Anda di halaman 1dari 72

EVALUASI PARAMETER KUALITAS BATUBARA PADA CRUSHING PLANT

DAN STOCKROM PT JORONG BARUTAMA GRESTON KECAMATAN


JORONG KABUPATEN TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program


Studi Teknik Pertambangan

Oleh:

MELIYANA
1810813220011

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
BANJARBARU
2022

1
PERSETUJUAN SKRIPSI

EVALUASI PARAMETER KUALITAS BATUBARA PADA CRUSHING PLANT


DAN STOCKROM PT JORONG BARUTAMA GRESTON KECAMATAN
JORONG KABUPATEN TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Oleh:

MELIYANA
1810813220011

Banjarbaru, 27 September 2022

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Nurhakim, S.T.,M.T.,IPM Rudy Hendrawan Noor, S.T.,M.T.


NIP. 19730615 200003 1 002 NIP. 19810306 200501 1 001

Mengetahui:

Program Studi Teknik Pertambangan Koordinator,

Agus Triantoro, S.T.,M.T.


NIP. 19800803 200604 1 001

2
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK PERTAMBANGAN

EVALUASI PARAMETER KUALITAS BATUBARA PADA CRUSHING PLANT


DAN STOCKROM PT JORONG BARUTAMA GRESTON KECAMATAN
JORONG KABUPATEN TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Oleh

Meliyana (1810813220011)

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada Rabu, 27 September dan


dinyatakan

LULUS

Komite Penguji :

Ketua : Agus Triantoro, S.T.,M.T.


NIP. 19800803 200604 1 001
.............................

Anggota 1 : Agus Triantoro, S.T.,M.T.


NIP. 19800803 200604 1 001
.............................

Anggota 2 : Agus Triantoro, S.T.,M.T.


NIP. 19800803 200604 1 001
.............................

Pembimbing : Ir. Nurhakim, S.T.,M.T.,IPM.


Utama NIP. 19730615 200003 1 002
.............................

Pembimbing : Rudy Hendrawan Noor, S.T.,M.T.


Pendamping NIP. 19810306 200501 1 001
.............................

3
Banjarbaru, .................................

Diketahui dan disahkan oleh:

Wakil Dekan Bidang Akademik Koordinator


Program Studi
Fakultas Teknik ULM, S-1 Teknik
Pertambangan

Meilana Dharma Putra, Ph.D. Agus Triantoro,


S.T., M.T.
NIP. 19820501 200604 1 014 NIP. 19800803
200604 1 001

4
PENGESAHAN SKRIPSI

EVALUASI PARAMETER KUALITAS BATUBARA PADA CRUSHING PLANT


DAN STOCKROM PT JORONG BARUTAMA GRESTON KECAMATAN
JORONG KABUPATEN TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Oleh:
MELIYANA
1810813220011

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi dan dinyatakan LULUS pada

Tanggal : 27 September 2022

Tim Penguji :

Nama Tanda Tangan

2. Ketua : Agus Triantoro, S.T., M.T. 1.

2. Sekretaris : Eko Santoso, S.T., M.T. 2.

2. Anggota : Eko Santoso, S.T., M.T. 3.

2. Anggota : Eko Santoso, S.T., M.T. 4.

2. Anggota : Eko Santoso, S.T., M.T. 5.


Program Studi Teknik Pertambangan
Koordinator,

Agus Triantoro, S.T.,M.T.


NIP. 19800803 200604 1 001

5
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis
atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti
tata penulisan karya ilmiah yang lazim.

Banjarbaru, 27 September 2022


Yang menyatakan,

Meliyana

1810813220011

6
LEMBAR PERSEMBAHAN

7
ABSTRAK

8
KATA PENGANTAR

9
DAFTAR ISI

10
DAFTAR GAMBAR

11
DAFTAR TABEL

12
DAFTAR LAMPIRAN

13
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Batubara merupakan salah satu sumber energi yang penting bagi
kehidupan manusia yang digunakan untuk menghasilkan energi baik untuk
industri listrik, industri semen, industri baja dan industri yang membutuhkan
energi panas dalam produksinya. Sebelum digunakan batubara hasil tambang
(Run of Mine) akan dikelola terlebih dahulu dalam proses pengelolaan atau
manajemen batubara pada stockpile sebelum dijual.
Crushing plant merupakan serangkaian alat pengolahan yang terdiri
dari pengumpan (hopper dan feeder), ban berjalan (belt conveyor), ayakan
(screen), mesin peremuk (crusher) dan peralatan tambahan lain yang saling
berkaitan. Unit crushing plant memiliki fungsi kerja sebagai alat pemecah batuan
atau alat yang digunakan untuk memperkecil ukuran batuan sesuai dengan
spesifikasi yang dibutuhkan serta memisahkan batuan hasil pemecahan dengan
menggunakan saringan.
Produksi dan kebutuhan pasar batubara akan terus meningkat seiring
dengan laju pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan akan energi. Industri
pertambangan batubara di Kalimatan Selatan berkembang dengan pesat sejalan
dengan bertambahnya permintaan pasar, baik untuk mengatasi kebutuhan
dalam negeri maupun untuk ekspor. Tingginya permintaan pasar ini disebabkan
karena batubara digunakan sebagai salah satu bahan baku dalam suatu industri
namun agar dapat dimanfaatkan tentunya harus memenuhi persyaratan yang
diminta oleh konsumen. Salah satunya adalah ukuran butir batubara. Untuk
itulah ada umumnya batubara sebelum dimanfaatkan dilakukan pengolahan
terlebih dahulu.
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral
dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank).
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada
batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat. Analisis proksimat
merupakan analisis pengujian kimia terhadap moisture, kandungan abu,
kandungan zat terbang, dan kadar karbon yang ditentukan dari serangkaian

14
metode pengujian standar (standart test methods). Analisis ini dikembangkan
sebagai alat sederhana untuk menentukan distribusi produk yang diperoleh dari
sampel batubara dipanaskan di bawah kondisi tertentu. Dengan pengertian lain,
analisis proksimat memisahkan produk ke dalam empat kelompok: (1) moisture;
(2) kandungan zat terbang, terdiri dari gas dan uap selama pirolisis; (3) kadar
karbon, fraksi non-volatile dari batubara, (4) kandungan abu, sisa pembakaran
anorganik (Speight, 2005).
Adapun pelaksanaan penelitian tugas akhir ini dilakukan pada
perusahaan yang bergerak pada bidang usaha yang sesuai dengan bidang ilmu
yang dipelajari, dalam hal ini bidang usaha pertambangan. Perusahaan yang
dituju untuk melaksanakan tugas akhir ini adalah perusahaan yang bersedia
membina dan mengarahkan serta bersedia memberikan pengalaman ilmu
praktek secara langsung di lapangan kepada mahasiswa yang melaksanakan
tugas akhir. Sesuai dengan alas an inilah yang menjadi dasar penyusun memilih
tempat kegiatan penelitian tugas akhir di PT Jorong Barutama Greston dengan
mengangkat judul Evaluasi Perubahan Kualitas Batubara pada crushing plant
dan stockrom di PT Jorong Barutama Greston ini.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada peneitian tugas akhir ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana upaya penanganan perubahan kualitas batubara pada crushing
plant dan stockrom di PT Jorong Barutama Greston
2. Bagaimana perbedaan kualitas batubara crushing plant dan stockrom di PT
Jorong Barutama Greston
3. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan kualitas batubara
1.3. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian tugas akhir pada PT Jorong
Barutama Greston adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan parameter kualitas total moisture (TM), ash content, dan
calorific value (CV)
2. Penelitian hanya dilakukan pada bulan Juli 2022
3. Penelitian dilakukan pada crushing plant dan stockrom PT Jorong Barutama
Greston
4. Tidak membahas proses pengolahan pada crushing plant PT Jorong
Barutama Greston

15
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Mengevaluasi dan menganalisis upaya penanganan perubahan kualitas
batubara pada crushing plant dan stockrom di PT Jorong Barutama Greston
2. Mengetahui perbedaan kualitas batubara pada crushing plant dan stockrom
PT Jorong Barutama Greston
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perbedaan kualitas batubara
1.5. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan pada PT
Jorong Barutama Greston adalah sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan
Sebagai masukan bagaimana mengurangi atau mengatasi perbedaan
kualitas batubara yang menurun sehingga menimbulkan kerugian bagi
perusahaan serta mengetahui faktor penyebab terjadinya perubahan kualitas
batubara.
2. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan acuan untuk menambah wawasan mahasiswa serta
menambah pemahaman mengenai evaluasi kualitas batubara.

16
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. Sejarah dan Perkembangan PT Jorong Barutama Greston


PT Jorong Barutama beroperasi secara komersial sejak Oktober 1998.
Lokasi penambangan di sebelah selatan Banjarmasin, Kec. Jorong Kab. Tanah
Laut Provinsi Kalimantan Selatan. PT Jorong Barutama Greston termasuk dalam
5 lokasi penambangan (site) PT Indo Tambangraya Megah Tbk, yaitu:
1. PT Kitadin, berlokasi di Kutai Kartanegara.
2. PT Indominco Mandiri, berlokasi di Bontang dan Kutai Timur.
3. PT Trubaindo Coal Mining, berlokasi di Kutai Barat.
4. PT Bharinto Ekatama, berlokasi di Muara Teweh dan Kutai Barat.
5. PT Jorong Barutama Greston, berlokasi di Jorong Tanah Laut.
PT. Jorong Barutama Greston adalah perseroan terbatas Penanaman
Modal Asing (PMA), dengan kepemilikan saham 95 % oleh BANPU PUBLIC
LIMITED Thailand dan 5 % lokal. PT Jorong Barutama Greston merupakan
perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan batubara, dan beroperasi
berdasarkan pola PKP2B (Perjanjian Kerja Pengusahaan Pertambangan
Batubara) dengan pemerintah Republik Indonesia. Pada saat ini operasi
penambangan yang dijalankan PT. Jorong Barutama Greston didasarkan pada
ijin produksi No. 941.K/20.01/DJP/1999 tanggal 24 desember 1999 yang
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pertambangan Umum (DJPU), Departemen
Pertambangan dan Energi (sekarang : kementerian ESDM), untuk area seluas
7.341 hektar yang disebut sebagai periode ekploitasi atau operasi produksi.
Area dimaksud merupakan sebagian dari keseluruhan wilayah PKP2B
yang dipertahankan seluas 22.061 hektar, dimana area selebihnya seluas
14.720 hektar masih dalam periode yang disebut “tahap kegiatan konstruksi”.
Periode konstruksi tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Geologi dan
Sumber daya mineral dalam SK No. 079.K/40.00/DJG/2002. Lokasi wilayah
perjanjian kerja tersebut terletak di Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut,
Provinsi Kalimantan Selatan. Operasi produksi PT. Jorong Barutama Greston di
area perjanjian seluas 7.341 ha, dilaksanakan sejak tahun 1999, berdasarkan
otorisasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pertambangan Umum melalui
surat keputusan No. 941.K/20.01DJP/1999, tanggal 24 Desember 1999.

17
Mengacu pada standard ASTM tentang klasifikasi batubara, dimana jenis
batubara yang ada dalam cadangan tambang di wilayah perjanjian PT. Jorong
barutama Greston, di identifikasi terdiri atas 3 jenis kualitas, yaitu Bituminius C
kadar zat terbang tinggi, Sub Bituminius B, Sub Bituminius C.
2.1.1. Data umum perusahaan
Nama : PT Jorong Barutama Greston (an ITM Subsidiary)
Alamat : Jl. A. Yani Km. 104. Ds. Swarangan RT.07. No. 286 Kec.
Jorong,
Kab. Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Indonesia 70882
Telepon : +62 21 2932 8100 ext. 1900
Fax : +62 21 2932 8100 ext. 2000
Alamat Web : www.itmg.co.id
Permodalan : Penanaman Modal Asing
SK AMDAL : SK DPE No. 4673/0115/sj.r/1997/ dan Revisi SK Bapedalda Kal-
Sel No.0321 Tahun 2001, Kep. Bupati Tanah Laut No.302 Tahun
2006.
2.1.2. Visi dan misi perusahaan
PT Jorong Barutama Greston merupakan anak perusahaan untuk
kegiatan penambangan di Kalimantan Selatan mewujudkan PT ITM menjadi
perusahaan tambang batubara terkemuka di Indonesia. Sebagai site operator
PT ITM, PT Jorong Barutama Greston wajib menjunjung tinggi visi dan misi PT
ITM agar terbentuk kesesuaian komitmen kerja. Adapun visi dan misi tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Visi
Menjadi perusahaan indonesia di bidang energi yang berintikan inovasi,
teknologi, inklusi dan keberlanjutan.
b. Misi
Adapun beberapa misi dari PT Jorong Barutama Greston yaitu sebagai
berikut:
1) Menjadi bagian dari pengembangan energi bangsa.
2) Menciptakan nilai berkelanjutan bagi pemangku kepentingan melalui
pengembangan portofolio usaha yang sejalan dengan kebutuhan energi
masa depan.
3) Mengembangkan nilai-nilai perusahaan dan kemampuan organisasi guna
mendorong transformasi usaha dan penciptaan keunggulan kompretitif .

18
4) Menjadi perusahaan terpercaya dan termuka yang menerapkan cara-cara
berkelanjutan dalam mengelola aspek Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola.
2.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah PT Jorong Barutama Greston
Lokasi PT Jorong Barutama Greston berada di Desa Swarangan,
Kecamatan Jorong. Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.
Secara Geografis terletak pada posisi 3o48’00’’LS - 4o01’15’’LS dan
114o46’48,57’’BT - 115o5’53’’BT. Secara administrative terletak di Kabupaten
Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.
PT JBG melakukan kegiatan penambangan batubara di desa Swarangan
yang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Utara : Kec. Jilatan
2. Timur : Kec. Asam-asam
3. Selatan : Laut Jawa dan Desa Swarangan
4. Barat : Kec. Penyipalan
Secara keseluruhan areal kontrak kerja PT JBG seluas ±4800 Ha yang
terletak diantara 3o45’07”-4o0’15” Lintang Selatan dan 114o46’48,57”-115o5’53”
Bujur Timur. Endapan Batubara Jorong terletak pada cekungan Asam-Asam
yang berlokasi di Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi
Kalimantan Selatan, ±10 Km di sebelah Tenggara Banjarmasin. Secara fisiografi
lokasi tersebut berada di Tenggara kaki bukit Pegunungan Meratus. Sedangkan
kesampaian dicapai melalui jalan darat dari kota Banjarbaru menggunakan
kendaraan roda empat yang berjarak 83 km dan ditempuh kurang lebih selama
3 jam ke arah selatan dapat dilihat pada gambar 2.1

19
Gambar 2.1.
Peta Kesampaian Daerah

20
2.3. Kondisi Umum Daerah Pengamatan
2.3.1. Kondisi geologi regional
Struktur Geologi pada tambang milik PT Jorong Barutama Greston
termasuk dalam Cekungan Asam-Asam yang merupakan bagian dari Cekungan
Barito. Batubara pada area penambangan PT Jorong Barutama Greston sendiri
merupakan Formasi Warukin pada periode Miosen Akhir. Pada Cekungan Barito
terdapat empat formasi yaitu Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin,
dan Formasi Dahor.
a. Formasi alluvial (Qa)
Merupakan formasi berumur kuarter, terutama terdiri dari akumuasi
endapan kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung serta sisa
tetumbuhan setempat, mengandung partikel emas plaser dan butiran intan
sekunder, terutama di daerah aliran dan alluvium sungai landak serta cabang-
cabangnya.
b. Formasi dahor (TQd)
Formasi ini berada pada bagian atas Formasi Warukin. Formasi ini
tersusun atas batupasir kuarsa kurang padu, konglomerat dan Batu
lempung lunak, dengan sisipan lignit (5-10 cm), kaolin (30-100 cm), dan limonit.
Formasi ini terendapkan dalam lingkungan paralas dengan tebal formasi
diperkirakan 250 m. Formasi ini diperkirakan terbentuk pada periode Pliosen
hingga Plistosen.
c. Formasi warukin (Tmw)
Formasi ini berada di atas Formasi Berai. Formasi ini diendapkan secara
selaras dan terdiri dari selingan batu pasir kuarsa halus dengan batu
konglomerat kasar dengan ketebalan 5-30 cm dan batulempung dengan
ketebalan 3-100 cm, serta batubara dengan ketebalan 20-50 cm yang
terendapkan pada lingkungan paralik dengan ketebalan total diperkirakan 1250
m. Fosil foraminifera yang terkandung dalam batu lempung pasiran antara lain
Ammonia indica (Le Roy), Cellanthus sp., Amphistegnia sp., Florius sp.,
Lepidocyclina sp., Austrotrillina howchini (Schlumberger).
d. Formasi berai (Tomb)
Formasi ini berada di atas Formasi Tanjung. Pada formasi ini tidak
terdapat lapisan batubara. Formasi Berai terbentuk pada periode Oligosen
hingga Miosen awal. Formasi ini tersusun atas batugamping berwarna putih
kelabu, berlapis baik dengan ketebalan 20 sampai 200 meter. Pada formasi ini

21
kaya akan koral, foraminifera dan ganggang, terdapat sisipan napal berwarna
kelabu muda padat (10-15 cm), mengandung foraminifera plankton dan
batulempung berwarna kelabu dengan ketebalan 25 sampai 75 cm.
Kumpulan foraminifera besar yang terdapat dalam batugamping pada
formasi ini antara lain Nummulites fichteli (Michelotti), Heterostegina sp.,
Quinquiloculina sp., Lepidocyclina (Eulepidina) sp., Cycloclypeus sp., Gypsina
sp., Echinoid dan Rotalia sp., yang menunjukkan umur Oligosen Awal-Miosen
Awal. Kumpulan foraminifera plankton yang terdapat dalam napal dan
batulempung yaitu antara lain Globorotalia opima (Bolli), Globigerina
ouchitaensis (Bolli), Globigerinita unicava (Bolli, Loeblich dan Tappan),
lobigerinoides quadrilobatus (Banner dan Blow), serta Cassigerinella chipolensis
(Crushman dan Ponton) yang menunjukkan umur nisbi Oligosen. Lingkungan
pengendapan formasi ini diperkirakan adalah lingkungan neritik dan ketebalan
formasi ini kurang lebih 1000 meter.
e. Formasi tanjung (Tet)
Merupakan formasi batuan sedimen tertua pada cekungan ini. Formasi
Tanjung terbentuk pada periode Eosen. Formasi Tanjung (Tet) terdiri dari batu
pasir kuarsa berbutir halus sampai kasar (50-150 cm), berstruktur sedimen
perairan halus dan perlapisan silang-siur, sisipan batulempung berwarna
kelabu setempat menyerpih (30-150 cm), dijumpai pada bagian atas formasi.
Sisipan batubara berwarna hitam, mengkilat, pejal, dijumpai pada bagian bawah
formasi dengan tebal lapisan 50-150 cm. pada formasi ini dijumpai lensa
batugamping warna kelabu kecoklatan, mengandung kepingan moluska,
echinoid, dan foraminifera diantaranya Nummulites javanus (Verbeek) dan
Heterostegina sp., juga foraminifera kecil bentos dari keluarga Milliolidae yang
menunjukkan umur Eosen, terendapkan di lingkungan paralasneritik. Ketebalan
formasi kurang lebih 750 m.

22
Gambar 2.1.
Peta Geologi Regional

23
2.3.2. Kondisi stratigrafi regional
Di daerah perjanjian PT Jorong barutama Greston batuan tertua yang
tersingkap termasuk di dalam Formasi Pudak (batuan tersier) yang terdiri dari
batuan lava perselang-selingan konglomerat/vulkanik klastik, batu pasir dan
batugamping, basal, batuan malihan dan ultrabasa. Batuan ini tersebar di
daerah bagian Utara berbatasan dengan Pegunungan Meratus dan diperkirakan
berumur Kapur Akhir. Sedangkan batuan termuda adalah endapan aluvial yang
umumnya ditemukan sekitar daerah aliran Sungai Asam-Asam, Nahiya dan
Katal-Katal sedangkan batuan yang terdapat pada daerah ini adalah batuan Pra-
Tersier dan batuan sedimen.
a. Batuan pra-tersier
Batuan Pra-Tersier yang terdapat didaerah cekungan Kutai, Pasir Asam-
Asam membentuk batuan alas cekungan. Batuannya terdiri dari batuan lava
vulkanik, ultrabasa, gabro, andesit, rhyolit, malihan, metasedimen dan dikenal
dengan Formasi Pudak.
b. Batuan sedimen tersier
Pengendapan batuan sedimen di daerah cekungan tersier Asam-Asam
dimulai dengan pembentukan batuan sedimen Formasi Tanjung (Tet) yang
diendapkan pada kala Eosen secara tidak selaras di atas batuan dasar Pra-
Tersier. Formasi Tanjung ini merupakan Formasi pembawa batubara Eosen
pada Cekungan Tersier Kalimantan pada bagian Selatan-Timur. Di atas Formasi
Tanjung ini, pada kala Oligosen-Miosen awal terjadi genang laut (trangresi) dan
diendapakan secara selaras Formasi Berai (Tomb) dengan ciri khas batuan
utamanya disusun oleh batugamping kaya fosil foraminifera dan koral.
Selanjutnya pada kala Miosen Tengah-Akhir berlangsung penurunan
muka laut (regresi) secara berangsur-angsur bersamaan dengan ini maka
diendapkan batuan sedimen Formasi Warukin (Tmw) yang merupakan Formasi
pembawa batubara Miosen. Pada kala Miosen akhir terjadi kegiatan tektonik
terakhir yang menyebabkan tergerusnya batuan sedimen yang telah
diendapkan, kemudian pada kala Pliosen diendapkan batuan sedimen dari
Formasi Dahor (Tqd) secara tidak selaras diatas Formasi Warukin.
c. Batuan sedimen kuarter
Pengendapan batuan sedimen Formasi Dahor masih berlanjut sampai
kala Pleistosen. Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa kurang kompak,
konglomerat dan batulempung lunak dengan sisipan lignit. Sedimen Alluvium

24
(Qa) yang terdiri dari kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur merupakan
endapan sedimen termuda yang menutupi sedimen batuan berumur lebih tua
secara tidak selaras di daerah cekungan.

Sumber : Departemen Geologi, PT Jorong Barutama Greston

Gambar 2.2
Korelasi Satuan Batuan

25
2.3.3. Stratigrafi daerah pengamatan
Formasi pembawa batubara di wilayah perjanjian terdapat pada Formasi
Tanjung berumur Eosen dan Formasi Warukin berumur Miosen (Gambar 2.3).
Batubara Eosen Formasi Tanjung terdapat dalam satuan litologi/strata pembawa
batubara (coal-bearing strata) berupa batupasir dengan perselang-selingan
batupasir-lanauan dan batulempung. Batubara Eosen ini tersingkap dan
tersebar di daerah bagian Utara wilayah perjanjian yaitu disekitar Blok Logkota
dan terdiri dari lebih 7 (tujuh) lapisan dengan ketebalan sangat bervariasi antara
0,20 – 3,50 m. Ciri khas dari batubara ini adalah cukup keras, hitam mengkilap
dengan kilap terang sampai agak kusam (bright to dull bands).
Starata pembawa batubara Miosen di wilayah perjanjian adalah satuan
batu lempung dan batupasir dengan selang-seling perlapisan tipis sampai
sedang batulanau dan batulempung. Satuan batu ini merupakan anggota dari
Formasi Warukin. Batubara Miosen ini tersingkap di daerah bagian tengah
wilayah perjanjian terutama di daerah Blok Timur dan Barat tersebar luas
memanjang dari batas bagian Timur sampai batas bagian Barat wilayah
perjanjian.
Batubara Miosen dikelompokkan menjadi dua yaitu batubara Miosen
Bawah dan batubara Miosen Atas. Batubara Miosen Bawah terdiri dari 7 (tujuh)
lapisan dengan ketebalan berkisar 1,0-2,1 m dengan ciri khas batubara
berwarna hitam, kilap sedang dengan kilap kusam, keras sampai agak getas,
mengandung sedikit pirit yang mengisi retakan. Batubara Miosen Atas terdiri dari
10 (sepuluh) lapisan batubara utama dengan ketebalan 1-34 m dan beberapa
lapisan batubara minor ketebalan 0,1-2 m. Batubara ini memiliki ciri khas warna
hitam keabu-abuan sampai kecoklatan, kusam sampai agak mengkilap, keras-
getas dan mengandung sedikit pirit dan resin. Batubara Miosen Atas ini dibagi
menjadi batubara M-Zone dan U-Zone.
Batubara M-Zone terdiri dari 5 (lima) lapisan batubara utama mulai dari
lapisan paling bawah (tua) sampai teratas (muda); M1 (splitting: M1 dan M1U),
M2, M3 (M3 dan M3U), M4 (splitting: M4L1, M4L2 dan M4U) dan M5 (splitting:
M5L, M5 dan M5U) dengan ketebalan 0,66-34 m dan lapisan pengotor
(clayband) pada lapisan batubara utama lebih kecil dari 0,30 m. Batubara U-
Zone terdiri dari 5 (lima) lapisan batubara utama mulai dari lapisan paling bawah
(tua) sampai teratas (muda); U1, U2, U3 (splitting; U3L dan U3-3, U3-2, U3-1,
U4 dan U5 dengan ketebalan 1-25 m.

26
2.3.4. Morfologi daerah pengamatan
Morfologi daerah perjanjian PT Jorong Barutama Greston berdasarkan
kenampakan bentang alam yang terdapat pada daerah ini terdiri dari tiga satuan
geomorfologi, yaitu satuan morfologi aluvial, satuan morfologi perbukitan
bergelombang sedang dan satuan geomorfologi perbukitan bergelombang kuat.
Ada 3 satuan geomorfologi yang terdapat di daerah penelitian yaitu:
a. Satuan morfologi dataran aluvial menempati areal sekitar 10% dari wilayah
perjanjian yang umunya terdapat di sekitar dataran aliran sungai di bagian
Timur, Barat dan Tengah dengan kemiringan lereng ≤ dari 8% dan ketinggian
topografi 10 – 30 m (dpl).
b. Satuan morfologi perbukitan bergelombang sedang menempati areal sekitar
70% wilayah perjanjian. Satuan morfologi ini terdapat di daerah bagian Timur,
Tengah, Barat dan Selatan wilayah perjanjian dengan kemiringan lereng sekitar
8% – 16% dan ketinggian topografi 20 – 30 m (dpl).
c. Satuan morfologi perbukitan bergelombang kuat menempati areal sekitar 20%
wilayah perjanjian yang terdapat di sekitar bagian Utara wilayah perjanjian
dengan kemiringan lereng lebih besar dari 16% dan ketinggian topografi 50 –
150 m (dpl).
2.4. Kegiatan Penambangan
Sistem kegiatan penambangan yang akan digunakan adalah sistem
tambang terbuka dengan memakai metode open pit. Adapun kegiatan
penambangan yang akan dilakukan secara bertahap yaitu sebagai berikut:
1. Pembersihan lahan (Land Clearing)
Pembersihan lahan adalah tahap awal kegiatan penambangan, lahan
yang masih berbentuk hutan semak-semak, pohon-pohon, rawa-rawa dan
binatang perlu dibersihkan dengan terlebih dahulu menebang pohon-pohon
besar. Selanjutnya menggunakan bulldozer ataupun excavator sebagai alat gali,
yang naik diatas bukit mendorong kayu-kayu, dan semak-semak ke bawah.
Pembersihan lahan dilakukan dengan bertahap dengan luas tertentu sesuai
dengan kemajuan penambangan yang telah direncanakan.

27
Dalam proses land clearing atau pembersihan lahan terdapat beberapa
syarat yang harus diperhatikan sebelum proses pengerjaannya, seperti lahan
yang akan dibuka bukan areal yang terlindungi atau termasuk area konservasi,
memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), melakukan
kajian komprehensif dari berbagai kajian keilmuan untuk menghindari terjadi nya
erosi, longsor, dan bencana lainnya.

Sumber: Dokumentasi Pribadi , 2022

Gambar 2.3.
Kegiatan Pembersihan Lahan

2. Pengupasan, pengangkutan dan penimbunan tanah pucuk (top soil)


Tahapan kedua dalam kegiatan penambangan adalah pengupasan
lapisan tanah pucuk atau top soil yang sangat kaya akan unsur hara. Kegiatan
pengupasan tanah pucuk dilakukan dengan menggunakan excavator atau
bulldozer. Biasanya ketebalan tanah pucuk adalah ± 10 sampai 30 cm. Kegiatan
pengangkutan tanah pucuk dilakukan dengan menggunakan dump truck dan
menyesuaikan dengan keadaan dan kondisi di area pertambangan.
Bagian tanah pucuk yang subur atau humus harus ditempatkan dalam
tempat yang aman diluar daerah penambangan yang nantinya akan
dikembalikan dan akan digunakan kembali dengan ditanami tumbuhan pilihan
untuk digunakan nantinya dalam program reklamasi. Kegiatan pengupasan top
soil dilakukan dengan sangat memperhatikan dimana peletakan kembali tanah
pucuk yang sudah dikupas dalam hal ini PT Jorong Barutama Greston
melakukan peletakatan top soil pada area inpit yang sudah ditimbun dengan
material overburden yang sudah mencapai elevasi yang sudah dianggap cukup.

28
Sumber: Dokumentasi Perusahaan , 2022

Gambar 2. 4.
Pengupasan Tanah Pucuk

3. Pengupasan, pengangkutan dan penimbunan tanah penutup (overburden)


Pengupasan tanah penutup (overburden) harus sesuai dengan kondisi
lahan dan desain yang sudah direncanakan oleh perusahaan. Mekanisme
kegiatannya yakni lapisan tanah penutup akan digali dengan menggunakan
bulldozer yang dikombinasikan dengan excavator tanpa melalui proses
peledakan jika overburden yang ada masih memenuhi standart kemampuan alat
mekanis yang dipakai dan jika overburden yang ditemui terlalu keras dan
melewati batas kemampuan alat mekanis maka peledakan harus dilakukan guna
mempercepat dan mempermudah kegiatan digging excavator.
Pengangkutan overburden dilakukan dengan menggunakan dumptruck
dan memiliki dua opsi dumping yakni in-pit dump pada pit yang batubara nya
sudah selesai diambil dan pada area disposal. Penimbunan tanah penutup
pada in-pit dump memiliki jarak pengangkutan ± 2400 meter dan jarak ke
disposal memiliki jarak pengangkutan ± 3800 meter dari pit U210 milik PT
Jorong Barutama Greston. Dari kegiatan pengupasan overburden terjadi bukaan
tambang, agar ada kontinuitas dan untuk menjaga keamanan tambang
diperlukan pembuatan jenjang lereng penggalian biasanya pengupasan tanah
penutup dibuat jenjang per jenjang dengan tinggi rata-rata 10 meter, lebar 5
meter, dengan kemiringan untuk bench 45°.

29
Sumber: Dokumentasi Pribadi , 2022

Gambar 2.5.
Pengupasan Tanah Penutup

4. Penggalian, pengangkutan dan penimbunan batubara

Penggalian batubara dapat dikerjakan setelah lapisan tanah penutup


diatasnya diambil. Untuk mendapatkan batubara yang bersih dari pengotor dan
batubara halus, maka lapisan batubara biasanya disisakan sekitar 7 cm dengan
menggunakan alat gali ukuran kecil untuk mencegah kontaminasi cara ini
disebut cleaning batubara. Batubara akan diangkut dengan dump truck ke ROM
stock. Kegiatan pengangkutan batubara dilakukan dengan dumptruck dengan
jarak tempuh ± 14900 meter dari pit U210 menuju tempat dumping batubara
baik di ROM stock maupun langsung melakukan dumping pada hopper.
Kegiatan penimbunan batubara ditempatkan di dua titik dumping yaitu
pada hopper dan langsung dilakukan proses crushing dan sizing serta pada
ROM sebagai opsi jika hopper sedang dalam keadaan overload dikarenakan
terlalu banyak material atau sedang dalam kondisi perbaikan. Batubara yang
berada pada ROM akan dilakukan rehandling oleh dumptruck ke hopper jika
keadaan pada hopper sudah kosong dan kembali bisa bekerja secara optimal.

30
Sumber: Dokumentasi Pribadi , 2022

Gambar 2. 6.
Penggalian Batubara

5. Pemuatan batubara

Batubara dari ROM kemudian diangkut menggunakan dumptruck re-


handling menuju ke hopper. Pengolahan batubara berupa proses crushing
dilakukan pada unit pengolahan batubara yang berada di pelabuhan. Pada unit
crushing batubara PT Jorong Barutama Greston terdapat berbagai macam
peralatan yang terangkai dalam satu rangkaian yang saling berhubungan, antara
lain terdiri dari hopper, feeder breaker, belt conveyor, vibrating screen, double
roll crusher, belt conveyor , dan stacker conveyor. Kegiatan penjualan akan
dilakukan di pelabuhan tersebut.

Kualitas batubara PT Jorong barutama Greston relatif berkadar sulphur


dan abu rendah, sehingga sangat sesuai digunakan pada ketel uap pembangkit
listrik yang berbahan bakar batubara, industri semen termasuk sebagai bahan
untuk diolah menjadi Batubara cair. Strategi pemasaran yang dipilih PT Jorong
barutama Greston adalah strategi differentiated market, dengan sasaran
konsumen pengguna bahan bakar batubara di beberapa negara Asia (Thailand,
India and Piliphine) dan Eropa, termasuk juga bagi pengisiaan potensi pasar
domestic (seperti industri kecil sektor metalurgi dan industri briket).

31
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2022
Gambar 2. 7.
Pemuatan Batubara

32
Sumber : PT Jorong Barutama Greston

Gambar 2.3
Stratigrafi Batubara PT Jorong Barutama Greston

33
BAB III
KAJIAN PUSTAKA

3.1. Pengertian Batubara


Menurut Sukadarrumidi 1995 batubara merupakan bahan bakar
hidrokarbon padat yang terbentuk dari proses penggambutan dan
pembatubaraan di dalam suatu cekungan (daerah rawa) dalam jangka waktu
geologis yang meliputi aktivitas bio geokimia terhadap akumulasi flora di alam
yang mengandung selulosa dan lignin. Proses pembatubaraan juga dibantu oleh
faktor tekanan (berhubungan dengan kedalaman), dan suhu (berhubungan
dengan pengurangan kadar air dalam batubara).
Sedangkan Muchijidin 2006 mengatakan bahwa istilah batubara
merupakan hasil terjemahan dari coal. Disebut batubara mungkin karena dapat
terbakar seperti halnya arang kayu (charcoal). Menurut Muchijidin banyak sekali
definisi mengenai batubara yang telah dikemukakan dalam referensi, salah
satunya berbunyi bahwa batubara adalah suatu batuan sedimen organik berasal
dari penguraian sisa berbagai tumbuhan yang merupakan campuran yang
heterogen antara senyawa organik dan zat anorganik yang menyatu di bawah
strata yang menghimpitnya.
Batubara dapat didefinisikan sebagai batuan sedimen yang terbentuk
dari dekomposisi tumpukan tanaman selama kira-kira 300 juta tahun.
Dekomposisi tanaman ini terjadi karena proses biologi dengan mikroba dimana
banyak oksigen dalam selulosa diubah menjadi karbondioksida (CO2) dan air
(H2O). Perubahan yang terjadi dalam kandungan bahan tersebut disebabkan
oleh adanya tekanan, pemanasan yang kemudian membentuk lapisan tebal
sebagai akibat pengaruh panas bumi dalam jangka waktu berjuta-juta tahun,
sehingga lapisan tersebut akhirnya memadat dan mengeras (Mutasim, 2010).
Adapun bentuk dari batubara itu sendiri dapat dilihat pada gambar 3.1.
Menurut Irwandy 2014, batubara dikenal juga sebagai “emas” hitam.
Masyarakat mengenalnya sebagai batu hitam yang bisa terbakar. Hal itu tidak
salah karena tampilan dilapangan menunjukkan perbedaan kontras antara
batubara dan batuan sekitarnya (Gambar 3.1). Batubara didefinisikan oleh
beberapa ahli dan memiliki banyak pengertian di berbagai buku atau referensi.

34
Di komunitas industri, definisi ini lebih spesifik lagi, yaitu batuan yang pada
tingkat kualitas tertentu memiliki nilai ekonomi.
Elliot 1981 yang merupakan geokimia batubara, berpendapat bahwa
batubara merupakan batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah
heterogen yang mengandung unsur-unsur karbon, hydrogen, serta oksigen
sebagai komponen unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur
tambahan. Zat lain, yaitu senyawa anorganik pembentuk ash (debu), tersebar
sebagai partikel zat mineral yang terpisah di seluruh senyawa batubara. Secara
ringkas, batubara bisa didefinisikan sebagai batuan karbonat berbentuk padat,
rapuh, berwarna cokelat tua sampai hitam, dapat terbakar, yang terjadi akibat
perubahan tumbuhan secara kimia dan fisik.

Gambar 3.1
Batubara
3.2. Pembentukan Batubara
3.2.1. Tempat terbentuknya batubara
Menurut Sukandarrumidi 1995 batubara terbentuk dengan cara yang
sangat komplek dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta
tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Untuk
memahami bagaimana batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan perlu
diketahui di mana batubara terbentuk dan faktor-faktor yang akan
mempengaruhinya. Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal 2
macam teori:
a. Teori insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara
merupakan tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di tempat batubara tersebut

35
terbentuk. Setelah tumbuh-tumbuhan tersebut tumbang atau rubuh, tumbuh-
tumbuhan tersebut tidak mengalami proses transportasi dan segera
tertimbun oleh lapisan sedimen, untuk selanjutnya mengalami proses
pembatubaraan (coalification).
Jenis endapan batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai
ciri-ciri penyebaran yang luas dan merata, serta kualitasnya lebih baik
karena kadar abunya relatif kecil. Contoh dari batubara yang terbentuk
dengan metode ini adalah batubara yang ada di Muara Enim (Sumatera
Selatan).
b. Teori drift
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk batubara
berasal dari tempat yang berbeda dengan tempat pembentukan batubara.
Dengan demikian tumbuhan yang telah mati mengalami proses transportasi
oleh media air dan terakumulasi di suatu tempat dan selanjutnya tertutup
oleh sedimen-sedimen dan mengalami coalification.
Hasil proses ini akan terbentuk endapan batubara dengan ciri-ciri
penyebarannya tidak begitu luas dan tidak merata, serta kualitasnya kurang
begitu baik karena lebih banyak mengandung material pengotor yang ikut
terangkut selama proses pengangkutan ketempat pembentukan. Contoh dari
batubara yang terbentuk dengan metode ini adalah batubara yang ada di
delta Mahakam purba (Kalimantan Timur).
(Sukandarrumidi, 1995)

3.2.2. Proses pembentukan batubara


Terdapat dua proses utama yang berperan dalam proses pembentukan
batubara, yaitu proses penggambutan atau peatification dan pembatubaraan
atau coalification. Gambut sendiri merupakan tahap awal dalam pembentukan
batubara.

36
Gambar 3.2
Proses Pembentukan Batubara

a. Penggambutan (peatification)
Gambut adalah sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari
timbunan hancuran atau bagian tumbuhan dalam kondisi tertutup udara (di
bawah air), tidak padat, memiliki kandungan air lebih dari 75% (berat) dan
kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering (Anggayana,
2000). Pembentukan gambut merupakan tahap awal pembentukan batubara.
Dalam tahap ini proses yang paling penting adalah proses pembentukan humic
substance (humification). Pembentukan humic substance (humification) ini
dikontrol oleh beberapa faktor, yaitu kenaikan temperatur, suplai oksigen, fasies
dan lingkungan alkali.
Proses penggambutan in merupakan proses awal dalam pembentukan
batubara, yang meliputi proses perubahan kimia (biochemical coalification) dan
mikrobial. Dalam proses penggambutan akan bergantung pada laktor
Keberadaan air pad lingkungan pengendapan. dan mikroorganisme (bakteri).
Setelah proses tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses perubahan
geokimia (geochemical coalification), yang dalam prosesnya tidak melibatkan
bakteri lagi.
b. Pembatubaraan (coalification)
Proses pembatubaraan meliputi perkembangan dari gambut (peat),
menjadi batubara lignit (brown coal), sub bituminous, bituminous, dan anthracite.
Proses ini dikontrol oleh beberapa hal yaitu waktu, tekanan dan temperatur.
Pada sat proses perubahan gambut menjadi lignite, proses yang terjadi adalah
kenaikan temperatur dan penurunan porositas. Terjadinya proses kenaikan
temperatur yang dikuti penurunan porositas ini diakibatkan oleh adanya

37
pembebanan material-materjal sedimen di atasnya. Akibat tertekan sedimen di
atasnya maka lapisan tersebut akan mengalami kompaksi dan terbentuklah
lignite.
Apabila pada lapisan lignite terjadi peningkatan temperatur dan tekanán
yang cukup lama dalam waktu geologi maka lignite ini akan menjadi batubara
sub bituminous dan bituminous. Dalam proses perkembangannya, proses
pembatubaraan ini akan mengalami peningkatan karbon (C) karena unsur-unsur
lainnya seperti H, O dan N akan terlepas sebagai Ha. Oz, dan N. Kemudian
apabila batubara bituminous mengalami peningkatan temperatur yang cukup
lama, maka unsur H dalam batubara akan, telepas dengan cepat. Peningkatan
temperatur ini biasanya diakibatkan oleh adanya gradien geothermal dan
tekanan overbuden pada lapisan sedimennya. Akibat unsur H yang terlepas
pada batubara, maka lapisan batubara ini akan mengandung unsur H yang lebih
sedikit dan terbentuklah tip antrachite.
(Elvira, 2017)
3.2.3. Klasifikasi batubara
Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang telah mati dengan
komposisi utama dari sellulosa. Proses pembentukan batubara atau
coalification yang dibantu oleh faktor fisika dan kimia yang terjadi secara alami
mengubah sellulosa menjadi lignit, subbituminous, bituminous dan antrasite.
a. Klasifikasi batubara secara umum
Adapun klasifikasi batubara secara umum adalah sebagai berikut:
1) Peat (gambut)
Peat (gambut) merupakan jenis batubara yang paling rendah mutunya,
bersifat lunak, dapat dilihat dari warna dan struktur, mudah pecah pada saat
pemanasan.

38
Gambar 3.3
Peat

2) Lignite
Lignite merupakan batubara di atas brown coal, namun kualitasnya masih
tergolong rendah. Jenis batubara ini berwarna coklat mengkilat, stuktur kayu
masih tampak, kandungan air dan oksigen relatif tinggi dengan kandungan kalor
relatif rendah.

Gambar 3.4
Lignite

39
3) Sub-bituminous
Sub-bituminous sering disebut juga black lignite adalah jenis batubara
transisi antara lignite dan bituminous, dengan kualitas rendah.

Gambar 3.5
Sub-bituminous

4) Bituminous
Bituminous yaitu batubara yang termasuk kategori kualitas baik, memiliki
sifat keras dari sub-bituminous kandungan oksigen rendah, sedangkan
kandungan karbon dan kalor relatif tinggi.

Gambar 3.6
Bituminous

5) Anthrasite

40
Anthrasite yaitu jenis batubara dengan kandungan karbon cukup tinggi,
zat mudah menguap (volatile matter) dan kandungan oksigennya relatif
rendah, pada saat pembakaran tidak atau kurang menghasilkan asap.

Gambar 3.7
Antrasite

(Aladin, 2011)

b. Klasifikasi batubara berdasarkan atas nilai kalor


Adapun klasifikasi batubara berdasarkan atas nilai kalor adalah sebagai
berikut:
1) Batubara tingkat tinggi (high rank), meliputi meta anthracite, anthracite, semi
anthracite.
2) Batubara tingkat menengah (medium rank), meliputi low volatile, bituminous
coal, high volatile coal.
3) Batubara tingkat rendah (low rank), meliputi sub bituminous coal, lignite.
Apabila diperhatikan lebih lanjut penggolongan tersebut lebih
ditekankan pada nilai kalor yang dihasilkan, selain tetap memperhatikan
kandungan unsur C dan jumlah volatile matter yang terdapat di dalamnya.
Seperti pada penggolongan yang pertama, apabila batubara dipakai dalam
industri, akan dipilih batubara tingkat tinggi, karena akan menghasilkan panas
yang cukup tinggi.
(Sukadarrumidi, 2005)

41
c. Klasifikasi batubara menurut ASTM
klasifikasi saat ini umum digunakan yaitu klasifikasi yang dibuat oleh
ASTM (American Society for Testing and Materials), parameter dasar yang
digunakan dalam klasifikasi ASTM (ASTM, 1981 dalam Wood dkk, 1983):
1) Batubara berperingkat tinggi (fixed carbon > 69%), parameter yang
digunakan adalah jumlah karbon tertambat (fixed carbon) dan zat volatile
matter.
2) Batubara berperingkat rendah (fixed carbon < 69%), parameter yang
digunakan adalah nilai kalori (calorific value).
3) Parameter tambahan, berupa sifat karakter penggumpalan (coking).
d. Klasifikasi batubara menurut ISO (International Standarization Organization)
ISO juga mengeluarkan klasifikasi batubara berdasarkan peringkat,
tetapi penentuan peringkatnya menggunakan reflektan vitrinite (Rv) yang
merupakan hasil analisi petrofrafi batubara. ISO sendiri membagi kelas atau
peringkat batubara menjadi tiga yaitu peringkat rendah, menengah dan tinggi.
Batubara dengan peringkat rendah yaitu lignite – sub bituminous dengan Rv
kurang dari sama dengan 5%. Kemudian untuk batubara peringkat menengah
yaitu batubara bituminous dengan Rv antara 0,5 sampai 2,0. Sedangkan untuk
batubara dengan peringkat tinggi yaitu kelompok batubara antrasite yang
mempunya Rv antara 2.0 sampai dengan 6.0. Peringkat batubara ini tersebut
dapat dilihat pada tabel 3.2.

42
Tabel 3.1
Klasifikasi Batubara Menurut ASTM
KARBON PADAT, ZAT TERBANG, NILAI KALORI
% d.m.m.f % d.m.mf BTU/LB, m.mf

KELAS GRUP SAMA SAMA SAMA


< > <
ATAU > ATAU < ATAU >

Meta Ant. 98 2

Anthracite 92 98 2 8
Anthracite
Semi Ant. 86 92 8 14

Low Vol. Bit 78 86 14 22

Med Vol. Bit 96 78 22 31

High Vol A Bit 69 31 14,000

Bituminous High Vol B Bit 13,000 14,000

High Vol C Bit 10,500 13,000

Sub Bit A 10,500 11,500

Sub Sub Bit B 9,500 10,500

Bituminous
Sub Bit C 8,500 9,500

Lignite A 6,300 8,500

Lignite Lignite B 6,300

Sumber: (ASTM, 2009 dalam Gusti, 2016)

43
Tabel 3.2
Klasifikasi Batubara Menurut ISO
DESKRIPSI
RANK Bed Moisture, %,
Rv, %
ash free basis
Low Rank C
<0.4 35 – 75
(Lignite B)
Low Rank B
LOW RANK <0.4
(Lignite B) <35
Low Rank A
0.4 - 0.5
(Sub Bituminous)
Medium Rank D
0.5 - 0.6
(Bituminous D)
Medium Rank C
0.6 – 1.0
(Bituminous C)
MEDIUM RANK
Medium Rank B
1.0 – 1.4
(Bituminous B)
Medium Rank A
1.4 – 2.0
(Bituminous A)
High Rank C
2.0 – 3.0
(Anthracite C)
High Rank B
HIGH RANK 3.0 – 4.0
(Anthracite B)
High Rank A
4.0 – 6.0
(Anthracite A)
Sumber: (ISO, 2005 dalam Gusti, 2016)

3.2.4. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batubara


Cara terbentuknya batubara melalui proses yang sangat panjang dan
lam, di samping dipengaruhi faktor alamiah yang tidak mengenal batas waktu,
terutama ditinjau dari segi fisika, kimia ataupun biologis. Dikenal serangkaian
faktor yang akan berpengaruh dan menentukan terbentuknya batubara. Faktor-
faktor tersebut antara lain (Hutton and Jones, 1995 dalam Sukandarrumidi,
1995) yaitu posisi geoteknik, keadaan topografi daerah, iklim daerah, proses
penurunan cekungan sedimentasi, umur geologi, jenis tumbuh-tumbuhan,
proses dekomposisi, sejarah setelah pengendapan, struktur geologi cekungan

44
dan metamorfosa organik. Secara rinci hal-hal di atas tersebut diuraikan lebih
lanjut sebagai berikut:
a. Posisi geoteknik
Posisi geoteknik adalah letak suatu tempat yang merupakan cekungan
sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi ole gaya-gaya tektonik lempeng.
Adanya gaya-gaya tektonik ini akan mengakibatkan cekungan sedimentasi
menjadi lebih luas apabila terjadi penurunan dasar cekungan, atau menjadi lebih
sempit apabila terjadì penaikan dasar cekungan. Proses tektonik dapat pula
dikuti oleh perlipatan, perlapisan batuan ataupun patahan. Apabila proses yang
disebut terakhir ini terjadì, satu cekungan sedimentasi akan dapat terbagi
menjadi dua atau lebih sub cekungan sedimentasi. Dengan luasan yang relatif
kecil. Kejadian ini juga akan berpengaruh pada penyebaran batubara yang
terbentuk. Mákin dekat cekungan Sedimentasi batubara terbentuk atau
terakumulasi terhadap posisi kegiatan tektonik lempeng, kualitas batubara yang
dihasilkan akan semakin baik.
b. Keadaan topografi daerah
Daerah tempat tumbuhan berkembang baik, merupakan daerah yang
relatif tersedia air. Oleh karenanya tempat tersebut mempunyai topografi yang
relatif lebih rendah dibandingkan daerah yang mengelilinginya. Makin luas
daerah dengan topografi relatif rendah, makin banyak tanaman yang tumbuh,
sehingga makin banyak terdapat bahan pembentuk batubara. Apabila keadaan
topografi daerah ini dipengaruhi oleh gaya tektonik, baik yang mengakibatkan
penaikan ataupan penurunan topografi, maka akan berpengaruh pula terhadap
luas tanaman yang merupakan bahan utama sebagai bahan pembentuk
batubara. Hal iin merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penyebaran
batubara berbentuk seperti lensa.
c. Iklim daerah
Iklim berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Di daerah berklim
tropis dengan curah hujan silih berganti sepanjang tahun, di samping
tersedianya sinar matahari sepanjang waktu, merupakan tempat yang cukup
baik untuk pertumbuhan tamaman. Di daerah beriklim tropis hampir semua
tanaman dapat hidup dan berkembang baik. Oleh karenanya di daerah yang
mempunyai iklim tropis pada masa lampau, sangat dimungkinkan didapatkan
endapan batubara dalam jumlah banyak, sebaliknya daerah yang beriklim sub
tropis. mempunyai penyebaran endapan barubara relatif terbatas. Kebanyakan

45
luas tanaman yang keberadaannya sangat ditentukan oleh iklim akan
menentukan penyebaran dan ketebalan batubara yang nantinya akan
terbentuk.
d. Umur geologi
Jaman Karbon (kurang lebih berumur 350 juta tahun yang lalu), diyakini
merupakan awal munculnya tumbuhan-tumbuhan di dunia untuk pertama kali.
Sejalan dengan proses tektonik yang terjadi di dunia selama sejarah geologi
berlangsung, luas daratan tempat tanaman hidup dan berkembang biak, telah
mengalami proses coalification cukup lama, sehingga mutu batubara yang
dihasilkan sangat baik. Jenis batubara ini pada umumnya terdapat di daerah
benua séperti Australia, Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.
Di Indonesia, batubara didapatkan pada cekungan sedimentasi yang
berumur tersier (kurang lebih berumur 70 juta tahun yang lalu). Dalam hitungan
waktu geologi, 70 tahun yang lalu masih dianggap terlalu muda apabila
dibandingkan dengan jaman karbon. Batubara yang terdapat di cekungan
sedimentasi di pulau Sumatera dan Kalimantan belum mengalami proses
coalification sempuna. Hal ini akan berakibat pada mutu batabara yang
didapatkan di kedua pulau tersebut belum mempunyai kualitas baik, masih
tergolong pada jenis bitumina, belum sampai pada jenis antrasite (yang
dianggap rank batubara tertinggi). Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa
makin tua lapisan batuan sedimen yang mengandung batubara, makin tinggi
rank batubara yang akan diperoleh
e. Proses penurunan cekungan sedimentasi
Cekungan sedimentasi yang ada di alam bersifat dinamis, artinya dasar
cekungannya akan mengalami proses penurunan atau pengangkatan. Apabila
proses penurunan dasar cekungan sedimentasi lebih sering terjadi, akan
terbentuk penambahan luas permukaan tempat tanaman mampu hidup dan
berkembang. Selain itu penurunan dasar cekungan akan mengakibatkan
terbentuknya batubara yang cukup tebal, Makin sering dasar cekungan
sedimentasi mengalami proses penurunan, batubara yang terbentuk akan makin
tebal.
Di Indonesia batubara yang, mempunyai nilai ekonomi (artinya
menguntungkan apabila ditambang) terdapat pada cekungan sedimentasi yang
berumur tersier, dengan luasan ratusan hingga ribuan hektar, terutama di pulau
Sumatera dan Kalimantan. Kenyataan tersebut, memberikan pola pikir pada kita

46
bahwa sedimentasi di kedua pulau tersebut, proses penurunan dasar cekungan
lebih sering terjadi, sehingga suatu hal yang wajar apabila ketebalan endapan
barubara di kedua pulau tersebut dapat mencapai ratusan meter.
f. Jenis tumbuh-tumbuhan
Present is the key to the past merupakan salah satu konsep geologi
yang mampu menjelaskan kaitan antara mutu batubara dengan tumbuhan
semula yang merupakan bahan utama pembentuk batubara. Arang kayu yang
diproses dari kayu yang keras misalnya kayu dari tumbuhan lamtoro akan
mempunyai mutu yang relatif lebih baik dibandingkan apabila arang kayu
tersebut diproses dari kayu yang relatif lunak misalnya kayu dari tumbuhan
Gliricidae. Bertitik tolak pada analogi batubara yang terbentuk dari tanaman
keras dan berumur tua akan lebih haik dibandingkan dengan batubara yang
terbentuk dari tanaman berbentuk semak dan hanya berumur semusim.
Didapatkannya batubara di Indonesia khususnya di palau Sumatera
dan Kalimantan (kebanyakan dari jenis bitumina) dalam jumlah yang cukup
besar, memberikan gambaran pada kita bahwa selama jaman tersier di kedua
pulau tersebut merupakan daerah hutan tanaman dengan jenis tumbuhan yang
bervariasi, tetapi didominasi oleh tanaman keras. Peat, dikenal pula sebagai
gambut yang didapatkan di Kalimantan dan Sumatera terbentuk dari tanaman
semak dan rumput. dikenal merupakan jenis batubara rank rendah. Dari uraian
tersebut di atas, disimpulkan makin tinggi tingkatan tumbuhan (dalam sisteratika
taksonomi) dan makin tua umur tumbuhan tersebut, apabila mengalami proses
coalification akan menghasilkan batubara dengan kualitas baik.
g. Proses dekomposisi
Proses dekomposisi pada tumbuhan merupakan bagian dari
transformasi biokimia pada bahan organik, merupakan titik awal rantai panjang
proses alterasi. Selama proses pembentukan gambut (yang merupakan tahap
awal dalam proses pembentukan batubara), sisa tumbuhan mengalami
perubahan, baik secara fisik maupun kimia. Setelah tumbuhan mati proses
degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi
sebagai akibar kinerja dari mikrobiologi dalam bentuk bakteri anaerobic. Jens
bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen, menghancurkan bagian lunak
dari tumbuhan seperti cellulosa, protoplasma dan karbohidrat. Proses tersebut
membuat kayu berubah menjadi lignit, bitumina.

47
Selama proses biokimia berlangsung, dalam keadaan kekurangan
oksigen (kondisi reduksi), berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur
karbon (C) akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon mono
oksida (CO) dan metana (CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut
jumlah relatif unsur karbon (C) akan bertambah dibandingkan dengan unsur
lainnya. Kecepatan pembentukan gambut tergantung pada kecepatan
perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Apabila tumbuhan yang
telah mati tertutup oleh air dan sedimen berbutir halus dengan cepat, maka akan
terhindar dari proses pembusukan, dan terjadilah proses desintegrasi atau
pengurajan oleh mikrobia anaerobic. Di lain pihak apabila tumbuhan yang telah
mati terlalu lama di udara terbuka, kecepatan pembentukan gambut akan
berkurang, hanya bagian tumbuhan yang keras saja tertinggal sehingga
menyulitkan penguraian lebih lanjut oleh bakteri.
h. Sejarah setelah pengendapan
Sejarah cekungan tempat terjadi pembentukan barubara salah satu
faktor di antaranya ditentukan oleh posisi cekungan sedimentasi tersebut
terhadap posisi geoteknik. Makin dekat posisi cekungan sedimentasi terhadap
posisi geoteknik yang selalu dinamis, akan mempengaruhi perkembangan
batubara dan cekungan letak batubara berada. Selama waktu itu pula proses
geokimia dan metamorfisme organik akan ikut berperan dalam mengubah
gambut menjadi batubara.
Apabila dinamika geoteknik memungkinkan terbentuk perlipatan pada
lapisan batuan yang mengandung batubara dan terjadi pensesaran, proses ini
akan mempercepat terbentuknya batubara dengan rank yang lebih tinggi.
Proses ini akan dipercepat apabila dalam cekungan atau berdekatan dengan
cekungan tempat batubara tersebut berada terjadi proses intrusi magmatis.
Panas yang ditimbulkan selama terjadi proses perlipatan, pensesaran ataupun
prosès intrusi magmatis, akan mempercepat terjadinya proses coalification atau
sering disebut sebagai proses permuliaan batubara. Hasil akhir dari proses ini
mengakibatkan terbentuk batubara dengan kadar C cukup tinggi dengan
kandungan H2O yang relatif rendah.
i. Struktur geologi cekungan
Batubara terbentuk pada cekungan sedimentasi yang sangat luas,
hingga mencapai ratusan hingga ribuan hektar. Dalam sejarah bumi, batuan

48
sedimen yang merupakan bagian kulit bumi, akan mengalami deformasi akibar
gaya tektonik. Cekungan akan mengalami deformasi lebih hebat apabila
cekungan tersebut berada dalam satu sistem geantiklin atau geosinklin. Akibat
gaya tektonik yang terjadi pada waktu-waktu tertentu, batubara bersama dengan
batuan sedimen yang merupakan perlapisan di antaranya akan terlipat dan
tersesarkan.
Proses perlipatan dan pensesaran tersebut akan menghasilkan panas.
Panas yang dihasilkan akan berpengaruh pada proses metamorfosis batubara.
dan batubara akan menjadi lebih keras dan lapisannya terpatah-patah. Makin
banyak perlipatan dan pensesaran terjadi di dalam cekungan sedimentasi yang
mengandung batubara secara teoritis akan meningkatkan mutu batubara. Oleh
sebab itu, pencarian batubura bermutu baik, diarahkan pada daerah geosinklin
atau geantiklin, karena di kedua daerah tersebut diyakini kegiatan tektonik
berjalan cukup intensif.
j. Metamorfosa organik
Tingkat kedua dalam proses pembentukan batubara adalah
penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Apabila telah terjadi proses
penimbunan, proses degradasi biokimia tidak berperan lagi, tetapi mulai
digantikan dan didominasi ole proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan
terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama
proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan senyawa kimia lainnya
antara lain CO, CO2, CH4 serta gas lainnya. Di lain pihak terjadi pertambahan
prosentase karbon (C), belerang (S) dan kandungan abu. Peningkatan mutu
batubara sangat ditentukan oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat
diakibatkan oleh lapisan sedimen penutup yang tebal, atau karena tektonik.
Waktu ditunjukkan bilamana bahan utama pembentuk batubara mulai
bergradasi. Makin lama selang wäktu semenjak saat mulai bergradasi hinggà
berubah menjadi batubara, makin baik mutu batubara yang diperoleh. Faktor-
faktor tersebut mengakibatkan bertambähnya tekanan dan percepatan proses
metamorfosa organik. Proses ini akan mengubah gambut menjadi batubara
sesuai dengan perubahan kimia, fisika dan tampak pula pada sifat optiknya.
Dari uraian tersebut di atas, nyata bahwa paling tidak terdapat sepuluh
parameter yang berpengaruh dalam pembentukan batubara. Untuk menentukan
faktor mana yang paling berpengaruh hanya mungkin dapat diinterpretasikan
berdasarkan atas data atau gejala maupun kenampakan yang dijumpai di

49
lapangan tempat batubara tersebut ditambang. Perlu disadari bahwa kita tidak
mungkin menentukan satu-satunya parameter yang berpengaruh pada proses
terjadinya batubara, dan harus disadari pula bahwa di antara masing-masing
parameter tersebut saling berinteraksi satu sama lain.
(Sukandarrumidi, 2005)

3.3. Kualitas Batubara


Semakin tinggi kualitas batubara, maka kadar karbon akan meningkat,
sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Batubara bermutu rendah,
seperti lignit dan sub-bituminous, memiliki tingkat kelembaban yang tinggi dan
kadar karbon yang rendah, sehingga energinya juga rendah. Semakin tinggi
mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta semakin
semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang
sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya
juga semakin besar.
Batubara yang diperoleh dari hasil penambangan pasti mengandung
bahan pengotor (impurities). Pada saat terbentuknya, batubara selalu
bercampur dengan mineral penyusun batuan yang selalu terdapat bersamaan
selama proses sedimentasi, baik sebagai mineral anorganik ataupun sebagai
bahan organik. Di samping itu, selama berlangsung proses coalification
terbentuk unsur S yang tidak dapat dihindarkan. Keberadaan pengotor dalam
batubara hasil penam bangan diperparah lagi, dengan adanya kenyataan bahwa
tidak mungkin mengambil batubara yang bebas dari mineral. Hal tersebut
disebabkan antara lain, penambangan batubara dalam jumlah besar selalu
mempergunakan alat-alat berat antara lain bulldozer, backhoe, tracktor, truck,
belt conveyor, ponton, yang selalu bergelimang dengan tanah. Dikenal dua jenis
impurities yaitu:
1. Inherent Impurities
Merupakan pengotor bawaan yang terdapat dalam batubara. Batubara
yang sudah dicuci (washing) dan dikecilkan ukuran butimnya/diremuk (crushing)
sehingga dihasilkan ukuran tertentu. ketika dibakar habis masih memberikan
sisa abu. Pengotor bawaan ini terjadi bersama-sama pada waktu proses
pembentukan batubara. (ketika masih berupa gelly). Pengotor tersebut dapat
berupa gipsum (CaSO,2H,O), anhidrit (CaSO), pirit (FeS2), silika (SiO 2), dapat
juga berbentuk tulang-tulang binatang (diketahui adanya senyawa fosfor dari
hasil analisis abu) selain mineral lainnya. Pengotor bawaan ini tidak mungkin

50
dihilangkan sama sekali, tetapi dapat dikurangi dengan melakukan
pembersihan. Proses ini dikenal sebagai teknologi batubara bersih.
2. External Impurities
Merupakan pengotor yang berasal dari luar, timbul pada saat proses
penambangan antara lain terbawanya tanah yang berasal dari bersih.
melakukan pembersihan. Proses ini dikenal sebagai teknologi batubara lapisan
penutup (overburden). Kejadian ini sangat umum dan tidak dapat dihindari.
khususnya pada penambangan batubara dengan ditentukan oleh beberapa
faktor, antara lain tempat terdapatnya bahan baku pembangkit energi yang
dimanfaatkan dalam industri, cekungan batubara, umur, banyaknya pengotor
atau kontaminasi. Sebagai metode tambang terbuka (open pit), peralatan yang
akan dipergunakan dan pemeliharaan alat.
3.3.1. Parameter kualitas batubara
Dalam menentukan mutu atau kualitas perlu diperhatikan beberapa
parameter kualitas batubara yaitu sebagai berikut:
a. Heating Value (HV) (Calorific Value atau Nilai Kalor)
Dinyatakan dalam kkal/kg, banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan
oleh batubara tiap satuan berat (dalam kilogram). Dikenal nilai kalori net (net
calorific value atau low heating calorific value), yaitu nilai kalor hasil pembakaran
di mana semua air (H2O) dihitung dalam keadaan gas, dan nilai kalor gross
(gross calorific value atau high heating value), yaitu nilai kalor hasil pembakaran
dimana semua air (H2O) dihitung dalam wujud cair. Semakin tinggi nilai HV,
makin lambat jalannya batubara yang diumpankan sebgai bahan bakar setiap
jamnya, sehingga kecepatan umpan batubara (coal feeder) perlu disesuaikan.
Hal ini perlu diperhatikan agar panas yang ditimbulkan tidak melebihi panas
yang diperlukan dalam proses industri. Akibat selanjutnya akan memperpanjang
masa pakai burner, wind box, pulverizer (alat penghancur atau pembubuk), dan
peralatan lainnya.
b. Moisture Content (kandungan lengas)
Jumlah lengas dalam batubara kan mempengaruhi penggunaan udara
primer. Batubara dengan kandungan lengas tinggi, akan memerlukan lebih
banyak udara primer untuk mengeringkan batubara tersebut agar suhu batubara
pada saat keluar dari gilingan (mill) tetap, sehingga hasil produksi industri dapat
dijamin kualitasnya. Lengas batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air
yang terdapat dalam batubara. Kandungan air dalam batubara dapat berbentuk

51
kandungan air internal (air senyawa atau unsur), yaitu air yang terikat secara
kimiawi.
Jenis air ini sulit dilepaskan atau dihilangkan tetapi dapat dikurangi,
dengan cara memperkecil ukuran butir batubara. Jenis air yang kedua adalah air
external (air mekanikan), yaitu air yang menempel pada permukaan butir
batubara (Wahyudiono, 2003 dalam Sukandarrumidi, 2005). Makin halus butir
batubara, makin luas jumlah permukaan butir secara keseluruhan, sehingga
makin banyak pula air yang menempel. Satu hal yang menguntungkan bahwa
batubara mempunyai sifat hidrophobic, artinya apabila batubara telah
dikeringkan, maka batubara tersebut sulit menyerap air, sehingga tidak akan
menambah jumlah air internal. Selama proses penimbunan di stock pile akan
timbul panas yang mampu menguapkan air mekanikan yang menempel pada
permukaan butir.
c. Ash Content (kandungan abu)
Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik
(berasal dari tumbuh-tumbuhan) dan senyawa anorganik, yang merupakan hasil
rombakan batuan yang ada di sekitarnya, bercampur selama proses
transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan (coalification). Apabila
batubara dibakar, senyawa anorganik yang ada diubah menjadi senyawa oksida
yang berukuran butir halus dalam bentuk abu. Abu hasil pembakaran batubara
ini, yang dikenal sebagai ash content (kandunga abu). Abu ini merupakan
kumpulan dari bahan-bahan pembentuk batubara yang tidak dapat terbakar
(non combustible materials), atau yang dioksidasi oleh oksigen. Bahan sisa
dalam bentuk padatan ini antara lain senyawa SiO 2, Al2O3. TiO2, Mn3O4, CaO,
Fe2O3, MgO, K2O, Na2O, P2O, SO3, dan oksida unsur lain. Di samping itu
terdapat pula abu dari bahan organik yang terbakar (combustible materials).
Imputrities yang terdapat dalam batubara berperan sangat penting
pada kandungan abu batubara. Semaakin tinggi kandungan abu dan tergantung
pada komposisinya, akan mempengaruhi tingkat pengotoran udara apabila abu
sampai terlepas ke atmosfer, menyebabkan pula terjadi keausan dn korosi pada
peralatan yang dilaluinya. Kadar abu batubara di Indonesia berkisar 5% sampai
dengan 20%.
Berat Residu( gr)
Ash = x 100% .......................................................(3.1)
Berat Sampel(gr )

d. Sulfur Content (kandungan belerang)

52
Belerang yang terdapat dalam batubara dibedakan menjadi 2 yaitu
dalam bentuk senyawa anorganik dan senyawa organik. Belerang dalam bentuk
senyawa anorganik dapat dijumpai dalam bentuk mineral pirit (FeS 2 bentuk
kristal kubus), markasit (FeS2 bentuk kristal orthorombik), atau dalam bentuk
sulfat. Mineral pirit dan markasit sangat umum terbentuk pada kondisi
sedimentasi rawa (reduktif). Belerang organik terbentuk selama terjadinya
proses coalification. Keberadaan sulfur dalam batubara akan berpengaruh
terhadap tingkat korosi sisi dingin (sisi luar) yang terjadi pada elemen pemanas
udara (terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari letak embun sulfur), juga
berpengaruh terhadap efektivitas peralatan penangkapan abu (electrostatic
precipitator). Adanya kandungan sulfur, baik dalam bentuk sneyawa anorganik
maupun organik di atmosfer dipicu oleh keberadaan air hujan, mengakibatkan
terbentuk air asam (dalam dunia pertambangan batubara dikenal sebagai air
asam tambang, dengan Ph <7.
e. Volatile Matter (bahan mudah menguap)
Kandungan volatile matter, berkaitan dengan proses pembatubaraan.
Akibat adanya overburden pressure, kandungan air dalam batubara akan
berkurang, sebaliknya semakin mengecilnya kandungan air, calorific value akan
meningkat. Pada saat bersamaan batubara akan mengalami proses
devolatisation. Semua sisa oksigen, hidrogen, sulfur, nitrgoen berkurang
sehingga kandungan volatile matter mengecil. Kandungan volatile matter,
mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas nyala api.
Kesempurnaan pembakaran ditentukan oleh nilai fixed carbon. Semakin tinggi
nilai fuel ratio, maka karbon yang tidak terbakar semakin banyak.
Adapun hubungan antara fuel ratio, fixed carbon dan volatile matter
adalah sebagai berikut:
Fuel Ratio = Fixed Carbon
Volatille Matter ………………..…………………
(3.2)

f. Fixed Carbon
Difenisikan sebagai material yang tersisa, setelah berkurangnya
moisture, volatile matter dan ash. Hubungan ketinganya ditunjukkan sebagai
berikut:

Fixed Carbon (%) = 100% - Moisture Content – Ash Content …...………..

53
(3.3)

Apabila nilai moisture content dan ash content disamakan dengan nilai
volatile matter, persamaan tersebut di atas menjadi:

Fixed Carbon (%) = 100 – Volatile Matter (%) …......................…………...


(3.4)

Dari rumusan tersebut tampak bahwa makin berkurang kandungan air


berarti moisture content makin kecil, nilai fixed carbon makin tinggi.
g. Hardgrove Grindability Index (HGI)
Suatu bilangan yang menunjukkan mudah atau sukarnya batubara
digiling atau digerus menjadi bahan bakar serbuk. Di dalam praktek sebelum
batubara dipergunakan sebagai bahan bakar, ukuran butirnya dibuat seragam,
dengan rentang halus sampai kasar. Butir paling halus dengan ukuran <3 mm,
sedang ukuran paling kasar sampai 50 mm. Butir paling halus perlu dibatasi
dengan sifat dustness (ukuran terkecil agar tidak diterbangkan oleh angin,
dengan harapan tidak mengotori lingkungan, sedangkan dustness dan tingkat
kemudahan untuk diterbangkan angin dipengaruhi pula oleh kandungan lengas
(moisture content). Makin kecil nilai HGI, maka makin keras keadaan
batuannya. HGI diperoleh dengan menggunakan rumus:
HGI = 13.6 + 6.93 W ...……..………………………………………………….(3.5)

Dimana W adalah berat dalam gram dari batubara halus berukuran 200 mesh.
(Sukandarrumidi, 2005)

3.4. Analisis Batubara


Menurut Irwandy 2014 kegiatan analisis batubara dilakukan melalui
proses pengambilan contoh dan pengujian. Kegiatan pengambilan contoh
merupakan tahap pertama yang harus dikerjakan sebelum pengujian bisa
dilakukan. Pengambilan contoh adalah pengambilan bagian kecil dari
sekumpulan material batubara yang dianggap bisa mewakili sifat-sifat
keseluruhan material itu. Kondisi representatif menjadi kunci utama kegiatan

54
pengambilan contoh, baik pada batubara yang tampak homogen maupun
heterogen. Pengambilan contoh dilakukan sejak eksplorasi hingga saat
penjualan batubara. Pengambilan contoh pada eksplorasi dilakukan pada
contoh inti bor atau melalui singkapan yang ada, seperti menggunkan channel
sampling, trencing, dan test pit.

Menurut Sukandarrumidi 2005, banyak cara dilakukan untuk


mengetahui kualitas atau mutu batubara berkaitan dengan pemanfaatannya.
Pada prinsipnya dikenal 2 jenis pengujian atau analisis yaitu sebagai berikut:
1. Analisis proksimat (proximate analysis)
Analisis proksimat merupakan analisis yang dilakukan untuk
mengetahui kandungan relatif zat terbang (volatile matter), kandungan udara
(kandungan air), komponen anorganik berupa abu sebagai hasil pembakaran,
serta karbon tertambat (fixed carbon). Analisis proksimat ini digunakan untuk
mengetahui tingkat kemanfaatan batubara dalam industri pengguna batubara.
Analisis proksimat ini mengacu pada standar ASTM. Adapun dari analisis
proksimat yang perlu diketahui yaitu, moisture content, ash content, volatile
matter, fixed carbon, total sulfur gross calorific value dan HGI.
2. Analisis ultimat (ultimate analysis atau elemental analysis)
Analisis proksimat umumnya dibarengi juga dengan analisis ultimat.
Analisis ultimat merupakan analisis yang dilakukan untuk nentukan kadar
karbon (C), hidrogen (H), oksigen (0), nitrogen, (N), dan sulfur (5) dalam
batubara. Kandungan karbon, hidrogen, dan aksigen penting untuk menilai
karakteristik pengkokasan, gasifikasi, dan likuifaksi batubara. Sedangkan
nitrogen dan sulfur merupakan faktor penting yang memiliki potensi
penambangan yang ditimbulkan dari pemanfaatan batubara. Analisis ultimat
juga bisa menentukan peringkat batubara dalam pengklasifikasiannya. Analisis
ultimat yang dilakukan mengacu pada standar American Society for Testing and
Minerals (ASTMD3176-09). Analisis ini sendiri terdiri dari carbon content,
hidrogen content, oxgyen content, nitrogen content dan sulfur content.
3.4.1. Basis batubara
Setelah pengambilan contoh dilakukan dengan baik dan benar, sampel
akan diuji sesuai dengan tujuan analisis yang telah ditetapkan di awal
perencanaan pengambilan contoh. Dalam pengujian contoh dikenal istilah basis.

55
Basis digunakan sebagai persepsi umum yang luas sehingga antara penjual dan
pembeli batubara saling memahami Indai hasil uji. Basis dalam analisis untuk
batubara terdiri dari lima macam dengan penggunaan yang bisa saling
dikonversi. Basis data dalam analisis uji parameter batubara terdiri dari DMMF,
DAF, D, AD dan AR.

a. DMMF (Dried Mineral Matter Free basis)


DMMF diartikan sebagai dasar batubara murni yang berarti batubara
dalam keadaan murni dan tidak mengandung udara, abu, serta zat mineral lain.
b. DAF (Dried Ash Free basis)
Dry Ash Free basis merupakan kondisi asumsi uji dengan batubara
sama sekali tidak mengandung air dan abu. Adanya tampilan dry ash free
menunjukkan bahwa hasil analisis dan uji terhadap sampel yang telah dilihat (air
habis) serta tanpa abu.
c. D (Dried basis)
Tampilan dry basis menunjukkan bahwa hasil uji dan analisis
menggunakan sampel uji yang telah dikeringkan di udara terbuka.
d. AD (Air Dried basis)
Secara teknis pengujian dan analisis dilakukan dengan menggunakan
sampel yang telah dikeringkan di udara terbuka, dimana sampel disebar tipis
pada suhu kamar agar mencapai kesetimbangan dengan lingkungan
laboratorium sebelum diuji dan dianalisis. Nilai analisis atas dasar ini dapat
mengalami beberapa fluktuasi sesuai dengan kelembaban ruangan laboratorium
yang dipengaruhi oleh musim dan faktor cuaca lainnya. Namun, dalam jangka
panjang seperti satu tahun misalnya, stabilitas nilai tertentu dapat dicapai.
Selain itu, basis uji ini sangat praktis karena perlakuan pra uji sampel hanya
berupa pengeringan alami pada suhu kamar sehingga standar ADB ini banyak
digunakan di seluruh dunia.
e. AR (As Received basis)
Analisis pada basis ini juga mengikutsertakan air yang me nempel di
batubara yang diakibatkan oleh hujan, proses pen cucian batubara (coal
washing), atau penyemprotan (spra ying) ketika di stockpile dan saat loading.
Yang dimaksud dengan as received bukanlah penerimaan batubara di stock pile
pembeli, tapi disesuaikan dengan kontrak pembelian. Pada kontrak FOB (Free

56
on Board), penilaian kualitas pada basis ARB adalah saat berpindahnya hak
kepemilikan batubara di kapal atau tongkang. Pada kondisi ini, kadang ARB
juga disebut as loaded basis.

Gambar 3.8
Basis Batubara
Hasil perhitungan dalam setiap basis dapat saling dikonversi menjadi
basis tertentu yang diinginkan (Gambar 3.9). Dalam transaksi jual-beli batubara,
persyaratan kualitas yang umumnya tercantum di kontrak pembelian adalah
hasil analisis proksimat, yaitu TM, IM, Ash, VM, FC, kalori, dan sulfur. Oleh
karena itu, DMMF tidak memiliki konversi antar basis karena tidak umum
digunakan dalam nilai komersial.

Gambar 3.9
Konversi Nilai parameter Antar Basis
(Irwandy, 2014)
3.5. Sampling
Pada proses pengambilan sample pada Crushing Plant, dilakukan dua
metode pengambilan yaitu manual sampling dan mechanical sampling.
3.5.1. Manual sampling
Manual sampling adalah metode pengambilan contoh sampel secara
manual menggunakan sekop. Metode ini dilakukan untuk mengambil batubara

57
pada lokasi ROM stok, stockpile, pit penambangan, serta dapat juga dilakukan
untuk belt conveyor pada crushing plant dan loading conveyor. Namun manual
sampling dilakukan apabila automatic sampling mengalami kendala atau
kerusakan.

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022


Gambar 3.
Manual Sampling
a. Alat yang disiapkan
1) Plastik sampel yang bersih
2) Kertas Tulis
3) Spidol
4) Form sample
b. Prosedur kerja pengambilan sampel
1) Penentuan metode sampling dengan menggunakan standard ISO
2) Pastikan interval waktu atau jarak pengambilan sampel
3) Lakukan sampling dan lengkapi form sampling
4) Masukkan sample kedalam plastik sample, tutup plastik sample dengan
menggunakan karet gelang atau tali setelah pengambilan sampai proses
sampling selesai.
5) Check seluruh sample yang terkumpul, code sample, form dan simpan di
tempat yang telah ditentukan
6) Ambil sample dan menyesuaikan sample yang ada dengan form sampling
dan mengirimkannya ke laboratory

58
3.5.2. Automatic sampling
Automatic sampling adalah metode pengambilan contoh sampel
secara mekanis menggunakan mechanical sampler. Metode ini dilakukan untuk
mengambil batubara pada lokasi crushing plant dan loading conveyor.

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2022


Gambar 3.
Automatic Sampling
a. Alat yang disiapkan
1) Plastik sampel yang bersih
2) Kertas Tulis
3) Spidol
4) Form sample
b. Prosedur kerja pengambilan sampel
1) Penentuan metode sampling dengan menggunakan standard ISO
2) Hidupkan automatic sampling bersamaan dengan dimulainya proses
produksi dan lengkapi form sampling
3) Kumpulkan sample ke dalam plastik sample dan segera tutup dengan
menggunakan karet gelang, tali, atau lakban pengambilan sampai proses
sampling selesai.
4) Check seluruh sample yang terkumpul, code sample, form dan simpan di
tempat yang telah ditentukan
5) Ambil sample dan menyesuaikan sample yang ada dengan form sampling
dan mengirimkannya ke laboratory

59
3.6. Preparasi
3.6.1. Preparasi sampel batubara
Untuk mendapatkan hasil pengujian yang representatif dan benar
maka perlu dilakukan preparasi sebelum sample tersebut diuji laboratorium
sesuai dengan standard yang digunakan atau diinginkan. Adapun beberapa
cara mempersiapkan sampel batubara adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan jumlah sample yang akan dipreparasi
b. Memilah sample yang akan dipreparasi
c. Melakukan registrasi dan print out label sample yang akan dipreparasi pada
program Cclas
d. Menimbang sample beserta bagnya
e. Bagi dengan Rotary Sample Divider
f. Ambil 5 kg untuk sample.
g. Penggilingan sample ke 4,75mm.
h. Bagi lagi dengan RSD sejumlah 3 Kg untuk GA, 2 kg Store Sample. Sample
store dibungkus, diberi label dan disimpan diruangan store
i. Penggilingan sample ke 2,36mm.
j. masukan sample GA dalam aluminium tray sebanyak ±250 gram,catat
beratnya pada CCLas
k. keringkan sample dalam drying sheet pada temperatur 35-40˚C sampai
beratnya konstan atau selama waktu yang ditetapkan, 14-16 Jam
l. Timbang berat sample setelah pengeringan sehingga didapat berat free
moisture (FM) dan catat dalam program Cclass.
m. Bagi sample dengan manual divider
n. Giling sample ke size 250 mikron dan simpan dalam botol, di beri label.
o. Sample GA dikirim ke Laboratorium analisa
p. Selesai
3.5.2. Tahap analisis di laboratorium
Adapun beberapa pengujian sample yang akan dianalisis di
laboratorium perusahaan yaitu sebagai berikut:
a. Total Moisture (TM)
Untuk menentukan total moisture diperlukan dua komponen yaitu free
moisture seperti yang ditunjukkan pada proses persiapan sampel dan residual
moisture. Proses menentukan residual moisture sebagai berikut:

60
1) Siapkan sample dengan size 0,25 mm, pilih job sample yang akan di
analysis dari data entry program CClas
2) Di timbang crusible kosong dan catat beratnya sebagai A atau transfer berat
crusible ke dalam data entry CClas
3) Masukan sample kedalam crusible sebanyak ± 1,000 gram dan catat
beratnya sebagai B atau transfer berat crusible dan sample ke dalam data
entry CClas. (Untuk setiap sample proses ini dilakukan duplo) Berat sample
diperoleh sebagai hasil B-A
4) Selanjutnya sample dimasukan kedalam MFS Oven dan setting suhu Oven
pada 107-110 ⁰C. Alirkan gas nitrogen 350 Psi. Proses analysis selama 1.5
jam.
5) Setelah 1,5 jam proses, keluarkan sample, diamkan selama ±3-6 menit dan
timbang beratnya sebagai C atau transfer hasil penimbangan ke dalam data
entry CClas
B−C
Calculation : %RM = x 100
B− A
A = berat crusible kosong
B = berat Crusible + sample sebelum Pemanasan
C = berat Crusible + sample setelah Pemanasan
b. Inherent Moisture
Adapun proses-proses cara menentukan inherent moisture, yaitu
sebagai berikut:
1) Siapkan sample dengan size 0,25 mm, pilih job sample yang akan di
analysis dari data entry program CClas
2) Di timbang crusible kosong dan catat beratnya sebagai A atau transfer berat
crusible ke dalam data entry CClas
3) Masukan sampel kedalam MFS Oven dengan setting suhu oven pada 105
⁰C. Alirkan gas nitrogen 500 Psi. Proses analisis selama 1 jam.
4) Setelah 1 jam proses, keluarkan sample, diamkan selama ±3-6 menit dan
timbang beratnya sebagai C atau transfer hasil penimbangan ke dalam data
entry CClas

61
c. Calorific Value
Adapun proses-proses cara menentukan inherent moisture, yaitu
sebagai berikut:
1) Periksa Power elektrik sudah terpasang dengan benar pada alat bomb
Calory LECO AC-350.
2) Periksa regulator gas oksigen
a. Gunakan gas Oksigen dengan purity 99.9 %
b. Periksa tekanan gas , untuk regulator 1 (yang menyatakan tekan gas
dalam tabung) minimal 750 psi ( jika kurang dari 750 psi ganti dengan
tabung oksigen yang baru) ; regulator 2 ( yang menyatakan tekanan gas
yang masuk ke alat) minimal 450 psi
3) Check balance connection
4) Buka regulator gas Oksigen,hidupkan power AC, instrument dengan
menekan power ON pada LECO AC-350 yang terletak di bagian kiri
belakang alat, dan Balance.
5) Lakukan pemanasan alat selama ± 10 menit, tekan tombol (5) DIAGNOSTIC
dan pilih (1) AMBIENT MONITOR, check tampilan :
a. Bucket temperature : 29.775 °C (13.00-33.00 °C )
b. Jacket temperature : 30.000 °C (13.00-33.00 °C)
c. Ignitor : 29.994 °C (29.000-30.000 V)
Note : perhatikan AMBIENT MONITOR pada IGNITOR voltagenya harus
masuk dalam range sebelum analysis di mulai.
6) Timbang sample dengan meletakan crucible di dalam timbangan dan tekan
TARE,display timbangan akan terbaca 0.0000 g, timbang sample sebanyak
1.000 gram. Transfer beratnya dengan menekan tombol  pada balance
7) Letakan Crusible + sample pada sample holder dan pasang fusewire ,lihat
dokumen JBG.EXD.LAB.01
8) Letakan Crusible & sample holder ke dalam Combustion Chamber
9) Pasang Bomb cap & isi oksigen dengan menekan Fill Switch Bomb Charger
assembly (450 psi)
10) Isi bomb bucket, dengan 2000 mL aquades dari pipet tank
11) Tempatkan bomb ke dalam Bomb Bucket dengan menggunakan Bomb
handle

62
12) Pasang kabel BOMB FUSE LEADS ASSEMBLY
13) Tutup Bomb Bucket cover, tekan START dan pilih Menu ANALYSIS
a. TEKAN 1 : Untuk Analysis Bomb 1
b. TEKAN 2 : Untuk Analysis Bomb 2
c. TEKAN 3 : Untuk Analysis Bomb 3
d. TEKAN 4 : Untuk Analysis Bomb 4
Tunggu Proses analysis ±8 menit sampai terdengar bunyi alarm
14) Catat analysis yang tertera pada monitor LECO AC-350 atau transfer ke
dalam data entry CClas program.
d. Kandungan Ash
Adapun proses-proses cara menentukan inherent moisture, yaitu
sebagai berikut:
1) Siapkan sample dengan size 0,25 mm, pilih job sample yang akan di
analysis dari data entry program CClas
2) Di timbang crusible kosong dan catat beratnya sebagai A atau transfer berat
crusible ke dalam data entry Cclas
3) Masukan sample kedalam crusible sebanyak ± 1,000 gram dan catat
beratnya sebagai B atau transfer berat crusible & sample ke dalam data
entry CClas. (Untuk setiap sample proses ini dilakukan duplo) Berat sample
diperoleh sebagai hasil B-A
4) Selanjutnya sample dimasukan kedalam Furnace Nabertherm
- Hidupkan power ON pada Furnace Naberterm, panaskan furnace secara
berangsur- angsur, setelah 1 jam pertama temperature furnace 450 -500
°C,1 jam kedua temperature furnace 700 -750 °C,
- Setting suhu furnace pada 750 °C TIMER : 120 menit (Proses analysis
selama 4 jam)
5) Setelah 4 jam proses matikan furnace, keluarkan sample, diamkan selama
±5-8 menit dan timbang beratnya sebagai C atau transfer hasil
penimbangan ke dalam data entry Cclas
C−A
Calculation : % Ash = x 100
B− A
A = berat crusible kosong
B = berat Crusible + sample sebelum Pemanasan
C = berat Crusible + sample setelah Pemanasan

63
3.6. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Batubara
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas pada batubara
adalah sebagai berikut:
1. Proses penumpukan batubara
Proses penumpukan batubara, dalam proses penyimpanan batubara,
tidak semua batubara yang sudah digali dan ditumpuk di stockpile langsung
disalurkan ke konsumen karena tergantung permintaan pasar pada saat itu.
Tidak banyak konsumen ataupun pasar meminta batubara kualitas rendah
sehingga batubara dengan kualitas rendah biasanya tertumpuk lama di
stockpile. Akibatnya batubara yang tertumpuk lama di stockpile kualitasnya
semakin menurun. Semakin lama batubara ditumpuk di stockpile maka semakin
banyak juga pengotor yang terkandung dalam batubara tersebut. Hal ini
biasanya disebabkan karena faktor cuaca. Batubara yang ditumpuk di stockpile
tidak boleh lebih dari 1 bulan apalagi untuk batubara dengan peringkat yang
rendah (Carpenter, 1999).
2. Proses Penambangan
Saat proses penambangan sering terdapat kontaminasi didalam lapisan
batubara yang diproduksi, dan kontaminansi yang sering terjadi pada saat
penambangan adalah lapisan overburden yang ikut terambil, posisi bench yang
tidak stabil dan berpotensi longsor sehingga lapisan overburden tercampur
dengan lapisan batubara hal ini juga akan menjadi pengotor yang susah untuk
dipisahkan dan menyebabkan menurunnya kualitas batubara, batuan yang ikut
tertambang. Kemudian clay band merupakan nama lain dari sisipan pada
lapisan batubara dan pengotor bagi batubara yang susah untuk dipisahkan, clay
band atau parting ini mirip dengan batubara yang merupakan batuan yang
terbentuk dari silikaan, disebut juga silisified coal yang keras dan dapat
menurunkan nilai kalor pada batubara.
3. Kondisi Front Kerja
Kondisi front kerja juga dapat berdampak besar terhadap perbedaan
kualitas batubara yang ada pada lokasi penambangan dan stockpile. Hal ini
sangat sulit untuk dihindari apalagi karna adanya faktor cuaca yang bisa
berdampak terhadap lokasi front kerja. Secara aktual dilapangan ketika terjadi
hujan maka front kerja akan banyak lumpur, dimana lumpur tersebut akan ikut
terangkut bersama batubara. Hal tersebut dapat menyebabkan meningkatnya

64
ash dan surface moisture sehingga secara otomatis akan berdampak pada total
moisture.
4. Proses Pemuatan (loading)
Pada saat proses muatan batubara (loading) kedalam alat angkut juga
dapat berdampak terhadap perbedaan kualitas batubara. Hal ini terjadi apabila
material lain seperti batulempung ikut terangkut bersama-sama dengan
batubara kedalam alat angkut. Ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan
kualitas batubara pada meningkatnya nilai ash. Kondisi seperti ini seringkali
dijumpai dilapangan. Perlu kontrol yang baik dari pengawas dilapangan agar
selalu memperhatikan hal ini supaya dapat menghindari terjadinya kontaminasi
pada batubara yang akan di angkut, supaya perbedaan kualitas batubara di
lokasi penambangan dan di stockpile tidak signifikan.
5. Ukuran batubara yang tidak seragam
Semakin kecil ukuran partikel batubara, maka semakin besar luas
permukaannya. Hal ini menyebabkan akan semakin tinggi surface moisturenya.
Dimana pada nilai inherent moisture tetap, tetapi nilai total moisture akan naik
yang disebabkan oleh naiknya surface moisture pada batubara tersebut.
6. Proses Pengolahan Batubara Pada Stock ROM
Pada saat proses pengolahan batubara (coal processing) di stock ROM
bisa berdampak juga terhadap perbedaan kualitas batubara. Ketika alat
pengumpan dalam hal ini bulldozer terlalu dalam menekan blade saat
mendorong batubara kedalam hopper, sehingga mengenai base atau dasar dari
stock ROM juga dapat berdampak terhadap perbedaan kualitas batubara. Hal ini
terjadi akan menyebabkan terjadinya perbedaan kualitas batubara pada
meningkatnya nilai ash.
(Toding dkk, 2019)

65
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Sumber Data


Adapun sumber data yang diambil dalam pelaksanaan tugas akhir di PT
Jorong Barutama Greston adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan penyusunan usulan tugas akhir, studi
literatur daerah penelitian dan studi pustaka yang berkaitan dengan penelitian.
Sasaran utama studi pendahuluan ini adalah gambaran umum daerah
pengamanan dan mengevaluasi kualitas batubara pada crushing plant dan
stockrom PT Jorong Barutama Greston.
2. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data berdasarkan
pengamatan langsung di lapangan. Data yang merupakan data yang
berhubungan dengan kegiatan penambangan perusahaan serta data parameter
kualitas batubara. Untuk terpenuhinya data yang dibutuhkan maka diperlukan
data yang, meliputi:
a. Data sekunder ialah yang data yang diperoleh dari pihak perusahaan meliputi,
peta lokasi perusahaan, data curah hujan, struktur organisasi perusahaan,
kualitas batubara di stockrom, kualitas batubara pada crushing plant dan
kualitas batubara yang diminta pihak konsumen.
b. Data Primer ialah data yang kita peroleh langsung dari lapangan tanpa ada
perantara orang lain, meliputi data; foto-foto kegiatan, data kualitas batubara
pada crushing plant dan stockrom PT Jorong Barutama Greston.
3. Tahap Analisa Data
Dari rumusan yang telah didapat kemudian dilakukan untuk mengetahui
perihal tentang rumusan masalah yang diperoleh di penelitian tugas akhir ini,
adapun analisa data yang dilakukan sebagai berikut:
a. Bagaimana upaya penanganan perubahan kualitas batubara pada crushing
plant dan stockrom di PT Jorong Barutama Greston.
b. Bagaimana perbedaan kualitas batubara crushing plant dan stockrom di PT
Jorong Barutama Greston.
c. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan kualitas batubara.

66
4.2. Metodologi Penelitian Tugas Akhir
Metodologi yang digunakan pada peneletian tugas akhir ini adalah
sebagai berikut:
1. Observasi (pengamatan), metode ini dilakukan dengan cara mengamati
kondisi dan kegiatan di lapangan, kemudian dilakukan pengumpulan data
terkait.
2. Metode interview (wawancara), metode ini dilakukan dengan cara tanya
jawab dengan operator maupun karyawan pada PT Jorong Barutama
Greston.
3. Metode pustaka, metode ini dilakukan dengan mempelajari pustaka yang
ada mengenai PT Jorong Barutama Greston.
4. Dokumentasi, dilakukan dengan mengumpulkan foto-foto kegiatan yang
dilakukan pada saat melakukan penelitian tugas akhir.

67
4.3. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengambilan Data

Data Sekunder: Data primer:


1. Gambaran umum daerah penelitian 2. Foto-foto kegiatan
a. Peta Lokasi perusahaan 3. Preparasi
b. Kondisi geologi setempat 4. Data Kualitas batubara (TM), Ash,
c. Data curah hujan (VM), (TS), dan (CV)
2. Struktur Organisasi Perusahaan 5. Data analisis faktor yang
3. Kualitas Batubara permintaan pasar mempengaruhi terjadinya
penurunan kualitas batubara

Pengolahan Data:
1. Perhitungan
2. Pengelompokan Data
3. Tabulasi
4.Grafik Perbandingan

Pembahasan:
1. Menganalisis hasil perhitungan data parameter kualitas batubara pada crushing plant dan stockrom.
2. Membandingkan hasil analisis parameter kualitas batubara pada crushing plant dan stockrom.
3. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan parameter kualitas batubara pada crushing plant
dan stockrom.

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 4.3
Diagram Alir Penelitian

68
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Gambaran umum penelitian
Penelitian dilaksanakan pada awal bulan Agustus sampai dengan awal
bulan Oktober 2022 yang mana bertempat di PT Jorong Barutama Greston,
Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan. Pada
penelitian kali ini akan dilakukan analisis umum untuk mengetahui parameter
kualitas batubara pada lokasi penelitian seperti pada stockrom dan crushing
plant. Adapun parameter yang akan dianalisis yaitu Total Moisture (TM), Ash
dan Calorific Value (CV), serta Total Sulfur (TS), dalam basis data As Received
(Ar) dan Air Dry Basis (Adb).
5.1.2. Deskripsi data

69
70
DAFTAR PUSTAKA

Aladin, Andi. 2011. Sumber Daya Alam Batubara. Lubuk Agung. Bandung.

Anggayana, K. 2022. Genesa Batubara. Bandung; Departemen Teknik


Pertambangan. Institut Teknologi Bandung.

Arif, Irwandy. 2014. Batubara Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Carpenter. M A. 1999. Management Of Coal Stockpiles. IEA Coal Reseach.

Elliot, M.A. dan YOHE, G.R. 1981. The Coal Industry and Coal Research and
Development in Prospective, dalam H.H LOWRY, Chemistry of Coal
Ultization Second Suplementary Volume, John Willey and Sons, New
York, N.Y. USA.

Elvira, Azizah. 2017. Interpretasi Potensi Sebaran Batubara Menggunakan


Metode Geolistrik Di Lapangan “X”. Universitas Islam Negeri Maulana
Maluk Ibrahim. Malang

Gusti, Anugrah Putra. 2016. Kajian Penurunan Kadar Abu Dari Limbah
Pencucian Batubara PT Kaltim Prima Coal dengan Metoda Pelarutan
di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral Batubara.
Universitas Islam Bandung. Bandung

Muchjidin. 2006 .Pengendalian Mutu dalam Industri Batubara, Institut Teknologi


Bandung, Bandung.

Mustasim Billah. 2010. Peningkatan Nilai Kalori Batubara Peringkat Rendah


Dengan Menggunakan Minyak Tanah Dan Minyak Residu.
Universitas Pembangunan Nasional. Press. Jawa Timur.

Nursanto, E., Sudaryanto, & Untung Sukamto. (2015). Pengembangan


Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia.
Pengolahan Batubara dan Pemanfaatannya untuk Energi, 1-2.

71
Speight. J.G. 2005. Handbook of coal analysis. Vol. 166, John Wiley & Sons,
Inc

Sukandarrumidi. 1995. Batubara dan Gambut. Fakultas Teknik Universitas


Gajah Mada. Yogyakarta.

Toding,A., Triantoro, A., & Riswan, R. 2019. Analisis Perbandingan Kualitas


Batubara di Lokasi Penambangan dan Stockpile di PR Firman Ketaun
Perkasa. Jurnal Himasapta, 4(01).

Winda., Triantoro, A., & Annisa. 2021. Analisis Pengaruh Curah Hujan
Terhadap Parameter Kualitas Batubara Pada Seam 12 Mawar di
Stockrom Malinut PT Multi Tambangjaya Utama. Jurnal Himasapta,
6(01).

Wood, G. H., Kehn, T. M., Carter, M. D., & Culbertson, W. C. (1983). Coal
Resource Classification System of the U.S. Geological Survey. U.S.
Geological Survey.

72

Anda mungkin juga menyukai