Anda di halaman 1dari 13

KRITIK NOVEL TERJEMAHAN DAN INDONESIA

disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kritik Sastra


Dosen pengampu:
Uum Qomariah

Oleh:
Mei Anjar Kumalasari
NIM 2101410061

Rombel 6

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang mengandung daya
imajinasi dengan menggunakan media bahasa dalam penyampaiannya. Karya sastra
tersebut harus dipahami dan dinikmati berdasarkan konvensi sastra, sebab karya sastra
merupakan dunia rekaan yang tercipta melalui proses penghayatan, pemikiran dan
penilaian. Karya sastra lahir sebagai hasil perpaduan antara fenomena dunia nyara dan
imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Pendapat
tersebut mengandung implikasi bahwa karya sastra (terutama cerpen, novel, dan drama)
dapat menjadi potret kehidupan melalui tokoh-tokoh ceritanya.
Bentuk karya fiksi yang terkenal dewasa ini adalah novel. Novel menyajikan cerita
fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata, mempunyai unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dengan bermacammacam masalah dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesamanya. Seorang
pengarang berusaha semaksimal mungkin mengarahkan pembaca kepada gambarangambaran realita kehidupan lewat cerita yang ada dalam novel tersebut.
Menurut Abrams (dalam Pradopo, 1988) kritik sastra adalah studi yang berhubungan
dengan pendefinisian, penggolongan (pengklasifikasian), penguraian (analisis), dan
penilaian (evaluasi). Dalam menilai baik-buruk dan bernilai seni atau tidaknya sebuah
karya sastra dibutuhkan sebuah kritik sastra. Kritik sastra tersebut tidak lepas dari beberapa
pandangan yang berbeda, yang tentunya memberikan hasil yang berbeda pula, meskipun
karya sastra yang dinilai adalah karya sastra yang sama.
Dari sejumlah penilaian karya sastra yang ada, pendekatan yang paling populer
adalah pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams dengan teori universenya. Pendekatan
Abrams tidak lepas dari berbagai macam penilaian yang pernah dilakukan oleh beberapa
ahli sebelumnya. Abrams berpendapat bahwa adanya hubungan antara pengarang,
semestaan, pembaca, dan karya sastra. Abrams membuat diagram yang terdiri atas empat
pendekatan. Pendekatan tersebut meliputi pendekatan objektif, ekspresif, mimetik, dan
pragmatik. Dengan demikian, model Abrams sangat bermanfaat untuk memahami secara
lebih baik keanekaragaman teori sastra (Teeuw, 1984).
B. Rumusan Masalah
Ada dua rumusan masalah yang perlu dikaji dalam makalah ini.

1. Pendekatan apa saja yang dikemukakan oleh Abrams dalam kritik sastra?
2. Bagaimana hasil kritik novel terjemahan Isabella dengan pendekatan ekspresif?
3. Bagaimana hasil kritik novel Ada Tasbih di Hati Aisya dengan pendekatan pragmatik?
C. Tujuan
Berikut ini adalah beberapa tujuan yang akan dicapai setelah mempelajari makalah ini.
1. Memaparkan pendekatan yang dikemukakan oleh Abrams.
2. Memaparkan hasil kritik novel terjemahan Isabella dengan pendekatan ekspresif.
3. Memaparkan hasil kritik novel Ada Tasbih di Hati Aisya dengan pendekatan
pragmatik.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Kritik Sastra Menurut Abrams
1.
Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra
secara keseluruhan. Pendekatan yang dilihat dari eksistensi sastra itu sendiri berdasarkan
konvensi sastra yang berlaku. Konvensi tersebut misalnya, aspek-aspek intrinsik sastra
yang meliputi kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter,
dan sebagainya. Yang jelas penilaian yang diberikan dilihat dari sejauh mana kekuatan atau
nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya.
Karena patokan pendekatan objektif sudah jelas, maka sering sekali pendekkatan ini di
sebut dengan pendekatan struktural.

2.

Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ini dititik beratkan pada eksistensi pengarang sebagai pencipta karya

seni. Sejauh manakah keberhasilan pengarang dalam mengekspresikan ide-idenya. Karena


itu, tinjauan ekspresif lebih bersifat spesifik. Dasar telaahnya adalah keberhasilan
pengarang mengemukakan ide-idenya yang tinggi, ekspresi emosinya yang meluap, dan
bagaimana dia mengkomposisi semuanya menjadi satu karya yang bernilai tinggi.
Komposisi dan ketepatan peramuan unsur-unsur ekspresif di sini akhirnya menjadi
satu unsur sentral dalam penilaian. Karya sastra yang didasari oleh kekayaan penjelmaan
jiwa yang kompleks tentunya mempunyai tingkat kerumitan komposisi yang lebih tinggi
dibanding dengan karya sastra yang kering dengan dasar jelmaan jiwa.
3.
Pendekatan Mimetik
Pendekatan ini bertolak dari pemikiran bahwa karya sastra merupakan refleksi
kehidupan nyata. Refleksi ini terwujud berkat tiruan dan gabungan imajinasi pengarang
terhadap realitas kehidupan atau realitas alam. Hal tersebut didasarkan pandangan bahwa
apa yang diungkapkan pengarang dalam karyanya pastilah merupakan refleksi atau potret
kehidupan atau alam yang dilihatnya. Potret tersebut bisa berupa pandangan, ilmu
pengetahuan, religius yang terkait langsung dengan realitas. Pengarang, melalui karyanya
hanyalah mengolah dari apa yang dirasakan dan dilihatnya. Itulah sebabnya ide yang
dituangkan dalam karyanya tidak bisa disebut sebagai ide yang original. Semuanya
hanyalah tiruan (mimetik) dari unsur-unsur kehidupan nyata yang ada.
4.
Pendektan Pragmatik (Reseptif)
Pendekatan pragmatik memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca.
Dalam kaitannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya,
yaitu teori resepsi. Pendekatan pragmatis dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif.
Subjek pragmatis dan subjek ekspresif, sebagai pembaca dan pengarang berbagi objek
yang sama, yaitu karya sastra. Perbedaannya, pengarang merupakan subjek pencipta, tetapi
secara terus-menerus fungsi-funsinya dihilangkan, bahkan pada gilirannya pengarang
dimatikan. Sebaliknya, pembaca yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang proses
kreativitas diberikan tugas utama bahkan dianggap sebagai penulis (rewritten).
Pendekatan pragmatik dengan demikian memberikan perhatian pada pergeseran dan
fungsi-fungsi baru pembaca tersebut. Secara historis (Abrams, 1976: 16) pendekatan
pragmatik telah ada tahun 14 SM, terkandung dalam Ars Poetica (Horatius). Meskipun
demikian, secara teoritis dimulai dengan lahirnya strukturalisme dinamik. Stagnasi
strukturalisme memerlukan indikator lain sebagai pemicu proses estetis, yaitu pembaca
(Mukarovsky).

Pada tahap tertentu pendekatan pragmatis memiliki hubungan yang cukup dengan
sosiologi, yaitu dalam pembicaraan masyarakat pembaca. Pendekatan pragmatis memiliki
manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan dan
penyebarluasan, sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indikator pembaca
dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatis memberikan manfaat terhadap pembaca.
Pendekatan pragmatis secara keseluruhan berfungsi untuk menopang teori reseptif, teori
sastra yang memungkan pemahaman hakikat karya tanpa batas.
Pendekatan pragmatis mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai
kompetensinya. Dengan mempertimbangkan karya sastra dan pembaca, maka masalahmasalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatis, diantaranya berbagai
tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik dalam kerangka
sinkronis maupun diagkronis. Teori-teori postrukturalisme sebagian besar bertumpu pada
kompetensi pembaca, sebab semata-mata pembacalah yang berhasil untuk mengevokasi
kekayan khazanah kultural bangsa.

B. Kritik Sastra Novel Isabella dengan Pendekatan Ekspresif

Santo Paulus dalam salah satu suratnya mengatakan bahwa hukum agama adalah
kutukan dan Yesus Kristus diturunkan ke dunia untuk membebaskan kutukan itu. Apa
sejatinya makna surat tersebut? Umar Lahmi berkata. Tanyakan soal tersebut pada

beberapa rahib dan lihat apa jawaban mereka. Tapi pertama-tama katakan padaku apa
keberatanmu

mengenai

perkataan

Santo

Paulus

tersebut?

tanya

Muaz.

Inti

permasalahannya ialah ketika hukum agama dianggap sebagai kutukan, dan Yesus Kristus
diturunkan ke bumi untuk membebaskan kutukan itu, maka pencuri, pezina, orang-orang
durhaka terhadap orang tuanya akan diperbolehkan dalam agama Kristen, meskipun tak
seorang Kristen pun percaya bahwa orang-orang tersebut diperbolehkan dalam agama
Kristen.
Kutipan di atas merupakan sedikit se-bait percakapan dua orang pemuda Muslim
yang tertulis dalam novel yang berjudul Isabella. Isabella adalah judul sebuah novel
religi yang menceritakan tentang perjuangan seorang gadis keturunan Spanyol dalam
menemukan kebenaran keyakinannya. Judul buku itu diambil dari nama gadis jelita yang
memiliki dua bola mata yang indah itu. Namun, keanggunannya, bukan terletak pada
kejelitaan parasnya. Keanggunannya justru terletak pada balutan keyakinannya yang teguh
menjaga kesuciaannya, layaknya sosok Bunda Maria yang dikaguminya itu.
Sebenarnya, Isabella adalah seorang gadis Kristen fanatik. Ia anak seorang Kepala
Pendeta Kristen di Cordova yang beraliran kaku dan ortodoks. Terlahir sebagai anak
kepala Pendeta yang terkenal di seantero Spanyol membuatnya selalu dituntut untuk
menjadi wanita suci, termasuk dengan tidak menikah. Posisinya sebagai anak kepala
Pendeta membuatnya begitu bersemangat dalam menuntut ilmu agama. Ia bersekolah
disekolah agama ternama di daerah itu dan sangat serius mendalami ilmu teologi serta aktif
dalam kegiatan keagamaan.
Berawal dari ketidaksengajaannya mendengar perbincangan dua orang pemuda
Muslim bernama Umar Lahmi dan Muiz yang sedang berdiskusi di taman tentang
keraguan mereka terhadap surat Santo Paulus yang merupakan ajaran Injil yang membuat
Isabella sedikit gusar. Isabella pun berpikir keras untuk menemukan jawaban agar dapat
menyanggah keraguan dua pemuda tersebut tentang kebenaran Injil. Akan tetapi,
perbincangan Umar Lahmi dan Muiz telah sampai ditelinga para pendeta. Sehingga, para
pendeta pun ikut gusar. Betapa tidak, perbincangan tersebut dinilai mengancam keimanan
para Jemaat Kristiani. Dan, akhirnya, mereka pun berniat untuk melakukan dialog, agar hal
tersebut tidak meresahkan umat Kristiani. Dialog pun segera dilangsungkan. Kedua
pemuda Muslim tersebut diundang ke Gereja untuk berdialog tentang keabsahan surat
Santo Paulus dihadapan para Pendeta Cordova dan juga disaksikan oleh Umat Kristiani.
Pembeberan tentang kepalsuan surat Santo Paulus, yang dibenarkan dalam Injil pun

dikemukakan oleh Umar Lahmi dengan gambling dengan menggunakan dalil yang berasal
dari Injil sendiri. Dialog ini pun memanas dan berlanjut hingga membahas semua
kesalahan-kesalahan ajaran dalam Kristen.
Ketidakberdayaan para pendeta untuk menjawab setiap pertanyaan Umar Lahmi,
diam-diam membuat Isabella mulai menaruh simpati pada ajaran Islam. Rasa
penasarannya terhadap Islam pun berujung pada penemuannya akan kebenaran yang
hakiki yakni tauhid. Dan, ia pun hijrah menjadi seorang Muslimah yang taat menghadapi
berbagai penderitaan, termasuk siksaan yang dijatuhkan pihak Gereja atas kemurtadannya.
Akan tetapi, hal itulah yang justru menumbuhkan keimanan dalam hatinya, hingga
semakin tak tergoyahkan.
Kisah itu merupakan karya dari Maulana Muhammad Saeed Dehlvi. Ia seorang
penulis kelahiran Pakistan. Karyanya kali ini merupakan sebuah novel studi komparatif
tentang ajaran Islam dan Kristen. Melalui novelnya ini, ia memaparkan kepalsuan Injil
sebagai Kitab Suci umat Kristiani dan kerancuan konsep tauhid trinitas serta manipulasi
konsep penebusan dosa yang dicetuskan oleh para Pendeta Kristen. Dengan begitu lihai, ia
meramu penjelasan-penjelasan yang mengesankan untuk meluruskan ajaran dan ideologi
Kristen yang melenceng. Selain itu, ia juga tidak lepas untuk memberikan jawabanjawaban yang begitu akurat dan sangat objektif terhadap pertanyaan-pertanyaan atau
bantahan umat Kristiani terhadap Al-Quran dan seputar Nabi Muhammad. Kisah yang
sangat menarik Sebuah perjalanan spiritual yang mengesankan. Isabela tokoh utama dalam
novel ini, seorang pencari kebenaran. Pencariannya untuk menemukan pengetahuan yang
membuka tabir kebenaran dan keadilan akan meninggalkan kesan mendalam bagi setiap
pembaca.
Dalam novel ini, Saeed Dehlvi menggambarkan sosok Isabella yang memiliki
keteguhan iman meski di tengah kondisi yang sangat sulit, menghadapi siksaan dan hinaan
masyarakat. Isabella disini bukan hanya sebuah tokoh. Namun, ia adalah sebuah simbol.
Simbol keteguhan iman di tengah derasnya hujatan dan hinaan kepadanya. Ia juga adalah
symbol kerelaan dan ketulusan untuk berpaling kepada kebenaran, walau sebelumnya
terasa begitu jauh darinya; dari seorang anak kepala Pendeta Kristen menjadi seorang
Muslimah yang taat. Ia memberikan semangat bagi pembaca, terutama kalangan wanita
Muslimah, dalam memperjuangkan keimanannya ditengah berbagai cobaan hidup.
Saeed Dehlvi dengan sukses menghasilkan sebuah karya yang bermanfaat yang
dikemas dalam sebuah novel yang menarik, menjelaskan perbandingan keyakinan Islam

dan Kristen. Maulana Muhammad Saeed Dehlvi pandai mengungkapkan kelemahankelemahan yang ada di dalam Injil. Dan ia membuktikan kebenaran Alquran karena dalam
novel ini terdapat fakta nyata sesuai bukti sebenarnya. Dalam novel ini, penulis
menggunakan bahasa yang cukup mudah untuk dipahami, alur yang maju membuat
pembaca tidak ingin melepaskan bacaannya, serta kisah yang diceritakan Saeed yang
sesuai kebenaran ini membuat pembaca segera mengetahui seluruh isinya. Selain itu,
novel karya Saeed ini dapat membantu seseorang untuk lebih meyakini kebenaran yang
ada. Namun di samping itu, bahasa yang digunakan Maulana Muhammad Saeed Dehlvi
banyak memasukkan isi-isi kitab injil asli yang membuat para pembaca harus mengulang
setiap kalimat dan menerka maksudnya. Dan kemungkinan pro-kontra akan ada dalam
menanggapi isi novel ini.

C. Kritik Novel Ada Tasbih Di Hati Aisya dengan Pendekatan Pragmatik

Ujian tak kan pernah bisa lepas dari kehidupan setiap manusia. Berbagai bentuk
ujian hidup terhampar luas di atas realita kehidupan sehari-hari manusia. Tinggal

bagaimana setiap orang melihat ujian itu, dan apakah ia mampu mengambil hikmah di
balik setiap peristiwa. Menyerap intisari pelajaran tentang kebijaksanaan hidup. Bagi
orang yang jauh dari mengingat-Nya, tidak sedikit yang menyikapi ujian hidup yang
menghampiri dengan keputusasaan, dan pelarian diri ke lembah kenistaan. Namun, bagi
orang yang mendapat hidayah-Nya, akan sanggup menjadikan cobaan hidup sebagai
pelecut keimanan diri dan perbaikan diri menuju pribadi yang lebih baik lagi.
Hal ini lah yang berusaha ditanamkan penulis melalui kisah kehidupan Aisya yang
tumbuh dalam badai konflik keluarga yang berkepanjangan. Ayah yang harusnya
mengambil tanggung jawab sebagai kepala keluarga, ternyata mencari pelarian dari
kerasnya ujian hidup. Saat ia difitnah menggelapkan uang puluhan juta, dan dituntut untuk
mengganti uang yang bukan semestinya, ia melupakan keluarganya. Meninggalkan
kewajiban untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Juga meninggalkan Tuhannya. Ibu
Aisya terpaksa harus bergantung seorang diri pada jerih payahnya. Mulai saat itu lah,
percekcokan mulai sering terdengar di rumah kecil Aisya. Terkadang Aisya dan adikadiknya lah yang menjadi korban pertengkaran orang tua mereka.
Seiring berjalannya waktu, Aisya tumbuh sebagai perempuan dengan pribadi ganda.
Di sekolah ia menjadi perempuan riang, dan rajin yang bersembunyi dalam topeng kepurapuraan, seakan tak pernah ada masalah di kehidupannya. Saat di rumah, ia menjelma
perempuan pendiam dan tertutup. Hal ini terus berlanjut hingga pernah membuatnya
hampir memilih bunuh diri akibat depresi. Namun Allah masih menyayanginya. Allah
bukakan pintu hidayah untuk Aisya. hingga Aisya kini menjadi wanita solehah dan belajar
untuk lebih dekat dengan Dzat Pemilik Segala Kehidupan. Wanita teguh dan rela
berkorban untuk kebahagiaan orang-orang yang menyayanginya. Wanita yang pantang
menyerah dalam menghadapi seberat apa pun cobaan yang menerpa.
Pertemuan Aisya dengan Abi membuka babak baru dalam perjalanan hidup Aisya.
Abi dengan masa lalu kelamnya, tersentuh hatinya oleh kepribadian Aisya. ia pun tersadar
atas apa yang selama ini dilakukannya untuk menghalau beratnya cobaan hidup.
Menjadikan kemaksiatan pelarian bukan lah hal yang akan menjadikan hidupnya lebih
baik, malah akan menghancurkan dirinya. Ia pun kembali ke jalan-Nya.

Lewat persinggungan Abi dan Aisya mengarungi hari-hari mereka, Abi dengan
penyakit ginjalnya yang menunggu uluran tangan pendonor ginjal untuk meneruskan
hidupnya, Aisya dengan keadaan keluarganya yang porak poranda, belum lagi Kakak
perempuannya Sita, yang butuh donor ginjal juga, menjadikan kisah ini kaya akan hikmah.
Banyak pengorbanan hidup dilakukan keduanya untuk tidak menyerah pada kerasnya
hidup.
Layaknya novel remaja, ada bagian dimana percikan-percikan cinta mulai tumbuh di
antara keduanya. Namun batas-batas hubungan interaksi antar manusia berlainan jenis
tetap di pertahankan sebagaimana diajarkan oleh agama. Masa lalu kedua insan ini lah
yang menjadikan hubungan mereka terus terjalin dengan indah.
Hingga pada suatu hari, Abi memutuskan pergi ke Jakarta untuk berobat. Ini
membuat Aisyah terguncang. Mengingatkan Aisya pada Almarhum kakaknya Yudha, yang
juga pernah meninggalkan dirinya dan berjanji akan kembali. Namun takdir berkata lain.
Belum lagi ingatan masa lalunya pergi, tentang Dimas, lelaki yang pernah dicintainya,
namun memilih pergi saat hidupnya hancur dan meninggalkan Aisya, dengan perasaan
cinta dan harapan untuk bisa hidup bersama dalam sebuah keluarga. Aisya belum siap
untuk kehilangan Abi. Lelaki yang selama ini telah mengisi kekosongan hatinya. Abi yang
diam-diam juga menaruh hati pada Aisya, namun takut untuk mengutarakannya sebab
masa lalu yang terlanjur tertulis di lembaran hidupnya. Belum lagi penyakit yang ada
dalam tubuhnya.
Aisya kembali diterpa badai cobaan. Kali ini lebih berat, sebuah kecelakaan yang
mempertemukan orang-orang yang memiliki sejarah panjang keberadaan Aisya. beberapa
jam sebelum kecelakaan terjadi, sebagian masa lalu Aisya tersingkap di depan matanya.
Tentang siapa jati diri Aisya sebenarnya. Tidak hanya sampai di situ, Aisya juga didiagnosa
mengidap penyakit kanker otak dan Hemophilia. Ia koma berhari-hari, seakan-akan tak ada
waktu lagi yang tersisa untuknya.
Ditengah kecamuk kesedihan, dan perjuangan berat melawan penyakit yang dialami
Aisya, ada secercah cahaya harapan yang menyeruak. Aisya bertemu Ibu yang
melahirkannya, yang pernah menelantarkan Aisya kecil. Ia berjumpa papanya. Dan sebuah
harapan baru untuk masa depannya, ia akan segera menikah dengan Abi.

Didalam buku ini, pembaca akan disuguhi banyak tulisan yang menggambarkan
catatan hati seorang perempuan yang berjuang keras dalam gejolak kehidupan keluarga,
konflik batin, juga tentang pergolakan perasaan. Seorang perempuan yang ingin
membahagiakan kedua orang tuanya meski selama hidupnya tak pernah dianggap oleh
keluarga. Ia menjadikan hidupnya sebagai pengabdian dan pembaktian diri pada orang tua.
Seberapapun besarnya penolakan Ibunya yang menganggap dirinya tak berguna.
Aku tidak ingin mencari kebahagiaanku sendiri. Aku akan bahagia jika aku bisa
melihat lebih dulu kebahagiaan orang-orang yang kusayangi. Sebab disanalah letak
ibadahku sebagai anak yang harus berbakti kepada orang tua dan kakakku. (hal.241)
Lewat karyanya, tokoh Aisya terus menabung demi mengumpulkan uang untuk
mewujudkan kebahagiaan Ibu yang telah merawatnya. Meski kehidupannya terus
dirundung pilu dan penderitaan yang tiada habisnya. Namun itu lah seorang perempuan
bernama Aisya. Karakter hidupnya mampu mengajarkan kita untuk tidak begitu saja
menyerah pada cobaan hidup yang mendera. Mengajarkan kita tentang arti ketulusan hati.
Sebesar apapun keburukan yang diberikan orang-orang tersayang pada kita, membalasnya
dengan jalan yang sama bukan lah solusi yang positif. Hal itu hanya akan berdampak
buruk bagi hidup kita. Jalan terbaik adalah membalasnya dengan perlakuan yang lebih
baik. Agar saatnya nanti, pintu hidayah akan membukakan hati orang-orang yang telah
berbuat buruk pada kita, dan merubah mereka menjadi diri yang lebih baik dari
sebelumnya.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kritik sastra adalah studi yang berhubungan dengan pendefinisian, penggolongan
(pengklasifikasian), penguraian (analisis), dan penilaian (evaluasi). Dalam menilai baikburuk dan bernilai seni atau tidaknya sebuah karya sastra dibutuhkan sebuah kritik sastra.
Kritik sastra tersebut tidak lepas dari beberapa pandangan yang berbeda, yang tentunya

memberikan hasil yang berbeda pula, meskipun karya sastra yang dinilai adalah karya
sastra yang sama. Salah satu pandangan tersebut adalah pendekatan yang dikemukakan
oleh Abrams, yaitu pendekatan objektif, pendekatan ekspresif, pendekatan mimetik, dan
pendekatan pragmatis.
B. Saran
Dalam mengkritik karya sastra, kita memerlukan berbagai pendekatan agar hasil
kritikan tersebut jelas dan terarah. Oleh karena itu, kita harus memahami dulu berbagai
pendekatan sebelum melakukan kritik terhadap suatu karya sastra.

DAFTAR PUSTAKA
Dehlvi, Maulana Muhammad Saeed. 2011. Isabella. Yogyakarta: Navila.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1988. Beberapa Gagasan dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia
Modern. Yogyakarta: Lukman.
Setyawati, Wien Oktadatu. 2013. Ada Tasbih di Hati Aisya. Yogyakarta. Inajah.
Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Bandung: Pustaka Jaya.

Anda mungkin juga menyukai