Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TIINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teoritis

1. Konsep Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan

dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan

kesehatan adalah suatu pedagogic praktis atau praktik pendidikan

(Notoatmodjo S 2014). Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan

berlangsung terus tak terputus dari generasi ke generasi di manapun di

dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan itu

diselenggarakan sesuai dengan pandangan hidup dan latar belakang sosial

setiap masyarakat tertentu (Tirtarahardja et al., 2014).

Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green

dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah

kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah

adatasi sukarela terhadap prilaku yang kondusif bagi kesehatan.

Menurut Entjang 1991 dalam Notoatmodjo S, (2014), pendidikan

kesehatan proses mampu membuat orang mampu meningkatkan kontrol

dan memperbaiki kesehatan individu. Kesempatan yang direncanakn untuk

individu, kelompok atau masyarakat agar belajar tentang kesehatan dan

melakukan perubahan-perubahan secara suka rela dalam tingkah laku

individu

11
12

Menurut Ottawa Charter (1986), dikutip dari Notoatmodjo S,

(2014), memberikan pengertian pendidikan kesehatan adalah proses untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya. Selian itu untuk mencapai derajat kesehatan

yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat mampu

mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya dan mampu

mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial, budaya

dan sebagainya.

Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung

banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Sebagai proses transformasi

budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari

generasi satu ke genari yang lain. Sebagai proses pembentukan pribadi,

pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik

terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik (Tirtarahardja et

al., 2014).

b. Tujuan dan Proses Pendidikan

a) Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai

yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena

itu tujuan pendidikan ada dua fungsi yaitu memberikan arah

kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu

yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Sebagai


13

suatu komponen, tujuan pendidikan menduduki posisi penting

di antara komponen-komponen pendidikan lainnya.

Dapat dikatakan bahwa segenap komponen dari seluruh

kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada atau

ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian

kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut

dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga

harus dicegah terjadi. Disini terlihat bahwa tujuan pendidikan itu

bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat

memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat

perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat

sebagai nilali hidup yang baik (Tirtarahardja et al., 2014).

Sehubungan dengan fungsi tujuan yang demikian penting

itu, maka menjadi keharusan bagi pendidikan untuk memahaminya.

Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang

sifatnya abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan

kandungannya sangat luas sehingga sangat sulit untuk dilaksanakan

di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan

yang ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat

tertentu, dan waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu.

Pelaksanaannya hanya mungkin apabila tujuan yang ingin dicapai

itu dibuat jelas (eksplisit), konkret, dan lingkup kandungannya

terbatas. Dengan kata lain tujuan umum perlu dirinci sehingga


14

menjadi tujuan yang lebih khusus dan terbatas agar mudah

direalisasikan di dalam praktek (Tirtarahardja et al., 2014).

Secara keseluruhan macam-macam tujuan tersebut

merupakan suatu kebulatan. Tujuan umum memberikan arah kepada

semua tujuan yang lebih rinci dan yang jenjangnya lebih rendah.

Sebaliknya tujuan yang lebih khusus menunjang pencapaian tujuan

yang lebih luas dan yang jenjangnya lebih tinggi untuk sampai

kepada tujuan umum (Tirtarahardja et al., 2014).

b) Proses Pendidikan

Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi

segenap komponen pendidikan kepada pencapaian tujuan

pendidikan. Pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup

makro, meso, dan mikro. Pengelolaan proses dalam lingkup makro

berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang lazimnya dituangkan

dalam bentuk UU Pendidikan, Peraturan Pemerintah, SK Menteri,

SK Dirjen, serta dokumen-dokumen pemerintah tentang pendidikan

tingkat nasional yang lain. Pengelolaan dalam ruang lingkup meso

merupakan implikasi kebijakan-kebijakan nasional ke dalam

kebijakan operasional dalam ruang lingkup wilayah di bawah

tanggungjawab Kakanwil Depdikbud. Pengelolaan dalam ruang

lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan pendidikan

yang berlangsung dalam lingkungan sekolah ataupun kelas

(Tirtarahardja et al., 2014).


15

c) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan yang

berkelanjutan, yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan

peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara

menyajikan bahan pengajaran. Tingkat pendidikan sekolah terdiri

dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi ( Ikhsan, F 2017).

1) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan

pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang

diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik

untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada

prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar

bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun

untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus

disediakan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar.

Pendidikan ini dapat berupa pendidikan sekolah ataupun

pendidikan luar sekolah, yang dapat merupakan pendidikan

biasa ataupun pendidikan luar biasa. Tingkat pendidikan dasar

adalah Sekolah Dasar.

2) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah adalah pendidikan yang

mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat


16

yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal-balik

dengan lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar, serta dapat

mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja

atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah terdiri dari

pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah

kejuruan. Pendidikan menengah umum diselenggarakan selain

untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan tinggi,

juga untuk memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah

kejuruan diselenggarakan untuk memasuki lapangan kerja atau

mengikuti pendidikan keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi.

Pendidikan menengah dapat merupakan pendidikan biasa atau

pendidikan luar biasa. Tingkat pendidikan menengah adalah

SMP, SMA dan SMK.

3) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang

mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota

masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang

bersifat akademik dan atau profesional sehingga dapat

menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka pembangunan

nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia (Ikhsan,

F,2014).
17

2. Status Pekerjaan Ibu

a. Pengertian Pekerjaan

Status pekerjaan ibu berkaitan dengan kesempatan dalam

mengimunisasi anaknya. Seorang ibu yang tidak bekerja akan mempunyai

kesempatan untuk mengimunisasikan anaknya dibanding dengan ibu yang

bekerja pada ibu-ibu yang bekerja diluar rumah sering kali tidak

mempunyai kesempatan untuk datang ke pelayanan imunisasi karena

mungkin saat dilakukan pelayanan imunisasi ibu masih bekerja ditempat

kerjanya. Sering juga ibu yang terlalu sibuk dengan urusan

pekerjaannya lupa akan jadwal imunisasi anaknya (Mulyanti, 2013).

Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah,

pencaharian. Dewasa ini perempuan mendapat kesempatan bekerja yang

semakin terbuka. Alasan yang mendasar seseorang perempuan untuk

memiliki pekerjaan tidak sama antara satu dengan yang lain. Alasan yang

umum dijumpai adalah karena kebutuhan keuangan untuk memperkaya

pengalaman dan pengetahuan pribadi, hasrat pribadi (Priyoto, 2014)

Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah

sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah

yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja

umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu

akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Wawan, 2014).


18

3. Konsep Imunisasi

a. Pengertian Imunisasi

Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang telah berhasil

menurunkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka

kematian) penyakit infeksi pada bayi dan anak (Hidayat, 2016). Imunisasi

bersal dari kata imun. Kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti

diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau

resisten terhadap suatu penyakit. Tetapi belum tentu kebal terhadap

penyakit yang lain (Notoatmodjo, 2017).

Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien

dalam mencegah penyakit. Sampai saat ini terdapat 7 penyakit infeksi

pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat, walaupun

sebagian anak dapat bertahan dan kemudian menjadi kebal. Ketujuh

penyakit tersebut dimasukkan dalam program imunisasi, yaitu penyakit

tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak dan hepatitis B

(Andriyantro 2014).

Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak

dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat

anti untuk mencegah terhadap suatu penyakit tertentu. Sedangkan vaksin

adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang

dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin, BCG, DPT,

campak dan melalui mulut seperti vaksin polio (Ranuh, 2017).


19

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja

memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar

dari penyakit. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa

pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan

kesehatan anak (Supartini, 2014).

b. Tujuan imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit

tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada

sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit

tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. Keadaan yang

terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat

ditularkan melalui manusia, seperti penyakit difteria (Matondang, C.S,

2016).

Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu

pada seeorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok

masyarakat atau populasi atau bahkan menghilngkan penyakit tertentu

dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir

lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan

melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria.

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan

dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada

saat ini penyakit- penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan
20

(pertusis), campak (measles), polio, dan tuberculosis. (Notoatmodjo,

2017).

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi

dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh

membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.

Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai

untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam

tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT, dan Campak)

dan melalui mulut (misalnya vaksin polio) (Hidayat, 2016).

Imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasi

adalah suatu pemindahan atau transfer antibody secara pasif,

sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin

(antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody)

dari system imun di dalam tubuh. Imunitas secara pasif dapat

diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu immunoglobulin

yang non spesifik atau gamaglobulin dan immunoglobulin yang spesifik

yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit

tertentu atau baru saja mendapatkan vaksinasi penyakit tertentu (Ranuh,

2017).

c. Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit

cacat dan kematian, sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat

menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang tinggi


21

bila anak sakit. Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar

lengkap akan terlindungi dari beberapa penyakit berbahaya dan akan

mencegah penularan ke adik dan kakak dan teman- teman disekitarnya,

dan manfaat untuk negara adalah untuk memperbaiki tingkat kesehatan,

menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan

pembangunan negara (Proverawati & Andhini, 2014).

Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan

menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :

1) Untuk Anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan

kemungkinan cacat atau kematian.

2) Untuk Keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.

Mendorong pembentukan keluarga sejahtera apabila orang tua yakin

bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Hal

ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan

berkualitas.

3) Untuk Negara

Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan

berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. (Proverati 2014).

d. Jenis-jenis Imunisasi
22

Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh

pemerintah dan ada juga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di

Indonesia sebagaimana yang diwajibkan oleh WHO yaitu BCG, DPT,

Polio, Campak dan Hepatitis B (Hidayat, 2016)

Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang diberikan pada

semua orang, terutama bayi dan balita sejak lahir untuk melindungi

tubuhnya dari penyakit- penyakit yang berbahaya. Lima jenis imunisasi

dasar yang diwajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap tujuh

penyakit yaitu TBC, difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis, campak dan

hepatitis B ke lima jenis imunisasi dasar yang wajib diperoleh adalah:

1) Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC), yaitu penyakit

paru-paru yang sangat menular yang dilakukan sekali pada bayi usia

0-11 bulan

2) Imunisasi DPT yaitu merupakan imunisasi dengan memberikan

vaksin mengandung racun kuman yang telah dihilangkan racunnya

akan tetapi masih dapat merangsang pembentukan zat antitoxoid

untuk mencegah terjadinya penyakit difteri,pertusis,dan tetanus,yang

diberikan 3 kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal 4

minggu.

3) Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan


23

kelumpuhan pada kaki, yang diberikan 4 kali pada bayi 0-11 bulan

dengan interval minimal 4 minggu

4) Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak karena

penyakit ini sangat menular, yang diberikan 1 kali pada bayi usia 9-11

bulan

5) Imunisasi hepatis B, adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu

penyakit yang dapat merusak hati, yang diberikan 3 kali pada bayi

usia 1-11 bulan, dengan interval minimal 4 minggu cakupan

imunisasi lengkap pada anak, yang merupakan gabungan dari tiap

jenis imunisasi yang didapatkan oleh seorang anak. Sejak tahun

2004 hepatitis-B disatukan dengan pemberian DPT menjadi DPT-HB.

(Proverati 2014).

e. Vaksinasi

Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja

memberikan paparan dengan antigen yang berasal dari mikroorganisme

patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga

tidak menimbulkan sakit namun mampu mengaktivasi limfosit

menghasilkan antibody dan sel memori yang menirukan infeksi alamiah

yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan

dengan tujuan memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun

cukup untuk menyiapkan respon imun.


24

Tabel 2.1
Dosis, cara pemberian, jumlah pemberian, intervensi dan waktu
pemberian imunisasi

Jumlah Waktu
Vaksin Dosis Cara pemberian Interval
pemberian pemberian
BCG 0,05 cc Intracutan di 1 kali - 0-11 bulan
daerah musculus
Deltoideus
DPT 0,5 cc Intra muscular 3 kali 4 minggu 2-11 bulan
Polio 2 tetes Diteteskan ke 4 kali 4 minggu 0-11 bulan
mulut
Hepatitis B 0,5 cc Intra muscular 3 kali 4 minggu 0-11 bulan
pada paha bagian
luar
Campak 0,5 cc Subkutan, 1 kali 4 minggu 9-11 bulan
biasanya di
lengan kiri atas

Jadwal Pemberian Imunisasi

Tabel 2.2
Jadwal Pemberian Imunisasi
Usia Vaksin Tempat
Bayi lahir dirumah
0 bulan HB 0 Rumah
1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu
2 bulan DPT/HB Combo 1, Polio 2 Posyandu
3 bulan DPT/HB Combo 2, Polio 3 Posyandu
4 bulan DPT/HB Combo 3, Polio 4 Posyandu
9 bulan Campak Posyandu
Sumber: Buku KIA (2014)

Bayi lahir di RS/Praktek Bidan


0 bulan HB 0, BCG, Polio 1 RS/Praktek Bidan
25

2 bulan DPT/HB Combo 1, Polio 2 RS/Praktek Bidan


3 bulan DPT/HB Combo 2, Polio 3 RS/Praktek Bidan
4 bulan DPT/HB Combo 3, Polio 4 RS/Praktek Bidan
9 bulan Campak RS/Praktek Bidan
Sumber: Buku KIA (2014)

f. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)

1) Difteri

Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Corynebacterium diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak

fisik dan pernafasan. Daya tular penyakit ini tinggi. Gejala awal

penyakit adalah: gelisah, aktifitas menurun, radang tenggorokan,

hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul

selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Komplikasi

difteri berupa gangguan pernafasan yang berakibat kematian

(Kemenkes RI, 2014).

Penyakit ini pertama kali diperkenalkan oleh Hyppocrates

pada abad ke-5 SM dan epidemi pertama dikenal pada abad ke-6

oleh Aetius. Seorang anak dapat terinfeksi difteria pada

nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi

toksin yang menghambat sintesis protein seluler dan

menyebabkan destruksi jaringan setempat dan terjadilah suatu

selaput/membran yang dapat menyumbat jalan nafas. Toksin yang

terbentuk pada membran tersebut kemudian diabsorbsi ke dalam

aliran darah dan dibawa ke seluruh tubuh. Penyebaran toksin ini


26

berakibat komplikasi berupa miokarditis dan neuritis, serta

trombositopenia dan proteinuria (Tumbelaka, A.R & Hadinegoro,

S.R, 2016).

2) Pertusis

Pertusis disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah

penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh Bordetella

pertussis. Penyebaran pertusis adalah melalui percikan ludah yang

keluar dari batuk atau bersin. Gejala penyakit adalah pilek, mata

merah, bersin, demam, dan batuk ringan yang lama-kelamaan

batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat

dan keras. Komplikasi pertusis adalah Pneumania bacterialis yang

dapat menyebabkan kematian (Kemenkes RI, 2016). Sebelum

ditemukan vaksinnya, pertusis merupakan penyakit tersering yang

menyerang anak dan merupakan penyebab kematian (diperkirakan

sekitar 300.000 merupakan penyakit yang bersifat toxin-mediated

toxin yang dihasilkan melekat pada bulu getar saluran nafas atas

akan melumpuhkan bulu getar tersebut sehingga menyebabkan

gangguan aliran sekret saluran pernafasan, berpotensi menyebabkan

sumbatan jalan nafas dan pneumonia (Hadinegoro, S.R, 2017).

3) Tetanus

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium

Tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar

dari orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk kedalam


27

luka yang dalam. Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada

rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut,

berkeringat, dan demam. Pada bayi terdapat juga gejala berhenti

menetek antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir. Gejala

berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku

(Kemenkes RI, 2014). Tetanus dapat ditemukan pada anak- anak,

juga dijumpai kasus tetanus neonatal yang bersifat fatal. Komplikasi

tetanus yang sering terjadi antara lain laringospasme, infeksi

nosokomial dan pneumonia ostostatik (Hadinegoro, S.R, 2017).

4) Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosa disebut juga batuk darah. Penyakit

ini menyebar melalui pernafasan lewat bersin atau batuk. Gejala

awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam,

dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah

batuk terus-menerus, nyeri dada dan mungkin batuk darah.

Gejala lain tergantung pada kematian terjadi setiap tahun).

Pertusis. organ yang diserang. Komplikasi tuberkulosis dapat

menyebabkan kelemahan dan kematian (Kemenkes RI, 2014).

5) Campak

Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

Myxovirus viridae measles. Disebarkan melalui udara (percikan

ludah) sewaktu bersin atau batuk dari penderita. Gejala awal


28

penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek,

konjunctivitis (mata merah) selanjutnya timbul ruam pada muka dan

leher, kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki.

Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga,

dan infeksi saluran nafas (pneumonia). Prioritas utama untuk

penanggulangan penyakit campak adalah melaksanakan program

imunisasi lebih efektif (Kemenkes RI, 2014,).

6) Poliomielitis

Poliomielitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang

disebabkan oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus

polio tipe 1, 2 atau 3. Secara klinis penyakit polio adalah anak di

bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut (acute

flaccid paralysis=AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui

kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai

dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada

minggu pertama sakit. Komplikasi poliomielitis adalah kematian

bisa terjadi karena kelumpuhan otot-otot pernafasan terinfeksi dan

tidak segera ditangani (Kemenkes RI, 2016).

Kata polio (abu-abu) dan myelon (sumsum), berasal dari

bahasa Latin yang berarti medulla spinalis. Infeksi virus

mencapai puncak pada musim panas, sedangkan pada daerah

tropis tidak ada bentuk musiman penyebaran infeksi. Virus polio

sangat menular, pada kontak antarrumah tangga (yang belum


29

diimunisasi) derajat serokonversi lebih dari 90% (Suyitno, 2013).

7) Hepatitis B

Hepatitis B adalah penyakit kuning yang disebabkan oleh

virus hepatitis B yang merusak hati. Penularan penyakit secara

horizontal yaitu dari darah dan produknya melalui suntikan yang

tidak aman melalui tranfusi darah dan melalui hubungan seksual.

Sedangkan penularan secara vertikal yaitu dari ibu ke bayi selama

proses persalinan. Gejalanya adalah merasa lemah, gangguan perut,

dan gejala lain seperti flu. Warna urin menjadi kuning, tinja

menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun

kulit. Komplikasi hepatitis B adalah bisa menjadi hepatitis kronis

dan menimbulkan pengerasan hati (cirrhosis hepatis), kanker hati

(hepato cellular carsinoma), dan menimbulkan kematian (Kemenkes

RI, 2014).

Infeksi virus hepatitis B menyebabkan sedikitnya satu juta

kematian/tahun. Saat ini terdapat 350 juta penderita kronis dengan 4

juta kasus baru/tahun. Infeksi pada anak umumnya asimtomatis

tetapi 80-95% akan menjadi kronis dan dalam 10-20 tahun akan

menjadi sirosis dan atau karsinoma hepatoseluler. Oleh karena itu,

kebijakan utama tata laksana virus hepatitis B adalah memotong

jalur transmisi sedini mungkin. Vaksinasi universal bayi baru lahir

merupakan upaya yang paling efektif dalam menurunkan prevalens

virus hepatitis B dan karsinoma hepatoseluler (Hidayat, B, 2013).


30

Tahun 1992 Hepatitis B dimasukkan kedalam program

imunisasi. Tahun 1995 imunisasi hepatitis B diberikan kepada

semua bayi di negara endemis tinggi. Tahun 1997 imunisasi

hepatitis B diberikan kepada semua bayi disemua negara diseluruh

dunia. Imunisasi Hepatitis B harus diberikan pada bayi 0-7 hari

karena : 3-8 % ibu hamil merupakan pengidap (carrier), 45,9 % bayi

tertular saat lahir dari ibu pengidap, penularan pada saat lahir hampir

seluruhnya berlanjut jadi hepatitis menahun. Pemberian imunisasi

HB sedini mungkin akan melindungi 75 % dari yang tertular

(Kemenkes RI, 2009).

g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Imunisasi Lengkap

Menurut (Saputra (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi imunisasi

lengkap yaitu:

1) Usia Ibu

Usia adalah lamanya seseorang hidup dihitung dari tahun

lahirnya sampai dengan ulang tahunnya yang terakhir. Usia

merupakan konsep yang masih abstrak bahkan cenderung

menimbulkan variasi dalam pengukurannya. Seseorang mungkin

menghitung umur dengan tepat tahun dan kelahirannya, sementara

yang lain menghitungnya dalam ukuran tahun saja (Zaluchu, 2016).

