DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
a. Reptil yang hidup dikandang cenderung mendekati sumber panas seperti lampu
untuk meningkatkan aktivitas metabolisme dan dia tetap berada disana sehingga
beresiko mengalami Luka bakar (thermal burn). Hal ini terjadi akibat kesalahan
manajemen kandang. Respon tersebut berkaitan dengan sistem integumen,
mengapa demikian, berikan pendapat anda.
b. Saat ekdisis, reptil sangat rentan terhadap infeksi dan dehidrasi. Mengapa
demikian?
➢ Jawab : Ekdisis merupakan pergantian kulit yang dikendalikan oleh kelenjar
tiroid, reptil sangat rentan terhadap infeksi dandehidrasi karena selama
ekdisis, sel-sel yang terdapat pada lapisan intermedia aktif membelah
sehingga menghasilkan tiga lapisan baru pada epidermis. Jika proses ini
selesai maka limfa akan berdifusi kedalam area diantara dua lapisan dan
enzim dilepaskan untuk membentuk zona pembelahan. Kulit yang lama akan
terkelupas dan digantikan dengan kulit yang baru.
c. Bandingkan sistem integumen antar kelas pada sub filum vertebrata
KESIMPULAN :
Lapisan epidermis terluar pada ikan umumnya merupakan sel-sel hidup (non
keratin) dan dilapisi mukus, sementara pada ampibia, reptilia, aves dan mamalia
merupakan sel-sel mati dengan kata lain mengalami keratinisasi. Lapisan
epidermis ikan terdiri dari dua tipe sel yaitu sel epidermal dan kelenjar uniseluler.
Sistem integumen ampibia merupakan salah satu sistem organ yang paling
penting karena kulit tidak sekedar berfungsi untuk proteksi tetapi juga sebagai
organ sensoris, termoregulasi, osmoregulasi, respirasi, penanda jenis kelamin,
kamuflase serta reproduksi. Kulit ampibia terdiri dari epidermis dan dermis yang
dipisahkan oleh membran basalis. Epidermis lebih tipis jika dibandingkan dengan
vertebrata lainnya karena stratum korneum hanya terdiri dari satu lapis sehingga
tidak mencegah sifat permeabilitas kulit. Dermis ampibia sangat vaskuler, lapisan
terluarnya disebut stratum spongiosum dan lapisan dibawahnya disebut stratum
kompaktum. Ampibia memiliki dua tipe kelenjar yaitu kelenjar mukosa dan
kelenjar granuler (racun). Kelenjar mukosa biasanya terdapat di area tubuh bagian
dorsal, menghasilkan mukus yang berfungsi untuk mempertahankan kelembapan
kulit sekaligus untuk mencegah kehilangan air yang berlebihan. predator. Sebagian
besar sekresi kelenjar pada sesilia, anura dan salamander bersifat iritatif pada kulit
manusia dan beberapa diantaranya memproduksi racun yang dapat menyebabkan
kematian pada manusia seperti Dendrobates dan Phyllobates. Warna ampibia
dipengaruhi oleh keberadaan sel-sel pigmen (kromatofor) yang terdapat di area
stratum spongiosum. Ada tiga kelas kromatofor yang berperan penting untuk
memberikan warna pada kulit yaitu melanofor, iridofor dan xantofor.
Kulit reptil kaya akan keratin dan lapisan lipid sehingga teksturnya keras dan
sangat efektif mencegah kehilangan air. Epidermis biasanya terdiri dari tiga area
yaitu stratum basale, stratum granulosum dan stratum korneum. Seluruh
permukaan tubuh reptil atau setidaknya sebahagian besar, kulit mengalami
modifikasi menjadi sisik. Sisik dapat dibedakan menjadi plates, shield, laminae,
lamellae, scute, scansor atau tubercle. Dermis terdiri dari jaringan ikat fibrosa,
darah, pembuluh limfatik, saraf dan sel-sel pigmen. Beberapa spesies memiliki
dermis yang berbentuk seperti lempengan tulang yang disebut osteodermal.
Ekdisis merupakan pergantian kulit yang dikendalikan oleh kelenjar tiroid.
sistem integumen mamalia terdiri dari dua lapisan utama yaitu epidermis dan
dermis yang dihubungkan oleh membran basalis. Modifikasi dermis dapat berupa
rambut, kuku dan kelenjar. Epidermis tersusun atas beberapa strata dimulai dari
yang terdalam sampai terluar yaitu basale, spinosum, granulosum, lusidum dan
korneum. Ada beberapa tipe sel yang menyusun epidermis yaitu keratinosit yang
sangat dominan, sel langerhan yang terletak disebelah atas stratum spinosum, sel
merkels yang merupakan reseptor sensorik serta kromatofor yang terdapat pada
bagian basal dan merupakan penghasil melanin.
TUGAS II
h. Karakteristik Eberth-Katschenko?
➢ Jawab : Lapisan Eberth-Katschenko (EK) terjadi antara dermis spongiosa dan
kompak dan dikenali melalui reaksi basofilik dan alsianofilik yang khas setelah
menggunakan metode HE dan AB, masing-masing. Lapisan EK divisualisasikan di
daerah dorsal integumen semua spesies Olygon, tetapi tidak ada di semua spesies
Scinas.
lapisan Eberth-Katschenko (EX) divisualisasikan sebagai lapisan aselular yang
terbatas pada daerah antara dermis yang kenyal dan padat. Selain itu, lapisan EK
biasanya kontinu di integumen donal, menunjukkan pewarnaan khas basofilik
dan alsianofilik, yang disebabkan oleh kandungan glikokonjugat. Pada R. icterica
dan L. catesbela lapisan EK mengandung dermatan sulfat dan kalsium, dan
terjadi sebagai agregat yang tersebar di seluruh dermis spons (Pelli et al. 2007,
2010). Mineral ini terdiri dari endapan cal clum phosphate (Katchburian et al.
2001). Selain itu, kalsium lapisan EK lebih terkonsentrasi pada integumen dorsal
kodok jantan, tetapi tidak ada perbedaan signifikan yang terdeteksi pada
integumen kodok betina (Azevedo et al. 2005). Elkan (1968) mengemukakan
bahwa ketiadaan lapisan EK pada beberapa spesies anuran mungkin berkorelasi
dengan jenis fiksatif: Namun demikian, dalam penelitian ini, semua difiksasi
dengan cara yang sama, dan ada tidaknya lapisan EK bervariasi menurut
spesimen dan daerah integumen.
Toledo dan Jared (1993) mengemukakan bahwa kalsium yang terletak di
lapisan EK berpartisipasi dalam keseimbangan hidrat, mempengaruhi
penyerapan dan retensi hidrat. Di sisi lain, Azevedo dan et al. (2007)
menunjukkan bahwa asam hialuronat (HA) terjadi pada dermis spongiosa,
menunjukkan bahwa seluruh dermis spongiosa bertindak sebagai reservoir
hidrik karena HA, komponen penting dari matriks jaringan ikat, terlibat dalam
mempromosikan perakitan matriks, hidrasi jaringan, dan viskositas jaringan.
beberapa cairan (Laurent et al., 1996). Namun, signifikansi fungsional dari
keberadaan kalsium di lapisan EK masih belum jelas.
KESIMPULAN :
Kelenjar anuran telah mendapat perhatian yang signifikan. Mereka telah digambarkan
sebagai jenis yang berbeda, seperti kelenjar lendir, serosa, lipid (atau lilin), dan
campuran (seromukosa). Namun, beberapa penulis menyebut kelenjar granular sebagai
racun atau kelenjar serosa (Mills dan Prum 1984, Duellmann dan Truch 1994, Brizzi et
al. 2002). Kelenjar eksokrin dapat diklasifikasi sebagai halokrin, apokrin, dan merokrin
yang dimana memiliki perbedaan. Pada kelenjar holokrin, melepaskan sekresi dan
seluruh sel, sedangkan pada kelenjar apokrin, melepaskan pada sekretori dan matriks
sitoplasma dari bagian apikal sel. Pada kelenjar merokrin, tidak ada sitoplasma dan
kelenjar menggunakan eksositosis.
Peneliti mengungkapkan metode histologis dapat efisien untuk membantu
mengkarakterisasi dan membedakan integumen anuran, sehingga meningkatkan
taksonomi mereka.