Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

”ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS ,BAYI DAN BALITA”


KELOMPOK 3

Disusun Oleh :
1. Dila Putri Utami
2. Fikri Nur Zannah
3. Nadia Yulianda
4. Puti Rana Balqis
5. Rizki Arinda Sari
6. Windy Rafionita
7. Yosi Mai Elsa Putri
8. Yona Yuliani

Dosen Pembimbing:
Yosi Sefrina, SST,M.Keb

PRODI DIII KEBIDANAN BUKITTINGGI


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya hadiahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
Rahmat dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mengenai “ASKEB
NEONATUS BAYI DAN BALITA” dengan baik walapun masih banyak kekurangan di
dalamnya. Serta kami juga berterima kasih kepada Ibu Yosi Sefrina, SST,M.Keb, selaku dosen
mata kuliah asuhan kebidanan neonatus bayi dan balita, yang sudah memberikan kepercayaan
menyelesaikan tugas ini. Kami sangat berharap makalah ini akan bermanfaat dalam rangka
menambah pengetahuan juga wawasan kita. kami pun menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami mengharapkan adanya kritikan, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang sudah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya yang sudah disusun ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri ataupun orang yang
membacanya. Sebelumnyasaya mohon maaf jika terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenaan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan
makalah ini di saat yang akan datang.

Bukittinggi, Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................................
BAB I.....................................................................................................................................
PENDAHULUAN.................................................................................................................
A. Latar belakang............................................................................................................
B. Rumusan masalah......................................................................................................
C. Tujuan .......................................................................................................................
D. Manfaat......................................................................................................................
BAB II...................................................................................................................................
PEMBAHASAN...................................................................................................................
A. Hipertermia................................................................................................................
B. Hipoglikemia..............................................................................................................
C. Ikterus.........................................................................................................................
D. Tetanus Neonatorum..................................................................................................
E. Kelainan akibat penyakit ibu......................................................................................
BAB III..................................................................................................................................
PENUTUP.............................................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................................
B. Saran...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan


ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi produksi panas.
Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk
mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh.
Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah 39 derjat c. Selain adanya tanda klini,
penentuan hipertermi juga didasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda
dalam satu hari dan dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut (potter dan
perry,2010).

Menurut wong (2008) terdapat empat jenis demam yang umu terjadi yaitu demam
intermiten, remiten, kambuhan dan konstan. Selama demam intermiten, suhu tubuh akan
berubah-ubah dalam interval yang teratur, antara periode suhu normal serta subnormal.
Selama demam remiten, terjdi fluktuasi suhu dalam rentang yang luas (lebih dari 20c)
dan berlangsung selama 24 jam dan selama itu suhu tubuh berada di atas normal. Pada
demam kambuhan , masa febril yang pendek selama beberapa hari diselingi dengan
periode suhu normal selama 1 – 2 hari. Selama demam konstan, suhu tubuh akan sedikit
berfluktuasi, tetapi berada di atas suhu normal. Tanda-tanda klinis demam dapat
bervariasi, bergantung pada awitan, penyebab, dan tahap pemulihan demam. Semua tanda
tersebut muncul akibat adanya perubahan set point pada mekanisme pengontrolan suhu
yang diatur oleh hipotalamus. Pada kondisi normal, ketika suhu inti naik diatas 37oC, laju
pengeluaran panas akan meningkat sehingga suhu tubuh akan turun ke tingkat sepoint.
Sebaliknya, ketika suhu inti kurang dari 37oC, laju produksi panas akan meningkat
sehingga suhu tubuh akan naik ke tingkat set point. Dalam keadaan ini termostat
hipotalamus berubah secara tiba-tiba dari tingkat normal ke tingkat yang lebih tinggi
akibat pengaruh kerusakan sel, zat-zat pirogen, atau dehidrasi pada hipotalamus. Selama
fase interval, terjadi respons produksi panas yang biasanya muncul, yakni meriang,
kedinginan, kulit dingin akibat vasokontriksi, dan menggigil yang dapat menyebabkan
peningkatan suhu tubuh pada anak yang mengalami hipertermia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Hipertermia ?

2. Apa itu Hipoglikemia ?

3. Apa itu Ikterus Neonatorum ?

4. Apa itu Tetanus Neonatorum ?

5. Apa itu kelainan akibat penyakit ibu ( preeklampsia/eklampsia, DB, TBC, Hepatitis,
jantung, HIV/AIDS, GO, Sifilis, Anemia )?

C. Tujuan

1. Mengetahui Hipertermia

2. Mengetahui Hipoglikemia

3. Mengetahui Ikterus Neonatorum

4. Mengetahui Tetanus Neonatorum

5. Mengetahui kelainan akibat penyakit ibu (preeklampsia/eklampsia, DB, TBC, Hepatitis,


jantung, HIV/AIDS, GO, Sifilis, Anemia )

D. Manfaat

1) Bagi pasien, memberikan informasi dan motivasi pada klien dan keluarga untuk
memilih dan menerapkan perawatan demam dengan tepat dan mandiri
2) Bagi instansi pelayanan kesehatan, sebagai bahan masukan dalam menciptakan
pemberian pelayanan kesehatan dan lebih meningkatkan mutu pelayanan serta
meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan pada klien dengan
hipertermi khususnya pada area keperawatan anak.

3) Bagi institusi pendidikan keperawatan, memberikan kontribusi terhadap


pengembangan teori keperawatan khususnya keperawatan anak dalam
penatalaksanaan hipertermu pada anak.
BAB II

PEMBAHASAN
1. HYPERTERMIA
A. Pengertian
Hypertermia adalah peningkatan suhu tubuh bayi lebih dari 37,5 ºC.
B.  Penyebab
Disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari gangguan
infeksi dan suhu lingkungan yang terlalu panas. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan di dekat
api atau ruangan yang berudara panas.
C.  Tanda dan gejala
1. Suhu tubuh bayi >37,5 ºC

2. Tanda dehidrasi, yaitu berat badan bayi turun, turgor  kulit kurang, mata dan ubun-ubun
besar cekung, lidah dan membran mukosa kering, banyaknya air kemih berkurang

3. Malas minum

4. Frekuensi nafas lebih dari 60x/menit

5. Denyut jantung lebih dari 160 x/menit

6. Letargi

7. Iritabel

D. Penatalaksanaan
Penanganan pada bayi yang menderita penyakit ini disesuaikan dengan gejala dan efek yang
ditimbulkan.
1.      Bila suhu diduga karena panas yang berlebihan dan bila bayi belum pernah diletakkan
didalam alat penhangat, maka :
a. Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)

b. Lepaskan sebagian atau seluruh pakaian bayi bila perlu


c. Perikasa suhu aksila setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal

d. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres atau dimandikan selama 10-15
menit dalam suhu air 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan menggunakan air
dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC dibawah suhu bayi

e. Turunkan suhu alat penghangat, bila bayi di dalam inkubator, bukan inkubator sampai
suhu dalam batas normal

f. Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit, kemudian beri pakaian lagi
sesuai dengan alat penghangat yang digunakan

g. Periksa tubuh bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal

h. Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan pengaturan suhu

2. Bila bukan karena paparan panas yang berlebihan, maka :


a. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis

b. Letakkan bayi di ruangan dengan  suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)

c. Lepaskan pakaian bayi sebagian bila perlu

d. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam sampai dicapai suhu tubuh dalam batas normal

e. Bila suhu tubuh bayi sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres selama 10-15 menit
dalam air yang suhunya 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan menggunakan air
dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC dibawah suhu bayi

3.      Yakinkan bayi mendapat masukan cukup cairan, yaitu dengan cara :


a. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya

b. Bila terdapat tanda dehidrasi, tangani dehidrasi

4.      Periksa kadar glukosa darah, bila kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/l) tangani hipoglikemi
5.      Cari tanda sepsis
6.      Setelah keadaan bayi normal :
a. Lakukan perawatan lanjutan
b. Pantau bayi selama 12 jamberikutnya, periksa suhu setiap 3 jam

7.      Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. Nasehati ibu
cara menghangatkan bayi dirumah dan melindungi dari pemancar panas yang berlebihan
E. Penanganan hypertermia pada bayi baru lahir :
1. Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 25 ºC-28 ºC

2. Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal (jangan
menggunakan air es)

3. Berikan cairan dextrose dan Nacl (1:4) sampai dehidrasi teratasi

4. Jika ada infeksi berikan antibiotic

2. HIPOGLIKEMIA
1. Pengertian

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal
rendah. Istilah hepoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah
kadar rata-rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl pada
semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala hepoglikemia. Umumnya
hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2 jam. Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak
mendapatkan lagi glukosa dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa
darah yang menurun.

Hipoglikemia neonatorum adalah masalah pada bayi dengan kadar glukosa darah kurang
dari 40 -45mg/dl (Sudarti dkk: 2010). Keadaan dimana bila kadar gula darah bayi di bawah kadar
rata-rata bayi seusia dan berat badan aterm (2500 gr atau lebih) < 30mg/dl dalam 72 jam
pertama, dan < 40mg/dl pada hari berikutnya.

Hipoglikemia pada neonates :

a. Untuk setiap neonatus manapun, kadar glukosa <40-45mg/dL dianggap tidak normal
b. Menurut WHO hipoglikemi adalah bila kadar glukosa/gula darah <47 mg/dL
c. Gejala sering tidak jelas/asimptomatik, semua tenaga kesehatan perlu mewaspadai
kemungkinan adanya hipoglikemia
d. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah konsekuensi yang serius.

2. Etiologi

Secara garis besar, etiologi hipoglikemia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu kelainan
yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan produksi glukosa kurang.

1. Kelainan yang dapat menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan yaitu


hiperinsulinisme.

Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan, terutama akibat


rangsang ambilan glukosa oleh otot. Pada bayi, hiperinsulinemia dapat terjadi karena efek
genetik yang menyebabkan aktivasi reseptor sulfonylurea akibat sekresi insulin yang menetap.
Kelainan ini diketahui sebagai nesidioblastosis. Bayi dari penderita diabetes juga mempunyai
kadar insulin yang tinggi setelah lahir karena tingginya paparan glukosa in utero akibat jeleknya
control glukosa selama kehamilan, hal ini yang menyebabkan hiperinsulinisme pada bayi.

Ditemukan sebanyak 50% dari semua kasus hipoglikemia terjadi pada bayi . Diagnosis
hipoglikemia dicurigai bila serangan cenderung berulang. Diagnosis hiperinsulinisme ditegakkan
bila didapatkan suatu keadaan hipoglikemia yang disertai dengan kadar insulin yang tinggi. Pada
keadaan normal, penurunan kadar gula darah disertai dengan penurunan kadar insulin yang
sesuai. Kadar insulin > 10mU/ml pada keadaan hipoglikemia adalah abnormal, bahkan pada
beberapa kasus kadar gula darah yang lebih kecil mungkin tidak sesuai dengan keadaan
hipoglikemia yang ada dan menunjukkan adanya sekresi otonom.
Banyak pasien yang pada saat bayi dikenal mengalami hipoglikemia idiopatik ternyata
mengalami hiperinsulinisme. Hiperinsulinisme sebagai penyebab hipoglikemia berat, pada
umumnya muncul pada bayi baru lahir sampai usia 3 bulan. Adanya hiperinsulinisme,
hipoglikemia simptomatik timbul setelah puasa 36 jam dan disertai dengan rendahnya kadar
beta-hidroksibutirat (benda-benda keton), FFA dan hiperinsulinismia relative (> 12 mU/ml).
Respons hiperglikemia terhadap glucagon meningkat.

2. Kelainan yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa, yaitu :

a. Simpanan glukosa tidak adekuat (premature, bayi kecil masa kehamilan).

b. Kelainan pada produksi glukosa hepar antara lain defisiensi glucose-6-phosphate, defisiensi
debrancher, defisiensi phosphatase hepar, defisiensi glikogen sintesis, defisiensi fruktosa.
Kelainan ini menurunkan produksi glukosa melalui berbagai defek termasuk blokade pada
pelepasan dan sintesis glukosa atau hambatan pada glukoneogenesis.

3. Kelainan hormonal (panhypopituitarisme, defisiensi hormone pertumbuhan, defisiensi


korsitol dapat primer atau sekunder.

Hal ini Karena hormone pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada pembentukan
energy alternative dan merangsang produksi glukosa. Kelainan ini mudah diobati, namun yang
sangat penting adalah diagnosis dini.

3. Patofisiologi

1. Hipoglikemia sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.


2. Kejadian hipoglikemia lebih sering didapat pada bayi dari ibu yang menderita diabetes
mellitus. Pada ibu dengan diabetes mellitus terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada
janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir dimana jalur plasenta
telah terputus, maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi
(transient hiperinsulinm) sehingga terjadi hipoglikemia.
3. Hipoglikemia adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan
kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik maka akan
menimbulkan kerusakan pada susunan syaraf pusat bahkan dapat mengakibatkan
kematian.
4. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses
persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
5. Stres juga dapat memicu terjadinya hipoglikemia. Setiap stress yang terjadi dapat
mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan
glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi dan gangguan pernapasan.

(Maryanti, Sujianti, & Budiarti, 2011, pp. 214-215).

Hipoglikemia yang terjadi pada neonatus, sering disertai komplikasi perinatal oleh karena
sekresi insulin yang berlebihan, ibu yang menderita diabetes miletus atau eritroblastosis.
Hipoglikemia yang berlangsung lama karena penimbunan glikogen yang tidak memadai dapat
terjadi setelah hari pertama kelahiran dan sering disertai oleh keadaan hipoksia dan gangguan
pertumbuhan intrauterine. Kelainan bawaamn pada susunan syaraf pusat atau jantung dapat
menyebabkan hipoglikemia, kemudian dapat timbul keadaan sepsis dan hipokalsemia
(Lisnawati, 2013, p. 311).

4. Klasifikasi

Hipoglikemia pada neonatus dibagi menjadi 2 kelompok :

1. Bersifat sementara, biasanya terjadi pada bayi baru lahir, misalnya karena masukan
glukosa yang kurang, hipotermia, syok, dan pada bayi dari ibu dengan diabetes.
2. Bersifat menetap atau berulang, terjadi akibat defisiensi hormone, hiperinsulinisme, serta
kelainan metabolisme karbohidrat dan asam amino, gangguan metabolisme yang bersifat
herditer (misalnya glycogen storage disease, disorders of gluconeogenesis, fatty acid
oxidation disorders).

5. Diagnosis

Diagnosis awal Hipoglikemia

1. Bayi Kejang

2. Bayi Letargi

3. Ibu ada riwayat DM


Diagnosis

1. Anamnesis

 Riwayat bayi menderita pada asfiksia, hipotermi, hipetermi, gangguan napas.


 Riwayat bayi premature
 Riwayat bayi besar untuk masa kehamilan
 Riwayat bayi kecil untuk masa kehamilan
 Riwayat bayi dengan ibu DM
 Riwayat bayi dengan penyakit jantung bawaan

2. Pemeriksaan Klinis, gejala yang sering terlihat adalah:

 Tremor
 Bayi lemah, apatis, letargik, keringat dingin
 Sianosis, kejang
 Napas lambat, tidak teratur
 Tangis lemah merintih
 Hipotoni
 Masalah minum
 Nistagmus gerakan involunteer pada mata

Gejala yang berkaitan dengan penurunan konsentrasi glukosa plasma dengan cepat dapat
memperlihatkan gejala peningkatan adrenergic (takikardi, gemetar) kolinergik (berkeringat, rasa
lemah, dan rasa lapar). Apabila hipoglikemia tidak diatasi dengan cepat maka akan timbul
manifestasi progresif disfungsi otak (nyeri kepala, iritabilatas, kejang, dan bahkan sampai koma).

Timbulnya gejala bervariasi dari beberapa hari sampai satu minggu setelah lahir. Berikut
ini merupakan gejala klinis yang disusun mulai dari frekuensi tersering, yaitu gemetar atau
tremor, sianosis, apatis, kejang, kelumpuhan atau latergi, menangis dengan suara melengking,
kesulitan minum, dan terdapatnya gerakan memutar pada mata. Dapat pula timbul keringat
dingin, pucat, hipotermia, gagal jantung, dan henti jantung.
6. Penatalaksanaan

1. Monitor

Pada bayi yang berissiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3
hari pertama :

a. Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam.


b. Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali
pemeriksaan.
c. Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia.
d. Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia
selesai.

2. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :

a. Bolus glukosa 10% 2ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit.

b. Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6 – 8 mg/kg/menit).

Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/menit = 18 mg/menit = 25920


mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti
perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc = 259 cc D 10% /hari.

Atau cara lain dengan GIR

Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan
vena sentral.

a. Untuk mencari kecepatan infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.
Kecepatan infus (GIR) = Glucosa Infusion Rate
Contoh : berat bayi 3 kg umur 1 hari
Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jam
GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min
6 x 3 = 18
b. Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam.
c. Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas.
d. Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
a. Infus D10 diteruskan.
b. Periksa kadar glukosa tiap 3 jam.
c. ASI diberikan bila bayi dapat minum.
e. Bila glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan
1. Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal.
2. ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan.
3. Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba.

3. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa gejala:

a. ASI teruskan.
b. Pantau, bila ada gejala manajemen seperti di atas.
c. Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
1. Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi.
2. Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekuensi minum.
3. Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal.

4. Kadar glukosa normal :

a. IV teruskan.

b. Periksa kadar glukosa tiap 12 jam.

Bila kadar glukosa turun, atasi seperti di atas : Bila bayi sudah tidak mendapat IV , periksa kadar
glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.

5. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)

a. Konsultasi endokrin.
b. Terapi : kortikosteroid, hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2
mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.
c. Bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon,
diazoxide, human growth hormon, pembedahan (jarang- dilakukan ) (Maryanti, Sujianti,
& Budiarti, 2011, pp. 216-218).

7. Pencegahan

Kejadian hipoglikemia dapat dicegah dengan:

 Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah, contohnya hipotermia;


 Pemberian makan enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling penting; · Jika
bayi tidak mungkin menyusu, mulailah pemberian minum; dengan menggunakan sonde
dalam waktu 1-3 jam setelah lahir;
 Neonatus yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai asupannya penuh
dan 3x pengukuran normal sebelum pemberian minum berada diatas 45 mg/dL;
 Jika ini gagal, terapi intravena dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar glukosa
dipantau;

3. IKTERUS NEONATORUM
Ikterus neonatorum adalah salah satu kondisi yang memerlukan perhatian pada si Kecil
yang baru lahir. Istilah ikterik neonatorum memiliki pengertian penyakit kuning pada bayi baru
lahir. Ikterus itu sendiri berarti warna kuning; yang dapat terlihat pada kulit dan bagian putih
mata (sclera mata). Kuning pada si Kecil disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin dalam
darah, yang secara medis disebut dengan hiperbilirubinemia.
A. Penyebab Bayi Kuning
Kuning pada si Kecil dapat disebabkan oleh beberapa hal:
1. Hiperbilirubinemia fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologi merupakan penyebab paling sering dari ikterus
neonatorum. Terjadi pada lebih dari 50% dari bayi baru lahir. Umumnya terjadi karena
pemecahan sel darah pada bayi baru lahir lebih cepat disertai dengan adanya fungsi hati
yang belum matang, sehingga proses pemecahan bilirubin terjadi lebih lambat. Umumnya
tidak berbahaya, muncul di hari ke-3, lamanya 7-10 hari, dan kadarnyat tidak terlalu
tinggi.
2. Breast feeding jaundice
Breast feeding jaundice dapat terjadi ketika si Kecil tidak mendapatkan ASI yang
cukup. Hal ini terjadi pada 5-10% bayi yang baru lahir. Gejalanya mirip dengan ikterus
fisiologis, hanya umumnya kadar bilirubin pada bayi lebih tinggi dibandingkan
hiperbilirubinemia fisiologis.
3. Breast milk jaundice
Breast milk jaundice terjadi pada 1-2% dari bayi yang mendapatkan ASI
eksklusif. Hal ini disebabkan oleh adanya zat khusus tertentu yang diproduksi oleh ibu
dalam ASI. Zat ini menyebabkan usus bayi menyerap lebih banyak bilirubin kembali ke
dalam tubuhnya. Kuning umumnya mulai terlihat pada usia 4-7 hari dan dapat
berlangsung selama 3-10 minggu.
4. Ketidakcocokan golongan darah (Rh atau ABO)
Jika si Kecil dan Ibu memiliki golongan darah yang berbeda dan saat bayi berada
didalam perut Ibu terjadi pencampuran darah antara Ibu dan si Kecil, maka tubuh Ibu
akan menghasilkan antibody yang kemudian akan menghancurkan sel-sel darah merah
bayi baru lahir. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar bilirubin bayi yang tinggi.
kuning pada bayi akibat ketidak cocokan golongan darah merupakan suatu keadaan yang
sangat serius, dimulai dari 24 jam pertama kehidupan, dan harus diatasi dengan benar dan
cepat.
B. Gejala Bayi Kuning :
 Penumpukan bilirubin akan menyebabkan kulit dan bagian putih mata si Kecil, matanya
menjadi terlihat berwarna kuning. Urin berwarna kuning tua (pada bayi dengan bilirubin
yang cukup tinggi).
 Tinja yang berwarna pucat seperti dempul (bukan tinja berwarna kuning atau oranye).
Perubahan warna tinja ini terjadi pada kuning yang diakibatkan oleh kelainan hati. Si
Kecil terlihat lebih lemas dan malas menyusu.
 Pada kadar yang sangat tinggi dan menembus sawar darah otak bayi akan mengalami
kern icterus (kejang akibat bilirubin menembus sawar darah otak).
C. Tatalaksana Ikterus Neonatorum
Hiperbilirubinemia fisiologis akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 7-14 hari.
Si Kecil mungkin perlu untuk tinggal lebih lama di rumah sakit untuk mendapatkan terapi sinar
bila kadar bilirubinnya lebih dari 12 mg/dl di usia 3 hari.
Beberapa cara yang akan dilakukan untuk menurunkan kadar bilirubin bayi antara lain:
a. Terapi cahaya (fototerapi)
Bayi akan ditempatkan di bawah lampu khusus yang memancarkan sinar dalam
spectrum hijau-biru. sinar ini akan mempercepat konjugasi bilirubin sehingga dapat larut
dan dikeluarkan melalui urin dan feses. Saat terapi sinar, bayi hanya akan menggunakan
popok dan patch pelindung mata. Semakin banyak sinar terpapar dengan kulit, semakin
cepat proses konjugasi berlangsung.
b. Perbanyak minum
Bayi yang kekurangan cairan akan cenderung menjadi kuning (breast feeding
jaundice). Bayi dengan terapi sinar juga akan mengalami penguapan yang lebih tinggi,
sehingga kecukupan minum harus dipenuhi.
c. Mengatasi infeksi
Adanya infeksi pada bayi akan menyebabkan bayi menjadi kuning. Mengatasi
infeksi ini akan mengatasi kuning yang muncul pada bayi.
d. Transfusi tukar
Terapi ini sudah jarang dilakukan. Terapi ini akan dibutuhkan bila kadar bilirubin
meningkat sangat tinggi. umumnya dibutuhkan pada kuning yang disebabkan oleh
ketidak-cocokan golongan darah si Kecil dan Ibu.
D. Tatalaksana Kuning yang Dapat Dilakukan di Rumah
1) Sinar matahari sangat membantu untuk memecah bilirubin indirek agar hati si Kecil dapat
memprosesnya lebih mudah. Tempatkan si Kecil ditempat yang terpapar langsung
dengan matahari atau bila terdapat jendela dimana cahaya matahari dapat masuk. Lama
memjemur adalah 30-60 menit. Waktu paling baik untuk menjemur si Kecil adalah antara
pukul 07-10.00 pagi.
2) Lebih sering menyusui. Jumlah cairan yang tercukupi akan membantu menurunkan kadar
bilirubinnya.
3) Menyusui tambahan. Jika si Kecil mengalami kesulitan minum ASI, kehilangan berat
badan atau mengalami dehidrasi, dokter mungkin menyarankan memberikan susu
formula bayi untuk melengkapi kebutuhan si Kecil.

4. TETANUS NEONATORUM
1. Pengertian Tetanus Neonatorum
Tetanus adalah penyakit akut, paralisis yang spastik yang disebabkan neurotoksin yang
diproduksi oleh Clostridium tetani, termasuk kuman anaerob gram negatif. Bentuk obligat
berupa spora yang mempunyai habitat alami di tanah, debu dan traktus alimentarius beberapa
hewan. Spora Cl tetani sangat tahan terhadap panas, kimia dan antibiotic tetapi akan mati dengan
autoclave, sehingga dalam bentuk spora akan mampu bertahan bertahun-tahun di debu ataupun
tanah. Cl tetani bukan merupakan kuman yang bersifat menginvasi jaringan, kuman ini dapat
menyebabkan sakit karena toksin yang dihasilkan. Dalam bentuk vegetatif, pada kondisi anaerob
akan menghasilkan 2 bentuk toksin, tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan
eksotoksin poten yang mempunyai afinitas tinggi dengan jaringan saraf.
tetanus terikat di neuromuscular junction dan akan masuk ke saraf motorik dengan cara
endocytosis kemudian akan menjalani transport axonal retrograde ke sitoplasma dari α-
motoneuron. Toksin keluar dari motoneuron di cornu spinalis dan selanjutnya akan memasuki
interneuron inhibisi spinalis. Toksin tetanus akan menghambat pelepasan neurotransmiter glisin
dan ϒ-aminobutyric acid (GABA), sehingga toksin tetanus akan menghambat inhibisi normal
dari otot-otot antagonis yang akan mempengaruhi koordinasi gerakan volunter. Akibat dari
keadaan ini adalah otot akan tetap kontraksi maksimal dan tidak bisa relaksasi.
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir dikenal dengan istilah tetanus neonatorum.
Tetanus pada dasarnya dapat terjadi pada usia berapa pun, namun salah satu populasi yang
terutama rentan terhadap kondisi ini adalah bayi baru lahir. Tetanus dapat dialami oleh seseorang
yang terekspos terhadap spora dari bakteri Clostridium tetani, yang umumnya terdapat pada
tanah. Kondisi ini disebabkan oleh zat berbahaya yang disebut neurotoksin, yang diproduksi oleh
pertumbuhan bakteri pada jaringan mati. Misalnya pada luka yang kotor atau pada pusat setelah
persalinan yang tidak steril.
Tetanus neonatorum sendiri merupakan salah satu jenis tetanus pada bayi baru lahir yang
tidak memiliki proteksi berupa imunitas pasif. Hal ini biasanya merupakan akibat dari ibu yang
tidak memiliki kekebalan terhadap bakteri penyebab tetanus. Sebagian bayi yang mengalami
tetanus neonatorum dapat mengalami kematian. Kondisi ini terutama lebih sering terjadi pada
area pedesaan, di mana sebagian besar persalinan dilakukan di rumah tanpa sterilisasi yang
adekuat.
a. Menurut Epidemiologi (cabang biologi)

Secara global hampir 14% penyebab kematian neonatus adalah tetanus


neonatorum. Tetanus neonatorum bertanggung jawab terhadap 50% kematian neonates
yang disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Tetanus
neonatorum dapat dicegah dengan imunisasi dan atau pelayanan persalinan dan pasca
persalinan yang bersih.
Beberapa penelitian komunitas di awal tahun 1970 dan 1980 di Negara Amerika
Latin dan beberapa negara berkembang menunjukkan kematian neonatal antara <5
sampai 60 kasus per 1000 kelahiran hidup. Di beberapa Negara berkembang kematian
tetanus neonatorum merupakan 23-72% dari total kematian neonatal.
Perawatan pasca persalinan yang kurang bersih, perawatan umbilikus yang kurang
steril, Pertolongan persalinan yang tidak steril masih merupakan faktor risiko utama
tetanus neonatorum. Beberapa hasil penelitian menunjukkan pemberian imunisasi tetanus
toksoid 2 kali selama hamil menurunkan kejadian tetanus neonatorum.
2. Penyebab Neonatus Neonatorum
Tetanus neonatorum umumnya terjadi akibat luka pada kulit yang kemudian
terkontaminasi oleh bakteri Clostridium tetani, yang sering ditemukan di tanah. Bakteri tersebut
memproduksi zat berbahaya yang dikenal dengan istilah neurotoksin, yang memengaruhi
aktivitas normal dari saraf tubuh dan menyebabkan spasme otot.
Beberapa faktor yang terkait dengan terjadinya tetanus neonatorum adalah perawatan tali
pusat yang kurang baik, pemotongan tali pusat yang tidak higienis, ibu yang tidak mendapatkan
imunisasi, sirkumsisi yang tidak higienis, tindik telinga yang tidak higienis, persalinan yang
tidak higienis, dan sebagainya. Spora dari bakteri dapat berkontak dengan jaringan tubuh,
berkembang biak, dan memproduksi toksin yang kemudian menyebabkan penyakit.
3. Gejala Neonatus Neonatorum
Masa inkubasi tetanus neonatorum, yakni periode waktu dari pertama kali terjadinya
ekspos terhadap bakteri hingga waktu tanda dan gejala pertama timbul, pada tetanus neonatorum
umumnya adalah 3 hingga 21 hari. Tanda dan gejala yang dapat timbul pada tetanus neonatorum
adalah spasme pada tubuh, kesulitan bernapas atau frekuensi pernapasan yang lebih cepat dari
normal, distres pernapasan, kebiruan pada kulit, demam, tanda infeksi seperti adanya nanah pada
tali pusat, dan sebagainya.
4. Diagnosis Neonatus Neonatorum
Penetapan diagnosis dari tetanus neonatorum umumnya ditentukan berdasarkan
wawancara medis yang mendetail serta pemeriksaan fisik secara langsung. Pada wawancara
medis, dokter dapat menanyakan adanya gejala yang diamati pada bayi serta riwayat imunisasi
sebelumnya pada ibu. Sementara itu pada pemeriksaan fisik, dokter akan mengevaluasi adanya
tanda dan gejala dari tetanus neonatorum.
5. Penanganan Neonatus Neonatorum
Penanganan dari tetanus neonatorum diawali dari identifikasi portal masuknya bakteri ke
dalam tubuh bayi, dan membersihkan area di mana terdapat luka. Setelahnya, pemberian
pengobatan dapat dilakukan untuk membantu mengeliminasi toksin yang terdapat di dalam tubuh
dengan pengobatan antitoksin dan antibiotik. Bila terdapat spasme, dokter juga dapat
menginstruksikan pemberian obat sedasi atau antispasme untuk meredakan gejala.
6. Pencegahan Neonatus Neonatorum
Transmisi dari tetanus neonatorum pada persalinan dapat dicegah dengan meningkatkan
cakupan imunisasi, terutama untuk wanita hamil. Selain itu perlu untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai pentingnya persalinan yang bersih dan perawatan tali pusat yang baik.
Vaksinasi dengan tetanus toksoid (TT) juga dapat membantu melindungi ibu hamil dari
tetanus maternal selama kehamilan dan persalinan.
7. Gambar anak yang terkena Neonatus Neonatorum
5.ADA BEBERAPA PENYAKIT YANG DIDERITA OLEH IBU SELAMA KEHAMILAN,
PERSALINAN DAN NIFAS YANG DAPAT MEMPENGARUHI KONDISI KESEHATAN
IBU, TETAPI TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN KEBIDANAN ANATARA LAIN :
Ada beberapa penyakit yang diderita oleh ibu selama kehamilan,
persalinan dan nifas yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu
tetapi tidak berhubungan dengan kebidanan antara lain:

a. Anemia
Definisi
Definisi Anemia adalah suatu kondisi dimana terdapat kekurangan sel darah merah atau
hemoglobin.
Komplikasi yang terjadi jika ibu mengalami anemia
Anemia pada ibu hamil merupakan hal yang perlu diwaspadai. Pasalnya, anemia yang tidak
ditangani bisa menyebabkan berat bayi rendah, kelahiran prematur, hingga cacat lahir. Kondisi
ini lebih sering terjadi pada ibu hamil yang mengalami morning sickness, hamil kembar, atau
memiliki pola makan tidak sehat.

b. HIV/AIDS
Definisi AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu
sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan sistem
imun oleh infeksi virus HIV. Sedangkan HIV merupakan singkatan dari Human
Immunodeficienc y Virus, yang menyerang sel CD4 dan menjadikannya tempat untuk
berkembang biak dan kemudian merusaknya.
Komplikasi yang terjadi jika ibu HIV
Ibu hamil yang terdiagnosis positif HIV juga dapat menularkan infeksinya pada bayi di dalam
kandungan lewat plasenta. Tanpa pengobatan, seorang ibu hamil yang positif HIV berisiko
sekitar 25-30% untuk menularkan virus pada anaknya selama kehamilan.

c. TUBERKULOSIS
Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis
complex.
e. Komplikasi yang terjadi jika ibu TBC
a. Risiko kelahiran prematur meningkat
b. Berat badan bayi lahir rendah
c. Penularan infeksi TB pada bayi dalam kandungan
d. Penularan infeksi TB pada orang lain di sekitar

d. HEPATITIS B
Definisi Hepatitis B merupakan infeksi menular serius pada hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B. Infeksi akut dapat terjadi pada saat tubuh terinfeksi untuk pertama kalinya. Infeksi
akut ini dapat berubah menjadi kronis setelah beberapa bulan sejak infeksi pertama kali.
f. Komplikasi yang terjadi jika ibu hepatitis
E. Jika Anda menderita hepatitis B saat hamil, diperkirakan Anda mungkin lebih rentan
mengalami ketuban pecah dini
F. diabetes gestasional
G. mengalami perdarahan berat pada akhir kehamilan.
H. Ada juga peningkatan risiko komplikasi persalinan seperti plasenta abrupsio dan
kematian bayi saat lahir.

e. DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE


Definisi Demam dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk dalam
kelompok B arthropod Borne Virus (Arbovirus) , yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus dan memiliki 4 serotipe, yaitu DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Virus ini dapat
ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, Aedes polunesiensis, dan
beberapa vektor lain. Penyakit ini dapat dialami oleh semua golongan umur, terutama pada anak
dan remaja, dengan tanda-tanda klinis berupa demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, dengan atau tanpa ruam, dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala
hebat, nyeri pergerakan bola mata, trombositopenia ringan dan petekie spontan. Sedangkan
perbedaan dengan demam berdarah dengue adalah pada demam berdarah dengue ditemukan
tanda hemokonsetrasi dan trombositopenia, yang jika tidak ditangani dengan cepat dapat masuk
dalam fase syok.
Komplikasi jika ibu dbd
DBD sangat berbahaya bagi wanita hamil karena virus ini dapat ditularkan selama kehamilan
bahkan ketika proses melahirkan berlangsung. Berbagai risiko pada janin saat ibu terkena
demam berdarah dengue saat hamil yaitu:
1. Bayi lahir dalam kondisi meninggal (stillbirth).
2. Berat bayi lahir rendah.
f. GANGGUAN JANTUNG
Definisi Gangguan jantung pada pembahasan ini adalah gagal jantung. Gagal jantung
adalah sindrom klinis akibat kelainan struktural maupun fungsional jantung yang menyebabkan
terganggunya fungsi pengisian dan pengosongan ventrikel.
Akibat penyakit jantung dalam kehamilan, terjadi peningkatan denyut jantung pada ibu
hamil dan semakin lama jantung akan mengalami kelelahan. Akhirnya pengiriman oksigen dan
zat makanan dari ibu ke janin melalui ari – ari menjadi terganggu dan jumlah oksigen yang
diterima janin semakin lama akan berkurang.
g. Gejala gonore 
Definisi umumnya akan muncul pada 1-10 hari setelah penularan bakteri terjadi. Khusus gonore
pada wanita, gejala kencing nanah yang timbul bisa meliputi: Keputihan yang keluar lebih
banyak dari biasanya. Keputihan berwarna kuning atau hijau.
Komplikasi pada bayi
Gejala penyakit gonore pada bayi yang terinfeksi biasanya muncul 2–5 hari setelah persalinan.
Bayi yang terinfeksi gonore dapat mengalami kondisi berupa
berat badan lahir rendah
infeksi mata.
Jika tidak diobati, gonore pada bayi dapat menyebabkan kebutaan.

h. Sifilis Atau Raja singa


Definisi Infeksi bakteri yang biasanya menyebar melalui kontak seksual dan dimulai
dengan luka tanpa rasa sakit.
Sifilis terjadi dalam beberapa bertahap, dan gejalanya bervariasi pada setiap tahap.
Tahap pertama melibatkan luka tanpa rasa sakit pada alat kelamin, dubur, atau mulut. Setelah
sakit awal sembuh, tahap kedua ditandai dengan ruam. Kemudian, tidak ada gejala sampai tahap
akhir yang mungkin terjadi beberapa tahun kemudian. Tahap akhir ini dapat mengakibatkan
kerusakan otak, saraf, mata, atau jantung.
Sifilis diobati dengan penisilin. Pasangan seksual juga harus diobati.
Komplikasi pada bayi
Sifilis kongenital adalah suatu infeksi serius yang dapat berdampak
 kecacatan seumur hidup
 mematikan pada bayi baru lahir.
Ibu hamil yang terinfeksi Treponema pallidum dapat menularkan bakteri tersebut ke janin
melalui plasenta ke dalam tubuh janin.

i. Preeklamsia
Komplikasi kehamilan berpotensi berbahaya yang ditandai dengan tekanan darah tinggi.
Pre-eklampsia biasanya dimulai setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita yang tekanan
darahnya telah normal. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi serius, bahkan fatal, bagi ibu
maupun bayi.
Mungkin tidak ada gejalanya. Tekanan darah tinggi dan protein pada urine adalah ciri-ciri
utamanya. Pembengkakan di kaki dan retensi air mungkin juga terjadi, namun ini akan sulit
dibedakan dari kehamilan normal.
Preeklampsia sering dapat dikelola dengan obat-obat oral atau IV sampai bayi cukup
matang untuk lahir. Kondisi ini sering membutuhkan pertimbangan risiko lahir prematur
dibandingkan dengan risiko gejala preeklampsia berkelanjutan.
Komplikasi pada bayi/janin
Dampak utamanya adalah
 janin kekurangan nutrisi karena tidak memadainya aliran darah rahim ke plasenta
 Hal ini berakhir pada keterlambatan pertumbuhan bayi dalam kandungan, kelahiran
prematur, hingga bayi lahir mati.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa, Hipertemia adalah


peningkatan suhu tubuh diatas titik pengaturan hipotalamus bila mekanisme pengeluaran
panas terganggu (oleh obat atau penyakit) atau dipengaruhi oleh panas eksternal
(lingkungan) atau internal (metabolik). Hipertermi disebabkan oleh infeksi, suhu
lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari gangguan infeksi dan suhu lingkungan
yang terlalu panas. Untuk pencegahan hipotermi bisa dengan cara selalu menjaga
kesehatan lingkungan, penyediaan air minum yang memenuhi syarat, pembuangan kotor
manusia pada tempatnya, pemberantasan alat, pembuangan sampah pada tempatnya,
pendidikan kesehatan pada masyarakat, pemberian imunisasi lengkap pada bayi, makan
makanan yang bersih dan sehat.

B. Saran

Dalam penulisan tugas makalah saya ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan
serta jauh dari kata sempurna. Oleh karna itu saya mengharapkan kritikan dan saran dalam
perbaikan dan kesempurnaan tugas saya, atas kritik dan sarannya saya ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.sumbarsehat.com.2012/07/hipertermi-pada-bayi.html=1
https://m.klikdokter.com/penyakit/tetanus-neonatorum
http://resopository.unimus.ac.id/266/3/BAB%20II.PDF

Anda mungkin juga menyukai