SKRIPSI
Oleh:
MELIYANA
1810813220011
1
PERSETUJUAN SKRIPSI
Oleh:
MELIYANA
1810813220011
Disetujui oleh:
Mengetahui:
2
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK PERTAMBANGAN
Oleh
Meliyana (1810813220011)
LULUS
Komite Penguji :
3
Banjarbaru, .................................
4
PENGESAHAN SKRIPSI
Oleh:
MELIYANA
1810813220011
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi dan dinyatakan LULUS pada
Tim Penguji :
5
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis
atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti
tata penulisan karya ilmiah yang lazim.
Meliyana
1810813220011
6
LEMBAR PERSEMBAHAN
7
ABSTRAK
8
KATA PENGANTAR
9
DAFTAR ISI
10
DAFTAR GAMBAR
11
DAFTAR TABEL
12
DAFTAR LAMPIRAN
13
BAB I
PENDAHULUAN
14
metode pengujian standar (standart test methods). Analisis ini dikembangkan
sebagai alat sederhana untuk menentukan distribusi produk yang diperoleh dari
sampel batubara dipanaskan di bawah kondisi tertentu. Dengan pengertian lain,
analisis proksimat memisahkan produk ke dalam empat kelompok: (1) moisture;
(2) kandungan zat terbang, terdiri dari gas dan uap selama pirolisis; (3) kadar
karbon, fraksi non-volatile dari batubara, (4) kandungan abu, sisa pembakaran
anorganik (Speight, 2005).
Adapun pelaksanaan penelitian tugas akhir ini dilakukan pada
perusahaan yang bergerak pada bidang usaha yang sesuai dengan bidang ilmu
yang dipelajari, dalam hal ini bidang usaha pertambangan. Perusahaan yang
dituju untuk melaksanakan tugas akhir ini adalah perusahaan yang bersedia
membina dan mengarahkan serta bersedia memberikan pengalaman ilmu
praktek secara langsung di lapangan kepada mahasiswa yang melaksanakan
tugas akhir. Sesuai dengan alas an inilah yang menjadi dasar penyusun memilih
tempat kegiatan penelitian tugas akhir di PT Jorong Barutama Greston dengan
mengangkat judul Evaluasi Perubahan Kualitas Batubara pada crushing plant
dan stockrom di PT Jorong Barutama Greston ini.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada peneitian tugas akhir ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana upaya penanganan perubahan kualitas batubara pada crushing
plant dan stockrom di PT Jorong Barutama Greston
2. Bagaimana perbedaan kualitas batubara crushing plant dan stockrom di PT
Jorong Barutama Greston
3. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan kualitas batubara
1.3. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian tugas akhir pada PT Jorong
Barutama Greston adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan parameter kualitas total moisture (TM), ash content, dan
calorific value (CV)
2. Penelitian hanya dilakukan pada bulan Juli 2022
3. Penelitian dilakukan pada crushing plant dan stockrom PT Jorong Barutama
Greston
4. Tidak membahas proses pengolahan pada crushing plant PT Jorong
Barutama Greston
15
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Mengevaluasi dan menganalisis upaya penanganan perubahan kualitas
batubara pada crushing plant dan stockrom di PT Jorong Barutama Greston
2. Mengetahui perbedaan kualitas batubara pada crushing plant dan stockrom
PT Jorong Barutama Greston
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perbedaan kualitas batubara
1.5. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan pada PT
Jorong Barutama Greston adalah sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan
Sebagai masukan bagaimana mengurangi atau mengatasi perbedaan
kualitas batubara yang menurun sehingga menimbulkan kerugian bagi
perusahaan serta mengetahui faktor penyebab terjadinya perubahan kualitas
batubara.
2. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan acuan untuk menambah wawasan mahasiswa serta
menambah pemahaman mengenai evaluasi kualitas batubara.
16
BAB II
TINJAUAN UMUM
17
Mengacu pada standard ASTM tentang klasifikasi batubara, dimana jenis
batubara yang ada dalam cadangan tambang di wilayah perjanjian PT. Jorong
barutama Greston, di identifikasi terdiri atas 3 jenis kualitas, yaitu Bituminius C
kadar zat terbang tinggi, Sub Bituminius B, Sub Bituminius C.
2.1.1. Data umum perusahaan
Nama : PT Jorong Barutama Greston (an ITM Subsidiary)
Alamat : Jl. A. Yani Km. 104. Ds. Swarangan RT.07. No. 286 Kec.
Jorong,
Kab. Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Indonesia 70882
Telepon : +62 21 2932 8100 ext. 1900
Fax : +62 21 2932 8100 ext. 2000
Alamat Web : www.itmg.co.id
Permodalan : Penanaman Modal Asing
SK AMDAL : SK DPE No. 4673/0115/sj.r/1997/ dan Revisi SK Bapedalda Kal-
Sel No.0321 Tahun 2001, Kep. Bupati Tanah Laut No.302 Tahun
2006.
2.1.2. Visi dan misi perusahaan
PT Jorong Barutama Greston merupakan anak perusahaan untuk
kegiatan penambangan di Kalimantan Selatan mewujudkan PT ITM menjadi
perusahaan tambang batubara terkemuka di Indonesia. Sebagai site operator
PT ITM, PT Jorong Barutama Greston wajib menjunjung tinggi visi dan misi PT
ITM agar terbentuk kesesuaian komitmen kerja. Adapun visi dan misi tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Visi
Menjadi perusahaan indonesia di bidang energi yang berintikan inovasi,
teknologi, inklusi dan keberlanjutan.
b. Misi
Adapun beberapa misi dari PT Jorong Barutama Greston yaitu sebagai
berikut:
1) Menjadi bagian dari pengembangan energi bangsa.
2) Menciptakan nilai berkelanjutan bagi pemangku kepentingan melalui
pengembangan portofolio usaha yang sejalan dengan kebutuhan energi
masa depan.
3) Mengembangkan nilai-nilai perusahaan dan kemampuan organisasi guna
mendorong transformasi usaha dan penciptaan keunggulan kompretitif .
18
4) Menjadi perusahaan terpercaya dan termuka yang menerapkan cara-cara
berkelanjutan dalam mengelola aspek Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola.
2.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah PT Jorong Barutama Greston
Lokasi PT Jorong Barutama Greston berada di Desa Swarangan,
Kecamatan Jorong. Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.
Secara Geografis terletak pada posisi 3o48’00’’LS - 4o01’15’’LS dan
114o46’48,57’’BT - 115o5’53’’BT. Secara administrative terletak di Kabupaten
Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.
PT JBG melakukan kegiatan penambangan batubara di desa Swarangan
yang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Utara : Kec. Jilatan
2. Timur : Kec. Asam-asam
3. Selatan : Laut Jawa dan Desa Swarangan
4. Barat : Kec. Penyipalan
Secara keseluruhan areal kontrak kerja PT JBG seluas ±4800 Ha yang
terletak diantara 3o45’07”-4o0’15” Lintang Selatan dan 114o46’48,57”-115o5’53”
Bujur Timur. Endapan Batubara Jorong terletak pada cekungan Asam-Asam
yang berlokasi di Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi
Kalimantan Selatan, ±10 Km di sebelah Tenggara Banjarmasin. Secara fisiografi
lokasi tersebut berada di Tenggara kaki bukit Pegunungan Meratus. Sedangkan
kesampaian dicapai melalui jalan darat dari kota Banjarbaru menggunakan
kendaraan roda empat yang berjarak 83 km dan ditempuh kurang lebih selama
3 jam ke arah selatan dapat dilihat pada gambar 2.1
19
Gambar 2.1.
Peta Kesampaian Daerah
20
2.3. Kondisi Umum Daerah Pengamatan
2.3.1. Kondisi geologi regional
Struktur Geologi pada tambang milik PT Jorong Barutama Greston
termasuk dalam Cekungan Asam-Asam yang merupakan bagian dari Cekungan
Barito. Batubara pada area penambangan PT Jorong Barutama Greston sendiri
merupakan Formasi Warukin pada periode Miosen Akhir. Pada Cekungan Barito
terdapat empat formasi yaitu Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin,
dan Formasi Dahor.
a. Formasi alluvial (Qa)
Merupakan formasi berumur kuarter, terutama terdiri dari akumuasi
endapan kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung serta sisa
tetumbuhan setempat, mengandung partikel emas plaser dan butiran intan
sekunder, terutama di daerah aliran dan alluvium sungai landak serta cabang-
cabangnya.
b. Formasi dahor (TQd)
Formasi ini berada pada bagian atas Formasi Warukin. Formasi ini
tersusun atas batupasir kuarsa kurang padu, konglomerat dan Batu
lempung lunak, dengan sisipan lignit (5-10 cm), kaolin (30-100 cm), dan limonit.
Formasi ini terendapkan dalam lingkungan paralas dengan tebal formasi
diperkirakan 250 m. Formasi ini diperkirakan terbentuk pada periode Pliosen
hingga Plistosen.
c. Formasi warukin (Tmw)
Formasi ini berada di atas Formasi Berai. Formasi ini diendapkan secara
selaras dan terdiri dari selingan batu pasir kuarsa halus dengan batu
konglomerat kasar dengan ketebalan 5-30 cm dan batulempung dengan
ketebalan 3-100 cm, serta batubara dengan ketebalan 20-50 cm yang
terendapkan pada lingkungan paralik dengan ketebalan total diperkirakan 1250
m. Fosil foraminifera yang terkandung dalam batu lempung pasiran antara lain
Ammonia indica (Le Roy), Cellanthus sp., Amphistegnia sp., Florius sp.,
Lepidocyclina sp., Austrotrillina howchini (Schlumberger).
d. Formasi berai (Tomb)
Formasi ini berada di atas Formasi Tanjung. Pada formasi ini tidak
terdapat lapisan batubara. Formasi Berai terbentuk pada periode Oligosen
hingga Miosen awal. Formasi ini tersusun atas batugamping berwarna putih
kelabu, berlapis baik dengan ketebalan 20 sampai 200 meter. Pada formasi ini
21
kaya akan koral, foraminifera dan ganggang, terdapat sisipan napal berwarna
kelabu muda padat (10-15 cm), mengandung foraminifera plankton dan
batulempung berwarna kelabu dengan ketebalan 25 sampai 75 cm.
Kumpulan foraminifera besar yang terdapat dalam batugamping pada
formasi ini antara lain Nummulites fichteli (Michelotti), Heterostegina sp.,
Quinquiloculina sp., Lepidocyclina (Eulepidina) sp., Cycloclypeus sp., Gypsina
sp., Echinoid dan Rotalia sp., yang menunjukkan umur Oligosen Awal-Miosen
Awal. Kumpulan foraminifera plankton yang terdapat dalam napal dan
batulempung yaitu antara lain Globorotalia opima (Bolli), Globigerina
ouchitaensis (Bolli), Globigerinita unicava (Bolli, Loeblich dan Tappan),
lobigerinoides quadrilobatus (Banner dan Blow), serta Cassigerinella chipolensis
(Crushman dan Ponton) yang menunjukkan umur nisbi Oligosen. Lingkungan
pengendapan formasi ini diperkirakan adalah lingkungan neritik dan ketebalan
formasi ini kurang lebih 1000 meter.
e. Formasi tanjung (Tet)
Merupakan formasi batuan sedimen tertua pada cekungan ini. Formasi
Tanjung terbentuk pada periode Eosen. Formasi Tanjung (Tet) terdiri dari batu
pasir kuarsa berbutir halus sampai kasar (50-150 cm), berstruktur sedimen
perairan halus dan perlapisan silang-siur, sisipan batulempung berwarna
kelabu setempat menyerpih (30-150 cm), dijumpai pada bagian atas formasi.
Sisipan batubara berwarna hitam, mengkilat, pejal, dijumpai pada bagian bawah
formasi dengan tebal lapisan 50-150 cm. pada formasi ini dijumpai lensa
batugamping warna kelabu kecoklatan, mengandung kepingan moluska,
echinoid, dan foraminifera diantaranya Nummulites javanus (Verbeek) dan
Heterostegina sp., juga foraminifera kecil bentos dari keluarga Milliolidae yang
menunjukkan umur Eosen, terendapkan di lingkungan paralasneritik. Ketebalan
formasi kurang lebih 750 m.
22
Gambar 2.1.
Peta Geologi Regional
23
2.3.2. Kondisi stratigrafi regional
Di daerah perjanjian PT Jorong barutama Greston batuan tertua yang
tersingkap termasuk di dalam Formasi Pudak (batuan tersier) yang terdiri dari
batuan lava perselang-selingan konglomerat/vulkanik klastik, batu pasir dan
batugamping, basal, batuan malihan dan ultrabasa. Batuan ini tersebar di
daerah bagian Utara berbatasan dengan Pegunungan Meratus dan diperkirakan
berumur Kapur Akhir. Sedangkan batuan termuda adalah endapan aluvial yang
umumnya ditemukan sekitar daerah aliran Sungai Asam-Asam, Nahiya dan
Katal-Katal sedangkan batuan yang terdapat pada daerah ini adalah batuan Pra-
Tersier dan batuan sedimen.
a. Batuan pra-tersier
Batuan Pra-Tersier yang terdapat didaerah cekungan Kutai, Pasir Asam-
Asam membentuk batuan alas cekungan. Batuannya terdiri dari batuan lava
vulkanik, ultrabasa, gabro, andesit, rhyolit, malihan, metasedimen dan dikenal
dengan Formasi Pudak.
b. Batuan sedimen tersier
Pengendapan batuan sedimen di daerah cekungan tersier Asam-Asam
dimulai dengan pembentukan batuan sedimen Formasi Tanjung (Tet) yang
diendapkan pada kala Eosen secara tidak selaras di atas batuan dasar Pra-
Tersier. Formasi Tanjung ini merupakan Formasi pembawa batubara Eosen
pada Cekungan Tersier Kalimantan pada bagian Selatan-Timur. Di atas Formasi
Tanjung ini, pada kala Oligosen-Miosen awal terjadi genang laut (trangresi) dan
diendapakan secara selaras Formasi Berai (Tomb) dengan ciri khas batuan
utamanya disusun oleh batugamping kaya fosil foraminifera dan koral.
Selanjutnya pada kala Miosen Tengah-Akhir berlangsung penurunan
muka laut (regresi) secara berangsur-angsur bersamaan dengan ini maka
diendapkan batuan sedimen Formasi Warukin (Tmw) yang merupakan Formasi
pembawa batubara Miosen. Pada kala Miosen akhir terjadi kegiatan tektonik
terakhir yang menyebabkan tergerusnya batuan sedimen yang telah
diendapkan, kemudian pada kala Pliosen diendapkan batuan sedimen dari
Formasi Dahor (Tqd) secara tidak selaras diatas Formasi Warukin.
c. Batuan sedimen kuarter
Pengendapan batuan sedimen Formasi Dahor masih berlanjut sampai
kala Pleistosen. Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa kurang kompak,
konglomerat dan batulempung lunak dengan sisipan lignit. Sedimen Alluvium
24
(Qa) yang terdiri dari kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur merupakan
endapan sedimen termuda yang menutupi sedimen batuan berumur lebih tua
secara tidak selaras di daerah cekungan.
Gambar 2.2
Korelasi Satuan Batuan
25
2.3.3. Stratigrafi daerah pengamatan
Formasi pembawa batubara di wilayah perjanjian terdapat pada Formasi
Tanjung berumur Eosen dan Formasi Warukin berumur Miosen (Gambar 2.3).
Batubara Eosen Formasi Tanjung terdapat dalam satuan litologi/strata pembawa
batubara (coal-bearing strata) berupa batupasir dengan perselang-selingan
batupasir-lanauan dan batulempung. Batubara Eosen ini tersingkap dan
tersebar di daerah bagian Utara wilayah perjanjian yaitu disekitar Blok Logkota
dan terdiri dari lebih 7 (tujuh) lapisan dengan ketebalan sangat bervariasi antara
0,20 – 3,50 m. Ciri khas dari batubara ini adalah cukup keras, hitam mengkilap
dengan kilap terang sampai agak kusam (bright to dull bands).
Starata pembawa batubara Miosen di wilayah perjanjian adalah satuan
batu lempung dan batupasir dengan selang-seling perlapisan tipis sampai
sedang batulanau dan batulempung. Satuan batu ini merupakan anggota dari
Formasi Warukin. Batubara Miosen ini tersingkap di daerah bagian tengah
wilayah perjanjian terutama di daerah Blok Timur dan Barat tersebar luas
memanjang dari batas bagian Timur sampai batas bagian Barat wilayah
perjanjian.
Batubara Miosen dikelompokkan menjadi dua yaitu batubara Miosen
Bawah dan batubara Miosen Atas. Batubara Miosen Bawah terdiri dari 7 (tujuh)
lapisan dengan ketebalan berkisar 1,0-2,1 m dengan ciri khas batubara
berwarna hitam, kilap sedang dengan kilap kusam, keras sampai agak getas,
mengandung sedikit pirit yang mengisi retakan. Batubara Miosen Atas terdiri dari
10 (sepuluh) lapisan batubara utama dengan ketebalan 1-34 m dan beberapa
lapisan batubara minor ketebalan 0,1-2 m. Batubara ini memiliki ciri khas warna
hitam keabu-abuan sampai kecoklatan, kusam sampai agak mengkilap, keras-
getas dan mengandung sedikit pirit dan resin. Batubara Miosen Atas ini dibagi
menjadi batubara M-Zone dan U-Zone.
