham filsafat baik secara langsung ataupun tidak. Mengenai perkembangan filsafat
sangatlah penting perananya terhadap perkembangan pemikiran manusia untuk
kedepannya. Sebab, pembahasan tentang filsafat akan menyelidiki, menggali dan
menelusuri sedalam, sejauh, dan seluasnya tentang hakikat hidup dan aspek di dalamnya.
Oleh sebab itu, makalah ini mengangkat topik “Filsafat Pada
1
Zaman Yunani”. Dalam makalah ini akan menjabarkan secara singkat dan rinci terkait
perkembangan filsafat pada Zaman Yunani, yaitu masa pra Socrates, Socrates, Plato,
Aristoteles dan Stoa.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari latar latar belakang, sebagai berikut:
1. Bagaimana Perkembangan Filsafat Bahasa Pada Masa Pra- Socrates?
2. Bagaimana Perkembangan Filsafat Bahasa Pada Masa Socrates?
3. Bagaimana Perkembangan Filsafat Bahasa Pada Masa Plato?
4. Bagaimana Perkembangan Filsafat Bahasa Pada Masa Aristoteles?
5. Bagaimana Perkembangan Filsafat Bahasa Pada Masa Stoa?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah berdasarkan uraian permasalahan di atas yaitu:

1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, makalah ini diharapkan akan memberikan kontribusi didalam
pengembangan ilmu pengetahuan mengenai sejarah perkembangan filsafat bahasa
zaman Yunani kuno yaitu filsafat pada masa Pra Socrates, masa Socrates, masa Plato,
masa Aristoteles, dan masa Stoa.
2. Manfaat praktis
a. Bagi penulis, makalah ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi mengenai
perkembangan filsafat bahasa zaman Yunani kuno.
b. Bagi masyarakat, makalah ini dapat memberikan wawasan bagi masyarakat agar
memahami manfaat mempelajari perkembangan filsafat bahasa zaman Yunani
kuno.
c. Bagi mahasiswa, makalah ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam belajar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Filsafat Bahasa Pada Masa Pra- Socrates


Pada masa awal ini sering disebut dengan filsafat alam. Penyebutan tersebut
didasarkan pada munculnya banyak pemikir/filosof yang memfokuskan pemikirannya pada
apa yang diamati di sekitarnya, yakni alam semesta. Mereka memikirkan alam mencari unsur
induk yang dianggap asal dari segala sesuatu. Pandangan para filosof ini melahirkan
monisme, yaitu aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental.
Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau sebutansi lainnya yang tidak dapat
di ketahui. Pada zaman masa ini para filosof mulai berfikir ulang dan tidak mempercayai
sepenuhnya pengetahuan yang didasarkan pada mitos-mitos, legenda, kepercayaan yang
sedang menjadi meanstreamdi masyarakat waktu itu. Mereka mempercayai bahwa
pengetahuan bisa didapatkan melalui proses pemikiran dan mengamati. Salah satu pemikir
pertama pada masa ini adalah Thales (624
– 545 SM) berfikiran bahwa zat utama yang menjadi dasar semua kehidupan adalah air.
Anaximander (610 – 546 SM) adalah murid dari Thales, tetapi walaupun begitu Thales
berbeda pendapat dengan gurunya. Thales berfikiran bahwa permulaan yang pertama tidak
bisa ditemukan (apeiron) karena tidak memiliki sifat-sifat zat yang ada sekarang. Ia
mengatakan bahwa segala hal berasal dari satu subtansi azali yang abadi, tanpa terbatas yang
melingkupi seluruh alam.

2.2 Perkembangan Filsafat Bahasa Pada Masa Socrates


Kemunculan Sokrates terlebih dulu didahului oleh kemunculan kaum sofis. Sokrates
hadir dalam rangka menjawab apa yang telah mapan dalam konstruksi pemikiran kaum Sofis.
Kaum Sofis sejak zaman Yunani Kuno sudah tidak baik. Dengan kehebatan mereka dalam
berargumentasi, kaum Sofis dianggap sering menghalalkan segala cara untuk memenangkan
perkara agar mendapatkan simpati masa-tujuannya akhirnya uang. Keberadaan kaum sofis
dalam sejarah filsafat memiliki arti penting. kaum Sofis menjadikan manusia sebagai pusat
pemikiran filsafatnya. Pandangan relativisme kaum Sofis mengatakan bahwa tidak ada
pengenalan pun yang bersifat absolut atau objektif. Akibat dari paham yang demikian, maka
ukuran kebenaran menjadi relatif dan subjektif. Maka dari itu sangat tidak mungkin
kemunculan Sokrates dipisahkan dari kehadiran kaum Sofis. Sokrates adalah orang yang juga
menguasai seni berargumentasi seperti kaum Sofis, ia mempertanyakan pandangan-
3
pandangan

4
tradisional mengenai moralitas. Sokrates tampil sebagai upaya untuk memberikan sebuah
jawaban atas pandangan kaum Sofis. Dalam kaitannya dengan kaum Sofis, sebenarnya kalau
melihatnya secara sepintas antara Sokrates dengan kaum Sofis tidak memiliki banyak
perbedaan. Sama dengan kaum Sofis, Sokrates memulai filsafatnya dengan bertolak dari
pengalaman sehari-hari. Menurut Sokrates di dunia ini ada kebenaran yang bersifat objektif,
kebenaran itu tidak bergantung pada saya atau kita. Dan untuk membuktikan adanya
kebenaran yang objektif, Sokrates menggunakan metode tertentu. Metode tersebut kita kenal
dengan metode dialektika dari kata kerja Yunani yang berarti bercakap-cakap atau berdialog.
Metode Sokrates ini dikatakan sebagai metode dialektika karena memiliki peranan penting di
dalamnya. Di dalam metode itu terdapat dua penemuan, kedua-duanya menyangkut
berkenaan dengan dasar pengetahuan. Yang pertama ia menemukan induksi dan yang kedua
ia menemukan definisi. Dengan definisi Sokrates dapat membuktikan kepada kaum Sofis
bahwa pengetahuan yang umum ada, yaitu definisi itu. Dalam hal ini kaum Sofis tidak
seluruhnya benar: yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian
bersifat khusus; yang khusus itulah pengetahuan yang kebenarannya relatif.
2.3 Perkembangan Filsafat Bahasa Pada Masa Plato
Plato adalah salah seorang murid dan sekaligus teman Sokrates. Plato adalah penulis
terbesar dalam filsafat dan seorang penulis drama yang genius. Akan tetapi sumbangsih Plato
dalam perkembangan filsafat Barat tidak dapat diabaikan. Plato memiliki pemikiran yang
sangat luar biasa. Yang terkenal dari pemikiran filsafat Plato adalah tentang Ide. Melalui
ajarannya tentang ide-ide, Plato bukan hanya berhasil menciptakan suatu sistem filsafat yang
merangkum dan merangkul berbagai persoalan filosofis sebelumnya (misalnya, persoalan
Parmenides des versus Herakleitos47), ia juga membangun kerangka pemikiran yang
memiliki pengaruh luar biasa, bahkan hingga beratus-ratus tahun setelah kematiannya. Lebih
jauh, sekarang berbicara tentang Ide? Ide dalam pandangan Plato adalah citra pokok dan
perdana dari realitas (berasal dari kata Yunani, eidos, yang berarti gambar atau citra) hal ini
berbeda dengan “ide” dalam bahasa Indonesia. Ide-ide itu bersifat nonmaterial, abadi, dan
tidak berubah. Menurut ide-ide sebagai citra pokok inilah, segala benda yang konkrit-
kelihatan terbentuk dan mendapatkan wujudnya. Ide-ide ada secara objektif. Artinya, ide-ide
ada begitu saja tanpa tergantung pada dunia pemikiran dan proses pencerapan indrawi kita.
Yang ada di dunia ide ialah ide, sifatnya: satu dalam macamnya, tetap dari itu tidak berubah
ubah. Ide-ide itu merupakan suatu yang sungguh-sungguh ada: realitas. Dunia ide ada
tingkatan-tingkatan di antara ide, adapun ide tertinggi ialah ide „kebaikan‟. Ide yang baik ini
adalah ide dari segala ide. Lebih lanjut, Plato mengajarkan bahwa ide-ide tidak lepas dari

5
yang lain. Ide seekor singa

6
misalnya, mempunyai hubungan dengan “ide satu”, sedangkan “ide satu” sendiri mempunyai
hubungan dengan “ide ganjil”. Contoh lain, “ide api” mempunyai hubungan dengan “ide
panas” dan lain sebagainya. Berdasarkan pandangannya tentang ide-ide ini, Plato menyatakan
adanya dua dunia, yakni dunia ide-ide yang hanya terbuka bagi rasio kita (dunia rasional),
dan dunia jasmani yang hanya terbuka bagi indra kita (dunia indrawi). Dalam dunia rasional,
tidak ada perubahan dan kenisbian. Perubahan dan kenisbian hanya ada dalam dunia indrawi
yang memang memperlihatkan ketidakmantapan tanpa henti. Singa ini atau singa itu akan
mati, namun singa pada umumnya, yakni ide tentang singa, tinggal tetap. Begitu juga dengan
benda- benda yang lain semisal kursi, meja dan lain-lain. Meja, kursi, serta sesuatu yang ada
pasti akan musnah akan tetapi ide tentang meja, kursi dan lain-lain akan tetap. Di atas telah di
paparkan tentang ide-ide dan teori dua dunianya, maka dari itu perlu dipaparkan di sini
tentang mite sebagai mana di jelaskan dalam buku ketujuh Politeia. Dalam keterangan di
sebutkan bahwa ada sebuah gua yang gelap. Di dalam gua tersebut terdapat beberapa orang
tahanan yang terbelenggu sedemikian rupa, sehingga ia pun tidak bisa menggerakkan
kepalanya dan hanya menghadap ke dinding gua. Sedangkan di belakang mereka ada api
menyala. Di antara api dan para tahanan ada jalan, di mana para budak berlalu lalang dengan
berbagai macam barang bawaannya. Hal yang demikian itu kemudian mengakibatkan adanya
berbagai macam bayangan yang dipantulkan pada dinding gua. Para tahanan tentu
menganggap hal itu sebagai realitas sejati dan tidak ada realitas yang lain. Akan tetapi, pada
suatu ketika ada seorang tahanan berusaha melepaskan diri dari belenggu dalam penjara itu.
Ia berhasil dan lantas mengerti bahwa pemandangan yang selama ini dia lihat di dalam gua
hanyalah bayang-bayang dari sebuah benda yang dibawa oleh budak. Akan tetapi setelah
berada di luar gua, matanya membiasakan diri dengan cahaya. Ia melihat pohon, sungai,
gunung, dan berbagai macam bentuk yang ada di dunia di luar gua. Waktu berjalan, di mulai
melihat matahari, semula ia berpikir telah meninggalkan realitas, tetapi secara
berangsurangsur mulai menyadari bahwa itulah realitas yang sebenarnya dan bahwa ia dulu
belum pernah sama sekali memandangnya. Setelah itu, ia kembali ke dalam gua di mana
teman-temannya yang lain masih terbelenggu. Kemudian ia bercerita kepada teman-temannya
bahwa yang dilihat mereka pada dinding gua itu bukanlah realitas yang sebenarnya,
melainkan hanyalah bayangan. Namun, teman- temannya tidak percaya dengan apa yang
telah dikatakannya, dan seandainya mereka tidak terbelenggu, pasti mereka akan membunuh
siapa saja yang berusaha membunuh orang yang berusaha melepaskan dari belenggunya.
Kalimat terakhir ini mengiaskan kematian Sokrates. Lalu apa yang dapat kita pahami dari
cerita di atas? Sebenarnya cerita mite ini lebih kepada bagaimana menjelaskan bahwa gua

7
adalah dunia yang dapat ditangkap oleh indra. Dalam hal

8
ini orang tahanan diumpamakan kebanyakan orang karena mereka menerima pengalaman
spontan begitu saja. Akan tetapi, ada beberapa orang yang memperkirakan bahwa realitas
indrawi hanyalah bayangan, mereka adalah filsuf. Di samping itu filsafat Plato ada tentang
Sõma-Sema, dan filsafat kenegaraan.
2.4 Perkembangan Filsafat Bahasa Pada Masa Aristoteles
Aristoteles dilahirkan di Stgeira, Yunani Utara, anak seorang dokter pribadi raja
Makedonia. Dan ketika berumur 18 tahun ia dikirim ke Athena untuk belajar pada Plato. Ia
belajar pada Plato selama 20 tahun. Ketika Plato meninggal dunia Aristoteles mendirikan
sekolah di Assos (Asia Kecil). Aristoteles memiliki kecenderungan berpikir saintifik tampak
dari pandangan-pandangan filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode
empiris. Dan pandangan filsafatnya lebih mengarah kepada hal-hal yang konkret. Dia juga
pernah menjadi guru dari seorang jenderal terkenal yaitu Alexander Agung. Aristoteles
memiliki karya luar biasa adalah filsafat etika, negara, logika, dan metafisika. Di dalam dunia
filsafat Aristoteles di kenal sebagai bapak logika. Logika Aristoteles dikenal sebagai logika
tradisional dan sebagai pengantar pada logika modern. Logika tradisional di sini di sebut
dengan logika formal. Sedangkan bagi kaum santri dikenal dengan sebutan ilmu
Manthiq.Aristoteles walaupun menjadi murid Plato, namun dalam beberapa hal ia tidak
sependapat dengan pandangan Plato. Berbeda dengan Plato tentang persoalan kontradiktif
antara tetap dan mejadi, Aristoteles menerima yang berubah dan menjadi, yang bermacam-
macam bentuknya, yang semua itu berada di dunia pengalam sebagai realitas yang
sesungguhnya. Itulah sebabnya filsafat Aristoteles di sebut sebagai realisme. Pandangan Plato
bagi Aristoteles merupakan filosofi tentang adanya yang ada dan adanya yang tidak ada.
Aristoteles melengkapinya dengan bahwa manusia berpotensi mengembangkan ide, dan
pengembangannya tersebut dipengaruhi oleh penglihatan, pengalaman, dan pengertian-
pengertian, sehingga ide dan realitas segala yang ada menyatu dalam suatu terminologi
filosofis. Di sini sebenarnya Plato mempelajari keberadaan yang ada sebagai suatu
keseluruhan, dan yang dipelajarinya adalah dunia yang tidak kelihatan yakni dunia ide.
Sedangkan Aristoteles membagi adanya itu dalam berbagai lingkungan seperti fisika, biologi,
etika, politik, dan psikologi. Aristoteles mempelajari sesuatu kenyataan yang tampak.
Pandangan Aristoteles sangat luas dalam bidang filsafat, maka dari itu ia juga memberikan
suatu pandangan tentang konsep Tuhan. Aristoteles adalah orang yang percaya terhadap
adanya Tuhan, baginya bukti adanya Tuhan ialah bahwa Tuhan adalah penyebab utama
adanya gerak (a first cause of motion). Sedangkan pandangannya mengenai etika, Aristoteles
mengatakan bahwa etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan sebagai barang

9
tertinggi dalam kehidupan, etika juga dapat mendidik manusia supaya memiliki sikap yang
pantas dalam segala perbuatan. Berbicara tentang filsafat Aristoteles sesungguhnya masih
banyak bahasan yang perlu disajikan dalam pembahasan ini. Namun yang paling penting dari
ajaran Aristoteles adalah masalah logika dan dia memperkenalkan cara berpikir silogisme.
Silogisme adalah setiap penyimpulan dari dua keputusan yang disimpulkan dengan suatu
keputusan yang baru. Keputusan baru itu berkaitan erat dengan premispremis sebelumnya.
Jika kedua premis benar, dengan sendirinya penyimpulan akan benar. Sedangkan contoh
silogisme itu sendiri antara lain adalah sebagai berikut: Setiap makhluk akan musnah - Dunia
adalah makhluk - Maka, dunia akan musnah.
2.5 Perkembangan Filsafat Bahasa Pada Masa Stoa
Stoikisme atau dikenal dengan sebutan Stoa dalam Bahasa Yunani adalah sebuah
aliran atau mazhab filsafat Yunani kuno yang didirikan di kota Athena, Yunani yang
didirikan oleh Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 Sebelum Masehi. Ajaran sekolah atau
mazhab stoa sangat luas dan beragam, tetapi dapat disimpulkan bahwa pijakannya adalah
meliputiperkembangan logika yang (terbagi dalam retorika dan dialektika), fisika dan etika
(memuat teologi dan politik). Pandangan yang mencolok tentang etika adalah bagaimana
manusia memilih sikap hidup dengan menekankan apatheia, hidup pasrah atau tawakal
menerima keadaannya di dunia. Sikap tersebut merupakan cerminan dari kemampuan nalar
manusia, bahkan kemampuan tertinggi dari semua hal. Fokus filsafat stoikisme adalah dalam
bidang etika. Stoa memiliki perbedaan tajam dengan gagasan intelektual tua lainnya,
yaitu epikureanisme (mencapai kebahagiaan) dan skeptisisme (dogmatis). Stoikisme
merupakan aliran filsafat yang paling berhasil dan sangat berpengaruh dalam aliran Filsafat
Yunani Kuno karena relevansinya terhadap sikap manusia dan sistem pemerintahan saat itu.
Sumbangan pemikiran kaum tersebut terhadap filsafat bahasa cukup besar terutama dalam
menentukan prinsip-prinsip analisisnya secara sistematis. Pertama, kaum Stoa telah
membedakan antara studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara gramatika. Kedua,
mereka telah menciptakan beberapa istilah teknis khusus untuk berbicara tentang
bahasa. Ketiga, kedua kemajuan tersebut ada hubungannya dengan perbedaan kaum Stoa dan
logika Peripatetik dari penganut Aristoteles. Langkah pertama kaum Stoa untuk
mendeskripsikan tentang hakikat bahasa terutama tentang makna dengan membedakan tiga
aspek utama bahasa: (1) tanda atau simbol, sign yang disebut semainon, dan ini adalah bunyi
atau materi bahasa. (2) Makna yang diistilahkan semainomenon, atau lekton. (3) Hal-hal
eksternal yang disebut benda atau situasi yang diistilahkan dengan to pragma atau to
tungchanon.

1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kata filsafat berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “philosophia” yang apabila
diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan. Pada saat zaman Yunani,
filsafat diartikan cinta kearifan. Zaman Yunani Kuno sangatlah identik dengan filsafat. Ketika
kata Yunani disebutkan, maka yang ada dibenak para peminat kajian keilmuan bisa
dipastikan adalah filsafat itu sendiri. Oleh bangsa Yunani, filsafat dijadikan sebagai landasan
berfikir untuk menggali ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, periode perkembangan filsafat
Yunani merupakan pintu awal memasuki peradaban baru umat manusia, inilah titik awal
manusia menggunakan rasio berpikir untuk meneliti sekaligus mempertanyakan dirinya dan
alam jagad raya (Maisztre, 2014).
Pada masa pra Socrates, pada masa awal ini sering disebut dengan filsafat alam.
Penyebutan tersebut didasarkan pada munculnya banyak pemikir/filosof yang memfokuskan
pemikirannya pada apa yang diamati di sekitarnya, yakni alam semesta. Mereka memikirkan
alam mencari unsur induk yang dianggap asal dari segala sesuatu. Pada masa Socrates,
Sokrates tampil sebagai upaya untuk memberikan sebuah jawaban atas pandangan kaum
Sofis. kaum Sofis mengatakan bahwa tidak ada pengenalan pun yang bersifat absolut atau
objektif. Pada masa Plato, keragka pemikiran berupa ide-ide yang objektif Ide-ide itu
merupakan suatu yang sungguh-sungguh ada: realitas. Pasa masa Aristoteles, Aristoteles
memiliki kecenderungan berpikir saintifik tampak dari pandangan-pandangan filsafatnya
yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Dan pandangan filsafatnya lebih
mengarah kepada hal-hal yang konkret. Terakhir, masa Mizhab Stoa (aliran Stoa).
Perkembangan logika yang terbagi dalam retorika dan dialektika, fisika dan etika (teologi dan
politik).

3.2 Kritik dan Saran


Demikian makalah yang bisa penulis susun, penulis menyadari penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Kami sebagai penulis dan
penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah ini namun akan
lebih baik jika makalah ini mendapatkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Kami merasa bahwa masih terdapat kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang kami
milikki. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini agar lebih baik kedepannya. Penulis akan
memperbaiki makalah ini dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca. Terima kasih.

1
DAFTAR PUSTAKA

Amir Syuhada. (2010). PERANAN BAHASA DALAM PERKEMBANGAN FILSAFAT.


Jurnal At-Ta’dib. Vol. 5. No. 1 Shafar 1430. Hlm 103-155. Link:
https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tadib/article/view/586
Annisa Yuliani. 2022. Sejarah Perkembangan Filsafat Bahasa Halaman 1 – Kompasiana.com.
KOMPASIANA. [diakses pada tanggal 8 April 2023]. Tersedia pada:
https://www.kompasiana.com/annisa38874/62986979bb4486590a623d32/sejarah-
perkembangan-filsafat-bahasa

ARISTOTELES, P. D. MENGENAL FILSAFAT ANTARA METODE PRAKTIK DAN


PEMIKIRAN SOCRATES.

Breakup M. 16 April 2022. Cynicism vs. Skepticism and Hedonism vs. Epicureanism –
Philosophical Perspectives - Makeup & Breakup. Makeup & Breakup. [diakses pada
tanggal 8 April 2023]. Tersedia pada: https://makeupandbreakup.com/2022/04/16/cynicism-
vs-skepticism-and-hedonism- vs-epicureanism-philosophical-perspectives/

Darmawan, I., Nugraha, R. S., & Sukmana, S. (2022). ESSENSI MAZHAB SEJARAH
DALAM PERKEMBANGAN FILSAFAT HUKUM. Pakuan Justice Journal of Law
(PAJOUL), 3(1), 1-14.

FILSEN2. 2021. Sejarah Perkembangan Filsafat dari Zaman Yunani Kuno Hingga Masa Kin.
Uns.ac.id. [diakses pada tanggal 8 April 2023]. Tersedia pada:
https://spada.uns.ac.id/mod/assign/view.php?id=153870

Tanjung, L. A. (2022). SEJARAH FILSAFAT DI TANAH YUNANI. Journal of Social


Research, 1(4), 232-238.

Anda mungkin juga menyukai