OLEH:
NABILAH NADIA RAHMA
(2114315401013)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan asuhan kebidanan komprehensif ini
tepat pada waktunya dengan judul “KONDISI KESEHATAN IBU DAN ANAK DI
KOMUNITAS” dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
mata kuliah komunitas kebiadanan yang telah memberikan tugas kepada saya. Melalui penulisan
makalah ini saya berharap dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun
pedoman bagi penulis maupun pembaca untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang
salah satu kasus pada bidang Kesehatan yang berkaitan dengan kebidanan komunitas.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang dimiliki penulis masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang
membangun. Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator yang menjadi tolak
ukur pembangunan kesehatan di suatu negara. Ibu dan anak merupakan anggota
keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan,
karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadap keadaan keluarga sehingga
penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu dan anak penting
untuk dilakukan. Upaya kesehatan ibu dan anak menyangkut pelayanan dan
pemeliharaan ibu dalam masa kehamilan, persalinan, nifas dan menyusui serta bayi
sampai anak prasekolah (Kemenkes RI, 2018).
Keberhasilan dari upaya kesehatan ibu dan anak, dapat dilihat dari indikator
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). AKI adalah jumlah
kematian ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan nifas di setiap 100.000 Kelahiran
Hidup (KH) sedangkan AKB adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama
kehidupan per 1000 KH. Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan
ibu, tetapi juga mampu menilai derajat kesehatan masyarakat karena sensitifitasnya
terhadap pelayanan kesehatan baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas (Kemenkes
RI, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Bagiamana masalah kebidanan di komunitas tentang kematian ibu dan anak ?
2. Bagiamana masalah kebidanan di komunitas tentang unsafe abortion ?
3. Bagiamana masalah kebidanan di komunitas tentang BBLR ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui masalah kebidanan di komunitas tentang kematian ibu dan anak
2. Untuk mengetahui masalah kebidanan di komunitas tentang unsafe abortion
3. Untuk mengetahui masalah kebidanan di komunitas tentang BBLR
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kematian ibu adalah kematian perempuan selama masa kehamilan, atau dalam 42
minggu hari setelah persalinan dari setiap penyebab yang berhubungan dengan dan
atau diperburuk oleh kehamilan atau penangannya, tetapi bukan karena kecelakaan.
Kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu selama masa kehamilan atau
dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa melihat usia dan lokasi kehamilan,
oleh setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
penanganannya tetapi bukan oleh kecelakaan atau incidental ( faktor kebetulan ).
Kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang terjadi saat hamil, bersalin
dan masa nifas ( dalam 42 hari ) setelah persalinan. Jumlah kematian ibu melahirkan
di Indonesia mencapai angka 307 / 100.000 kelahiran.
Angka Kematian Ibu ( AKI ) merupakan tolak ukur keberhasilan kesehatan ibu,
yang manjadi indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetri dan
ginekologi di suatu wilayah. Menurut SDKI tahun 2007, AKI di Indonesia tahun 2007
sebesar 248 / 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan AKI menurut SDKI
tahun 2003 sebesar 307 / 100.000 kelahiran hidup, AKI tersebut sudah jauh menurun,
namun masih jauh dari target MDGs 2015 yaitu sebesar 102 / 100.000 kelahiran hidup.
Sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target
4
tersebut. Bidan sebagai tenaga kesehatan dalam tatanan pelayanan kebidanan
komunitas di lini terdepan, mempunyai peranan penting dalam penurunan AKI yang
dinilai masih tinggi.
1. Jumlah kematian ibu yang meninggal mulai saat hamil hingga 6 minggu setelah
persalinan per 100.000 persalinan tinggi.
2. Angka kematian ibu tinggi adalah angka kematian yang melebihi dari angka
target nasional.
3. Tingginya angka kematian, berarti rendahnya standar kesehatan dan kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan, dan mencerminkan besarnya masalah
kesehatan.
Berdasarkan penyebab kematian ibu bisa dibedakan menjadi langsung dan tidak
langsung.
Penyebab Langsung
Sebagian besar kematian perempuan disebabkan komplikasi karena hamil dan bersalin,
diantaranya:
a. Perdarahan
Perdarahan merupakan penyebab tertinggi kematian ibu. Perdarahan pada ibu dapat
terjadi baik pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas.
Tanda - tanda perdarahan yang perlu kita kenali, yaitu:
Mengeluarkan darah dari jalan lahir > 500 cc atau kira kira 2 gelas. Ibu
bisa juga mengamati bila keluar darah hingga menembus pakaian dan tak kunjung
berhenti dengan warna darah merah segar. Hati - hati bila perdarahan disertai salah
satu atau lebih keluhan seperti rasa mau pingsan, mata berkunang - kunang
atau penglihatan kabur, keluhan pusing kepala, kesemutan, telapak tangan dan kaki
menjadi pucat dan dingin. Nafas menjadi sesak atau tersengal – sengal.
Macam – macam perdarahan:
a) Perdarahan pada Masa Kehamilan
• Abortus
5
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Aborsi itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu aborsi spontan dan
aborsi buatan. Aborsi spontan adalah aborsi yang terjadi secara alami tanpa
adanya upaya - upaya dari luar ( buatan ) untuk mengakhiri kehamilan
tersebut. Sedangkan aborsi buatan adalah yang terjadi akibat adanya upaya -
upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan. Abortus Provakatus (
induced abortion ).
• Plasenta Previa
Angka kematian maternal karena plasenta previa cukup tinggi. Bayi yang lahir
dengan plasenta previa cederung memiliki berat badan yang rendah
dibandingkan bayi yang lahir tanpa plasenta previa. Resiko kematian neonatal
juga tinggi pada bayi dengan plasenta previa, dibanding dengan bayi tanpa
plasenta previa. Pada tahun 2006 dari total 4.409 kasus plasenta previa
didapati 36 orang ibu meninggal akibat plasenta previa.
• Solusio Plasenta
6
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada corpus
uteri sebelum lahirnya janin, biasanya terjadi pada trimester ketiga. Jika
penanganan solusio plasenta tidak benar,maka dapat berakibat pada janin
maupun ibunya.
Trauma fisik pada saat kehamilan dapat menyebabkan perdarahan pada ibu
hamil. Trauma fisik yang terjadi pada kehamilan muda dapat berakhir menjadi
abortus. Jika tidak segera ditangani dengan baik maka akan menyebabkan
kematian pada ibu maupun pada janin.
Proses persalinan yang tidak aman ditolong dukun. Usia ibu terlalu muda (
kurang dari 20 tahun ) ibu yang hamil usia muda kondisi alat kandungan belum
siap sehingga mudah terjadi perdarahan. Ibu terlalu tua ( lebih dari 35 tahun ).
Kondisi fisik ibu bila tidak terjaga kesehatannya akan beresiko terhadap
kemungkinan perdarahan. Melahirkan anak dengan jarak terlalu dekat, kurang
dari 2 tahun. Terlalu sering melahirkan, misalnya ibu yang melahirkan lebih
dari 3 kali.
Kondisi kesehatan ibu akibat penyakit kronis dan anemia( kurang darah ) dan
gizi yang buruk.
Kontraksi rahim yang tidak adekuat ( inersia uteri ). Luka jahitan jalan lahir
yang terbuka.
7
Praktek Budaya masyarakat yang merugikan ibu, seperti pijat daerah perut ke
dukun, dengan tujuan memulihkan posisi alat kandungan.
8
keputusan bukan di tangan ibu, tetapi pada suami atau orang tua, bahkan pada orang
yang dianggap penting bagi keluarga. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam
penentuan tindakan yang akan dilakukan dalam kasus kebidanan yang membutuhkan
penanganan segera. Keputusan yang diambil tidak jarang didasari atas pertimbangan
factor sosial budaya dan faktor ekonomi.
Terlambat dalam pengiriman ke tempat rujukan adalah keterlambatan ini paling
sering terjadi akibat factor penolong (pemberi layanan di tingkat dasar ).Terlambat
mendapatkan pelayanan kesehatan adalah keterlambatan dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan merupakan masalah di tingkat layanan rujukan. Kurangnya
sumber daya yang memadai, sarana dan prasarana yang tidak mendukung dan kualitas
layanan di tingkat rujukan, merupakan factor penyebab terlambatnya upaya
penyelamatan kesehatan ibu.
1. Penanganan Kematian Ibu di Kebidanan Komunitas
Pendekatan yang dikembangkan untuk menurunkan angka kematian ibu disebut
Making Pregnancy Safer ( MPS ), yang mengandung 3 pesan kunci, yaitu:
• Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
• Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat ( memadai ).
• Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
• Kegiatan yang dilakukan dalam menurunkan AKI, yaitu:
9
Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program, melalui peningkatan
kemampuan pengelola program, agar mampu melaksanakan, merencanakan dan
mengevaluasi kegiatan sesuai kondisi daerah.
Sosialisasi dan advokasi, melalui penyusunan hasil informasi cakupan program
dan data informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai substansi untuk
sosialisasi dan advokasi.
2. Masalah Kebidanan Komunitas tentang Kematian Bayi
a. Kematian Bayi
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi saat setelah bayi lahir sampai bayi
belum berusia tepat 1 tahun. Angka kematian bayi ( AKB ) mencapai 35 / 1.000
kelahiran hidup. Definisi lain, yaitu kematian bayi adalah kematian yang terjadi
saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat 1 tahun. Menurut SDKI
tahun 2003, AKB sebesar 35 / 1000 kelahiran hidup. Sedangkan berdasarkan
perhitungan BPS tahun 2007 sebesar 27 / 1000 kelahiran hidup. Adapun target
AKB pada MDG’s 2015 sebesar 17 / 1000 kelahiran hidup.
b. Penyebab Kematian Bayi Penyebab
kematian bayi meliputi:
a. Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya
dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang
mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor -faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat - akibat
asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala - gejala lanjut
yang mungkin timbul.
10
b. Infeksi
Sepsis neonatorum adalah suatu infeksi berat yang menyebar ke seluruh
tubuh bayi baru lahir sampai 1 bulan atau 4 minggu pertama, ditandai dengan
gejala-gejala sistemik dan bakteremia. Sepsis merupakan respon sistemik
terhadap infeksi oleh bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Sedangkan
bakteremia adalah ditemukannya bakteri dalam kultur darah. 85% neonatus
dengan infeksi awal terjadi dalam 24 jam, 5% pada 24 -48 jam, dan sedikit
yang terjadi antara 48 jam – 6 hari. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4
hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nosokomial ( infeksi
yang didapat di rumah sakit ). Onset lebih cepat pada bayi prematur. Sepsis
neonatorum disebut juga sepsis, atau septikemi neonatal.
c. Hipotermi
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 36oC - 37,50oC pada suhu ketiak.
Gejala awal hipotermia apabila suhu < 36oC atau kedua kaki dan tangan teraba
dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami
hipotermia sedang ( suhu 32oC - < 36o C ). Disebut hipotermia berat bila suhu
tubuh < 32o C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan
termometer ukuran rendah ( low reading termometer ) sampai 25oC.
Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit
yang berakhir dengan kematian. Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat
hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen ( terjadi hipoksia ),
terjadinya metabolic asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik,
dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya
kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
c. BBLR
Bayi berat lahir rendah ( BBLR ) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 ( satu ) jam setelah lahir. Penyebab terbanyak
terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur,
11
paritas, dan lain - lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan
kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR.
d. Trauma persalinan
Pada saat persalinan, perlukaan, atau trauma kelahiran kadang - kadang
tidak dapat dihindarkan dan lebih sering ditemukan pada persalinan yang
terganggu oleh salah satu sebab. Penanganan persalinan secara sempurna dapat
mengurangi frekuensi peristiwa tersebut. Insidensi trauma lahir diperkirakan
sebesar 2 - 7 per 1000 kelahiran hidup. Walaupun insiden telah menurun pada
tahun-tahun belakangan ini, sebagian karena kemajuan di bidang teknik dan
penilaian obstetrik, trauma lahir masih merupakan permasalahan penting,
karena walaupun hanya trauma yang bersifat sementara sering tampak nyata
oleh orang tua dan menimbulkan cemas serta keraguan yang memerlukan
pembicaraan bersifat suportif dan informatif. Beberapa trauma pada awalnya
dapat bersifat laten, tetapi kemudian akan menimbulkan penyakit atau akibat
sisa yang berat. Trauma lahir juga merupakan salah satu faktor penyebab
utama dari kematian perinatal. Di Indonesia angka kematian perinatal adalah
44 per 1000 krlahiran hidup, dan 9,7% diantaranya sebagai akibat dari trauma
lahir. Penyebab lain meliputi pemberian makan secara dini, pengetahuan yang
kurang tentang perawatan bayi, tradisi ( masyarakat tidak percaya pada tenaga
kesehatan ), serta sistem rujukan yang kurang efektif.
3. Penanganan Kematian Bayi
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kematian bayi, yaitu:
12
f. Diharapkan keluarga memiliki pengetahuan, pemahaman dan perawatan
pasca persalinan sesuai standar kesehatan.
g. Program ASUH.
h. Keberadaan bidan desa.
i. Perawatan neonatal dasar.
Departemen umum Departemen Kesehatan RI menurut Menkes adalah
menurunkan angka kematian bayi dan 33 / 1000 menjadi 26 / 1000 kelahiran
hidup. Demikian pula, prevalensi gizi kurang pada balita ditekan dari 25,8%
menjadi 20%, umur harapan hidup. Dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun. Untuk
mencapai target tersebut telah disiapkan Departemen Kesehatan dalam empat
strategi pokok, yakni:
13
yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien. (Behrman
Kliegman, 2000:167).
Dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwa dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan
bentuk dari tindakan medis tertentu itu, hanya disebutkan syarat untuk melakukan
tindakan medis tertentu.
Berdasarkan UU Kesehatan RI No. 36 Thn 2009, Pasal 75 bahwa setiap orang
dilarang melakukan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan media
yang dideteksi sejak usia dini kehamilan dan aturan ini diperkuat dengan Pasal 77 yang
berisi pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 mengenai tindakan aborsi yang tidak bermutu, tidak aman,
dan tidak bertanggung jawab sera bertentangan dengan norma agama dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai tindakan tertentu
untuk menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU Kesehatan) adalah pengertian
yang sangat rancu dan membingungkan masyarakat dan kalangan medis.
2. Penyebab
Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianya
pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa
indikasi medis, seperti :
a. Alasan kesehatan, dimana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
b. Alasan psikososial, dimana ibu tidak sendiri tidak punya anak lagi.
c. Kehamilan di luar nikah.
d. Masalah ekonomi, menambah anak akan menambah beban ekonomi.
e. Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan.
f. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan.
g. Kegagalan pemakaian alat kontrasepsi.
3. Metode
Metode aborsi yang tidak aman yang umumnya digunakan di berbagai negara
bervariasi, dari metode teknik medis lanjut yang digunakan oleh dokter sampai teknik
14
tradisional berbahaya yang digunakan oleh dukun, teman, atau tetangga yang menolong
atau oleh wanita hamil itu sendiri. Untuk para pelaku abortus yang tidak profesional,
upaya yang dilakukan antara lain adalah memasukkan cairan ke dalam uterus. Cairan
yang digunakan bervariasi, mulai dari air sabun sampai disinfektan rumah tangga yang
dimasukkan melalui semprotan ataupun alat suntik. Di beberapa negara juga
menggunakan pasta yang bersifat abortif yang mengandung zat iritatif. Sediaan jamu
dan obat-obatan per oral juga sering digunakan. Berbagai jamu dan obat yang diduga
bersifat abortif dapat ditemukan di pasaran bebas di negara-negara berkembang. Di
Bangladesh, obat-obat tersebut kemungkinan mengandung air raksa.
Metode lain yang relatif lebih berbahaya adalah memasukkan alat atau benda asing
ke dalam rongga rahim. Di India digunakan pucuk wortel yang telah dikeringkan; di
Philipin alat tesebut adalah pisang atau daun tumbuh-tumbuhan lokal kalachulchi. Di
Ghana, digunakan ranting pohon comelina yang jika dimasukkan ke dalam rahim akan
menyerap air dan mengembang membuka leher rahim serta menyebabkan abortus.
Jenis lain adalah tanaman Jatropha yang mengandung bahan kimia korosif yang dapat
menyebabkan abortus.
Di Amerika latin, upaya abortus dilakukan dengan memasukkan ujung kateter yang
lentur ke dalam rongga rahim. Ujung yang lain diikatkan di pangkal paha. Wanita
tersebut kemudian disuruh berjalan sehingga ujung kateter yang berada di dalam
rongga rahim bergoyang-goyang menggangu isi rahim dan merangsang abortus. Ada
pula yang menggunakan cairan kina yang toksik pada bayi dan si ibu. Ada juga para
wanita yang melakukan sendiri dengan memasukkan plastik berongga ke dalam rongga
rahim, kemudian memasukkan alat atau kawat melalui plastik tersebut untuk mengorek
rongga rahim.
4. Ciri – Ciri
• Dilakukan oleh tenaga medis atau non medis
• Kurangnya pengetahuan baik pelaku ataupun tenaga pelaksana
• Kurangnya fasilitas dan sarana
• Status illegal
5. Dampak
a. Dampak sosial
15
Biaya lebih banyak, dilakukan secara sembunyi - sembunyi.
b. Dampak Kesehatan
Bahaya bagi ibu bisa terjadi perdarahan dan infeksi.
c. Dampak psikologis Trauma
6. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat tindakan-tindakan yang tidak aman terhadap
kehamilan yang tidak diinginkan misalnya dengan melakukan abortus provokatus oleh
dukun, dengan meminum jamu-jamuan, ramuan. Pengakhiran kehamilan yang tidak
aman menurut WHO yaitu pengakhiran kehamilan yang tidak dikehendaki dengan cara
yang mempunyai resiko tinggi terhadap keselamatan jiwa perempuan tersebut sebab
dilakukan oleh individu yang tidak mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang
sangat diperlukan, serta memakai peralatan yang tidak memenuhi persyaratan minimal
bagi suatu tindakan medis tersebut. Akibat dari tindakan yang tidak aman tersebut akan
memberikan resiko infeksi, perdarahan, sisa hasil konsepsi yang tertinggal di dalam
rahim dan perforasi yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian apabila tidak
mendapatkan pertolongan yang segera Tingginya AKI mengindikasikan masih
rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk dan secara tidak langsung mencerminkan
kegagalan pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi risiko kematian ibu.
Peningkatan kualitas perempuan merupakan salah satu syarat pembangunan sumber
daya manusia. Strategi untuk menurunkan risiko kematian karena aborsi tidak aman
adalah dengan menurunkan ‘demand’ perempuan terhadap aborsi tidak aman. Ini dapat
dimungkinkan bila pemerintah mampu menyediakan fasilitas keluarga berencana yang
berkualitas dilengkapi dengan konseling. Konseling keluarga berencana dimaksudkan
untuk membimbing klien melalui komunikasi dan pemberian informasi yang obyektif
untuk membuat keputusan tentang penggunaan salah satu metode kontrasepsi yang
memadukan aspek kesehatan dan keinginan klien, tanpa menghakimi. Bagi remaja
yang belum menikah, perlu dibekali dengan pendidikan seks sedini mungkin sejak
mereka mulai bertanya mengenai seks. Namun, perlu disadari bahwa risiko terjadinya
kehamilan selalu ada, sekalipun pasangan menggunakan kontrasepsi. Bila akses
terhadap pelayanan aborsi yang aman tetap tidak tersedia, maka akan selalu ada
‘demand’ perempuan terhadap aborsi tidak aman.
16
7. Peran Bidan
a. Sex education
b. Bekerja sama dengan tokoh agama dalam pendidikan keagamaan
c. Peningkatan sumber daya manusia
d. Penyuluhan tentang abortus dan bahaya
8. Kriteria Aborsi yang Aman
- Dilakukan oleh pekerja kesehatan yang benar-benar terlatih dan berpengalaman
melakukan aborsi
- Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak.
- Dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim
harus steril atau tidak tercemar kuman dan bakteri.
- Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) sesudah pasien terakhir kali mendapat
haid.
C. Masalah Kebidanan di Komunitas tentang BBLR
1. Pengertian
Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) (Saifudin 2002).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah berat badan yang kurangdari 2500 gram dan
umur kehamilan yang kurang dari 37 minggu (Manuaba, 1998).
BBLR ialah berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bukan bayi
prematur (Mochtar, 2000).
Berat badan lahir rendah Istilah prematur telah diganti menjadi berat badan lahir
rendah (BBLR) oleh WHO sejak 1960, hal ini di karena tidak semua bayi dengan berat
kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi yang premature (Budjang R.F,1999).
Pada kongres European Perinatal Medicine II di London (1970) dibuat keseragaman
definisi (Hasan dan Alatas, 1985), yaitu sebagai berikut.
Bayi kurang bulan: Bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259) hari.
Bayi cukup bulan : Bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (259-
293 hari)
Bayi lahir bulan : Bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu minggu atau lebih (294
hari atau lebih)
17
Menurut Saifuddin (2001), bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir
yang berat badanya saat lahir kurang dari 2500 gram sampai dengan 2499 gram. Menurut
Depkes RI (1996), bayi berat lahir rendah ialah bayi yang lahir dengan berat 2500 gram
atau kurang tampa memerhatikan usia kehamilan.
Dari pengertian tersebut, BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu
prematuritas murni dan dismaturitas . Disebut Prematuritas murni jika masa gestasinya
kurang dari 37 minggu dan berat badanya sesuai dngan berat badan untuk masa gestasinya,
biasa pula disebut neonataus kurang bulan sesuai masa kehamilan. (NKB-SMK).
Dismaturitas ialah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa gestasinya. Artinya, bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri dan merupakan
bayi yang kecil untuk masa kehamilannya. (Alatas dan Hasan , 1985).
Penanganan bayi berat lahir rendah meliputi hal-hal berikut.
1. Mempertahankan suhu dengan ketat. Bayi berat lahir rendah mudah mengalami
hipotermia. Oleh karna itu, suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat.
2. Mencegah infeksi dengan ketat. Dalam penanganan bayi berat lahir rendah harus
memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena sangat rentan. Saah satu cara
pencagahan infeksi yaitu dengan mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3. Pengawasan nutrisi dan asi. Reflek menelan pada bayi dengan berat lahir rendah belum
sempurna. Oleh karna itu, pemberian nutrisi harus dilakukan dengan hati-hati.
4. Penimbangan ketat. Penimbangan berat badan harus dilakukan secara ketat karena
peningkatan berat badan harus dilakukan secara ketat karena peningkatan berat badan
merupakan salah satu status gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh
(Saifuddin, 2001).
2. Klasifikasi Bayi Baru Lahir
a. Prematuritas murni adalah bayi lahir pada kehamilan kurang dari 28 minggu
dengan berat badan yang sesuai.
b. Small for date (SFD) / KMK adalah bayi yang berat badannya kurang dari
seharusnya umur kehamilan.
18
c. Dismaturitas adalah suatu sindroma klinik dimana terjadi ketidakseimbangan
antara pertumbuhan janin dan lanjutnya kehamilan atau bayi-bayi yang lahir dengan berat
badan yang tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
d. Large for date adalah bayi yang dilahirkan lebih besar dari seharusnya tua
kehamilan, misalnya pada diabetes mellitus.
Sedangkan menurut Asrining (2003), mengemukakan bahwa umur kehamilan atau masa
gestasi diklasifikasikan sebagai berikut :
Preterm infant / bayi prematur yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan tidak mencapai
37 minggu.
Term infant atau bayi yang cukup bulan (mature / aterm) yaitu bayi yang lahir pada umur
kehamilan lebih dari pada 37 – 42 minggu.
Post term infant atau bayi lebih bulan (post mature) yaitu bayi yang lahir sesudah umur
kehamilan 42 minggu.
Berdasarkan pengelompokkan tersebut di atas, bayi berat lahir rendah dapat
dikelompokkan menjadi prematuritas murni dan dismaturitas. Prematuritas murni yaitu
bayi dengan masa kehamilan kurang dari 28 minggu dan berat badan sesuai dengan berat
badan untuk usia kehamilan. Dismaturitas yaitu bayi dengan berat badan kurang dari berat
badan yang seharusnya untuk usia kehamilan.
3. Etiologi
Manuaba (1998) dan Asrining (2003) faktor faktor yang dapat menyebabkan
persalinan preterm (premature)atau bayi berat lahir rendah adalah :
4. Faktor ibu
a. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b. Paritas diatas 5
c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
d. Toksemia gravidarum
e. Kelainan bentuk uterus
f. Penyakit jantung / penyakit kronik lainnya
g. Riwayat kelahiran premature sebelumnya
h. Perdarahan Antepartum
19
i. Hipertensi
j. Malnutrisi
k. Hidraamnion
l. Infeksi
m. Pekerjaan yang melelahkan
n. Merokok
5. Faktor janin
a. Hamil dengan hidroamnion
b. Hamil ganda
c. Ketuban pecah dini
d. Cacat bawaan
6. Faktor plasenta
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta
7. Faktor yang belum diketahui
Langkah-langkah untuk menghindari persalinan BBLR Menurut Manuaba, (2000) hal 326
adalah :
20
• Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kehamilan dan
persalinan BBLR.
• Memberikan nasehat tentang : gizi saat kehamilan, meningkatkan pengertian KB
– interval, memperhatikan tentang berbagai kelainan yang timbul dan segera
melakukan konsultasi, menganjurkan untuk pemeriksaan tambahan sehingga
secara dini penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi atau diobati.
• Meningkatkan keadaan sosial ekonomi keluarga dan kesehatan.
Menurut Prawiroharjo, (2006) beberapa saran untuk menurunkan bayi BBLR antara
lain :
21
Umumnya bayi prematur belum sempurna refleks menelannya. Menurut Saifudin
(2002) penanganan BBLR yang dapat dilakukan adalah :
22
• Tantanggan dan tuntutan masyarakat pada bidan yang memili kopetensi
profesional seebagai provider dan lini terdepan dalam pelayanan kebidanan
: Bebarapa tantanggan dan tuntutan terdapat profesi bidan dan memberikan
asuhan
• Kopetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan
suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pegetahuan
serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan
tersebut.(wibomo,2008 )
• Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan sebagai provider
dan lini terdepan pelayanan kesehatan yang dituntut memiliki kopetensi
profesional dalam menyikapi tuntutan masyarakat didalam pelayanan
kebidanan.
• Kopetensi profesional bidan terkait dengan asuhan persalinan dan bayi baru
lahir, termasuk bayi BBRL Oleh karena itu ,pengetahuan, keahlian dan
kecakapan seorang bidan menjadi bagian yang menentukan dalam menekan
angka kematan saat melahirkan .
• Bidan diharapkan dapat mendukung usaha peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, yakni melalui peningkatan kualitas pelayanan kebidanan (
hidayat,A dan sujiatini ,2010.)
• Peningkatan kualitas pelayan kebidanan ini hanya dapat dicapai melalui
pelayan tenaga yang profesional dan berkopeten
• Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada masyarakat haruslah
memiliki kopeten.
• Kurangnya pengetahuan dan keterampilan bidan dapat menyebabkan hal-hal
yang sering kali menjadi penyebab kematian bayi,seperti bidan tidak memilki
kemampuan dan keterampilan manajemen bayi berat lahir rendah (BBRL)
terlambat merujuk,terlambat mengambil keputusan,sehingga penahanan
terlambat dilakukan. Maka kopetensi yang dimiliki seorang bidan mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas pelayanan kebidanan yang
diberikan (Hidayat,A dan sujiati 2010)
10. Pencegahan BBLR
23
Menurut Saifudin (2002), pada kasus berat lahir rendah (BBLR) pencegahan yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama
kurun waktu kekamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil
yang diduga beresiko, terutama faktor resiko yang mengarah melahirkan bayi
BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan
kesehatan yang lebih mampu.
b. Memberikan penyuluhan kesehatan kepada ibu-ibu hamil untuk merawat dan
memeriksakan kehamilan dengan baik dan teratur dan mengkonsumsi makanan
yang bergizi sehingga dapat menanggulangi masalah ibu hamil resiko tinggi
sedini mungkin untuk menurunkan resiko lahirnya bayi berat badan lahir
rendah.
c. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun reproduksi sehat
(20 - 34 tahun).
d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam mereka
dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status
gizi ibu selama hamil.
24
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kebidanan komunitas adalah memberikan asuhan kebidanan pada masyarakat baik
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang terfokus pada pelayanan
kesehatan ibu dan anak ( KIA ) secara paripurna. Namun dalam kebidann Komunitas
terdapat juga issue kesehatan yang menajdi sebuah masalah kebidanan di Komunitas
yang dijumpai dalam kebidan komunitas dan menjadi salah satu peran tugas dan
tanggung jawab bidan dalam menangani masalah tsebut diantaranya kematian ibu dan
bayi.
2. Aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) adalah penghentian kehamilan yang dilakukan
oleh orang yang tidak terlatih/kompeten dan menggunakan sarana yang tidak
memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian. Aborsi tidak
aman tidak selalu sama dengan aborsi ilegal. Umumnya aborsi yang tidak aman
terjadi karena tidak tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Masalahnya tiap
perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan hukum pun
terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan tersebut, misalnya dalam masalah
kehamilan paksa akibat perkosaan atau bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan
KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya terjadi aborsi tidak aman (unsafe
abortion).
3. Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) (Saifudin 2002). Bayi berat lahir
rendah (BBLR) ialah berat badan yang kurangdari 2500 gram dan umur kehamilan
yang kurang dari 37 minggu (Manuaba, 1998). BBLR ialah berat badan kurang dari
2500 gram pada waktu lahir bukan bayi prematur (Mochtar, 2000).
Dari pengertian tersebut, BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu
prematuritas murni dan dismaturitas . Disebut Prematuritas murni jika masa
gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badanya sesuai dngan berat badan untuk
masa gestasinya, biasa pula disebut neonataus kurang bulan sesuai masa kehamilan.
25
(NKB-SMK). Dismaturitas ialah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat
badan seharusnya untuk masa gestasinya. Artinya, bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauteri dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
(Alatas dan Hasan , 1985).
B. SARAN
a. Secara professional, bidan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, partnership
dengan perempuan untuk kelancaran untuk memberi support pada masyarakat. Bidan
juga lebih memperhatikan pada issue kematian ibu dan bayi dalam kebidanan
komunitas.
b. Untuk menurunkan angka kejadian unsafe abortion diperlukan peran bidan di
komunitas dengan memberikan health education mengenai bahaya aborsi
c. Bidan di komunitas bisa bekerjasama dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat
untuk menekan adanya unsafe abortion
d. Bidan harus bisa menjunjung tinggi kode etik kebidanan dengan tidak melakukan
aborsi atas indikasi nonmedis.
e. Meningkatkan pengawasan pada bayi baru lahir dengan BBLR.
f. Menambah informasi dan pengetahuan tentang asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
dengan BBLR.
g. Meningkatkan pelayanan pada bayi baru lahir dengan BBLR.
26
DAFTAR PUSTAKA
http://m.okezone.com/read/2008/05/18/1/110398/rremaja-aborsi-tewas-usai-disuntik-
bidan.html
Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, 2007. Buku acuan nasional pelayanan
Maryunani, anik. 2013, Buku Saku Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah.
Jakarta :TIM
<http;//budiman.wordpress.com/2004/02/15/asuhan-keperawatan-BBLR>
27
Manuaba, (2010), Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan
28
29