Batubara M-Zone terdiri dari 5 (lima) lapisan batubara utama mulai dari
lapisan paling bawah (tua) sampai teratas (muda); M1 (splitting: M1 dan M1U),
M2, M3 (M3 dan M3U), M4 (splitting: M4L1, M4L2 dan M4U) dan M5 (splitting:
M5L, M5 dan M5U) dengan ketebalan 0,66-34 m dan lapisan pengotor
(clayband) pada lapisan batubara utama lebih kecil dari 0,30 m. Batubara U-
Zone terdiri dari 5 (lima) lapisan batubara utama mulai dari lapisan paling bawah
(tua) sampai teratas (muda); U1, U2, U3 (splitting; U3L dan U3-3, U3-2, U3-1,
U4 dan U5 dengan ketebalan 1-25 m.
26
2.3.4. Morfologi daerah pengamatan
Morfologi daerah perjanjian PT Jorong Barutama Greston berdasarkan
kenampakan bentang alam yang terdapat pada daerah ini terdiri dari tiga satuan
geomorfologi, yaitu satuan morfologi aluvial, satuan morfologi perbukitan
bergelombang sedang dan satuan geomorfologi perbukitan bergelombang kuat.
Ada 3 satuan geomorfologi yang terdapat di daerah penelitian yaitu:
a. Satuan morfologi dataran aluvial menempati areal sekitar 10% dari wilayah
perjanjian yang umunya terdapat di sekitar dataran aliran sungai di bagian
Timur, Barat dan Tengah dengan kemiringan lereng ≤ dari 8% dan ketinggian
topografi 10 – 30 m (dpl).
b. Satuan morfologi perbukitan bergelombang sedang menempati areal sekitar
70% wilayah perjanjian. Satuan morfologi ini terdapat di daerah bagian Timur,
Tengah, Barat dan Selatan wilayah perjanjian dengan kemiringan lereng sekitar
8% – 16% dan ketinggian topografi 20 – 30 m (dpl).
c. Satuan morfologi perbukitan bergelombang kuat menempati areal sekitar 20%
wilayah perjanjian yang terdapat di sekitar bagian Utara wilayah perjanjian
dengan kemiringan lereng lebih besar dari 16% dan ketinggian topografi 50 –
150 m (dpl).
2.4. Kegiatan Penambangan
Sistem kegiatan penambangan yang akan digunakan adalah sistem
tambang terbuka dengan memakai metode open pit. Adapun kegiatan
penambangan yang akan dilakukan secara bertahap yaitu sebagai berikut:
1. Pembersihan lahan (Land Clearing)
Pembersihan lahan adalah tahap awal kegiatan penambangan, lahan
yang masih berbentuk hutan semak-semak, pohon-pohon, rawa-rawa dan
binatang perlu dibersihkan dengan terlebih dahulu menebang pohon-pohon
besar. Selanjutnya menggunakan bulldozer ataupun excavator sebagai alat gali,
yang naik diatas bukit mendorong kayu-kayu, dan semak-semak ke bawah.
Pembersihan lahan dilakukan dengan bertahap dengan luas tertentu sesuai
dengan kemajuan penambangan yang telah direncanakan.
27
Dalam proses land clearing atau pembersihan lahan terdapat beberapa
syarat yang harus diperhatikan sebelum proses pengerjaannya, seperti lahan
yang akan dibuka bukan areal yang terlindungi atau termasuk area konservasi,
memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), melakukan
kajian komprehensif dari berbagai kajian keilmuan untuk menghindari terjadi nya
erosi, longsor, dan bencana lainnya.
Gambar 2.3.
Kegiatan Pembersihan Lahan
28
Sumber: Dokumentasi Perusahaan , 2022
Gambar 2. 4.
Pengupasan Tanah Pucuk
29
Sumber: Dokumentasi Pribadi , 2022
Gambar 2.5.
Pengupasan Tanah Penutup
30
Sumber: Dokumentasi Pribadi , 2022
Gambar 2. 6.
Penggalian Batubara
5. Pemuatan batubara
31
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
Gambar 2. 7.
Pemuatan Batubara
32
Sumber : PT Jorong Barutama Greston
Gambar 2.3
Stratigrafi Batubara PT Jorong Barutama Greston
33
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
34
Di komunitas industri, definisi ini lebih spesifik lagi, yaitu batuan yang pada
tingkat kualitas tertentu memiliki nilai ekonomi.
Elliot 1981 yang merupakan geokimia batubara, berpendapat bahwa
batubara merupakan batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah
heterogen yang mengandung unsur-unsur karbon, hydrogen, serta oksigen
sebagai komponen unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur
tambahan. Zat lain, yaitu senyawa anorganik pembentuk ash (debu), tersebar
sebagai partikel zat mineral yang terpisah di seluruh senyawa batubara. Secara
ringkas, batubara bisa didefinisikan sebagai batuan karbonat berbentuk padat,
rapuh, berwarna cokelat tua sampai hitam, dapat terbakar, yang terjadi akibat
perubahan tumbuhan secara kimia dan fisik.
Gambar 3.1
Batubara
3.2. Pembentukan Batubara
3.2.1. Tempat terbentuknya batubara
Menurut Sukandarrumidi 1995 batubara terbentuk dengan cara yang
sangat komplek dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta
tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Untuk
memahami bagaimana batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan perlu
diketahui di mana batubara terbentuk dan faktor-faktor yang akan
mempengaruhinya. Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal 2
macam teori:
a. Teori insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara
merupakan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di tempat batubara tersebut
35
terbentuk. Setelah tumbuh-tumbuhan tersebut tumbang atau rubuh, tumbuh-
tumbuhan tersebut tidak mengalami proses transportasi dan segera
tertimbun oleh lapisan sedimen, untuk selanjutnya mengalami proses
pembatubaraan (coalification).
Jenis endapan batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai
ciri-ciri penyebaran yang luas dan merata, serta kualitasnya lebih baik
karena kadar abunya relatif kecil. Contoh dari batubara yang terbentuk
dengan metode ini adalah batubara yang ada di Muara Enim (Sumatera
Selatan).
b. Teori drift
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara
berasal dari tempat yang berbeda dengan tempat pembentukan batubara.
Dengan demikian tumbuhan yang telah mati mengalami proses transportasi
oleh media air dan terakumulasi di suatu tempat dan selanjutnya tertutup
oleh sedimen-sedimen dan mengalami coalification.
Hasil proses ini akan terbentuk endapan batubara dengan ciri-ciri
penyebarannya tidak begitu luas dan tidak merata, serta kualitasnya kurang
begitu baik karena lebih banyak mengandung material pengotor yang ikut
terangkut selama proses pengangkutan ketempat pembentukan. Contoh dari
batubara yang terbentuk dengan metode ini adalah batubara yang ada di
delta Mahakam purba (Kalimantan Timur).
(Sukandarrumidi, 1995)
36
Gambar 3.2
Proses Pembentukan Batubara
a. Penggambutan (peatification)
Gambut adalah sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari
timbunan hancuran atau bagian tumbuhan dalam kondisi tertutup udara (di
bawah air), tidak padat, memiliki kandungan air lebih dari 75% (berat) dan
kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering (Anggayana,
2000). Pembentukan gambut merupakan tahap awal pembentukan batubara.
Dalam tahap ini proses yang paling penting adalah proses pembentukan humic
substance (humification). Pembentukan humic substance (humification) ini
dikontrol oleh beberapa faktor, yaitu kenaikan temperatur, suplai oksigen, fasies
dan lingkungan alkali.
Proses penggambutan in merupakan proses awal dalam pembentukan
batubara, yang meliputi proses perubahan kimia (biochemical coalification) dan
mikrobial. Dalam proses penggambutan akan bergantung pada laktor
Keberadaan air pad lingkungan pengendapan. dan mikroorganisme (bakteri).
Setelah proses tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses perubahan
geokimia (geochemical coalification), yang dalam prosesnya tidak melibatkan
bakteri lagi.
b. Pembatubaraan (coalification)
Proses pembatubaraan meliputi perkembangan dari gambut (peat),
menjadi batubara lignit (brown coal), sub bituminous, bituminous, dan anthracite.
Proses ini dikontrol oleh beberapa hal yaitu waktu, tekanan dan temperatur.
Pada sat proses perubahan gambut menjadi lignite, proses yang terjadi adalah
kenaikan temperatur dan penurunan porositas. Terjadinya proses kenaikan
temperatur yang dikuti penurunan porositas ini diakibatkan oleh adanya
37
pembebanan material-materjal sedimen di atasnya. Akibat tertekan sedimen di
atasnya maka lapisan tersebut akan mengalami kompaksi dan terbentuklah
lignite.
Apabila pada lapisan lignite terjadi peningkatan temperatur dan tekanán
yang cukup lama dalam waktu geologi maka lignite ini akan menjadi batubara
sub bituminous dan bituminous. Dalam proses perkembangannya, proses
pembatubaraan ini akan mengalami peningkatan karbon (C) karena unsur-unsur
lainnya seperti H, O dan N akan terlepas sebagai Ha. Oz, dan N. Kemudian
apabila batubara bituminous mengalami peningkatan temperatur yang cukup
lama, maka unsur H dalam batubara akan, telepas dengan cepat. Peningkatan
temperatur ini biasanya diakibatkan oleh adanya gradien geothermal dan
tekanan overbuden pada lapisan sedimennya. Akibat unsur H yang terlepas
pada batubara, maka lapisan batubara ini akan mengandung unsur H yang lebih
sedikit dan terbentuklah tip antrachite.
(Elvira, 2017)
3.2.3. Klasifikasi batubara
Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang telah mati dengan
komposisi utama dari sellulosa. Proses pembentukan batubara atau
coalification yang dibantu oleh faktor fisika dan kimia yang terjadi secara alami
mengubah sellulosa menjadi lignit, subbituminous, bituminous dan antrasite.
a. Klasifikasi batubara secara umum
Adapun klasifikasi batubara secara umum adalah sebagai berikut:
1) Peat (gambut)
Peat (gambut) merupakan jenis batubara yang paling rendah mutunya,
bersifat lunak, dapat dilihat dari warna dan struktur, mudah pecah pada saat
pemanasan.
38
Gambar 3.3
Peat
2) Lignite
Lignite merupakan batubara di atas brown coal, namun kualitasnya masih
tergolong rendah. Jenis batubara ini berwarna coklat mengkilat, stuktur kayu
masih tampak, kandungan air dan oksigen relatif tinggi dengan kandungan kalor
relatif rendah.
Gambar 3.4
Lignite
39
3) Sub-bituminous
Sub-bituminous sering disebut juga black lignite adalah jenis batubara
transisi antara lignite dan bituminous, dengan kualitas rendah.
Gambar 3.5
Sub-bituminous
4) Bituminous
Bituminous yaitu batubara yang termasuk kategori kualitas baik, memiliki
sifat keras dari sub-bituminous kandungan oksigen rendah, sedangkan
kandungan karbon dan kalor relatif tinggi.
Gambar 3.6
Bituminous
5) Anthrasite
40
Anthrasite yaitu jenis batubara dengan kandungan karbon cukup tinggi,
zat mudah menguap (volatile matter) dan kandungan oksigennya relatif
rendah, pada saat pembakaran tidak atau kurang menghasilkan asap.
Gambar 3.7
Antrasite
(Aladin, 2011)
41
c. Klasifikasi batubara menurut ASTM
klasifikasi saat ini umum digunakan yaitu klasifikasi yang dibuat oleh
ASTM (American Society for Testing and Materials), parameter dasar yang
digunakan dalam klasifikasi ASTM (ASTM, 1981 dalam Wood dkk, 1983):
1) Batubara berperingkat tinggi (fixed carbon > 69%), parameter yang
digunakan adalah jumlah karbon tertambat (fixed carbon) dan zat volatile
matter.
2) Batubara berperingkat rendah (fixed carbon < 69%), parameter yang
digunakan adalah nilai kalori (calorific value).
3) Parameter tambahan, berupa sifat karakter penggumpalan (coking).
d. Klasifikasi batubara menurut ISO (International Standarization Organization)
ISO juga mengeluarkan klasifikasi batubara berdasarkan peringkat,
tetapi penentuan peringkatnya menggunakan reflektan vitrinite (Rv) yang
merupakan hasil analisi petrofrafi batubara. ISO sendiri membagi kelas atau
peringkat batubara menjadi tiga yaitu peringkat rendah, menengah dan tinggi.
Batubara dengan peringkat rendah yaitu lignite – sub bituminous dengan Rv
kurang dari sama dengan 5%. Kemudian untuk batubara peringkat menengah
yaitu batubara bituminous dengan Rv antara 0,5 sampai 2,0. Sedangkan untuk
batubara dengan peringkat tinggi yaitu kelompok batubara antrasite yang
mempunya Rv antara 2.0 sampai dengan 6.0. Peringkat batubara ini tersebut
dapat dilihat pada tabel 3.2.
42
Tabel 3.1
Klasifikasi Batubara Menurut ASTM
KARBON PADAT, ZAT TERBANG, NILAI KALORI
% d.m.m.f % d.m.mf BTU/LB, m.mf
Meta Ant. 98 2
Anthracite 92 98 2 8
Anthracite
Semi Ant. 86 92 8 14
Bituminous
Sub Bit C 8,500 9,500
43
Tabel 3.2
Klasifikasi Batubara Menurut ISO
DESKRIPSI
RANK Bed Moisture, %,
Rv, %
ash free basis
Low Rank C
<0.4 35 – 75
(Lignite B)
Low Rank B
LOW RANK <0.4
(Lignite B) <35
Low Rank A
0.4 - 0.5
(Sub Bituminous)
Medium Rank D
0.5 - 0.6
(Bituminous D)
Medium Rank C
0.6 – 1.0
(Bituminous C)
MEDIUM RANK
Medium Rank B
1.0 – 1.4
(Bituminous B)
Medium Rank A
1.4 – 2.0
(Bituminous A)
High Rank C
2.0 – 3.0
(Anthracite C)
High Rank B
HIGH RANK 3.0 – 4.0
(Anthracite B)
High Rank A
4.0 – 6.0
(Anthracite A)
Sumber: (ISO, 2005 dalam Gusti, 2016)
44
dan metamorfosa organik. Secara rinci hal-hal di atas tersebut diuraikan lebih
lanjut sebagai berikut:
a. Posisi geoteknik
Posisi geoteknik adalah letak suatu tempat yang merupakan cekungan
sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi ole gaya-gaya tektonik lempeng.
Adanya gaya-gaya tektonik ini akan mengakibatkan cekungan sedimentasi
menjadi lebih luas apabila terjadi penurunan dasar cekungan, atau menjadi lebih
sempit apabila terjadì penaikan dasar cekungan. Proses tektonik dapat pula
dikuti oleh perlipatan, perlapisan batuan ataupun patahan. Apabila proses yang
disebut terakhir ini terjadì, satu cekungan sedimentasi akan dapat terbagi
menjadi dua atau lebih sub cekungan sedimentasi. Dengan luasan yang relatif
kecil. Kejadian ini juga akan berpengaruh pada penyebaran batubara yang
terbentuk. Mákin dekat cekungan Sedimentasi batubara terbentuk atau
terakumulasi terhadap posisi kegiatan tektonik lempeng, kualitas batubara yang
dihasilkan akan semakin baik.
b. Keadaan topografi daerah
Daerah tempat tumbuhan berkembang baik, merupakan daerah yang
relatif tersedia air. Oleh karenanya tempat tersebut mempunyai topografi yang
relatif lebih rendah dibandingkan daerah yang mengelilinginya. Makin luas
daerah dengan topografi relatif rendah, makin banyak tanaman yang tumbuh,
sehingga makin banyak terdapat bahan pembentuk batubara. Apabila keadaan
topografi daerah ini dipengaruhi oleh gaya tektonik, baik yang mengakibatkan
penaikan ataupan penurunan topografi, maka akan berpengaruh pula terhadap
luas tanaman yang merupakan bahan utama sebagai bahan pembentuk
batubara. Hal iin merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penyebaran
batubara berbentuk seperti lensa.
c. Iklim daerah
Iklim berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Di daerah berklim
tropis dengan curah hujan silih berganti sepanjang tahun, di samping
tersedianya sinar matahari sepanjang waktu, merupakan tempat yang cukup
baik untuk pertumbuhan tamaman. Di daerah beriklim tropis hampir semua
tanaman dapat hidup dan berkembang baik. Oleh karenanya di daerah yang
mempunyai iklim tropis pada masa lampau, sangat dimungkinkan didapatkan
endapan batubara dalam jumlah banyak, sebaliknya daerah yang beriklim sub
tropis. mempunyai penyebaran endapan barubara relatif terbatas. Kebanyakan
45
luas tanaman yang keberadaannya sangat ditentukan oleh iklim akan
menentukan penyebaran dan ketebalan batubara yang nantinya akan
terbentuk.
d. Umur geologi
Jaman Karbon (kurang lebih berumur 350 juta tahun yang lalu), diyakini
merupakan awal munculnya tumbuhan-tumbuhan di dunia untuk pertama kali.
Sejalan dengan proses tektonik yang terjadi di dunia selama sejarah geologi
berlangsung, luas daratan tempat tanaman hidup dan berkembang biak, telah
mengalami proses coalification cukup lama, sehingga mutu batubara yang
dihasilkan sangat baik. Jenis batubara ini pada umumnya terdapat di daerah
benua séperti Australia, Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.
Di Indonesia, batubara didapatkan pada cekungan sedimentasi yang
berumur tersier (kurang lebih berumur 70 juta tahun yang lalu). Dalam hitungan
waktu geologi, 70 tahun yang lalu masih dianggap terlalu muda apabila
dibandingkan dengan jaman karbon. Batubara yang terdapat di cekungan
sedimentasi di pulau Sumatera dan Kalimantan belum mengalami proses
coalification sempuna. Hal ini akan berakibat pada mutu batabara yang
didapatkan di kedua pulau tersebut belum mempunyai kualitas baik, masih
tergolong pada jenis bitumina, belum sampai pada jenis antrasite (yang
dianggap rank batubara tertinggi). Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa
makin tua lapisan batuan sedimen yang mengandung batubara, makin tinggi
rank batubara yang akan diperoleh
e. Proses penurunan cekungan sedimentasi
Cekungan sedimentasi yang ada di alam bersifat dinamis, artinya dasar
cekungannya akan mengalami proses penurunan atau pengangkatan. Apabila
proses penurunan dasar cekungan sedimentasi lebih sering terjadi, akan
terbentuk penambahan luas permukaan tempat tanaman mampu hidup dan
berkembang. Selain itu penurunan dasar cekungan akan mengakibatkan
terbentuknya batubara yang cukup tebal, Makin sering dasar cekungan
sedimentasi mengalami proses penurunan, batubara yang terbentuk akan makin
tebal.
Di Indonesia batubara yang, mempunyai nilai ekonomi (artinya
menguntungkan apabila ditambang) terdapat pada cekungan sedimentasi yang
berumur tersier, dengan luasan ratusan hingga ribuan hektar, terutama di pulau
Sumatera dan Kalimantan. Kenyataan tersebut, memberikan pola pikir pada kita
46
bahwa sedimentasi di kedua pulau tersebut, proses penurunan dasar cekungan
lebih sering terjadi, sehingga suatu hal yang wajar apabila ketebalan endapan
barubara di kedua pulau tersebut dapat mencapai ratusan meter.
f. Jenis tumbuh-tumbuhan
Present is the key to the past merupakan salah satu konsep geologi
yang mampu menjelaskan kaitan antara mutu batubara dengan tumbuhan
semula yang merupakan bahan utama pembentuk batubara. Arang kayu yang
diproses dari kayu yang keras misalnya kayu dari tumbuhan lamtoro akan
mempunyai mutu yang relatif lebih baik dibandingkan apabila arang kayu
tersebut diproses dari kayu yang relatif lunak misalnya kayu dari tumbuhan
Gliricidae. Bertitik tolak pada analogi batubara yang terbentuk dari tanaman
keras dan berumur tua akan lebih haik dibandingkan dengan batubara yang
terbentuk dari tanaman berbentuk semak dan hanya berumur semusim.
Didapatkannya batubara di Indonesia khususnya di palau Sumatera
dan Kalimantan (kebanyakan dari jenis bitumina) dalam jumlah yang cukup
besar, memberikan gambaran pada kita bahwa selama jaman tersier di kedua
pulau tersebut merupakan daerah hutan tanaman dengan jenis tumbuhan yang
bervariasi, tetapi didominasi oleh tanaman keras. Peat, dikenal pula sebagai
gambut yang didapatkan di Kalimantan dan Sumatera terbentuk dari tanaman
semak dan rumput. dikenal merupakan jenis batubara rank rendah. Dari uraian
tersebut di atas, disimpulkan makin tinggi tingkatan tumbuhan (dalam sisteratika
taksonomi) dan makin tua umur tumbuhan tersebut, apabila mengalami proses
coalification akan menghasilkan batubara dengan kualitas baik.
g. Proses dekomposisi
Proses dekomposisi pada tumbuhan merupakan bagian dari
transformasi biokimia pada bahan organik, merupakan titik awal rantai panjang
proses alterasi. Selama proses pembentukan gambut (yang merupakan tahap
awal dalam proses pembentukan batubara), sisa tumbuhan mengalami
perubahan, baik secara fisik maupun kimia. Setelah tumbuhan mati proses
degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi
sebagai akibar kinerja dari mikrobiologi dalam bentuk bakteri anaerobic. Jens
bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen, menghancurkan bagian lunak
dari tumbuhan seperti cellulosa, protoplasma dan karbohidrat. Proses tersebut
membuat kayu berubah menjadi lignit, bitumina.
47
Selama proses biokimia berlangsung, dalam keadaan kekurangan
oksigen (kondisi reduksi), berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur
karbon (C) akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon mono
oksida (CO) dan metana (CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut
jumlah relatif unsur karbon (C) akan bertambah dibandingkan dengan unsur
lainnya. Kecepatan pembentukan gambut tergantung pada kecepatan
perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Apabila tumbuhan yang
telah mati tertutup oleh air dan sedimen berbutir halus dengan cepat, maka akan
terhindar dari proses pembusukan, dan terjadilah proses desintegrasi atau
pengurajan oleh mikrobia anaerobic. Di lain pihak apabila tumbuhan yang telah
mati terlalu lama di udara terbuka, kecepatan pembentukan gambut akan
berkurang, hanya bagian tumbuhan yang keras saja tertinggal sehingga
menyulitkan penguraian lebih lanjut oleh bakteri.
h. Sejarah setelah pengendapan
Sejarah cekungan tempat terjadi pembentukan barubara salah satu
faktor di antaranya ditentukan oleh posisi cekungan sedimentasi tersebut
terhadap posisi geoteknik. Makin dekat posisi cekungan sedimentasi terhadap
posisi geoteknik yang selalu dinamis, akan mempengaruhi perkembangan
batubara dan cekungan letak batubara berada. Selama waktu itu pula proses
geokimia dan metamorfisme organik akan ikut berperan dalam mengubah
gambut menjadi batubara.
Apabila dinamika geoteknik memungkinkan terbentuk perlipatan pada
lapisan batuan yang mengandung batubara dan terjadi pensesaran, proses ini
akan mempercepat terbentuknya batubara dengan rank yang lebih tinggi.
Proses ini akan dipercepat apabila dalam cekungan atau berdekatan dengan
cekungan tempat batubara tersebut berada terjadi proses intrusi magmatis.
Panas yang ditimbulkan selama terjadi proses perlipatan, pensesaran ataupun
prosès intrusi magmatis, akan mempercepat terjadinya proses coalification atau
sering disebut sebagai proses permuliaan batubara. Hasil akhir dari proses ini
mengakibatkan terbentuk batubara dengan kadar C cukup tinggi dengan
kandungan H2O yang relatif rendah.
i. Struktur geologi cekungan
Batubara terbentuk pada cekungan sedimentasi yang sangat luas,
hingga mencapai ratusan hingga ribuan hektar. Dalam sejarah bumi, batuan
48
sedimen yang merupakan bagian kulit bumi, akan mengalami deformasi akibar
gaya tektonik. Cekungan akan mengalami deformasi lebih hebat apabila
cekungan tersebut berada dalam satu sistem geantiklin atau geosinklin. Akibat
gaya tektonik yang terjadi pada waktu-waktu tertentu, batubara bersama dengan
batuan sedimen yang merupakan perlapisan di antaranya akan terlipat dan
tersesarkan.
Proses perlipatan dan pensesaran tersebut akan menghasilkan panas.
Panas yang dihasilkan akan berpengaruh pada proses metamorfosis batubara.
dan batubara akan menjadi lebih keras dan lapisannya terpatah-patah. Makin
banyak perlipatan dan pensesaran terjadi di dalam cekungan sedimentasi yang
mengandung batubara secara teoritis akan meningkatkan mutu batubara. Oleh
sebab itu, pencarian batubura bermutu baik, diarahkan pada daerah geosinklin
atau geantiklin, karena di kedua daerah tersebut diyakini kegiatan tektonik
berjalan cukup intensif.
j. Metamorfosa organik
Tingkat kedua dalam proses pembentukan batubara adalah
penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Apabila telah terjadi proses
penimbunan, proses degradasi biokimia tidak berperan lagi, tetapi mulai
digantikan dan didominasi ole proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan
terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama
proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan senyawa kimia lainnya
antara lain CO, CO2, CH4 serta gas lainnya. Di lain pihak terjadi pertambahan
prosentase karbon (C), belerang (S) dan kandungan abu. Peningkatan mutu
batubara sangat ditentukan oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat
diakibatkan oleh lapisan sedimen penutup yang tebal, atau karena tektonik.
Waktu ditunjukkan bilamana bahan utama pembentuk batubara mulai
bergradasi. Makin lama selang wäktu semenjak saat mulai bergradasi hinggà
berubah menjadi batubara, makin baik mutu batubara yang diperoleh. Faktor-
faktor tersebut mengakibatkan bertambähnya tekanan dan percepatan proses
metamorfosa organik. Proses ini akan mengubah gambut menjadi batubara
sesuai dengan perubahan kimia, fisika dan tampak pula pada sifat optiknya.
Dari uraian tersebut di atas, nyata bahwa paling tidak terdapat sepuluh
parameter yang berpengaruh dalam pembentukan batubara. Untuk menentukan
faktor mana yang paling berpengaruh hanya mungkin dapat diinterpretasikan
berdasarkan atas data atau gejala maupun kenampakan yang dijumpai di
49
lapangan tempat batubara tersebut ditambang. Perlu disadari bahwa kita tidak
mungkin menentukan satu-satunya parameter yang berpengaruh pada proses
terjadinya batubara, dan harus disadari pula bahwa di antara masing-masing
parameter tersebut saling berinteraksi satu sama lain.
(Sukandarrumidi, 2005)
50
dihilangkan sama sekali, tetapi dapat dikurangi dengan melakukan
pembersihan. Proses ini dikenal sebagai teknologi batubara bersih.
2. External Impurities
Merupakan pengotor yang berasal dari luar, timbul pada saat proses
penambangan antara lain terbawanya tanah yang berasal dari bersih.
melakukan pembersihan. Proses ini dikenal sebagai teknologi batubara lapisan
penutup (overburden). Kejadian ini sangat umum dan tidak dapat dihindari.
khususnya pada penambangan batubara dengan ditentukan oleh beberapa
faktor, antara lain tempat terdapatnya bahan baku pembangkit energi yang
dimanfaatkan dalam industri, cekungan batubara, umur, banyaknya pengotor
atau kontaminasi. Sebagai metode tambang terbuka (open pit), peralatan yang
akan dipergunakan dan pemeliharaan alat.
3.3.1. Parameter kualitas batubara
Dalam menentukan mutu atau kualitas perlu diperhatikan beberapa
parameter kualitas batubara yaitu sebagai berikut:
a. Heating Value (HV) (Calorific Value atau Nilai Kalor)
Dinyatakan dalam kkal/kg, banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan
oleh batubara tiap satuan berat (dalam kilogram). Dikenal nilai kalori net (net
calorific value atau low heating calorific value), yaitu nilai kalor hasil pembakaran
di mana semua air (H2O) dihitung dalam keadaan gas, dan nilai kalor gross
(gross calorific value atau high heating value), yaitu nilai kalor hasil pembakaran
dimana semua air (H2O) dihitung dalam wujud cair. Semakin tinggi nilai HV,
makin lambat jalannya batubara yang diumpankan sebgai bahan bakar setiap
jamnya, sehingga kecepatan umpan batubara (coal feeder) perlu disesuaikan.
Hal ini perlu diperhatikan agar panas yang ditimbulkan tidak melebihi panas
yang diperlukan dalam proses industri. Akibat selanjutnya akan memperpanjang
masa pakai burner, wind box, pulverizer (alat penghancur atau pembubuk), dan
peralatan lainnya.
b. Moisture Content (kandungan lengas)
Jumlah lengas dalam batubara kan mempengaruhi penggunaan udara
primer. Batubara dengan kandungan lengas tinggi, akan memerlukan lebih
banyak udara primer untuk mengeringkan batubara tersebut agar suhu batubara
pada saat keluar dari gilingan (mill) tetap, sehingga hasil produksi industri dapat
dijamin kualitasnya. Lengas batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air
yang terdapat dalam batubara. Kandungan air dalam batubara dapat berbentuk
51
kandungan air internal (air senyawa atau unsur), yaitu air yang terikat secara
kimiawi.
Jenis air ini sulit dilepaskan atau dihilangkan tetapi dapat dikurangi,
dengan cara memperkecil ukuran butir batubara. Jenis air yang kedua adalah air
external (air mekanikan), yaitu air yang menempel pada permukaan butir
batubara (Wahyudiono, 2003 dalam Sukandarrumidi, 2005). Makin halus butir
batubara, makin luas jumlah permukaan butir secara keseluruhan, sehingga
makin banyak pula air yang menempel. Satu hal yang menguntungkan bahwa
batubara mempunyai sifat hidrophobic, artinya apabila batubara telah
dikeringkan, maka batubara tersebut sulit menyerap air, sehingga tidak akan
menambah jumlah air internal. Selama proses penimbunan di stock pile akan
timbul panas yang mampu menguapkan air mekanikan yang menempel pada
permukaan butir.
c. Ash Content (kandungan abu)
Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik
(berasal dari tumbuh-tumbuhan) dan senyawa anorganik, yang merupakan hasil
rombakan batuan yang ada di sekitarnya, bercampur selama proses
transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan (coalification). Apabila
batubara dibakar, senyawa anorganik yang ada diubah menjadi senyawa oksida
yang berukuran butir halus dalam bentuk abu. Abu hasil pembakaran batubara
ini, yang dikenal sebagai ash content (kandunga abu). Abu ini merupakan
kumpulan dari bahan-bahan pembentuk batubara yang tidak dapat terbakar
(non combustible materials), atau yang dioksidasi oleh oksigen. Bahan sisa
dalam bentuk padatan ini antara lain senyawa SiO 2, Al2O3. TiO2, Mn3O4, CaO,
Fe2O3, MgO, K2O, Na2O, P2O, SO3, dan oksida unsur lain. Di samping itu
terdapat pula abu dari bahan organik yang terbakar (combustible materials).
Imputrities yang terdapat dalam batubara berperan sangat penting
pada kandungan abu batubara. Semaakin tinggi kandungan abu dan tergantung
pada komposisinya, akan mempengaruhi tingkat pengotoran udara apabila abu
sampai terlepas ke atmosfer, menyebabkan pula terjadi keausan dn korosi pada
peralatan yang dilaluinya. Kadar abu batubara di Indonesia berkisar 5% sampai
dengan 20%.
Berat Residu( gr)
Ash = x 100% .......................................................(3.1)
Berat Sampel(gr )
52
Belerang yang terdapat dalam batubara dibedakan menjadi 2 yaitu
dalam bentuk senyawa anorganik dan senyawa organik. Belerang dalam bentuk
senyawa anorganik dapat dijumpai dalam bentuk mineral pirit (FeS 2 bentuk
kristal kubus), markasit (FeS2 bentuk kristal orthorombik), atau dalam bentuk
sulfat. Mineral pirit dan markasit sangat umum terbentuk pada kondisi
sedimentasi rawa (reduktif). Belerang organik terbentuk selama terjadinya
proses coalification. Keberadaan sulfur dalam batubara akan berpengaruh
terhadap tingkat korosi sisi dingin (sisi luar) yang terjadi pada elemen pemanas
udara (terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari letak embun sulfur), juga
berpengaruh terhadap efektivitas peralatan penangkapan abu (electrostatic
precipitator). Adanya kandungan sulfur, baik dalam bentuk sneyawa anorganik
maupun organik di atmosfer dipicu oleh keberadaan air hujan, mengakibatkan
terbentuk air asam (dalam dunia pertambangan batubara dikenal sebagai air
asam tambang, dengan Ph <7.
e. Volatile Matter (bahan mudah menguap)
Kandungan volatile matter, berkaitan dengan proses pembatubaraan.
Akibat adanya overburden pressure, kandungan air dalam batubara akan
berkurang, sebaliknya semakin mengecilnya kandungan air, calorific value akan
meningkat. Pada saat bersamaan batubara akan mengalami proses
devolatisation. Semua sisa oksigen, hidrogen, sulfur, nitrgoen berkurang
sehingga kandungan volatile matter mengecil. Kandungan volatile matter,
mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas nyala api.
Kesempurnaan pembakaran ditentukan oleh nilai fixed carbon. Semakin tinggi
nilai fuel ratio, maka karbon yang tidak terbakar semakin banyak.
Adapun hubungan antara fuel ratio, fixed carbon dan volatile matter
adalah sebagai berikut:
Fuel Ratio = Fixed Carbon
Volatille Matter ………………..…………………
(3.2)
f. Fixed Carbon
Difenisikan sebagai material yang tersisa, setelah berkurangnya
moisture, volatile matter dan ash. Hubungan ketinganya ditunjukkan sebagai
berikut:
53
(3.3)
Apabila nilai moisture content dan ash content disamakan dengan nilai
volatile matter, persamaan tersebut di atas menjadi:
Dimana W adalah berat dalam gram dari batubara halus berukuran 200 mesh.
(Sukandarrumidi, 2005)
54
pengambilan contoh, baik pada batubara yang tampak homogen maupun
heterogen. Pengambilan contoh dilakukan sejak eksplorasi hingga saat
penjualan batubara. Pengambilan contoh pada eksplorasi dilakukan pada
contoh inti bor atau melalui singkapan yang ada, seperti menggunkan channel
sampling, trencing, dan test pit.
55
Basis digunakan sebagai persepsi umum yang luas sehingga antara penjual dan
pembeli batubara saling memahami Indai hasil uji. Basis dalam analisis untuk
batubara terdiri dari lima macam dengan penggunaan yang bisa saling
dikonversi. Basis data dalam analisis uji parameter batubara terdiri dari DMMF,
DAF, D, AD dan AR.
56
on Board), penilaian kualitas pada basis ARB adalah saat berpindahnya hak
kepemilikan batubara di kapal atau tongkang. Pada kondisi ini, kadang ARB
juga disebut as loaded basis.
Gambar 3.8
Basis Batubara
Hasil perhitungan dalam setiap basis dapat saling dikonversi menjadi
basis tertentu yang diinginkan (Gambar 3.9). Dalam transaksi jual-beli batubara,
persyaratan kualitas yang umumnya tercantum di kontrak pembelian adalah
hasil analisis proksimat, yaitu TM, IM, Ash, VM, FC, kalori, dan sulfur. Oleh
karena itu, DMMF tidak memiliki konversi antar basis karena tidak umum
digunakan dalam nilai komersial.
Gambar 3.9
Konversi Nilai parameter Antar Basis
(Irwandy, 2014)
3.5. Sampling
Pada proses pengambilan sample pada Crushing Plant, dilakukan dua
metode pengambilan yaitu manual sampling dan mechanical sampling.
3.5.1. Manual sampling
Manual sampling adalah metode pengambilan contoh sampel secara
manual menggunakan sekop. Metode ini dilakukan untuk mengambil batubara
57
pada lokasi ROM stok, stockpile, pit penambangan, serta dapat juga dilakukan
untuk belt conveyor pada crushing plant dan loading conveyor. Namun manual
sampling dilakukan apabila automatic sampling mengalami kendala atau
kerusakan.
58
3.5.2. Automatic sampling
Automatic sampling adalah metode pengambilan contoh sampel
secara mekanis menggunakan mechanical sampler. Metode ini dilakukan untuk
mengambil batubara pada lokasi crushing plant dan loading conveyor.
59
3.6. Preparasi
3.6.1. Preparasi sampel batubara
Untuk mendapatkan hasil pengujian yang representatif dan benar
maka perlu dilakukan preparasi sebelum sample tersebut diuji laboratorium
sesuai dengan standard yang digunakan atau diinginkan. Adapun beberapa
cara mempersiapkan sampel batubara adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan jumlah sample yang akan dipreparasi
b. Memilah sample yang akan dipreparasi
c. Melakukan registrasi dan print out label sample yang akan dipreparasi pada
program Cclas
d. Menimbang sample beserta bagnya
e. Bagi dengan Rotary Sample Divider
f. Ambil 5 kg untuk sample.
g. Penggilingan sample ke 4,75mm.
h. Bagi lagi dengan RSD sejumlah 3 Kg untuk GA, 2 kg Store Sample. Sample
store dibungkus, diberi label dan disimpan diruangan store
i. Penggilingan sample ke 2,36mm.
j. masukan sample GA dalam aluminium tray sebanyak ±250 gram,catat
beratnya pada CCLas
k. keringkan sample dalam drying sheet pada temperatur 35-40˚C sampai
beratnya konstan atau selama waktu yang ditetapkan, 14-16 Jam
l. Timbang berat sample setelah pengeringan sehingga didapat berat free
moisture (FM) dan catat dalam program Cclass.
m. Bagi sample dengan manual divider
n. Giling sample ke size 250 mikron dan simpan dalam botol, di beri label.
o. Sample GA dikirim ke Laboratorium analisa
p. Selesai
3.5.2. Tahap analisis di laboratorium
Adapun beberapa pengujian sample yang akan dianalisis di
laboratorium perusahaan yaitu sebagai berikut:
a. Total Moisture (TM)
Untuk menentukan total moisture diperlukan dua komponen yaitu free
moisture seperti yang ditunjukkan pada proses persiapan sampel dan residual
moisture. Proses menentukan residual moisture sebagai berikut:
60
1) Siapkan sample dengan size 0,25 mm, pilih job sample yang akan di
analysis dari data entry program CClas
2) Di timbang crusible kosong dan catat beratnya sebagai A atau transfer berat
crusible ke dalam data entry CClas
3) Masukan sample kedalam crusible sebanyak ± 1,000 gram dan catat
beratnya sebagai B atau transfer berat crusible dan sample ke dalam data
entry CClas. (Untuk setiap sample proses ini dilakukan duplo) Berat sample
diperoleh sebagai hasil B-A
4) Selanjutnya sample dimasukan kedalam MFS Oven dan setting suhu Oven
pada 107-110 ⁰C. Alirkan gas nitrogen 350 Psi. Proses analysis selama 1.5
jam.
5) Setelah 1,5 jam proses, keluarkan sample, diamkan selama ±3-6 menit dan
timbang beratnya sebagai C atau transfer hasil penimbangan ke dalam data
entry CClas
B−C
Calculation : %RM = x 100
B− A
A = berat crusible kosong
B = berat Crusible + sample sebelum Pemanasan
C = berat Crusible + sample setelah Pemanasan
b. Inherent Moisture
Adapun proses-proses cara menentukan inherent moisture, yaitu
sebagai berikut:
1) Siapkan sample dengan size 0,25 mm, pilih job sample yang akan di
analysis dari data entry program CClas
2) Di timbang crusible kosong dan catat beratnya sebagai A atau transfer berat
crusible ke dalam data entry CClas
3) Masukan sampel kedalam MFS Oven dengan setting suhu oven pada 105
⁰C. Alirkan gas nitrogen 500 Psi. Proses analisis selama 1 jam.
4) Setelah 1 jam proses, keluarkan sample, diamkan selama ±3-6 menit dan
timbang beratnya sebagai C atau transfer hasil penimbangan ke dalam data
entry CClas
61
c. Calorific Value
Adapun proses-proses cara menentukan inherent moisture, yaitu
sebagai berikut:
1) Periksa Power elektrik sudah terpasang dengan benar pada alat bomb
Calory LECO AC-350.
2) Periksa regulator gas oksigen
a. Gunakan gas Oksigen dengan purity 99.9 %
b. Periksa tekanan gas , untuk regulator 1 (yang menyatakan tekan gas
dalam tabung) minimal 750 psi ( jika kurang dari 750 psi ganti dengan
tabung oksigen yang baru) ; regulator 2 ( yang menyatakan tekanan gas
yang masuk ke alat) minimal 450 psi
3) Check balance connection
4) Buka regulator gas Oksigen,hidupkan power AC, instrument dengan
menekan power ON pada LECO AC-350 yang terletak di bagian kiri
belakang alat, dan Balance.
5) Lakukan pemanasan alat selama ± 10 menit, tekan tombol (5) DIAGNOSTIC
dan pilih (1) AMBIENT MONITOR, check tampilan :
a. Bucket temperature : 29.775 °C (13.00-33.00 °C )
b. Jacket temperature : 30.000 °C (13.00-33.00 °C)
c. Ignitor : 29.994 °C (29.000-30.000 V)
Note : perhatikan AMBIENT MONITOR pada IGNITOR voltagenya harus
masuk dalam range sebelum analysis di mulai.
6) Timbang sample dengan meletakan crucible di dalam timbangan dan tekan
TARE,display timbangan akan terbaca 0.0000 g, timbang sample sebanyak
1.000 gram. Transfer beratnya dengan menekan tombol pada balance
7) Letakan Crusible + sample pada sample holder dan pasang fusewire ,lihat
dokumen JBG.EXD.LAB.01
8) Letakan Crusible & sample holder ke dalam Combustion Chamber
9) Pasang Bomb cap & isi oksigen dengan menekan Fill Switch Bomb Charger
assembly (450 psi)
10) Isi bomb bucket, dengan 2000 mL aquades dari pipet tank
11) Tempatkan bomb ke dalam Bomb Bucket dengan menggunakan Bomb
handle
62
12) Pasang kabel BOMB FUSE LEADS ASSEMBLY
13) Tutup Bomb Bucket cover, tekan START dan pilih Menu ANALYSIS
a. TEKAN 1 : Untuk Analysis Bomb 1
b. TEKAN 2 : Untuk Analysis Bomb 2
c. TEKAN 3 : Untuk Analysis Bomb 3
d. TEKAN 4 : Untuk Analysis Bomb 4
Tunggu Proses analysis ±8 menit sampai terdengar bunyi alarm
14) Catat analysis yang tertera pada monitor LECO AC-350 atau transfer ke
dalam data entry CClas program.
d. Kandungan Ash
Adapun proses-proses cara menentukan inherent moisture, yaitu
sebagai berikut:
1) Siapkan sample dengan size 0,25 mm, pilih job sample yang akan di
analysis dari data entry program CClas
2) Di timbang crusible kosong dan catat beratnya sebagai A atau transfer berat
crusible ke dalam data entry Cclas
3) Masukan sample kedalam crusible sebanyak ± 1,000 gram dan catat
beratnya sebagai B atau transfer berat crusible & sample ke dalam data
entry CClas. (Untuk setiap sample proses ini dilakukan duplo) Berat sample
diperoleh sebagai hasil B-A
4) Selanjutnya sample dimasukan kedalam Furnace Nabertherm
- Hidupkan power ON pada Furnace Naberterm, panaskan furnace secara
berangsur- angsur, setelah 1 jam pertama temperature furnace 450 -500
°C,1 jam kedua temperature furnace 700 -750 °C,
- Setting suhu furnace pada 750 °C TIMER : 120 menit (Proses analysis
selama 4 jam)
5) Setelah 4 jam proses matikan furnace, keluarkan sample, diamkan selama
±5-8 menit dan timbang beratnya sebagai C atau transfer hasil
penimbangan ke dalam data entry Cclas
C−A
Calculation : % Ash = x 100
B− A
A = berat crusible kosong
B = berat Crusible + sample sebelum Pemanasan
C = berat Crusible + sample setelah Pemanasan
63
3.6. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Batubara
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas pada batubara
adalah sebagai berikut:
1. Proses penumpukan batubara
Proses penumpukan batubara, dalam proses penyimpanan batubara,
tidak semua batubara yang sudah digali dan ditumpuk di stockpile langsung
disalurkan ke konsumen karena tergantung permintaan pasar pada saat itu.
Tidak banyak konsumen ataupun pasar meminta batubara kualitas rendah
sehingga batubara dengan kualitas rendah biasanya tertumpuk lama di
stockpile. Akibatnya batubara yang tertumpuk lama di stockpile kualitasnya
semakin menurun. Semakin lama batubara ditumpuk di stockpile maka semakin
banyak juga pengotor yang terkandung dalam batubara tersebut. Hal ini
biasanya disebabkan karena faktor cuaca. Batubara yang ditumpuk di stockpile
tidak boleh lebih dari 1 bulan apalagi untuk batubara dengan peringkat yang
rendah (Carpenter, 1999).
2. Proses Penambangan
Saat proses penambangan sering terdapat kontaminasi didalam lapisan
batubara yang diproduksi, dan kontaminansi yang sering terjadi pada saat
penambangan adalah lapisan overburden yang ikut terambil, posisi bench yang
tidak stabil dan berpotensi longsor sehingga lapisan overburden tercampur
dengan lapisan batubara hal ini juga akan menjadi pengotor yang susah untuk
dipisahkan dan menyebabkan menurunnya kualitas batubara, batuan yang ikut
tertambang. Kemudian clay band merupakan nama lain dari sisipan pada
lapisan batubara dan pengotor bagi batubara yang susah untuk dipisahkan, clay
band atau parting ini mirip dengan batubara yang merupakan batuan yang
terbentuk dari silikaan, disebut juga silisified coal yang keras dan dapat
menurunkan nilai kalor pada batubara.
3. Kondisi Front Kerja
Kondisi front kerja juga dapat berdampak besar terhadap perbedaan
kualitas batubara yang ada pada lokasi penambangan dan stockpile. Hal ini
sangat sulit untuk dihindari apalagi karna adanya faktor cuaca yang bisa
berdampak terhadap lokasi front kerja. Secara aktual dilapangan ketika terjadi
hujan maka front kerja akan banyak lumpur, dimana lumpur tersebut akan ikut
terangkut bersama batubara. Hal tersebut dapat menyebabkan meningkatnya
64
ash dan surface moisture sehingga secara otomatis akan berdampak pada total
moisture.
4. Proses Pemuatan (loading)
Pada saat proses muatan batubara (loading) kedalam alat angkut juga
dapat berdampak terhadap perbedaan kualitas batubara. Hal ini terjadi apabila
material lain seperti batulempung ikut terangkut bersama-sama dengan
batubara kedalam alat angkut. Ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan
kualitas batubara pada meningkatnya nilai ash. Kondisi seperti ini seringkali
dijumpai dilapangan. Perlu kontrol yang baik dari pengawas dilapangan agar
selalu memperhatikan hal ini supaya dapat menghindari terjadinya kontaminasi
pada batubara yang akan di angkut, supaya perbedaan kualitas batubara di
lokasi penambangan dan di stockpile tidak signifikan.
5. Ukuran batubara yang tidak seragam
Semakin kecil ukuran partikel batubara, maka semakin besar luas
permukaannya. Hal ini menyebabkan akan semakin tinggi surface moisturenya.
Dimana pada nilai inherent moisture tetap, tetapi nilai total moisture akan naik
yang disebabkan oleh naiknya surface moisture pada batubara tersebut.
6. Proses Pengolahan Batubara Pada Stock ROM
Pada saat proses pengolahan batubara (coal processing) di stock ROM
bisa berdampak juga terhadap perbedaan kualitas batubara. Ketika alat
pengumpan dalam hal ini bulldozer terlalu dalam menekan blade saat
mendorong batubara kedalam hopper, sehingga mengenai base atau dasar dari
stock ROM juga dapat berdampak terhadap perbedaan kualitas batubara. Hal ini
terjadi akan menyebabkan terjadinya perbedaan kualitas batubara pada
meningkatnya nilai ash.
(Toding dkk, 2019)
65
BAB IV
METODE PENELITIAN
66
4.2. Metodologi Penelitian Tugas Akhir
Metodologi yang digunakan pada peneletian tugas akhir ini adalah
sebagai berikut:
1. Observasi (pengamatan), metode ini dilakukan dengan cara mengamati
kondisi dan kegiatan di lapangan, kemudian dilakukan pengumpulan data
terkait.
2. Metode interview (wawancara), metode ini dilakukan dengan cara tanya
jawab dengan operator maupun karyawan pada PT Jorong Barutama
Greston.
3. Metode pustaka, metode ini dilakukan dengan mempelajari pustaka yang
ada mengenai PT Jorong Barutama Greston.
4. Dokumentasi, dilakukan dengan mengumpulkan foto-foto kegiatan yang
dilakukan pada saat melakukan penelitian tugas akhir.
67
4.3. Diagram Alir Penelitian
Mulai
Studi Literatur
Pengambilan Data
Pengolahan Data:
1. Perhitungan
2. Pengelompokan Data
3. Tabulasi
4.Grafik Perbandingan
Pembahasan:
1. Menganalisis hasil perhitungan data parameter kualitas batubara pada crushing plant dan stockrom.
2. Membandingkan hasil analisis parameter kualitas batubara pada crushing plant dan stockrom.
3. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan parameter kualitas batubara pada crushing plant
dan stockrom.
Selesai
Gambar 4.3
Diagram Alir Penelitian
68
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
69
70
DAFTAR PUSTAKA
Aladin, Andi. 2011. Sumber Daya Alam Batubara. Lubuk Agung. Bandung.
Elliot, M.A. dan YOHE, G.R. 1981. The Coal Industry and Coal Research and
Development in Prospective, dalam H.H LOWRY, Chemistry of Coal
Ultization Second Suplementary Volume, John Willey and Sons, New
York, N.Y. USA.
Gusti, Anugrah Putra. 2016. Kajian Penurunan Kadar Abu Dari Limbah
Pencucian Batubara PT Kaltim Prima Coal dengan Metoda Pelarutan
di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral Batubara.
Universitas Islam Bandung. Bandung
71
Speight. J.G. 2005. Handbook of coal analysis. Vol. 166, John Wiley & Sons,
Inc
Winda., Triantoro, A., & Annisa. 2021. Analisis Pengaruh Curah Hujan
Terhadap Parameter Kualitas Batubara Pada Seam 12 Mawar di
Stockrom Malinut PT Multi Tambangjaya Utama. Jurnal Himasapta,
6(01).
Wood, G. H., Kehn, T. M., Carter, M. D., & Culbertson, W. C. (1983). Coal
Resource Classification System of the U.S. Geological Survey. U.S.
Geological Survey.
72