Ibu yang berusia lebih muda dan baru memiliki anak

biasanya cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih akan

kesehatan anaknya, termasuk pemberian imunisasi (Reza, 2014).


31

Merujuk hal tersebut, diketahui bahwa usia yang paling aman

seorang ibu untuk melahirkan anak adalah 20 sampai 30 tahun

(Saputra, 2013).

2) Pendidikan

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

3) Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang

ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan

yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan

adalah salah satu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian

dan kemampuan di dalam dan luar sekolah dan berlangsung

seumur hidup. Pendidikan menentukan pola pikir dan wawasan

seseorang. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam

kwalitas. Lewat pendidikan manusia dianggap akan memperoleh

pengetahuan (Notoadmodjo, 2014).

Menurut Wardhana (2016), dalam Lienda, (2013) bahwa

pendidikan tinggi berkaitan erat dengan pemberian imunisasi pada


32

anak. Sejalan dengan hal tersebut berdasarkan penelitian Idwar

(2016) juga disimpulkan bahwa tingkat pendidikan seseorang ibu

yang telah tinggi akan berpeluang besar untuk mengimunisasikan

anaknya. Ibu yang berpendidikan mempunyai pengetahuan yang

lebih baik tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi

terhadap masalah-masalah kesehatan yang sedikit banyak telah

diajarkan di sekolah

4) Pekerjaan Ibu

Pekerjaan dapat memberikan kesempatan suatu individu

untuk sering kontak dengan individu lainnya, bertukar informasi dan

berbagi pengalaman pada ibu yang bekerja akan memiliki pergaulan

yang luas dan dapat saling bertukar informasi dengan teman

sekerjanya, sehingga lebih terpapar dengan program-program

kesehatan khususnya imunisasi (Reza, 2014). Penelitian Darnen

(2017), menyebutkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai peluang

1,1 kali untuk mengimunisasikan anaknya dengan lengkap

dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Menurut Rahma Dewi (2017)

bahwa proporsi ibu yang bekerja terhadap anak dengan imunisasi

lengkap lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak bekerja.

secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan

dengan kelengkapan imunisasi dasar dengan nilai P-value = 0,250.

4. Konsep Bayi

a. Pengertian Bayi
33

Bayi adalah makhluk yang hadir kedunia dengan sebuah

mekanisme bawaan untuk menyenangkan orang lain, dan hanya meminta

balasan berupa kondisi lingkungan yang tepat, yang memungkinkan

bertumbuh kembangnya "benih sifat pengasih" yang secara alami telah ada

dalam dirinya (Lama,2014).

Bayi merupakan individu dengan pola pertumbuhan dan

perkembangan yang unik (Lewis, 2014). Bayi merupakan suatu tahap

perkembangan manusia setelah dilahirkan (Puspita, 2014).

b. Tumbuh kembang bayi usia 0-6 bulan dan stimulasi pendukungnya

Menurut Puspita (2014), tumbuh kembang bayi usia 0-6 bulan dan

stimulasi pendukungnya adapun gambaran umum tumbuh kembang bayi

umur 0-6 bulan adalah sebagai berikut.

1) Tumbuh kembang bayi usia 0-6 bulan

2) Mulai mampu mengontrol gerakan-gerakan otot-ototnya,

menggerakkan tangan dan kakinya, ketika dia bergerak seolah-olah

kejang itu adalah cara dia belajar mengendalikan diri.

3) Tumbuh kembang bayi usia 1,5- 3 bulan

4) Umumnya sudah mulai mampu mengangkat kepala di posisi

telungkup. Aktif belajar mengontrol dan mengendalikan gerakan otot

tangan dan kaki, menggenggam benda-benda kecil disekitar atau yang

diberikan kepadanya.

c. Tahap-tahap Tumbuh Kembang Bayi dan Balita

Menurut Maryunani, 2013 tahap-tahap tumbuh kembang bayi dan


34

balita antara lain:

a) Periode Pranatal

1) Periode ini terdiri atas:

(1) Fase germinal: mulai konsepsi sampai dengan lebih besar

usia kehamilan 2 minggu

(2) Fase embrio: Usia kehamilan 2-8 minggu

(3) fase fetal : usia kehamilan 8-40 minggu

2) Adanya hubungan antara kondisi ibu dan janin akan memberi

dampak pada pertumbuhannya.

b) Periode Bayi

1) Periode ini terdiri atas:

(1) Masa neonatus: sejak lahir sampai dengan 28 hari

(2) Masa bayi: 28 hari-usia 12 bulan

2) Pertumbuhan dan perkembangan yang cepat terutama pada

aspek kognitif, motorik dan sosial serta pembentukan rasa

percaya diri anak melalui perhatian dan pemenuhan dasar dari

orangtua.

3) Kemampuan orangtua dalam pemenuhan kebutuhan dari

orangtua.

4) Kemampuan orangtua dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan

memberikan stimulus sensoris motorik mutlak diperlukan

untuk pertumbuhan dan perkembangan.

c) Perode Kanak-kanak awal


35

Periode ini terdiri atas:

1) Periode todler: anak usia 1-3 tahun

(1) Lebih banyak bergerak

(2) Mengembangkan rasa ingin tahu

(3) Mengeksplorasi terhadap benda yang ada disekelilingnya

(4) Harus diwaspadai bahaya atau risiko terjadinya kecelakaan

pada todler

(5) Orangtua perlu mendapatkan bimbingan antisipasi

terhadap kemungkinan bahaya atau ancaman kecelakaan.

2) Periode prasekolah: usia 3 sampai 6 tahun

(1) Kemampuan interaksi sosial lebih luas

(2) Mempersiapkan diri demi memasuki dunia sekolah

(3) Dimulainya konsep diri

(4) Perkembangan fisik lebh lambat dan relative menetap

(5) Sistem tubuh sudah matang dan sudah terlatih dengan

toileting

(6) Keterampilan motorik seperti berjalan dan berlari melompat

semakin luwes tapi otot dan dan tulangnya belum sempurna.

d) Periode Kanak-Kanak

a) Periode anak sekolah: usia 6-11 tahun/12 tahun

b) pertumbuhan anak laki-laki lebih meningkat dari perempuan

c) Perkembangan motorik lebih sempurna

d) Anaknya banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial,


36

belajar tentang moral dan budaya dari lingkungan

e) Peran guru sangat dominan untuk dijadikan model

f) Anak lebih mandiri

g) Fase ini lebih penting dalam pencapaian perkembangan konsep

diri, keterampilan membaca, menulis dan berhitung.

e) Periode Kanak-Kanak Akhir

(a) Masa remaja; 11/12 tahun sampai 18 tahun

(b) Fase pubertas anak perempuan: usia 11 tahun

(c) Fase pubertas anak laki-laki: 12 tahun

(d) Perkembangan yang mencolok adalah kematangan identitas

diri anak sebagai remaja yang akan meninggalkan masa

kanak-kanak dan memasuki perkembangan sebagai orang

dewasa

(e) Orangtua perlu menfasilitasi agar tidak terjadi krisi identitas

pada anak remaja.

d. Hubungan Pendidikan dan Pekerjaan Ibu terhadap Pemberian

Imunisasi Lengkap

Hal ini diperkuat kembali dengan adanya penelitian oleh Widyanti

(2017) menjelaskan bahwa ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang

telah tinggi akan memberikan imunisasi lebih lengkap kepada anaknya

dibandingkan ibu dengan pendidikan rendah. Lienda (2013) hasil

penelitiannya mengatakan ada hubungan signifikan antara pendidikan ibu

dengan status kelengkapan imunisasi dasar anak dengan P-value = 0,000.


37

Reza (2014), hasil penelitiannya tidak ada hubungan bermakna

antara pekerjaan dengan kelengkapan imunisasi dasar dengan nilai P-

value = 0,102 begitu juga Menurut Lienda (2013), hasil penelitiannya

1,25 kali ibu yang bekerja anaknya diimunisasi lengkap dibandingan

yang tidak bekerja namun.

B. Kerangka Teori

Berdasarkan hasil tinjuan teori diatas maka landasan teori dapat

dikembangkan sebagai berikut:

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
1. Usia ibu Pemberian imunisasi
2. Pendidikan pada bayi
3. Jenjang Pendidikan
4. Pekerjaan ibu

Manfaat pemberian
imunisasi adalah
mencegah penyakit
cacat dan kematian,

Gambar 2.3 Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai