Oktavia
@gmail.com
Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Inggris-Fakultas Ilmu Pendidikan dan Sosial-Universitas
Nahdlatul Ulama Blitar
Jl. Ahmad Yani No.46, Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur, Blitar 66131
dstrk34@gmail.com
Jl. Ahmad Yani No.46, Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur, Blitar 66131
Abstract
Aqidah is a foundation that must be strong and firm, because on it the pillars of Islam
will be built. And this aqidah education must be instilled as early as possible in
humans, so that it is imprinted in the heart and is not shaken by various kinds of
waves of misguidance. During the Prophet’s time, his aqidah was still pure and
clean from polytheism. After he died, and further away from the time of his life,
problems and currents began to appear in this matter of aqidah. Every time new
streams appear, there are always many followers. What is clear is that the many
firqahs in Islam make this straight and true religion increasingly harassed by people
who already hate Islamic teachings. The Ahlussunnah wal-Jama’ah seek to restore
the creeds of Muslims to the I’tikad adhered to by the Prophet Muhammad. And his
friends.
Abstrak
Aqidah merupakan pondasi yang harus kuat dan kokoh, karena di atasnya akan didirikan
sendi-sendi Islam. Dan pendidikan aqidah ini sudah harus ditanamkan sedini mungkin kepada
manusia, sehingga ia terpatri di hati dan tidak goyah oleh berbagai macam gelombang
kesesatan. Dimasa Rasulullah masih hidup aqidah masih murni dan bersih dari unsur
kemusyrikan. Setelah beliau wafat, dan semakin jauh dari zaman kehidupan beliau mulai
muncul persoalan dan aliran-aliran dalam masalah aqidah ini. Setiap muncul aliran-aliran baru
selalu saja banyak pengikutnya. Yang jelas dengan banyaknya firqah dalam Islam, membuat
agama yang lurus dan benar ini semakin dilecehkan oleh orang-orang yang memang sudah
benci terhadap ajaran Islam. Kaum Ahlussunnah wal-Jama’ah berusaha untuk mengembalikan
aqidah umat Islam sebagaimana I’tikad yang dianut oleh Nabi Muhammad saw. dan para
sahabat beliau.
1
A. PENDAHULUAN
Sahabat Anshar memandang bahwa jabatan khalifah harus dari kalangan mereka.
Karena mereka telah menolong dan melindungi dakwah nabi sehingga Islam bisa
berkembang dengan pesat. Kemudian di lain pihak berpendapat bahwa khalifah harus
berada di tangan Bani Hasyim.
Sebagai reaksi terhadap aliran Syiah tersebut, dari akar permasalahan ini
kemudian timbul usaha-usaha untuk membantu ajaran dengan rumusan hujjah dan
lahirlah firqoh atau suatu mazhab baik di bidang fiqih maupun aqidah akhlak ataupun
tasawuf.
B. PEMBAHASAN
1. LATAR BELAKANG TIMBULNYA FIRQAH DALAM ISLAM
Timbulnya firqah-firqah teologi Islam tidak terlepas dari fitnah yang beredar
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Setelah Nabi Muhammad wafat peran
sebagai kepala negara digantikan oleh para sahabatnya, yang disebut Khulafaur
Rasyidin: yaitu Abu Bakar Umar Bin Khattab Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Tholib. Akan tetapi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan mulai timbul adanya
perpecahan di antara umat Islam yang disebabkan oleh banyak fitnah yang timbul
pada masa itu. Sejarah mencatat akibat dari fitnah-fitnah tersebut menyebabkan
perpecahan diantara umat Islam dari masalah politik sampai masalah teologis. Awal
mula perpecahan timbul sejak wafatnya Khalifah Utsman bin Affan. Para orang-orang
2
yang tak sejalan menganggap Khalifah Utsman sebagai orang yang lemah dan tak
sanggup menentang ambisi keluarganya yang kaya dan berpengaruh untuk menjadi
gubernur. Kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh khalifah Utsman ini
mengakibatkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Sahabat-sahabat nabi
setelah melihat tindakan Utsman mulai meninggalkan khalifah yang ketiga ini.
Akhirnya timbullah pemberontakan, seperti adanya 500 pemberontak yang berkumpul
dan kemudian bergerak ke Madinah. Perkembangan suasana di Madinah ini
membawa pada pembunuhan Khalifah Usman oleh pemuka-pemuka pemberontak di
Mesir.
Setelah Utsman bin Affan wafat, Ali bin Abi Tholib sebagai calon terkuat
menggantikannya menjadi khalifah keempat. Namun segera ia mendapat tentangan
dari pemuka-pemuka yang ingin menjadi khalifah terutama Talhah dan Zubair dari
Mekah yang mendapat sokongan dari Aisyah ra. Tantangan ini dapat di patahkan Ali
dalam pertempuran yang terjadi di Irak pada tahun 656 Masehi dan Zubair mati
terbunuh kemudian Aisyah dikirim kembali ke Mekah.
Tantangan kedua datang dari Muawiyah gubernur Damaskus dan keluarga dekat
Utsman. Ia menuntut khalifah Ali agar menghukum pembunuh-pembunuh Khalifah
Utsman. Bahkan ia menuduh bahwa Ali turut ikut campur dalam persoalan
pembunuhan tersebut. Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan ini di
Shifin, tentara Ali mendesak tentara Muawiyah. Namun tangan kanan Muawiyah
yaitu Amru Ibnu al-‘As yang terkenal sebagai orang licik minta berdamai dengan
mengangkat Al-Qur’an ke atas. Syiah yang berada di pihak khalifah Ali mendesak Ali
untuk menerima tawaran itu dan di carilah perdamaian dengan mengadakan arbitase.
Sebagai perantaranya diantara kedua pihak, diangkatlah Amru Ibnu al-‘As dari pihak
muawiyah dan Abu Musa Al Asy’ari dari pihak Ali. Dalam pertemuan mereka
kelicikan Amru bin al-‘Ash mengalahkan perasaan takwa Abu Musa. Sejarah
mengatakan bahwa keduanya terdapat permufakatan untuk menjatuhkan kedua
pemuka yang bertentangan yaitu Ali dan Muawiyah. Awalnya Abu Musa yang
terlebih dahulu mengumpulkan kepada orang-orang mengenai keputusan menjatuhkan
kedua pemuka yang bertentangan tersebut. Namun karena kelicikan Amru al-‘ash
mengatakan berlainan dengan apa yang sudah disetujui. Amr mengemukakan hanya
menyetujui penjatuhan Ali yang telah diumumkan oleh Abu Musa tetapi menolak
penjatuhan Muawiyah. Peristiwa ini merugikan bagi Sayyidina Ali dan
menguntungkan bagi Muawiyah. Khalifah sebenarnya adalah Sayyidina Ali,
sedangkan Muawiyah kedudukannya tak lebih dari Gubernur Daerah yang tak mau
tunduk kepada khalifah Ali Bin Abi Thalib. Dengan adanya arbitrase ini kedudukan
Muawiyah telah naik menjadi khalifah yang tidak resmi. Sikap Ali yang menerima
dan mengadakan arbitrase ini sungguh dalam keadaan terpaksa dan tidak disetujui
oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa hal demikian itu tidak dapat
diputuskan oleh arbitrase manusia. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali
kepada hukum-hukum yang ada dalam al-Quran.
La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain hukum dari Allah) ini yang menjadi
semboyan mereka, yang tidak sependapat dengan Sayyidina Ali dan memandang sang
khalifah telah berbuat salah. Oleh sebab itu mereka meninggalkan barisan. Golongan
merekalah yang dalam sejarah Islam terkenal dengan istilah al khawarij yaitu orang
3
yang keluar dan memisahkan diri. Karena mereka memandang Ali bersalah dan
berbuat dosa, maka kemudian mereka melawan Sayyidina Ali.
Namun perlu kita ingat selalu bahwa Al-Quran dan As-Sunnah diturunkan
Allah SWT dan disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas
dan dalam, mengandung hukum yang harus diterima.
Hal yang perlu diketahui dan dikuasai bukan hanya arti bahasa tetapi juga
ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab itu seperti ilimu tata bahasa
Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’).
Selain itu perlu mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak,
bagaimana mungkin menggali hukum secara baik dan benar dari al-Quran dan as-
Sunnah padahal tidak menguasai sifat lafad-lafad dalam al-Quran dan as-Sunnah
itu yang beraneka ragam yang masing-masing mempengaruhi hukum-hukum yang
terkandung di dalamnya seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz
mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus,
ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz
hakikat, ada pula nasikh dan mansukh dan lain sebagainya.
4
3. PANDANGAN-PANDANGAN FIRQAH YANG BERKEMBANG DALAM
ISLAM
Sesungguhnya Bani Israil telah terpecah menjadi 72 milah (firqah) dan umatku
juga akan terpecah menjadi 73 firqah. Semuanya masuk neraka kecuali satu.
Sahabat-sahabat yang mendengar ucapan ini bertanya, “Siapakah yang satu itu
wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Yang satu itu ialah orang yang
berpegang sebagaimana peganganku dan sahabat-sahabatku. (HR Tirmidzi)
5
3). Aliran Mu’tazilah
Aliran ini merujuk pada kaum yang mempunyai paham bahwa Tuhan tidak
mempunyai sifat, bahwa manusia mempunyai kekuasaan untuk melakukan
perbuatannya sendiri yang bersifat ikhtiari. Aliran ini juga meyakini bahwa
Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata dalam Surga, juga berkeyakinan bahwa
orang yang mengerjakan dosa besar diletakkan pada satu tempat di antara dua
tempat (Al-Manzilah Bainal Manzilatain). Keyakinan mereka yang lainnya
adalah bahwa Mi’raj yang dilakukan Nabi Muhammad hanya dengan ruh saja
bukan dengan ruh dan jasad, sebagaimana kayakinan Ahlussunnah wal Jamaah
bahwa nabi Mi’raj adalah dengan jasad dan ruhnya. Dalam perkembangannya,
aliran yang menngedepan logika dan pernah menjadi madzhakemudian salah
sati dinasti pada masa silam ini kemudian terpecah menjadi 20 aliran.
4). Aliran Murji’ah
Orang-orang Murji’ah berkeyakinan bahwa melakukan maksiat tidak memberi
mudharat kalau pelaku beriman. Begitu juga sebaliknya, amal baik yang
dilakukan seseorang tidak membawa dampak manfaat kalau ia seorang yang
kafir. Aliran Murji’ah ini kemudian terbagi dalam lima aliran atau kelompok.
5). Aliar Najariah
Yaitu kaum yang berkeyakinan bahwa perbuatan manusia adalah makhluk
yakni dijadikan Tuhan tetapi mereka berpendapat bahwa sifat Tuhan itu tidak
ada. Aliran Najariyah ini kemudian terpecah menjadi tiga aliran.
6). Aliran Jabariyah
Aliran ini mempunyai keyakinan bahwa manusia adalah majbutr (terpaksa),
tidak mempunyai daya apa-apa. Kasab atau usaha manusia sama sekali tidak
ada. Aluran ini hanya ada satu aliran, tidak terpecah-pecah lagi.
7). Kaum Musyabbihah
Yaitu kaum yang berkeyakinan bahwa ada keserupaan Tuhan dengan manusia,
misalnya bahwa Allah itu mempunyai tangan, mempunyai kaki, duduk di kursi
layaknya duduknya manusia, naik ke tangga, turun tangga dan lain dan lain
sebagainya. Kaum ini hanya terdiri dari satu aliran saja. Tujuh golongan atau
firqah dalam Islam yang telah disebutkan di atas dengan beberapa firqah-
firqah kecil di dalamnya jumlahnya adalah 72. Rinciannya adalah: aliran Syiah
sebanyak 7 aliran; Kaum Khawarij terdapat 20 aliran; Muktazilah 20 aliran.
Murji`ah 5 aliran. Najariyah 3 aliran. Jabariyah satu aliran. Dan musyabbihah
satu aliran. Jumlahnya 72. Dan jumlah 72 golongan ini adalah jumlah firqah
yang tidak selamat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
Sallam yang disebutkan di awal yang mengabarkan akan adanya 73 firqah
dalam Islam
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Istilah firqah biasa digunakan untuk menyederhanakan kelompok,
aliran, bahkan sekte. Kelompok manusia dalam firqah ini merujuk pada
cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi. Pendapat lainnya
menjelaskan firqah adalah kelompok yang memisahkan diri dalam urusan
6
agama setelah ada ijma’. Ada berbagai macam penyebab munculnya firqah-
firqah, salah satunya adalah masalah politik yang kemudian berkembang ke
masalah teologi atau akidah. Dari kasus politik meluas ke masalah aqidah,
perbedaan pandangan inilah yang memudahkan satu firqah mengkufurkan
firqah lainnya. Firqah terpecah menjadi banyak bagian, namun berpangkal
pada 7 firqah.
2. Saran
Dewasa ini, kita sebagai pelajar NU yang dibekali oleh ilmu
pengetahuan haruslah terus berada pada jalan yang benar dan tidak boleh
mencemooh kepercayaan krang kain mengenai akidah.
7
DAFTAR PUSTAKA
Mu'min. (2017). Kiprah Kyai Hasyim Asy'ari dalam Diskusur Hadist di Indonesia. jurnal
ilmu hadist 2, 34-38.
Munandar, S. A. (2020). KH Hasyim Asy'ari and the Teacher Code of Etics: Thought Study
KH> Hasyim Asy'ari on Ethics Education and Its Relevance to Modern Education in
Indonesia . Jurnal Staima Al-Hikam, 114-142.
Najib, A. A. (2020). Konsep Dasar Pendidikan Nahdlatul Ulama. Jurnal Pendidikan Islam
Vol.5 nomor 1, 67-80.