PSIKOLOGI INDUSTRI
Oleh :
Tim Dosen Mata kuliah Psikologi Industri
Program Studi Teknik Industri
Fakultas Teknik
Universitas Wijaya Putra
2009
KATA PENGANTAR
Buku ajar Psikologi Industri ini berisi teori, konsep psikologi dalam
industri serta persoalan aspek psikologi di bidang industri umumnya.
Program kuliah direncanakan menggunakan pendekatan student center
learning dimana mahasiswa harus aktif mencari bahan-bahan sendiri
melalui text book maupun melalui online reading yang direkomendasikan.
Mudah-mudahan buku ajar Psikologi Industri ini dapat membantu
menambah bahan belajar bagi mahasiswa teknik industri. Terima kasih
kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ajar
ini. Demi penyempurnaan buku ajar ini, kami mengharapkan kepada
semua pihak untuk dapat memberikan masukan dan saran.
Penyusun
Tim Dosen Mata kuliah Psikologi Industri
Psikologi Industri
BAB 1
PENGANTAR PSIKOLOGI INDUSTRI
Untuk menyikapi tuntutan dan permasalahan yang ada di dalam dunia industri dan
organisasi (perusahaan), saran-saran psikologis sangat dibutuhkan, guna
mendapatkan pemikiran yang semakin realistis dan maju. Karena psikologi di dalam
dunia industri dan organisasi mampu menangani masalah-masalah manusia dan
masalah antar manusia secara profesional.
Komponen:
Perusahaan Mesin-mesin Profuktivitas
Bahan-bahan mentah
Manusia
Saran-saran Psikologis:
Mendapatkan pemikiran yang semakin realistis
dan maju. Karena mampu menangani masalah-
masalah manusia dan masalah antar manusia
secara profesional.
Adapun ruang lingkup psikologi dalam industri dan organisasi meliputi, studi
mengenai tingkah laku tenaga kerja (sebagai komponen) dalam interaksinya dengan
organisasi perusahaan (sistemnya) di mana ia menjadi anggotanya. Manusia dipelajari
berperan sebagai calon tenaga kerja dan tenaga kerja. Psikologi dalam industri dan
organisasi juga mempelajari permaslahan tingkah laku sebagai komponen di luar
sistem organisasi permasalahan yang berinteraksi dengan sistem perusahaan
tersebut. Dalam hal ini manusia di pelajari tidak hanya berperan sebagai calon tenaga
kerja dan tenaga kerja, tetapi juga berperan sebagai konsumen.
4. Sejarah dan Latar Belakang Tingkah Laku Organisasi
Tingkah laku manusia pada dasarnya adalah cermin yang paling sederhana dari
motivasi sederhana mereka. Setiap manusia memiliki cita-cita tentang dirinya sendiri,
mau jadi apa dan di mana tempat dia hidup dan bekerja. Secara keseluruhan, tingkah
lakunya dituntun oleh keinginan untuk mewujudkan diri sendiri sesuai dengan apa
yang diharapkan. Dalam suatu organisasi (industri), misalnya perusahaan dapat
menjadi tekanan bagi seseorang bila keadaan menuntut darinya untuk bertindak
berlawanan dengan apa yang dianggapnya sebagai kepentingan sendiri.
Tingkah laku organisasi sampai pada abad ke-19 (Kartono, 2002) yang disebut
sebagai periode Palaeoteknik (palaio = tua, abad yang banyak menggunakan unsur
batubara, besi dan mesin uap; merupakan periode awal tumbuhnya industri dengan
metode kerja yang tua) sangat memprihatinkan. Manusia dianggap sebagai “gerigi”
bagi mesin industri, tidak ubahnya dengan sebuah “mur” dari mesin pabrik; atau
dianggap sebagai satu “nomor” dalam sistem perangkatan, dengan mendapatkan gaji
sangat minim. Berpuluh-puluh ribu wanita dan anak di bawah umur diperas tenaganya
untuk bekerja di pabrik-pabrik sebagai buruh tenaga murah dengan mendapatkan
perlakuan yang sangat kejam dan tidak manusiawi. Kaum lemah dieksploitir sampai
batas optimum tanpa rasa belas kasihan.
Kaum buruh dianggap sebagai social animal yang terpaksa dan dipaksa bekerja,
kalau dia tidak mau mati. Pada masa itu harga manusia lebih murah dari pada mesin-
mesin pabrik. Di sisi lain para buruh harus mampu menyesuaikan diri terhadap
tuntutan pabrik dan kondisi dari mesin-mesin kalau mereka ingin tetap bertahan hidup.
Fungsi buruh pada saat itu ialah memproduksi barang. Semakin banyak dia
menghasilkan produk kerja, semakin unggul atributnya. Sedangkan tujuan utama dari
pabrik dan perusahaan ialah memprodusir hasil yang sebanyak-banyaknya, dengan
mengeluarkan ongkos yang seminimal mungkin tanpa memperhatikan kondisi sosial
para buruh.
Pada tahun 1879, Wilhelm Wundt menciptakan suatu laboratorium khusus untuk
penelitian terhadap tingkah laku manusia. Kemudian penelitian-penelitian tentang
tingkah laku manusia, pada awal abad ke-20 berkembang kepada penelitian tentang
tingkah laku dalam organisasi. Salah satunya adalah Frederick Winslow Taylor.
Taylor adalah salah seorang sarjana teknik, pelopor gerakan scientific
management, mencari cara-cara yang paling efisien untuk melakukan pekerjaan, dan
menciptakan alat mekanik yang disesuaikan dengan struktur faal badan dan anggota
badan manusia. Sejak saat itu para sarjana teknik industri bersama-sama para sarjana
psikologi eksperimen menggarap objek penelitian yang baru, yaitu kesesuaian dan
penyesuaian dari lingkungan kerja fisik, peralatan kerja dan proses kerja dengan
keterbatasan kemampuan fisik dan psikis dari manusia sebagai tenaga kerja. Dengan
bekerja sama dengan para sarjana teknik, para sarjana psikologi memberi keterangan
tentang kapasitas dan keterbatasan manusia dalam menggunakan peralatan canggih.
Pada abad ke-20 kondisi sosial yang sangat buruk sudah banyak berubah.
Tingkah laku organisasi menjadi lebih baik. Di dalam perkembangan selanjutnya
psikologi (dalam Kartono, 2002) melakukan ekspansi dalam dunia industri diantaranya
ditujukan pada pemenuhan kebutuhan manusia dan pemberian kesejahteraan umum
yang lebih banyak. Kondisi ini memungkinkan para pekerja pabrik tidak lagi dianggap
sebagai “roda gigi” dalam sistem permesinan.
karena situasi kerja juga hampir sebesar kehidupan itu sendiri. Orang-orang
cenderung menghabiskan sedikitnya sepertiga waktunya dalam sehari untuk bekerja.
Hampir seluruh aktivitas hidup bergerak di dunia kerja, sama seperti apa yang
dilakukan oleh orang-orang di rumah atau sekolah.
Persoalan pokok dalam psikologi I/O menyertakan variasi tingkah laku yang
terjadi dalam setting kerja. Kita semua belajar tentang bagaimana komposisi kerja itu
sendiri, dan garis produksi sampai manajemen eksekutif. Kita mencari cara
bagaimana memperbaiki proses seleksi orang untuk jenis pekerjaan tertentu. Kita
dapat mendisain dan mengevaluasi program pelatihan, pengembangan karir, dan
konselling kerja. Kita juga menaruh perhatian terhadap motivasi kerja, hadiah bagi
kualitas kerja dan kepuasan kerja. Problem-problem kerja itu sendiri dapat berupa
penyalah gunaan alkohol, stress kerja, serta pelecahan seksual yang sangat
membutuhkan solusi dari psikologi I/O. Melalui penerapan psikologi I/O, Kita juga
berusaha untuk memahami dan memperbaiki kepemimpinan dan supervisi. Dan Kita
juga mengembangkan kondisi kerja yang mampu mengakomodasi pekerja-pekerja
individual.
Namun di dalam pembahasan modul-modul yang akan kita pelajari ruang
lingkup persoalan pokok psikologi I/O dalam setting kerja akan kita batasi terkait
dengan permasalahan: motivasi dan kepuasan kerja; stres dalam pekerjaan;
kepemimpinan; gaya, aktivitas dan keterampilan kepemimpinan; dinamika kelompok
dan tim; konflik dan keterampilan negosiasi; teknologi komunikasi dan proses
interpersonal; dan psikologi konsumen.
Keterampilan Negosiasi
Teknologi Komunikasi dan Proses Interpersonal (2)
Psikologi Konsumen (2)
REFERENSI
Anoraga, S & Suyati, S. 1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
As’ad, M. 1996. Psikologi Industri. Jakarta: Universitas Terbuka.
Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and Organizational
Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston.
Bimo, W. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi offset.
Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri.
Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
BAB 2
MOTIVASI KERJA
3. Pengertian Motivasi
Motivasi menurut Luthans (1992) berasal dari kata latin movere, artinya
“bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya
kekurang psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan
dengan maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses
motivasi ini dapat difahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan dan
insentif (tujuan).
Gambar-1 The Basic Motivation Process
psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya
motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan
prestasi kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja,
kemampuan dan peluang. Keterkaiatan antara motivasi dan prestasi kerja
dapat di rumuskan sebagai berikut:
Prestasi Kerja = f Motivasi Kerja x Kemampuan x Peluang
Bila motivasi kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun
kemampuannya ada dan baik, serta memiliki peluang.
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada
motivasi kerja yang proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan
kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya
atau akan berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang di
mana ia akan menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat
berprestasi yang tinggi. Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif,
cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya.
4. Teori-teori Motivasi
Teori motivasi bervariasi, yaitu menurut isi motivasi dan proses motivasi.
Teori yang berhubungan dengan pengidentifikasian isi motivasi berkaitan
dengan apa yang memotivasi tenaga kerja. Sedangkan teori proses lebih
berkaitan dengan bagaimana proses motivasi berlangsung. Sehingga dalam
modul 2 ini akan dibahas delapan teori motivasi, empat teori dari teori motivasi
isi, yaitu: teori tata tingkat-kebutuhan, teori eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori
dua faktor, teori motivasi berprestasi, dan empat teori motivasi proses, yaitu:
teori penguatan, teori tujuan, teori expectacy, dan teori equity. Kedelapan teori
ini akan memberikan kontribusi tentang motivasi kerja.
5. Teori Motivasi Isi
5.1 Teori Tata Tingkat-Kebutuhan
Setiap individu memiliki needs (kebutuhan, dorongan intrinsic dan
ekstrinsic factor), yang pemunculannya sangat terkait dengan dengan
kepentingan individu. Dengan kenyataan ini, kemudian Maslow membuat “need
6. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori ERG adalah siangkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth
needs, yang dikembangkan oleh Alderfer, yang merupakan suatu modifikasi
dan reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow.
Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:
a. Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan
substansi material, seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air,
perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan fisiological dan rasa aman dari Maslow.
b. Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk
memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Individu berkeinginan
untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap
penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang
bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja. Kebutuhan ini
mencakup kebutuhan sosial dan dan bagian eksternal dari esteem
(penghargaan) dari Maslow.
c. Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-
kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan
mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi, juga termasuk
bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri Maslow.
dissatisfiers ialah extrinsic factor, cob context dan dan hygiene factor .
Kunci untuk memahami teori motivator-hygien adalah memahami bahwa
lawan “kepuasan” bukan “ketidakpuasan”. Lawan kepuasan adalah “tidak ada
kepuasan”. Dan lawan ketidakpuasan adalah “tidak ada ketidakpuasan”.
P=MxA
P = performance, M = motivation dan A = ability. Konsep ini akhirnya
sangat populer sehingga rumusan kognitif sudah banyak sekali variasinya. Di
antara berbagai variasi terdapat beberapa model yang dapat Kita kaji
diantaranya:
P = f (M x K)
Perkalian di atas memiliki makna bahwa jika seseorang rendah pada
salah komponennya maka prestasi kerjanya pasti akan rendah. Dengan kata
lain apabila performance kerja (prestasi kerja) seseorang rendah, maka ini
dapat merupakan hasil dari motivasi yang rendah pula, atau kemampuannya
tidak baik, atau hasil kedua komponen (motivasi) dan (kemampuan) yang
rendah.
Untuk dapat mengetahui tinggi rendahnya suatu motivasi dari karyawan
Vroom (dalam Berry, 1998) menentukan perkalian ketiga komponen sebagai
berikut:
M = (V x I x E)
dari dia?
Jika sesorang karyawan memiliki harapan dapat berprestasi tinggi, dan
jika ia menduga bahwa dengan tercapainya prestasi yang tinggi ia akan
merasakan akibat-akibat yang ia harapkan, maka ia akan memiliki motivasi
yang tinggi untuk bekerja. Sebaliknya jika karyawan merasa yakin bahwa ia
tidak dapat mencapai prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan
perusahaan daripadanya maka ia akan kurang motivasinya untuk bekerja.
Lebih lanjut Berry (1998) menjelaskan bahwa karyawan akan memiliki
motivasi yang tinggi, apabila usaha mereka menghasilkan sesuatu melebihi
dari apa yang diharapkan. Sebaliknya, motivasi akan rendah, apabila usaha
yang dihasilkan kurang dari apa yang diharapkan.
13. Model Lawler dan Porter
Lawler dan Porter dalam menjelaskan motivasi berdasarkan ketiga
komponen sebagai berikut:
diterima berbeda.
Comparison persons bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama,
atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.
Individu atau karyawan akan merasa adil atau puas apabila A = B
seimbang. Sedangkan individu akan merasa tidak adil jika A > B, di mana salah
satu untung. Sebagai contoh, sekretaris seorang kepala bagian merasa bahwa
berdasarkan kesibukannya sehari-hari ia bekerja jauh lebih keras (sampai
harus lembur) daripada sekretaris dari kepala bagian lain, sehingga
mengharapkan hasil-keluaran (gaji) yang lebih besar dari rekannya. Ia akan
merasa tidak adil jika ternyata gaji yang ia terima sama besarnya dengan gaji
yang diterima oleh rekannya.
Menurut Howell & Dipboye (dalam Munandar, 2001) jika terjadi persepsi
tentang ketidakadilan, menurut teori keadilan orang akan dapat melakukan
tindakan-tindakan berikut:
a. Bertindak mengubah masukannya, menambah atau mengurangi
upayanya untuk bekerja
b. Bertindak untuk mengubah hasil-keluarannya, ditingkatkan atau
diturunkan
c. Menggeliat/merusak secara kognitif masukan dan hasil-keluarannya
sendiri, mengubah persepsinya tentang perbandingan masukan dan
hasil keluarannya sendiri
d. Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan dan/atau hasil
keluarannya
e. Secara fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan
f. Berhenti membandingkan masukan dan hasil keluaran dengan orang
lain dan mengganti dengan acuan lain atau mencari orang lain untuk
dibandingkan
REFERENSI
Anoraga, S & Suyati, S.1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
As’ad, M. 2004. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat
Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and
BAB 3
KEPUASAN KERJA
Level
Perceived job
Difficulty
Program Studi
Timespan Teknik Industri UWP
characteristics 24
Amount of
responsibility
Psikologi Industri
a=b satisfaction
a>b dissatisfaction
a<b guilt, inequity,
discomfort
Gambar-1, in facet theory, Satisfaction with an aspect of the job is determined by comparisons of what is
espected with who, is received on the job. Several variabels relating to the person and relevant others determine these
expectations and perceptions and perceptions. Satisfaction results when what an employee receives is the same as
what he or she expects. Dissatisfaction results when he or she gets less than expected.
exstrinsic
Perceived Role rewards
effortrewa Perceptions
Source: LW Porter and Lawler III, Managerial Attitudes and Performance (New York: McGraw-Hill/Irwin, 1968),
p.165 (dalam Kreitner & Kinicki, 2004)
kepuasan kerja merupakan hal yang sangat penting untuk dapat diperhatikan
manajer. Karena motivasi dan kepuasan kerja yang tidak diperhatikan dan
dipenuhi oleh manajer akan berdampak pada sikap-sikap dari karyawan.
Karyawan yang puas dan berkomitmen karena memiliki motivasi di dalam
bekerja, menginginkan melakukan hal-hal yang dapat membangkitkan sikap
kerja yang positif. Mereka tentunya akan menghindari ketidakhadiran,
perpindahan, stress dan sikap-sikap negatif lainnya, terutama di antara
karyawan yang produktif.
REFERENSI
As’ad, M. 2004 Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat
Berry, M.L.1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and
Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston.
Jewell, & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology.
Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern;
Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat
Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi.
Kreitner, & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Companies, Inc.
Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks
kelompok Gramedia.
BAB 4
STRES DALAM BEKERJA
3. Pengertian Stres
Hans Selye (dalam Berry, 1998) mendefinisikan stres sebagai tanggapan
atau reaksi fisiologis dan psikologis seseorang terhadap stressor. Selye
mengatakan bahwa stres adalah reaksi pertahanan secara umum yang
dilakukan tubuh terhadap stressor. Reaksi ini muncul akibat adanya
kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi baik yang berhubungan dengan
lingkungan atau tujuan-tujuan personal. Selye menyusun konsep tentang
proses stres secara fisiologis. Dasar-dasar fisiologis terjadinya stres adalah
adanya pergerakkan hormon tertentu dan mekanisme sistem syaraf. Akibatnya
stres dapat merubah susunan pokok yang dimiliki seseorang. Contohnya,
karyawan yang terserang hatinya karena stres maka dapat mengakibatkan
serangan jantung, dan jika perutnya yang sensitif, dapat mengakibatkan
penyakit maag.
Adapun yang dimaksud dengan stressor adalah kondisi yang mendahului
dan membawa. Beberapa situasi, peristiwa, atau objek yang menuntut badan
dan menyebabkan reaksi fisiologis adalah stressor. Stressors dapat fisik,
Gambar-1. Gambaran Reaksi Stres. Stres adalah keadaan fisiologis yang dihasilkan di dalam
tubuh seseorang karena adanya stimuli. Stres akan berdampak kepada kesehatan.
Gambar-2. Cara menganalisa proses stres. Cara ini meliputi penahan/penyangga dan penyaringan dari
peristiwa masa lalu. Garis menggambarkan seperangkat peristiwa yang dibebankan individu pada masa lalu. Garis
batas/pembatas, merupakan peristiwa stres yang hebat.
respon yang tidak sehat yang dibuat individu. Respon fisiologis, seperti
tekanan darah tinggi, atau karakteristik perilaku, seperti penggunaan drug,
adalah bukti ketegangan. Ketegangan terjadi karena hasil stress yang lama
dan reaksi dari stress langsung. Coping adalah pertahanan melawan stress.
Baik mekanisme coping fisiologis dan perilaku keduanya digunakan. Fisiologis
normal respon fight—or--- flight dapat menjadi rekasi yang tepat atau tidak
tepat, tergantung pada stressor. Contoh, seseorang tidak bisa selalu coping
dengan menyerang atau melarikan dari sesuatu yang mengancam. Di dalam
situasi social seperti kerja, respon ini seringkali tidak tepat, dan energi yang
tersedia harus selalu dapat dicegah. Jadi, rintangan dari respon fight-or-flight
dapat secara actual sebagai suatu usaha untuk coping (mengatasi) tekanan
social. Dukungan social, dukungan emosional datang dari interaksi social,
sebagai penahan stress dan ketegangan.
Personal Human
Facet Consequences
Facet
Adaptive
Proces Responses
Facet Facet
Organizational
Environmental Consequences
Facet Facet
Program Studi Teknik Industri UWP 37
Psikologi Industri
Gambar-3. Model bidang umum stres dari Beehr dan Newman. Lebih dari 150 variabel diidentifikasi berkaitan
dengan stres. Dalam model ini, variabel-variabel dikategorikan ke dalam beberapa bidang yang berbeda di dalam
menyusun proses stres
Time Time
Stress Long-term
Processes Adaptive
Responses
organ fisiologis.
Berdasarkan uraian di atas saya mengikuti pendapat dari Newman dan
diskusi mengenai stres dalam perspektif dan disainnya. Pertama, interaksi
individu-lingkungan menentukan apakah peristiwa yang penuh dengan tekanan
(stres) terjadi atau tidak. Lingkungan terdiri dari kondisi fisik dan sosial.
Variabel personal meliputi persepsi dan kognisi, belajar dari apa yang terjadi
melalui pengalaman dan kepribadian. Variabel ini juga memperhitungkan
beberapa perbedaan bagaimana individu memperhitungkan situasi yang
mengancam.
Gambar-4 berikut ini respon fisiologis berkaitan dengan situasi yang
penuh dengan tekanan dengan garis double untuk menekankan bahwa respon
berkaitan dengan peristiwa yang penuh dengan tekanan. Respon fisiologis
dapat mengarah ke dalam beberapa arah: coping, stres berhubungan dengan
sakit, dan gangguan perilaku. Tanpa usaha coping, sakit dan gangguan
perilaku dimungkinkan; meskipun mechanisms coping, sudah dilakukan.
Perception
Persinality
Past Experince Behavior
Disturbance
Person
Environment
No Stressful Copping
Event
Physical
Conditions
Social Conditions
Gambar-5 di atas, mengenai perspektif umum mengenai stres. Interaksi individu-lingkungan menentukan
apakah peristiwa yang penuh dengan tekanan terjadi atau tidak. Respon fisiologis berkaitan dengan peristiwa yang
penuh dengan tekanan dengan doble line untuk menekankan hubungan antara konsep ini. Peristiwa yang penuh
dengan tekanan/proses respon dapat menghasilkan coping, sakit dan /atau gangguan perilaku.
Tekanan stres
Temperatur/suhu yang sangat tinggi atau sangat rendah berpotensi menjadi
penyebab stres kerja. Temperatur atau suhu yang panas lebih berpotensial
daripada temperatur yang dingin. Karena temperatur yang rendah bisa
diatasi dengan memakai pakaian, lebih sulit melindungi tubuh dari
temperatur/suhu yang sangat tinggi. Pekerjaan tertentu yang dilakukan
dilingkungan yang bersuhu panas, seperti karyawan yang bekerja di pabrik
industri dengan suara-suara peralatan, atau perataran yang panas
menyebabkan tingginya temperatur ruangan selama pekerjaan
berlangsung. Tekanan stres juga dapat terjadi ketika para pekerja memakai
pakaian pelindung untuk melindungi diri mereka dari bahan-bahan kimia.
gerak sangat terbatas untuk ukuran tubuh, sedangkan ruangan kerja penuh
dengan peralatan dan kotak-kotak barang.
Job Stressor
Job stressor adalah stres yang ditimbulkan oleh pekerjaan itu sendiri,
seperti tuntutan peran dan beratnya beban kerja.
No Stressful Physical
Program Studi Teknik Industri
Event UWP Lilness 42
Environment
Physical Conditions
Noise Coping
Psikologi Industri
Gambar-6. Stressors lingkungan dapat mempengaruhi karyawan. Stressors ini dapat fisik, temporal
sosiopsikologis, dan/atau berkaitan dengan kondisi kerja
Job burnout.
Person
Personality characteristics
Type A or type B behavior pattern
Cognitive/perceptual style
Social power and influence Behavior
Gender, race, and culture Disturbance
Gambar-7. Tipe hasil stres. Catatan gangguan perilaku dan sakit karyawan yang dapat berkembang ketika
mereka berusaha untuk tetap bertahan dengan kondisi yang penuh dengan tekanan.
mengatasi stress.
Strategi individu untuk coping meliputi modifikasi perilaku dan kognitif
untuk membantu individu belajar cara baru di dalam memahami kondisi yang
ada. Individu yang efektif di dalam coping stress seringkali mengatakan bahwa
mereka melakukan dengan mencoba mendapatkan perspektif yang baru di
dalam situasi. Strategi coping juga meliputi aktivitas yang di disain untuk
mengontrol reaksi fisiologis dan emosional. Relaxation, meditation,
biofeedback, dan latihan fisik. Strategi coping lainnya meliputi interaksi social --
-membantu mendapatkan dukungan emosional dari orang lain. Beberapa
aktivitas ini dapat digunakan di dalam kerja. Banyak intervensi stress kerja
ditujukan untuk membantu karyawan di dalam mengembangkan kapasitas diri
mereka di dalam melawan stress.
No
Stressful
Person Event
Behavior disturbance
Drug and alcohol use
Physical lilness Depression and other
Psychosomatic ernotional disturbence
dissorders Work performance
Infectious problems
disease
BAB 5
KEPEMIMPINAN
yang dibangun biasanya adalah disposisi pada orang yang bersangkutan. Teori
atribusi adalah usaha untuk meneruskan bagaimana suatu sebab menimbulkan
perilaku tertentu.
Dengan demikian kepemimpinan semata-mata suatu atribusi yang dibuat
orang mengenai individu-individu lain. Teori ini mencoba melihat dari hubungan
sebab akibat. Bila ada suatu kejadian mencoba menghubungkannya dengan
sesuatu.
Apabila dikaitkan dengan kepemimpinan, kepemimpinan adalah sekedar
suatu atribusi yang dibuat orang mengenai individu yang lain. Andaikata
sebuah organisasi mempunyai kinerja yang sangat positip atau negatip orang
cenderung memberikan penilaian terhadap kinerja tersebut lepas dari situasi
kondisi yang dihadapi.
mencapai tingkat kinerja karyawan yang tinggi. Melainkan ketika tugas dari
pengikut memiliki suatu komponen ideologis atau bila lingkungan melibatkan
satu tingkat stres dan ketidakpastian yang tinggi. Sebagai contoh, ia selalu
tampil lebih besar dalam politik, agama, ketika perang atau perusahaan bisnis
memperkenalkan suatu produk yang benar-benar baru atau menghadapi suatu
krisis yang mengancam kehidupannya.
7. Kepemimpinan Transaksional
Pemimpin berinteraksi dengan bawahan melalui proses transaksi. Teori
yang telah diuraikan sebelumnya seperti studi Ohio, model Fiedler merupakan
model pemimpin transaksional. Pemimpin jenis ini memandu atau memotivasi
pengikut mereka ke arah tujuan-tujuan yang ditetapkan dengan memperjelas
peran dan tugas.
8. Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memberikan
pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan, dan yang
memiliki kharisma.
Pengaruh pemimpin dapat merubah perilaku bawahannya, menjadi orang
yang merasa mampu dan berupaya mencapai prestasi tinggi
Kepemimpinan transformasional dapat mengilhami pengikut untuk lebih
mementingkan kepentingan-diri mereka sendiri demi kebaikan organisasi, dan
yang dapat memberikan efek sangat baik dan luar biasa pada diri pengikutnya.
Mereka mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan
dari pengikut individual; mereka mengubah kesadaran para pengikut akan
persoalan-persoalan dengan cara-cara baru; dan mereka mampu
menggairahkan, membangkitkan dan mengilhami para pengikut untuk
mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai tujuan kelompok.
Teori kepemimpinan transaksional dan transformasional tidak dapat
dipandang sebagai pendekatan yang berlawanan dengan penyelesaian
pekerjaan. Kepemimpinan transformasional di bangun di atas puncak
REFERENSI
Berry, M.L. 1998. Psychology at Work: an Introduction to Industri and
Organizational Psychology. McGraw-Hill Book Co. Boston.
Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology.
Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern;
Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat
Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi.
Kreitner, & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Companies, Inc.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Rasimin. B.S. 2004. Teori Kepemimpinan. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok
Gramedia.
BAB 6
GAYA, AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN KEPEMIMPINAN
2. Gaya Kepemimpinan
2.1 Gaya Kepemimpinan Karismatik (Charismatic Leadership Styles)
Gaya kepemimpinan karismatik menurut Luthans (1992) terdiri atas tiga
tipe perilaku, yang secara singkat hubungan pimipinan dan bawahan diuraikan
pada tabel berikut ini:
Gaya
Kepemimpina Pemaknaan Contoh
n Karismatik
Envisioning Membangun gambaran ke 3. Mengartikulasikan
depan---atau keinginan ke visi.
depan ---di mana karyawan 4. Mensetting
dapat mengidentifikasi dan (menetapkan)
merasakan kebahagiaan. harapan yang
besar
Energizing Secara langsung 5. Menunjukkan
membangkitkan energi, kegembiraan
memotivasi perilaku karyawan personal dan
dalam organisasi kepercayaan.
6. Mencari,
menemukan dan
mendapatkan
kesuksesan.
Enabling Secara psikologis membantu 7. Memberikan
Sedangkan Robbins (2003) merinci menjadi empat proses cara atau gaya
kepemimpinan karismatik di dalam mempengaruhi bawahannya. Pertama,
proses itu dimulai saat pemimpin mengutarakan dengan jelas suatu visi yang
menarik. Visi ini memberikan suatu kesinambungan bagi para pengikut dengan
menautkan masa kini dengan masa depan yang lebih bak bagi organisasi itu.
Kedua, kemudian pemimpin mengkomunikasikan harapan dan kinerja yang
tinggi dan mengungkapkan keyakinan bahwa para pengikutnya dapat
mencapai pengharapan itu. Hal ini akan dapat meningkatkan harga diri dan
kepercayaan diri para pengikut. Ketiga, kemudian pemimpin menghantarkan,
lewat kata dan tindakan, suatu perangkat baru dari nilai-nilai dan dengan
perilakunya menunjukkan suatu contoh untuk ditiru para pengikutnya. Dan
keempat, pemimpin karismatik melakukan pengorbanan diri dan terlibat dalam
perilaku yang tidak konvensional untuk memperlihatkan keberanian dan
keyakinan mengenai visi itu.
Woycke & Fodor dalam Burn, 2004). Kepemimpinan transaksional tidak secara
khusus inspirasional meskipun terfokus pada melakukan pekerjaan
Adapun gaya kepemimpinan transaksional meliputi empat perilaku
sebagai berikut:
a. Contingent reward
Untuk mempengaruhi perilaku, pemimpin menjelaskan pekerjaan yang
perlu dijelaskan. Pemimpin menggunakan penghargaan atau intensif untuk
mencapai hasil yang diharapkan.
b. Passive management by exception
Untuk mempengaruhi perilaku, pemimpin menggunakan koreksi atau
hukuman sebagai tanggapan bahwa pekerjaan dan penyimpangan tidak dapat
diterima jika tidak sesuai dengan standar yang ditentukan.
c. Active management by exception
Untuk mempengaruhi perilaku, pemimpin secara aktif memantau
pekerjaan yang dilakukan dan menggunakan metode memperbaiki atau
mengoreksi untuk memastikan bahwa pekerjaan sesuai dengan standar.
d. Laissez faire leadership
Pemimpin tidak tertarik dan “lepas tangan” terhadap para pekerja dan
pekerjaannya. Pemimpin mengabaikan kebutuhan orang lain, tidak
menanggapi persoalan dan memantau pelaksanaan pekerjaan.
Gaya kepemimpinan transaksional ini mempengaruhi orang lain dengan
menukar pekerjaannya dengan gaji tetapi tidak membangun arti dari kerja dan
menghambat kreativitas. Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan antara gaya kepemimpinan transaksional dengan komitmen
kerja karyawan. Artinya bahwa praktik gaya kepemimpinan transaksional
hanya menjadi dasar bagi tumbuhnya komitmen bawahan, tetapi tidak mampu
meningkatkan komitmen bawahan
b. Inspirasional
Motivasi inspirasional didefinisikan sebagai sejauhmana seorang
pemimpin mengkomunikasikan sebuah visi yang menarik, menggunakan
simbol-simbol yang memfokuskan pada usaha-usaha bawahan dan
memadukan perilaku-perilaku yang sesuai. Pemimpin yang inspirasional
menurut Bass didefinisikan sebagai sejauhmana seorang pemimpin
mampu mengkomunikasikan suatu visi yang menarik dan berwawasan ke
depan. Pemimpin transformasional memotivasi dan menginspirasi
karyawan dengan jalan mengkomunikasikan harapan dan tantangan kerja
secara jelas serta mengekspresikan tujuan-tujuan penting. Pemimpin juga
membangkitkan semangat kerjasama tim atau kelompok, antusiasime dan
optimisme pada karyawan.
c. Perhatian individual
Pemimpin transformasional memberikan perhatian pada kebutuhan setiap
individu untuk berprestasi dan berkembang dengan jalan bertindak selaku
pelatih atau penasehat. Pemimpin menghargai dan menerima perbedaan
individual dalam hal kebutuhan dan minat. Ia selalu berusaha berinteraksi
dan berkomunikasi secara individual dengan karyawan. Menurut Yukl
(dalam Yudhawati, 2005) perhatian yang diindividualisasikan termasuk
memberi dukungan, membesarkan hati dan memberi pengalaman-
pengalaman tentang pengembangan kepada pengikut. Berbagai tugas
didelegasikan sebagai cara mengembangkan kemampuan karyawan.
Tugas yang didelegasikan akan dipantau untuk memastikan apakah
karyawan membutuhkan arahan atau dukungan untuk menilai kinerja
yang dicapainya.
d. Stimulasi intelektual
Ini merupakan kemampuan pemimpin untuk menstimulasi pemikiran atau
ide-ide dari bawahannya. Pemimpin meningkatkan kesadaran para
pengikut terhadap masalah-masalah dan mempengaruhi para pengikut
untuk memandang masalah-masalah dari sebuah perspektif yang baru.
Menurut Bass melalui stimulasi intelektual, pemimpin berupaya
menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangannya inovasi dan
Aktivitas Managerial dan Deskripsi Perilaku Berdasarkan Pengamatan Lepas dari Realitas Manager
1. Planning/Conditioning 7. Monitoring/Controlling Performance
a. Penetapan tujuan dan sasaran a. Inspeksi kerja
b. Membagi tugas-tugas yang dibutuhkan untuk b. Keliling dan mengecek
menyelesaikan tujuan c. Monitoring data kinerja (contoh, prin komputer,
Sumber; diadaptasi Fred Luthans dan Diane Lee Lockwood, “Toward on Observation System for Measuring Leader
Behavior in Natural Setting,” dalam J.G.Hunt, D.Hosking, C.Schriesmein, dan R.Stewart (eds), Leaders and Managers, Pergamon
Press, New York, 1984
7. Keterampilan Pemimpin
Pemimpin, di dalam menghadapi dan menangani organisasi yang
semakin kompetitif, maka ia harus:
Mengatur dan melatih karyawan untuk menjadi top-prioritas. Sebagai
contoh, Jepang menempatkan pelatihan sebagai prioritas tinggi dengan alasan
untuk kesuksesan yang besar. Begitu pula dengan negara Amerika
mementingkan pelatihan. Pelatihan berguna untuk dapat meningkatkan diri
mereka sendiri dan menjadikan perusahan lebih kompetitif.
