Anda di halaman 1dari 14

KASUS IV

Bayi W berusia 3 hari diarawat di ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dalam
kondisi sesak dan sianosis. Bayi tersebut lahir dalam kondisi premature dengan
berat badan rendah. Terdapat retraksi substernal dan bayi tampak menagis lemah.
TD : 80/50 mmHg, Nadi : 180 x/menit, P : 75 x/menit, S : 36,7 o C ( HYALIN
MEMBRAN DISEASE/ RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)

1. Apa masalah utama pada kasus diatas ?


= sesak napas
2. Penyakit apa yang kemungkinan di derita klien tersebut ?
= Hyalin membran disease/ Respiratory distress syndrome
3. Penyakit lain apa lagi yang memiliki gejala klinis yang sama ?
= Asma dan ISPA
4. Jelaskan konsep medis dari masing- masing penyakit yang anda temukan
meliputi :
a. Definisi
b. Etiologi
c. Manifestasi klinik
d. Patofisiologi dari penyakit
e. Pemeriksaan penunjang
f. Penanganan medis
PENYAKIT PENYAKIT PENYAKIT
Hyalin Membran Disease/ Respiratory Distress Asma Bronkhial Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Syndrome (RDS)
Definisi : Definisi : Definisi :
 Respiratory Distress Syndrome (RDS)  Asma merupakan penyakit pada jalan  ISPA (infeksi saluran pernapasan akut)
disebut juga Hyaline Membrane Disease napas yang tidak dapat pulih yang terjadi adalah infeksi akut yang melibatkan organ
(HMD), merupakan sindrom gawat napas karena spasme bronkus yang disebakan saluran pernapasan bagian atas dan
yang disebabkan defisiensi surfaktan oleh berbagai penyebab. (Hudak & Gallo, saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi
terutama pada bayi yang lahir dengan 1997) ini disebabkan oleh virus,jamur dan bakteri
masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman  Asma adalah penyakit jalan napas (Markamah. et al. 2012).
2000). obstruktif intermiten, reversible dimana  Menurut Wong (2004: 458), Infeksi
 Sindrom Distres Pernapasan adalah trakea dan bronki berespon dalam secara pernapasan akut adalah proses inflamasi
perkembangan yang imatur pada sistem hiperaktif terhadap stimulasi tertentu yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah (smeltzer, Suzanne C, 2002) (mikoplasma), atau aspirasi susbtansi asing
surfaktan dalam paru. RDS dikatakan yang melibatkan suatu atau semua bagian
sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi saluran pernapasan. Saluran pernapasan
dan Yulianni, 2006). atas (jalan napas atas) terdiri dari hidung,
 Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau faring, dan laring. Saluran pernapasan
Sindrom Distres Pernapasan merupakan bawah terdiri dari bronkus, bronkiolus, dan
sindrom gawat napas yang disebabkan alveoli.
defisiensi surfaktan terutama pada bayi
 Menurut Rudolph (2006) ISPA disebabkan
yang baru lahir dengan masa gestasi
oleh faktor infeksi dan faktor psikologis.
kurang (Suriadi dan Yulianni, 2006).
Penyebab utama ISPA pada anak > 90%
 RDS adalah suatu sindrom kegawatan
diakibatkan oleh infeksi bakteri, virus, dan
pada pernafasan yang terdiri atas gejala
jamur. Sedangkan psikologis yaitu rasa
dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali takut dan cemas (jarang, tetapi dapat
permenit, sianosis, merintih pada saat terjadi pada anak yang lebih besar).
ekspirasi; terdapat retraksi pada  ISPA adalah penyakit akut yang
suprasternal, interkostal dan epigastrium. menyerang salah satu bagian atau lebih
Pada penyakit ini terjadi perubahan paru dari saluran nafas mulai dari hidung
yaitu berupa pembentukan jaringan hialin (saluran atas) hingga alveoli saluran
pada membran paru yang rusak. bawah, termasuk jaringan adreksanya
Kerusakan pada paru timbul akibat seperti sinus-sinus rongga telinga tengah
kekurangan komponen surfaktan pulmonal. dan pleura (Depkes RI, 2002).
