Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa nifas merupakan masa yang berlangsung selama enam

minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ Kembali seperti keadaan

sebelum hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologis psikologis

karena proses kehamilan periode pemulihan berlangsung sekitar 6 minggu

atau sekitar 42 hari (Enny Firiahadi,2018).

Robekan jalan lahir terjadi ketika jaringan perineum robek saat

melahirkan. Menurut (Zuliati, 2017) 65% robekan jalan lahir terjadi pada

ibu kala II pada saat melahirkan bayi. Luka ini bisa terjadi secara spontan

atau terjadi karena tindakan episiotomi. Menurut Royal College of

Obstetricians and Gynaecologists (RCOG), 85% wanita yang melahirkan

akan mengalami cidera perineum dan 60-70% dari luka diselesaikan

dengan perbaikan/penjahitan perineum.

Nyeri perineum merupakan adanya kejadian robekan/laserasi

perineum saat proses melahirkan. Nyeri yang dirasakan oleh ibu nifas pada

bagian perineum disebabkan oleh luka jahitan pada waktu melahirkan

karena adanya jaringan yang terputus. Respon nyeri pada setiap individu

adalah unik dan relatif berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal

seperti pengalaman, persepsi, dan lain-lain. Nyeri yang dirasakan oleh ibu

nifas akan berpengaruh terhadap mobilisasi, pola tidur, suasana hati,

1
2

kemampuan BAB atau BAK, dan aktivitas sehari-hari (Triwik Sri Mulati,

2017).

Menurut WHO prevalensi ibu bersalin yang mengalami luka

perineum di Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24%

sedangkan pada ibu bersalin dengan usia 31-39 tahun sebesar 62%.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Imamah masalah utama yang

sering dialami oleh ibu dengan luka jahitan perineum adalah nyeri. Hasil

yang diperoleh pada responden ibu nifas dengan jahitan perineum di

Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan sebanyak 50% mengalami nyeri

berat, 30% nyeri sedang, dan 20% mengalami nyeri ringan. Hal ini juga

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Utami di Rumah Sakit

Panembahan Senopati Bantul dengan hasil bahwa ibu nifas yang

mengalami nyeri berat sebesar 46,9% dan nyeri sedang sebesar 53,1%

(Putri, 2016).

Menurut World HealthOrganization (WHO) mencatat pada tahun

2012 tiap tahunya lebih dari 300 – 400/ 100.000 kelahiran hidup,

perempuan meninggal yang disebabkan oleh eklamsia 28%, pendarahan

12%, abortus 13%, sepsis 15%, dan penyebab lain 2% ( Kemenkes 2016).

Hasil survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) menyebutkan

bahwa pada 2012, kasus kematian ibu melonjak tajam, dimana AKI

mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup, meningkat sekitar 57% bila

dibandingkan dengan tahun 2016 yang sebesar 228 per 100.000 kelahiran

hidup.Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)


3

tahun 2017, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per

100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan

dengan SDKI Tahun 1991, yaitu sebesar 290 per 100.000 kelahiran hidup.

Angka ini sedikit menurun walaupun tidak terlalu signifikan. (Dines

kesehatan indonesia 2017).

Target global Millenium Development Goals (MDGs) ke-5 adalah

menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000

kelahiran hidup tahun 2019. Mengacu dari kondisi saat ini, potensi ntuk

mencapai target MDGs ke-5 untuk menurunkan AKI adalah off track,

artinya diperlukan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk

mencapainya.Jumlah kematian ibu yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan pada tahun 2016 menurun menjadi

118 orang atau 78,84 per 100.00 kelahiran hidup. Kematian ibu tersebut

terdiri dari kematian ibu hamil (19%), kematian ibu bersalin (46%) dan

kematian ibu nifas (35%) ( Dines kesehatan indonesia 2019 ).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh East, C. E., dkk (2012)

dalam Wulandari (2017) menyebutkan ada beberapa metode yang dapat

mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhan luka jahitan.

Penggunaan obat-obat non steroid anti inflamasi (NSAID) merupakan obat

yang umum digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat

penyembuhan luka jahitan, namun beberapa obat tersebut dapat

menimbulkan efek samping seperti tukak lambung. Beberapa studi


4

meneliti tentang pengaruh obat herbal untuk mengobati luka jahitan,

misalnya lavender, kunyit, minyak zaitun, dan kayu manis.

Kayu manis merupakan salah satu dari sekian banyak rempah

herbal yang sudah lama dimanfaatkan oleh masyarakat diseluruh dunia.

Studi secara invivo dan invitro menunjukan bahwa kandungan senyawa

aktif dalam kayu manis mempunyai efek farmakologi, antara lain sebagai

antifungal, anti kardiovaskular, antikanker, antiinflamasi, antiulser,

antidiabetes, antivirus, antihipertensi, antioksidan, penurun lemak dan

kolesterol. Efek samping kayu manis antara lain gusi bengkak, iritasi kulit,

pusing, dan menyebabkan penurunan gula darah yang terlalu besar.

Namun, efek samping tersebut dapat terjadi apabila kayu m anis

dikonsumsi lebih dari dosis yang dianjurkan (Ranasinghe,Dkk.2017).

Survey pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak

Masyita, didapatkan data angka ibu nifas pada tahun 2019 sebanyak 301

jiwa, dengan angka kejadian ibu yang mengalami nyeri luka robekan

perineum baik secara spontan maupun tindakan episiotomi di tahun 2019

sebanyak 152 jiwa , selanjutnya data angka jumlah ibu nifas di tahun 2020

sebanyak 359 jiwa, dengan data angka kejadian ibu yang mengalami nyeri

luka robekan perineum secara spontan maupun tindakan episiotomi di

tahun 2020 sebanyak 220 jiwa, dan di tahun 2021 dari data angka jumlah

ibu nifas sebanyak 256 jiwa dengan data angka kejadian nyeri luka

robekan perineum baik secara spontan maupun tindakan episiotomi di

tahun 2021 sebanyak 146 jiwa .


5

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di PMB Wilayah

Kerja Kelurahan Gedong Air Bandar Lampung pada tanggal 21 Mei – 30

Juni 2020 pada kelompok intervensi, responden yang mayoritas merasakan

nyeri sebelum (pretest) diberi kayu manis berada pada skala nyeri 5,0 dan

8,0 sebanyak masing-masing 4 responden (26,7%) serta dengan nilai

tertinggi skala nyeri yang dirasakan yaitu 9,0 sebanyak 2 responden

(13,3%) dan setelah (posttest) diberi kayu manis berubah menjadi nyeri

ringan dan mayoritas tidak merasa sakit sama sekali atau di skala nyeri 0

sebanyak 11 responden (73,3%) terlihat terjadi penurunan skala nyeri yang

sangat signifikan pada kelompok intervensi. Hal ini dikarenakan

responden merasakan efek kayu manis yaitu dapat menurunkan derajat

nyeri yang dirasakan pada ibu postpartum dengan luka perineum. Seluruh

responden diberikan kayu manis dengan teratur selama 7 hari berturut-

turut Pada kelompok control responden paling banyak mengalami nyeri

luka perineum sebelum (pretest) berada pada skala nyeri 6,0 yaitu

sebanyak masing-masing 4 responden (26,7%) serta dengan nilai tertinggi

skala nyeri yang dirasakan yaitu 9,0 sebanyak 1 responden (13,3%) dan

nyeri luka perineum setelah (post test) pada kelompok kontrol sebanyak

40% turun di skala nyeri 1,0 yaitu masih merasakan nyeri sedikit atau

ringan dan juga ada yg masih berada di skala nyeri 4,0 sebanyak 1

responden.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Poltekkes

Kemenkes Surakarta Jurusan Kebidanan (Triwik Sri Mulati 2017)


6

menunjukkan sebagian besar responden pada kategori usia reproduksi

sehat yaitu 20-35 tahun terlihat bahwa karakteristik responden berdasarkan

usia, sebagian besar responden berada pada usia reproduksi sehat yaitu

antara 20-35 sejumlah 79 orang (86.8 %). responden berdasarkan paritas

adalah primipara (melahirkan anak yang pertama) sejumlah 45 orang (49.5

%) dan multipara (melahirkan anak yang ke dua, ketiga, dan keempat)

sejumlah 46 orang (50.5 %). seluruh responden berjenis kelamin

perempuan sejumlah 91 responden (100 %). . ditunjukkan bahwa skala

nyeri perineum responden sebagian besar pada nyeri ringan yaitu sejumlah

40 orang (44 %). pada golongan usia < 20 tidak ada yang mengalami nyeri

berat, pada golongan usia 20-35 yang mengalami nyeri berat sebanyak 28

reponden sedang pada golongan usia > 35 yang mengalami nyeri berat

sebanyak 1 responden. ditunjukkan bahwa seluruh responden berjenis

kelamin perempuan dan yang mengalami nyeri berat sejumlah 29 orang

(32 %). pada paritas primipara ada yang mengalami nyeri berat sebanyak

17 responden, sedangkan pada paritas multipara yang mengalami nyeri

berat sebanyak 12 responden.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “ apakah ada pengaruh Efektivitas

Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomun Verum) Terhadap Penurunan Nyeri

Luka Perineum Di RSIA Masyita?

C. Tujuan Penelitian
7

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Efektivitas Ekstrak Kayu manis (Cinnamomun

Verum) terhadap penurunan nyeri luka perineum pada ibu nifas Di

RSIA Masyita.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui nyeri luka perineum pada ibu nifas sebelum

dilakukan pemberian ekstrak kayu manis.

b) Untuk mengetahui nyeri luka perineum pada ibu nifas setelah

dilakukan pemberian ekstrak kayu manis.

c) Menganalisis Efektifitas pemberian ekstrak kayu manis terhadap

penurunan nyeri luka perineum pada ibu nifas.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Proposal penelitian diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan

pengetahuan peneliti tentang penelitian khususnya mengenai

Efektivitas Ekstrak Kayu manis (Cinnamomun Verum) terhadap

penurunan nyeri luka perineum.

2. Bagi Pelayanan Kebidanan

Proposal penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif

dalam melaksanakan asuhan kebidanan terutama untuk ibu nifas

dalam upaya mengurangi nyeri luka perineum.

3. Bagi Institusi Pendidikan


8

Proposal penelitian ini diharapkan menjadi bahan bacaan dan literatur

bagi pengembangan ilmu khususnya dibidang kesehatan dan

diharapkan menjadi informasi bagi semua pihak yang membutuhkan

guna menunjang keterampilan dan pengetahuan.

4. Bagi Peneliti

Proposal penelitian ini diharapkan akan dapat memberi informasi dan

data dasar untuk penelitian selanjutnya tentang konsep nyeri luka

perineum dan Efektivitas Ekstrak Kayu manis (Cinnamomun Verum)

terhadap penurunan nyeri luka perineum.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Masa Nifas

1. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya

plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah

kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu (Marmi,

2012).

Tahapan masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini,

puerperium intermedial, dan remote puerperium. Puerperium dini

merupakan masa kepulihan. Puerperium intermedial merupakan masa

kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia. Remote puerperium merupakan

masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna (Sulistyawati,

2009).

2. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

a. Perubahan Sistem Reproduksi


10

1) Uterus

a) Pengerutan Rahim (involusi)

Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada

kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus, lapisan luar

dari desidua akan menjadi neurotic (layu / mati) (Sulistyawati,

2009).

b) Lokhea

Lokhea adalah cairan yang keluar dari liang vagina atau


9
senggama pada masa nifas. Cairan ini dapat berupa darah atau

sisa lapisan Rahim. Jenis – jenis lochea diantaranya yaitu :

1) Lochea rubra : hari ke 1-2, terdiri dari darah segar

bercampur sisa-sisa ketuban, sisa-sisa vernix kaseosa,

lanugo, dan mekoneium.

2) Lochea sanguinolenta : hari ke 3-7, terdiri dari darah

bercampur lender, warna kecoklatan.

3) Lochea serosa : hari ke 7-14 berwarna kekuningan

4) Lochea alba : hari ke 14 selesai nifas, hanya merupakan

cairan putih lochea yang berbau busuk dan terinfeksi

disebut lochea purulent (Elisabeth S walyani dkk, 2015).

c) Perubahan pada serviks

Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak

menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh corpus


11

uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks

tidak berkontraksi (Sulistyawati, 2009).

2) Vulva dan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang

sangat besar selama proses melahirkan. Dalam beberapa hari

pertama, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3

minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil

dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul

kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol (Sulistyawati,

2009).

3) Perineum

Pada masa nifas hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali

sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan

sebelum hamil (Sulistyawati, 2009).

b. Perubahan Sistem Pencernaan

Biasanya, ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini

disebabkan karena alat pencernaan mengalami tekanan yang

menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih

pada waktu persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta

kurangnya aktivitas tubuh (Sulistyawati, 2009).

c. Perubahan Sistem Perkemihan

Biasanya, ibu akan sulit untuk buang air kecil. Penyebab dari keadaan

ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih
12

sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin

dan tulang pubis selama persalinan berlangsung (Sulistyawati, 2009).

d. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-

pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan

terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta

dilahirkan (Sulistyawati, 2009).

e. Perubahan Sistem Endokrin

1) Hormon Plasenta

Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG

(Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan

menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-3 masa nifas

(Sulistyawati, 2009) (Sulistyawati, 2009).

2) Hormon Pituitary

Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. FSH dan LH akan

meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke-3) dan LH

tetap rendah hingga ovulasi terjadi (Sulistyawati, 2009).

3) Hypotalamik Pituitary Ovarium

Lamanya seorang wanita mengalami perdarahan nifas juga

dipengaruhi oleh faktor menyusui (Sulistyawati, 2009).

4) Kadar Estrogen
13

Terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga

aktivitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat

mempengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI

(Sulistyawati, 2009).

f. Perubahan Tanda Vital

1) Suhu Badan

Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit

(37,5o-38oC) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan,

kehilangan cairan, dan kelelahan (Sulistyawati, 2009).

2) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali per

menit. Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat

(Sulistyawati, 2009).

3) Tekanan Darah

Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan

darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada

perdarahan (Sulistyawati, 2009).

4) Pernapasan

Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut

nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernapasan juga akan

mengikutinya (Sulistyawati, 2009).

g. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


14

Penarikan kembali estrogen menyebabkan diuresis yang terjadi secara

cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi

normal (Sulistyawati, 2009).

h. Perubahan Sistem Hematologi

Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan

sedikit menurun, tetapi darah akan mengental sehingga meningkatkan

faktor pembekuan darah (Sulistyawati, 2009).

3. Proses Adaptasi Psikologis Masa Nifas

a. Periode “Taking In”

Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada

umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada

kekhawatiran akan tubuhnya (Sulistyawati, 2009).

b. Periode “Taking Hold”

Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum. Ibu menjadi

perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan

meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi (Sulistyawati, 2009).

c. Periode “Letting Go”

Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Ibu

mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan harus


15

beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat bergantung

padanya (Sulistyawati, 2009).

4. Komplikasi pada Masa Nifas

a. Perdarahan pervaginam

Pendarahan masa nifas (setelah minggu ke-4) yang berwarna

merah menyala melebihi 500 ml setelah bersalin dan dapat bervariasi.

Kekurangan darah dapat dideteksi dari kadar hemoglobin. Pendarahan

ini bisa terjadi secara lambat sehingga tidak bisa di deteksi sampai

terjadi syok (lidya nur hidayah,2017).

b. Infeksi masa nifas

Gejala umum yang muncul dapat berupa uterus yang lembek,

kemerahan, rasa nyeri pada payudara, adanya dysuria. Penyebab

adanya infeksi karena bakteri endogen dan eksogen. Faktor lainnya

yang mempengaruhi adalah nutrisi yang buruk, defisiensi zat besi,

persalinan lama, rupture membrane, episiotomy, dan seksio sesarea

( linda nur hidayah,2017).

c. Thromboflebitis

Inflamasi pembukaan pembuluh darah disertai pembentukan

pembekuan darah disebut tromboflebitis. Tromboflebitis cenderung

terjadi pada periode post partum pada saat kemampuan

penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen,


16

dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan

kepala janin selama kehamilan dan persalinan dan aktifitas pada

periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan

membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah. (Linda nur

hidayah, 2017).

d. Sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan kabur

Ibu post partum perlu dipastikan apakah ibu mengalami gejala

pembengkakan. Periksa adanya varises, kemerahan pada betis,

ekstremitas ( tulang kering, pergelangan kaki, atau kaki mengalami

udema) dan pastikan apakah ibu mengalami penglihatan kabur.

e. Pembengkakan di wajah atau ekstremitas

Ibu yang mengalami pembengkakan di wajah atau ekstremitas harus

diperiksa apakah terdapat varises, kemerahan, dan kaki mengalami

oedema (Marmi, 2012).

f. Rasa sakit waktu berkemih

Pada masa nifas dini, sensivitas kandung kemih terhadap tegangan air

kemih sering menurun akibat trauma persalinan (Marmi, 2012).

g. Kehilangan nafsu makan

Karena kelelahan yang amat berat setelah persalinan, nafsu makan

akan terganggu sehingga ibu tidak ingin makan sampai kelelahan itu

hilang (Marmi, 2012).


17

5. Rasa sakit, merah, dan pembengkakan di kaki (thrombopeblitis)

Selama masa nifas, dapat terbentuk thrombus sementara pada vena-vena

maupun di pelvis yang mengalami dilatasi (Marmi, 2012).

6. Merasa sedih atau tidak mampu mengasuh bayinya dan dirinya sendiri

Pada minggu-minggu awal setelah persalinan ibu nifas cenderung akan

merasa sedih, tidak mampu mengasuh dirinya sendiri dan bayinya (Marmi,

2012).

7. Permasalahan atau kelainan payudara

Permasalahan yang terjadi antara lain pembendungan air susu, mastitis,

abses payudara, dan puting susu lecet (Sulistyawati, 2009).

B. Tinjauan Umum Tentang Nyeri

1. Pengertian Nyeri

a. Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan

maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu kedaan yang

mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang

pernah mengalaminya (tansuri 2007). Menurut Internasional

Association for stady of pain ( IASP) nyeri adalah pengalaman

perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya

kerusakan actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi

terjadinya kerusakan.
18

b. Nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang

tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang

bersifat actual atau potensial yang dirasakan dalam kejadian –

kejadian dimana terjadinya kerusakan ( Sigit N Prasetyo 2014).

c. Nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul

Ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut

bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri. (Sigit N Prasetyo 2014).

2. Penyebab Nyeri

Menurut ignatavicus tansuri (2017), secara umum stimulus nyeri

disebabkan oleh:

a. Kerusakan jaringan

b. Kontraksi atau spame otot yang menimbulkan ischemic type pain.

c. Kebutuhan oksigen meninggkat tetapi suplai darah terbatas misalnya

disebabkan karena penekanan vaskuler.

3. Klasifikasi Nyeri

Sigit N Prasetyo (2010) mengidentifikasi nyeri berdasarkan waktu

kejadian meliputi:

a. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu ( durasi) dari

satudetik sampai dengan kurang dari enam bulan pada umumnya

terjadi pada cedera, penyakit akut, atau pada pembedahan awitan yang

cepat tinggi keparahan yang bervariasi ( sedang sampai berat).


19

b. Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam

bulan, dimana umumnya timbul tidak teratur, interniten, atau bahkan

persisten.

Sedangkan berdasarkan lokasinya, sigit N prasetyo (2010)

membedakan nyeri meliputi :

1) Nyeri superficial merupakan nyeri yang biasanya timbul akibat

stimulasi terhadap kulit seperti pada laserasi, luka bakar, dan

sebagainya, dimana nyeri ini tidak memiliki durasi yang pendek,

terlokalisir dan memiliki sensasi yang tajam.

2) Nyeri somatik dalam ( deep somatic pain) adalah nyeri yang

terjadi pada otot dan tulang serta struktur penyokong lainnya,

umumnya nyeri bersifat tumpul dan stimulasi dengan adanya

peregangan dan iskemia.

3) Nyeri visceral adalah nyeri yang diseabkan oleh kerusakan organ

internal.

4) Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang mules dari darah

asal ke jaringan sekitar.

5) Nyeri fantom adalah nyeri khusus yang dirasakan oleh kline yang

mengalami amputasi.

4. Respon fisiologis terhadap nyeri

a. Stimulasi simpatik ( nyeri ringan, moderat, superfasial)

b. Stimulasi parasimpatik ( nyeri berat dan dalam )

1) Muka pucat
20

2) Otot mengeras

3) Penurunan heart rate

4) Nafas cepat dan irregular

5) Nausea dan vomitus

6) Kelelahan dan keletihan

5. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencangkup :

b. Pernyataan verbal ( mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur).

c. Ekspresi wajah ( meringis, menggelutukkan gigi, menggigit bibir).

d. Gerakan tubuh ( gelisah, mobilisasi, ketegangan otot, peningkatan

Gerakan jari dan tangan).

6. Faktor yang Memengaruhi Respons Nyeri

Faktor-faktor yang memengaruhi respons nyeri antara lain sebagai berikut:

a. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang

ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi

bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri (Judha, 2012).

b. Jenis Kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam

merespons terhadap nyeri. Sesuatu yang diragukan apakah hanya jenis

kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri

(Andarmoyo, 2013).

c. Kebudayaan
21

Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan memengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa

yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini mencakup bagaimana

bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskerud, 1991 dalam

Andarmoyo, 2013). Budaya dan etnik mempunyai pengaruh terhadap

bentuk respons seseorang terhadap nyeri, tetapi tidak memengaruhi

persepsi nyeri (Zatzick dan Dimsdale, 1990 dalam Andarmoyo, 2013).

d. Makna Nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri memengaruhi

pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.

Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda-beda,

apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan,

hukuman, dan tantangan (Andarmoyo, 2013).

e. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering

meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan

suatu perasaan ansietas. Paice, 1991 (dalam Andarmoyo, 2013)

melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian

sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang,

khususnya ansietas. Sistem limbik dapat memprotes reaksi emosi

terhadap nyeri yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri.


22

f. Keletihan

Keletihan/kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan

persepsi nyeri. Rasa kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri

semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping (Andarmoyo,

2013).

g. Pengalaman Sebelumnya

Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode

nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, ansietas

atau bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu

mengalami nyeri dengan jenis yang sama berulang-ulang tetapi

kemudian nyeri tersebut berhasil dihilangkan, akan lebih mudah

baginya untuk menginterpretasikan sensasi nyeri (Andarmoyo, 2013).

h. Gaya Koping

Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun

keseluruhan/total. Klien sering menemukan berbagai cara untuk

mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri

(Andarmoyo, 2013).

i. Dukungan Keluarga dan Sosial

Individu yang mengalami nyeri sering bergantung pada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau

perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang

yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan

(Andarmoyo, 2013).
23

7. Manajemen Nyeri

Manajemen nyeri mencangkup pendekatan farmakologis dan tujuan

pasien secara individu. Semua intervensi akan sangat berhasil bila

dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah, dan keberhasilan terbesar

sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara simultan

(smeltzer and bare, 2002.Lidya N Hidayah, 2017).

a. Farmakologis

Menangani nyeri yang dialami pasien melalui intervensi

farmakologis dilakukan dengan kolaborasi dengan dokter atau

pemberi pelayanan pada pasien. obat-obatan tertentu untuk

penatalaksanaan nyei mungkin dipasang untuk memberikan dosis

awal (smeltzer and bare, 2002.Lidya N Hidayah, 2017).obat-obatan

yang dapat mengurangi nyeri antara lain : golongan opiate ( narkitika),

nonopioid/NSAID (nonsteroid anti-inflamasi drugs), analgesik, dan

obat anestesi (sigit N Prasetyo 2010).

b. Non farmakologis

Penatalaksanaan Non farmakologis terdiri dari berbagai Tindakan

penanganan nyeri berdasarkan stimulus fisik maupun kognitif, antara

lain :

1) Masase kulit

Masase kulit memberikan efektif penurunan lecemasan dan

ketegangan otot. Rangsangan masase in dipercaya akan

merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu


24

memblok atau menurunkan implies nyeri. Masase adalah stimulus

kulit tubuh secara umum, dipusatkan pada punggung dan bahu

dilakukan pada satu atau beberapa bagian tubuh dan dilakukan

sekitar 10 menit pada masing-masing tubuh untuk mencapai hasil

relaksasi yang maksimal.

2) Stimulasi kutaneus

Stimulasi kutaneus adalah stimulasi pada permukaan kulit untuk

mengontrol nyeri.tindakan stimulasi kuntaneus adalah dengan

cara mandi air hangat/sauna, masase, kompres dengan air dingin

atau panas , pijatan dengan menthol.

3) Acupressure ( pijat refleksi)

Pada tehnik ini, terapis memberikan tekanan pada jari-jari pada

berbagai titik organ tubuh seperti pada akupuntur.

4) Relaksasi

Relaksasi otok rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan

merileksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri,

beberapa penelitian menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam

menurunkan nyeri.

8. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjeltif dan individual


25

dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat

berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling memungkinkan adalah menggunakan

respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun pengukuran

dengan tehnik ini jga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang

tingkat nyeri itu sendiri. (Tamsuri 2007). (Menurut smeltzer bare 2002)

adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Skala Numeric Rating Scale

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
00
Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat

Sumber: Latifin, 2014

Keterangan:

Semakin besar nilai, maka semakin berat intensitas nyerinya :

a. Skala 1 – 3 = Nyeri ringan

Secara objektif klien dapat berfungsi dengan baik , Tindakan manual

dirasakan sangat membantu.

b. Skala 4-6 = Nyeri sedang


26

Secara objektif klien mendesis, dapat menunjukkan lokasi nyeri

dengan tepat dan dapat mendeskripsikan nyeri, klien dapat mengikuti

perintahn dengan baik dan responsif terhadap Tindakan manual.

c. Skala 7-10 = Nyeri Berat

Secara objektif terkadang klien tidak dapat mengikuti perintah tapi

masih merespon terhadap Tindakan manual, dapat menunjukkan lokasi

nyeri tapi tidak dapat mengdeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan

alih posisi, nafas Panjang.

Numeric Rating Scale (NRS), perhitungan skala nyeri pada

numeric rating scale (NRS) ini didasari pada skala angka 1-10 untuk

menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS diklaim

lebih mudah, etnis,sehingga dosis NRS juga lebih efektif untuk

mendeteksi penyebab nyeri akut.

C. Tinjauan Umum Tentang Perineum

1. Pengertian Perineum

a. Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan anus yang juga

berperan dalam persalinan. Perineum yang lunak dan elastis serta

cukup lebar umumnya tidak memberikan kesukaran dalm kelahiran

kepala janin. Perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghabat

persalinan kala II dan dapat meningkatkan resiko terhadap janin, juga

dapat menyebabkan robekan perineum yang luas sampai tingkat III.

b. Perineum adalah daerah antara vulva dan anus . biasanya setelah

melahirkan , perineum menjadi agak bengkak/odema dan mungkin ada


27

luka jahitan bekas robekan atau episiotomy yaitu sayatan untuk

memperluas pengeluaran bayi.

c. Perineum adalah lantai pelvis dan struktur sekitarnya yang menempati

pintu bawah panggul, disebelah anterior dibatasi oleh simfisis,

disebalah lateral oleh tuber iskiadikum dan di sebelah posterior oleh

oskoksigeus. Pada pria dibatasi oleh skortum dan anus, sedangkan

Wanita oleh vulva dan anus.

d. Perineum merupakan suatu jaringan neuromuskuler diantara vagina

dan anus. Perineum merupan pertemuan labia mayora dan kanan yang

bertemu bagian belakang. Kulit yang membungkus perineum dan labia

mayora sama dengan kulit dibagian tubuh lainnya, yaitu tebal dan

kering dan bisa membentuk sisik. Sedangkan selaput pada labia minora

dan vagina merupakan selaput lendir, lapisan dalamnya memiliki

struktur yang sama dengan kulit, tetapi permukaanya tetap lembap

karena adanya cairan yang berasal dari pembuluh darah

pada lapisan yang lebih dalam. (Kesehatan Reproduksi Remaja 2017).

e. Perineum merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk

perineum ( Cunningham, 1995, Icesmi Sudarti 2017).

Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm

(Prawirahardjo 1999, Icesmi Sudarti 2017).

f. Perineum merupakan bagian dari pintu bawah panggul yang berbeda

diantara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia

urogenitalis, serta diafragma pelvis.


28

2. Ruptur Perineum

Ruptur perineum adalah robeknya organ genital Wanita yang

biasanya terjadi pada saat melahirkan ruptur perineum dapat terjadi secara

spontan maupun iatrogenic, yaitu karena episiotomi dan persalinan dengan

bantuan instrument.

Ruptur perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan

maupun episiotomy. Perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu

sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain : bayi besar, perineum

kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat

baik forceps maupun vacuum. Karena apabila episiotomi itu tidak

dilakukan atas indikasi diatas, indikasi dalam keadaan yang tidak perlu

dilakukan dengan indikasi diatas, maka menyebabkan peningkatan

kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih berat.

Sedangkan luka perineum itu sendiri akan mempunyai dampak tersendiri

bagi ibu yaitu gangguan ketidaknyamanan.

Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, namun dapat juga

bilateral. Perlukaan pada diaftagma urogenitalis dan muskulus levator ani,

yang terjadi pada waktu persalinan normal ataupun persalinan dengan alat,

dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada vagina, sehingga

tidak kelihatan dari luar. Perlukaan demikian dapat melemahkan dasar

panggul, sehingga mudah terjadi prolapses genetalis.


29

Robekan perineum dibagi menjadi empat, yaitu robekan derajat 1,

2, 3, dan 4.

a. Derajat 1

Robekan derajat pertama meliputi mukosa vagina dan kulit perineum

tepat di bawahnya.

b. Derajat 2

Robekan derat kedua meliputi mukosa vagina, kulit perineum, otot

perineum.

c. Derajat 3

Robekan derajat ketiga meluas sampai mukosa vagina, kulit perineum,

otot spinter ani eksterna.

d. Derajat 4

Robekan derajat keempat mengenai mukosa vagina , kulit perineum,

otot perineum, otot spinter ani eksterna, dinding rectum anterior.

3. Nyeri Perineum Pascasalin

Nyeri perineum (perineal pain) didefinisikan sebagai nyeri yang

terjadi pada badan perineum (perineal body), daerah otot dan jaringan

fibrosa yang menyebardari simpisis pubis sampai ke coccyges karena

adanya robekan yang terjadi baik sengaja maupun yang rupture spontan.

Kondisi nyeri ini dirasakan ibu berbeda dengan nyeri lainnya.

Nyeri perineum cenderung lebih jelas dirasakan oleh ibu bukan

seperti nyeri yang dialami saat berhubungan ( intercouse). Nyeri

perineum akan dirasakan setelah persalinan sampai beberapa hari


30

persalinan. Nyeri dyspareunia yaitu nyeri khas ketidaknyamanan yang

terjadi selama hubungan seksual (intercouse), termaksud nyeri saat

penetrasi. Dyspareunia dapat dikategorikan menjadi dysperunia

superfisial dan dalam.

4. Dampak Nyeri Perinium

Laserasi perineummenyebabkan ketidaknyamaan post partum

mengalami keterlambatan mobilisasi, gangguan rasa nyaman pada saat

duduk, berdiri, berjalan dan bergerak sehingga berdampak pada

gangguan istirahat post partum dan keterlambatan kontak awal ibu dan

bayinya.

D. Konsep Kayu Manis

1. Definisi Kayu Manis

Gambar 2.2 Kayu Manis

Kayu manis memiliki nama ilmiah Cinnamomum verum . dan

nama asing seperti kaneelkassia, cinnamomum tree (Inggris), yin xiang

(Cina) (Hariana, 2005). Kayu manis termasuk famili loraceae. Nama lain

kayu manis adalah kayu legi, kaju-manescena, holim, h-manis, kaningar,

keningar, kecingar, kesingar, kacengar, kanyengar, manis-jangan, kulit


31

manis, kiamis, modang siak-siak, madang-kulit-manih, kaninggu, huru

mentek, dan onte. Tanaman kayu manis tumbuh liar di hutan daerah

pegunungan sampai ketinggian 1.500 m dpl (Handayani, 2003).

2. Kandungan Kayu M anis

Kayu manis mengandung minyak atsiri (sinamilaldhida, eugenol,

terpen), pati, lemak, dan zat samak (Nugroho, 2006). Kayu manis

mempunyai kadar minyak atsiri 9,5%, dengan senyawa aktif eugenol

59,56%. Senyawa eugenol mempunyai aktivitas farmakologi sebagai

analgesik, antiinflamasi, antimikroba, antiviral, antifungal, antiseptik,

antispasmodik, antiemetik, stimulan, anastetik lokal sehingga senyawa ini

banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi. Begitupun dengan salah satu

turunan senyawa eugenol, yaitu isoeugenol yang dapat dipergunakan

sebagai bahan baku obat antiseptik dan analgesik (Tohawa, 2012).

3. Manfaat Kayu Manis

Kulit batang banyak dimanfaatkan untuk membantu pengeluaran

gas pada perut kembung (karminatif), pengeluaran keringat (diaforetik),

penambah nafsu makan (stomakik), menghilangkan rasa sakit (analgetik)

(Mursito, 2007) melancarkan peredaran darah (Winarto, 2003), mengatasi

sakit gigi dan sakit perut (Wulandari, 2017).

4. Efek Samping Kayu Manis

Badan Pengawas Keamanan Makanan Eropa pada tahun 2008

menyebutkan toksisitas coumarin dan dikonfirmasi maksimal dianjurkan

intake ditoleransi harian (TDI) dari 0,1 mg kumarin per kg berat badan.
32

Beberapa studi telah digunakan antara 1 gram dan 6 gram kayu manis.

Dosis yang sangat tinggi dapat menjadi racun (Hussein, 2015). Efek

samping dari kayu manis bila dikonsumsi dalam dosis yang berlebihan,

diantaranya sebagai berikut:

a. Gusi bengkak (Gangvitis)

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa menggunakan produk

oral seperti permen karet, obat kumur dan pasta gigi dengan ekstrak

kayu manis mungkin terkait dengan pembengkakan gusi (Hussein,

2015).

b. Iritasi kulit

Minyak kayu manis murni dapat mengiritasi kulit, bahkan

menyebabkan sensasi terbakar. Hal ini akan lebih berbahaya ketika

mengenai alat kelamin (Hussein, 2015).

c. Pusing

Mengkonsumsi kayu manis terutama dalam jumlah terkonsentrasi

dapat menyebabkan pusing (Hussein, 2015).

d. Menurunkan gula darah terlalu besar

Studi yang dilakukan di Pakistan menyebutkan, konsumsi bubuk kayu

manis secara rutin selama 20 hari dapat menurunkan gula darah

sebesar 20%. Penurunan kadar gula terjadi karena kayu manis

memiliki efek mempercepat pengosongan lambung (34,5-37%) lebih

cepat dibanding jika tidak mengonsumsi bubuk kayu manis. Laju


33

pengosongan lambung yang cepat akan mempersingkat waktu transit

makanan, sehingga mengurangi penyerapan glukosa (Lingga, 2012).

5. Pengolahan Kayu Manis

Pada buku Tumbuhan Obat & Khasiatnya (dalam Hussein, 2015)

terapi kayu manis dapat diolah dengan cara: diolah dengan cara disenduh

1,5 g bubuk kayu manis dengan satu cangkir air panas untuk sekali

pemakian dan minum air senduhan sebanyak sekali sehari dengan dosis

yang sama.

Tabel 2.1 Efek Farmakologis Kayu Manis Dan Senyawanya

Efek Spesies Bahan/senyawa Referensi


Farmakologis Tanaman
Anti jamur - Cinnamaldehyde Lima,1993;Quale,
(vapour) 1996;singh 1995.
Peningkatan - Cinnamophilin SU, 1999; Yu, 1994
Bronkokonstriksi,
aritmia
Anti kanker, C. cassia - Abraham 1998; Ka,
imunomodulator 2003; Koh,1998;
34

Le, 1999; Nishida,


2003; Schoene
2005.
Anti ulkus C. cassia Water extract Kaleer, 1992.
C.zeylanicum
Anti inflamasi C. cassia Water extract, Nagai,1982a,
eugenol 1982b,Mohammadi,
2014.Aisya 2017.
Anti Analgesic C.zeylanicum Essential oil Chericoni,2005;
water, and Kragland, 2003;
alcoholic extract Khan, 2003;
Okawa, 2001;
Shobana, 2000.
Kolestrol dan
penurunan lipid
Anti Diabetes C. cassia Plant, water Shen, 2010; Wang,
C.Zeylanicum extract, 2007; Taher, 2004;
cinnamaldehyde. Taplur, 2005;
Mohammadi, 2014.
Anti Virus C. cassia Extract, Hayashi, 2007;
cinnamaldehyde. premanathan, 2000.
Anti Hipertensi C. cassia Asetic Acid Prevuss, 2006;
extract zhou, 1995;
Perbaikan depresi C. cassia Water Extract Harda, 1972;
system saraf Iwasaki, 2008.
pusat.
Gastroprotection C. cassia Ethanol and Tabak, 1999
methylene
chloride extract

Dari hasil penelitian Mohammadi A, et al (2014) sebelumnya pada

percobaan dengan menggunakan tikus laboratorium menunjukkan secara

signifikan bahwa kayu manis juga dapat digunakan sebagai analgesic dan

penyembuhan luka. Selanjutnya dengan melihat hasil penelitian Eka Triwulandari

dkk (2017) tentang efek dari saleb kayu manis 2% pada nyeri perineum dan
35

proses kesembuhan luka episiotomy menunjukkan hasil bahwa kayu manis dapat

digunakan untuk menguranginyeri luka perineum dan mempercepat proses

kesembuhan dari luka episiotomi.

E. Jurnal Yang Relevan Dengan Penelitian Ekstrak Kayu Manis

Tabel 2.2 Penelitian Yang Releven


No
Nama Judul Metode Hasil

1. Fenta Nida Pemberian Desain Hasil penelitian menunjukkan


36

Romadhan, Ekstrak Kayu penelitian pre- rata-rata nyeri ibu sebelum


Ratna Dewi Manis Terhadap experimentan diberikan kayu manis yaitu
Putri Nyeri Luka design dengan 6,433 dengan nilai maksimum
Yulistiana Perineum Pada pendekatan dan minimum yaitu 9,0 dan
Evayanti, Ibu Post Partum Non equivalent 4,0, rata-rata nyeri setelah
Zama H, control group. diberikan kayu manis yaitu
Tahun 2021. 0,267 dengan nilai maksimum
dan minimum yaitu 1,0 dan
0,0. Hasil uji T test dependent
diperoleh p-value 0,000 <0,05.
Herbal Untuk Desain Hasil penelitian menunjukkan
2. Eka Tri Perawatan Masa penelitian efek kayu manis terhadap nyeri
Wulandari, Nifas; eksperimen perineum dan luka episiotomy
Desi Penggunaan design dengan dengan jumlah responden 114
Kumalasari Kayu Manis pendekatan ibu post partum dimana
Tahun 2017. Untuk Nyeri double blin menunjukkan bahwa kayu
Perineum Dan randomized manis dapat digunakan untuk
Luka placebo mengurangi nyeri perineumdan
Episiotomi. control trial mempercepat proses
kesembuhan luka episiotomi.
3. Yopi Pemanfaatan penelitian ini Hasil penelitian dapat
Suryatim Herbal dalam adalah disimpulkan bahwa intensitas
Pratiw, Sri Penyembuhan randomized nyeri pada awal atau 1 jam
Handayani, Luka Perineum. placebo setelah efisiotomi yaitu 5,0±1,8
Hardaniyati. controlled pada kayu manis, dan 4,6±2,0
Tahun 2020. trial. pada placebo. Intensitas nyeri
pada kelompok kayu manis
berkurang 16% setelah 4 jam
daripenilaian awal. Secara
keseluruhan baik intensitas
nyeri dan skor penyembuhan
secara signifikan lebih cepat
setelah diberikan kayu manis
disbanding intervensi
(p<0,01).

F. Tinjauan Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Dalam Penelitian


37

Ekstrak Kayu Nyeri Luka


Manis Perineum

Keterangan :

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

= Penghubung antara Variabel yang diteliti

G. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

a. Definisi Oprasional

Ekstrak kayu manis adalah perebusan dan peyulingan kulit batang

kayu manis yang mengandung 2 jenis fenilpropanoid yaitu senyawa

sinamaldehida dan eugenol. Dimana kandungan tersebut memiliki

potensi sebagai analgesic, anti bakteri dan anti inflamasi. Ekstrak Kayu

Manis dapat diolah dengan cara disenduh 1,5 g bubuk kayu manis

dengan satu cangkir air panas untuk sekali pemakian dan minum air

senduhan sebanyak sekali sehari dengan dosis yang sama.

b. Kriteria Objektif
38

Skala yang digunakan adalah Numeric Rating Scale, dimana data

yang satuannya dapat dibedakan dan diurutkan. Adapun Kriteria objektif

nyeri luka perineum :

1) Nyeri ringan : Skor 1 - 3

2) Nyeri sedang : Skor 4 - 6

3) Nyeri berat : Skor 7 - 10

c. Tingkat Nyeri Luka Perineum

Tingkat nyeri perineum adalah suatu keadaan yang tidak nyaman

yang dialami oleh ibu setelah melahirkan dimana hal tersebut disebabkan

oleh adanya robekan pada jalan lahir . luka perineum tersebut memiliki

tingkat derajatnya yang biasanya dinamakan luka perineum derajat II

yaitu robekan yang terjadi pada bagian otot perineum yang meluas pada

satu atau dua sisi vagina.

H. Hipotesis

1. Hipotesis Null (Ho)

Tidak ada pengaruh efektivitas ekstrak kayu manis terhadap

penurunan nyeri luka perineum pada ibu nifas di RSIA Masyita tahun

2022.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada pengaruh penggunaan efektivitas ekstrak kayu manis

terhadapa penurunan nyeri luka perineum pada ibu nifas di RSIA

Masyita tahun 2022.

BAB III
39

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantatif Metode

penelitian ini yaitu experimental dengan jenis quasy experimental

(Experimen semu) dengan pendekatan Prepost test – one group dimana pada

desain ini hanya sebagai kelompok yang diberi treatmen dan disebut sebagai

kelompok eksperimen. Disini penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur

skala nyeri sebelum dan sesudah pemberian Ekstrak Kayu Manis.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini akan dilaksanakan di RSIA Masyita.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari - April di RSIA

Masyita Tahun 2022.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan kumpulan yang lengkap dari elemen-elemen

yang sejenis akan tetapi dapat di bedakan karena karasteristiknya

(Noor,2017). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu

Post Partum mulai Hari pertama sampai 4 hari setelah persalinan yang

ada di RSIA Masyita pada bulan Februari – April tahun 2022.

2. Sampel
38
40

Sampel adalah Sebagian dari populasi yang terdiri atas

objek/subjek yang mempunyai karasteristik tertentu. Peneliti ini

menerapkan besar masing-masing sampel kelompok (menggunakan

Efektivitas Ekstrak Kayu Manis). Sampel dalam penelitian adalah

Sebagian ibu post partum yang dirawat diruangan PNC di RSIA Masyita

pada bulan Februari sampai April 2022 sebanyak 30 sampel.

D. Tehnik Pengambilan Sampel

Tehnik yang digunakan adalah tehnik Purposive Sampling dimana

metode sampel ini dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau

pertimbangan peneliti, yang berusaha untuk memperoleh sampel yang

menurut pendapatnya yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.

Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah yang memenuhi kriteria

inklusi.

Adapun kriteria penelitian meliputi :

a. Kriteria inklusi :

1) Ibu yang bersedia menjadi responden.

2) Ibu nifas fisiologi dengan nyeri luka perineum robekan derajat II dan

derajat I.

3) Ibu nifas Hari Pertama sampai 4 Hari setelah melahirkan.

4) Ibu nifas yang tidak menggunakan obat-obatan lain.

d. Kriteria ekslusi

1) Komplikasi selama persalinan

2) Tidak bersedia menjadi responden


41

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar

Observasi dan lembar pengukuran skala nyeri NRS (Numeric Rating Scale)

adalah skala berbentuk horizontal yang menunjukan angka-angka dari 0-10

yaitu 0 menunjukan tidak ada nyeri dan angka 10 menunjukan nyeri berat.

F. Prosedur Pengambilan Data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah :

1. Mengurus surat ijin penelitian dengan membawa surat dari Universitas

Megarezky, kemudian ditujukan Ke RSIA Masyita Makassar.

2. Setelah responden terpilih sesuai dengan kriteria lalu peneliti menjelaskan

tentang penelitian yang akan dilakukan berisi tujuan, manfaat, prosedur

penelitian.

3. Peneliti mengambil data awal saat responden pada kelompok perlakuan

mengalami Nyeri luka perineum yaitu data skala nyeri sebelum dilakukan

intervensi minuman Ekstrak kayu manis dengan lembar pengukuran skala

nyeri NRS.

4. Kemudian setelah data terkumpul, peneliti meminta responden yang

masuk kelompok perlakuan untuk meminum Ekstrak Kayu Manis dapat

diolah dengan cara disenduh 1,5 g bubuk kayu manis dengan satu cangkir

air panas untuk sekali pemakian dan minumair senduhan sebanyak sekali

sehari dengan dosis yang sama.

5. Pengukuran skala nyeri dengan menggunakan NRS (Numeric Rate Scale)

pada kelompok perlakuan pengukuran dilakukan pada hari pertama


42

sebelum minum Ekstrak kayu manis sampai hari keempat setelah

pemberian minuman Ekstrak kayu manis. Sedangkan untuk kelompok

control pengukuran skala nyeri dilakukan pada pagi hari selama 4 hari saat

nyeri luka perineum pada ibu nifas.

6. Peneliti mengumpulkan lembar pengukuran yang telah diisi oleh

responden dan memeriksa kelengkapannya.

7. Setelah pemberian minuman Ekstrak kayu manis 4 hari saat nyeri luka

perineum diharapkan skala nyeri berkurang sampai hilang pada kelompok

perlakuan.

8. Peneliti melakukan pengolahan data dan analisa data dari awal dan akhir

dari responden.

G. Teknik Pengolahan Data

Data yang terkimpul diperolehdan diolah dengan tahap-tahap sebagai

berikut:

1. Editing

Pada tahap inipeneliti melakukan penelitian terhadap data yang diperoleh

dari lembar check list kemudian diteliti apakah terdapat kekeliruan atau

tidak dalam pengisian.

2. Coding

Memproses data dengan cara member code dan masukan data kedalam

ketegori observasi.

3. Entry

Memasukkan data yang diolah dengan menggunakan computer.


43

4. Tabulating

Menglompokkan data sesuai dengan variable yang akan diteliti agar

mudah dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikann dan dianalisis.

H. Teknik Analisis Data

1. Analisis Univariat

Penelitian menggunakan analisi univariat dengan tujuan yaitu analisis

deskriptif variable penelitian. Analisis univariat digunakan untuk

mengistemasi parameter populasi untuk data numerik terutama ukuran

tendensi serta berkategorik dengan distribusi frekuensi.

Data analisis menggunakan tabel distribusi frekuensi dengan rumus :

X= f xk
n

Keterangan :

X : Presentasi hasil yang dicapai

F : Jumlah Jawaban positif dan negative

N : jumlah pertanyaan

K : konstanta (100%) (Stang, 2014).

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan mengetahui perbedaaan antara variable

independen dan (efektivitas rebusan air kayu manis) dengan variable

dependen ( nyeri luka perineum) alasan peneliti mengambil uji Wilcoxon

dalam penelitian ini karena menggunakan kelomok bebas dan


44

menggunakan data ordinal. Dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan

tingkat p =<0,05. Uji ini merupakan uji 1 kelompok berpasangan dan

merupakan salah satu bagian dari statistic non parametrik. Uji Wilcoxon

menjadi alternatif jika ada tidak terdistribusi normal dalam uji

independent test.(Carsel, 2018).

Keterangan :

N : Jumlah Data

T : Jumlah rangking dari nilai selisih yang negative atau positif.

Uji T paired untuk melihat perbedaan sebelum dan setelah


diberikan perlakuan. Rumus uji T paired yaitu :

Keterangan :

X1 : Rata-rata pra perlakuan

X2 : Rata-rata post perlakuan

S1 : Standar deviasi pra perlakuan

S2 : Standar deviasi post perlakuan

N1 : Sampel pra perlakuan

N2 : Sampel post perlakuan

Intervensi :
45

a. Ho diterima dan Ha ditolak apabila p>a (0,05) yang berarti tidak ada

pengaruh terhadap tingkat nyeri luka perineum pada ibu nifas di RSIA

Masyita Tahun 2022.

b. Ho ditolak dan Ha diterima apabila nilai p<a (0,05) yang berarti ada

pengaruh terhadap tingkat nyeri luka perineum pada ibu nifas di RSIA

Masyita Tahun 2022.

I. Alur Penelitian

Populasi Dan Sampel


Seluruh ibu Nifas mulai Hari pertama sampai 4 hari setelah persalinan
yang ada di RSIA Masyita, dan Sebagian ibu Nifas mulai Hari pertama
sampai 7 hari setelah persalinan yang memenuhi kriteria eksklusi dan
inklusi dengan jumlah 30 ibu nifas
46

Teknik Sampling
Kelompok: Purposive
PerlakuanSampling
Inforement Consent
Skala Nyeri perineum sebelum diberikan minuman Ekstrak Air Kayu Manis
Desain Penelitian
Memberikan lembar infoment consent kepada responden penelitian yang
bersedia menjadi sampel
Quasy experimental Pengumpulan
penelitian
dengan pendekatanData:
untuk kemudian
Prepost testditanda tangani
– one group
sebagai tanda
Lembar Pengukuran Nyeripersetujuan.
NRS (Numeric Scale Rating)

Pengukuran Skala Nyeri Perineum setelah pemberian minuman Ekstrak


Kayu Manis

Pengolahan Data

Analisa Data

Kesimpulan

Gambar 2.2 Perubahan Penurunan Nyeri Luka Perineum Pada Ibu Nifas.

J. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian adalah masalah yang sangat penting dalam

penelitian,mengingat penelitian kebidanan berhubungan langsung dengan

manusia, maka dari segi penelitian harus diperhatikan antara lain :

1. Ijin Penelitian
47

Sebelum melakukan penelitian , peneliti mengajukan mengajukan ijin

penelitian kepada pihak terkait :

a. Ketua Prodi Sarjana Kebidanan Universitas Megarezky

b. LPPM ( Lembaga Peneletian Dan Pengabdian Masyarakat)

c. Kepala RSIA Masyita

d. Tenaga Kesehatan dan Bidan Diruangan Nifas

2. Lembar persetujuan ( inforement consent)

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti wajib memberikan

informasi yang cukup untuk orang/objek ( yang berhak mewakili) yang

diteliti dan juga wajib mendapatkan izin objek yang diteliti informend

concent artinya ada persetujuan (concent) setelah mendapatkan

penjelasan (informend) tentang maksud, cara pelaksanaan dan efek dari

peneliti itu dari izin tertulis.

3. Tanpa Nama dan Kerahasiaan

Dalam penelitian tidak boleh membukakan identitas objek

penelitian baik individu maupun kelompok atau institusi, ini untuk

kepentingan privasi/ kerahasiaan, nama baik dan spek hukum dan

psikologis, secara langsung ataupun tidak langsung atau efeknya jauh

dikemudian hari.
48

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, Setiana, dkk, 2021. Terapi Komlementer Kebidanan. ISBN.

Andina Vita Susanto, 2018. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Menyusui :
Yogyakarta: PUSTAKA BARU PRESS.
49

Bawon Nul Hakim, Wahida Yuliana, 2020. Emodemo Dalam Asuhan Kebidanan
Masa Nifas. Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.

Carcel, 2018. Metodologi penelitian kesehtan dan umum : Yogyakarta : Si Buku.

CV Budi Utama, dkk, 2021. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas
disertai Kisi-Kisi Soal Ujian Kompetensi. Yogyakarta : ISBN.

Eka Tri Wulandari, Desi Kumalasari, 2017. Jurnal Herbal Untuk Perawatan
Masa Nifas Penggunaan Kayu Manis Untuk Nyeri Perineum dan Luka
Episiotomi. STIKES AISYAH Prosengwu Lampung. Diakses Tanggal
11 Oktober 2018.

Kemenkes, 2016. Angka Kematian Ibu. Diakses Tanggal 15 November 2018.

Mulati, T. S. (2017). Nyeri Perineum Berdasarkan Karasteristik Pada Ibu Poat


Partum. Dinkes 16 – 07 – 2019 melalui,
http://ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/involusi/article/download/
281/275&ved=2ahUKEwjw5NuUi7njAhVJKY8KHdnxBdwQFjABegQI
CBAI&usg=AOvVaw0BHGkp24CFao0q6MWpdJVA.

Sri Margowati, Sigit Priyanto, 2017. Jurnal Pengaruh Kompres Kayu Manis
(Cinnamomum Burmani) Terhadap Penurunan Nyeri Penderita Arthritis
Gout,Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Magelang.
Dinkes Tanggal 12 Oktober 2018.

Siti Syamsiah,2018. Determinan Kejadian Ruftur Perineum Di BPM E.N.


Surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 10 (2); September 2018.ISSN.

Anda mungkin juga menyukai