Dalam KBBI (2001: 891) diartikan sebagai: berkenaan dengan syarat-syarat yang
mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi. Pendekatan
pragmatik memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca karya sastra.
Seperti pernah dijelaskan bahwa pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang
dicetuskan ilmuwan sastra, M. H. Abrams (1971), di samping pendekatan objektif,
pendekatan ekspresif, dan pendekatan mimetik. Dalam bukunya the mirror and the
lamp. Romantic Theory and the Critical Tradition (1971:14-21) Abrams menjelaskan
bahwa pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang menitikberatkan
perhatian pada pembaca karya sastra. Pendekatan pragmatik dipertentangkan
dengan pendekatan ekspresif (pengarang).
Pendekatan pragmatik dengan demikian memberikan perhatian pada
pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca sastra. Pendekatan
pragmatik menekankan pentingnya faktor pembaca teks kesastraan
titik pemaknaan terhadap teks-teks itu tidak dapat mengabaikan faktor
pembaca karena mereka lah yang berhubungan langsung pada teks,
mereka lah yang berkepentingan, maka bagaimana sikap dan
penerimaan mereka merupakan sesuatu yang perlu dikaji. Misalnya,
pembaca menganalisis sebuah cerita fiksi untuk menemukan dan
mengidentifikasi berbagai unsur moral dalam rangkaian pemilihan
bahan ajar kesastraan.
Perbedaan pragmatik mempertimbangkan implikasi pembaca
melalui berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan
indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah-masalah
yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatik,
termasuk berbagai tanggapan masyarakat terhadap sebuah
karya sastra, baik sebagai pembaca eksplisit maupun implisit,
baik dalam dalam kerangka sinkronis maupun diakronis.
Pendekatan pragmatik memiliki manfaat terhadap fungsi-
fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan
penyebarluasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat
dirasakan. Pendekatan ini secara keseluruhan berfungsi untuk
menopang teori resepsi sastra yang memungkinkan
pemahaman hakikat karya sastra tanpa batas.
A. TEORI RESEPSI SASTRA
Teori ketiga belas, resepsi sastra. Resepsi sastra adalah penerimaan karya
sastra oleh para pembaca atau penikmat. Dalam arti luas, resepsi sastra
diartikan sebagai pengolahan teks sastra, cara-cara pemberian makna
oleh pembaca terhadap karya sastra sehingga dapat memberikan respons
terhadapnya. Teori resepsi sastra merupakan salah satu teori (aliran)
dalam penelitian sastra yang terutama dikembangkan oleh mazhab
Kontanz tahun 1960-an di Jerman. Teori ini menggeserkan fokus
penelitian dari struktur karya sastra (teks karya sastra) ke arah pembaca
sastra (penikmat, pembaca, pendengar, pemirsa). Teori ini juga muncul
sebagai reaksi terhadap sejarah sastra yang tertutup dan hanya
menyajikan deretan pengarang dan jenis karya sastra. Sejarah sastra
seolah-olah suatu monumen mati yang tidak bisa lagi dinikmati dan
dihayati oleh pembaca-pembaca masa kini. Faktor inilah yang
menyebabkan Hans Robert Jauss (1921-1997), salah satu tokoh penting
teori resepsi sastra, memperkenalkan konsep penerimaan (resepsi)
sebuah teks sastra.
Melalui ketujuh tesisnya, Jauss meletakkan dasar-dasar resepsi sastra dalam kaitannya
dengan sejarah estetika penerimaan. Teori resepsi sastra ini pun segera mendapat
perhatian berbagai ahli ilmu sastra. Wolfgang Iser mengkhususkan dirinya pada
penerimaan dan pencerapan karya sastra oleh pembaca implisit. Jonathan Culler
beranggapan bahwa pemahaman karya sastra sangat ditentukan oleh kompetensi sastra,
yakni kemampuan membaca mewujudkan konvensi-konvensi sastra dalam suatu jenis
sastra tertentu. Teori hermeneutika (kepandaian menerangkan dan menafsirkan sesuatu),
semula terbatas pada teori dan kaidah-kaidah menafsirkan sebuah teks, khususnya Kitab
Suci agama Yahudi dan Kristen secara fiologis, historis, dan teologis. Schleiermacher
memperluas istilah itu untuk menyebut cara kita memahami dan menafsirkan sesuatu
yang selalu dipengaruhi oleh konteks historis. Gadamer memperluas lagi lingkup
hermeneutika. Menurut dia, istilah itu mengacu kepada proses mengetahui, memahami,
dan menafsirkan sesuatu tidak hanya melibatkan subjek dan objek, melainkan merupakan
sebuah proses sejarah.
Tokoh penting teori resepsi sastra adalah Hans Robert Jauss, lahir di
Jerman pada 21 Desember 1921, meninggal dunia pada 1 Maret 1997. Ketika
Jauss menerbitkan buku Literary Theory is a Challenge to Literary Theory
(1970) bahwa teori resepsi sastra merupakan sebuah aplikasi historis dari
tanggapan pembaca, teori resepsi sastra berkembang pesat di Jerman.
Fokus penerimaan Jauss adalah penerimaan sebuah teks. Minat utamanya
bukan pada tanggapan seorang pembaca tertentu pada suatu waktu
tertentu, melainkan pada perubahan-perubahan tanggapan, interpretasi,
dan evaluasi pembaca umum terhadap teks sastra yang sama atau teks-teks
yang berbeda dalam kurun waktu berbeda.
B. TEORI PRESEPSI
Sihombing, Natalia Desi, dkk. (2023). Analisis Puisi “Penglihatan” Karya Adimas Immanuel Menggunakan
Pendekatan Ekspresif. Jurnal Bahasa, Sastra, Budaya, dan Pengajarannya (Protasis). Vol 2, 73-77.
https://protasis.amikveteran.ac.id/index.php/protasis/article/view/75/57