Merancang ulang kerja adalah cara lain teknik kepemimpinan penting
untuk dapat diimplementasikan. Pendekatan ini berusaha mengatur kerja
yang kompleks, dari meningkatnya kerja dengan membangun tanggung jawab
yang lebih, yang baru-baru ini terpusat pada identifikasi karakteristik, variasi,
signifikansi otonomi dan mengidentifikasikan feedback. Yang terpenting adalah
ketika karyawan menerima karakteristik dari pekerjaan mereka, mereka
memiliki kualitas kerja yang tinggi. Pemimpin harus memberikan perhatian
khusus terhadap otonomi dan karakteristik feedback dari kerja mereka.
Otonomi meliputi memberikan wewenang kepada bawahan untuk membuat
keputusan dan memecahkan masalah. Memberikan perhatian selama bekerja
dapat berupa feedback pada beberapa pekerjaan, tetapi pemimpin juga harus
memberikan feedback langsung untuk karyawan.
Pendekatan perilaku pemimpin kepada bawahan. Pendekatan perilaku ini
dapat berupa memberikan penghargaan atau imbalan nonfinansial.
Praktek Meningkatkan Kepemimpinan
1. Share dengan para pengikut akan pencapaian suatu tujuan
2. Komunikasi harapan prestasi kerja yang tinggi dan membangun
kepercayaan diri kepada pengikut untuk mempertemukan harapan,
mengatakan sebagai contoh, “saya memiliki kepercayaan diri setiap hari
yang jika kamu menggunakan kreatifitas dan keterampilan kamu kamu
akan sukses dalam tantangan tugas.”
3. Bekerja untuk memiliki suatu kapasitas, memiliki suara yang menarik
hati
REFERENSI
Anoraga, S & Suyati, S. 1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
Burn, S.M. 2004. Groups Theory and Practice Shawn. Thompson Wadsworth:
Australia, Canada, Mexico, Singapore, Span, United Kingdom, United
States.
Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri.
Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Kartono, K. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan; Apakah Kepemimpinan
Abnormal Itu?. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology.
Dialih Bahasakan oleh Danuyasa. Psikologi Industri/Organisasi Modern;
Psikologi Terapan untuk Mememecahkan Berbagai masalah di tempat
Kerja, Perusahaan, Industri, dan Organisasi.
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks kelompok
Gramedia.
BAB 7
DINAMIKA KELOMPOK DAN TIM KERJA
3. Jenis-jenis Kelompok
Kelompok menurut Kartono (2005) adalah kumpulan yang terdiri dari dua
atau lebih individu, dan kehadiran masing-masing individu mempunyai arti
serta nilai bagi orang lain, dan ada dalam situasi saling mempengaruhi. Pada
setiap anggota kelompok tersebut selalu kita dapati aksi-aksi dan rekasi yang
timbal balik. Jadi ada dinamika kelompok.
Kelompok secara struktural menurut Munandar (2001) dapat dibedakan
ke dalam dua jenis, yaitu kelompok formal dan kelompok informal. Kelompok
formal adalah kelompok yang dibentuk oleh manajer untuk membantu
organisasi di dalam mencapai tujuan. Sedangkan kelompok informal
didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terbentuk berdasarkan tujuan
persahabatan. Kelompok formal dan kelompok informal memiliki subklasifikasi.
Kelompok formal terdiri atas kelompok komando dan kelompok tugas.
Kelompok komando ditentukan oleh bagan organisasinya, terdiri dari atasan
dan bawahan. Dan kelompok tugas adalah kelompok yang terdiri dari para
karyawan yang bekerja bersama untuk dapat menyelesaikan tugas tertentu.
Sedangkan kelompok informal terdiri atas kelompok kepentingan dan
persahabatan. Kelompok kepentingan adalah individu-individu bersatu karena
Komando
Formal
Tugas
Kelompok
Kepentingan
Informal
Persahabatan
peluang yang jauh lebih besar untuk menjadi efektif jika tim diasuh dan
difasilitasi oleh organisasi. Tujuan tim harus sesuai dengan strategi organisasi.
Demikian juga, partisipasi dan otonomi tim membutuhkan budaya
organisasional yang menghargai proses-proses tersebut. Anggota tim juga
membutuhkan peralatan teknologi dan pelatihan. Kerja tim perlu diperkuat
dengan sistem pemberian penghargaan organisasional. Tidak demikian halnya
jka pemberdayaan dan bonus dikaitkan semata-mata dengan output individual.
Sedangkan berkaitan dengan proses-proses internal dari tim kerja,
terdapat lima faktor penting yang merupakan karakteristik tim efektif yang
diperluas yang dapat bermanfaat dalam mengevaluasi tim tugas di dalam
pekerjaan.
Konteks Organisasi
-Strategi -Budaya Kriteria Efektivitas Tim:
-Struktur -Sistem penghargaan 1. Kinerja:
-Teknologi -Dukungan Hasil tim memenuhi harapan pengguna
Administrasi/ pelatihan
2. Kelangsungan hidup
-Anggota puas dengan pengalaman kelompok
Tim Kerja
-Anggota berkeinginaan untuk meneruskan
Komposisi anggota
Dinamika antar pribadi kontribusi pada upaya tim
Tujuan
Sumber daya
Koordinasi dengan unit
kerja lain
REFERENSI
Faturochman. 1997. Diktat Psikologi Sosial. Vol 1. Tidak Diterbitkan.
Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri.
BAB 8
KONFLIK (bagian 1)
3. Konflik Intraindividu
Konflik (dalam Multahada, 2002) dapat terjadi karena adanya dua motif
atau lebih yang muncul pada saat bersamaan yang sama-sama ingin
dipuaskan tetapi individu tidak mampu melakukannya, sehingga ia harus
memilih motif mana yang harus dipuaskan terlebih dahulu dan motif mana yang
harus ditunda. Konflik intraindividu adalah konflik yang terjadi di dalam diri
individu diantaranya adalah:
4. Frustasi
Frustasi adalah keadaan emosional yang timbul manakala terdapat
kebutuhan yang terhalangi sebelum seseorang mencapai tujuan yang
diinginkan. Halangan atau rintangan yang menyebabkan frustasi karena faktor:
(1) pribadi, yaitu berasal dari keterbatasan individu sendiri, seperti cacat tubuh,
ketidakmampuan tertentu yang dapat menghambat usaha individu untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. (2) lingkungan, yaitu berasal dari luar
individu. Ini bisa terjadi pada lingkungan fisik dan sosial. Dan (3) konflik, yaitu
terjadi jika seseorang harus memilih diantara dua atau beberapa tujuan,
kehendak, motif dan tindakan.
5. Konflik Tujuan
Konflik tujuan dapat terjadi ketika individu dihadapkan dengan suatu
kompetisi baik positif dan negatif atau dua atau bahkan lebih untuk mencapai
suatu tujuan. Konflik tujuan adalah konflik yang umum terjadi.
Secara umum, konflik tujuan terdiri atas: approach-approach conflict,
approach-avoidance conflict dan avoidance-avoidance conflict
6. Approach-approach Conflict
Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua motif atau lebih yang
kesemuanya memiliki nilai positif dan individu harus memilih diantara motif-
motif tersebut.
Approach-approach conflict dapat dianalisa dengan teori disonansi
kognitif. Disonansi merupakan keadaan psikologis yang tidak aman karena
ketidakseimbangan kesadaran atau pengertian yang terjadi karena individu
menghadapi dua atau lebih alternatif keputusan. Menurut teori ini, disonansi
yang terjadi secara aktif dapat diatasi individu melalui motivasi yang tinggi
dengan menghindari situasi dan informasi yang dimungkinkan dapat
meningkatnya konflik.
7. Avoidance-avoidance Conflict
Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua atau lebih motif yang
kesemuanya mempunyai nilai negatif.
Avoidance-avoidance conflict biasanya mudah untuk diatasi. Individu
dihadapkan dengan dua tujuan negatif, di mana ia harus memilih atau dengan
mudah ia meninggalkannya. Jika hal ini dapat dilakukan maka konflik dengan
cepat dapat teratasi.
8. Approach-avoidance Conflict
Konflik ini timbul apabila individu mengahadapi obyek yang mengandung
nilai positif sekaligus negatif.
umum membangun tiga keadaan ego. Di mana satu keadaan ego mungkin
dapat mendominasi keadaan ego yang lain. Transaksi antara keadaan ego dari
TA dikasifikasikan sebagai berikut:
a. Complementary transactions. Terdapat tiga gambar yang memungkinkan
terjadi transaksi yang saling melengkapi. Sebagaimana ditunjukkan
bahwa kesesuaian transaksi dapat terjadi jika pesan dikirim atau
perilaku dibangun oleh keadaan ego individu diterima tepat dan
diharapkan direspon dari keadaan ego individu lainnya. sebagai contoh
terdapat dua orang berinteraksi, yaitu bos (atasan) dan bawahan.
Gambar-1 menunjukkan interaksi antara atasan dalam keadaan
orangtua dan bawahan dalam keadaan anak kecil. Gambar-2
menunjukkan interaksi antara atasan dan bawahan dalam cara orang
dewasa. Sedangkan gambar-3, bawahan dalam keadaan orangtua, dan
bos dalam keadaan anak kecil. Meskipun jarang terjadi dibandingkan
dengan dua kasus di atas.
1 2
Open Self Hidden Self
3 4
Blind Self Undiscovered
Self
Open self. Interaksi dalam bentuk ini adalah individu mengetahui tentang
dirinya dan orang lain. Secara umum terbuka dan terdapat kecocokan. Pada
tipe ini kecendrungan untuk berkonflik interpersonal sangat kecil dalam situasi
ini.
Hidden self. Dalam situasi ini individu memahami dirinya tetapi dia tidak
memahami orang lain. Hasilnya bahwa individu tertutup terhadap orang lain
karena takut akan adanya reaksi dari orang lain. Individu dapat menjaga
perasaannya atau sikap rahasia dan tidak akan terbuka terhadap orang lain.
Terdapat potensi konflik interpersonal dalam situasi ini.
Blind self. Dalam situasi ini individu mengetahui tentang orang lain tetapi tidak
mengetahui dirinya. Individu dimungkinkan secara tidak sengaja menganggu
orang lain. Sebagaimana hidden self, terdapat potensi konflik interpersonal
REFERENSI
Kertonegoro, S. 1995. Perilaku Organisasional. Jakarta: Yayasan Tenaga kerja
Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Companies, Inc.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Multahada, E. 2002. Diktat Psikologi Industri dan Organisasi. Tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
BAB 9
KONFLIK (Bagian 2)
b. Pandangan Interaksionis
Konflik dalam pandangan interaksionis diyakini bukan hanya sebagai
sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok melainkan juga mutlak perlu
untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja efektif.
Padangan interaksionis melihat prestasi optimal memerlukan konflik
tingkat moderat. Kaum interaksionis mendorong konflik atas dasar bahwa
kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung apatis, dan
tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Apabila hal itu
ekstrim sifatnya, dapat menyebabkan kematian dan kebangkrutan organisasi.
Oleh karena itu sumbangan utama dari pendekatan interaksionis mendorong
pemimpin kelompok untuk mempertahankan suatu tingkat minimum
berkelanjutan dari konflik---cukup untuk membuat kelompok itu hidup, kritis diri
dan kreatif. Karena konflik bisa memperkokoh fundamen organisasi, dan dapat
melancarkan fungsi organisasi (badan, lembaga, jawatan) berkat adanya
introspeksi, refleksi, wawasan kembali, revisi dan reorganisasi. Jadi konflik
merupakan wujud yang positif, konstruktif, dan fungsional sifatnya.
Pada masa sekarang orang meyakini adanya relasi antara konflik yang
konstruktif dengan suksesnya organisasi. Tanpa konflik, tidak akan banyak kita
dapati tantangan, dan tidak terdapat kemajuan. Juga tidak ada dorongan untuk
mawas kembali, tidak ada koreksi;selanjutnya organisasi akan mengalami
stagnasi total. Selalu bersikap setuju dan “menuhunkan” semua keputusan
walaupun salah dan tidak cocok, tanpa mengadakan oposisi dan koreksi,
semuanya itu akan menampilkan indikasi adanya otokrasi, kemacetan,
uniformitas, kebekuan mental, indolensi psikis (kemalasan psikis) dan
apatisme.
Sebaliknya konflik pada batas-batas yang wajar mencerminkan adanya
demokrasi, kebinekaan, perbedaan, keragaman, perkembangan, pertumbuhan,
progres, aktualisasi diri dan transendensi-diri. Karena itu konflik menjadi hal
yang sangat essensial bagi pertumbuhan dan suksesnya lembaga serta
organisasi.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, organisasi pasti
mengalami banyak perubahan. Maka tanggung jawab pemimpin yang paling
utama adalah memandu secara bijaksana dan efisien unit-unit organisasi di
tengah badai-badai perubahan sebagai akibat dari mekanisasi, industrialisasi
- Konsensus
- Konfrontasi
- Menggunakan tujuan yang lebih penting atau lebih tinggi.
REFERENSI
Kartono, K. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan; Apakah Kepemimpinan
Abnormal itu?. Jakarta: Rajawali Pers.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Rasimin, B.S. 2002. Konflik Organisasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Robbins, S.P. 2003. Organizational Behavior. Jakarta: PT Indeks Kelompok
Gramedia.
BAB 10
KETERAMPILAN NEGOSIASI
3. Pengertian Negosiasi
Negosiasi adalah sebuah proses yang terjadi antara dua pihak atau lebih,
yang pada awalnya memiliki pemikiran berbeda hingga akhirnya mencapai
kesepakatan. Idealnya, negosiasi akan menghasilkan kesepakatan yang
bijaksana dan akan meningkatkan relationship di antara kedua belah pihak.
2. Mengidentifikasikan pilihan-pilihan
Berfikir
kombinasi yang dapat berjalan
dalam kerangka
multikesepakatan
4. Menyeleksi kesepakatan
Menganalisis paket-paket kesepakatan Mendiskusikan dan memilih paket
kreatif
5. Menyempurnakan kesepakatan
Mendiskusikan masalah yang tidak
5. Perilaku Negosiasi
Menurut Jackman (2005) memilih perilaku yang tepat pada saat
bernegosiasi bisa menjadi faktor penentu keberhasilan atau kegagalan. Ketika
6. Trend
Berbagai ulasan baik riset experimen atau teoritis lebih banyak
mengarahkan ke negosiasi menang-menang (win-win). Tracy dan Peterson
(dalam Meiyanto & Soedarjo, 1999) dan Jackman (2005) menemukan bahwa
pendekatan atau taktik negosiasi integratif (win-win) menunjukkan hasil yang
lebih berguna dibandingkan dengan negosiasi distributif (win-lose). Negosiasi
Integratif direkomendasikan karena memiliki potensi untuk memperluas
alternatif dan meningkatkan hasil kedua belah pihak. Ditemukan pula bahwa
dalam negosiasi integratif ditunjukkan betapa pentingnya hubungan saling
percaya dan saling menghormati yang dibangun atas dasar kemurnian,
3. Pengertian Komunikasi
Komunikasi menurut Robbins (2003) adalah perpindahan dan
pemahaman makna. Hanya lewat perpindahan makna dari satu orang ke orang
lain informasi dan gagasan dapat dihantarkan. Namun komunikasi lebih dari
sekedar menanamkan makna. Komunikasi harus juga difahami.
Adapun komunikasi dalam pengertian model komunikasi perceptual
menyatakan bahwa komunikasi adalah proses di mana penerima menciptakan
makna sendiri dalam benak mereka.
Sender Receiver
Noise
Keterangan:
- Pengirim; Pengirim adalah individu, kelompok atau organisasi yang ingin
atau berusaha untuk berkomunikasi dengan penerima tertentu.
- Pengkodean; Komunikasi dimulai saat pengirim mengkodekan suatu
4. Teknologi Komunikasi
Teknologi komunikasi perusahaan adalah perangkat teknologi (hardware
maupun software) yang dipergunakan untuk proses komunikasi dan koordinasi
di dalam perusahaan.
Penggunaan teknologi komunikasi diperkantoran semakin dibutuhkan
mengingat bahwa setiap kantor senantiasa ingin mencapai peningkatan kinerja
dan produktivitas. Pekerjaan perkantoran yang semula dikerjakan secara
manual, sebagian besar sudah digantikan dengan melibatkan mesin-mesin
kantor berbasis komputer. Perkembangan media komunikasi telah mengubah
cara pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian pesan-pesan komunikasi.
Di sisi lain teknologi komunikasi juga dapat memperluas jangkauan komunikasi
antar manusia. Perkembangan media komunikasi telah banyak mengubah
aspek kehidupan manusia dan hubungan komunikasi antar manusia hampir
tidak terbatas.
Apabila dilihat dari kemampuan teknis, teknologi komunikasi dapat
dikelompokkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
mana kekayaan informasi ditentukan oleh empat faktor: (1) umpan balik
(berkisar dari yang langsung hingga yang lambat), (2) saluran (berkisar mulai
dari gabungan visual dan audio hingga yang visual yang terbatas), (3) tipe
komunikasi (personal vs impersonal), dan (4) sumber bahasa (verbal dan
nonverbal).
Tatap muka langsung adalah bentuk komunikasi yang paling kaya
informasi karena memberikan umpan balik yang digunakan untuk
pemerikasaan menyeluruh. Lebih jauh lagi, bentuk ini membiarkan
pengamatan tipikal atas bahasa isyarat, seperti bahasa tubuh dan keras lemah
suara, melalui lebih dari satu saluran. Teknologi komunikasi seperti telepon,
meskipun termasuk kaya informasi, tetapi tidaklah seinformatif media tatap
muka langsung. Media numerik yang formal seperti cetakan kuantitatif
komputer atau gambar video memiliki kekayaan informasi yang rendah. Umpan
balik sendiri sangat lambat, salurannya hanya melibatkan informasi visual yang
terbatas, sementara informasi numerik bersifat impersonal.
Lebih lanjut Robbins (2003) menjelaskan bahwa teknologi komunikasi
telah banyak merevolusikan baik kemampuan mencapai orang lain maupun
kemampuan untuk mencapai mereka dalam sekejap. Namun akses dan
kecepatan ini menuntut biaya. Surat elektronik, misalnya, tidak memberikan
komponen komunikasi non verbal yang diberikan oleh pertemuan tatap-muka.
Juga e-mail tidak menghantar emosi dan nuansa yang muncul lewat intonasi
verbal dalam pembicaraan telepon. Begitu juga dengan konferensi video dan
rapat elektronik meskipun memuaskan dalam mendukung tugas tetapi tidak
menangani kebutuhan akan afiliasi.
dari pesan verbal, 38% dari nada suara, 55% dari ekspresi wajah, gerakan
tubuh dan kepala atau sikap. Dari hasil penelitian ini jelas bahwa komunikasi
nonverbal sangat membantu dalam menginterpretasikan arti pesan verbal
(Muhammad, A, 2005; Wainwright, G.R, 2006).
Penampilan Personal:
Penampilan personal adalah salah satu hal pertama yang diperhatikan
selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai
4 menit pertama. Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan
kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama budaya dan konsep diri.
Sentuhan:
Sentuhan adalah kekuatan lain dalam isyarat nonverbal. Kasih sayang,
dukungan emosional dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.
Ekspresi Wajah:
Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting di dalam
menentukan pendapat interpersonal. Senyum, misalnya biasanya mewakili
kehangatan, kegembiraan, atau persahabatan. Sebaliknya muka yang masam
menyampaikan ketidakpuasan atau kemarahan.
Kontak Mata:
Kontak mata adalah isyarat nonverbal yang kuat dan dapat
menyampaikan empat fungsi komunikasi, yaitu: (1) mengatur alur komunikasi
dengan memberi tanda-tanda atas awal dan akhir percakapan. Ada
kecendrungan untuk menghindari menatap seseorang ketika mulai berbicara
dan menatap mereka ketika selesai. (2) tatapan (bukan melotot) memberikan
dan memonitor respons karena menggambarkan ketertarikan dan perhatian.
(3) menyampaikan emosi. Orang-orang cenderung untuk menghindari kontak
mata pada saat sedang membicarakan berita yang buruk atau memberikan
respon negatif. (4) tatapan berkaitan dengan tipe hubungan di antara
komunikator.
Para ahli komunikasi (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) menawarkan
langkah-langkah untuk memperbaiki kemampuan komunikasi nonverbal:
Tindakan nonverbal positif yang dapat membantu komunikasi meliputi:
- Menjaga kontak mata
- Kadang-kadang menganggukkan kepala tanda setuju
- Tersenyum dan menunjukkan semangat
- Mengarahkan tubuh ke arah pembicaraan
- Berbicara secukupnya, tenang, intonasi yang menenangkan
Tindakan yang perlu untuk dihindari:
- Memalingkan muka atau memalingkan tubuh dari pembicara
- Menutup mata
- Menggunakan intonasi suara yang tidak enak di dengar
- Berbicara terlalu cepat atau terlalu lambat
- Menguap berlebihan
Sedangkan Luthans (1992) memberikan petunjuk di dalam meningkatkan
keakuratan interpretasi perilaku nonverbal, sebagai berikut:
- Lihat apa yang terjadi di dalam situasi. Ketika perilaku nonverbal
berupa refleks respon emosional, apakah kejadian yang tidak
selayaknya dapat digunakan untuk dapat memahami lebih baik
perilaku nonverbal
- Mempertimbangkan kesesuaian antara perilaku nonverbal dan
statemen verbal. Terdapat tidak kesebandingan antara signal untuk
menguji lebih dekat apa yang terjadi (yang tidak selayaknya).
Kadang-kadang signal menjadi lebih akurat daripada verbal
- Mengamati perilaku nonverbal. Contoh, perbedaan antara senyum
yang sebenarnya dan tidak atau manipulasi dapat dideteksi.
REFERENSI
A.W., Suranto. 2005. Komunikasi Perkantoran; Prinsip Komunikasi Untuk
Meningkatkan Kinerja Perkantoran. Yogyakarta: Media Kencana
Kreitner & Kinicki. 2004. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill
Companies, Inc.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
BAB 12
TEKNOLOGI DAN PROSES INTERPERSONAL (Lanjutan)
Komunikasi ke Bawah
Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi
mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas
lebih rendah. Biasanya kita beranggapan bahwa informasi bergerak dari
manajemen kepada para pegawai; namun dalam organisasi kebanyakan
hubungan ada pada kelompok manajemen (Davis, dalam Pace & Faules,
2005).
Ada lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada
bawahan (Katz dan Kahn dalam Pace & Faules, 2005; Luthans, 1992): (1)
informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan, (2) informasi mengenai
dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, (3) informasi mengenai kebijakan
dan praktik-praktik organisasi, (4) informasi mengenai kinerja pegawai, dan (5)
informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).
Para pegawai di seluruh tingkat di dalam organisasi merasa perlu diberi
informasi. Komunikasi yang paling efektif digunakan berdasarkan hasil
penelitian adalah dengan menggunakan metode lisan diikuti tulisan.
Level (dalam Pace & Faules, 2005: M Arni, 2005) mensurvei para
supervisor dan meminta mereka untuk menilai keefektifan kombinasi-kombinasi
yang berbeda dari metode-metode untuk berbagai jenis situasi komunikasi
yang berlainan. Ada empat metode sebagai berikut: (1) tulisan saja, (2) lisan
saja, (3) tulisan diikuti lisan, dan (4) lisan diikuti tulisan. Berikut deskripsi hasil
penelitian:
Tabel 1. Metode paling efektif v.s. paling tidak efektif untuk berkomunikasi
dengan para pegawai dalam sepuluh situasi yang berbeda
tindakan yang akan datang, bila informasinya umum, dan bila tidak diperlukan
kontak pribadi. Metode tulisan diikuti lisan tidak dinilai paling efektif atau paling
tidak efektif bagi setiap situasi.
Hasil penelitian Level yang menyatakan metode yang paling efektif adalah
metode lisan diikuti tulisan di dukung oleh hasil penelitian Dahle (dalam Arni M,
2005). Mereka juga mengatakan bahwa pemakaian papan pengumuman dan
metode tulisan saja kurang efektif digunakan.
Sedangkan untuk pemilihan media dapat didasarkan pada pertimbangan
sifat-sifat media, hasil-hasil yang diinginkan, faktor biaya dan waktu, dan
konteks budaya di tempat terjadinya pertukaran informasi. Trevino, Daft, dan
Lengel (dalam Pace dan Faules, 2005) serta Kreitner dan Kinicki (2004)
menjelaskan bahwa kekayaan setiap medium berdasarkan pada empat faktor:
(1) umpan balik (berkisar dari yang langsung hingga yang lambat), (2) saluran
(berkisar mulai dari gabungan visual dan audio hingga yang visual yang
terbatas), (3) tipe komunikasi (personal vs impersonal), dan (4) sumber bahasa
(verbal dan nonverbal). Menurut kriteria ini, tatap muka dipandang sebagai
medium yang paling kaya, sedangkan laporan-laporan tergolong ke dalam
kategori “miskin”.
Komunikasi ke Atas
Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi
mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi
(supervisor). Esensi komunikasi ke atas adalah suatu permohonan atau
komentar yang diarahkan kepada individu yang otoritasnya lebih besar, lebih
tinggi, atau lebih luas. Komunikasi digunakan untuk memberi umpan balik
kepada atasan, menginformasikan mereka mengenai kemajuan tujuan, dan
meneruskan masalah-masalah yang ada. Komunikasi ke atas menyebabkan
para manajer menyadari perasaan para karyawan terhadap pekerjaannya,
rekan sekerjanya, dan organisasi secara umum. Manajer juga mengandalkan
komunikasi ke atas untuk mendapatkan gagasan mengenai bagaimana segala
sesuatu dapat diperbaiki
Komunikasi ke atas tidak mudah dilakukan. Komunikasi ke atas dapat
menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir manajer
organisasi yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari
bawahan.
Menurut Sharma ada empat alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat
amat sulit:
- Kecendrungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka
- Perasaan bahwa supervisor dan manajer tidak tertarik kepada masalah
pegawai
- Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan
pegawai
- Perasaan bahwa supervisor dan manajer tidak dapat dihubungi dan
tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai.
Komunikasi Internal
Komunikasi internal adalah komunikasi antar manajer dengan komunikan
yang berada dalam organisasi, yakni para pegawai dan berlangsung secara
timbal balik. Komunikasi internal terbagi atas tiga arus komunikasi, yaitu:
a. Komunikasi vertikal
Adalah komunikasi dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas, yaitu
komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke atasan.
Dalam proses komunikasi vertikal, pemimpin memberikan instruksi,
petunjuk, pengarahan, informasi, penjelasan kepada bawahan.
Sebaliknya bawahan memberikan laporan, gagasan, saran dan
sebagainya kepada pimpinan. Komunikasi vertikal dapat dilaksanakan
secara langsung antara manajer sebagai pimpinan tertinggi dengan
seluruh karyawan, dapat juga melalui kepala biro, kepada bagian atau
seksi
b. Komunikasi horisontal; adalah komunikasi secara mendatar, misalnya:
antara anggota staf dengan anggota staf, karyawan dengan karyawan,
dan sebagainya. Komunikasi horisontal seringkali berlangsung tidak
formal.
Menurut Luthans (1992) berdasarkan hasil penelitian terhadap komunikasi
interaktif, maka diketahui beberapa tujuan yang sangat penting sebagai
berikut:
a. Task coordination. Kepala departemen dapat melakukan
pertemuan bulanan untuk mendiskusikan bagaimana masing-
masing departemen memberikan kontribusi untuk tujuan masing-
masing sistem
b. Problem solving. Anggota dari salah satu departemen dapat
berkumpul untuk mendiskusikan bagaimana mereka akan
menangani ancaman masalah keuangan; mereka dapat
menggunakan pemikiran karyawan
3. Komunikasi Eksternal
Komunikasi eksternal adalah komunikasi yang terjadi antara manajer atau
pejabat lain yang mewakili di luar organisasi. Komunikasi eksternal terdiri dari
dua jalur yakni komunikasi dari organisasi ke khalayak dan dari khalayak ke
organisasi.
Komunikasi dari organisasi ke khalayak atau publik pada umumnya
bersifat informatif, setidaknya adanya hubungan batin. Hal ini sangat penting
dalam rangka memecahkan masalah yang tidak terduga sebelumnya, misalnya
saja adanya berita surat kabar yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Komunikasi ini dapat dilakukan melalui mass media seperti surat kabar,
majalah, radio, telepon, televisi, poster dan sebagainya. Sedangkan
komunikasi dari khlayak ke organisasi adalah proses umpan balik yang
dikehendaki oleh manajer maupun umpan balik secara spontanitas dari
komunikan.
5. Jaringan Informal
Selentingan atau kabar burung (grapevine) adalah jaringan komunikasi
informal pada organisasi. Dalam istilah komunikasi, selentingan digambarkan
sebagai “metode penyampaian laporan rahasia dari orang ke orang yang tidak
dapat diperoleh melalui saluran biasa”. Komunikasi informal cenderung berisi
laporan rahasia mengenai orang dan kejadian-kejadian yang tidak mengalir
B F
G
A
C
D E
Klaster
G
F
K L
A
C
B
J
Program
E Studi Teknik Industri UWP
D 124
B
Psikologi Industri
Probabilitas
Gosip
Untaian Tunggal A B C D E F G H
Gambar-2, Komunikasi Informal dalam Organisasi: Grapevine
Perjalanan informasi sepanjang selentingan merupakan pendukung resmi
saluran formal dalam komunikasi. Walaupun selentingan dapat menjadi
sumber gosip yang tidak akurat, ia memiliki fungsi penting sebagai tanda
peringatan awal untuk suatu perubahan organisasi, sebuah media untuk
menghasilkan budaya organisasi, sebuah mekanisme untuk membantu
perkembangan kekompakan kelompok, dan sebuah jalan informal untuk
merangkul ide-ide sehat orang lain
Menurut Kreitner dan Kinicki (2004) berdasarkan hasil penelitian terhadap
selentingan diketahui: (1) lebih cepat daripada saluran informasi formal; (2)
tingkat ketepatannya sekitar 75%; (3) orang-orang mengandalkan omongan
selentingan ketika mereka berada dalam keadaan tidak aman, terancam, atau
menghadapi perubahan organisasi; dan (4) karyawan menggunakan
selentingan untuk mendapatkan sebagian informasi mengenai pekerjaan.
REFERENSI
Anoraga, S & Suyati, S.1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya.
Luthans, F. 1992. Organizational Behavior. 6-th ed. Mc. Graw-Hill International
Book Co-Singapore.
Jewell & Siegall. 1998. Contemporary Industrial/Organizational Psychology.
BAB 13
PSIKOLOGI KONSUMEN
Konsumen individu
Penerapan dari
perilaku konsumen
pada strategi
pemasaran
tersedia.
Faktor yang kedua yaitu lingkungan yang mempengaruhi konsumen.
Pilihan-pilihan konsumen terhadap merek dipengaruhi oleh lingkungan yang
mengitarinya. Ketika seorang konsumen melakukan pembelian suatu merek
produk, mungkin didasari oleh banyak pertimbangan. Mungkin saja seseorang
membeli suatu merek produk karena meniru teman satu kelasnya, atau juga
mungkin karena dilakukan oleh seseorang akan turut mempengaruhi pada
pilihan-pilihan merek produk yang dibeli.
Faktor ketiga, yaitu stimuli pemasaran atau juga disebut strategi
pemasaran. Dalam hal ini, pemasar berusaha mempengaruhi konsumen
dengan menggunakan stimuli-stimuli pemasaran seperti iklan dan sejenisnya
agar konsumen bersedia memilih merek produk yang ditawarkan. Strategi
pemasaran yang lazim dikembangkan oleh pemasar yaitu berhubungan
dengan produk apa yang akan ditawarkan, penentuan harga jual produknya,
strategi promosinya dan bagaimana melakukan distribusi produk kepada
konsumen.
Selanjutnya pemasar harus mengevaluasi strategi pemasaran yang
dilakukan dengan melihat respon konsumen untuk memperbaiki strategi
pemasaran di masa depan. Sementara itu konsumen individual akan
mengevaluasi pembelian yang telah dilakukannya. Jika pembelian yang
dilakukannya mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya, atau dengan
perkataan lain mampu memuaskan apa yang dibutuhkan dan diinginkannya,
maka di masa datang akan terjadi pembelian berulang. Bahkan lebih dari itu
pelanggan yang merasa puas akan menyampaikan kepuasannya itu kepada
orang lain.
terhadap suatu hasil produksi. Bagi ibu-ibu yang membeli sesuatu hasil
produksi selalu disertai sikap dan motivasi tertentu yang polanya berbeda
dengan yang tidak membeli. Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan psikolog
banyak dan sangat dibutuhkan. Dengan teknik ini diharapkan para konsumen
dapat memproyeksikan keinginan-keinginannya, sikap-sikapnya,
kepercayaannya terhadap suatu barang tertentu sehingga secara kualitatif
didapatkan suatu gambaran yang jelas bagaimana sesungguhnya barang-
barang yang dibutuhkan tersebut.
Disamping teknik-teknik yang bersifat kualitatif, pengumpulan data dapat
juga dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik yang besifat kuantitatif.
Pada saat ini teknik-teknik yang telah dipakai secara efektif pada
perusahaan-perusahaan konsumsi di Indonesia antara lain: (1) depth interview
(interview yang mendalam), (2) group discussion technique (teknik diskusi
kelompok), dan (3) habit and attitude study (penelitian mengenai sikap dan
kebiasaan)
Berdasarkan sumber data tersebut maka diharapkan hasil-hasil informasi
dari dua sumber utama di atas (a dan b) harus mempunyai korelasi yang
tinggi. Apabila tidak terdapat suatu angka korelasi tertentu di duga salah satu
penyelidikan tersebut mempunyai derajat validitas dan reliabilitas yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Apabila hal tersebut sampai terjadi berarti
produsen telah mengeluarkan biaya serta waktu tanpa membuahkan hasil yang
berguna.
REFERENSI
As’ad, M. 2004. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. Edisi Ke-empat
Munandar ., A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.
Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya