Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS

NEONATUS DENGAN MASALAH

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1 :
1. Abelia (40021001)
2. Dwi Nurmayanti (40021010)
3. Ega Nurrifki (40021011)
4. Intan Agustina Sukmajaya (40021014)
5. Nurlela (40021023)
6. Sabila (40021029)
7. Utari Nur Fajri (40021034)
8. Yeni Ariyanti (40021036)

Dosen Pengampu: Inge Anggi Anggarini, S.SiT.,M.Keb

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan
karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini.. Tidak lupa
juga kami ucapkan terima kasih kepada kedua orangtua kami masing-masing dan terima kasih
kepada dosen pembimbing yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana
cara menyusun karya tulis ilmiah ini, serta rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu, dan
terima kasih juga kami ucapkan kepada pihak-pihak terkait yang telah memberikan masukan
dalam menyusun makalah ini.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “NEONATUS
DENGAN MASALAH”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini disusun oleh kami dengan berbagai rintangan, baik suka maupun duka, baik itu yang
datang dari diri kami masing-masing maupun yang datang dari luar. Kendala kami dalam
menulis karya tulis ilmiah ini adalah banyak waktu, serta berbagai hal yang tidak dapat kami
sebutkan. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja khususnya bagi diri kami
sendiri, para pelajar dan semua yang membaca makalah ini, dan mudah-mudahan dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Kami menyadari bahwa dalam menulis
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah kami ini.
Palembang, April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1

1.3 Tujuan....................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................2

2.1 Konsep Dasar Hipotermi Pada Neonatus...............................................................................2

2.3 Konsep Dasar Dengan Neonatus BBLR................................................................................8

2.3 Faktor Dasar Asfiksia Nenatorum........................................................................................10

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................15

A. Kesimpulan.........................................................................................................................15

B Saran...................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan (Rudolph, 2015).
Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir bulan pertama (Koizer, 2011). Neonatus
adalah bulan pertama kelahiran. Neonatus normal memiliki berat 2.700 sampai 4.000 gram,
panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009).
9 Periode neonatal adalah periode yang paling rentan untuk bayi yang sedang
menyempurnakan penyesuaian fisiologis yang dibutuhkan pada kehidupan ekstrauterin.
Tingkat morbiditas dan mortalitas neonatus yang tinggi membuktikan kerentanan hidup
selama periode ini. Transisi kehidupan bayi dari intrauterin ke ekstrauterin memerlukan
banyak perubahan biokimia dan fisiologis. Banyak masalah pada bayi baru lahir yang
berhubungan dengan kegagalan penyesuaian yang disebabkan Asfiksia, Prematuritas
kelainan kongenital yangserius, infeksi penyakit, atau pengaruh dari persalinan.10 masalah
pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal.
Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi penyebab kecacatan. Masalah ini timbul
sebagai akibat dari buruknya kesehatan ibu perawatan kehamilan yang kurang memadai,
manajemen persalinan yang tidak tepat dan bersih, dan kurangnya perawatan bayi baru lahir.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Konsep Dasar Hipotermi Pada Neonatus?
2. Apa Konsep Dasar Neonatus Dengan BBLR?
3. Apa Konsep Dasar Asfiksia Neonatorum Pada Neonatus?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Hipotermi Pada Neonatus.
2. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Neonatus Dengan BBLR.
3. Untuk Mengetahui Asfiksia Neonatorum Pada Neonatus.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Hipotermi Pada Neonatus


2.1.1 Definisi Hipotermi
Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak normal (<36ºC) pada
pengukuran suhu melalui aksila, dimana suhu tubuh bayi baru lahir normal adalah
36,5ºC-37,5ºC (suhu aksila). Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat
menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan
kegagalan fungsi jantung paru dan kematian (DepKes RI, 2007).
2.1.2 Etiologi Hipotermi
Menurut Departemen Kesehatan RI 2007, mekanisme kehilangan panas pada bayi
baru lahir dapat melalui 4 cara, yaitu:
a. Radiasi, yaitu dari bayi ke lingkungan dingin terdekat.
b. Konduksi, yaitu langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dengan bayi.
c. Konveksi, yaitu kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar.
d. Evaporasi, yaitu penguapan air dari kulit bayi.
2.1.3 Patofisiologi Hipotermi
Menurut Vivian, Nanny, (2011), Bayi Baru Lahir dapat mengalami Hipotermi
melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas, yaitu:
a. Penurunan produksi panas : Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem
endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses
penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid,
adrenal ataupun pituitary.
b. Kegagalan Termoregulasi : Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan
kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai
penyebab.
2.1.4 Dampak Hipotermi
Dampak dari hipotermi yang akan terjadi pada bayi baru lahir apabila tidak segera
ditangani yaitu :

2
a. Hipoglikemi asidosis metabolik karena vasokonstriksi perifer dengan
metabolisme anaerob.
b. Kebutuhan oksigen yang meningkat.
c. Metabolisme meningkat sehingga metabolisme terganggu.
d. Gangguan pembekuan darah sehingga meningkatkan pulmonal yang menyertai
hipotermia berat.
e. Shock.
f. Apnea.
g. Perdarahan intra ventrikuler.
h. Hipoksemia dan berlanjut dengan kematian (Saifudin, 2002).
2.1.5 Pencegahan
1. Menutup kepala bayi dengan topi
2. Pakaian yang kering
3. Diselimuti
4. Ruangan hangat (suhu kamar tidak kurang dari 25°C) Bayi selalu dalam keadaan
kering
5. Tidak menempatkan bayi di arah hembusan angin dari jendela/pintu/pendingin
ruangan
2.1.6 Penatalaksanaan Hipotermi
a. Bayi sakit berat/ hipotermi berat (suhu axilla < 35℃)
Penanganan :
a) Incubator, radiant heater, kamar hangat, tempat tidur hangat
b) Sianosis, sukar nafas, tarikan dinding dada dalam/ merintihO2 nasal
b. Bayi tidak tampak sakit dan suhu lebih dari 35℃
a) Jaga kehangatan
b) Ibu segera menyusui
c) Pantau suhu bayi
d) Masukkan incubator

3
2.2 Konsep Dasar Neonatus dengan BBLR
2.2.1 Definisi BBLR
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badan saat lahir
kurang dari 2500 gram. Istilah BBLR sama dengan prematuritas. Namun, BBLR tidak
hanya terjadi pada bayi prematur, juga bayi yang cukup bulan dengan BB < 2.500
gram (Profil Kesehatan Indonesia, 2014; Manuaba, 2010)
2.2.2 Klasifikasi BBLR
BBLR dapat diklasifikasikan menurut berat lahir dan usia gestasi.
a. Berdasarkan berat lahir
Berdasarkan berat lahir, BBLR dapat diklasifikasikan menjadi :
a) Bayi berat lahir rendah (BBLR), yaitu bayi dengan berat lahir 1.501 sampai
dengan kurang dari 2.500 gram
b) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), yaitu bayi dengan berat lahir antara
1.000 sampai 1.500 gram
c) Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR), yaitu bayi dengan berat lahir
dibawah 1.000 gram (WHO, 2011)
b. Berdasarkan usia gestasi
Berdasarkan usia gestasinya, bayi baru lahir dapat diklasifikasikan menjadi :
a) Bayi kurang bulan (BKB) atau preterm, yaitu usia gestasi kurang dari 37
minggu.
b) Bayi cukup bulan (BCB) atau term, yaitu usia gestasi antara 37 minggu
sampai 41 minggu 6 hari.
c) Bayi lebih bulan (BLB) atau posterm, yaitu usia gestasi 42 minggu atau
lebih(WHO, 2004).
BBLR berdasarkan usia gestasinya dapat diklasifikasikan menjadi
prematuritas murni dan dismaturitas (Proverawati dan Ismawati Cahyo, 2010).
a. Prematuritas murni
Adalah BBLR dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan
mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilannya.
Kondisi ini biasa disebut dengan neonatus kurang bulan sesuai masa

4
kehamilan (NKB – SMK). Menurut WHO (2018), prematuritas dapat
diklasifikasikan menjadi :
a) Extremely preterm, yaitu bayi prematur dengan usia gestasi kurang
dari 28 minggu
b) Very preterm, yaitu bayi prematur dengan usia gestasi 28 minggu
sampai kurang dari 32 minggu
c) Moderate to late preterm, yaitu bayi prematur dengan usia gestasi 32
minggu sampai kurang dari 37 minggu.
Ciri-ciri bayi dengan prematuritas murni adalah :
a. Berat badan kurang dari 2.500 gram
b. Panjang badan kurang dari 45 cm
c. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
d. Usia gestasinya kurang dari 37 minggu
e. Kulit tipis dan transparan
f. Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan
g. Lemak subkutan kurang
h. Ubun-ubun dan sutura lebar
i. Labia minora belum tertutup oleh labia mayora (pada wanita) dan pada
laki-laki testis belum turun
j. Tulan rawan dan daun telinga imatur
k. Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakan kurang dan lemah, tangisan
lemah, pernafasan belum teratur dan serinng mengalami serangan apnea
l. Refleks tonus leher lemah, refleks menghisap, dan menelan serta reflek
batuk belum sempurna
b. Dismaturitas
Adalah bayi dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa kehamilan, yaitu berat badannya berada dibawah persentil ke – 10
pada kurva pertumbuhan intrauterin (grafik Lubchenco). Istilah yang biasa
digunakan untuk kondisi ini adalah kecil masa kehamilan (KMK). Penyebab
KMK adalah terjadinya intrauterine growth retardation (IUGR) atau

5
pertumbuhan janin terganggu (PJT). Kondisi yang berkaitan dengan
dismaturitas diantaranya adalah :
a) Neonatus kurang bulan kecil masa kehamilan (NKB – KMK)
b) Neonatus cukup bulan kecil masa kehamilan (NCB – KMK)
c) Neonates lebih bulan kecil masa kehamilan (NLB – KMK)
Ciri-ciri bayi dengan dismaturitas adalah :
a) Pada preterm seperti pada prematuritas
b) Term dan post term akan dijumpai kulit akan berselubung verniks
kaseosa tipisatau tidak ada
c) Kulit pucat atau bernoda meconium
d) Kulit kering, keriput dan tipis
e) Jaringan lemak dibawah kulit tipis
f) Bayi tampak gesit, aktif dan kuat
g) Tali pusat berwarna kuning kehiijauan (Yuliastati dan Arnis, 2016)
2.2.3 Faktor predisposisi BBLR
Kelahiran BBLR dapat disebabkan oleh kelahiran kurang bulan, pertumbuhan
janin terhambat (PJT) atau keduanya.. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kelahiran BBLR mencakup faktor fetal, maternal, uterus, dan plasenta.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian BBLR diantaranya adalah :
a. Faktor fetal
a) Kehamilan kembar
b) Gawat janin
c) Eritroblastosis
d) Faktor genetik, kelainan bawaan dan kelainan kromosom
e) Infeksi bawaan seperti rubela dan CMV
b. Faktor maternal
a) Hipertensi
b) Preeklampsia dan eklampsia
c) Penyakit kronis dan penyakit infeksi
d) Malnutrisi
e) Merokok

6
f) Penyalahgunaan obat terlarang
g) Faktor maternal lain, seperti usia, paritas, dan status ekonomi yang rendah.
c. Faktor uterus
a) Uterus bicornis
b) Servik inkompeten
d. Faktor plasenta
a) Plasenta previa
b) Solusio plasenta
c) Insufisiensi plasenta
d) Berbagai masalah anatomis, seperti infark multiple, trombosis vaskuler
umbilikal dan hemangioma
2.2.4 Patofisiologi BBLR
a. Pengendalian suhu
Usia kehamilan, berat badan dan persentil berat badan bayi merupakan faktor
yang mempengaruhi kemampuan pengaturan suhu tubuh bayi (Roychoudhury dan
Yusuf, 2017). Bayi prematur cenderung memiliki suhu yang abnormal di sebabkan
oleh produksi panas yang buruk dan peningkatan kehilangan panas. Kegagalan
untuk menghasilkan panas yang adekuat di sebabkan tidak adanya jaringan adiposa
coklat (yang mempunyai aktifitas metabolik yang tinggi), pernafasan yang lemah
dengan pembakaran oksigen yang buruk, dan masukan makanan yang rendah.
Kehilangan panas yang meningkat karena adanya permukaan tubuh yang relatif
besar dan tidak adanya lemak subkutan, tidak adanya pengaturan panas bayi
sebagian disebabkan oleh panas immatur dari pusat pengatur panas dan sebagian
akibat kegagalan untuk memberikan respon terhadap stimulus dari luar. Keadaan ini
sebagian disebabkan oleh mekanisme keringat yang belum sempurna, demikian juga
tidak adanya lemak subkutan. Pada minggu pertama dari kehidupan, bayi prematur
memperlihatkan fluktuasi nyata dalam suhu tubuh dan hal ini berhubugan dengan
fluktuasi suhu lingkungan.
b. Sistem pencernaan
Sistem pencernaan merupakan awal dari keseluruhan pertumbuhan bayi.
Perkembangan dan kematangan sistem pencernaan adalah proses yang terus
berlanjut, mulai dari pembuahan sampai janin cukup bulan. Sistem pencernaan
mulai terbentuk menyerupai tabung pada minggu kelima kehamilan. Pada minggu

7
ketujuh, perut, aesophagus, hati dan pankreas terbentuk. Usus kecil mulai terbentuk
dan menciptakan area permukaan yang digunakan (villi) untuk penyerapan pada
minggu kesepuluh dan villi semakin jelas terbentuk di minggu ke - 16. Rektum dan
anus terbentuk pada usia kehamilan sebelas minggu. Pada usia tiga belas minggu,
janin mulai dapat menghisap dan menelan cairan ketuban. Seminggu kemudian,
janin mulai berlatih mengisap dan mengunyah. Payer’s patch yang merupakan salah
satu sistem kekebalan usus mulai terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu.
Gerakan peristaltik usus mulai muncul pada minggu ke – 26 dan menjadi lebih
efisien pada minggu ke – 28. Sistem persarafan usus mulai berkembang pada usia
kehamilan lima minggu. Otot mulai melingkari usus pada minggu kedelapan dan
berkembang pesat setelah minggu ke – 14. Enzim laktase mulai terbentuk pada
minggu kedelapan kehamilan.
Sistem pencernaan janin mengalami perkembangan yang sangat pesat pada
trimester ketiga kehamilan terutama pada pembentukan villi – villi usus dan luas
permukaan penyerapan usus. Tekanan pada sphincter oesophageal yang lebih rendah
pada bayi kurang bulan merupakan faktor resiko terjadinya gastroesophageal reflux
(GER). Pada bayi kurang bulan pengosongan lambung berlangsung lambat. Hal ini
berpengaruh pada toleransi terhadap pemberian nutrisi.
Kematangan fungsi organ khususnya saluran cerna, sangat menentukan jenis
dan cara pemberian nutrisi pada BBLR. Ketersediaan enzim pencernaan baik untuk
karbohidrat, protein, maupun lemak sangat berkaitan dengan masa gestasi.
Umumnya pada neonatus cukup bulan (NCB) enzim pencernaan sudah mencukupi
kecuali laktase dan diperkirakan sekitar 25% NCB sampai usia 1 minggu
menunjukkan intoleransi laktosa. Aktivitas enzim sukrase dan Iaktase Iebih rendah
pada BBLR dan sukrase Iebih cepat meningkat daripada laktase. Di samping
masalah enzim, kemampuan pengosongan lambung (gastric emptying time) Iebih
lambat pada bayi BBLR dari pada bayi cukup bulan. Demikian pula fungsi
mengisap dan menelan (suck and swallow) masih belum sempurna, terlebih bila
bayi dengan masa gestasi kurang dari 34 minggu. Toleransi terhadap osmolaritas
formula yang diberikan masih rendah, sehingga kemungkinan terjadinya komplikasi
seperti NEC (neoritising enterocolitis) ataupun diare lebih besar (Nasar, 2004).

8
Umur gestasi berpengaruh besar pada reflek menghisap dan menelan bayi (Da
Costa et al., 2010). Semakin rendah umur gestasi, maka semakin kecil/lemah refleks
menghisap dan menelan. Bayi kurang bulan memiliki koordinasi yang kurang antara
reflek menelan dan reflek bernafas. Hal ini menyebabkan bayi tidak mampu minum
secara efektif dan regurgitasi merupakan hal yang paling sering terjadi. Pencernaan
tergantung dari perkembangan dari alat pencernaan, Lambung dari seorang bayi
dengan berat 900 gr memperlihatkan adanya sedikit lipatan mukosa, glandula
sektretoris, demikian juga otot kurang berkembang.
2.2.5 Penatalaksanaan BBLR
a. Medikamentosa
a) Pemberian Vitamin K1 injeksi 1 mg intramuskular satu kali pemberian, atau
b) Vitamin K oral 2 mg tiga kali pemberian (saat lahir, saat umur 3-10 hari, dan
umur 4-6 minggu).
b. Mempertahankan suhu tubuh normal
a) Gunakan salah satu cara menghangatkan suhu tubuh bayi seperti kontak dari kulit
ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat
sesuai yang tersedia di tempat pelayanan.
b) Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
c) Ukur suhu tubuh sesuai jadwal.
c. Pencegahan infeksi
Pencegahan infeksi merupakan penatalaksanaan awal yang harus dilakukan pada
bayi baru lahir karena bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi. Risiko infeksi
lebih tinggi pada bayi prematur atau bayi berat lahir rendah (Puopolo et al., 2018).
Pada penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah tahun 2018, diperoleh hasil
bahwa berat lahir rendah merupakan karakteristik terbanyak dari kejadian sepsis
neonatal (Suismaya and Artana, 2020).
d. Pemberian minum/ nutrisi
Pemberian nutrisi pada BBLR dilakukan dengan mengacu pada pedoman yang
ada dan kondisi BBLR (Pudjiadi et al., 2009)(Setyarini and Suprapti, 2016).

9
2.3 Konsep Dasar Asfiksia Neonatorum
2.3.1 Definisi
Asifiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir (Ai yeyeh & Lia, 2013:249)
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkarbia, dan asidosis (Anik & Eka, 2013:296).
2.3.2 Klasifikasi Asfiksia
Menurut Anik dan Eka (2013:296) klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR :
1) Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
2) Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6.
3) Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
4) Bayi normal dengan nilai APGAR 10.

Menurut Vidia dan Pongki (2016:364) klasifikasi asfiksia terdiri dari :


1. Bayi normal atau tidak asfiksia : Skor APGAR 8-10. Bayi normal tidak
memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen secara terkendali.
2. Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan
tindakan istimewa, tidak memerlukan pemberian oksigen dan tindakan resusitasi.
3. Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4. Pada Pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit, tonus tot kurang baik atau baik,
sianosis, refleks iritabilitas tidak ada dan memerlukan tindakan resusitasi serta
pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal.
4. Asfiksia Berat : Skor APGAR 0-3. Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan
pemberian oksigen terkendali, karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan
natrikus dikalbonas 7,5% dengan dosis 2,4 ml/kg berat badan, dan cairan glukosa
40% 1-2 ml/kg berat badan, diberikan lewat vena umbilikus. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100kali/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
2.3.3 Etiologi
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia

10
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini :
1. Faktor Ibu
a) Pre Eklamsi dan Eklamsi
b) Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a) Lilitan Tali Pusat
b) Tali Pusat Pendek
c) Simpul Tali Pusat
d) Prolapsus Tali Pusat
3. Faktor Bayi
a) Bayi Prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
c) Kelainan bawaan (kongenital)
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
2.3.4 Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
a) Tidak bernafas atau nafas mega-megap
b) Warna kulit kebiruan
c) Kejang
d) Penurunan kesadaran
e) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
f) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala.
2.3.5 Penatalaksanaan
Menurut Vidia dan Pongki (2016:365), penatalaksanaan Asfiksia meliputi :
1. Tindakan Umum
a. Bersihkan jalan nafas : Kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah
mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu penghisapan lendir
dari saluran nafas yang lebih dalam.

11
b. Rangsang refleks pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan
tanda achilles.
c. Mempertahankan suhu tubuh.
2. Tindakan Khusus
a. Asfiksia Berat
Berikan o2 dengan tekanan positif dan intermenten melalui pipa endotrakeal.
Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan o2. o2 yang
diberikan tidak lebih 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan
massage jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80-100
x/menit.
b. Asfiksia Sedang/Ringan
Pasang Relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik.
Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog Breathing) 1-2 menit yaitu kepala
bayi ekstensi maksimal beri o2 1-21/menit melalui kateter dalam hidung, buka
tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atasbawah secara teratur 20
x/menit.
c. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.
2.3.6 Cara Resusitasi
Menurut Vidia dan Pongki (366:2016) agar tindakan resusitasi dapat dilaksanakan
dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirnya bayi dengan depresi dapat terjadi
tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat
diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan trampil. Persiapan
minimum antara lain :
a) Alat pemanas siap pakai
b) Alat penghisap
c) Alat sungkup dan balon resusitas
d) Oksigen
e) Alat intubasi

12
f) Obat-obatan
Langkah-langkah resusitasi :
Resusitasi neonatus merupakan suatu prosedur yang diaplikasikan untuk
neonatus yang gagal bernafas secara spontan :
1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan
selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi telentang pada alas yang datar.
3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih
kemudian lanjutkan ke hidung.
5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-
usap punggung bayi.
6. Nilai pernafasan jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10. Denyut jantung >100x/menit, nilai warna kulit jika merah/sianosis
perifer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung <100 x/menit,
lakukan ventilasi tekanan positif.
a. Jika pernafasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
b. Ventilasi tekanan positif/PPV dengan memberikan o2 100% melalui ambubag atau
masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika
tidak ada ambubag beri bantuan dari mulut ke mulut, kecepatan PPV 40-60
x/menit.
c. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10.
d. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada
e. Denyut jantung 80x/menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai
denyut jantung >100x/menit dan bayi dapat nafas spontan.
f. Jika denyut jantung 0 atau < 10x/menit, lakukan pemberian epinefrin 1:10.000
dosis 0,2 – 0,3 mL/kg BB secara IV.
g. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika >100x/menit hentikan obat.
h. jika denyut jantung <80x/menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap
3-5 menit.

13
i. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap/tidak respons terhadap
di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB
secara IV selam 2 menit.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak normal (<36ºC) pada
pengukuran suhu melalui aksila, dimana suhu tubuh bayi baru lahir normal adalah
36,5ºC-37,5ºC (suhu aksila). Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat
menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan
kegagalan fungsi jantung paru dan kematian (DepKes RI, 2007).
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badan saat lahir
kurang dari 2500 gram. Istilah BBLR sama dengan prematuritas. Namun, BBLR tidak
hanya terjadi pada bayi prematur, juga bayi yang cukup bulan dengan BB < 2.500 gram
(Profil Kesehatan Indonesia, 2014; Manuaba, 2010)
Asifiksia Neonatorium adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir (Ai yeyeh & Lia, 2013:249)

3.2 Saran
1. Bagi pusat pelayanan kesehatan (PMB)
Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan terutama dalam memberikan
asuhan pelayanan kebidanan pada bayi baru lahir yang berkualitas.
2. Bagi klien dan keluarga
Klien dan keluarga mampu melakukan perawatan pada bayi secara mandiri,
memahami pola asuh dan tumbuh kembang anak, dan memberikan ASI secara
Eksklusif.
3. Bagi profesi bidan
Diharapkan tenaga kesehatan dapat mempertahankan asuhan kebidanan bayi baru lahir
sesuai dengan kewenangan dan standar pelayanan kebidanan.

15
DAFTAR PUSTAKA
Atika, Vidia dan Pongki Jaya. 2016. Asuhan kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Pra Sekolah. Jakarta : Trans Info Media.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta:
Depkes RI.
Fridely, P. V. (2017). Angka Kejadian Hipotermi. Jurnal Ilmiah Bidan.

Manuaba, I. B. G. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Maryuni, Anik dan Eka Puspita. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan neonatal.
Jakarta: Trans Info Media.
Novelinda Permatasari. (2017). Hubungan Usia Ibu Saat Melahirkan Dengan Kejadian Berat
Badan Lahir Rendah Di RSUD Tidar Magelang. Bencthnk Poceapabhaaeopa.

16

Anda mungkin juga menyukai