Anda di halaman 1dari 100

PENGANTAR DEKAN

Segala puji bagi Allah, alhamdulillah buku ajar Bioteknologi yang disusun oleh
Dr. Endah Rita Sulistyo Dewi, M. Si., Dyah Ayu Widyastuti, M. Biotech., dan Atip
Nurwahyunani, M. Pd. dapat diterbitkan untuk membantu meningkatkan pemahaman
mahasiswa terkait matakuliah Bioteknologi di Program Studi Pendidikan Biologi,
Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi Informasi (FPMIPATI), Universitas PGRI
Semarang. Saya, selaku Dekan Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi Informasi
sangat bangga dengan komitmen keilmuan, kerja keras dan keseriusan tim penulis
sehingga buku ajar ini dapat diterbitkan. Saya berharap semoga buku ajar ini dapat
memudahkan mahasiswa dalam memahami materi Bioteknologi dan dapat
dimanfaatkan secara optimal oleh para pembaca. Lebih dari itu, penerbitan buku ini
juga saya harapkan dapat memotivasi para dosen untuk terus menulis sesuai
kepakarannya masing-masing untuk menambah khasanah keilmuan di Universitas
PGRI Semarang.

Buku ajar Bioteknologi ini tentunya tidak luput dari kekurangan dan
kelemahan, saya memaklumi sepenuhnya mengingat bahwa penulisan buku memang
membutuhkan konsistensi dan keteguhan dalam berlatih. Saya yakin kekurangan dan
kelemahan tersebut akan dapat diperbaiki oleh tim penulis pada masa yang akan
datang seiring dengan meningkatnya perhatian kita terhadap penulisan karya tulis
ilmiah. Pada kesempatan ini, saya patut mengapresiasi dan menyampaikan
penghargaan serta terima kasih atas kerja keras tim penulis yang telah berupaya
seoptimal mungkin untuk menghasilkan karya berupa buku ajar Bioteknologi ini.

Harapan besar saya, semoga buku ajar Bioteknologi ini dapat berguna dan
memperkaya khasanah karya ilmiah di Universitas PGRI Semarang, khususnya di
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi Informasi
(FPMIPATI) sesuai dengan harapan tim penulis dan juga lembaga.

Semarang, Juli 2021

Dekan FPMIPATI

Dr. Nur Khoiri, S. Pd. M. T., M. Pd.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Buku Ajar Bioteknologi ini. Buku ini disusun untuk
memudahkan mahasiswa dalam memahami materi dasar dalam mata kuliah bioteknologi.
Pada buku ini juga dilengkapi latihan soal untuk menguji pemahaman mahasiswa terkait
dengan setiap materi yang terdapat pada buku.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan buku ini. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan modul
ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian buku ini. Semoga buku ajar ini memberikan manfaat bagi semua, khususnya
mahasiswa yang tengah mempelajari materi mengenai bioteknologi.

Semarang, Juli 2021

Dr. Endah Rita S. Dewi, M. Si.


Dyah Ayu Widyastuti, M. Biotech.
Atip Nurwahyunani, M. Pd.
DAFTAR ISI

Halaman depan I

Pengantar Dekan ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi Iv

Bab 1: Pengenalan Bioteknologi 1

Bab 2: Bioteknologi Konvensional dan Modern 7

Bab 3: Analisis Gen dan Protein 15

Bab 4. Kloning 26

Bab 5. DNA Rekombinan 35

Bab 6. Teknologi Hibridoma 46

Bab 7. Bioteknologi Industri Pangan 54

Bab 8. Bioteknologi Kesehatan dan Farmasi 58

Bab 9. Bioteknologi Pertanian dan Peternakan 65

Bab 10. Bioteknologi Lingkungan 73

Bab 11. Bioetika dalam Bioteknologi 81

Glosarium 88

Daftar Pustaka 90
1

Bab 1
Pengenalan
Bioteknologi

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini anda akan dapat:
menjelaskan periode perkembangan ilmu
bioteknologi

Perkembangan mikrobiologi akan memberi warna, wawasan dan cakrawala baru


bagi kehidupan bioteknologi. Bahan baku biomassa yang ada merupakan
"renewable frontier" dapat diolah oleh bioteknologi tradisional maupun modern
sehingga menjadi produk baru yang sangat berharga. Produk-produk bioteknologi
sangat erat dengan perkembangan bioteknologi pada jamannya. Adapun era
bioteknologi tersebut adalah:

1. Era Pra Pasteur (sebelum 1865)

Perbaikan teknik fermentasi oleh mikroorganisme misalnya minuman beralkohol.

2. Era Pasteur (1865-1940)

Pengembangan industri fermentasi pembuatan etanol, butanol dan asam organik,


perlakuan air buangan.

3. Era Antibiotika (1940-1960)

Pembuatan penisilin yang mulai digunakan pada saat pendaratan tentara


Amerika di Normandi selama perang dunia II, vaksin virus, teknologi kultur sel
hewan.
2

4. Era Pasca Antibiotika (1960-1975)

Asam-asam amino elusidasi struktur DNA, protein sel tunggal, enzim untuk
deterjen, gasohol, biogas, teknologi rekombinan DNA.

5. Era bioteknologi modern (1975- sekarang)

Rekayasa genetika, zat antibodi monokronal, hormon insulin, hormon


pertumbuhan ikan tuna. Dengan munculnya teknologi DNA rekombinan dan
teknik-teknik pembantu seperti penyusunan DNA, maka kita sekarang dapat
memeriksa pada tingkatan molekuler rangkaian-rangkaian genetika yang terlibat
dalam pengendalian ekspresi gen. Cara pendekatan klasik dalam genetika adalah
pembuatan mutasi in vivo secara acak pada seluruh genom, lalu mengisolasikan
mereka dengan memperlihatkan fenitif±fenotif khusus. Kemudian muatan ini
dianalisi untuk menentukan gen mana yang telah berubah. Suatu metode yang
hampir terbentuk sesungguhnya adalah "metode genetika berubah". Suatu
metode yang hampir terbentuk sesunggunya adalah "metode genetika mundur
(reverse genetics)" yaitu untuk membuat mutasi-mutasi spesifik dalam suatu
sigmen DNA in vitro, dan menganalisa pengaruh dari perubahan-perubahan ini
pada organisme in vivo setelah mengintroduksi kembali gen muatannya.
Berekspresinya dengan gen yang dipindahkan kedalam gel atau jaringan yang
sesuai adalah semacam prasarat untuk berbagai bentuk penerapan teknik DNA
rekombinan dalam bioteknologi. Terutama berlaku sebagai usaha ntuk mengobati
penyakit genetis manusia dengan pengobatan gen dan juga untuk usaha yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu tanaman panen.

Selama beberapa tahun belakangan ini para pakar genetika mempelajari


bagaimana mengeluarkan sebuah gen tunggal dari suatu species yang lain. Inilah
yang disebut rekayasa genetika yang merupakan pelaksanaan dari bioteknologi
modern. Organisme±organisme hasil rekayasa genetika yang pertama adalah
bakteri bersel kembar yang telah disisipi gen-gen manusia yang dapat
menghasilkan produk-produk bernilai. Tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan hasil
rekayasa genetika segera menyusul bakteri tersebut dan membuka pintu seluruh
bidang pertanian lebar-lebar bagi penerapan bioteknologi modern.

Tahap perkembangan bioteknologi antara lain :

a. Bioteknologi kuno dimulai oleh sejarah awal yang berhubungan dengan


makanan dan domestikasi
b. Bioteknologi klasik merupakan bioteknologi yang cukup sederhana yang
sudah diaplikasikan oleh masyarakat selama ribuan tahun. Bioteknologi
klasik terdiri dari bioteknologi kuno. Fermentasi dalam produksi makanan dan
obat termasuk kedalam massa bioteknologi klasik.
3

c. Bioteknologi modern dimulai ketika para


ahli biologi memulai untuk manipulasi
genetika pada organisme. Mulai
berkembang pesat sejak ditemukanya
teknologi DNA.

Sedangkan pembagian sejarah perkembangan


bioteknologi berdasarkan periode waktu sebagai
berikut:

Pre 1800 : Aplikasi awal dan spekulasi

1800-1900 : Penemuan dasar yang sangat


membantu dalam pemahaman tentang mahluk
hidup

1900-1953 : Genetika 1953

Sumber:http://micro.magnet.fsu.edu/o 1953-1976 : Penelitian DNA


ptics/timeline/people/leeuwenhoek.ht
ml 1977-sekarang : Modern bioteknologi

Berikut ini beberapa para ilmuwan yang sangat


berperan dalam perkembangan bioteknologi tidak
lepas dari peranan beberapa ilmuwan, dari
zaman Antonie van Leeuwenhoek sampai
Watson dan Crick.

Antonie van Leeuwenhoek berhasil


menemukan sel, sehingga memacu penelitian
penemuan Bacteria, Protists, darah merah

Gregor Johan Mendel, seorang pendeta yang


berasal dari Austria yang berhasil
mengemukakan dua teori tentang penurunan
sifat. Pada tahun 1865, Gregor Mendel menduga
bahwa suatu bagian dari sel bertanggungjawab
atas sifat yang diturunkan dari satu generasi ke
generasi berikutnya

Tahun 1902 Walter Stanborough Sutton


menyatakan bahwa kromosom berpasangan

Sumber:
http://www.dnaftb.org/2/bio.html
4

Thomas Hunt Morgan pada tahun 1910 berhasil


menemukan bahwa bahan pembawa sifat adalah
gen yang berada di dalam kromosom dapat
ditransmisikan melalui kromosom pada
turunannya.

Ernst Ruska merupakan salah satu peneliti yang


pertama kali berhasil membuat desain mikroskop
elektron konvensional. Penemuan mikroskop
elektron telah mampu membuka ilmu yang sama
sekali baru dalam mengungkap struktur material.

Sir Alexander Fleming Fleming mengemukakan


bahwa penicilin punya arti penting buat
pengobatan. Namun, dia sendiri tak mampu
mengembangkan teknik untuk memurnikan
penicilin, dan lebih dari sepuluh tahun lamanya
obat yang penting itu tetap tinggal terlantar.
Penemuan penicillin amat menggugah
penyelidikan bidang antibiotik lain, dan
penyelidikan berikutnya telah membuahkan
Sumber: pelbagai "obat ajaib" namun, penicillin tetap
http://link.springer.com/article/10.100 merupakan antibiotik yang paling luas di pakai.
7%2Fs00412-003-0239-3#page-1
Tahun 1953, James Watson and Francis Crick
menyatakan bahwa DNA adalah benang ganda
anti paralel, berbentuk heliks yang saling
berkomplemen. Dengan dukungan data difraksi
sinar-X dari Rosalind Franklin dan Maurice
Wilkins, dukungan data analisis kimia basa
nitrogen dari Erwin Chargaff. Mereka berhasilkan
memformulasikan struktur DNA,
mengelompokkan basa DNA menjadi purin dan
pirimidin, memformulasikan model replikasi DNA.

Ian Wilmut sukses menciptakan domba kloning


Dolly pada tahun 1997 lalu, Perintis kloning
mamalia besar, Dr.Ian Wilmut mengakui, domba
hasil kloning yang diberi nama Dolly yang mati
belum lama ini, ternyata menderita penyakit
persendian. Lebih jauh diakui, untuk menciptakan
Gambar 1.1. Ian Wilmut dengan hasil seekor domba klon yang relatif sehat, diperlukan
kloningnya domba dolly.
Sumber:
http://www.bedfordresearch.org/sympo
5

puluhan bahkan ratusan percobaan. Juga belum


diketahui, apakah bayi hasil kloning akan
berumur panjang ataukah sebanding dengan
umur sel induknya. Pada pokoknya, proses
kloning adalah rangkaian eksperimen yang rumit
dan memerlukan faktor kuntungan.

Menjelang akhir abad ke-20 sebagian besar masyarakat dunia menanti bioteknologi
dengan penuh harapan untuk memecahkan berbagai masalah umat manusia di
bumi. Namun sebagian masyarakat memandang bahwa memasuki era bioteknologi
sama saja memasuki hutan belantara ketidak pastian tentang dampak yang akan
terjadi kemudian hari. Perkembangan bioteknologi sekarang ini akan menimbulkan
dampak serius pada dimensi etika dan budaya. Rekayasa genetika menimbulkan
masalah-masalah etika serius yang berhubungan dengan pengubahan, manipulasi,
penetapan paten dan pemilikan bentuk-bentuk kehidupan. Berbagai perkembangan
di bidang kesehatan juga akan membawa implikasi mendalam pada nilai-nilai
budaya. Infrastruktur teknologi dan desakan ekonomi akibat bioteknologi membawa
dampak besar pada struktur sosial ekonomi serta pada nilai-nilai budaya, sementara
masyarakat luas tidak mendapat informasi dan diasingkan dari pengambilan
keputusan tentang arah, batas-batas tujuan dan dampak bioteknologi.

Mikrobiologi
Biologi Biokimia

Biologi Sel Rekayasa Proses


Genetika

Bioteknologi
Industri Fermentasi Industri Kimia

Industri Farmasi
Industri Pangan Lingkungan dan Energi
dan
Pakan

Gambar 1.2 Bidang ilmu yang terkait dengan bioteknologi dan bidang
kajian
6

LATIHAN 1
1. Jelaskan GDULPDQDNDKLVWLODK³%LRWHNQRORJL´EHUDVDO!

Jawab: ......................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

2. Jelaskan mengenai mengenai ruang lingkup ilmu bioteknologi!

Jawab: ......................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

3. Sebutkan beberapa produk bioteknologi yang Anda ketahui!

Jawab: ......................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

4. Jelaskan mengenai nilai penting perkembangan bioteknologi dalam


perkembangan masyarakat dunia!

Jawab: ......................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................
7

Bab 2
Bioteknologi Konvensional
dan Modern
Tujuan Pembelajaran

Setelah menyelesaikan bab ini anda akan dapat: Menjelaskan


mengenai tahapan perkembangan bioteknologi, terutama
bioteknologi konvensional dan contoh-contoh aplikasi di bidang
bioteknologi konvensional.

Iimu Bioteknologi telah berkembang mulai dari ratusan tahun yang lalu. Saat itu,
masyarakat kuno banyak bereksplorasi untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.
Pada era tersebut, masyarakat belum mengenal adanya ilmu Bioteknologi. Namun,
eksperimen yang mereka lakukan, secara tidak tangsung menjadi pembuka jalan
perkembangan bioteknologi konvensional melalui pemanfaatan mikroorganisme
untuk mengubah bahan baku menjadi produk pangan. Proses perubahan bahan
baku menjadi produk pangan yang dihasilkan oleh masyarakat kuno tersebut
dengan bantuan mikroorganisme, sekarang kita kenal sebagai teknologi fermentasi.

Salah satu produk hasil fermentasi yang dianggap menjadi pioner dalam teknologi
fermentasi adalah roti. Berdasarkan catatan sejarah, roti telah dikembangkan sejak
10.000 tahun yang lalu di wilayah Mesopotamia dan Mesir. Gandum dihancurkan
dan dibuat menjadi suatu bahan yang lengkep mirip pasta untuk kemudian
dipanggang menjadi bahan pangan yang merupakan cikal bakal roti. Pembuatan roti
akhirnya berkembang dengan memanfaatkan proses fermentasi mikroorganisme
pada tahun 1.000 SM dengan diperkenalkannya ragi oleh Bangsa Mesir sebagai
bahan dasar roti. Bangsa Mesir Kuno mengembangkan fermentasi gandum dan
beberapa jenis biji-bijian lain untuk membuat roti putih hingga berhasil menciptakan
30 variasi roti. Teknologi pembuatan roti ini pun akhirnya menyebar dari bangsa
Mesir hingga ke Yunani dan meluas ke Eropa dan Asia.
8

Berbeda dengan perkembangan


fermentasi di Mesir, di Indonesia,
perkembangan bioteknologi
konvensional melalui teknologi
fermentasi justru dimulai dengan
mengubah bahan baku lokal
tradisional Indonesia menjadi olahan
pangan unik. Tempe, merupakan
produk fermentasi asli Indonesia.
Tempe adalah satu-satunya produk
olahan kedelai fermentasi yang asli
Indonesia, tidak berasal dari China
atau Jepang seperti berbagai produk
Source: https://unsurtani.com/2018/02/cara-membuat-tempe-kedelai
olahan kedelai lainnya.

Bukti sejarah menunjukkan bahwa tempe kedelai merupakan produk fermentasi


yang awalnya dibuat oleh masyarakat Jawa Tengah pada tahn 1700an. Seiring
berkembangnya masyarakat, maka tempe kini tidak hanya berasal dari kedelai
namun telah banyak dikembangkan dari bahan-bahan lain, misalnya lamtoro, koro
benguk, kecipir, kacang tanah, dan lain sebagainya.

Perkembangan bioteknologi konvensional tidak terlepas dari teknologi yang


bernama fermentasi. Oleh karena itu, ilmu Bioteknologi tidak akan pernah bisa
dilepaskan dari ilmu Mikrobiologi. Namun, seiring perkembangan zaman, muncullah
teknologi-teknologi baru yang mendukung modifikasi makhluk hidup termasuk
dengan adanya Human Genome Project pada tahun 2000.

Ilmu Bioteknologi sendiri tidak terlepas dari banyak cabang ilmu lain, tidak hanya
dari biologi tetapi juga termasuk fisika dan kimia. Cabang ilmu biologi yang
mendukung perkembangan bioteknologi mulai dari konvensional menjadi modern
diantaranya adalah fisiologi, biokimia, genetika, mikrobiologi, virologi, imunologi,
enzimologi, kultur sel, kultur jaringan, biologi molekuler, dan lain sebagainya. Semua
ilmu pendukung tersebut saling berkaitan untuk mendukung aplikasi bioteknologi di
berbagai bidang.

Pada bioteknologi konvensional, prinsip teknologinya adalah sebatas menyeleksi


bahan, mikroorganisme, dan lingkungan demi didapatkannya produk unggul.
Sedangkan pada bioteknologi modern, sudah sampai pada tahapan memanipulasi
makhluk hidup melalui penyisipan materi genetik baru yang dapat mempengaruhi
fenotipnya. Level teknologi pada bioteknologi konvensional masih sebatas pada
9

tingkat sel, sedangkan pada bioteknologi modern sudah mencapai tingkat gen (DNA
dan RNA).

Gambar 2.1. Level bahasan dan penelitian pada bioteknologi konvensional dan
modern

Bioteknologi konvensional maupun bioteknologi modern memiliki keunggulan dan


kekurangan masing-masing. Berikut ulasannya:

1. Bioteknologi Konvensional
a. Keunggulan:
- Relatif tidak membutuhkan dana yang besar
- Hanya memerlukan tingkat teknologi yang sederhana
- Pengaruh jangka panjang dari proses yang dilakukan umumnya sudah
diketahui
- Sistem pelaksanaannya sudah mapan (established)
b. Kekurangan
- Perbaikan sifat genetik yang dilakukan tidak terarah
- Tidak dapat mengatasi ketidaksesuaian genetik (inkompatibilitas)
- Hasil yang diperoleh tidak dapat diperkirakan sebelumnya
- Prosesnya memerlukan waktu yang relatif lama
10

2. Bioteknologi Modern
a. Keunggulan:
- Perbaikan sifat genetik dilakukan secara terarah
- Dapat mengatasi kendala ketidaksesuaian genetik
- Hasil proses dapat diperhitungkan
- Dapat menghasilkan jasad/organisme baru dengan sifat baru yang tidak
terdapat pada organisme alami (wild type)
- Mampu meningkatkan kualitas organisme melalui rekayasa genetika
b. Kekurangan:
- Proses pengerjaannya memerlukan biaya yang relatif mahal
- Memerlukan teknologi yang canggih dan mapan (established)
- Pengaruh jangka panjang belum diketahui

Tabel 2.1. Contoh produk bioteknologi konvensional hasil fermentasi

No. Mikroorganisme Enzim Substrat Produk

1. Rhizopus oligosporus Protease Kedelai Tempe

2. Aspergilus oryzae Protease Kedelai Tauco

3. Aspergilus soyae Protease Kedelai Kecap

4. Monillia sitophilia Protease Bungkil Oncom


kacang

5. Streptococcus Laktase Susu Yoghurt


thermophilus

6. Lactobacillus vulgaris Laktase Susu Yoghurt

7. Lactobacillus vulgaris Lipase Susu Keju

8. Lactobacillus lactis Lipase Susu Keju

9. Streptococcus lactis Lipase Susu Mentega

10. Lactobacillus plantarum Laktase Sayuran Asinan

Sumber: Biologi, Mader S. S.


11

Produk bioteknologi konvensional merupakan produk yang selama ini telah banyak
beredar di masyarakat. Bioteknologi konvensional cenderung memanfaatkan
keseluruhan organisme pada tingkat sel. Oleh karena itu, pada bioteknologi
konvensional, pemanfaatan organisme masing sebatas pada pemanfaatan
mikroorganisme saja. Beberapa produk bioteknologi konvensional yang
memanfaatkan proses fermentasi dengan substrat tertentu dapat disimak pada tabel
2.1.

Pada bioteknologi modern, proses yang terjadi melibatkan manipulasi organisme


pada tingkat gen. Tahapan perkembangan bioteknologi modern melibatkan
beberapa penemuan yang dianggap sebagai titik balik ilmu bioteknologi.

Tahapan perkembangan bioteknologi modern:

1. Pada tahun 1953, James D. Watson dan


Francis H. C. Crick, ilmuwan dari Universitas
Cambridge menemukan struktur DNA double
helix (untai ganda)

2. Pada tahun 1968, perkembangan bioteknologi


semakin pesat khususnya dalam hal
Sumber:
pemotongan DNA dengan adanya penemuan
https://www.flickr.com/photos/130022460@N05/ enzim endonuklease restriksi oleh H. O. Smith,
16456221262/lightbox/ K. W. Wilcox, dan T. J. Kelley di John Hopkins
University. Ketiganya mengisolasi dan
mengkarakterisasi enzim endonuklease restriksi
pertama yang berasal dari bakteri Haemophilus
influenzae dan diberi nama HindII.

3. Pada tahun 1983, metode amplifikasi DNA


bernama Polymerase Chain Reaction yang
dikenal sebagai PCR ditemukan oleh Kary B.
Mullis. Penemuan ini memungkinkan DNA
dalam jumlah sedikit dapat diperbanyak/di-copy
(diamplifikasi) menghasilkan jumlah yang lebih
banyak dalam waktu singkat.

4. Pada tahun 1990, ilmuwan memulai suatu


proyek yang berperan sangat besar dalam
perkembangan bioteknologi modern saat ini.
Proyek tersebut dimulai oleh US National
H. O. Smith. Sumber:
Institutes of Health and the Department of
https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/
1978/smith/facts/ Energy dan dinamakan Human Genome
12

Project. Proyek ini dipimpin oleh tim ilmuwan


yang berasal dari berbagai negara untuk melihat
urutan (sekuen) keseluruhan gen (genom) pada
spesies manusia (Homo sapiens). Human
genome project ini dimulai pada 1 Oktober 1990
dan berakhir pada April 2003. Tujuan utama
human genome project adalah untuk
mendapatkan pemetaan lengkap (complete
mapping) dan pemahaman mengenai
keseluruhan gen pada manusia (human
genome). Bahkan, pada proyek ini pun, ilmuwan
berhasil mempublikasikan urutan genom mencit
(mouse genome sequence) pada Desember
2002 dan urutan genom tikus (rat genome
Kary B. Mullis. Sumber:
https://www.nobelprize.org/prizes/chemistry/
sequence) pada November 2002, serta berhasil
1993/mullis/facts/ mengidentifikasi lebih dari 3 juta variasi genetik
manusia yang disebut single nucleotide
polymorphisms (SNPs) dan keseluruhan cDNA
(full-length complementary DNA) untuk lebih dari
70% gen manusia dan mencit yang diketahui

Pada bioteknologi modern, diperlukan adanya analisis gen, baik itu berupa DNA
maupun RNA. Pada bioteknologi modern, akan sering ditemui metode-metode untuk
analisis gen, seperti di bawah ini:

1. Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan teknik berbasis molekuler untuk memisahkan DNA
murni dari protein maupun komponen sel lainnya. Teknik ini bertujuan untuk
mendapatkan kualitas DNA yang baik untuk digunakan pada proses penelitian
selanjutnya, seperti penanda molekuler, penyusunan perpustakaan genom,
sekuensing, dan lainnya.
2. Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan suatu teknik sintesis dan
amplifikasi DNA secara in vitro (di laboratorium). Teknik ini digunakan untuk
mengamplifikasi atau memperbanyak segmen DNA dalam jumlah jutaan kali
hanya dalam waktu beberapa jam. Proses PCR melibatkan beberapa tahap,
yaitu: pra-denaturasi DNA template, denaturasi DNA template, penempelan
primer pada template (annealing), pemanjangan primer (extension), dan
pemantapan (post-extension).
13

3. Elektroforesis
Elektroforesis merupakan teknik pemisahan molekul bermuatan berdasarkan
perbedaan tingkat migrasinya dalam aliran listrik yang diberikan. Perbedaan
tingkat migrasi disebabkan oleh perbedaan ukuran dan berat molekul serta
muatan listrik yang dimiliki oleh molekul yang akan dipisahkan. Teknik
elektroforesis biasanya digunakan untuk memisahkan molekul DNA maupun
protein.
4. Sekuensing DNA (DNA sequencing)
Teknik sekuensing DNA dilakukan baik dengan metode Sanger maupun
Maxam-Gilbert. DNA sekuensing digunakan untuk mendeterminasi urutan basa
nukleotida pada DNA yang meliputi adenin, guanin, sitosin, dan timin. Metode
sekuensing DNA pertama kali dikembangkan pada tahun 1970an.
5. DNA fingerprinting
Sidik jari DNA (DNA fingerprinting) merupakan suatu teknologi untuk
melihat keragaman individu. Teknologi ini dapat digunakan untuk membedakan
individu yang dekat kekerabatannya sekalipun. Bahkan teknologi DNA
fingerprinting dapat digunakan dalam bidang biologi forensik termasuk untuk
melacak tindak kejahatan. Sifat DNA yang spesifik dapat digunakan untuk
membedakan urutan basa yang unik dari masing-masing makhluk hidup, salah
satunya melalui DNA fingerprinting.
6. dsb.
14

LATIHAN 2
1. Jelaskan mengenai perbedaan bioteknologi konvensional dan bioteknologi
modern! Lengkapi dengan contoh!

Jawab: ......................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

2. Jelaskan mengenai Human Genome Project!

Jawab: ......................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

3. Sebutkan tujuan para ilmuan melakukan proyek penelitian Human Genome


Project!

Jawab: ......................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................

4. Jelaskan mengenai perkembangan ilmu bioteknologi setelah tahun 2000 dengan


adanya Human Genom Project!

Jawab: ......................................................................................................................

...................................................................................................................................

...................................................................................................................................
15

Bab 3
Analisis Gen dan Protein

Tujuan Pembelajaran

Setelah menyelesaikan bab ini anda akan dapat: Menjelaskan


prinsip analisis gen dan protein secara in vitro dan in silico knologi
konvensional.

Ekspresi gen merupakan mekanisme yang secara alami terjadi di dalam sel.
Mekanisme ekspresi gen yang mengikuti ketetapan central dogma sangat terkait
dalam proses sintesis protein karena produk dari ekspresi gen itu sendiri adalah
protein, baik protein struktural maupun protein fungsional. Central dogma
merupakan proses dimana instruksi pada DNA dikonversi menjadi suatu produk
fungsional. Proses ini pertama kali diusulkan oleh Francis Crick pada tahun 1958.
Central dogma pada biologi molekuler menjelaskan mengenai aliran informasi
genetik dati DNA menjadi RNA untuk membuat suatu produk fungsional yaitu
protein.

Gambar 3.1. Proses central dogma, mulai dari DNA ditranskripsi menjadi RNA dan ditranslasi menjadi
protein (Sumber: https://byjus.com/biology/central-dogma-inheritance-mechanism/)
16

Analisis gen maupun protein yang merupakan hasil ekspresi gen dapat dilakukan
secara in vitro maupun in silico. Penelitian in vitro merupakan suatu penelitian atau
studi yang dilakukan pada komponen organisme yang telah diisolasi dari
lingkungan biologisnya yang alami untuk dipelajari di dalam laboratorium, berbeda
dengan in vivo yang melakukan penelitian atau studi yang dilakukan pada
organisme hidup secara langsung, biasanya dengan memanfaatkan hewan coba.
Sedangkan, pada in silico, penelitian atau studi tersebut dilakukan melalui program
komputer.

Gambar 3.2. Gambaran perbedaan analisis gen dan protein secara in vitro, in vivo, dan in silico
(Sumber: https://misciwriters.com/2016/10/04/in-silico-biology-how-math-and-computer-
science-teach-us-about-life/)

Metode dalam bioteknologi modern yang dapat digunakan untuk analisis gen secara
in vitro di laboratorium diantaranya adalah isolasi DNA, amplifikasi DNA dengan
polymerase chain reaction (PCR), elektroforesis gel agarosa, DNA sequencing, dan
lainnya. Sedangkan untuk analisis hasil ekspresi gen berupa protein secara in vitro
dapat dimulai dengan metode sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel
electrophoresis (SDS-PAGE), Western blot, Southern blot, dan lain sebagainya.
Studi untuk analisis gen dan protein secara in silico sederhana dapat memanfaatkan
informasi-informasi terkait gen melalui database yang tersedia secara online dan
dapat diakses secara gratis, salah satunya melalui laman website The National
Center for Biotechnology Information (NCBI).

NCBI menyediakan informasi gen secara lengkap yang dapat diakses secara gratis
oleh siapapun. Pada NCBI, peneliti dapat mensubmit data maupun manuskrip pada
database-nya, dapat pula mengunduh data gen tertentu yang sudah tersedia di
database NCBI, menyediakan dokumen, kelas, maupun tutorial mengenai kerja di
bidang bioteknologi dan biologi molekuler, menggunakan kode pustaka data pada
NCBI untuk membangun suatu aplikasi studi in silico, menyediakan tool atau alat
yang bisa digunakan oleh peneliti untuk menganalisis data gen secara in silico,
serta menyediakan proyek-proyek riset dan kolaborasi dengan peneliti di seluruh
dunia.
17

Gambar 3.3. Tampilan laman depan website NCBI (Sumber: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/)

Studi secara in silico untuk analisis


gen dan protein saat ini sudah
diwadahi oleh suatu cabang ilmu
biologi yang dikenal sebagai
Bioinformatika. Studi dalam
bioinformatika membutuhkan
database di bidang biologi molekuler.
Database tersebut dapat digunakan
untuk analisis dan sekuensing urutan
basa pada DNA, prediksi struktur
protein mulai dari struktur yang paling
sederhana hingga yang paling
kompleks, membuat pohon filogeni
(phylogenetic trees), mempelajari
jalur metabolisme, regulasi dan
ekspresi gen, serta proses yang
lainnya.
Gambar 3.4. Ilmu yang terkait dalam bidang bioinformatika Bioinformatika merupakan
penggunaan metode komputasional
untuk menganalisis dataset biologi
yang secara ilmiah memiliki ukuran
yang besar, sehingga
disederhanakan melalui analisis
dengan komputasional dan statistikal
18

kompleks untuk menghemat waktu,


biaya, dan juga tenaga.

Ilmu bioinformatika merupakan irisan dari beberapa cabang ilmu (Gambar 3.4.).
Beberapa cabang ilmu tersebut adalah biologi, statistik, dan komputer sains.
Kombinasi ketiga ilmu tersebut memungkinkan analisis data biologi yang kompleks
menjadi lebih sederhana dan ringkas dalam program komputer. Analisis gen dan
protein secara in silico melalui ilmu bioinformatika ini membantu peneliti untuk
melakukan prediksi-prediksi sebelum penelitian dilanjutkan pada level in vitro
maupun in vivo, sehingga penelitian tersebut sudah lebih siap dan meminimalisasi
kegagalan.

Gambar 3. 5. Tampilan laman GenBank pada website NCBI (Sumber:


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/genbank/)

Pada bioinformatika terdapat database (basis data) yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk membantu dalam analisis gen dan protein. Database merupakan
suatu kumpulan informasi dalam komputer secara sistematik yang dapat diperiksa
menggunakan suatu program komputer untuk memperoleh informasi. Database
bioteknologi yang tersimpan dapat berupa data sekuen primer asam nukleat (DNA
dan RNA) maupun protein, data motif sekuen protein, dan data struktur protein
maupun asam nukleat. Database utama untuk sekuen asam nukleat adalag
GenBank (Amerika Serikat) (Gambar 3.5), EMBL (European Molecular Biology
Laboratory, Eropa) (Gambar 3.6), dan DDBJ (DNA Data Bank of Japan, Jepang)
(Gambar 3.7). Ketiga database tersebut bekerja sama dan bertukar data per harinya
untuk menjaga keluasan cakupan masing-masing database. Sumber utama data
19

sekuen asam nukleat adalah submisi langsung dari peneliti individu, proyek
sekuensing genom, dan pendaftaran sekuen spesies baru.

Gambar 3. 6. Bagian servis bioinformatika yang menyediakan database biologi pada EMBL (European
Molecular Biology Laboratory) (Sumber:
https://www.embl.de/research/interdisciplinary_research/bioinformatics/services/list-of-
services/index.php

Gambar 3.7. Tampilan laman depan DDBJ (DNA Data Bank of Japan) (Sumber:
https://www.ddbj.nig.ac.jp/index-e.html)
20

The National Center for Biotechnology (NCBI) yang berpusat di Amerika Serikat
menyediakan bergabai database, baik protein, nukleotida, gen, maupun genom.
Melalui website ini, dapat diakses berbagai macam informasi terkait penelitian
bioteknologi secara in silico dengan ilmu bioinformatika. Laman website ini juga
dapat membantu peneliti untuk melakukan penyejajaran (alignment) sekuen
nukleotida dari beberapa spesies yang berbeda.

Gambar 3. 8. Urutan gen pada genom yang tersedia saat memasukkan genus Phaseolus pada kolom
pencarian di NCBI. Dapat terlihat pada laman tersebut menunjukkan ketersediaan 5
genom terkait genus Phaseolus, yaitu genom spesies Phaseolus vulgaris, Phaseolus
coccineus, Phaseolus acutifolius, Tetranycus urticae, dan Uromyces appendiculatus
(Sumber: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/?term=Phaseolus)

Salah satu hal sederhana yang bisa dilakukan dengan memenfaatkan database
yang ada di NCBI adalah untuk melakukan alignment (penyejajaran) sekuen
nukleotida pada dua spesies yang berbeda. Contohnya adalah untuk melakukan
penyejajaran sekuen nukleotida pada Phaseolus vulgaris dan P. coccineus. Untuk
melakukan penyejajaran tersebut, yang dibutuhkan hanya akses ke laman website
NCBI di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ yang menyediakan data sekuen gen target
dan Multalin di http://multalin.toulouse.inra.fr/multalin/ untuk menyejajarkan
sekuen yang dibandingkan.
21

Tahapan untuk alignment sekuen nukleotidanya adalah seperti di bawah ini:

1. Buka laman utama NCBI di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ kemudian pilih


³Nucleotide´SDGDSLOLKDQNRORPSHQFDULDQQ\D

Gambar 3. 9. Tahap pertama alignment sekuen nukleotida di laman website NCBI

2. Masukkan nama genus yang menjadi target untuk alignment, misalnya


³Lactobacilluss´ NHPXGLDQNOLN³6HDUFK´

Gambar 3.10. Tahap kedua alignment sekuen nukleotida dengan mengetikkan nama genus target di
kolom pencarian, pada contoh ini menggunakan Lactobacillus
22

3. 6HWHODK NOLN ³6HDUFK´ PDND DNDQ PXQFXO WDPSLODQ GL EDZDK LQL NHPXGLDQ SLOLK
gen dari dua spesies yang berbeda yang akan di-alignment (disejajarkan)

Gambar 3.11. Pada tahap ini dipilihlah dua whole genom, yaitu dari L. plantarum SN35N DNA
complete genome dan L. paracasei IJH-SONE68 DNA complete genome

4. Klik pada masing-masing pilihan hingga muncul tampilan seperti di bawah ini

(a) (b)
Gambar 3.12. Tampilan informasi L. plantarum SN35N DNA complete genome (a) dan L. paracasei
IJH-SONE68 DNA complete genome (b)
23

 .OLN ³FASTA´ SDGD PDVLQJ-masing spesies yang dipilih, baik L. plantarum
maupun L. paracasei

*DPEDU.OLN³)$67$

6. Akan muncul tampilan seperti di bawah ini, untuk kemudian sekuen (urutan) basa
yang muncul (tanda kotak merah) baik untuk L. plantarum maupun L. paracasei di-
copy ke laman website Multalin.

(a) (b)
Gambar 3. 14. Sekuen L. plantarum (a) dan L. paracasei (b) yang akan di-alignment (disejajarkan)
dengan bantuan Multalin
24

7. Buka laman website Multalin di http://multalin.toulouse.inra.fr/multalin/, kemudian


paste-kan sekuen sebelumnya ke kotak sekuen data (kotak merah)

Gambar 3. 15. Halaman depan website Multalin

6HWHODKVHPXDVHNXHQJHQWHODKGLPDVXNNDQNHNRORP³Sequen data´NHPXGLDQ
NOLN³Start Multalin´

*DPEDU.OLN³6WDUW0XOWDOLQ´XQWXNPXODLPHQ\HMDMDUNDQVHNXHQXUXWDQEDVDSDGDNHGXDVSHVLHV
25

9. Muncul hasil alignment (penyejajaran) dua DNA complete genome dari L.


plantarum dan L. paracasei yang dapat dibandingkan

Gambar 3. 17. Hasil alignment (penyejajaran) L. plantarum SN35N DNA complete genome dan L.
paracasei IJH-SONE68 DNA complete genome

10. Hasil pada Gambar 3.17 dapat digunakan untuk melihat similaritas
sekuen/urutan basa pada L. plantarum SN35N DNA complete genome dan L.
paracasei IJH-SONE68 complete genome. Warna merah menunjukkan basa-basa
yang lestari (conserved) sedangkan perbedaan warna menunjukkan adanya
perbedaan basa di antara keduanya.

LATIHAN 3
1. Buatlah alignment/penyejajaran sekuen gen dari dua spesies yang berbeda
namun masih dalam satu genus yang sama! Tentukan genus sendiri!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................
26

BAB 4

KLONING

Tujuan Pembelajaran

Setelah menyelesaikan materi ini, Anda


akan dapat memahami tentang prosedur
kloning dan perbedaan antara kloning gen,
kloning sel, serta kloning individu

Kloning merupakan satu kata yang sering dikaitkan dengan pelanggaran norma
agama, terutama terkain dengan penciptaan individu baru yang sama persis dengan
induknya. Kloning individu yang pertama kali dilaporkan berhasil adalah penciptaan
Domba Dolly (Dolly the Sheep) oleh ilmuwan dari University of Edinburg. Tim
kloning Dolly dipimpin oleh Ian Wilmut yang berhasil melakukan kloning mamalia
pertama kali dengan teknik somatic cell nuclear transfer (SNCT). Dolly lahir pada 5
Juli 1996 dan menjadi ikon keberhasilan kloning hingga sekarang. Keberhasilan
kloning Dolly ini dipublikasikan pada 27 Februari 1997 di Nature. Hingga saat ini,
masih media yang sesekali memberitakan temuan ilmuwan-ilmuwan dunia terkait
dengan kloning.

Terlepas dari pro dan kontra yang seringkali menyertai berita-berita tentang
keberhasilan kloning, penelitian tentang kloning justru semakin masif setelah
keberhasilan yang pertama pada Dolly. Keberhasilan kloning pada hewan
mencetuskan penelitian untuk mengkloning manusia. Pada tahun 2002, sebuah
persahaan berbasis bioteknologi di Bahama yang bernama Cloneaid mengklaim
telah berhasil menciptakan manusia pertama hasil kloning di dunia pada tanggal 26
Desember 2002. Bayi hasil kloning ini memiliki berat lahir 3.500 gram, berjenis
kelamin perempuan dan diberi nama Eve. Bayi Eve merupakan hasil kloning dari
seorang wanita di Amerika Serikat berusia 31 tahun yang pasangannya infertil.
27

Gambar 4.1. Publikasi mengenai keberhasilan kloning manusia pertama di dunia yang diklaim oleh
Cloneaid di Amerika Serikat

LATIHAN 4
1. Perhatikan gambar berikut!

Berikan pendapat terkait


berita yang diterbitkan oleh
tirto.id di samping,
berdasarkan kaidah ilmu
bioteknologi. Apakah proses
kloning pada monyet
tersebut dapat diterima?
Bagaimana jika kloning
dilakukan pada manusia?

Jawab: .................................

.............................................
28

Kloning sendiri sebenarnya merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris,
yaitu cloning. Namun, ada pula yang berpendapat kloning berawal dari bahasa
Yunani klon yang berarti tangkai. Klon berarti suatu individu yang dihasilkan secara
aseksual yang berasal dari sel somatik tunggal orang tuanya dan secara genetik
memiliki sifat identik. Teknologi kloning menunjukkan hasrat manusia untuk dapat
mengontrol masa depan. Namun, tentu saja persoalan kloning ini bukanlah hal yang
sederhana. Perlu adanya pemahaman mendasar dan mendalam kaitannya dengan
bioetika yang menyertai penelitian-penelitian terkait kloning, terutama dalam kloning
manusia.

Seiring perkembangan penelitian di bidang bioteknologi, istilah kloning tidak lagi


hanya terbatas pada penciptaan individu baru, namun berkembang menjadi istilah
yang lebih dapat diterima oleh keilmuan yang berdasarkan etika dan norma agama
yang dianut. Kloning didefinisikan ulang menjadi suatu proses yang dilakukan untuk
menduplikasi, baik gen, sel, maupun organisme secara aseksual. Hasil kloning
tersebut secara genetik merupakan replika identik dari gen, sel, maupun organisme
yang dikloning. Kloning pada organisme berupa tanaman melalui kultur jaringan
tanaman menjadi klon yang legal dan dapat diterima oleh masyarakat.

Berdasarkan perkembangan
keilmuan tersebut, maka jenis
kloning dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu kloning gen (transgenic
cloning), kloning sel (therapeutic
cloning), dan kloning individu
(reproductive cloning).

Kloning gen dimaksudkan untuk


mendapatkan gen target melalui
teknologi rekombinasi DNA. Kloning
ini tidak bisa terlepas dari teknologi
DNA rekombinan, yaitu dengan
memindahkan sebagian fragmen
Gambar 4.2. Kloning gen
(Sumber:http://passel-test.unl.edu/beta/pages DNA yang diinginkan (DNA terget)
/informationmodule.php?idinformationmodule= pada suatu elemen replikasi genetik.
959197140&topicorder=3&maxto=16&minto=0) DNA target tersebut selanjutnya
akan diperbanyak dengan sifat
genetik yang sama persis, sehingga
disebut sebagai kloning gen.

Proses kloning gen meliputi


29

serangkaian tahapan, yaitu (1)


isolasi fragmen DNA spesifik dari
genom suatu organisme, (2)
penentuan sekuen atau fragmen
DNA target yang akan dikloning, (3)
rekombinasi fragmen DNA target,
dan (4) ekspresi gen target dalam
sel kompeten.

Tujuan kloning gen:


1. mendapatkan gen sebagai
penelusur
2. mendapatkan gen untuk dianalisis
urutan nukleotidanya
3. mendapatkan gen untuk
diekspresikan melalui vektor

Kloning sel merupakan suatu


kloning yang dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan sel punca
(stem cells) yang dapat digunakan
untuk mempelajari perkembangan
manusia dan penyembuhan
penyakit. Ilmuwan berharap teknik ini
dapat digunakan untuk pengobatan
penyakit pada manusia dan hewan
Gambar 4.3. Kloning sel (Sumber: melalui produksi organ untuk
https://humancloninginfo.weebly.com/human-
cloning.html)
transplantasi. Tujuan utama kloning
sel ini adalah untuk menghasilkan
stem sel embrionik (embryonic
stem cells).

Tipe sel punca (stem cells) sendiri


dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Sel punca embrional
(embryonic stem cells), berasal
dari embrio yang berkembang dari
ovum yang telah dibuahi secara in
vitro
2. Sel punca dewasa (adult stem
30

cells), berasal dari sel yang belum


terdiferensiasi yang ditemukan
antara sel terdiferensiasi pada
jaringan atau organ.

Kloning individu memiliki tujuan


utama untuk menciptakan organisme
baru yang secara genetik memiliki
sifat yang identik dengan induknya.
Proses kloning individu ini
memperoleh banyak tantangan, baik
dari pro kontra masyarakat, maupun
dari proses kloningnya sendiri,
terutama untuk kloning hewan
maupun manusia. Beberapa
tantangan yang harus dihadapi
Gambar 4.4. Kloning individu (Sumber: peneliti, terlepas dari pro kontra
https://www.slideshare.net/lolaceituno/genetic- masyarakat, saat akan melakukan
engineeringstemcellsandcloning) kloning individu berupa hewan
adalah sebagai berikut:
1. kloning hewan memiliki potensi
sukses yang sangat rendah
2. banyak kemungkinan timbulnya
masalah pada perkembangan fetal
3. adanya masalah kesehatan
setelan individu hasil kloning
dilahirkan
4. munculnya large offspring
syndrome, yaitu ukuran anakan yang
20-30% lebih besar dari normal.

Pada kloning individu, dikenal adanya dua teknik yaitu teknik pemisahan embrio
(embryo splitting) dan transfer nukleus (nuclear transfer) yang biasanya
menggunakan nukleus dari sel somatik (somatic cell nuclear transfer). Teknik
pemisahan embrio (embryo splitting/embryo twinning) dilakukan melalui operasi
pemisahan embrio yang terbentuk saat proses embriogenesis. Embrio dipisahkan
menjadi dua saat tahapan blastosis sehingga dalam perkembangannya, akan
didapatkan dua individu yang identik secara genetik. Teknik pemisahan embrio
untuk manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1993 yang tentu saja memicu
depat berkepanjangan berkaitan dengan ketidaksesuaiannya dengan norma-norma
31

yang berlaku di masyarakat dunia. Meskipun proses munculnya kelahiran kembar


identik dapat terjadi secara alami, namun proses pemisahan embrio secara buatan
dengan teknik embryo splitting/embryo twinning ini masih menjadi perdebatan.

Gambar 4.5. Teknik pemisahan embrio (embryo splitting/embryo twinning) (Sumber:


https://animalbiotech.ucdavis.edu/cloning)

Somatic cell nuclear transfer (SCNT) atau dikenal sebagai transfer nukleus
dilakukan dengan mengeluarkan nukleus dari sel ovum dan digantikan dengan
nukleus dari sel somatik. Transfer nukleus merupakan strategi yang dilakukan di
laboratorium untuk menghasilkan embrio yang viabel dari sel somatik dan ovum.
Konsep transfer nukleus sendiri telah dipikirkan oleh ahli embriologi Jerman Hans
Spemann pada tahun 1928. Spemann melakukan penelitian dengan mentransfer
nukleus sel embrionik salamander ke dalam ovum. Namun, saat itu Spemann
meragukan konsep transfer nukleus itu sendiri karena secara teknis sangat tidak
mungkin mentransfer nukleus tanpa mengakibatkan kerusakan materi genetik
maupun kerusakan sel.

Pada tahun 1950, ilmuwan Amerika Robert Briggs dan Thomas King sukses
mengkloning berudu dengan teknik transfer nukleus pada sel blastula. Sepuluh
tahun kemudian, ahli biologi Inggris John B. Gurdon berhasil mengkloning berudu
dengan transfer nukleus sel intestinum katak. Penelitian kloning individu dengan
teknik transfer nukleus yang dianggap menjadi titik balik penelitian kloning di dunia
adalah keberhasilan kloning oleh tim Ian Wilmut yang berhasil menciptakan domba
Dolly yang lahir pada tahun 1996. Dolly dihasilkan dari fusi sel dan transfer
nukleusdari sel yang telah terdiferensiasi dan ovum yang sudah diambil nukleusnya.

Pada penciptaan Dolly, nukleus donor diambil dari sel kelenjar susu domba dewasa
ras Finn Dorset yang ditransfer ke ovum tanpa nukleus (enucleated egg cell) domba
32

dewasa ras Scottish Blackface. Setelah terjadi fusi sel dan terjadi pembelahan sel
hingga tumbuh menjadi embrio, maka embrio tersebut diimplantasikan pada rahim
induk pengganti (surrogate mother) yang berbeda dari donor dan resipien nukleus.
Induk pengganti tersebut dari ras Scottish Blackface. Dolly yang dilahirkan dari
proses tersebut pada tahun 1996 memiliki sifat genetik yang identik dengan donor
nukleus, yaitu domba ras Finn Dorset, meskipun ovum resipien dan induk
penggantinya menggunakan ras Scottish Blackface.

Gambar 4.6. Proses transfer nukleus pada penelitian domba Dolly oleh tim Ian Wilmut dari University of
Edinburg (Sumber: https://www.britannica.com/topic/Dolly-cloned-sheep)
33

LATIHAN 5
1. Berikan contoh aplikasi kloning gen di laboratorium! Lengkapi dengan gambar!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

2. Apakah yang dimaksud dengan sel punca? Jelaskan!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

3. Berikan contoh aplikasi kloning sel untuk pengobatan penyakit pada manusia!
Lengkapi dengan gambar!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

4. Manakah yang lebih efektif dan efisien untuk menciptakan individu baru yang
identik, dengan teknik pemisahan embrio ataukah transfer nukleus? Jelaskan
jawaban Saudara!

Jawab: ..........................................................................................................................
34

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

5. Identifikasilah perbedaan antara kloning gen, kloning sel, dan kloning individu!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................
35

BAB 5

DNA REKOMBINAN

Tujuan pembelajaran

Setelah menyelesaikan materi bab ini,


Anda akan dapat memahami metode
rekayasa genetika melalui teknik dna
rekombinan

Rekayasa genetika merupakan dasar dari bioteknologi yang di dalamnya meliputi


manipulasi gen, kloning gen, DNA rekombinan, teknologi modifikasi genetik, dan
genetika modern. Pada rekayasa genetika, dilakukan identifikasi, replikasi,
modifikasi, dan transfer materi genetik dari sel, jaringan, maupun organ. Teknik
yang paling besar digunakan untuk melakukan rekayasa genetika adalah teknik
rekombinasi DNA untuk menciptakan suatu DNA rekombinan. Rekayasa genetika
memungkinkan adanya manipulasi gen sehingga ekspresi gen dapat disesuaikan
dengan target peneliti. Produk rekayasa genetika pun dapat dimanfaatkan untuk
tujuan tertentu. Teknik rekayasa genetika ini telah banyak digunakan untuk
menghasilkan produk-produk pangan, pertanian, peternakan, maupun produk
kesehatan dengan membentuk organisme-organisme transgenik/GMO (Genetically
Modified Organism).

Produk-produk hasil rekayasa genetika biasanya memiliki fenotip yang unggul


karena dalam prosesnya telah disisipkan gen yang mengkode sifat unggul suatu
organisme. Misalnya saja produk rekayasa genetika di bidang pertanian memiliki
keunggulan berupa ketahanan terhadap hama penyakit, ketahanan terhadap
kekeringan, penampilan lebih menarik, nutrisi lebih lengkap dibanding produk asli
non transgenik, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut dapat tercapai karena pada
rekayasa genetika terjadi proses pemindahan materi genetik dari sumber yang
sangat beragam dengan ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu yang lebih
singkat.
36

Gambar 5.1. Contoh produk rekayasa genetika dengan pelabelan yang baik sehingga masyarakat
dapat memutuskan sendiri untuk mengkonsumsinya atau tidak (Sumber:
https://www.foodandwine.com/news/whole-foods-gmo-labeling-policy)

Gambar 5.2. Contoh informasi yang tertulis pada kemasan makanan yang menunjukkan bahwa produk
tersebut diproduksi dengan rekayasa genetika (Sumber:
https://www.centerforfoodsafety.org/press-releases/4418/food-movement-opposes-
backroom-deal-on-gmo-labeling)

Di Amerika, produk hasil rekayasa genetika sudah marak beredar di pasaran


dengan pelabelan yang jelas. Pada setiap produk hasil rekayasa genetika akan
diberikan label atau informasi yang menyatakan bahwa makanan tersebut adalah
37

GMO (Genetically Modified Organism) atau organisme yang telah direkayasa


secara genetik. Rekayasa genetik memiliki keunggulan yaitu mampu memindahkan
materi genetik dengan ketepatan yang tinggi dan mampu dikontrol dalam waktu
yang relatif lebih singkat. Teknologi DNA rekombinan yang digunakan dalam proses
merekayasa organisme ini bekerja dengan menyisipkan fragmen atau potongan
DNA target ke suatu vektor sehingga memungkinkan adanya integrasi dan
perbanyakan dalam sel organisme yang berperan sebagai inang.

Rekombinasi DNA secara alami sebenarnya sudah terjadi melalui persilangan,


penyerbukan, dan perkawinan. Namun, rekombinasi DNA yang terjadi di alam tidak
dapat dikontrol proses dan hasilnya sehingga hanya akan dapat dilihat dari adanya
variasi genotip maupun variasi fenotip secara alami. Proses rekombinasi DNA
secara alami di alam tersebut kemudian diadaptasi untuk dilakukan secara in vitro
melalui teknologi yang disebut DNA rekombinan. Teknologi DNA rekombinan ini
meliputi sekumpulan teknik atau metode yang digunakan untuk mengkombinasikan
gen-gen secara buatan untuk menghasilkan ekspresi gen target yang terkontrol.
Proses dalam membuat DNA rekombinan ini dikenal sebagai proses rekombinasi
DNA.

Pada teknologi DNA rekombinan, setidaknya dibutuhkan beberapa perangkat utama


yang mendukung keberhasilan teknik ini. Perangkat utama tersebut meliputi DNA
target, vektor plasmid, enzim endonuklease restriksi, enzim ligase, dan sel
kompeten. Keempat komponen perangkat utama tersebut berperan penting dalam
keberhasilan proses rekombinasi DNA untuk menghasilkan DNA rekombinan.
Pemilihan masing-masing komponen tersebut tidak bisa sembarangan karena harus
menyesuaikan karakteristik target gen yang akan direkombinasi, dan saling terkait
satu sama lain.

Gambar 5.3. Salah satu contoh vektor


plasmid yang dapat
digunakan dalam proses
rekombinasi DNA yaitu pET
His6 TEV LIC cloning vector
(1B) dari addgene. (Sumber:
https://www.addgene.org/29
653/)
38

Perangkat atau komponen utama yang diperlukan dalam proses rekombinasi DNA
adalah:

1. DNA target

Pada setiap proses rekombinasi DNA akan melibatkan adanya


penggabungan dua DNA yang berbeda sumber untuk menghasilkan DNA
rekombinan. Dua DNA yang direkombinasi tersebut berasan dari DNA asing
sebagai DNA target dan DNA dari vektor plasmid. DNA terget merupakan sumber
dari DNA atau gen yang akan diklon dan diteliti ekspresinya. Misalnya, ketika ingin
memproduksi bibit tanaman padi yang tahan terhadap kekeringan, maka DNA target
yang disisipkan ke vektor plasmid adalah fragmen DNA pengkode sifat tahan
terhadap kekeringan dari spesies tanaman apapun. DNA target yang disisipkan
sesuai dengan contoh tersebut diharapkan dapat mengekspresikan sifat unggulnya
untuk menciptakan bibit tanaman padi yang memiliki ketahanan terhadap
kekeringan sehingga penanamannya tidak perlu menunggu musim penghujan dan
petani diharapkan dapat panen sepanjang tahun.

2. Vektor Plasmid

Plasmid merupakan materi genetik ekstrakromosomal yang dimiliki oleh


bakteri. DNA plasmid berbentuk sirkuler, berukuran kecil (lebih kecil daripada
kromosom), serta memiliki jenis, jumlah, dan ukuran yang bervariasi antar sel dan
antar jenis bakteri. DNA plasmid yang sederhana tersebut menjadikan plasmid
dimanfaatkan sebagai salah satu alat dalam rekombinasi DNA, yaitu sebagai vektor
gen target yang disisipkan. Fungsi plasmid dalam proses rekombinasi DNA,
meliputi:

a. sebagai vektor untuk mengklon gen atau mengklon fragmen DNA yang mana
proses tersebut akan mengubah sifat bakteri

b. untuk memperbanyak gen (copy gene) yang telah disisipkan dengan bantuan sel
kompeten (berupa sel bakteri)

Vektor harus memiliki kemampuan untuk


bereplikasi secara mandiri dalam sel
bakteri sehingga tidak perlu diinsersi
genom bakteri. Oleh karena itu, suatu
plasmid yang akan dimanfaatkan
sebagai vektor dalam rekombinasi DNA
setidaknya harus memiliki bagian yang
mendukung proses rekombinasi
39

tersebut, yaitu:

a. Origin of replication (ORI),


merupakan sekuen tertentu pada suatu
DNA yang merupakan tempat atau titik
pemulaan terjadinya replikasi. Suatu
vektor plasmid harus memiliki ORI untuk
dapat memulai replikasinya. Dengan
ORI yang baik dan jelas, maka proses
replikasi untuk perbanyakan copy gen
target dapat berlangsung dengan baik.
Gambar 5.4. Peta plasmid yang sesuai dengan
kebutuhan dalam proses rekombinasi DNA untuk b. Promoter, merupakan sekuen
menghasilkan DNA rekombinan (Sumber: tertentu pada suatu DNA yang
https://blog.addgene.org/plasmids-101-what-is-a- merupakan tempat pengikatan protein
plasmid)
enzim yang menginisiasi terjadinya
proses transkripsi. Promoter terletak di
GHNDWVHNXHQDZDOWUDQVNULSVLGLXMXQJ¶

untai DNA sense. Promoter dalam proses rekombinasi DNA juga terkait
dalam proses perbanyakan copy gen target.

c. Selectable marker, atau penanda selektif merupakan suatu gen yang


ditambahkan pada plasmid vektor, umumnya berupa gen pengkone sifat
resistensi terhadap antibiotik tertentu, baik ampisilin, kanamisin, tetrasiklin,
dll. Penanda selektif ini diperlukan untuk membantu proses seleksi sel
kompeten hasil transformasi plasmid rekombinan ketika sudah dikulturkan
pada media kultur tertentu.

d. Multiple cloning site (MCS), disebut juga polylinker merupakan segmen


DNA pendek yang mengandung setidaknya lebih dari 20 restriction sites (sisi
pemotongan). Bagian ini harus ada dalam suatu vektor plasmid, biasanya
setiap plasmid memiliki MCS yang unik. Tujuan adanya MCS ini adalah
untuk memungkinkan adanya fragmen DNA target untuk disisipkan pada sisi
tersebut. Bagian MCS ini dapat ditemukan pada vektor kloning (cloning
vector) untuk meningkatkan jumlah copy DNA target, pada vektor ekspresi
(expression vector) untuk menciptakan produk protein hasil ekspresi gen.

Vektor untuk rekombinasi DNA sebenarnya tidak hanya terbatas pada plasmid saja,
masih ada beberapa vektor yang dapat pula dimanfaatkan untuk membawa DNA
target dalam rekombinasi DNA, diantaranya bakteriofag, cosmid, BACs (Bacterial
Artificial Chromosomes), dan juga YACs (Yeast Artificial Chromosomes). Namun,
plasmid merupakan yang paling sering digunakan sebagai vektor dalam
40

rekombinasi DNA. Meskipun vektor berupa plasmid kurang bisa memfasilitasi


rekombinasi DNA dengan ukuran DNA target yang besar (>10 kbp), namun vektor
berupa plasmid memiliki beberapa keunggulan yang menjadikannya banyak
digunakan, yaitu: (1) ukurannya yang kecil sehingga mudah untuk dimodifikasi, (2)
strategi seleksinya mudah, dan (3) sangat berguna untuk ukuran-ukuran DNA target
yang relatif kecil (<10 kbp).

3. Enzim endonuklease restriksi

Enzim endonuklease restriksi merupakan enzim pemotong yang dapat


memotong untai ganda DNA pada bagian urutan basa spesifik tertentu dan akan
menghasilkan ujung potongan, baik sticky end maupun blunt end. Enzim
pemotong ini akan memotong ikatan fosfodiester DNA secara spesifik pada rangka
gula-fosfatnya. Setiap enzim endonuklease restriksi memiliki sisi pengenalan
pemotongan yang unik pada untai DNA sepanjang 4-6 pasang basa dan akan
memiisahkan DNA pada lokasi tersebut. Enzim endonuklease restriksi memotong
DNA menjadi fragmen-fragmen dengan berbagai ukuran. Enzim ini umumnya
diisolasi dari mikroorganisme.

Terdapat tiga jenis enzim endonuklease restriksi, yaitu tipe I, II, dan III. Tipe I dan III
memiliki struktur yang agak kompleks sehingga perannya sangat terbatas dalam
proses rekombinasi DNA. Sedangkan, tipe II memiliki peran yang sangat penting
dalam rekombinasi DNA. Enzim endonuklease restriksi tipe II ini memiliki panjang
sekuen basa pengenalan dari 4 sampai 8 nukleotida. Enzim endonuklease restriksi
dinamai berdasarkan sumber mikroorganisme asal enzim tersebut diisolasi.
Misalnya, EcoRI merupakan enzim endonukleasae restriksi pertama yang diisolasi
dari Escherichia coli sedangkan HindIII merupakan enzim ketiga yang diisolasi dari
Haemophilus influenzae strain D.

Enzim endonuklease restriksi memiliki dua karakteristik yang membuatnya sangat


bermanfaat dalam proses rekombinasi DNA. Karakteristik yang pertama yaitu
kekhususannya. Setiap enzim endonuklease restriksi hanya mengenal dan
memotong sekuen nukleotida tertentu pada untai DNA, sehingga potongannya akan
spesifik. Karakteristik yang kedua adalah kemampuan masing-masing enzim
endonuklease restriksi untuk menghasilkan ujung pemotongan yang lengket (sticky
end) maupun ujung tumpul (blunt end). Ujung lengket (sticky end) lebih sering dicari
dan digunakan karena akan lebih kuat menempel pada ujung untai DNA yang akan
direkombinasi.
41

Tabel 5.1. Beberapa jenis enzim endonuklease restriksi yang sering digunakan
dalam pemotongan DNA

No. Nama Enzim Sekuen Pengenal Mikroorganisme Asal

1. EcoRI G-AATTC Escherichia coli

2. HindIII A-AGCTT Haemophilus influenzae

3. HhaI GCG-C Haemophilus haemolyticus

4. TaqI T-CGA Thermus aquaticus

5. BsuRI GG-CC Bacillus subtilis

6. BalI TGG-CCA Brevibacterium albidum

7. NotI GC-GGCCGC Nocardia otidiscaviarum

8. BamHI G-GATCC Bacillus amyloliquefaciens

9. SmaI CCC-GGG Serratia marcescens

Gambar 5.5. Perbedaan ujung pemotongan enzim endonuklease restriksi, yaitu sticky end dan blunt
end (Sumber: http://ib.bioninja.com.au/standard-level/topic-3-genetics/35-genetic-
modification-and/gene-transfer.html)
42

4. Enzim ligase

Enzim ligase memiliki fungsi kebalikan dari endonuklease restriksi. Enzim ini
memiliki fungsi ligasi, yaitu berfungsi untuk menyambung kembali fragmen DNA
yang telah terpotong oleh endonuklease restriksi. Secara alami, enzim ligase
diperlukan untuk menggabungkan fragmen Okazaki saat proses replikasi DNA.
Enzim ligase digolongkan menjadi 2 jenis berdasarkan kofaktornya, yaitu enzim
ligase NAD+-dependent yang hanya ditemukan di bakteri, serta enzim ligase ATP-
dependent yang dapat ditemukan di bakteriofag, eubacteria, archaea, dan virus.

Gambar 5.6. Peran enzim ligase pada proses ligasi untuk menyambungkan dua ujung untai DNA yang
sebelumnya dipotong oleh enzim endonuklease restriksi (Sumber:
https://www.addgene.org/protocols/dna-ligation/)

5. Sel kompeten

Sel kompeten merupakan sel yang memiliki kemampuan untuk menerima


DNA asing (extracellular naked DNA) dari luar sel melalui proses transformasi. Sel
ini dikatakan kompeten karena telah dimodifikasi sehingga memiliki karakteristik
dinding sel yang sementara dapat bersifat permeabel dan dapat dilewati molekul
DNA berupa vektor plasmid. Sel inang dapat dibuat kompeten dengan cara
menginokulasikan 30 ml media Luria Bertani (LB) dengan 1% biakan E. coli yang
berumur semalam kemudian digojog pada suhu 30°C sampai pertumbuhan
mencapai fase log (±3 jam). Pelet sel kemudian dipisahkan dengan sentrifugasi
dingin selama 10 menit pada 8000 rpm, lalu dicuci 2 kali dengan CaCl2 volume yang
sama 0,1mM. Pelet tersebut kemudian disentrifugasi lagi dalam kondisi yang sama
dan endapan sel dilarutkan dengan setengah volum larutan 30% sukrosa dalam
CaCl2 0,1 mM.

Sel bakteri inang paling kompeten pada saat pertumbuhan mencapai fase
logaritmik/fase eksponensial, sehingga proses transformasi (pemindahan vektor
plasmid ke dalam sel kompeten) dilakukan pada saat sel kompeten mencapai fase
logaritmik dalam kurva sigmoid pertumbuhannya. Proses transformasi dapat
43

dilakukan dengan kejutan panas (heat shock) maupun kejutan listrik


(electroporation).

Proses rekombinasi DNA meliputi beberapa tahapan, yaitu:

1. Pemotongan DNA target dan DNA plasmid vektor dengan enzim endonuklease
restriksi

2. Penyambungan potongan-potongan DNA target dan DNA plasmid vektor dengan


enzim ligase

3. Transformasi DNA rekombinan (DNA target + DNA plasmid vektor) ke dalam sel
kompeten (E. coli ataupun Agrobacterium tumefaciens)

4. Seleksi (screening) untuk mendapatkan klon DNA rekombinan yang sesuai target

Gambar 5.7. Ilustrasi tahapan proses rekombinasi DNA (Sumber:


https://www.sciencedirect.com/topics/neuroscience/recombinant-dna)

Pada proses transfofrmasi, sel kompeten yang dicampur dengan molekul DNA
rekombinan akan mengalami tiga kemungkinan, yaitu (1) sel kompeten tidak
44

dimasuki oleh molekul DNA apapun, (2) sel kompeten dimasuki oleh DNA plasmid
yang tidak membawa gen target, dan (3) sel kompeten dimasuki oleh DNA
rekombinan yang membawa gen target. Oleh karena itu, diperlukan proses seleksi
untuk mendapatkan sel kompeten yang sesuai target. Proses seleksi ini dinamakan
blue-white selection karena menunjukkan adanya koloni bakteri yang berwarna
biru dan putih.

Proses seleksi biru putih (blue white selection) dilakukan dengan menumbuhkan sel
kompeten hasil transformasi pada media selektif yang telah ditambah IPTG dan X-
gal (5-bromo-4chloro-3-indolyl-b-D-galactopyranoside) serta antibiotik sesuai
dengan selectable marker yang digunakan dalam plasmid vektor. Kultur tersebut
diinkubasi semalaman dan diseleksi berdasarkan warna koloni yang tumbuh.
Penambahan IPTG dan X-gal akan membantu terjadinya proses seleksi. Sel
kompeten yang tidak memiliki DNA rekombinan, dengan adanya X-gal akan
memecah ȕ-galaktosidase menjadi produk yang berwarna biru sehingga sel-sel
tersebut akan membentuk koloni berwarna biru. Sedangkan, sel kompeten yang
PHPLOLNL '1$ UHNRPELQDQ WLGDN DNDQ PHPHFDK ȕ-galaktosidase sehingga akan
membentuk koloni berwarna putih. Untuk mendapatkan DNA rekombinan sesuai
terget, maka koloni berwarna putih harus dipisahkan dan kemudian dilakukan isolasi
sel dilanjutkan dengan isolasi DNA target.

Gambar 5.8. Gambaran koloni sel kompeten pada seleksi biru putih (blue white selection). Koloni biru
merupakan kumpulan sel yang tidak memiliki DNA rekombinan, sedangkan koloni putih
merupakan kumpulan sel yang memiliki DNA rekombinan (Sumber:
https://www.sarthaks.com/388516/how-to-find-the-blue-white-screening)
45

LATIHAN 6
1. Jelaskan mengapa plasmid dari E. coli dianggap paling efektif untuk dijadikan
vektor dalam rekombinasi DNA!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sticky end dan blunt end hasil pemotongan
DNA dengan enzim restriksi dan jelaskan keunggulan serta kelemahan masing-
masing!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

3. Berikan contoh aplikasi penggunaan teknologi DNA rekombinan dalam penelitian


di bidang bioteknologi

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................
46

BAB 6

TEKNOLOGI HIBRIDOMA

Tujuan Pembelajaran

Setelah memepelajari mengenai materi pada bab


ini, Anda akan memahami prinsip dan proses
produksi antibodi monoklonal dengan teknologi
hibridoma

Hibridoma didefinisikan sebagai fusi sel pada organisme yang bertujuan untuk
mendapatkan gabungan sifat kedua sel induk. Teknologi hibridoma ini dianggap
sebagai salah satu cara terbaik untuk menghasilkan antibodi monospesifik atau
antibodi monoklonal (monoclonal antibody/mAb) secara in vitro. Teknik
hibridoma dilakukan dengan menggabungkan sel myeloma dengan sel limfosit
spesifik. Sel hibrid tersebut memiliki sifat gabungan dari kedua sel asalnya, yaitu
menghasilkan antibodi spesifik yang diturunkan dari sel limfosit spesifik. Sel hibrid
tersebut memiliki sifat dapat hidup terus menerus yang mana sifat tersebut
didapatkan dari sel myeloma.

Antibodi adalah senyawa protektif dari sistem kekebalan yang bertugas


menetralisasi antigen (benda asing) berupa patogen yang masuk ke dalam tubuh.
Antibodi adalah bagian terpenting dari sistem imun adaptif. Pentingnya peranan
antibodi pada perlawanan antigen yang masuk ke dalam tubuh organisme
menjadikan penelitian-penelitian terkait antibodi semakin berkembang. Salah satu
yang masih terus dikembangkan adalah produksi antibodi monoklonal, baik yang
digunakan sebagai terapi kesehatan, diagnosis penyakit, maupun sekedar ingin
mengetahui karakteristik antigen target.
47

Antibodi monoklonal dianggap lebih efektif dibandingkan dengan antibodi poliklonal.


Hal tersebut terkait dengan spesifisitas antibodi monoklonal untuk mengikat antigen
secara spesifik, sedangkan antibodi poliklonal tidak. Antibodi poliklonal merupakan
campuran heterogen yang umumnya merupakan hasil produksi klon sel limfosit B
yang berbeda dalam tubuh. Antibodi poliklonal ini dapat mengenali dan mengikat
lebih banyang epitop antigen sehingga dianggap kurang spesifik. Berbeda dengan
antibodi monoklonal yang memiliki afinitas tunggal sehingga hanya dapat mengenali
secara spesifik epitop antigen yang sama.

Gambar 6.1. Spesifisitas antibodi monoklonal (mAb) bidandingkan dengan antibodi poliklonal (pAb)
(Sumber: https://nanocomposix.com/pages/antibody-selection-and-purification-for-
lateral-flow-rapid-tests)

Keunggulan dan kekurangan antibodi poliklonal terutama disebabkan oleh


spesifisitasnya yang lebih rendah. Spesifisitas rendah tersebut akibat sifatnya yang
memiliki multi-epitop. Namun, antibodi poliklonal memiliki waktu produksi yang lebih
pendek serta biaya yang lebih kecil. Antibodi poliklonal juga bersifat sangat stabil
dan relatif lebih toleran terhadap perubahan pH. Antibodi poliklonal juga memiliki
afinittas yang tinggi karena kemampuannya untuk mengikat lebih dari satu epitop
sehingga mampu memperkuat sinyal protein target bahkan dalam tingkat ekspresi
yang rendah. Terlepas dari banyaknya keunggulan yang dimiliki, antibodi poliklonal
cenderung kurang sensitif terhadap perubahan antigen berupa denaturasi ringan,
polimorfisme, maupun heterogenitas glikolasi. Selain itu juga, penting sekali untuk
memeriksa urutan imunogen untuk setiap reaktivitas silang karena adanya
beberapa epitop yang bisa dikenali.
48

Berbeda dengan antibodi poliklonal, antibodi monoklonal dianggap lebih spesifik


dalam mengenali antigen. Antibodi monoklonal memiliki spesifisitas yang tinggi
terhadap epitop yang sama dari suatu antigen. Keunggulan antibodi monoklonal
selain pengenalan spesifiknya terhadap epitop pada antigen adalah adanya fusi
dengan sel myeloma saat proses produksinya menyebabkan antibodi ini dapat
diproduksi dalam jumlah yang besar. Karakteristiknya yang spesifik mengenali
epitop tertentu memberikan konsistensi yang tinggi antar eksperimen sehingga
performanya sangat baik untuk pemurnian afinitas. Spesifisitas yang tinggi
menjadikan antibodi monoklonal banyak dimanfaatkan dalam menegakkan
diagnosa suatu penyakit akibat antigen tertentu. Terlepas dari berbagai keunggulan
yang dimiliki, antibodi monoklonal membutuhkan waktu yang relatif lama dalam
pengembangannya. Antibodi monoklonal dapat saja terlalu spesifik untuk dapat
dideteksi di berbagai spesies. Antibodi ini juga cenderung rentan terhadap
perubahan epitop, bahkan hanya perubahan kecil pada konformasi saja sudah
dapat mengakibatkan kapasitas pengikatannya berkurang secara drastis.

Antibodi monoklonal banyak digunakan secara klinis untuk keperluan sebagai kit
diagnostik penyakit tertentu, imunoterapi, maupun penentu strain bakteri atau virus
tertentu. Teknologi diagnostik dengan antibodi monoklonal ini dapat diterapkan
tanpa harus menunggu organisme manti (post-mortem) karena ujinya tidak
membutuhkan jaringan otak. Beberapa contoh penggunaan antibodi monoklonal
diantaranya adalah untuk diagnosis penyakit mikobakteriosis pada ikan, diagnosis
infeksi Toxoplasma gondii dengan metode ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent
Assay), deteksi virus dengue pada sel dengan metode imunositokimia, bahkan
dapat pula digunakan untuk deteksi penyebab penyakit busuk pucuk kelapa
(Phytophthora palmivora).

Banyaknya manfaat antibodi


monoklonal dalam hal deteksi
spesifik berbagai macam penyakit
menjadikan penelitian mengenai
antibodi monoklonal terus
berkembang. Antibodi monoklonal
diproduksi melalui suatu teknologi
dalam ilmu bioteknologi yang
disebut sebagai teknologi
hibridoma. Teknologi ini mulai
dikembangkan pada tahun 1964
melalui isolasi sel hibrid dari dua
induk sel line menggunakan media
49

seleksi hypoxanthine-aminopterin-thymidine (HAT). Pada tahun 1975, teknologi


hibridoma ditemukan oleh Georges Kohler dan Cesar Milstein yang merupakan
penerima Nobel prize bersama Niels Kai Jerna dalam Physiology & Medicine pada
tahun 1985. Milstein memproduksi antibodi monoklonal yang pertama pada tahun
1990. Hingga saat ini, penelitian-penelitian mengenai teknologi hibridoma untuk
produksi antibodi monoklonal masih terus dilakukan oleh para ilmuwan.

Pada produksi monoklonal antibodi dengan teknologi hibridoma, setidaknya


memerlukan beberapa komponen, yaitu:

1. Antigen spesifik

2. Hewan uji, umumnya mencit atau tikus

3. Sel myeloma dan sel limfosit B

4. Hypoxanthine-aminopterin-thymidine (HAT)

Teknologi hibridoma dilakukan


dengan cara menggabungkan sel
myeloma dan sel limfosit B
spesifik secara in vitro. Sel hibrid
atau sel gabungan tersebut
memiliki sifat gabungan dari
kedua sel asalnya, yaitu
menghasilkan antibodi spesifik
yang diturunkan dari sel limfosit
spesifik dan mempunyai sifat
dapat hidup terus menerus yang
didapat dari sel myeloma. Sel
limfosit B spesifik didapatkan
dengan cara mengimunisasi
hewan coba dengan antigen
spesifik. Hewan coba yang
digunakan biasanya adalah
mencit karena mencit memiliki
respon imun yang cukup baik
sehingga sering digunakan untuk
penelitian-penelitian terkait
imunobiologi.
Gambar 6.2. Proses pembuatan antibodi monoklonal
dengan teknologi hibridoma
50

Produksi antibodi monoklonal terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1. Imunisasi mencit dengan antigen spesifik

2. Isolasi sel limfosit B dari limpa mencit yang diimunisasi

3. Kultivasi sel myeloma

4. Fusi sel limfosit B dan sel myeloma

5. Separasi sel line hasil fusi

6. Screening sel line yang sesuai dengan HAT selection

7. Multiplikasi in vitro maupun in vivo

8. Panen antibodi monoklonal

Mencit yang digunakan dalam produksi antibodi monoklonal diimunisasi dengan


antigen spesifik agar antibodi monoklonal yang dihasilkan memiliki afinitas spesifik
terhadap antigen tertentu. Misalnya, untuk memproduksi antibodi monoklonal anti
Salmonella typhosa, maka mencit harus diimunisasi dengan antigen berupa
Salmonella typhosa juga. Mencit yang telah diimunisasi tersebut akan memproduksi
sel limfosit B yang berperan dalam respon imun adaptif untuk memproduksi
antibodi. Sel limfosit B pada limpa mencit tersebut kemudian diisolasi untuk
selanjutnya difusikan dengan sel myeloma yang telah dikultivasi sebelumnya. Fusi
sel dilakukan dengan membuat masing-masing membran sel lebih permeable.
Proses fusi sel dapat ditingkatkan efektivitasnya dengan penambahan PEG
(poietilen glikol). Setelah proses fusi dilakukan, selanjutnya sel tersebut dikultur
pada media khusus untuk kemudian diseleksi dengan HAT (Hypoxanthine-
aminopterin-thymidine) selection. Sel hibridoma hasil seleksi dapat dimultiplikasi
baik secara in vitro maupun in vivo, tergantung tujuan penggunaannya masing-
masing. Hasil multiplikasi tersebut kemudian dapat dipanen untuk kemudian
dimurnikan dan digunakan.

HAT selection dilakukan dengan mengkultur sel hasil fusi di media HAT
(hypoxanthine-aminopterin-thymidine). Pada proses fusi sel, ditemukan beberapa
kemungkinan yang terjadi (Gambar 6.3.), yaitu:

1. sel limfosit B yang tidak berhasil fusi (unfused spleen cells),

2. sel limfosit B yang berfusi dengan sejenisnya sendiri (fused spleen cells),
51

3. sel hibridoma hasil fusi sel limfosit B dan sel myeloma,

4. sel myeloma yang tidak berhasil fusi (unfused myeloma cells), dan

5. sel myeloma yang berfusi dengan sejenisnya sendiri (fused myeloma cells).

Gambar 6.3. Hanya sel hibridoma antara sel limfosit B dan sel myeloma yang dapat tumbuh di kultur
seleksi dengan media HAT.

Sel selain sel hibridoma akan mati pada media HAT (Hypoxanthine-aminopterin-
thymidine). Sel myeloma yang tidak berfusi dengan sel limfosit B, tidak dapat
mensintesis DNA diakibatkan adanya mutasi enzim timidin kinase. Mutasi tersebut
mengakibatkan salvage pathway dalam sintesis DNA tidak dapat dilakukan. Dalam
kondisi normal, jika salvage pathway tidak dapat dilakukan, maka sintesis DNA akan
dilakukan melalui de novo pathway. Namun, dengan adanya aminopterin pada
media seleksi HAT, maka de novo pathway pun tidak dapat terjadi akibat diblok oleh
eminopterin. Pada sel limfosit B yang tidak berfusi dengan sel myeloma, tetap dapat
melakukan sintesis DNA secara fungsional, tetapi sel-sel tersebut akan mati dengan
sendirinya akibat tidak terbatasnya jumlah siklus replikasi DNA. Dengan adanya
mekanisme tersebut, maka hanya sel hibridoma hasil fusi antara sel limfosit B dan
sel myeloma saja yang dapat bertahan hidup pada media HAT (Hypoxanthine-
aminopterin-thymidine). Sel hibridoma memperoleh sifat terus membelah dari sel
myeloma dan tetap memiliki kemampuan untuk mensintesis DNA karena enzim
timidin kinasae tetap berfungsi.

Keunggulan antibodi monoklonal yang diproduksi melalui teknologi hibridoma


diantaranya adalah:

1. reaksi monoklonal antibodinya dapat dibuat spesifik untuk antigen tertentu


52

2. dari satu patogen dapat dibuat beberapa antibodi monoklonal dengan spesifikasi
sesuai kebutuhan

3. antibodi monoklonal yang dihasilkan memiliki stabilitas yang baik

4. pasokan antibodi monoklonal dalam jumlah besar mudah dipenuhi

5. awalnya memerlukan biaya relatif besar, namun selanjutnya harga produksinya


akan berkurang

6. keseragaman kandungan antibodi monoklonal yang dihasilkan terjamin karena


berasal dari satu jenis klon saja

7. kemungkinan reaksi silang/nonspesifik berkurang

8. afinitas reaksi antigen-antibodi lebih kuat

9. pemurnian sntibodi monoklonal lebih mudah

10. dapat digunakan untuk terapi, misalnya deteksi tumor metastasis, obat target
sitotoksik, dan mengurangi resiko penolakan akibat transplantasi organ

LATIHAN 7
1. Jelaskan mengenai antibodi monoklonal dan perbedaannya dari antibodi
poliklonal!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

2. Jelaskan mengenai prinsip dasar produksi antibodi monoklonal melalui teknologi


hibridoma!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................
53

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

3. Jelaskan keunggulan sel myeloma dan sel limfosit B sehingga digunakan dalam
produksi antibodi monoklonal!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

4. Gambarkan tahapan produksi antibodi monoklonal untuk terapi penyakit


tuberculosis akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................
54

BAB 7

BIOTEKNOLOGI
INDUSTRI PANGAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari mengenai materi
penerapan bioteknologi pada pangan dan
industri, Anda akan memahami teknik
bioteknologi yang dimanfaatkan dalam
produksi dan industri pangan

Perkembangan bioteknologi dalam bidang pangan dan industri sebenarnya sudah


terjadi sejak lama. Namun, perkembangan bioteknologi pada bidang pangan dan
industri di masa lalu hanya sebatas pada pemanfaatan mikroorganisme sebagai
agen fermentasi produk pangan. Penerapan bioteknologi konvensional dalam
bidang pangan umumnya akan menghasilkan produk pangan hasil fermentasi,
seperti tempe, tahu, kecap, nata de coco, wine, beer, keju, kimchi, saurkraut, dan
sebagainya. Penerapan bioteknologi modern pada bidang pangan dan industri
memanfaatkan teknik rekayasa genetika (genetic modification) untuk memanipulasi
genom mikroorganisme yang dimanfaatkan dalam produk pangan.

Bioteknologi pangan sendiri didefinisikan sebagai aplikasi pada teknik biologis yang
digunakan untuk menghasilkan tanaman pangan, hewan, dan mikroorganisme
dengan tujuan meningkatkan sifat, kualitas, keamanan, dan kemudahan dalam
pemrosesan dan produksi makanan. Di Indonesia, bioteknologi modern baru
berkembang mulai tahun 1985 ditandai dengan izin yang diberikan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan terhadap program studi bioteknologi, seperti pada
Bioteknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor, Bioteknologi Kesehatan di
Universitas Gadjah Mada, dan Bioteknologi Industri di Institut Teknologi Bandung.
Tujuan dalam perizinan program ini adalah dalam rangka peningkatan penelitian
dalam bidang bioteknologi dan memperluas jaringan bioteknologi dalam tingkat
nasional dan internasional. Pada tahun 1994, terbentuklah Indonesian
Biotechnology Consortium (IBC) yang bertujuan untuk terlibat aktif dalam
55

pengembangan dan pemanfaatan bioteknologi secara bijak demi kesejahteraan


manusia dan konservasi lingkungan.

Pada negara-negara maju, produk pangan


hasil rekayasa genetika sudah secara bebas
dipasarkan dan diberikan label penunjuk
secara jelas. Pelabelan penting dilakukan
untuk menandai produk pangan yang
memang dalam komposisinya mengandung
bahan hasil rekayasa genetika. Konsumen
memiliki hak penuh untuk memilih
mengonsumsi produk hasil rekayasa genetika
ataupun tidak. Di Amerika, label produk
Gambar 7.1. Label produk hasil pangan yang dipasarkan ke masyarakat wajib
rekayasa genetika disertakan secara jelas sehingga masyarakat
yang dikeluarkan oleh mengetahui apakah produk pangan yang
USDA (United States dikonsumsi merupakan produk organik,
Department of produk hasil rekayasa genetika, ataupun
Agriculture)
produk yang ditumbuhkan dengan bantuan
penyemprotan pestisida.

Gambar 7.2. Contoh pelabelan produk konsumsi masyarakat dengan kode angka
56

Pemanfaatan teknik bioteknologi dalam bidang pangan tidak lagi terbatas pada
fermentasi dengan sel mikroorganisme secara utuh (whole organism) untuk
menghasilkan produk hasil fermentasi. Namun, teknik bioteknologi dengan rekayasa
genetika sudah banyak digunakan untuk menghasilkan produk pangan dengan
kualitas yang lebih baik. Beberapa manfaat rekayasa genetik pada produk pangan
adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan ketersediaan pangan
b. Peningkatan umur simpan dan kualitas organoleptik makanan
c. Peningkatan kualitas gizi dan manfaat kesehatan
d. Peningkatan kualitas protein
e. Peningkatan kandungan karbohidrat makanan
f. Peningkatan kuantitas dan kualitas daging serta susu
g. Peningkatan crop (hasil tanaman pertanian)
h. Pembuatan edible vaccine
i. Pemenuhan kebetuhan biofactories atau sumber bahan baku industri
pangan

Pemanfaatan teknik bioteknologi modern dalam bidang pangan dan


industrinya:
a. Produksi hasil tanaman pertanian berkualitas unggul
b. Modifikasi gen mikroorganisme untuk fermentasi produk pangan
c. Produksi enzim dalam proses produksi produk pangan
d. Peningkatan nutrisi produk pangan
e. Peningakatan kualitas flavor pada produk pangan
f. Deteksi kontaminasi produk pangan

Pangan hasil rekayasa genetika pertama kali tersedia untuk masyarakat umum
pada tahun 1990-an. American Medical Association (AMA) dan National Institute of
Health (NIH) secara independen menyimpulkan bahwa daging dan susu dari sapi
yag disisipi gen rBST (recombinant bovine somatotropin) sama amannya dengan
daging dan susu dari sapi biasa. Indonesia pun telah memanfaatkan produk
bioteknologi dalam bidang pangan. Pemanfaatan produk rekayasa genetika di
Indonesia telah diatur dan harus memenuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Terdapat setidaknya 7 peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang perdagangan produk rekayasa genetika yaitu:
a. UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan
b. UU No. 21 Tahun 2004 tentang Cartagena Protocol on Biosafety to the
Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan
Hayati atas Konvensi Keanekaragan Hayati)
c. PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan
57

d. PP No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan


e. PP No. 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa
Genetika
f. SKB 4 Menteri Tahun 1999
g. Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor: HK. 00.05.23.3541 Tahun 2008
tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik

Gambar 7.3. Beberapa produk pangan hasil rekayasa genetika (genetically modified
food) yang beredar di masyarakat

LATIHAN 8
1. Sebutkan minimal 5 contoh aplikasi bioteknologi modern dalam bidang pangan,
selain yang sudah disebutkan pada materi!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................
58

BAB 8

BIOTEKNOLOGI
KESEHATAN DAN FARMASI

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, Anda akan dapat
menjelaskan peranan bioteknologi dalam bidang
kesehatan dan farmasi, termasuk memberikan
contohnya

Bioteknologi modern memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap


perkembangan dalam bidang kesehatan dan farmasi, baik dalam diagnosis penyakit
maupun dalam pengobatan. Manfaat potensial dari teknologi DNA rekombinan
adalah untuk menangani penyakit seperti reumatoid arthritis, kanker, maupun
penyakit genetis lainnya. Penyakit jenis apapun melibatkan perubahan ekspresi gen
dalam sel. Oleh karena itu, perubahan tersebut dapat digunakan sebagai dasar
dalam teknologi microarray, yaitu membandingkan perubahan ekspresi gen dari sel
sehat dengan sel yang tidak sehat.

Aplikasi bioteknologi modern dalam bidang kesehatan dapat pula berupa terapi gen
yang banyak digunakan dalam terapi kanker. Terapi gen dilakukan dengan
memperbaiki ekspresi gen-gen yang tidak optimal yang mengakibatkan munculnya
penyakit. Dapat juga dilakukan dengan pendekatan lain, dengan cara melenyapkan
gen abnormal melalui rekombinasi homolog, maupun dengan mereparasi gen
abnormal dengan mutasi balik selektif sehingga akan mengembalikan fungsi normal
gen tersebut. Terapi gen juga dapat dilakukan dengan mengendalikan regulasi
ekspresi gen yang abnormal tersebut.

Perkembangan ilmu bioteknologi juga mendukung perkembangan pada ilmu


kedokteran forensik. Perkembangan ilmu kedokteran forensik bermula pada tahun
1879 dengan diperkenalkannya metode Bertillon System yang memungkinkan
pihak kepolisian mengindentifikasi korban dan/atau tersangka dengan berpatokan
59

pada ukuran tubuh mereka. Metode Bertillon mendasarkan proses identifikasinya


pada 11 bagian tubuh yang ukurannya tidak akan berubah secara signifikan ketika
seseorang beranjak dewasa.

Gambar 8.1. Skema terapi gen secara ex vivo (Widyastuti, 2017)

Tahapan metode terapi gen secara ex vivo (Gambar 8.1), meliputi:

a. Isolasi sel dengan gen abnormal dari pasien

b. Sel target ditumbuhkan pada media kultur tertentu sesuai dengan


karakteristik sel tersebut

c. Sel target kemudian diinfeksi dengan retrovirus yang telah memiliki gen
rekombinan dalam bentuk gen normal untuk menggantikan gen abnormal
pada sel

d. Produksi rDNA (recombinant DNA) dari rRNA (recombinant RNA) dengan


transkripsi balik (reverse transcriptase)

e. Translasi gen normal pada sitoplasma sel untuk menghasilkan protein yang
bertanggung jawab pada gen yang rusak (integrasi antara gen target untuk
terapi dengan gen pada sel yang dikultur)

f. Seleksi, perbanyakan, dan pengujian sel hasil transfeksi untuk mendapatkan


60

sel normal yang gen abnormalnya telah digantikan oleh gen baru

g. Injeksi kembali sel hasil rekayasa ke dalam jaringan atau organ tubuh pasien

Pada tahun 1910 diperkenalkan cara identifikasi seseorang melalui sidik jari
(fingerprint). Di Indonesia, analisis forensik dengan DNA fingerprint mulai
berkembang setelah terjadi peristiwa peledakan bom seperti kasus bom Bali, bom J.
W. Marriot, bom Kedubes Australia, dan lain-lain. Penggunaan informasi DNA
fingerprint di Indonesia bisa dibilang masih sangat baru sedangkat di negara-negara
maju, hal ini sudah biasa dilakukan. Asam nukleat yang biasa digunakan dalam
analisis forensik menggunakan DNA fingerprint adalah DNA nukleus dan DNA
mitokondria. Namun, yang paling akurat tetaplah dengan menggunakan DNA
nukleus karena lebih stabil.

Gambar 8.2. Tahapan metode DNA fingerprint (Sumber:


https://blogs.uajy.ac.id/elvinadea/2015/09/01/dna-fingerprinting-2/)

Pada kasus-kasus kriminal, penggunaan metode DNA fingerprint bergantung pada


barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP). Misalnya jika
ditemukan puntung rokok, maka dapat diperiksa DNA nukleus yang terdapat pada
sel epitel bibir yang tertinggal di puntung rokok. Bagian-bagian tubuh lainnya yang
dapat diperiksa untuk metode DNA fingerprint, diantaranya adalah sperma, rambu,
darah, daging, tulang, dan kuku. DNA fingerprint dalam masyarakat dikenal sebagai
tes DNA yang seringkali digunakan untuk membuktikan status keturunan apakah
merupakan anak biologis atau tidak melalui kesamaan materi genetik yang
terdeteksi.
61

Gambar 8.3. menunjukkan adanya


sampel DNA yang ditemukan di
TKP (crime scene) dan adanya 3
orang tersangka, yaitu suspect 1,
suspect 2, dan suspect 3.
Berdasarkan hasil analisis DNA
fingerprint tersebut, dapat diketahui
bahwa sampel DNA yang
ditemukan di TKP (crime scene)
sesuai dengan pita-pita DNA pada
lajur kedua dari kanan, yaitu
suspect 2. Hal tersebut
Gambar 8.3. Contoh aplikasi DNA fingerprint
menunjukkan bahwa pelaku dari
dalam dunia forensik (Sumber: tindakan kriminal tersebut adalah
https://blogs.uajy.ac.id/elvinadea/2015/09/01/dna- suspect 2.
fingerprinting-2/)

Gambar 8.4. Produksi hormon insulin dengan rekombinasi DNA secara in vitro

Aplikasi dari bioteknologi modern selanjutnya dalam bidang kesehatan dan farmasi
yang sudah banyak dikembangkan adalah produksi hormon insulin secara in vitro
melalui teknologi DNA rekombinan. Gen pengkode insulin dari sel-sel Langerhans
pada pankreas disisipkan atau diinsersi pada vektor plasmid. Plasmid yang telah
disisipi gen target tersebut, atau disebut sebagai plasmid rekombinan kemudian
ditransformasikan pada sel kompeten berupa sel E. coli sehingga sel kompeten
tersebut dapat dikloning atau diperbanyak dan selanjutnya mampu
62

mengekspresikan gen pengkode insulin tersebut. Hormon insulin hasil teknologi


DNA rekombinan tersebut dikatakan lebih baik dan lebih murah dibandingkan
dengan insulin yang diproduksi secara konvensional.

Peranan positif bioteknologi dalam bidang kesehatan dan farmasi selanjutnya


adalah dalam produksi vaksin. Vaksin (berasal dari kata vaccinia, penyebab infeksi
cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh
kekebalan terhadap cacar) merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk
menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah
atau mengurangi pengaruh infeksi oleh benda asing (antigen). Vaksin dapat berupa
galur virus atau bakteri yang dilemahkan (live attenuated), sehingga tidak
menimbulkan penyakit. Vaksin dapat pula berupa virus atau bakteri yang dimatikan
(killed) atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb).
Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan tubuh untuk bertahan dari infeksi
patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa membantu
sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif (kanker).

Sistem kekebalan mengenali vaksin sebagai antigen, menghancurkannya, dan


NHPXGLDQ ³PHQJLQJDWQ\D´ VHKLQJJD DSDELOD GL NHPXGLDQ KDUL DGD SDWRJHQ \DQJ
menginfeksi tubuh, sistem kekebalan telah siap untuk menetralkan sebelum
memasuki sel. Meskipun vaksin sejauh ini bersifat non-virulen sebagaimana
patogen, namun vaksin tetap harus diperkuat dengan vaksinasi ulangan (booster)
setiap periode tertentu.

Gambar 8.5. Tipe-tipe vaksin (https://clinic.vaxcorpindo.com/cara-kerja-vaksin-jenis-jenis-


vaksin/)
63

Pengembangan vaksin banyak


dilakukan akibat semakin
meningkatnya jenis penyakit yang
diakibatkan oleh virus maupun
bakteri. Salah satunya adalah
pengembangan vaksin untuk
penyakit Covid-19 akibat inveksi
SarsCov-2. Virus SarsCov-2 yang
merupakan virus RNA mulai
menginfeksi manusia dan berhasil
diidentifikasi pada akhir 2019.

Virus ini berhasil menginfeksi


manusia hingga menimbulkan
pandemi di seluruh dunia. Oleh
karena itu, ilmuwan dalam bidang
bioteknologi dan biologi molekuler
segera melakukan penelitian
untuk mengembangkan vaksin
RNA demi memutus penularan
virus SarsCov-a agar pandemi
Covid-19 dapat berakhir.

Vaksin yang dikembangkan untuk


Covid-19 ada yang menggunakan
inactivated vaccine, seperti vaksin
Coronavac yang dikembangkan
oleh Sinovac Biotech.Ltd dan
vaksin Sinopharm, vaksin dengan
bantuan adenovirus seperti pada
Gambar 8.6. Mekanisme kerja vaksin RNA AstraZeneca, vaksin dengan
(Sumber: metode mRNA seperti vaksin
https://www.bbc.com/indonesia/dun Moderna dan Pfizer/BioNTech,
ia-55156453) serta vaksin dengan protein
rekombinan seperti pada vaksin
Novavax.
64

LATIHAN 9
1. Jelaskan perbedaan metode produksi vaksin jenis live attenuated, inactivated,
dan recombinant subunit beserta contoh jenis vaksinnya masing-masing!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

2. Kaitannya dengan bioteknologi di bidang pangan, saat ini banyak dilakukan


penelitian mengenai edible vaccine. Apakah yang dimaksud dengan edible vaccine
serta bagaimanakah mekanisme kerjanya? Jelaskan!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................
65

BAB 9

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
DAN PETERNAKAN

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, Anda akan dapat
menjelaskan peranan bioteknologi dalam bidang
pertanian dan peternakan, termasuk
memberikan contohnya

Pemuliaan tanaman, baik secara modern melalui mutagenesis, rekayasa genetika,


maupun secara tradisional, sama-sama memiliki prinsip dasar sesuai dengan
Hukum Mendel, yaitu adanya pertukaran materi genetik. Keduanya memanipulasi
struktur genom tanaman untuk mendapatkan kombinasi sifat anakan unggul yang
diinginkan. Namun, bedanya, pada zaman Mendel, kode genetik belum terungkap.
Proses pemuliaan dilakukan secara alami sehingga fenotip yang tidak diinginkan
dapat ikut bermunculan di samping fenotip yang diharapkan. Cara konvensional
tidak mempunyai ketelitian dalam pemindahan gen. Pada bioteknologi modern,
pemindahan gen dapat dilakukan dengan lebih presisi dengan bantuan bakteri,
khususnya sekarang dengan dikembangkannya metode DNA rekombinan.

Rekayasa genetika pada tumbuhan terbukti lebih mudah daripada hewan.


Alasannya karena tumbuhan memiliki sifat totipotensi, yaitu setiap potongan organ
tumbuhan dapat menjadi satu individu tumbuhan baru. Hal tersebut tidak terjadi
pada hewan, tidak dapat ditumbuhkan seekor tikus dari potongan kepala atau
ekornya. Namun, dapat ditumbuhkan satu individu tumbuhan singkong baru dari
batangnya saja. Alasan lainnya adalah karena pertanian berpotensi besar dalam
kemunculan varietas-varietas baru yang lebih unggul sehingga mengundang
tingginya investasi pada bidang ini. Manipulasi ekspresi gen banyak dilakukan untuk
dapat menghasilkan varietas tumbuhan baru yang memiliki fenotip unggul. Buah
yang pertama kali direkayasa genetik dan mendapatkan izin oleh FDA (Food and
66

Drug Administration) Amerika Serikat untuk dikonsumsi adalah tomat (FLAVR


SAVR) yang direkayassa dengan penyisipan gen antisens untuk memperlambat
pembusukan.

Proses perubahan sifat biologis pada suatu spesies biasanya dapat dilakukan
melalui proses breeding. Namun, hal tersebut sangat berbeda dengan perubahan
sifat biologis melalui bioteknologi. Teknik rekayasa genetika (genetic engineering)
dapat menyebabkan perubahan fenotip individu tanpa harus melalui proses
perkawinan silang, tetapi melalui insersi gen target tertentu. Prosedur rekayasa
genetika secara umum meliputi isolasi gen, modifikasi gen sehingga fungsi
biologisnya baik, mentransfer gen target ke genom organisme baru, dan
membentuk produk hasil rekayasa genetika.

Gambar 9.1. Contoh rekayasa genetika untuk mendapatkan fenotip tanaman yang toleran
terhadap pencemaran logam melalui penyisipan gen melalui vektor plasmid Ti
dan sel kompeten Agrobacterium tumefaciens (Kumar & Prasad, 2019)

Dua prosedur dalam pembentukan tumbuhan transgenik, adalah:

a. Proses introduksi gen

Beberapa langkah dasar proses introduksi gen adalah membentuk sekuen


(urutan) gen yang diinginkan dengan menggunakan penanda spesifik

1) Mentransformasi sekuen gen yang sudah ditandai ke jaringan


67

2) Mengkultur jaringan yang sudah mengandung gen yang


ditransformasikan

3) Uji coba kultur di lapangan

b. Proses mutagenesis

Memodifikasi gen pada organisme dengan mengganti sekuen basa nitrogen


pada DNA sehingga terjadi perubahan urutan basa nitrogen yang berakibat
pada berubahnya fenotip yang diekspresikan oleh gen tersebut. Contohnya

Penggunaan teknik rekayasa genetika (genetic engineering) menyebabkan


munculnya organisme dengan fenotip unggul yang menguntungkan manusia,
diantaranya adalah:

1) Jagung resisten terhadap serangga

2) Kapas resisten terhadap serangga

3) Pepaya resisten terhadap virus

4) Enzim pemacu produksi susu pada sapi

5) Padi mengandung vitamin A

6) Pisang dengan vaksin hepatitis (edible vaccine)

Gambar 9.2. Rekayasa genetika untuk menghasilkan jagung yang tahan terhadap serangga
hama berupa ulat (Ostrinia nubilalis)
68

Gambar 9.2 menunjukkan insersi gen toksin Bt dari Bacillus turingiensis ke genom
jagung sehingga jagung tersebut mengekspresikan gen yang membuatnya resisten
terhadap serangan hama ulat. Selain itu, kapas transgenik yang tahan terhadap
serangga hama (Bt cotton) pertama kali diuji coba pada tahun 1989. Bt cotton
merupakan kapas yang disisipi gen dari Bacillus thuringiensis sehingga kapas
tersebut dapat resisten terhadap seragan serangga hama karena mengekspresikan
toksin Bt dari gen Bacillus thuringiensis yang disisipkan. Pada tahun 1989 pula,
dimulai proses pemetaan gen pada tanaman (Plant Genome Project).

Pada tahun 1992, sebuah perusahaan penyedia benih memasukkan gen dari
kacang Brazil ke kacang kedelai dengan tujuan agar kacang kedelai tersebut lebih
sehat dengan mengoreksi defisiensi metionin alami pada kacang kedelai. Namun,
ada sebagian kecil masyarakat yang alergi terhadap kacang Brazil dan kacang
kedelai transgenik tersebut. Akibatnya proyek penyisipan gen tersebut dihentikan
oleh perusahaan, meskipun banyak orang berhasil terselamatkan dari kekurangan
metionin. Setelah kasus tersebut, dua tahun kemudian, Food and Drug
Administration (FDA) di Amerika Serikat menyetujui tomat transgenik hasil rekayasa
genetika untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Tomat tersebut memiliki fenotip
unggul yaitu dapat menunda kematangan sehingga tidak mudah busuk (FLAVR
SAVR tomatoes).

Gambar 9.3. Perbandingan FLAVR SAVR Tomatoes dengan tomat biasa. Pada
penyimpanan hari ke-20, tomat biasa sudah mulai menunjukkan tanda
pembusukan dengan mengkerutnya kulit buah, kemudian pada hari ke-45
sudah membusuk. FLAVR SAVR Tomatoes masih segar dan tidak
membusuk sampai hari ke-45
69

Pada bidang peternakan, bioteknologi dapat digunakan untuk meningkatkan


produksi peternakan, diantaranya, melalui:

1) Teknologi produksi, meliputi inseminasi buatan, transfer embrio,


kriopreservasi embrio, fertilisasi di laboratorium (in vitro fertilization), sexing
(penentuan jenis kelamin) sperma maupun embrio, cloning, dan splitting.

2) Rekayasa genetika, meliputi peta genom, marker assisted selection (MAS),


transgenik, identifikasi gen, konservasi molekuler, dan produksi vaksin
ternak

3) Peningkatan efisiensi dan kualitas pakan, seperti manipulasi mikroba


pada rumen.

Beberapa teknik bioteknologi dalam bidang peternakan yang banyak diaplikasikan,


diantaranya adalah

1) Inseminasi buatan

Pada masyarakat umum, teknik ini dikenal sebagai kawin suntik, yaitu suatu
teknik untuk memasukkan sperma hewan jantan yang telah dicairkan dan
diproses ke dalam saluran reproduksi hewan betina dengan menggunakan
metode dan alat khusus

Gambar 9.4. Metode inseminasi buatan dengan menginjeksikan sperma individu


jantan langsung ke dalam saluran reproduksi betina

2) Transplantasi nukleus

Teknologi transplantasi nukleus lebih dikenal sebagai kloning yaitu teknologi


yang digunakan untuk menduplikasi individu yang serupa dengan induknya.
70

Melalui teknik kloning ini, beberapa organ manusia untuk keperluan


transplantasi penyembuhan suatu penyakit juga berhasil dibentuk.

Gambar 9.5. Teknik transplantasi nukleus

3) Transfer embrio

Teknik transfer embrio dapat digunakan untuk mengoptimalkan potensi


betina berkualitas unggul. Pada teknik ini, hewan betina unggul tidak perlu
bunting tetapi cukup hanya menghasilkan embrio yang selanjutnya ditransfer
pada induk titipan (surrogate mother) yang memiliki kemampuan untuk
bunting. Embrio hasil fertilisasi bisa langsung diimplantasikan pada induk
resipien sebagai induk titipan (surrogate mother) atau dibekukan untuk
disimpan terlebih dahulu.

Gambar 9.6. Teknik transfer embrio pada ternak sapi untuk mendapatkan anakan
dengan fenotip unggul
71

4) Rekayasa genetika

Pada skala yang lebih luas, rekayasa genetika dilakukan dengan


menggunakan penanda (marker) yang seringkali disebut Marker-Assisted
Selection (MAS) dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi suatu
organisme berdasarkan informasi genotipnya. Keunggulan rekayasa genetik
adalah mampu memindahkan materi genetik dari sumber yang beragam
dengan ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu yang lebih singkat.

Manfaat teknik rekayasa genetika pada bidang peternakan, diantaranya:

a. Mengurangi biaya dan meningkatkan penyediaan sejumlah besar


bahan yang digunakan

b. Mengembangkan ternak yang bersifat unggul

c. Menukar gen dari satu organisme ke organisme lainnya sesuai


dengan tujuan peneliti, menginduksi sel untuk menciptakan fenotip
baru yang unggul

Gambar 9.7. Contoh rekayasa genetika pada bidang peternakan untuk


menghasilkan hewan ternak yang resisten terhadap beberapa
penyakit melalui penyisipan gen
72

LATIHAN 10
1. Sebutkan minimal 5 contoh aplikasi bioteknologi modern dalam bidang pertanian
dan peternakan, selain yang sudah disebutkan pada materi!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................
73

BAB 10

BIOTEKNOLOGI
LINGKUNGAN

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, Anda akan
dapat menjelaskan aplikasi bioteknologi
dalam bidang lingkungan

Upaya manusia dalam rangka meningkatkan taraf hidup seringkali dilakukan tanpa
memperhatikan kaidah lingkungan. Kegiatan pertanian, penebangan hutan, dan
kegiatan perikanan, serta industri telah menurunkan kualitas lingkungan dan
berpotensi menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi organisme yang
terikat dengan lingkungan tersebut. Kondisi tersebut menyadarkan pemerintah
Indonesia sehingga pada tahun 1985 membentuk Komisi Nasional Bioteknologi
guna melaksanakan kebijakan pemerintah tentang bioteknologi yang ditetapkan
sebagai prioritas dalam pengembangan bangsa. Bioteknologi merupakan revolusi
ketiga dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia.

Bioteknologi secara konvensional memanfaatkan mikroba maupun jenis organisme


lain yang lebih kompleks untuk kegiatan pengolahan limbah (purifikasi/pemurnian
kembali) pada khususnya serta untuk memperbaiki kualitas lingkungan pada
umumnya. Penerapan mikroba ini dilakukan karena dianggap lebih alami dan tidak
membahayakan dibanding penggunaan bahan-bahan kimia. Salah satu
pemanfaatan teknik bioteknologi konvensional untuk mengurangi masalah
pencemaran oleh senyawa organik maupun logam berat adalah dengan teknik
bioremediasi.

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan


dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran.
Mikroorganisme telah banyak digunakan dalam mengurangi senyawa organik dan
74

bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun industri. Hal
yang baru adalah bahwa teknik bioremediasi terbukti sangat efektif dan murah dari
sisi ekonomi. untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh
senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun.

Gambar 10.1. Contoh pencemaran limbah rumah tangga pada Sungai Banjir Kanal Timur,
Ujung Menteng, Jakarta Timur (Sumber:
https://metro.tempo.co/read/1270289/kali-bkt-tercemar-limbah-rumah-
tangga-dki-buat-sekat)

Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan
sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Bioremediasi merupakan
pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses
biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi mempunyai potensi untuk
menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk
mengantisipasi masalah-masalah lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan,
bioremediasi adalah salah satu teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan
dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud
adalah khamir, alga, jamur dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator.

Sejumlah senyawa kimia berbahaya (kontaminan pencemaran) dan kelompok bahan


buangan sudah diperbaiki melalui bioremediasi. Bioremediasi merupakan proses
perbaikan bahan buangan atau limbah dengan melibatkan mikroorganisme.
Terdapatya senyawa berbahaya dalam lingkungan karena, kondisi lingkungan
tersebut tidak memungkinkan aktivitas mikroba untuk melakukan degradasi secara
biokimia.

Teknik pertama yang digunakan adalah mengevaluasi, menentukan batas kondisi


lingkungan pada daerah yang tercemar bahan tertentu. Rancangan akhir harus
75

menyediakan kontrol untuk memanpulasi keadaan lingkungan tersebut dalam


rangka menigkatkan biodegradasi senyawa target. Senyawa target merupakan
senyawa kimia berbahaya yang akan diremediasi Limbah domestik (umumnya
banyak mengandung bahan organik) dan limbah non domestik (umumnya banyak
mengandung bahan anorganik) memiliki kandungan senyawa yang berbeda serta
perbedaan biodegrabilitas.

Terdapat sedikit perbedaan antara rancangan prinsip proses biologik/ biodegradasi


air limbah dengan bioremediasi senyawa kimia berbahaya. Proses biologik
merupakan proses katalis senyawa kimia oleh mikroorganisme yang terjadi secara
alami. Pada bioremediasi menggunakan teknik kimia dan teknik lingkungan.
Bioremediasi lebih rumit karena menggunakan katalis / enzim yang disuplai oleh
mikroorganisme yang mengkatalisis penghancuran senyawa berbahaya spesifik
(senyawa target). Keberhasilan proses bioremediasi dikontrol oleh sumber energi,
sistem donor-akseptor electron, dan nutrient. Pelaksanaan bioremediasi
membutuhkan pemahaman mengenai hubungan timbal balik dari fungsi-fungsi
mikroorganisme tersebut. Rancangan suatu proses bioremediasi melibatkan
optimalisasi dan pengendalian bagian tertentu dari siklus kimia. Proses pengolahan
limbah cair oleh mikroba dalam mendegradasi senyawa kimia yang berbahaya di
lingkungan sangat penting. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan
senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai
proses oksidasi. Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak
berbahaya misalnya CO2.

Saat terjadinya bioremediasi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroba


memodifikasi senyawa kimia berbahaya dengan mengubah struktur kimianya biasa
disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada
biodegradasi, di mana senyawa kimia terdegradasi, strukturnya tidak kompleks dan
akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Contoh
Tumpahan minyak yang terjadi di laut menjadi masalah penting untuk diatasi. Proses
secara fisik untuk mengatasi masalah ini dapat memperparah keadaan. Biodegrasi
menjadi solusi yang ramah lingkungan. Beberapa jenis mikroorganisme mampu
menguraikan minyak melalui mekanisme biosurfaktan yang dapat mengurangi
tegangan permukaan, sama dengan prinsip kerja detergen. Contohnya jamur
Cladosporium resinae dan beberapa bakteri genus Pseudomonas. Selanjutnya
degradasi atau perombakan plastik yang dilakukan oleh organisme disebut juga
biodegradasi. Plastik tersusun atas bahan-bahan yang sulit terurai oleh
mikroorganisme. Namun ada spesies bakteri tertentu yang dapat mendegradasinya
yaitu Clasdoporium resinae.
76

Gambar 10.2. Proses bioremediasi skala besar (Sumber:


http://blog.ub.ac.id/gradhitya/2014/10/bioremediasi/)

Beberapa jenis mikroba digunakan sebagai agen bioremidiasi yaitu pemanfaatan


proses biologi salah satunya untuk detoksifikasi logam berat. Logam berat yang ada
di lingkungan biasanya berasal dari limbah industri. Salah satu contoh logam berat
yang banyak menarik perhatian yaitu merkuri. Merkuri adalah logam berat yang
mudah terakumulasi pada organisme akuatik yang perairanya tercemar limbah
merkuri oleh industri. Sifatnya yang mudah berikatan dengan protein menyebabkan
logam ini sangat berbahaya. Banyak mikroorganisme yang ternyata memiliki
kemampuan detoksifikasi sebagai bentuk adaptasinya terhadap lingkungan tercemar
untuk mempertahankan hidupnya. Kemampuan inilah yang kemudian dikembangkan
oleh peneliti untuk dapat dimanfaatkan dalam detoksifikai merkuri di lingkungan.
Jenis bakteri yang dapat mereduksi merkuri dengan mekanisme detoksifikasi antara
lain Bacillus, Pseudomonas, Corynebacterium, Micococcus, dan Vibrio.

Mikroba dalam mengolah senyawa kimia berbahaya dapat berlangsung apabila


adanya mikroba yang sesuai dan tersedia kondisi lingkungan yang ideal tempat
tumbuh mikroba seperti suhu, pH, nutrient, dan jumlah oksigen. Aplikasi
bioremediasi di Indonesia mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 128 Tahun 2003 mengatur tentang tatacara dan persyaratan teknis
pengolahan limbah dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis.
Bioremediasi dapat dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Pada umumnya,
di daerah yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi untuk terjadinya
bioproses secara alamiah.

Teknologi bioremediasi dalam menstimulasi pertumbuhan mikroba secara umum


dilakukan dengan dua cara yaitu
77

a. Biostimulasi merupakan upaya untuk memperbanyak dan


mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di daerah
tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang
diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah
mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan
mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat
terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya
diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses
penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke
tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya, jika
kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh
dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini
tidak dapat ditemukan di area yang tercemar.

b. Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial


ke dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan
limbah secara biologi. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk
mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat
berkembang dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi
dengan lingkungan tersebut. Dalam beberapa hal, teknik
bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.

Sementara itu menurut secara strategi bioremediasi dapat dilakukan melalui:

a. Bioremediasi In Situ Merupakan metode dimana mikroorganisme


diaplikasikan langsung pada tanah atau air dengan kerusakan yang
minimal. Bioremediasi (In situ bioremidiation) juga terbagi atas:

a). Biostimulasi/Bioventing: dengan penambahan nutrient (N, P) dan


aseptor elektron (O2) pada lingkungan pertumbuhan mikroorganisme
untuk menstimulasi pertumbuhannya.

b). Bioaugmentasi: dengan menambahkan organisme dari luar


(exogenus microorganism) pada subpermukaan yang dapat
mendegradasi kontaminan spesifik.

c). Biosparging: dengan menambahkan injeksi udara dibawah


tekanan ke dalam air sehingga dapat meningkatkan konsentrasi
oksigen dan kecepatan degradasi.

Suatu contoh penerapan bioremediasi insitu adalah kasus sungai


Citarum yang mengandung polutan. Telah dilakukan penuangan
cairan bakteri pengurai limbah yang berfungsi untuk membersihkan
air sungai dari polutan yang terkandung di oxbow Bojongsoang,
Kabupaten Bandung, pada Jumat 23 Agustus 2019, sebanyak 372
78

jerigen berkapasitas masing-masing 30 liter cairan bakteri pengurai


limbah dituangkan ke aliran Sungai Citarum. Bakteri MR 8
diperkirakan bisa menjernihkan air dan menetralisasi racun di
dalamnya selama sekira 7 hari. Pada dasarnya bakteri bekerja
menguraikan kandungan (racun) dalam air sehingga kadar COD,
BOD, dan oksigennya terpenuhi. Dengan kadar tiga senyawa tersebut
yang memadai, mahluk hidup seperti ikan bisa bertahan di dalamnya
serta airnya setidaknya aman untuk irigasi.

Gambar 10.3. Cairan bakteri pengurai limbah yang dituangkan ke aliran


Sungai Citarum (Sumber: https://www.pikiran-
rakyat.com/bandung-raya/pr-01317912/air-sungai-citarum-
akan-bisa-diminum-setelah-ditaburkannya-bakteri-mr-8)

b. Bioremediasi Ex Situ Merupakan metode dimana mikroorganisme diaplikasikan


pada tanah atau air terkontaminasi yang telah dipindahkan dari tempat asalnya.
Teknik ek situ terdiri atas:
a) Landfarming: teknik dimana tanah yang terkontaminasi digali dan
dipindahkan pada lahan khusus yang secara periodik diamati sampai
polutan terdegradasi.
b) Composting: teknik yang melakukan kombinasi antara tanah
terkontaminasi dengan tanah yang mengandung pupuk atau senyawa
organik yang dapat meningkatkan populasi mikroorganisme.
c) Biopiles: merupakan perpaduan antara landfarming dan composting.
d). Bioreactor: dengan menngunakan aquaeous reaktor pada tanah
atau air yang terkontaminasi.
Contoh penerapan bioremediasi ex situ adalah pemulihan lahan terkontaminasi.
79

Gambar 10.4. Pemulihan lahan terkontaminasi (Sumber:


https://www.slideserve.com/seanna/bioremediasi-limbah-
pencemar-oleh-mikroorganisme)

Pengolahan limbah secara biologis untuk mengurangi logam berat dari air tercemar
menjadi suatu teknologi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan. Salah satu
diantaranya memanfaatkan kemampuan pertukaran ion dan kemampuan
penyerapan mikroorganisme dalam menyerap logam berat. Degradasi senyawa
kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk
mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui
suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks. Dalam proses degradasinya
mikroorganisme menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan
reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi.
80

LATIHAN 11
1. Sebutkan minimal 5 contoh aplikasi bioteknologi modern dalam bidang
lingkungan dan produksi bioenergi ramah lingkungan!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

2. Jelaskan mengenai teknik filter mikroba (Tringkling Filter Process) dalam


mengatasi masalah pencemaran lingkungan!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

3. Jelaskan mengenai teknik lumpur aktif (Activated Sludge Process) dalam


mengatasi masalah pencemaran lingkungan!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

4. Jelaskan mengenai teknik kolom reaktor (Wastewater Reactor Column) dalam


mengatasi masalah pencemaran lingkungan!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................
81

BAB 11

BIOETIKA DALAM
BIOTEKNOLOGI

Tujuan Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini, Anda akan
meampu menjelaskan mengenai batasan
bioetika dalam bioteknologi dan regulasi
pengaturan produk hasil bioteknologi

Perkembangan bioteknologi modern dengan pesat akan menimbulkan masalah-


masalah terkait etika serta norma yang berlaku dalam masyarakat. Teknik dalam
bioteknologi, seperti kloning, DNA rekombinasn, transfer embrio, dan fertilisasi in
vitro selain dapat mengontrol proses kehidupan, juga membawa konsekuensi
berupa pertanggungjawaban pada masyarakat serta menuntut kehati-hatian dalam
aplikasinya. Kehati-hatian tersebut perlu diwujudkan dalam bentuk kajian etika pada
penerapan metode dalam bioteknologi modern.

Perkembangan bioteknologi modern secara pesat perlu didampingi adanya suatu


etika yang dapat mengontrol penelitian,aplikasi, dan penerapan bioteknologi modern
tersebut dalam berbagai bidang. Etika merupakan suatu filsafat nilai, kesusilaan
tentang baik dan buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan juga merupakan
pengetahuan mengenai nilai-nilai itu sendiri. Sedangkan, bioetika merupakan
disiplin baru yang menggabungkan pengetahuan biologi dengan pengetahuan
mengenai sistem nilai manusia yang akan menjadi jembatan antara ilmu
pengetahuan dan kemanusiaan, membantu penyelamatan kemanusiaan, serta
mempertahankan dan memperbaiki peradaban dunia.

Prinsip bioetika pertama kali berawal


dari pembentukan Komisi Bioetik
Nasional di Amerika Serikat pada tahun
1974 yang berfungsi untuk meneliti
kriteria-kriteria yang seharusnya
82

diterapkan pada penyelidikan tentang


manusia dalam bidang etika dan
biomedika. Prinsip etika tersebut dikenal
sebagai Informe Belmont, yang di
dalamnya dipaparkan mengenai tiga
prinsip etika dasar, yaitu:

a. Penghormatan pada pribadi,


individu harus diperlakukan
sebagai pribadi dan pribadi yang
memiliki otonomi terbatas harus
dilindungi

b. Kebaikan, mencari yang baik


bagi pasien menurut
kemampuan dan pengetahuan
dokter

Gambar 11.1. Informe Belmont pada 1974 c. Keadilan, meliputi:


(Sumber: https://www.iis-princesa.org/
wpcontent/uploads/2._E%CC%81tica_en_ 1) Berpartisipasi secara
investigacio%CC%81n_cli%CC%81nica_
Ine%CC%81s_Galende.pdf) sama

2) Sesuai dengan
kebutuhan individu

3) Sesuai dengan kontribusi


sosial

4) Sesuai kemampuan

5) Sesuai hukum timbal


balik yang bebas

Di Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Riset dan Teknologi No. 112


Tahun 2009 menyatakan bahwa bioetika adalah ilmu hubungan timbal balik sosial
(Quasi Social Scince) yang menawarkan pemecahan terhadap konflik moral yang
muncul dalam penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya hayati.
Pada bioetika terdapat tiga nilai etika yang harus menjadi dasar. Ketiga etika
tersebut antara lain:
83

1) Etika sebagai nilai-nilai dan asas-asas moral yang dipakai seseorang atau
suatu kelompok sebagai pedoman tingkah laku

2) Etika sebagai kumpulan asas dan nilai berkenaan dengan moralitas (apa
yang dianggap baik maupun buruk)

3) Etika sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dari sudut norma
dan nilai-nilai norma

Prinsip bioetika yang lain muncul dari Beauchamp dan Childress yang
mempublikasikan Principles of Biomedical Ethics pada tahun 1979. Empat prinsip
dasar bioetika yang dipikirkan dari beberapa dasar etika Sumpah Hipocrates, Surat
Hak Pasien, dan Deklarasi Geneva (1948), yaitu:

1) Otonomi: bahwa setiap individu mampu bebas dari obyek personal dan
bertindak menurut kebebasannya. Otonomi ini memiliki 3 syarat dasar, yaitu;
a) memiliki maksud, b) paham akan arti tindakan, dan c) tidak berada dalam
pengaruh luar

2) Tidak merugikan: bahwa tidak diperbolehkan membuat kerusakan dan


kejelekan, atau menyebabkan sakit

3) Menguntungkan: harus berbuat baik, yang diungkapkan dalam a) melindungi


dan membela hak asasi orang lain, b) mengantisipasi agar tidak merugikan
orang lain, c) menghilangkan kondisi-kondisi yang dapat memancing
prasangka terhadap orang lain, d) membantu orang cacat, dan e)
menyelamatkan orang yang berada dalam bahaya

4) Keadilan distributif: kasus yang sama seharusnya diperlakukan dengan cara


sama dan kasus berbeda diperlakukan dengan cara berbeda. Etika ini
didasarkan pada nilai-nilai yang secara habitual diungkapkan dalam
tindakan.

Perkembangan produk hasil rekayasa genetika berupa genetically modified


organism semakin meningkat sejalan dengan peningkatan penelitian pada bidang
bioteknologi. Salah satunya berupa tanaman transgenik yang kehadirannya
memegang peran penting dalam ketahanan nasional di Indonesia. Tanaman yang
telah dikembangkan di Indonesia melalui metode rekayasa genetika diantaranya
adalah pagi, tebu, tomat, singkong, pepaya, dan kentang. Hasil rekayasa genetika
diketahui dapat meningkatkan efisiensi produksi, nilai tambah, dan membantu
pelestarian lingkungan. Namun, kehadiran produk hasil rekayasa genetika tidak
selamanya menguntungkan. Bahkan beberapa kasus menunjukkan produk hasil
rekayasa genetika menyebabkan adanya dampak buruk pada lingkungan. Aliran
84

gen dari organisme hasil rekasaya genetika (organisme transgenik) ke organisme


wild type menimbulkan percepatan evolusi secara invasif dan persisten, serta
mengakibatkan kepunahan pada organisme wild type. Transfer gen resisten
terhadap hama seperti gen Bt toksin dari Bacillus turingiensis dapat menyebabkan
organisme lebih adaptif dan toleran terhadap serangan serangga hama, namun
berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem.

Kehadiran produk-produk hasil rekayasa genetika sebagai sebuah solusi dalam


mengatasi keterbatasan lahan dan menghadapi krisis pangan global, menuntut
pemerintah Indonesia untuk merevisi UU No. 7 Tahun 1996 menjadi UU No. 18
Tahun 2012. Perbaruan tersebut dilakukan untuk menambahkan pasal yang
mengatur tentang produk rekayasa genetika pada pasal 1 ayat 33 dan 34 junto
pasal 69 sampai pasal 77. Dampak yang ditimbulkan oleh produk hasil rekayasa
genetika terhadap lingkungan diatur dalam UU No. 21 Tahun 2004 mengenai
Ratifikasi Protokol Cartagena dan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005
tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika. Protokol Cartagena
merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari konvensi tentang keanekaragaman hayati
yang memiliki tujuan untuk penjaminan tingkat proteksi yang memadai dalam
perpindahan, penanganan, dan pemanfaatan yang aman dari perpindahan lintas
batas organisme hasil modifikasi genetik, termasuk dalam bidang pangan, pakan,
dan pengolahannya. Peraturan Pemerintah Tahun 2005 mengatur tentang
Pengawasan, Keamanan serta Regulasi dari Produk Rekayasa Genetika.

Pasal 6 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005 menyebutkan bahwa


terdapat persyaratan keamanan lingkungan yang perlu dipenuhi, diantaranya

a. deskripsi dan tujuan penggunaan; perubahan genetik dan fenotip yang


diharapkan harus terdeteksi

b. identitas jelas mengenai taksonomi, fisiologi, dan reproduksi produk


rekayasa genetika

c. organisme yang digunakan sebagai sumber gen harus dinyatakan secara


jelas dan lengkap

d. metode rekayasa genetika yang digunakan mengikuti prosedur baku yang


dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya secara ilmiah

e. karakterisasi molekuler produk rekayasa genetika harus terinci dengan jelas

f. ekspresi gen yang ditransformasikan ke produk rekayasa genetika harus


stabil

g. diuraikan cara pemusnahan yang digunakan bila terjadi penyimpangan


85

Peraturan produk rekayasa genetika (PRG) di Indonesia, diantaranya:

a. UU No.6 Tahun 1967

Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan

b. UU No. 5 Tahun 1990

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

c. UU No. 12 Tahun 1992

Budidaya Tanaman

d. UU No. 16 Tahun 1992

Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan

e. UU No. 5 Tahun 1994

Ratifikasi Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nation


Convention on Biological Diversity/CBD)

f. PP No. 6 Tahun 1995

Perlindungan Tanaman

g. PP No. 44 Tahun 1995

Perbenihan Tanaman

h. UU No. 23 Tahun 1997

Pengelolaan Lingkungan Hidup

i. UU No. 41 Tahun 1999

Tentang Kehutanan

j. Keputusan Bersama Empat Menteri Tahun 1999

Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa


Genetik

k. UU No. 29 Tahun 2000

Perlindungan Varietas Tanaman


86

l. UU No. 14 Tahun 2001

Tentang Paten

m. UU No. 21 Tahun 2004

Ratifikasi Protokol Cartagena

n. PP No. 21 Tahun 2005

Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik

o. PP No. 39 Tahun 2010

Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik

p. UU No. 18 Tahun 2012

Tentang Pangan

Ketentuan hukum yang mengatur mengenai produk rekayasa genetika


diharapkan dapat sepenuhnya memberikan jaminan perlindungan hukum
kepada masyarakat, terutama konsumen dan petani lokal. Kehadiran ilmu
bioteknologi menjadi salah satu cara untuk dapat mengatasi kebutuhan manusia
yang terus meningkat. Namun demikian, produk-produk hasil rekayasa genetika
(genetically modified organism/products) harus diawasi secara ketat, tidak
hanya terkait keuntungannya tetapi juga terkait kerugian dan dampaknya bagi
lingkungan. Lembaga-lembaga di Indonesia yang berkewajiban dan berwenang
dalam mengawasi produk-produk hasil rekayasa genetika, diantaranya adalah
Komisi Keamanan Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian
Pertanian, Biosafety Clearing House, dan Tim Teknis Keamanan Hayati yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005.
87

LATIHAN 12
1. Jelaskan dampak aplikasi bioteknologi modern bagi perkembangan kehidupan
masyarakat dunia!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

2. Jelaskan bagaimana batasan etika dalam aplikasi bioteknologi modern untuk


pemenuhan kebutuhan masyarakat dunia!

Jawab: ..........................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................

......................................................................................................................................
88

Glosarium

Asam deoksi ribonukleat DNA, deoxyribonucleic acid) suatu jenis asam nukleat yang
terdiri atas monomer nukleotida dengan gula deoksi ribose dan
basa nitrogen A, G, T, C berbentuk heliks ganda berfungsi
menentukan strukur protein.

Asam ribonukleat RNA, ribonucleic acid) suatu jenis asam nukleat yang terdiri
atas monomer nukleotida dengan gula ribose dan basa nitrogen
A, G, U, C umumnya untai tunggal, berfungsi dalam sintesis
protein dan sebagai genom beberapa virus

Biokontrol Bioremediasi Suatu teknologi membersihkan lingkungan dari polutan dengan


memanfaatkan agen biologis/mikroba

Biodegradasi Bioteknologi Penggunaan organisme hidup atau komponennya didalam


industri untuk menghasilkan makanan, obat-obatan dan produk-
produk lain.

DNA ligase Enzim penyambung dalam replikasi DNA; mengkatalisis


pembentukan ikatan kovalen antara ujung 3¶IUDJPHQ'1$EDUX
GHQJDQXMXQJ¶UDQDWL\DQJVHGDQJWXPEXK

DNA polimerase Enzim yang mengkatalisis perpanjangan DNA baru pada garpu
replikasi denga cara penambahan nukleotida ke rantai yang
sudah ada

DNA rekombinan Molekul DNA dibuat secara in vitro dengan fragmen-fragmen


yang berasal dari sumber yang berlainan

Dobel heliks (= double helix) struktur molekul Dna berbentuk tangal tali
terpilin. Dikemukakan oleh Watson dan Crick pada tahun 1953.
Sedangkan ibu tangga/tulang punggung adalah gula dann
fosfat, dan sebagai anak tangga adalah basa-basa nitrogen

Endonuklease retriksi Enzim yang digunakan untuk memotong DNA

Fitoremediasi Suatu teknologi pembersihan, penghilangan atau pengurangan


polutan berbahaya (logam berat, pestisida, senyawa organik
beracun) dalam tanah atau air dengan memanfaatkan tanaman.

Genom Material genetik yang terdapat dalam kromosom haploid setiap


organisme

Genom project Human genom Project upaya kerja sama internasional untuk
memetakan dan mengurutkan nukleotida DNA semua genom
manusia

Humilin Human Insulin = hoormon insulin produk bioteknologi


89

Insulin Hormon yang bertugas mengatur kadar gula dalam darah

Interferon Klon (1) suatu garis silsilah atau keturunan individu atau sel yang
identik secara genetis. (2) individu tungal yang identik secara
genetis dengan individu yang lain, (3) sebagai kata kerja untuk
membaut satu atau lebih replika gentic suatu individu atau sel

Kloning Membuat satu atau lebih replika genetik suatu individu atau sel.
Suatu system reproduksi yang dihasilkan oleh berbagai seri
mitosis, sehingga keturunan yang ada mempunyai susunan
gentik sama dengan induknya.

Ligase Enzim yang digunakan untuk menyambung DNA

Plasmid Molekul DNA kecil berbentuk cincin (sirkuler) yang membawa


gen aksesoris yang terpisah dari gen kromosom, bereplikasi
secara otonom. Ditemukan pada bakteri dan ragi.

Plasmid Ti Plasmid bakteri penginduksi tumor yang menggabungkan suatu


fragmen Dna ke dalam kromosom inang suatu tumbuhan,
seringkali digunakan sebagai transg untuk rekayasa genetic
pada tumbuhan

Polimorfisme RFLP, Restriciton Fragmen Long Polymorphism

Panjang fragmen restriksi Perbedaan urutan DNA pada kromosom homolog


menghadirkan pola berbeda dalam panjang fragmen restriksi.
(segmen DNA yang dihasilkan dari perlakuan dengan enzim
retriksi) berguna sebagai marker/ penanda genetik untuk
pembuatan peta pautan

Rekayasa Genetika (= genetic engineering) pembentukan tumbuhan, mikroba, atau


hewan dengan sifat-sifat baru dengan cara memanipulasi
kontruksi material gentiknya.

Tempat restriksi restriction site, urutan spesifik pada untai DNA yang dikenal
sebagai tempat pemotongan oleh enzim restriksi

Transformasi Pengambilan DNA dari luar oleh bakteri

Transgenic (hewan/ tumbuhan) Hewan atau tanaman yang didalam selnya mengandung gen
asing. Dibentuk melalui teknologi Dna rekombinan

Transkriptase balik Suatu enzim yang di ekstrak dari virus RNA, digunakan dalam
proses sintesis DNA dengan menggunakan RNA sebagai
cetakan (transkripsi balik)

Vektor Molekul DNA missal plasmid yang bertindak sebagai kendaraan


pengangkut DNA asing ke dalam sel-sel inang, dimana dapat
bereplikasi dan berekspresi.
90

Daftar Pustaka

Adrianto, H., Ulinniam, Purwanti, E. W., Yusal, M. S., Widyastuti, D. A., Sutrisno, E.
et al. (2021). Bioteknologi. Bandung. Penerbit Widina.

Alcibar, M. (2013). The presentation of dolly the sheep and human cloning in the
mass media. InTech Open Science.

%DGHU - %ULJKDP & 6WDKO 8  3RSRYLü 0 . (2018). Development of
controlled cocultivations for reproducible results in fermentation processes
in food biotechnology. Advances in Biotechnology for Food Industry.
http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-811443-8.00005-0

Barrera-Saldaña, H. A. (2011). Genetic engineering-Basics, new applications and


responsibilities. InTech. Croatia.

Brandenberg, O., Dhlamini, Z., Sensi, A., Ghosh, K., and Sonnino, A. (2011).
Introduction to molecular biology and genetic engineering. Food and
Agriculture Organization of United Nations. Rome.

Brown C.M, I Campbell, F.G Prest, (1987). Introduction to Biotechnology: Blackwell


scientilic Publications, London.

Campbel, N. A. (2003). Biologi for . Erlangga. Jakarta.

Farida, Y. (2009). Metode sidik jari DNA dengan REP-PCR. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. B273-B279.

Faridah, H. D. dan Sari, S. K. (2019). Pemanfaatan mikroorganisme dalam


pengembangan makanan halal berbasis bioteknologi. Journal of Halal
Product and Research. 2(1), 33-43.

Fargo, N D. (2003). The Sociological, Economic, and Ethical Impact of Transgenic


Organisms Workshop. Department of Plant Science North Dakota State
University. February 21, 2003.

Fauziyah, Y. & Triwibowo, C. (2013). Bioteknologi Kesehatan dalam Perspektif


Etika dan Hukum. Yogyakarta. Nuha Medika.

Fessenden & Fessenden. (1986). Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga. Diterjemahkan
oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Franjic, S. (2019). Dolly and the history of cloning. EC Clinical and Medical Case
91

Reports. 2(4), 127-130.

Fuad, A. R. M., Ulfin, I., dan Kurniawan, F. (2016). Penggunaan agar-agar


komersial sebagai media gel elektroforesis pada zat warna remazol:
pengaruh komposisi buffer, pH buffer dan konsentrasi media. Jurnal Sains
dan Seni ITS. 5(2), 2337-2520.

Fusvita, A., Maryam, R., Pribadi, E. S. (2016). Karakterisasi antibodi poliklonal


terhadap aflatoksin M. Jurnal Sain Veteriner. 34(1), 9-15.

Griffin, H. D. (____) 'ROO\ WKH VFLHQFH EHKLQG WKH ZRUOG¶V PRVW IDPRXV VKHHS
Roslin Institute (Edinburg). Roslin. UK.

Handoyo, D. & Rudiretna, A. (2000). Prinsip umum dan pelaksanaan polymerase


chain reaction (PCR). Unitas. 9(1), 17-29.

Haroon, F. & Ghazanfar, M. (2016). Application of food biotechnology. Journal of


Ecosystem & Ecography, 6(4). https://doi.org/10.4172/2157-7625.1000215

Hasibuan, A. P. M. & Sadi, S. (1998). Pembuatan antibodi monoklonal terhadap


Salmonella typhimurium dengan teknik hibridoma. Penelitian dan
Pengembangan Isotop dan Radiasi. 147-151.

Illmensee, K. & Levanduski, M. (2010). Embryo splitting. Middle East Fertility


Society Journal. 15, 57-63.

Jasmiati, S. A. T. (2010). Efektif mikroorganisme (EM 4). Journal of Fundamental


Science, 2(4), 148-158.

Kumar, A. & Prasad, M. N. V. (2019). Plant genetic engineering approach for the Pb
and Zn remediation: Defense reactions and detoxification mechanisms.
Transgenic Plant Technology for Remediation of Toxic Metals and
Metalloids, 359- 381.

Lanigan, T. M., Kopera, H. C., & Saunders, T. L. (2020). Principles of Genetic


Engineering. Genes. 11(291): 1-21.

Langden, S. S. S., Budiharjo, A., Wijanarka, & Kusharyoto, W. (2017). Transformasi


dan kloning plasmid PJ804:77539 pada E. coli 723¶ Jurnal Biologi.
6(1):65-70.

Machado, M. D., Soares, E. V. & Soares, H. M. V. M. (2010). Removal of heavy


PHWDOV XVLQJ D EUHZHU¶V \HDVW VWUDLQ RI Saccharomyces cerevisiae:
Chemical speciation as a tool in the prediction and improving of treatment
efficiency of real electroplating effluents. Journal of Hazardous Materials,
92

180 (1-3), 347-353.

MacKenna, A., Schwarze, J. E., Crosby, J. and Zegers-Hochschild. (2020). Factors


associated with embryo splitting and clinical outcome of monozygotic twins
in pregnancies after IVF and ICSI. Human Reproduction Open. Pp 1-6.

Marx, J. L. (1991). Revolusi Bioteknologi: Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

McClean, P. (2003). Biotechnology Meeting. Department of Plant Science North


Dakota State University. March 6, 2003.

Munir, E. (2008). Pemanfaatan mikroba dalam bioremediasi: Suatu teknologi


alternatif untuk pelestarian lingkungan, 1-34.

Munshi, A. (2012). DNA sequencing: methods and applications. InTech. Croatia.

Narita, V., Arum, A. L., Isnaeni, S., Fawzya, N. Y. (2012). Analisis bioinformatika
berbasis web untuk eksplorasi enzim kitosanase berdasarkan kemiripan
sekuens. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi. 1(4): 197-
203.

Noli, L., Capalbo, A., Dajani, Y., Cimadomo, D., Bvumbe, J., Rienzi, L., Ubaldi, F.
M., Ogilvie, C., Khalaf, Y., & Ilic, D. (2016). Human embryos created by
embryo splitting secrete significantly lower levels of miRNA-30c. Stem
Cells and Development. 25(24), 1853-1862.

Noli, L., Ogilvie, C., Khalaf, Y. & Ilic, D. (2017). Potential of human twin embryos
generated by embryo splitting in assisted reproduction and research.
Human Reproduction Update. 23(2), 156-165.

Noviendri, D. (2007). Teknologi DNA rekombinan dan aplikasinya dalam eksplorasi


mikroba laut. Squalen. 2(2), 56-64.

Nurminha, Umniyati, S. R., & Artama, W. T. (2013). Karakterisasi dan aplikasi


antibodi monoklonal WDSSB5 untuk deteksi virus dengue pada sel C6/36
dengan metode imunositokimia. Jurnal Analis Kesehatan. 2(1), 195-202.

Olson, M. V. (1993). The human genome project. Proc. Natl. Acad. Sci. 90, 4338-
4344.

Pramashinta, A., Riska, L., & Hadiyanto. (2014). Bioteknologi Pangan: Sejarah,
Manfaat, dan Potensi Resiko. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 3(1), 1-6.

Prianto, Y. & Yudhasasmita, S. (2017). Naskah Review: Tanaman genetically


modified organism (GMO) dan perspektif hukumnya di Indonesia. Al-
93

Kauniyah: Journal of Biology, 10(2), 133-142.

Rachmawati, Y. & Khoiriyah, R. A. (2018). Comparison of DNA isolation results


using simple methods and kits in samples of Psidium guajava leaves.
Biotropic The Journal of Tropical Biology. 2(2), 93-99.

Sadava, Hillis, Heller, & Berenbaum. (2011). Life: The science of biology, 9th
edition. Sinauer Associates, Inc.

Setlow, J. K. & Hollaender, A. (1998). Genetic engineering: principles and methods.


Plenum Press. New York.

Snehal, S. & Dubey, A. (2019). Role of biotechnology in food processing. Acta


Scientific Agriculture, 3(5), 60-61.

Somowiyarjo, S., Sriyanti, D. P., Mulyadi, & Suryanti. (1999). Pemanfaatan antibodi
monoklonal dalam I-ELISA untuk deteksi penyebab penyakit busuk pucuk
kelapa (Phytophthora palmivora). Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia. 5(2), 120-126.

Supriyadi, H., Taukhid, & Priadi, A. (2002). Produksi dan karakterisasi antibodi
monoklonal (mAb) anti-Mycobacterium fortuitum untuk diagnosis penyakit
mikobakteriosis pada ikan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 8(2), 67-
72.

Sutarno. (2016). Rekayasa genetik dan perkembangan bioteknologi di bidang


peternakan. Proceeding Biology Education Conference. 13(1), 23-27.

Utami, D. W., Santoso, T. J., dan Hidayatun, N. (2012). Sidik jari DNA plasma
nutfah mangga berdasarkan analisis fragmen marka SSR (simple
sequence repeat) berlabel.J. Hort. Indonesia. 3(1), 49-57.

Wasilah, U., Rohimah, S.,  6X¶XGL 0 (2019). Perkembangan bioteknologi di


Indonesia. Rekayasa: Journal of Science and Technology, 12(2), 85-90.

Watson, J. D. Tooze, J. & Kurtz, D. T. (1988). DNA Rekombinan: Erlangga. Jakarta.

Widayanti, R., Asmara, W., & Artama, W. T. (2004). Karakterisasi antibodi


monoklonal terhadap protein membran Toxoplasma gondii isolat lokal.
Jurnal Sain Veteriner. 22(1), 42-45.

Witarto, A. B. dan Sajidan. (2010). Bioinformatika: Tren dan prospek dalam


pengembangan keilmuan biologi. Seminar Nasional Pendidikan Biologi
FKIP UNS 2010.

Yahya, L. A., Ulfin, I., dan Kurniawan, F. (2016). Pemanfaatan nata de coco
94

sebagai media gel elektroforesis pada zat warna remazol: pengaruh pH,
waktu dan aplikasi pemisahan gelatin. Jurnal Sains dan Seni ITS. 5(2),
2337-3520.
TENTANG PENULIS

Dr. Endah Rita Sulistya Dewi, M. Si.

Penulis lahir di Salatiga dan mendapatkan gelar Sarjana


Biologi Lingkungan di Universitas Kristen Satya Wacana pada
tahun 1993, mendapatkan gelar Magister Sains (M. Si.) di
Universitas Diponegoro tahun 2005 dan mendapatkan gelar
Doktor Ilmu Lingkungan di Universitas Diponegoro pada tahun
2016. Saat ini aktif mengajar di Program Studi Pendidikan
Biologi Fakultas FPMIPATI dan Magister IPA di Pasca Sarjana
Universitas PGRI Semarang sesuai bidang ilmu dengan mata
kuliah yang diampu adalah Ilmu Lingkungan, Mikrobiologi dan
Bioteknologi. Aktif melakukan berbagai penelitian yang telah
dipublikasikan di berbagai jurnal Nasional dan Internasional.
Selain itu berbagai buku juga telah dihasikan diantaranya
Panduan Praktikum Mikrobiologi, Bioteknologi Terapan,
Dasar-Dasar Mikrobiologi dan Bioremediasi.

Dyah Ayu Widyastuti, M. Biotech.

Penulis merupakan dosen di Program Studi Pendidikan


Biologi, FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang. Penulis
menyelesaikan pendidikan sarjana hingga memperoleh gelar
Sarjana Sains (S. Si.) di Fakultas Biologi Universitas Gadjah
Mada pada tahun 2011. Gelar Master of Biotechnolgy (M.
Biotech.) didapatkan dari pendidikan di Program Studi
Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah
Mada pada tahun 2014. Ketertarikannya pada bioteknologi
menghantarkannya untuk terus mengasah keterampilan
melalui pelatihan-pelatihan terkait, salah satunya Pelatihan
Teknik Sitogenetika dan Genetika Molekuler & Bioinformatika
(Teknik Diagnosis Molekuler untuk Kelainan Genetik) yang
diselenggarakan oleh Fakultas Biologi Universitas Gadjah
Mada pada 2018, Bioinformatika dalam Pemanfaatan Sumber
Daya Hayati yang diselenggarakan oleh Universitas
Diponegoro pada 2021, dan lainnya. Penulis juga terlibat
dalam penulisan buku, termasuk buku Pangan dan Sistem
Imun (2020) dan Bioteknologi (2021).

Atip Nurwahyunani, M. Pd.

Penulis lahir di Blora dan mendapat gelar Sarjana Sains


(S. Si.) dari Departemen Biologi, Universitas Negeri
Semarang pada tahun 2006 dan Sarjana Pendidikan
Biologi (S. Pd.) pada tahun 2008. Penulis mendapatkan
gelas Magister di bidang Pendidikan IPA konsentrasi
Biologi pada tahun 2010 di Universitas Negeri Semarang.
Saat ini penulis tercatat sebagai dosen aktif di bidang
Pendidikan Biologi dan Biologi Terapan di Program Studi
Pendidikan Biologi, FPMIPATI, Universitas PGRI
Semarang. Penulis juga aktif melakukan berbagai
penelitian dan menulis buku terkait Pendidikan Biologi dan
Biologi Terapan yang dipublikasi dalam jurnal nasional
maupun internasional.

Anda mungkin juga menyukai