Surfaktan adalah suatu zat aktif yang  ISPA adalah infeksi saluran pernapasan
memberikan pelumasan pada ruang antar yang berlangsung dalam jangka waktu
alveoli sehingga dapat mencegah sampai dengan 14 hari. Yang dimaksud
pergesekan dan timbulnya kerusakan pada saluran pernapasan adalah organ dari
alveoli yang selanjutnya akan mencegah hidung sampai alveoli beserta organ-organ
terjadinya kolaps paru. (Yuliani, 2001) adreksanya, misalnya sinus, ruang telinga
 Angka kejadian RDS di Eropa sebelum tengah, pleura (Ismail Djauhar, 1996).
pemberian rutin antenatal steroid dan
postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di
USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup
periode 1998 - 1987. Secara tinjauan
kasus, di negara-negara Eropa sebelum
pemberian rutin antenatal steroid dan
postnatal surfaktan, terdapat angka
kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari
kelahiran bayi hidup periode 1986-1987.
Sedangkan jaman moderen sekarang ini
dari pelayanan NICU turun menjadi 1% di
Asia Tenggara. Di Asia Tenggara
penyebab terbanyak dari angka kesakitan
dan kematian pada bayi prematur adalah
RDS. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi
kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat
501-1500 gram. Angka kejadian
berhubungan dengan umur gestasi dan
berat badan dan menurun sejak digunakan
surfaktan eksogen. Saat ini RDS
didapatkan kurang dari 6% dari seluruh
neonatus. Di negara berkembang termasuk
Indonesia belum ada laporan tentang
kejadian RDS (WHO, 2012).
Etiologi : Etiologi : Etiologi :
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari Etiologi asma dapat dibagi atas : Menurut Marni (2014). Etiologi pada klien dengan
RDS yaitu: 1. Asma ekstrinsik/ alergi ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) dapat
1. Ketidakmampuan paru untuk Asma yang disebabkan oleh elergen yang disebabkan oleh :
mengembang dan alveoli terbuka. diketahui masanya sudah terdapat a. Bakteri: Escherichia coli,
2. Alveoli masih kecil sehingga semenjak anak-anak seperti alergi streptococcus pneumonia,
mengalami kesulitan berkembang dan terhadap protein, serbuk sari, bulu halus, chlamidya trachomatis, clamidia
pengembangan kurang sempurna. binatang, dan debu. pneumonia, mycoplasma
Fungsi surfaktan untuk menjaga agar 2. Asma instrinsik/idopatik pneumonia, dan beberapa bakteri
kantong alveoli tetap berkembang dan Asama yang tidak ditemukan factor lain.
berisi udara, sehingga pada bayi pencetus yang jelas, tetapi adanya factor- b. Virus: miksovirus, adenovirus,
prematur dimana surfaktan masih faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik koronavirus, pikornavirus, virus
belum berkembang menyebabkan daya atau emosi sering memicu serangan asma. influenza, virus
berkembang paru kurang dan bayi Asma ini sering muncul/ timbul sesudah parainfluenza,rhinovirus,
akan mengalami sesak nafas. usia 40 tahun setelah menderita infeksi respiratorik synctial virus, dan
3. Membran hialin berisi debris dari sel sinus/ cabang trakeobronchial. beberapaa virus lain.
yang nekrosis yang tertangkap dalam 3. Asma campuran
Faktor risikoterjadinya ISPA adalah status
proteinaceous filtrat serum (saringan Asama yang terjadi/ timbul karena adanya
imunisasi, anak yang tidak mendapatkan imunisasi
serum protein), di fagosit oleh komponen ekstrinsik dan instrinsik.
mempunyai risiko lebih tinggi daripada yang
makrofag.
mendapatkan imunisasi. Kedua adalah pemberian
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500
kapsul vitamin A, vitamin A meningkatkan imunitas
gram.
anak, anak / bayi yang tidak mendapatkan vitamin
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar
A, berisiko lebih besar terkena penyakit ISPA.
paru
Ketiga adalah keberadaan anggota keluarga yang
Kelainan dalam paru yang menunjukan
merokok dalam rumah (Markamah. et al.
sindrom ini adalah
2012).Sedangkan menurut Tamba (2009), faktor
pneumothoraks/pneumomediastinum,
risiko infeksi saluran pernapasan bawah adalah
penyakit membran hialin (PMH).
status ekonomi yang rendah dan hunian yang padat
Bayi prematur atau kurang bulan
(polusi udara).
Diakibatkan oleh kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini
dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
semakin muda usia kehamilan, maka
semakin besar pula kemungkinan
terjadi RDS.
Manifestasi Klinis : Manifestasi Klinis : Manifestasi Klinis :
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit 1. Gejala asma paling umum adalah Umumya pada penyakit infeksi saluran pernapasan
RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas batuk (dengan atau tanpa disertai akut biasanya ditandai dengan keluhan dan gejala
paru. Semakin rendah berat badan dan usia produksi mukus), dispnea, dan mengi yang ringan, namun seiring berjalannya waktu,
kehamilan, semakin berat gejala klinis yang (pertama-tama pada ekspirasi, keluhan dan gejala yang ringan tersebut bisa
ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya kemudian bisa juga terjadi selama menjadi berat kalau tidak segera diatasi.Oleh sebab
atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan inspirasi) itu, jika anak/bayi sudah menunjukkan gejala sakit
selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein 2. Serangan asma paling sering terjadi ISPA maka harus segera diobati agar tidak menjadi
ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi pada malam hari atau pagi hari berat yang bisa menyebabkan gagal napas atau
surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya 3. Eksaserbasi asma sering kali di dahului bahkan kematian.Gejala yang ringan biasanya di
sesak nafas pada bayi prematur segera setelah oleh peningkatan gejala selama awali dengan demam, batuk, hidung tersumbat dan
lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), berhari- hari namun dapat pula terjadi sakit tenggorokan (Marni, 2014).
pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding secara mendadak
dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48- 4. Sesak dada dan diapnea Menurut Rasmaliah (2004) bahwa tanda bahaya
96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto 5. Diperlukan usaha untuk melakukan bisa dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan hasil
thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS ekspirasi memanjang pemeriksaan laboratorium.
yaitu: 6. Seiring proses eksarbasi, sianosis Secara klinis pada pemeriksaan respirasi akan
1. Terdapat sedikit bercak sentral sekunder akibat hipoksia berat terdapat tanda gejala sebagai berikut :
retikulogranular dan sedikit dapat terjadi 1. Takipnea
bronchogram udara. 7. Gejala tambahan, seperti diaforesis, 2. Napas tidak teratur (apnea)
2. Bercak retikulogranular homogen pada takikardia, dan pelebaran tekanan nadi 3. Retraksi dinding thoraks
kedua lapangan paru dan gambaran mungkin dijumpai pada pasien asma 4. Napas cuping hidung
airbronchogram udara terlihat lebih 8. Asma yang disebabkan oleh latihan 5. Sianosis
jelas dan meluas sampai ke perifer fisik : gejala maksimal selama 6. Suara napas lemah atau hilang
menutupi bayangan jantung dengan menjalani latihan fisik, tidak terdapat 7. Grunting expiratoir dan wheezing.
penurunan aerasi paru. gejala pada malam hari, dan
3. Alveoli yang kolaps bergabung terrkadang hanya muncul gambaran Sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium adalah
sehingga kedua lapangan paru terlihat sensasi seperti "tercekik" selama jika ditemukan hipoksemia, hiperkapnea dan
lebih menjalani latihan fisik asidosis metabolik maupun asidosis respiratorik.
opaque dan bayangan jantung hampir 9. Reaksi yang parah dan berlangsung
tak terlihat, bronchogram udara lebih terus-menerus, yakni status asmatikus
luas. keempat, seluruh thorax sangat bisa saja terjadi.
opaque (white lung) sehingga jantung 10. Eksema, ruam, dan edema temporer
tak dapat dilihat. merupakan reaksi alergi yang biasanya
menyertai asma
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS
adalah:
1. Pernapasan cepat
2. Pernapasan terlihat parodaks
3. Cuping hidung
4. Apnea
5. Murmur
6. Sianosis pusat

Patofisiologi dari penyakit : Patofisiologi dari penyakit : Patofisiologi dari penyakit :


Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS Asma adalah obstruksi jalan napas difusi reversible. Menurut Marni (2014). Patofisiologi pada klien
pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari dengan ISPA yaitu :
kecil sehingga kesulitan berkembang, kontraksi otot yang mengelilingi bronchi, yang Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya
pengembangan kurang sempurna karena dinding menyempitkan jalan napas, atau pembengkakan bakteri: escherichia coli, streptococcus pneumonia,
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang membrane yang melapisi bronchi, atau pengisian chlamidya trachomatis, clamidia pneumonia,
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan bronchi dengan mukulus yang kental. Selain itu mycoplasma pneumonia, dan beberapa bakteri lain
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi otot-otot bronchi dan kelenjar mukosa membesar, dan virus: miksovirus, adenovirus, koronavirus,
kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli pikornavirus, virus influenza, virus parainfluenza,
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di rhinovirus, respiratorik synctial virus, dan
(compliance) menurun 25% dari normal, dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari beberapaa virus kedalam tubuh mausia melalui
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal perubahan ini belum diketahui, tetapi ada yang partikel udara (droplet infection), kuman ini akan
meningkat dan terjadi hipoksemia berat, paling diketahui adalah keterlibatan system melekat pada sel epitel hidung, dengan mengikuti
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis imunologis dan system otonom. proses pernapasan maka kuman tersebut bisa
respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan masuk ke bronkus dan masuk ke saluran
mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, Bebrapa individu dengan asma mengalami respon pernapasan, yang mengakibatkan demam, batuk,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. pilek, sakit kepala dan sebagainya.
permukaan dan menjaga agar alveoli tetap Antibody yang dihasilkan (IgE) kemudaian
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan
nampak tidak berisi udara dan berwarna ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis histamine, bradikinin, dan prostatglandin serta
yang luas dari rongga udara bagian distal anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat
menyebabkan edema interstisial dan kongesti (SRS-A). pelepasan mediator ini dalam jaringan
dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan
dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, napas, menyebabkan bronkospasme,
tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya pembengkakan membrane mukosa dan
defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis pembentukan mucus yang sangat banyak.
yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma
dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus
pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan otot bronkhial diatur oleh implus saraf vagal melalui
bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran nonalergik, ketika ujung saraf pada jalan napas
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan,
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah
membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan
jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah asetilkolin ini secata langsung menyebabkan
komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan
sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah
Bronchopulmonal Displasia (BPD). terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem
saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor
α- adrenergik dirangsang terjadi bronkokonstriksi,
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergik
yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α-
dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik
adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor
alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang
menghambat pelepasan mediator kimiawi dan
menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan
adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi
pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik
rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos.
Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah : 1. Sinar X (Ro. Thorax) : terlihat adanya Menurut Marni (2014). Pmeriksaan diagnostik pada
a. Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) hiperinflasi paru-paru diafragma klien dengan ISPA
b. Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap mendatar. 1. Pemeriksaan foto rongten: foto thoraksdapat
awal karena hiperventilasi 2. Tes fungsi paru ditemukan infiltrat, konsolidasi sampai
c. Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) a. Menetukan penyebab dyspnea gambaran ARDS.
menunjukkan gagal ventilasi b. Volume residu meningkat 2. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap:
d. Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada c. FEV1/ FVC : rasio volume ekspirasi hemoglobin menurun,, leukosit meningkat,
tahap dini kuat dan kapasitas vital eritrosit menurun, kultur tenggorok dilakukan
e. Asidosis respiratori / metabolik terjadi 3. AGD untuk mengidentifikasi organisme yang
pada tahap lanjut a. PaO2 menurun, PaCO2 normal/ menyebabkan faringitis, kadar protein C reaktif,
menurun tes antibody, tes serilogi untuk IgM atau
2. Pemeriksaan Rontgent Dada : b. pH normal/ meningkat peningkatan IgG menunjukkan infeksi oleh
a. Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi 4. sputum (lab) : menentukan adanya mycoplasma atau Chlamydia, hipoksemia,
pada perihilir paru infeksi biasanya pada asma tanpa hiperkapnea, dan asidosis metabolik maupun
b. Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus disertai infeksi asidosis respiratorik.
pada paru, infiltrate di alveoli
c. Tes Fungsi paru :
d. Pe ↓ komplain paru dan volume paru
e. Pirau kanan-kiri meningkat
Penanganan Medis : Penanganan Medis : Penanganan Medis :
1. Mempertahankan suhu lingkungan yang Tujuan terapi asma : Menurut Marni (2014) penatalaksanaan terapeutik
optimal untuk mencegah hipotermia. 1. Menyebuhkan dan mengendalikan pada klien dengan ISPA yaitu :
Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan gejala asma Pengobatan berdasarkan usia anak, kondisi klinis
agar tetap dalam batas normal (36,5ºC- 2. Mencegah kekambuhan dan kondisi epidemiologi. Untuk penderita ISPA
37ºC) dengan cara meletakkan bayi dalam 3. Mengupayakan fungsi paru senormal yang masih ringan cukup dirawat di rumah dengan
incubator. Kelembapan ruangan juga harus mungkin serta mempertahankannya diberikan obat penurun panas yang bisa dibeli di
adekuat. 4. Mengupayakan aktivitas harian pada toko obat/apotik, apabila disertai batuk bisa
2. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi tingkat normal termasuk melakukan diberikan obat tradisional berupa ½ sendok teh
adekuat exercise jeruk nipis dan ½ sendok teh madu/kecap, bisa
Pemberian oksigen harus dilakukan 5. Menghindari efek samping obat asma diberikan 3-4x sehari, jika dalam tiga hari belum
dengan hati-hati karena berpengaruh 6. Mencegah obstruksi jalan napas yang ada perbaikan segera bawa kedokter/ pusat
kompleks pada bayi premature. pemberian irreversible layanan kesehatan.
oksigen yang terlalu banyak dapat
menimbulkan komplikasi seperti fobrosis Obat anti asma : Penanganan yang dilakukan meliputi terapi suportif
paru,dan kerusakan retina. Untuk 1. Bronchodilator dan terapi etiologi.Terapi suportif dengan
mencegah timbulnya komplikasi pemberian Adrenalin, epedrin, terbutallin, fenotirol memberikan oksigen sesuai kebutuhan anak,
oksigen sebaiknya diikuti dengan 2. Antikolinergin meningkatkan asupan makanan anak, mengoreksi
pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila ketidakseimbangan asam basah dan elektrolit
fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas Iptropiem bromid (atrovont) sesuai kebutuhan anak tersebut.Apabila penyebab
darah arteri tidak ada, maka oksigen 3. Kortikosteroid ISPA belum diketahui secara pasti dapat diberikan
diberikan dengan konsentrasi tidak lebih Predrison, hidrokortison, orodexon antibiotic secara empiris, tetapi kalau sudah
dari 40% sampai gejala sianosis 4. Mukolitin diketahui secara pasti, misalnya disebabkan oleh
menghilang. BPH, OBH, bisolvon, mucapoel dan virus maka tidak perlu diberiantibiotik.Antibiotic
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat banyak minum air putih yang bisa digunakan untuk mengaatasi penyakit
perlu untuk mempertahankan homeostasis ISPA bawah ini adalah kotrimokasol, ampisilin,
dan menghindarkan dehidrasi serta untuk amoksilin, gentamisin, sefotaksim, dan eritromisin
mempertahankan keseimbangan asam (Marni, 2014).
basa
Pada permulaan diberikan glukosa 5-10%
dengan jumlah yang disesuaikan dengan
umur dan berat badan ialah 60-125
ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang
selalu dijumpai harus segera dikoreksi
dengan memberikan NaHCO3 secara
intravena yang berguna untuk
mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45.
Bila tidak ada fasilitas untuk pemeriksaan
analisis gas darah, NaHCO3 dapat diberi
langsung melalui tetesan dengan
menggunakan campuran larutan glukosa 5-
10% dan NaHCO3 1,5% dalam
perbandinagn 4:1
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut


penyakit RDS adalah :
1. Pemberian antibiotic untuk mencegah
infeksi sekunder. Bayi dengan PMH perlu
mendapat antibiotic untuk mencegah
infeksi sekunder. dapat diberikan penisilin
dengan dosis 50.000-100.000 U/kgBB/hari
atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan
atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.
2. Kemajuan terakhir dalam pengobatan
pasien PMH adalah pemberian surfaktan
eksogen (surfaktan dari luar dari sumber
alami misalnya didapat dari cairan amnion
atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan). Obat ini sangat efektif
tapi biayanya sangat mahal.
3. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi
cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru.
4. Fenobarbital.
5. Vitamin E menurunkan produksi radikal
bebas oksigen.
6. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk
mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi
mekanik.
5. Jelaskan pengkajian keperawatan apa yang harus dilakukan terkait masalah
yang ditemukan ?
6. Tuliskan diagnosa dan batasan karakteristik yang dapat dikembangkan dari
kasus diatas ?
7. Tuliskan tujuan dan kriteria evaluasi (NOC) dan intervensi keperawatan (NIC)
dari diagnose keperawatan yang anda angkat ?

No Diagnosa NOC NIC


.
1. Domian 3 (Aktivitas/Istirahat) Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen :
Kelas 4 (Respons keperawatan selama 3x24 jam, 1. Pertahankan kepatenan
Kardiovaskular/pulmonal) diharapkan pola nafas pasien jalan nafas.
Kode : 00032 adekuat dengan indikator : 2. Siapkan peralatan oksigen
Halaman : 243 1. Status pernafasan normal dan berikan melalui
Diagnosa : (30-40 x/menit). system humidifier.
Ketidakefektifan pola nafas 2. Pasien tidak ada respon 3. Monitor aliran oksigen.
berhubungan dengan otot alergi: Sistemik. 4. Monitor posisi (alat)
pernapasan, hiperventilasi 3. Status pernafasan normal : pemberian oksigen.
Kepatenan jalan nafas. 5. Monitor efektifikasi terapi
oksigen (misalnya,
tekanan oksimetri, ABGs)
dengan tepat.
6. Pastikan penggantian
masker oksigen atau
kanual nasal setiap kali
perangkat diganti.
7. Amati tanda-tanda
keracunan oksigen dan
kejadian atelektasis.
8. Monitor peralatan oksigen
untuk memastikan bahwa
alat tersebut tidak
mengganggu upaya pasien
untuk bernapas.
2. Domian 3 (Eliminasi dan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Asam Basa :
Pertukaran) keperawatan selama 3x24 jam, 1. Pertahankan kepatenan
Kelas 4 (Fungsi Respirasi) diharapkan ventilasi dan jalan nafas.
keletihan oksigenasi yang adekuat dengan 2. Posisikan pasien untuk
Kode : 00030 indikator : mendapatkan ventilasi
Halaman : 220 1. Status pernafasan adekuat : yang adekuat (misalnya,
Diagnosa : Pertukaran gas adekuat. membuka jalan nafas dan
Gangguan pertukaran gas 2. Keseimbangan elektrolit menaikkan posisi kepala
berhubungan dengan asam basa. ditempat tidur).
ketidakseimbangan ventilasi 3. Tanda-tanda vital 3. Pertahankan kepatenan
perfusi dan perubahan selang IV (Intravena).
membrane alveolar-kapiler. 4. Monitor gas darah ateri
(ABGs), level serum serta
urin elektrolit jika
diperlukan.
5. Monitor penyebab
potensial sebelum
memberikan perawatan
ketidakseimbangan asam
basa, dimana akan lebih
efektif untuk merawat
penyebabnya daripada
(mengelola)
ketidakseimbangannya.
6. Monitor komplikasi dari
koreksi yang dilakukan
terhadap
ketidakseimbangan asam
basa (misalnya, penurunan
dalam respiratori alkalosis
klinik karena metabolik
asidosis).
7. Monitor pengelolaan yang
mencampur asam basa
(misalnya alkalosis
respiratorik dan metabolik
asidosis primer).
8. Monitor pernafasan.
9. Monitor intake dan ouput
10. Berikan terapi oksigen,
dengan tepat.
11. Instruksikan pasien dan
keluarga mengenai
tindakan yang telah
disarankan untuk
mengatasi keseimbangan
asam basa.

Anda mungkin juga menyukai