Anda di halaman 1dari 3

Selamat datang di video kedua Latih Logika.

Perkenalkan, saya Gesa yang akan memandu video kali ini.

Di video sebelumnya, kita sudah membahas pengertian berpikir kritis

dan kenapa kita perlu menguasai keterampilan itu.

Seperti yang telah disampaikan dalam video tersebut,

manfaatnya adalah kita jadi lebih lihai untuk mengolah informasi yang kita terima,

sehingga kita mampu untuk membuat keputusan yang lebih baik atau tanggapan yang
sesuai.

Nah, di video kedua ini,

kita akan mempelajari langkah-langkah yang harus kita lakukan saat menerima sebuah
informasi,

sebelum menanggapinya.

Cara kerja default atau bawaan otak manusia adalah berpikir instan,

dangkal, dan umumnya sangat dipengaruhi oleh emosi.

Cara ini disebut pemikiran Sistem 1.

Sistem 1 membuat penilaian instan terhadap informasi apa pun tanpa pemikiran
mendalam.

Jika tanggapan kita terhadap sebuah informasi dibentuk Sistem 1, maka kualitas
tanggapan kita patut diragukan.

Tapi, otak kita juga mampu berpikir mendalam, sistematis, dan perlahan.

Ini disebut pemikiran Sistem 2.

Saat menggunakan Sistem 2,

kita melakukan usaha ekstra untuk menyerap dan menilai informasi secara rasional.

Dalam video ini, kita akan mempelajari kebiasaan yang dapat dilatih untuk
memperkuat Sistem 2,

yaitu kebiasaan untuk bertanya.

Setelah membaca atau mendengar sebuah pernyataan,

kita harus menanyakan beberapa hal agar dapat menyikapi atau menanggapinya dengan
kritis.

Pertama, apa kita sudah betul-betul paham arti atau definisi setiap kata di dalam
informasi yang kita terima?

Kadang kita merasa sudah paham perkataan seseorang

karena istilah yang dipakainya sering muncul dalam kehidupan sehari-hari.


Tapi bisa saja ternyata maksudnya sangat berbeda dari yang kita kira.

Mari kita lihat tweet ini:

“Mereka yang punya gagasan politik di kedua kubu pasti sebal dengan bully dan hoax.

Di tengah noise, siapa yang dengar suara mereka?”

Sebelum menanggapi twit itu, kita harus benar-benar paham maksudnya.

Pertama-tama dengan cara menemukan kata-kata kunci di dalam twit tersebut,

seperti “mereka”, “kedua kubu”, “bully”, “hoax”, dan “noise”.

Kemudian, kita pastikan bahwa pemahaman kita dan si pemilik tweet tentang kata-kata
tadi sudah sama.

Caranya, dengan bertanya apa yang ia maksud.

Dengan memahami arti masing-masing kata kunci,

kita dapat memahami maksud si pemilik tweet secara keseluruhan.

Setelah itu barulah kita bisa menyikapinya dengan sesuai.

Kita juga harus mewaspadai kata-kata ambigu, yaitu yang mungkin punya lebih dari
satu arti.

Misalnya, teman kita berkata,

“Hanya kejahatan luar biasa yang layak diganjar hukuman mati.”

Sebelum kita menyetujui atau menyanggah pernyataan tersebut,

apakah kita yakin, kita sudah tahu apa yang dimaksud kejahatan luar biasa?

Kita bisa mengira yang dimaksudnya adalah kejahatan kemanusiaan yang sangat keji
seperti perbudakan.

Tapi bisa saja maksud sebenarnya adalah kejahatan seperti korupsi berskala besar.

Jika kita menanggapi pernyataan tadi sebelum memastikan bahwa pemahaman kita sama,

diskusi sesudahnya akan penuh kesalahpahaman.

Yang kedua, apa konteks di balik informasi yang kita terima?

Jika definisi berhubungan dengan arti kata,

konteks berhubungan dengan latar belakang di balik sebuah informasi.

Mengetahui konteks membuat kita paham kenapa sebuah pernyataan bisa muncul.

Misalnya kita membaca kalimat,

“wajib militer harus diberlakukan bagi seluruh warga Indonesia yang sudah cukup
umur”.

Bukan hanya definisi kata-kata kunci seperti ‘wajib militer’ dan ‘cukup umur’ yang
perlu kita ketahui,

namun juga keadaan apa yang memicu munculnya kalimat itu.

Mungkinkah ada isu tentang meningkatnya jumlah konflik bersenjata di Asia,

sehingga si penulis kalimat cemas akan terjadi perang?

Atau mungkin menurutnya wajib militer bisa mengembalikan nasionalisme anak muda?

Kesimpulannya, kalimat yang sama dapat menimbulkan tanggapan berbeda jika latar
belakangnya juga berbeda.

Jadi, mengetahui konteks sebelum bersikap itu penting.

Nah, itu tadi dua hal yang sebaiknya kita pertanyakan terlebih dahulu,

sebelum kita mengambil sikap akan sebuah pernyataan.

Jika kita membiasakan diri untuk mempertanyakan definisi dan konteks,

ketergantungan kita kepada Sistem 1

pemikiran yang instan, dangkal, dan emosional akan semakin berkurang,

dan lambat laun Sistem 2 — pemikiran


yang mendalam dan sistematis — akan lebih sering kita gunakan.

Walaupun awalnya proses berpikir kita jadi terasa lambat,

namun jika dibiasakan, kecepatan Sistem 2 akan meningkat.

Terima kasih karena telah menyimak video kedua di seri Latih Logika.

Selanjutnya, kita akan mempelajari pengertian argumen dan penalaran.

Klik tombol “lanjut” di bawah video ini untuk langsung menonton video berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai