Anda di halaman 1dari 68

TUGAS PERENCANAAN LINGKUNGAN 6

“PERENCANAAN PEMBUATAN FASILITAS INSTALASI PENGELOLAAN AIR


LIMBAH (IPAL) DOMESTIK DI KECAMATAN KENJERAN KOTA SURABAYA”

Disusun oleh:

Vira Rohmatul Aliyah NPM. 09.2021.1.90195

Rizal Firmansyah NPM. 09.2021.1.90196

Dosen Mata Kuliah:

Ro’du Dhuha Afrianisa, S. T., M. T.

Jurusan S1 Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan ridho-Nya penulis
dapat menyelesaikan proses pembuatan Tugas Proyek “Perencanaan Pembuatan Fasilitas Instalasi
Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Domestik di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya” dengan baik
dan lancar. Proses ini dapat kami selesaikan tentunya berkat bantuan beberapa pihak. Ucapan
terima kasih kami haturkan kepada Ibu Ro’du Dhuha Afrianisa, S. T., M. T. selaku dosen yang
telah memberikan bimbingan selama proses pembuatan proposal ini. Serta kami ucapkan terima
kasih kepada keluarga dan rekan-rekan mahasiswa transfer S1 Teknik lingkungan yang telah
memberikan dukungan selama proses pembuatan proyek ini.

Perencanaan Lingkungan terkait penyediaan fasilitas pengolahan air limbah sebelum


dilepaskan ke lingkungan atau dimanfaatkan kembali. Teknologi desain Perencanaan IPAL terus
dikembangkan seiring bertambahnya waktu. Semakin bertambah jumlah penduduk di suatu
permukiman dapat meningkatan jumlah air limbah domestik yang dihasilkan. Penulis berharap
proyek ini dapat membantu dalam menentukan dan memberikan gambaran terkait pengembangan
fasilitas IPAL di suatu permukiman sehingga dapat bermanfaat sebagai referensi bagi masyarakat
maupun pembaca. Makalah ini tentunya masih terdapat kekurangan sehingga kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan penulis untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan proyek ini
lebih baik lagi.

Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................4
1.2 Tujuan dan Manfaat.............................................................................................................5
1.3 Ruang Lingkup....................................................................................................................6
BAB II................................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................................7
2.1. Air Limbah..........................................................................................................................7
2.2. Kualitas Air Baku................................................................................................................8
2.3. Karakteristik Air Limbah.....................................................................................................9
2.3.1. Baku Mutu Air Limbah..............................................................................................10
2.3.2. Kuantitas.....................................................................................................................11
2.3.3. Kontiniuitas................................................................................................................13
2.3.4. Perhitungan Debit Air Limbah...................................................................................13
2.4. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)..........................................................................16
2.5. Sistem Perpipaan Air Limbah............................................................................................37
BAB III.............................................................................................................................................40
GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN..................................................................40
3.1 Batas Administrasi.............................................................................................................40
3.1.1 Batas Lokasi...............................................................................................................40
3.1.2 Peta Lokasi.................................................................................................................41
3.1.3 Kualitas Air Limbah Domestik..................................................................................42
3.2 Data-Data Jumlah Penduduk Dan Fasilitas.......................................................................43
3.2.1 Jumlah Penduduk.......................................................................................................43
3.2.2 Fasilitas Umum..........................................................................................................44
3.3 Proyeksi Penduduk.................................................................................................................46
3.3.1 Perhitungan Proyeksi Penduduk......................................................................................46
3.4.1 Kebutuhan Air Domestik.................................................................................................52
3.4.4 Debit Air Limbah.................................................................................................................57
3.4.6 Diagram Alir........................................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................61
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air menjadi kebutuhan pokok yang dibutuhkan untuk menunjang proses kehidupan, namun
jumlah air bersih di alam terus berkurang. Hal ini berbeda dengan jumlah penduduk di Indonesia
yang meningkat setiap tahunnya. Pada pertengahan tahun 2022 diketahui bahwa jumlah penduduk
mencapai 275.361.267 jiwa. Angka ini meningkat disbanding pertengahan tahun sebelumnya yaitu
sebesar 273.879.750 jiwa (dukcapil.kemendagri.go.id, 2022). Sanitasi lingkungan merupakan
salah satu program prioritas Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan sebuah
program pengganti Millenium Development Goals (MDGs) yang berlaku pada tahun 2015 – 2030,
dimana salah satu dari beberapa tujuannya ialah pengolahan air limbah domestik yang diolah
sesuai dengan standar nasional. Kekurangan jumlah air bersih dipermukiman dapat dipengaruhi
oleh kurang baiknya sistem pengolahan air limbah khususnya limbah domestik di area
perkampungan. Air limbah domestik langsung dilepaskan ke saluran dalam kondisi kotor atau
tidak berkualitas baik sehingga dapat merusak lingkungan dan tidak dapat dimanfaatkan kembali.
Sistem pengelolaan air limbah ada dua macam sistem yaitu sistem pembuangan air limbah
setempat (on site system) dan pembuangan terpusat (off site system) seperti pada IPAL Komunal.
Aspek yang penting dalam pengelolaan air limbah adalah sistem penyaluran air limbah (SPAL)
dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 pasal 20 tentang Perlindungan dan Pengolahan
Lingkungan Hidup meyebutkan setiap orang di perbolehkan untuk membuang limbah ke media
lingkungan hidup dengan persyratan telah memenuhi baku mutu lingkungan hidup serta memiliki
izin dari pihak yang berwenang. Peraturan Pemerintah RI No : 82 tahun 2001, baku mutu air
limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air
limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha atau kegiatan.
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan.
Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi.
Sedangkan pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan terhadap air
limbah, bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan mudah mengendap atau bahanbahan yang
terapung disisihkan terlebih dahulu. Bahan tersuspensi yang berukuran besar biasanya dilakukan
screening (penyaringan) dan bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara
mudah dengan proses pengendapan. Pengolahan air limbah bertujuan untuk mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan dilakukan dengan mengurangi jumlah dan kekuatan air limbah
sebelum dibuang ke perairan penerima. Tingkat pengurangan yang diperlukan dapat diperkirakan
berdasarkan data karakteristik air limbah dan persyaratan baku mutu lingkungan yang berlaku.
Kota Surabaya merupakan salah satu daerah yang memiliki kepadatan penduduk tinggi.
Kota Surabaya memilkiki luas daerah 326,8 km² dengan Jumlah penduduk 2,9 juta jiwa. Sebagai
ibu kota provinsi, Kota Surabaya menjadi pusat industri dan tujuan arus urbanisasi masyarakat
untuk melakukan kegiatan ekonomi. Kota Surabaya pada Tahun 2013 menerbitkan kebijakan
Nomor 660/604/436.7.12/2018 Tanggal 25 Januari 2018 yang mencangkup penghentian
peneribitan Izin Terkait Air Tanah di wilayah Kota Surabaya dengan dasar terkait dengan menjaga
kelestarian lingkungan dan kualitas Air Tanah yang meliputi surabaya timur, barat, utara, selatan
dan pusat (DLH Surabaya, 2022). Kondisi pengolahan air limbah domestik di Kota Surabaya
belum dikelola dengan baik, dimana greywater dibuang langsung ke drainase tanpa melalui
pengolahan. Sustainable Development Goals (SDGs) harus diwujudkan karena salah satu
tujuannya yaitu pengolahan air limbah domestik.
Salah satu kecamatan potensial di Surabaya utara adalah Kecamatan Kenjeran. Wilayah
tersebut memiliki jumlah penduduk sebesar 179.198 jiwa (BPS, 2020). Pada daerah tersebut air
limbah domestik masih dibuang secara langsung ke saluran tanpa melalui pengolahan. Sedangkan
debit air limbah domestik di daerah tersebut cukup tinggi akibat padatnya jumlah penduduk.
Penyediaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) akan sangat diperlukan bagi warga untuk
mencegah pencemaran air dan tanah serta dapat meningkatkan kualitas air sungai di daerah
Kecamatan Kenjeran.

1.2 Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan Perencanaan Lingkungan Pembangunan Sistem IPAL di Kecamatan
Kenjeran secara umum adalah sebagai berikut.
1) Untuk menghitung jumlah air limbah domestik yang dihasilkan Kecamatan Kenjeran,
Kota Surabaya.
2) Untuk mendesain dan mengembangkan metode IPAL yang sesuai dengan kualitas air
limbah domestik di Kecamatan Kenjeran sehingga dapat dilakukan peningkatan kualitas
air limbah sehingga memenuhi baku mutu air limbah domestik sesuai peraturan.
3) Untuk menghitung BOQ dan RAB pada rencana konstruksi Instalasi Pengolahan Air
Limbah di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya.
1.3 Ruang Lingkup
Adapun bagian yang menjadi ruang lingkup dalam penyusunan proposal perencanaan
lingkungan ini adalah sebagai berikut.
1) Lokasi perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Kecamatan Kenjeran,
Kota Surabaya
2) Proyeksi penduduk dalam sepuluh tahun mendatang di Kecamatan Kenjeran, Kota
Surabaya
3) Kebutuhan air domestik dan non domestik di Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya
4) Debit air limbah domestik di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya
5) Rencana tata letak IPAL di Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya
6) Diagram alir rencana pengolahan air limbah domestik
7) Perencanaan jumlah dan detail dimensi unit IPAL
8) Perhitungan BOQ RAB perencanaan konstruksi IPAL
9) Layout IPAL
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air Limbah
Limbah cair adalah limbah buangan yang berbentuk cairan. Air yang membawa limbah dari
kegiatan industri maupun domestik disebut dengan air limbah. Campuran air dan padatan terlarut
(tersuspensi) juga merupakan air buangan dari hasil kegiatan yang dibuang ke lingkungan.
Sugiharto (1987) menyebutkan, air limbah (waste water) merupakan kotoran dari masyarakat,
rumah tangga, serta berasal dari industri, air tanah, air permukaan, dan buangan lainnya.
Air limbah (waste water) adalah kombinasi dari cairan dan sampah–sampah (air yang
berasal dari daerah permukiman, perdagangan, perkantoran, dan industri), (Metcalf and Eddy,
1991). Limbah merupakan cairan yang dibawa oleh saluran air buangan. Air buangan adalah
cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya.
Air limbah biasanya mengandung bahan-bahan atau zat yang berbahaya. Bahan-bahan yang
berbahaya dapat menganggu kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian hidup.

2.1.1. Sumber Air Limbah


Air limbah berasal dari berbagai sumber secara garis besar dapat dibedakan menjadi
tiga kelompok, diantaranya air buangan domestik, industri, dan kotapraja. Dengan
mengetahui data sumber-sumber dari air limbah ini, dapat diperkirakan jumlah rata-rata
aliran air limbah. Dan dari data tersebut dapat dihitung pertumbuhan dan perkembangan
sebelum merencanakan sebuah bangunan pengolahan air limbah dan pemasangan saluran
pembawanya. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic waste water)
merupakan salah satu dari sumber limbah. Air buangan tersebut berasal dari pemukiman
penduduk. Secara umum air buangan rumah tangga terdiri dari ekskresi (tinja dan air seni),
air bekas cucian dapur dan kamar mandi. Limbah-limbah tersebut umumnya terdiri dari
bahan-bahan organik. Dalam Peraturan Menteri PUPR RI nomor 4 tahun 2017, air limbah
domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan/atau kegiatan pemukiman, rumah
makan, perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Air limbah domestik dibedakan
menjadi tiga jenis air limbah yang dibedakan berdasar pada jenis air buangannya. Tiga jenis
air limbah tersebut adalah grey water, black water, dan strom water. Grey water (air bekas)
adalah air limbah yang berasal dari floor drain, wastafel dan juga tempat cuci piring (sink).
Black water (air kotor padat) adalah air limbah yang berasal dari kloset dan urinoir. Air
limbah ini termasuk dalam golongan limbah padat organik, dimana limbah padat organik
tersebut dapat membusuk sehingga harus diolah dengan benar. Strom wateratau limbah air
hujan yang dapat disalurkan secara langsung menuju buangan akhir. Namun air hujan tidak
boleh menimbulkan genangan yang banyak karena akan menyebabkan banjir. Oleh sebab
itu, dalam sistem penyaluran pembuangan air hujan harus diperhatikan agar air buangan
langsung tersalurkan dan tidak menggenang

Kualitas Air Baku


Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2004 mengenai Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat)
kelas, yaitu:
1) Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air limbah, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
2) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Tabel 2.1 Kualitas mutu air berdasarkan kelas
Sumber: Perda Kota Surabaya No. 2 Tahun 2004

Karakteristik Air Limbah


Air limbah memiliki karakteristik yang perlu diperhatikan untuk menentukan cara
pengolahan yang tepat. Dengan pemilihan yang tepat, pencemaran terhadap lingkungan hidup
dapat dihindari. Karakteristik air limbah ini digolongkan menjadi sebagai berikut.
a. Karakteristik Fisik
Air limbah yang terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat dan
suspensi. Biasanya air limbah rumah tangga berwarna suram seperti larutan sabun dan
sedikit berbau. Tak jarang pula mengandung seperti bagian-bagian tinja, sisa-sisa kertas,
bekas cucian sayur dan beras, dan sebagainya. Parameter yang berada pada karakteristik
ini adalah solid (zat padat), temperatur, warna, dan bau.
b. Karakteristik Biologis
Kandungan bakteri pathogen dan organisme golongan coli terdapat dalam air limbah
tergantung darimana sumbernya. Namun kedua bakteri tersebut tidak berperan dalam
proses pengolahan air buangan. Sifat biologis ini perlu diketahui untuk mengetahui
tingkat pencemaran air limbah sebelum dibuang ke badan air.

c. Karakteristik Kimiawi
Yang terkandung dalam air buangan ini merupakan campuan zat-zat kimia anorganik
dan zat organik. Zat kimia anorganik berasal dari air bersih dan zat organic berasal dari
penguraian tinja, urin, dan sampah-sampah lainnya. Sehingga secara umum air buangan
bersifat basa pada waktu masih baru, dan cenderung bersifat asam apabila sudah mulai
terjadi pembusukan. Substansi organik dalam air buangan terdiri dari dua gabungan,
yakni gabungan yang mengandung nitrogen dan gabungan yang tak mengandung
nitrogen. Istilah BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen
Demand) merupakan istilah yang biasa digunakan dalam menyatakan polusi zat organik.

2.2.1. Baku Mutu Air Limbah


Dalam Kepmen LH nomor 68 tahun 2016, baku mutu air adalah ukuran batas atau
kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha
dan/atau kegiatan. Pada peraturan tersebut diatur pula mengenai baku mutu air limbah
dimana tiap parameter adalah kadar maksimumnya. Dengan adanya batas kadar maksimum
air limbah akan mengurangi dampak kerusakan pada lingkungan.

Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah Domestik

Sumber: Permen LHK No. 68 Tahun 2016

2.2.2. Kuantitas
Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari banyaknya air
baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang akan dilayani. Persyaratan
kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai
dengan jumlah kebutuhan air bersih (Kimpraswil, 2002).
Syarat kuantitas air bersih artinya penyediaan air bersih adalah persyaratan yang
menjelaskan tentang kuantitas dari air baku yang kemudian akan diolah menjadi air bersih
siap guna. Kuantitas air baku tersebut berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan air bersih
penduduk di suatu daerah yang dilayani. Selain ditinjau dari banyaknya jumlah air baku
yang akan diolah menjadi air bersih, persyaratan kuantitatif juga dapat ditinjau dari standar
debit air bersih yang dialirkan ke konsumen yang menggunakan air bersih tersebut.
Kebutuhan air bersih masyarakat umum bervariasi tergantung pada letak geografis,
kebudayaan, tingkat ekonomi, dan lingkungan tempat tinggal (Simanjuntak dkk., 2021).
Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang dialirkan ke
konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih masyarakat
bervariasi, tergantung pada letak geografis, kebudayaan, tingkat ekonomi, dan skala
perkotaan tempat tinggalnya. Besarnya konsumsi air berdasarkan kategori populasi daerah
dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.3 Konsumsi Air berdasarkan Kategori Populasi Daerah

Sumber : Puslitbang PU, 1996

Tabel 2.4 Konsumsi Air Non Domestik untuk Kota Kategori I, II, III, dan IV

Sumber: Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU, 1996


Tabel 2.5 Pemakaian Air sesuai Penggunaan Gedung

Sumber: SNI 03-7065-2005

Setelah mengetahui tingkat kebutuhan air dilakukan juga perhitungan terkait


kehilangan air. Kehilangan air adalah selisih antara penyediaan air dengan pemakaian air.
Kehilangan air dapat terjadi dalam proses ditribusi air karena jarak tempuh yang jauh,
kesalahan pencatatan meter air, kebocoran pipa atau instalasi, kualitas air, sambungan air,
hingga tekanan air yang bermasalah. Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR No. 27 Tahun
2016 dapat diketahu kehilangan air dapat terjadi maksimal 20% dari penyediaan air total.

2.2.3. Kontiniuitas
Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi debit
yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan (Simanjuntak dkk.,
2021). Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari, atau
setiap saat diperlukan, akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada
setiap wilayah di Indonesia, sehingga untuk menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air
dapat dilakukan dengan cara pendekata aktivitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air.
Prioritas pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam perhari, yaitu pada jam-jam aktivitas
kehidupan pada pukul 06.00 ± 18.00 (Gunawan dkk., 2018).
Ketersediaan air baku sebagai sumber pasokan utama air bersih harus menjadi
perhatian khusus karena kontinuitas pelayanan air bersih tergantung pada ketersediaan air
baku yang mencukupi. Banyak faktor yang mempengaruhi ketersediaan air baku, selain
faktor alam seperti perubahan iklim, perilaku manusia juga ikut mempengaruhi
berkurangnya ketersediaan air baku seperti penebangan hutan, pembangunan perumahan
yang tidak memperhatikan lingkungan, industrialisasi, dll (Putro & Ferdian, 2016).
Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2 m/dt. Ukuran pipa harus tidak
melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus tercukupi. Dengan
analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau ukuran pipa yang diperlukan
sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar kuantitas aliran terpenuhi.

2.2.4. Perhitungan Debit Air Limbah


Perhitungan debit air limbah dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
terhadap pemakaian air minum yang menjadi air limbah domestik pada setiap blok
pelayanan. Menurut hasil survey yang telah dilakukan Direktorat Pengembangan Air Minum
Ditjen Cipta Karya Departemen PU Tahun 2006, pemakaian rata-rata rumah tangga di
perkotaan di Indonesia sebesar 144 Liter per harinya. Pada pemanfaatannya, tidak semua air
bersih menjadi air limbah. Terdapat 20 % - 30% air yang hilang akibat pemakaian, terserap
tanah, atau hilang saat di saluran, Sehingga dapat dapat diketahui bahwa dari total jumlah air
bersih, jumlah air limbah yang dihasilkan berkisar 70% - 80%. Luasnya area Kecamatan
Kenjeran sehingga untuk jumlah air limbah dapat dikurangi persentase kehilangan air
terbesar yaitu 30%, sehingga air limbah yang dihasilkan sebesar 70% dari air bersih.
Debit air limbah puncak (Qpeak) ialah debit aliran pada saat tinggi muka air berada di
titik tertinggi (maksimum) pada hidrograf tinggi muka air. Nilai debit puncak didapatkan
dari hasil perjumlahan debit air limbah maksimum (Qmaks) dan debit infiltrasi (Qinf). Debit
air limbah maksimum adalah debit aliran saat penggunaan air maksimum. Pada perhitungan
Qmaks dibutuhkan nilai faktor harian maksimum yang merupakan nilai perbandingan antara
penggunaan air maksimum dengan penggunaan air rata-rata.
Debit infiltrasi (Qinf ) adalah debit air diluar debit air limbah (air tambahan) yang
masuk ke dalam saluran drainase atau pipa. Debit infiltrasi tersebut berasal dari infiltrasi air
tanah serta resapan air hujan. Nilai Qinf tersebut didapat dari hasil penjumlahan antara dua
debit yang berbeda, yaitu debit infiltasi saluran (Qinf saluran) dan debit infiltrasi permukaan
(Qinf surface). Debit infiltrasi saluran ialah debit air tanah yang masuk ke dalam saluran
melalui celah-celah sambungan antar saluran. Sedangkan debit infiltrasi permukaan.
Sehingga didapatkan rumus sebagai berikut.
Gambar 2.1 Rumus Perhitungan Debit Air Limbah

Gambar 2.2 Grafik Penentuan Faktor Jam Puncak (fjp)

Gambar 2.3 Rumus Perhitungan Debit Infiltrasi Air Limbah Domestik


Gambar 2.4 Grafik Perhitungan Faktor Infiltrasi Puncak

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)


IPAL adalah sebuah struktur teknik dan perangkat peralatan beserta perlengkapannya yang
dirancang secara khusus untuk memproses atau mengolah cairan sisa proses, sehingga sisa proses
tersebut menjadi layak dibuang ke lingkungan. Cairan sisa proses atau limbah bisa berasal dari
proses industri, pabrik, pertanian, dan perkotaan yang tidak lain merupakan hasil limbah rumah
tangga. Hasil dari pembuangan tersebut dapat membahayakan manusia maupun lingkungan, oleh
karena itu diperlukan proses pengolahan lebih lanjut sebelum dibuang ke saluran pembuangan.
2.4.1 Tahapan Pengolahan
Pengolahan air limbah pada dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu pengolahan
primer, pengolahan sekunder dan pengolahan tersier :

a. Pengolahan primer
Pengolahan primer mencakup pemisahan kerikil, lumpur, dan penghilangan
zat padat yang terapung. Hal ini dilakukan dengan penyaringan dan pengendapan
di kolam-kolam pengendapan. Buangan dari pengolahan primer biasanya akan
mengandung bahan organik yang lumayan banyak dan BOD-nya relatif tinggi.

b. Pengolahan sekunder
Pengolahan sekunder mencakup pengolahan lebih lanjut dari buangan
pengolahan primer. Hal ini menyangkut pembuangan bahan organik dan sisa-sisa
bahan terapung dan biasanya dilaksanakan dengan proses biologis mempergunakan
filter, aerasi, kolam oksidasi dan cara-cara lainnya (Tchobanoglous,1991).

c. Pengolahan lanjutan (tersier)


Pengolahan lanjutan dipergunakan untuk membuang bahan-bahan terlarut dan
terapung yang masih tersisa setelah pengolahan biologis yang normal apabila
dibutuhkan untuk pemakaian air kembali atau untuk pengendalian etrofikasi di air
penerima (Tchobanoglous,1991).

2.4.2 Jenis Pengolahan


a. Fisik
Pengolahan fisik bertujuan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan
yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan. Metode-metode
pengolahan fisik meliputi penyaringan, pengecilan ukuran, pembuangan serpih,
pengendapan dan filtrasi.

b. Biologis
Pengolahan biologis adalah pengolahan yang menggunakan mikroorganisme
untuk menghilangkan limbah organic pada air limbah. Pengolahan biologis dapat
dilaksanakan baik dengan cara aerobik (dengan adanya oksigen) maupun anaerobik
(tanpa adanya oksigen), tetapi biasanya dipergunakan pengolahan aerobik karena
laju konversinya jauh lebih cepat daripada untuk konversi anaerobik.

2.4.3 Bagian-Bagian Pengolahan


2.4.3.1 Screen
Prinsip yang digunakan pada Bar Screen adalah menghilangkan bahan padat
kasar dengan menggunakan sederet bahan baja yang disebut kisi dan diletakkan
berdekatan dengan arah yang melintang dari aliran. Kecepatan aliran harus lebih
besar dari 0,3 m/s dan tidak lebih dari 0,6 m/s agar bahan padat yang telah tertahan
pada kisi tidak terjepit dan menghalangi air.
Fungsi adanya Bar Screen dalam pengolahan fisik antara lain :

a. Menahan padatan berukuran besar dan terapung yang terbawa aliran air limbah.
b. Menyaring benda-benda padat dan kasar yang ikut terbawa dalam air
buangan agar benda tersebut tidak mengganggu aliran dalam saluran dan
merusak alat - alat serta mengganggu proses pengolahan air limbah.
c. Mencegah kerusakan alat dan penyumbatan (clogging) pada saluran dan pompa.
Jenis-Jenis screen berdasarkan bukaan screen :
1. Saringan Kasar (Coarse Screen)
 Bar Racks yaitu sebuah alat yang tersusun atas batang/tongkat dengan
bukaan/spasi antar batang 6 - 150 mm yang berfungsi untuk melindungi
pompa, valve, jaringan pipa dari kerusakan/sumbatan. Contoh : Trash racks,
rotating bar interceptors, dll.

2. Saringan Medium, dengan bukaan 2 - 5 mm (curved bar screens, vertical and


inclined screens)

Gambar 2.5 Curved bar screen

3. Saringan Halus (Fine Screen)


 Screen berbentuk disk/drum dengan bukaan/spasi anar batang < 6 mm yang
dapat terbuat dari bahan tembaga atau perunggu; Coarse woven wire media.
Contoh : Inclined bar screens, band screens, drum screens, dll.

Gambar 2.6 Inclined bar screen


Tabel 2.7 Kriteria desain screen
Manual Mechanic
Kriteria Desain
Cleaning Cleaning

Kecepatan melalui celah (v),


0,3 - 0,6 0,6 - 1,0
m/s

Lebar bar (w), mm 5 - 15 5 - 15

Kedalaman (D), mm 25 – 38 25 - 38

Jarak antar kisi (b), mm 25 – 50 15 - 70

Slope kisi dari vertikal (⁰) 30 – 45 0 - 30

Headloss (hf), mm 150 150 - 600

Tabel 2.8 Tipe screen

Tipe Screen 𝛽

Sharp-edge rectangular 2.42

Rectangular with semi-circular


1.83
upstream face

Circular 1.79

Rectangular with semi-circular


upstream and downstream 1.67
faces

Tear shape 0.76

Berikut ini adalah perumusan desain Bar Screen antara lain :

1. Luas Penampang Basah Saluran (A)


Q
A=
Kecepatan
2. Tentukan Tinggi dan Lebar Saluran (AB)
AB = Tinggi Basah Saluran x Lebar Basah Saluran

3. Tentukan Jumlah Kisi (n)


Lebar Saluran = (n x w) + [(n + 1) x b]
4. Hitung Panjang Kisi Terendam
(r) Sin Ø = Y/r
r= Y/sin Ø
r

5. Luas Efektif Screen (AEfektif)


AEfektif = r x [(n+1) x b]
6. Hitung Kecepatan Air Limbah saat Mengalir melalui Kisi
Q
VKisi =
A Efektif Kisi
7. Headloss saat Screen Bersih
Vv
hv =
2.g
w4
Hf Screen = 𝛽 x ( ) /3 x hv x sin 𝘢
b
8. Headloss saat Tersumbah 50%
hL = 1
0.7
𝑉2− 𝑉𝑣2
( 2.g )
9. Ukuran Penampang Saluran
Tinggi Saluran= Tinggi basah + free board

Keterangan :

Q = Debit aliran (m3/s) n = Jumlah kisi


V = Kecepatan (m/s) w = Tebal kisi (mm)
A = Luas penampang basah (m2) Vv = V kisi (m/s)
T = Tinggi saluran (m) 𝛽 = Tipe Bar
B = Lebar saluran (m) 𝘢 = Sudut bar screen
b = Jarak antar kisi (mm) Free board = 0.3
r = Panjang kisi terendam (m) hv = Headloss dg kecepatan air
AEfektif Screen = Luas efektif Screen (m2)

Hf screen = Headloss saat screen bersih


hL = Headloss saat tersumbat 50%

2.4.3.2 Comminutor
Comminutor atau sering juga disebut grinders digunakan untuk
menghancurkan benda padat yang berukuran besar seperti bebatuan atau bahan-
bahan organik kedalam ukuran yang lebih kecil. Proses ini diperlukan agar tidak
terjadi penyumbatan pada saluran atau kerusakan akibat gesekan aliran yang
diakibatkan adanya benda padat berukuran besar.
Berikut ini adalah fungsi comminutor IPAL :
- Memotong/merajang padatan berukuran besar menjadi berukuran kecil (± 6
mm)
- Padatan besar terbawa dalam aliran limbah cair ke dalam IPAL yang lolos
dari unit bar screen
- Meningkatkan efisiensi IPAL, karena zat padat menjadi lebih seragam
ukurannya
Comminutor diletakkan sebelum pompa untuk mencegah terjadinya
penyumbatan pompa atau clogging dan setelah grit removal agar unit grit removal
dapat bertahan lebih lama/awet.
Gambar 2.7 Comunitor IPAL

2.4.3.3 Equalisasi
Sumur pengumpul merupakan salah satu bangunan pengolahan pendauluan
dalam perencanaan bangunan pengolahan air limbah. Sumur pengumpul biasanya
dilengkapi dengan pompa yang berfungsi untuk memompakan air limbah ke instalasi
pengolahan air limbah. Secara umum, fungsi sumsur pengumpul ini adalah untuk
menampung air limbah dari saluran air limbah yang kedalamannya berada di bawah
permukaan instalasi pengolahan air limbah. Selain itu, banngunan equalisasi
digunakan untuk menghasilkan air limbah cair yang relatif konstan menuju IPAL
atau menurunkan fluktuasi/variasi debit.
Sumur pengumpul dapat dilengkapi dengan bak penangkap lemak sebelum air
limbah masuk ke adalam sumur untuk menyaring minyak dan lemak yang mungkin
masuk ke dalam sumur. Kriteria desain untuk sumur pengumpul yang terpenting
adalah waktu detensi tidak boleh lebih dari 10 menit. Hal ini untuk menghindari
terjadinya pengendapan dalam sumur. Berikut ini adalah fungsi adanya bangunan
sumur pengumpul :
1. Meningkatkan kinerja pengolahan biologis
2. Menghasilkan kualitas efluen yang lebih baik
3. Mereduksi dimensi bangunan IPAL setelah qualisasi
4. Unit pengolahan kimia akan lebih efektif, karena fluktuasi rendah
Bangunan equalisasi dapat diletakkan didepan/sebelum pengolahan pertama
dan sebelum pengolahan biologi atau diletakkan setelah pengolahan pertama dan
sebelum pengolahan biologi. Ada 2 tipe sistem perletakan bangunan equalisasi,
yaitu:

 In line Equalisasi
Seluruh aliran/debit limbah cair masuk ke dalam bangunan equalisasi.
Berfungsi untuk mengatur konsentrasi dan debit sesuai yang direncanakan.

Gambar 2.8 Skema In line Equalisasi

 Off line Equalisasi


Hanya sebagian debit limbah cari yang masuk ke dalam equalisai, yakni bila
debit melebihi nilai tertentu (missal lebih dari Qrata-rata) dan kebutuhan pompa
minimal.

Gambar 2.9 Skema Off line Equalisasi

2.4.3.4 Grit Chamber


Grit chamber atau bak penangkap pasir merupakan unit pengolahan yang
bertujuan untuk menyisihkan material padatan berupa pasir atau grit yang terkandung
di dalam air limbah domestik. Material pasir berpotensi masuk ke dalam jaringan
perpiraan. Material ini memiliki massa yang lebih berat dari material organik di
dalam air limbah domestik. Penyisihan pasir perlu dilakukan untuk melindungi
operasional peralatan mekanik seperti pompa dari keausan atau abrasi yang tidak
perlu, mencegah penyumbatan di pipa, penumpukan endapan di saluran, dan
mencegah efek penyemenan pada tangki pengendap pertama, serta mengurangi
akumulasi bahan inert di kolam aerasi yang dapat mengganggu proses pengaliran.
Air yang masuk dari jaringan air limbah domestik mengalir secara gravitasi
menuju ke unit grit chamber. Bangunan ini berfungsi untuk menangkap pasir
endapan dari interceptor, pasir yang kasar akan mengendap secara gravitasi terlebih
dahulu pada pasir halus akan mengendap di ujung grit chamber.
Grit chamber bertujuan untuk :
 Protect mechanical equipments from abrasion
Melindungi atau mencegah terjadinya gesekan pada peralatan mekanik dan
pompa akibat adanya pemakaian yang tidak perlu dan akibat adanya abrasi.
 Reduce formation of heavy deposits in pipelines or channels :
- Mencegah terjadinya penyumbatan pada pipa akibat adanya endapan
kasar di dalam saluran.
- Mencegah timbulnya efek penyemenan di dasar sludge digester dan
primary sedimentation tank.
- Menurunkan akumulasi material inert di dalam kolam aerasi dan
sludge digester yang akan mengurangi volume yang dapat digunakan.
 Reduce the frequency of tank/reactor cleaning caused by excessive
accumulations of grits
Mengurangi frekuensi pembersihan reaktor akibat akumulasi grit yang
berlebihan.
Secara umum grit chamber di bagi menjadi 3 yaitu :
1. Horizontal flow grit chamber
Adapun kriteria perencanaan untuk horizontal flow grit chamber
ditunjukkan pada tabel 2.5 sebagai berikut :

Tabel 2.9 Kriteria desain Horizontal flow grit chamber

U. S Customary Unit S.I Unit


Unit Range Typical Unit Range Typical
Waktu detensi s 45 - 90 60 s 45 - 90 60
Kecepatan Horisontal ft/s 0.8 – 1.3 1.0 m/s 0.25 – 0.4 0.3
Kecepatan untuk pengendapan
0.21 mm (65 mesh) ft/min 3.2 – 4.2 3.8 m/min 1.0 – 1.3 1.15
0.15 mm (65 mesh) ft/min 2.0 – 3.0 2.5 m/min 0.6 – 0.9 0.75
Headloss % 30 - 40 36 % 30 - 40 36
Pertambahan panjang pada aliran % 25 - 50 30 % 25 - 50 30
turbulen di inlet dan outlet
Sumber : Crites and Tchobanoglous, 1998

Berikut merupakan grafik kecepatan pengendapan pada grit chamber.

Gambar 2.10 Grafik kecepatan pada grit chamber

Berikut ini adalah cara dan rumus untuk menghitung Horizontal Grit Chamber
:
a) Dimensi Bak
 Cross area
Q
𝐴𝑐 =

Vh
 Kedalaman
Ac =wxh
Ac
H =

w
 Panjang Grit Chamber
L H
=

Vh Vs
 Surface Area
As = L x w
b) Kecepatan Scouring (Vsc)

Vsc
8k (Sg−1 )d X = Vsc > Vh
=(
g 1/2
c) Grit Storage )
f
Q = 0,093 m3/s x 86400 s/hari = 8..035,2 m3/hr
Tes lab >> Dari tes lab dihasilkan 0,01 L pasir per hari per 1 m+3,
sehingga kandungan pasirnya :
−2 L 3 3
 Kandungan Pasir = 10
x 10-3 m x 8.035,2 m

m3 L hr

Karena td < 60 maka direncanakan :

Merencanakan kembali dimensi yang akan digunakan agar


hasil td sesuai dengan kriteria desain lalu menghitung kembali td.
 A=Lxw

A1 >> Merencanakan dimensi sesuai yang telah dihitung


diatas

A2 >> Merencanakan dimensi yang lebih kecil dari dimensi pada


A1

V = t (A1 + A2 + √A1 x A2)


3
Catatan : Untuk desain kedalaman minimum Grit Storage 10 cm, maka untuk
perencanaan ini dipakai kedalaman grit storage sebesar 10 cm, namun yang terisi grit
hanya sebesar 1 cm.

Gambar 2.11 Tampak atas dan samping Grit Chamber

27
2. Aerated Grit Chamber
Pada bangunan ini udara dimasukkan untuk mendapatkan aliran yang spiral,
dimana bahan-bahan kasar dapat mengendap di dasar bangunan. Jika kecepatan
aliran terlalu besar maka bahan-bahan kasar akan terikut keluar melalui saluran
outlet grit chamber, tapi jika aliran terlalu lemah maka bahan- bahan organik akan
ikut terendapkan. Sehingga kuantitas udara yang digunakan juga harus
diperhitungkan. Pada bangunan ini 100 % bahan-bahan kasar terendapkan.
Bangunan ini biasanya meremoval bahan-bahan kasar dengan diameter 0.21 mm
(65 mesh) atau lebih besar, dengan waktu detensi yang dibutuhkan adalah 2-5
menit, dengan kedalaman grit storage 0.9 m (3 ft). Sedangkan alat penginjeksi
udara diletakkan 0.45 – 0.6 m (1.5 – 2ft) dari dasar. Kriteria perencanaan dan
gambarnya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.10 Kriteria desain Aerated Grit Chamber
U. S Customary Unit S.I Unit
Unit Range Typical Unit Range Typical
Waktu detensi s 2-5 3 s 2-5 3
Dimensi
Kedalaman ft 7 – 16 m 2–5
Panjang ft 25 – 65 m 7.5 – 20
Lebar ft 8 - 23 m 2.5 - 7
Lebar : Kedalaman rasio 1:1 - 5:1 1.5 : 1 rasio 1:1 - 5:1 1.5 : 1
Panjang : lebar rasio 3:1 - 5:1 4:1 rasio 3:1 - 5:1 4:1
Suply udara per unit panjang ft3/ft.min 3-8 m3/m.min 0.2 – 0.5
Kuantitas pasir ft3/Mgal 0.5 - 27 2 m3/103.m3 25 - 50 30

28
Gambar 2.12 Aerated Grit Chamber

3. Vortex Grit Chamber


Bahan-bahan kasar juga dapat diremoval dengan menggunakan aliran
vortex. Ada dua tipe dari bangunan ini. Turbin yang berputar menjaga kecepatan
aliran tetap konstan dan ada blade yang memisahkan grit dari air limbah, dimana
partikel mengendap secara gravitasi. Bahan-bahan kasar (grit) yang mengendap
diambil dengan pompa penguras. Biasanya bangunan ini digunakan lebih dari dua
unit. dengan kapasitas setiap unit untuk tipe vortex ini hingga 0.3 m3/det.

Gambar 2.13 Vortex Grit Chamber

29
Gambar 2.14 Bangunan Vortex Grit Chamber

2.4.3.5 Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan partikel dari air dengan memanfaatkan gaya
grafitasi. Proses sedimentasi ini terutama bertujuan untuk memperolah air buangan
yang jernih dan mempermudah proses penanganan lumpur. Dalam proses
sedimentasi hanya partikel-partikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisah.
Misalnya ; kerikil dan pasir, padatan pada tangki pengendapan primer, biofloc pada
tangki pengendapan sekunder, floc hasil pengolahan secara kimia, dan lumpur
(pada pengentalan lumpur).
Bagian terpenting dalam perencanaan unit sedimentasi adalah mengetahui
kecepatan pengendapan dari partikel-partikel yang akan dipindahkan. Kecepatan
pengendapan ditentukan oleh ukuran, densitas larutan, viskositas cairan, dan
temperature. Untuk memperolah data mengenai karakteristik pengendapan dari
suspended solid diperlukan percobaan di laboratorium. Berdasarkan karakteristik
aliran fungsinya, bangunan sedimentasi dibagi dalam 4 zona, yaitu :
a. Zona Inlet, yaitu untuk mengendapkan aliran transisi dari influen ke aliran
steady uniform di zona pengendapan agar proses pengendapan di zona
pengendapan tidak terganggu.
b. Zona Pengendapan, yaitu untuk mengendapkan partikel diskrit yang ada di air
buangan.
c. Zona Lumpur, yaitu untuk menampung partikel-partikel solid yang berhasil
diendapkan.
d. Zona Outlet, yaitu untuk mengalirkan air limbah yang telah terendapkan
padatannya ke pelimpah untuk selanjutnya.

30
Gambar 2.14 Bangunan sedimentasi

2.4.3.6 Activated Sludge


Activated sludge (tangki aerasi) merupakan proses biologi yang
menggunakan jutaan mikroorganisme untuk menguraikan materi organic dalam
limbah cair menjadi organisme baru dan gas-gas. Mikroorganisme tersebut disebut
bioflok. Bioflok inilah yang disebut sebagai lumpur aktif. Lumpur aktif dipisahkan
dari air dalam bak sedimentasi sehingga dihasilkan air yang lebih jernih dan lebih
baik kualitasnya.
Lumpur dari bak pengendap kedua sebagian dikembalikan ke bangunan
aerasi, sebagian diolah dalam pengolahan lumpur selanjutnya untuk dimanfaatkan
kembali atau dibuang. Air limbah yang telah diendapkan dibawa ke suatu tangki
aerasi dimana oksigen disediakan. Bakteri yang tumbuh pada air yang telah
diendapkan dihilangkan pada bak sedimentasi kedua (secondary clarifier). Untuk
memelihara konsentrasi sel tingggi (2000 - 8000 mgl) di dalam tangki aerasi.
Lumpur sebagian besar berupa padatan (padatan inert), tetapi bakteri yang
diresirkulasikan adalah yang hidup/aktif, sehingga dinamakan lumpur aktif
(activated sludge). Oksigen disediakan pada tingkatan yang seragam diseluruh
tangki aerasi, meskipun kebutuhan oksigen menurun bertahap di sepanjang tangki.
Untuk membatasi buangan dapat dilakukan pengurangan oksigen secara bertahap
di seanjang tangki (tapperes aeration), atau effluent ditambahkan dalam beberapa
tingkat (stepped aeration). Dalam semua sistem, waktu detensi yang biasa adalah

31
12 jam pada debit rata-ratanya. Padatan akan mengendap pada aliran lumpur aktif
yang terjadi di dalam final clarifier, kemudian diaerasi selama 2-4 jam, untuk
pelarutan dan oksidasi, sehingga mereaktivasi lumpur aktif.
Pengendalian proses lumpur aktif meliputi aspek :
1. Karakteristik limbah cair yang masuk bangunan aerasi
 Organic and Hydraulic Loading
Variasi debit influen dan konsentrasi BOD5 maupun TSS
 Adanya zat toksik/beracun
Influen yang menjadi makanan mikroorganisme dalam bangunan
aerasi tidak boleh mengandung zat beracun bagi mikroorganisme.
2. Kondisi dalam bangunan aerasi
a) Makanan dan Oksigen terlarut (DO)
 Bangunan aerasi dapat diibaratkan seperti peternakan mikoorganisme
 Oksigen terlarut dijaga agar > 1,0 mg/L
 Pengaturan perbandingan F : M
b) Pengadukan yang memadai
 Tidak boleh terlalu rendah, dapat terjadi pengendapan lumpur dalam
bangunan aerasi. Adanya endapan akan menyebabkan kondisi septik,
sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen, pertumbuhan filamentous
bacteria
 Bila turbulensi terlalu tinggi maka bioflok akan pecah.
c) Perbandingan F : M
 Pengaturan perbandingan F : M (Food : Mikroorganism)
3. Clarifier
 Umumnya berbentuk bulat
 Aliran mixed liquor pada inlet harus diperlambat dan dialirkan ke bawah
/ dasar clarifier
 Aliran pendek harus dicegah
 Waktu detensi antara 2 - 4 jam

4. Kondisi dalam bangunan pengendap yang dapat memengaruhi pemisahan lumpur

32
Aerasi ditujukan untuk menyediakan oksigen terlarut dalam bangunan aerasi
dengan sistem pengadukan mixed liquor sehingga mikroorganisme berkontak
dengan makanan dan oksigen serta mencegah pengendapan. Terdapat 2 metode
aerasi, yaitu:
1. Surface Aerator
Mencampurkan air yang telah ada dalam kolam dengan cara
memancarkan ke udara atau membuat permukaanya menjadi luas

(bergelombang).
Gambar 2.15 Bangunan Surface Aerator

2. Difused Aerator
Mencampurkan udara beroksigen dalam air sehingga lebih banyak
air yang bersinggungan dengan udara.

Gambar 2.16 Difused Aerator

33
Gambar 2.17 Bangunan disfused aerator

Parameter oparasional yang digunakan dalam bangunan activated


sludge adalah MLSS dan MLVSS berfungsi untuk mengukur banyaknya
mikroorganisme dalam bangunan aerasi dalam satuan volume air limbah
yang dihitung dalam satuan mg/L atau kg/m3. MLSS (Mixed Liquor
Suspended Solids) dinyatakan sebagai seluruh mikroorganisme yang hidup
maupun yang mati. Sedangkan MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended
Solids) dinyatakan hanya sebagai mikroorganisme yang hidup. Umumnya
activated sludge dioperasikan pada konsentrasi MLSS antara 1.000 mg/L
sampai 5.000 mg/L dengan kondisi terbaik pada 2.500 mg/L. MLSS diukur
dengan menggunakan prosedur pengukuran TSS yang diambil pada efluen
bangunan aerasi sebelum masuk ke clarifier.

2.4.3.7 Sedimentasi II
Secondary clarifier (Bak Pengendap II/Sedimentasi II) berfungsi untuk
memisahkan lumpur aktif dari MLSS. Lumpur yang mengandung
mikroorganisme (bakteri) yang masih aktif akan diresirkulasi kembali ke
activated sludge (tangki aerasi) dan sludge yang mengandung
mikroorganisme yang sudah mati atau tidak aktif lagi dalirkan ke pengolahan
lumpur. Langkah ini merupakan langkah akhir untuk meghasilkan efluen
yang stabil dengan konsentrasi BOD dan SS yang rendah, dengan adanya
volume yang besar dari solid yang flokulen dalam MLSS, maka diperlukan
pertimbangan khusus untuk mendesain bak pengendap II.
Adapun faktor – faktor yang menjadi pertimbangan dalam desain adalah:
a. Tipe tangki yang digunakan

34
b. Karakteristik pengendapan sludge
c. Kecepatan aliran
d. Penempatan weir dan weir loading rate
Prinsip operasi yang berlangsung di dalam secondary clarifier ini
adalah pemisahan dari suatu suspensi ke dalam fase-fase padat (sludge) dan
cair dari komponen-komponennya. Operasi ini dipakai dimana cairan yang
mengandung zat padat ditempatkan dalam suatu bak tenang dengan desain
tertentu sehingga akan terjadi pengendapan secara grafitasi.

2.4.3.8 Desinfeksi
Kegunaan desinfeksi pada limbah cair adalah untuk mereduksi
konsentrasi bakteri secara umum dan menghilangkan bakteri pathogen.
Kebutuhan klorin untuk proses desinfeksi tergantung pada beberapa faktor.
Klorin adalah oksidator dan akan bereaksi dengan beberapa komponen
termasuk komponen organik pada limbah. Faktor yang mempengaruhi
efisiensi desinfeksi atau kebutuhan akan klorin antara lain adalah :
1. Jumlah dan jenis chlorine yang digunakan.
2. Waktu kontak.
3. Suhu.
4. Jenis serta konsentrasi mikroba.
Klorinasi dapat juga menyebabkan turunnya kadar BOD dan akan
mengoksidasi komponen tereduksi dalam air. Komponen besi dan mangan
yang terdapat dalam air akan dioksidasi menjadi komponen besi dan mangan
yang terendapkan. Proses oksidasi lainnya dapat terjadi pada komponen H2S
dan NO2.
Kapur dan klorin banyak digunakan untuk mengatasi bau yang timbul
pada limbah. Klorinasi adalah salah satu proses yang cukup efektif bila
digunakan pada limbah cair jika ditinjau dari segi ekonomi dan teknis.
Kriteria desain bak kontak klor, yaitu :
Waktu kontak = 30 - 60
menit

35
Rasio panjang : lebar = 40 : 1
Menggunakan baffle untuk mencegah aliran pendek

2.4.3.9 Pengolahan Lumpur


Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya
kemudian diolah kembali. Lumpur atau sludge adalah hasil samping dari
pengolahan air limbah. Sumber lumpur terutama dari unit Bak Pengendap I dan
unit pengolahan biologis. Lumpur dari bak pengendap I dan II dikumpulkan pada
unit thickener untuk mengurangi kadar air, yang selanjutnya diolah secara fisik atau
biologis.
Ada dua jenis pengolahan lumpur yang biasa dipakai (setelah thickening)
yaitu:
 Anaerobik digester atau aerobik digester
 Sludge driying bed

a. Sludge Thickener
Thickener digunakan untuk mengurangi kadar air dan meningkatkan
kadar solid sehingga nantinya sludge lebih mudah dan efisien dalam
stabilisasinya. Prinsip yang digunakan sama dengan bak pengendap yang
biasanya secara gravitasi, karena secara operasional mudah dan murah.
b. Sludge Digester
Digester digunakan unutk menstabilkan dan meningkatkan kandungan
solid dalam sludge. Pengolahan digester terdiri dari aerobik digester dan
anaerobik digester.
 Aerobik digester
Pengolahan secara aerobik digester terutama bertujuan untuk
mengurangi kadar volatile lumpur dan memperbaiki kemampuan
dewatering.
Keuntungan :
- Kemampuan penurunan volatile solid setara
- Kadar BOD lebih rendah di cairan bagian atas

36
- Tidak berbau, bahan hunus yang baik dan hasil akhir yang stabil
secara biologis
- Pengoperasian mudah serta biaya
rendah Kerugian
- Mempunyai kualitas yang tidak terlalu bagus untuk diolah dengan
mechanical dewatering
- Proses mudah dipengaruhi oleh lokasi, temperatur dan bentuk tangki
 Anaerobik digester
Pengolahan secara anaerobik dilakukan tanpa adanya kontak dengan
udara luar. Macam – macamnya adalah antara lain :
1. Standart rate digestion
Pada jenis ini dilakukan satu tahap proses (single stage process).
Dalam proses ini lumpur ditempatkan dalam suatu tangki dan lumpur
dipanaskan oleh perubahan panas yang terjadi. Gas yang dihasilkan
bergerak naik ke permukaan mendorong partikel lumpur, minyak dan
lemak membentuk lapisan di permukaan. Dengan demikian akan
terbentuk lapisan cairan yang akan mempermudah proses digesting.
2. Single stage high rate digestion
Hal yang menonjol pada sistem ini adalah mempunyai solid
loading rate yang tinggi. Lumpur diaduk bersama – sama antara
resirkulasi gas, pengaduk mekanis, dan pemompaan.
3. Two stage digestion
Pada sistem ini, high rate digestion disusun seri dengan tangki
kedua. Tangki pertama untuk proses digestion yang dilengkapi alat
pengaduk dan pemanas. Tangki kedua untuk menyimpan lumpur yang
telah diolah, disamping untuk pembentukan supernatan.
c. Sludge Drying Bed
Sludge Drying Bed secara umum digunakan untuk menghilangkan air
dari lumpur yang telah distabilisasi. Beberapa tipe SDB antara lain :
 Conventional Sludge Drying Bed

37
Biasa digunakan untuk kota dengan kepadatan rendah atau sedang.
Lumpur dihamparkan diatas bed yang dilapisi pasir dan gravel dengan
ketebalan 8-12 in. lumpur kemudian dibiarkan kering, lumpur kering
dengan kelembaban 60 % didapat setelah 10-15 hari.
 Paveel dryng bed
Konsepnya hampir sama dengan yang diatas, hanya pada bagian
dasar bed, selain drainase juga dikeraskan dengan semen atau bahan
lainnya. Pavel dryng bed menguntungkan apabila digunakan di daerah
hangat.
 Vacum Assisted Drying Bed
Pemvakuman bertujuan mempercepat pengeringan. Hal ini bisa
dilakukan dengan pemvakuman plat filter berporos di bagian tepi bawah.

Sistem Perpipaan Air Limbah


Sistem perpipaan pada pengaliran air limbah komunal berfungsi untuk membawa air
limbah dari beberapa rumah ke tempat pengolahan agar limbah tidak mencemari lingkungan
sekitarnya. Prinsip yang digunakan untuk pengaliran air limbah pada umumnya adalah gravitasi
tanpa tekanan dengan pola aliran saluran terbuka. Dimana pipa saluran tidak akan pernah penuh
dengan air limbah, sehingga harus dipastikan bahwa tidak terjadi kenaikan dasar pipa pada
semua jalurnya. Maka dari itu terdapat bagian pada pipa yang kosong. Perbandingan luas
penampang basah (d) dengan luas penampang pipa (D) adalah sebagai berikut :
 Pipa dengan diameter kurang dari 150 mm ; d/D = 0,5
 Pipa dengan diameter lebih dari 150 mm ; d/D = 0,7
Pada perencanaan pipa poin-poin yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan diameter
pipa rencana yang digunakan pada pasar, kedalaman air dalam saluran, kapasitas saluran, dan
kecepatan aliran yang dapat memungkinkan adanya pengendapan dan penggerusan. Saluran yang
direncanakan pun harus memiliki kapasitas yang dapat menyalurkan air limbah dalam keadaan
maksimum maupun minimum dengan memperhatikan kedalaman air yang disyaratkan.

38
Gambar 2.18 Diameter Pipa air Limbah domestik

Dikarenakan air limbah banyak mengandung bahan padat yang dapat mengganggu atau
menurunkan kekuatan pipa, maka pemilihan bahan sangat perlu dipertimbangkan. Hal yang perlu
dipertimbangkan lainnya adalah kemudahan serta kekuatan fisik yang memadai selama
pengangkutan dan pemasangan. Agar didapatkan kecepatan aliran minimal guna memiliki daya
pembilasan sendiri, perlu ditentukan kemiringan pipa minimal untuk mengurangi adanya
gangguan endapan pada dasar pipa. Nilai koefisien kekesaran Manning untuk berbagai bahan
pipa dijelaskan pada tabel berikut.

39
Gambar 2.19 Koefisien Kekasaran Pipa

40
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN
3.1 Batas Administrasi
Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta yang terletak di antara 07 o
12’ – 07o 21’ LS dan 112o 36’ – 112o 54’ BT. Lokasi Kota Surabaya terletak di bagian tepi pantai
utara Pulau Jawa Provinsi Jawa Timur. Kota Surabaya memiliki Luas Wilayah sebesar 326,81
km² dan Luas Lautan sebesar 190,39 km². Sebagian besar Kota Surabaya terdiri dari dataran
rendah yang terletak pada ketinggian 3 – 6 meter. Kota Surabaya terdiri dari 31 Kecamatan dan
154 Kelurahan dengan total keseluruhan penduduk sebanyak 2,9 juta pada tahun 2021 (dpm-
ptsp.surabaya.go.id, 2021).
Kecamatan Kenjeran merupakan bagian dari wilayah geografis Kota Surabaya bagian
Utara yang memiliki kepadatan penduduk sebesar 174.181 jiwa. Kecamatan Kenjeran terdiri dari
4 (empat) kelurahan yaitu Tanah Kali Kedinding, Sidotopo Wetan, Bulak Banteng, dan Tambak
Wedi dengan total luas wilayah sebesar 7,72 km2. Kecamatan Kenjeran memiliki rata-rata
ketinggian daerah sebesar 1-2 mdpl (BPS, 2022).
3.1.1Batas Lokasi
Adapun Batasan lokasi dari Kecamatan Kenjeran meliputi wilayah sebagai berikut.
a. Batas Utara : Selat Madura
b. Batas Barat : Kecamatan Semampir
c. Batas Timur : Kecamatan Bulak
d. Batas Selatan : Kecamatan Tambak Sari

41
3.1.2 Peta Lokasi

Sumber: (BPS, 2022)


Gambar 3.1 Peta Kecamatan Kenjeran

3.1.1 Lokasi Perencanaan

Lokasi Perencanaan pemasangan Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) berada
di Kecamatan Kenjeran. Berdasarkan hasil survei, perencanaan IPAL akan diletakkan di pusat
permukiman yang berada di dekat Sungai Kali Tebu, yang menjadi saluran utama pembuangan
air limbah domestik. Sungai tersebut melewati sebagian besar wilayah di Kecamatan Kenjeran
ditambah Kelurahan Gading dan Simokerto. Titik peletakan instalasi berada di pusat
permukiman dekat Area Pemakaman Umum Rangkah, yang berada di antara Kelurahan
Sidotopo Wetan dan Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kec. Kenjeran, Kota Surabaya. Pada
lokasi tersebut air limbah domestik yang biasanya langsung dibuang ke sungai dapat dialirkan
melalui IPAL sebelum dirilis ke badan air. Instalasi IPAL dibangun untuk daerah pelayanan di
seluruh Kecamatan Kenjeran. Jarak perencanaan lahan berada 27 meter dari titik pengambilan air
di Sungai Kali Tebu. Lokasi perencanaan IPAL berada pada titik koordinat 112 o 45’ 38” BT dan
7o 14’ 28” LS pada ketinggian 1,94 meter di atas permukaan laut. Air Limbah Domestik khusus
grey water akan dialirkan menuju sumur pengumpul, kemudian air limbah dipompa menuju area

42
IPAL. Area yang sudah direncanakan untuk IPAL memiliki luas 10.280 m 2 dekat dengan
wilayah permukiman warga.

Sumber: Google, 2022


Gambar 3.2 Lokasi Perencanaan Pemasangan IPAL

Batas lokasi yang menjadi titik perencanaan pemasangan IPAL sebagai berikut.

a. Batas Utara : Selat Madura


b. Batas Selatan : Kecamatan Tambak Sari
c. Batas Barat : Kecamatan Tambak Sari
d. Batas Timur : Kecamatan Simokerto

3.1 Data-Data Jumlah Penduduk Dan Fasilitas


3.2.1 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor terpenting yang merasakan dampak
positif maupun negatif dari perkembangan penyediaan air. Berikut data jumlah penduduk
Kecamatan Kenjeran.

43
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Kenjeran
Kelurahan 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Tanah Kali 52.678 55.151 56.662 58.346 60.566 60.753 59.158


Kedinding
Sidotopo Wetan 56.325 58.641 60.410 62.105 64.199 62.168 61.508

Bulak Banteng 30.660 32.319 33.493 34.799 36.517 37.078 32.236

Tambak Wedi 14.328 15.256 16.062 16.924 17.915 21.326 18.278

Jumlah 153.991 161.367 166.627 172.174 179.197 181.325 174.180


Sumber:(BPS, 2022)

Berdasarkan data (2022), pada Tahun 2021 diketahui bahwa rata-rata penduduk di
Kecamatan Kenjeran sebesar 174 ribu jiwa. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 181 ribu jiwa. Penduduk Kecamatan Kenjeran rata-rata berada di usia produktif yaitu
di usia 5 (lima) sampai dengan 29 tahun. Kemudian untuk tingkat Pendidikan rata-rata di
Kecamatan Kenjeran yaitu lulus SMA/SLTA dan tidak/belum sekolah. Kegiatan sehari-hari dari
penduduk di Kecamatan Kenjeran didominasi di sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan.
Sektor tersebut membutuhkan suplai air bersih dalam jumlah yang memadai.

3.2.2 Fasilitas Umum


Berdasarkan Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik,
fasilitas umum merupakan suatu tempat dan peralatan yang digunakan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara umum. Beberapa fasilitas umum di
antaranya sekolah, fasilitas Kesehatan, tempat ibada, dan TPS. Berdasarkan data BPS
(2022), Kecamatan Kenjeran dilengkapi beberapa fasilitas umum di sektor Pendidikan
dengan jumlah siswa sebagai berikut.

Tabel 3.2 Jumlah Siswa di Kecamatan Kenjeran Periode Tahun 2015 - 2021
Fasilitas Pendidikan 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

SD/MI 14.214 10.919 14.214 10.939 14.019 17.042 16.894

SMP/MTS 7.632 6.781 7.632 6.278 7.609 8.095 8.156

44
SMA/MA 2.230 1.831 2.230 1.823 1.693 1.631 1.718

SMK 810 1.356 810 1.335 1.187 1.020 981


Sumber: (BPS, 2022)

Kemudian pada Kecamatan Kenjeran terdapat fasilitas keagamaan yang tersebar di


keempat kelurahan terdiri dari Masjid, Langgar/Musala, Gereja Kristen Katholik, Gereja Kristen
Protestan, dan Pura, dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 3.3 Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Kenjeran Periode Tahun 2015 - 2021
Tempat Ibadah 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Masjid dan Musala 180 180 180 180 180 180 180

Gereja Katholik 4 4 4 4 4 4 4

Gereja Protestan 5 5 5 5 5 5 5

Pura 0 0 0 0 1 1 1
Sumber: (BPS, 2022)

Kemudian Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Kenjeran meliputi RS Bersalin dengan


perkiraan kapasitas jumlah pasien sebanyak 50 orang, Poliklinik dengan kapasitas 10 pasien, dan
Puskesmas dengan kapasitas 30 pasien.

Tabel 3.4 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Kenjeran Periode Tahun 2015 - 2021
Fasilitas 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Kesehatan

RS Bersalin 2 2 2 2 1 1 1

Poliklinik 6 6 6 6 2 2 3

Puskesmas 4 4 4 4 4 4 4

Sedangkan Fasilitas penunjang kegiatan ekonomi di Kecamatan Kenjeran meliputi Pasar


dengan Bangunan Permanen berkapasitas 200 orang, Toko dengan kapasitas 15 orang,
Minimarket 28 unit dengan kapasitas 20 orang, dan Warung Makan dengan kapasitas 10 orang.
(BPS, 2022).

45
Tabel 3.5 Jumlah Fasilitas Penunjang Kegiatan Ekonomi di Kecamatan Kenjeran Periode
Tahun 2015 - 2021
Fasilitas Ekonomi 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Pasar Permanen 7 7 7 7 7 8 9

Toko 748 756 756 794 794 816 840

Minimarket 20 20 20 20 24 25 28

Warung Makan 917 917 917 917 739 751 678

3.3 Proyeksi Penduduk


3.3.1 Perhitungan Proyeksi Penduduk
Pada proses perencanaan pemasangan IPAL di suatu daerah dapat disesuaikan
dengan jumlah penduduk yang termasuk dalam wilayah pelayanan IPAL serta jumlah
fasilitas umum yang menunjang kegiatan masyarakat di sekitar. Perenacanaan pembuatan
IPAL dilakukan secara detail dengan tujuan supaya dapat dimanfaatkan dalam waktu yang
lama secara terus-menerus. Proyeksi penduduk dalam 10 tahun kedepan dapat dilakukan
untuk dapat memperkirakan secara tepat sehingga sistem IPAL dapat terus melayani
masyarakat hingga 10 tahun atau lebih ke depan. Proyeksi penduduk 10 tahun kedepan
dapat dilakukan dengan mempersiapkan data penduduk dan fasilitas penunjang dari 5
(lima) tahun sebelumnya. Berdasarkan Data BPS Kota Surabaya (2022) Jumlah penduduk
di Kecamatan Kenjeran tidak mengalami peningkatan berlebih selama 10 tahun terakhir.
Proyeksi penduduk dapat juga digunakan dalam penentuan kapasitas sistem IPAL dan
debit air limbah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Adapun hasil proyeksi jumlah
penduduk di Kecamatan Kenjeran dalam waktu 10 tahun mendatang adalah sebagai
berikut.
a. Data Jumlah Penduduk dalam 5 (Lima) Tahun Terkahir
Tabel 3.6 Persebaran Jumlah Penduduk Kecamatan Kenjeran Periode 2015 - 2021

Tahun Jumlah Penduduk

2015 153991

2016 161367

46
2017 166627

2018 172174

2019 179197

2020 181325

2021 174180
Sumber: (BPS, 2022)

Berdasarkan data terlampir dapat diketahui jumlah penduduk di Kecamatan Kenjeran


Kota Surabaya mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2021 diketahui bahwa
jumlah penduduk Kecamatan Kenjeran sebesar 174.180 jiwa.

b. Perhitungan Proyeksi Penduduk Menggunakan Metode Geometri


Pemilihan metode geometri dilakukan setelah melalui proses Analisa grafik
pertambahan penduduk dari tahun 2015 hingga 2016. Selain itu perhitungan koefisien
korelasi (r) juga dilakukan dan diperoleh hasil nilai r adalah sebagai berikut.

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi (r)

No Metode Koef. Korelasi (r)


.
1 Aritmatik -0,4514
2 Geometri 0,8906
3 Least Square 0,8894
Sumber: Penulis, 2023

c. Perhitungan Rata-Rata Persentase Pertambahan Jumlah Penduduk Tiap Tahun


Setelah mengetahui metode perhitungan yang digunakan dalam proyeksi penduduk,
dilakukan perhitungan nilai r yang berarti rata-rata persentase pertambahan jumlah
penduduk yang telah dihitung dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 3.8 Rata-Rata Persentase Pertambahan Jumlah Penduduk Tiap Tahun (r) di
Kecamatan Kenjeran Tahun 2015 - 2021

47
No. Tahun Jumlah Selisih Jumlah Persentase
Penduduk Penduduk per Pertambahan
Tahun Penduduk (%)
1 2015 153991 0 0
2 2016 161367 7376 4,570946972
3 2017 166627 5260 3,156751307
4 2018 172174 5547 3,221740797
5 2019 179197 7023 3,919150432
6 2020 181325 2128 1,173583345
7 2021 174180 -7145 -4,10207831
r= 0,017057278
Sumber: Penulis, 2022

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahu bahwa hasil perhitungan rata-rata persentase
pertambahan jumlah penduduk sebesar 0,017%.
d. Perhitungan dengan Metode Geometri
Setelah mengetahui nilai persentase rata-rata pertamabahan jumlah penduduk,
dilakukan perhitungan jumlah penduduk menggunakan metode geometri dengan rumus
hitung sebagai berikut.
Pn = Po (1+r)dn
Keterangan:

Pn = Jumlah penduduk pada akhir tahun periode

Po = Jumlah penduduk pada awal proyeksi

r = Rata-Rata Persentase Pertambahan Jumlah Penduduk Tiap Tahun

dn = Kurun waktu proyeksi

Berdasarkan rumus hitung tersebut dilakukan perhitungan perkiraan jumlah


penduduk pada tahun 2022 di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya.

P2022 = P2021 x (1+r)2022-2021

P2022 = 174180 x (1 + 0,01706)1 = 177.151,511

Kemudian dilakukan perhitungan perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2032 di


Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya.

48
P2032 = P2021 x (1+r)2032-2021

P2032 = 174180 x (1 + 0,01706)11

P2032 = 209.802,473 jiwa.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode geometri dapat diketahui bahwa


perkiraan jumlah penduduk di Kecamatan Kenjeran pada Tahun 2022 sebesar 177.152 jiwa
dan Tahun 2032 sebesar 209.803 Jiwa.

Berikut hasil proyeksi penduduk dalam 10 tahun secara keseluruhan periode Tahun 2022 – 2032.

Tabel 3.9 Proyeksi Jumlah Penduduk Periode 2022 – 2032 Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)


2022 177152
2023 180174
2024 183248
2025 186374
2026 189554
2027 192787
2028 196076
2029 199421
2030 202824
2031 206284
2032 209803

4.1.2 Perhitungan Proyeksi Jumlah Fasilitas Umum Masyarakat


Perhitungan proyeksi jumlah fasilitas umum diperoleh menggunakan rumus
persamaan sebagai berikut.
Σ Fn Σ Fo Σ Pn x Σ Fo
= maka 𝞢Fn =
Σ Pn Σ Po Σ Po
Keterangan:
𝞢Fn = Jumlah Fasilitas pada tahun ke- n
𝞢Fo = Jumlah Fasilitas pada tahun yang diketahui
𝞢Pn = Jumlah Penduduk pada tahun ke- n
𝞢Po = Jumlah Penduduk pada tahun yang diketahui

49
a. Jumlah Proyeksi Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Kenjeran
Pada Tabel 3.2 bab sebelumnya telah diketahui jumlah proyeksi fasilitas Pendidikan
di Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya periode 2015 – 2021. Selanjutnya untuk
mengetahui jumlah proyeksi fasilitas Pendidikan pada 10 tahun mendatang yaitu Tahun
2032 adalah sebagai berikut.

1) Fasilitas Pendidikan

Berikut hasil proyeksi fasilitas Pendidikan di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya


Periode Tahun 2022 - 2032

Tabel 3.10 Proyeksi Fasilitas Kesehatan dalam 10 Tahun di Kecamatan Kenjeran

Fasilitas
2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032
Pendidikan

SD/MI 17182 17475 17773 18077 18385 18699 19018 19342 19672 20008 20349

SMP/MTS 8295 8437 8580 8727 8876 9027 9181 9338 9497 9659 9824

SMA/MA 1747 1777 1807 1838 1870 1901 1934 1967 2000 2035 2069

SMK 689 701 713 725 738 750 763 776 789 803 817

Sumber: Penulis, 2022

2) Fasilitas Tempat Ibadah


Berikut hasil proyeksi fasilitas Tempat Ibadah di Kecamatan Kenjeran Kota
Surabaya Periode Tahun 2022 - 2032
Tabel 3.11 Proyeksi Fasilitas Tempat Ibadah dalam 10 Tahun di Kecamatan
Kenjeran

Tempat
2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032
Ibadah

Masjid dan 183 186 189 193 196 199 203 206 210 213 217
Musala

Gereja 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5
Katholik

Gereja 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6

50
Tempat
2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032
Ibadah

Protestan

Pura 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Sumber: Penulis, 2022

3) Fasilitas Kesehatan
Berikut hasil proyeksi fasilitas Kesehatan di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya
Periode Tahun 2022 - 2032
Tabel 3.12 Proyeksi Fasilitas Kesehatan dalam 10 Tahun di Kecamatan Kenjeran
Fasilitas
2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032
Kesehatan

RS
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Bersalin

Poliklinik 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4

Puskesmas 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5

Sumber: Penulis, 2022

4) Fasilitas Pendukung Kegiatan Ekonomi


Berikut hasil proyeksi fasilitas Pendukung Kegiatan Ekonomi di Kecamatan
Kenjeran Kota Surabaya Periode Tahun 2022 – 2032
Tabel 3.13 Proyeksi Fasilitas Pendukung Kegiatan Ekonomi dalam 10 Tahun di
Kecamatan Kenjeran
Fasilitas
2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032
Ekonomi

Pasar
9 9 9 10 10 10 10 10 10 11 11
Permanen
Toko 854 869 884 899 914 929 946 962 978 995 1029

Minimarket 28 29 29 30 30 31 31 32 33 33 34

Warung
690 701 713 725 738 750 763 776 789 803 817
Makan
Sumber: Penulis, 2022

51
3.4. Kebutuhan Air Pengolahan
3.4.1 Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan tingkat populasi daerah. Kota Surabaya
termasuk dalam kategori Kota Metropolitan karena memiliki 2,87 juta jiwa. Berdasarkan
Tabel 2.6 terkait pemakaian air berdasarkan kategori daerah dapat diketahui bahwa
kebutuhan air domestik rumah tangga di kota metropolitan adalah 190 liter/orang/hari.
Kebutuhan air domestik rata-rata di Kecamatan Kenjeran pada tahun 2032 dengan hasil
proyeksi penduduk sebesar 209.803 jiwa adalah sebagai berikut.

Qr = q x P
Qr = 190 x 209.803
Qr = 39.862.570 liter/hari
Oleh karena itu berdasarkan hasil proyeksi penduduk dapat diketahui pada tahun
2032 dengan jumlah penduduk total 209.803 jiwa kebutuhan air di Kecamatan Kenjeran
sebesar 39.862.570 Liter/hari.

3.4.2 Kebutuhan Air Non Domestik


a. Fasilitas Pendidikan
Perhitungan kebutuhan air pada fasilitas Pendidikan mengacu pada jumlah murid
secara keseluruhan. Peningkatan jumlah murid tiap tahun berjalan seiring bertambahnya
jumlah penduduk di Kecamatan Kenjeran. Berdasarkan Tabel 2.8 sesuai Peraturan terbaru
pada SNI 03-7065-2005, dapat diketahui bahwa pemakaian air pada fasilitas Pendidikan di
tingkat Sekolah dasar adalah 40 liter/siswa/hari, tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah
50 liter/siswa/hari, dan Sekolah Menengah Atas/sederajat adalah 80 liter/siswa/hari.

Tabel 3.14 Jumlah Kebutuhan Air untuk Fasilitas Pendidikan Kecamatan Kenjeran Tahun 2032

Jumlah Jumlah
Fasilitas Jumlah
Pemakaian Kebutuhan
Pendidikan Siswa
Air (l/hari) Air (l/hari)
SD/MI 20349 40 813.960
SMP/MTS 9824 50 491.200
SMA/MA 2069 80 165.520
SMK 817 80 65.360

52
Sumber: Penulis, 2022

Berdasarkan tabel 4.7, dapat diketahui bahwa kebutuhan air total untuk fasilitas
Pendidikan di Kenjeran pada Tahun 2032 adalah 1.536.040 Liter/hari.

b. Fasilitas Tempat Ibadah


Pada fasilitas tempat ibadah, kebutuhan air dihitung berdasarkan per unit. Standar ini
mengacu pada Kebijakan Dinas Cipta Karya Dinas PU, 1996 yang tercantum pada tabel
2.7. Pada umumnya kebutuhan air pada fasilitas tempat ibadah seperti masjid adalah 3000
air per hari. Kebutuhan tgersebut berasal dari kebutuhan pengunjung untuk kegiatan di
toilet, perawatan bangunan, pembersihan, penyiraman tanaman, dan fasilitas berwudhu.
Berdasarkan hasil proyeksi 10 tahun mendatang terkait jumlah tempat ibadah di
Kecamatan Kenjeran, dapat diketahui kebutuhan air masing-masing tempat adalah sebagai
berikut.
Tabel 3.15 Jumlah Kebutuhan Air Tempat Ibadah di Kecamatan Kenjeran Tahun
2032

Jumlah Tempat Jumlah Pemakaian Jumlah Kebutuhan


Tempat Ibadah
2032 Air (l/hari) Air (l/hari)
Masjid dan Musala 217 3000 651000

Gereja Katholik 5 3000 15000

Gereja Protestan 6 3000 18000

Pura 1 3000 3000


Sumber: Penulis, 2022

Berdasarkan Tabel 4.8, dapat diketahui bahwa total kebutuhan air untuk fasilitas
tempat ibadah di Kecamatan Kenjeran pada tahun 2032 adalah 687.000 Liter/hari.
c. Fasilitas Kesehatan
Perhitungan kebutuhan air pada fasilitas Kesehatan dihitung secara per unit kecuali
pada rumah sakit perhitungan berdasarkan jumlah bed yang tersedia. Perhitungan
kebutuhan air mengacu pada tabel 2.7 berdasarkan kebijakan dinas PU dan Cipta Karya

53
Tahun 1996 yaitu pada puskesmas sebesar 2000 liter/unit/hari. Kemudian untuk rumah
sakit bersalin diperkirakan terdiri dari 20 bed karena terdapat 1 RS Bersalin dan faskes
tersebut memiliki 10 unit sub pelayanan termasuk pelayanan persalinan dan gawat darurat.

Tabel 3.16 Kebutuhan Air Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Kenjeran Tahun 2032
Jumlah Pemakaian Jumlah
Fasilitas Kesehatan Jumlah Faskes 2032
Air (L/hari) Kebutuhan Air

RS Bersalin (20 bed) 1 200/bed 4000

Poliklinik 4 2000 8000

Puskesmas 5 2000 10.000

Sumber: Penulis, 2023

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa total kebutuhan air untuk fasilitas
Kesehatan di Kecamatan Kenjeran pada tahun 2032 adalah 22.000 Liter/hari
d. Fasilitas Pendukung Kegiatan Ekonomi
Perhitungan kebutuhan air pada fasilitas pendukung kegiatan ekonomi seperti pasar,
toko, minimarket, dan warung makan memiliki standar yang berbeda-beda. Pada unit
pasar, jumlah pemakaian air tetap mengacu pada standar dari Dinas PU dan Cipta Karya
tahun 1996 yang dihitung per hektar luas area. Sedangkan untuk toko, minimarket, dan
warung makan digunakan standar sesuai SNI 03-7065-2005. Adapun jumlah kebutuhan air
pada fasilitas tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 3.17 Jumlah Kebutuhan Air Fasilitas Penunjang Ekonomi Kecamatan
Kenjeran Tahun 2032
Jumlah Faskes Jumlah Pemakaian Perkiraan Jumlah Jumlah
Fasilitas Ekonomi Kapasitas
2032 Air (L/hari) Kebutuhan Air

Pasar Permanen 11 12000/ha 1 ha 132.000

Toko 1029 5/m2 20 m2 102.900

Minimarket 34 5/m2 30 m2 8.500

Warung Makan 817 15/kursi 50 612.750

54
Sumber: Penulis, 2023

Berdasarkan Tabel 4.10, dapat diketahui bahwa total jumlah kebutuhan air untuk
fasilitas penunjang kegiatan ekonomi di Kecamatan Kenjeran Tahun 2032 sebesar 856.150
Liter/hari.

3.4.3 Kebutuhan Air secara Keseluruhan


Pada hasil proyeksi penduduk telah dilakukan perhitungan jumlah kebutuhan air baik
kebutuhan domestik dari jumlah penduduk maupun non-domestik dari jumlah fasilitas-
fasilitas pendukung kegiatan masyarakat. Adapun hasil perhitungan jumlah kebutuhan air
adalah sebagai berikut.
Tabel 3.18 Jumlah Kebutuhan Air di Kecamatan Kenjeran Tahun 2032
Kebutuhan Air Jumlah (Liter/hari)

Domestik 39.862.570

Fasilitas Pendidikan 1.536.040

Fasilitas Tempat Ibadah 687.000

Fasilitas Kesehatan 22.000

Fasilitas Pendukung 856.150


Kegiatan Ekonomi
Sumber: Penulis, 2023

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui beberapa data kebutuhan air sebagai berikut.
a. Jumlah Kebutuhan Air Rata-Rata (Qr)
Jumlah kebutuhan air rata-rata diperoleh dari penjumlahan total kebutuhan
air domestik dan fasilitas penunjang. Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui
jumlah kebutuhan air rata-rata di Kecamatan Kenjeran sebesar 42.963.760
Liter/hari atau sebesar 497,26 liter per detik.

b. Jumlah Kebutuhan Air Hari Maksimum (Qhm)


Kebutuhan air hari maksimum merupakan perkiraan jumlah pemakaian air
pada pada hari tertentu yang mencapai batas nilai rata-rata tertinggi. Jumlah
kebutuhan air hari maksimum diperoleh dari jumlah kebutuhan air rata-rata (Qr)

55
dikali dengan faktor hari maksimum (fhm) yaitu 1,2 sehingga diperoleh hasil
sebesar 51.556.512 Liter/hari atau sebesar 596,72 liter per detik.

c. Kebutuhan Air pada Jam Puncak


Kebutuhan air pada jam puncak diperlukan untuk mengantisipasi adanya
lonjakan kebutuhan air pada kondisi tertentu atau darurat pada suatau daerah.
Perhitungan diperoleh dari jumlah kebutuhan air rata-rata dikalikan dengan faktor
jam puncak (fjp) yaitu 2 sehingga diperoleh hasil sebesar 85.927.520 Liter/hari
atau sebesar 994,53 liter per detik.

d. Jumlah Kehilangan Air (Headloss)


Kejadian kehilangan air dapat disebabkan adanya selisih antara jumlah
penyediaan air dan jumlah pemakaian air. Beberapa faktor penyebab di antaranya
pada saat distribusi terdapat kebocoran, adanya kesalahan pencatatan meteran air,
atau penyambungan illegal. Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR No. 27 Tahun
2016 besar kehilangan air dapat terjadi maksimal hingga 20% dari Kebutuhan air
rata-rata. Oleh karena itu berdasarkan data yang telah disebutkan dapat diketahui
jumlah potensi kehilangan air maksimal di Kecamatan Kenjeran adalah 8.592.752
Liter/hari atau sebesar 99,5 liter per detik.

3.4.4 Debit Air Limbah


Perhitungan debit air limbah dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
terhadap pemakaian air minum yang menjadi air limbah domestik pada setiap blok
pelayanan. Menurut hasil survey yang telah dilakukan Direktorat Pengembangan Air
Minum Ditjen Cipta Karya Departemen PU Tahun 2006, pemakaian rata-rata rumah
tangga di perkotaan di Indonesia sebesar 144 Liter per harinya. Berdasarkan perhitungan
jumlah kebutuhan air bersih yang harus dipernuhi di Kecamatan kenjeran yaitu 42,3 juta
liter per hari, tidak semua air bersih menjadi air limbah. Terdapat 20 % - 30% air yang
hilang akibat pemakaian, terserap tanah, atau hilang saat di saluran, Sehingga dapat dapat

56
diketahui bahwa dari total jumlah air bersih, jumlah air limbah yang dihasilkan berkisar
70% - 80%. Luasnya area Kecamatan Kenjeran sehingga untuk jumlah air limbah dapat
dikurangi persentase kehilangan air terbesar yaitu 30%, sehingga air limbah yang
dihasilkan sebesar 70% dari air bersih.

3.4.4.1. Debit Air Limbah Domestik Rata-Rata (Qr)


Jumlah air limbah domestik rata-rata dihasilkan di kecamatan kenjeran
berdasarkan jumlah rata-rata kebituhan air bersih yaitu sekitar 497,26 liter per hari
dapat diketahui melalui perhitungan sebagai berikut.

Q ave Limbah = 70% x Qave air bersih

= 70% x 497,26 L/s

= 348,08 L/s atau 0,35 m3/s

3.4.4.2. Debit Air Limbah Domestik Hari Maksimum (Qhm)


Jumlah air limbah hari maksimum merupakan perkiraan jumlah air limbah
domestik yang dihasilkan pada hari tertentu yang mencapai batas nilai rata-rata
tertinggi. Jumlah air limbah hari maksimum diperoleh dari jumlah 70% dari
kebutuhan air bersih hari maksimum (Qhm). Maka nilai air limbah domestik hari
maksimum yang dihasilkan adalah sebagai berikut.

Qhmaks air limbah = 70% x Qhmaks air bersih

= 70% x 596,72 L/s

= 417,7 L/s

3.4.4.3. Debit Air Limbah Domestik pada Jam Puncak


Berdasarkan perhitungan sebelumnya dapat diketahui bahwa jumlah air limbah
domestik yang dihasilkan pada jam puncak sebesar 994,53 liter per detik atau sebesar
0,994 m3/s. Jumlah hasil air limbah pada jam puncak diperlukan untuk mengantisipasi
adanya lonjakan pemakaian air pada kondisi tertentu seperti meningkatnya aktivitas,

57
terdapat perayaan daerah, hari raya, atau kondisi darurat di suatu daerah. Perhitungan
diperoleh dari jumlah rata-rata air limbah yang dihasilkan dikalikan dengan faktor
jam puncak (fjp). Berdasarkan perhitungan sebelumnya diketahui bahwa rata-rata di
Kecamatan Kenjeran dapat menghasilkan limbah sebesar 0,35 m3/s, sehingga
berdasarkan grafik faktor puncak diketahui nilai fjp sebesar 2,6. Maka perhitungan
jumlah air limbah pada jam puncak adalah sebagai berikut.

Qp = Qave x fp

= 0,35 m3/s x 2,6

= 0,91 m3/s

3.4.5 Debit Infiltrasi Air Limbah Domestik


Debit infiltrasi adalah debit air diluar debit air limbah (air tambahan) yang masuk ke
dalam saluran drainase atau pipa. Debit infiltrasi tersebut berasal dari infiltrasi air tanah serta
resapan air hujan. Debit infiltrasi adalah jumlah air limbah yang pada proses pengolahannya
mengalami infiltrasi baik dengan air tanah maupun air hujan. Kondisi ini berpotensi terjadi
pada sistem IPAL yaitu celah-celah pada manhole, kondisi air tanah dan fluktuasi muka
tanah, dan jenis material bangunan yang digunakan dalam pembangunan IPAL. Perhitungan
Debit infiltrasi merupakan hasil kelipatan dari faktor infiltrasi dengan luas area pelayanan.
Berdasarkan grafik debit infiltrasi dapat diketahui bahwa berdasarkan luas daerah pelayanan
yaitu 772 hektar, maka nilai f.ave.inf adalah 7 dan nilai untuk fp.inf adalah 28.
a. Debit Infiltrasi Air Limbah Rata- Rata
Debit infiltrasi rata-rata air limbah (Qave.inf) dapat dihitung sebagai berikut.
Q ave. Inf = fave.inf x luas area
= 7 m3/ha.s x 772 ha
= 5.404 m3/s
b. Debit Infiltrasi Air Limbah Jam Puncak
Qp.inf = fp.inf x Qave.inf
= 28 m3/ha.s x 5.404 m3/s
= 151.312 m3/s
c. Debit Puncak Air Limbah Total

58
Qp.Total = Qp + Qp.inf
= 0,91 m3/s + 151.312 m3/s

BAB IV
DESAIN IPAL
4.1. Karakteristik Air Limbah
Pengolahan Air Limbah Domestik dilakukan berdasarkan kualitas air limbah domestik
yang dihasilkan. Pada Kecamatan Kenjeran berasal dari beberapa sumber seperti area
permukiman warga, fasilitas pendidikan/sekolah, tempat ibadah yaitu masjid dan geraja, fasilitas
kesehatan seperti rumah bersalin dan puskesmas, serta area pasar, pertokoan, dan bank. Air
Limbah Domestik pada daerah tersebut tidak dilakukan pengolahan dan langsung dilepaskan ke
badan air/sungai. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sungai di Kecamatan Kenjeran
termasuk kelas III. Oleh karena itu pengelolaan air limbah domestik ini juga bertujuan untuk
memastikan air limbah yang akan dilepas memiliki kualitas yang sesuai baku mutu lingkungan
atau minimal sama dengan standar kualitas air sungai kelas III. Berdasarkan hasil pengujian
laboratorium dapat diketahui bahwa kualitas air limbah domestik di Kecamatan Kenjeran adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Karakteristik Air Limbah Domestik di Sungai Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya

Baku Mutu Air Kebutuhan


Parameter Karakteristik
Sungai Kelas III Removal (%)
TSS 110 mg/L 100 mg/L 9,1
BOD 350 mg/L 6 mg/L 98,3
COD 500 mg/L 40 mg/L 92
Sumber: Uji Laboratorium, 2023

Berdasarkan hasil pengujian kualitas air limbah domestik yang dialirkan di sungai Kalitebu,
Kecamatan Kenjeran, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa parameter yang melebihi Baku
Mutu Lingkungan sehingga harus dilakukan pengolahan khusus untuk memenuhi standar baku
mutu air sungai yang seharusnya yaitu pada Kelas III. Kemudian hasil dari perhitungan

59
kebutuhan removal nilai parameter dapat dijadikan acuan dalam pemilihan metode pengolahan
air limbah. Adapun parameter yang melebihi kualitas baku mutu air limbah yaitu Kekeruhan,
DO, TSS, BOD, dan COD.

4.2. Diagram Alir

Area Screening Pompa Aerasi


Inlet Air Limbah
Domestik (Sumur Bar Screen Grease Trap Bak Pra
Pengumpul) Kolam Lumpur Aktif
Sedimentasi

Effluent Bak Pantau/Titik Penaatan Sedimentasi Akhir

Gambar 4.1 Diagram Alir Perencanaan IPAL

Diagram alir pengolahan yang akan di gunakan pada perencanaan ini harus sesuai dengan
karakteristik air limbah domestik yang dihasilkan warga Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya
yaitu air Sungai Kalitebu. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air limbah domestik, dapat
diketahui parameter utama yang belum memenuhi standar kualitas adalah TSS, BOD, dan COD.
Oleh karena itu digunakan metode pengolahan menggunakan sistem utama yaitu
pengendapan/sedimentasi, aerasi, dan activated sludge (lumpur aktif) untuk meningkatkan
kualitas air limbah hingga mencapai standar kualitas air sungai kelas III berdasarkan PP No. 22
Tahun 2021.

4.3. Unit Bangunan Sumur Pengumpul


4.3.1 Data Perencanaan
Sumur pengumpul merupakan bangunan pertama yang akan dilewati air limbah
dalam proses pengolahan limbah cair domestik. Sumur pengumpul berfungsi sebagai
tempat pengumpul air limbah domestik sementara sebelum dialirkan menuju proses

60
pengolahan berikutnya. Air limbah domestik yang dihasilkan dari sumber yaitu
permukiman kemudian dialirkan melalui saluran pembawa/pipa menuju ke sumur
pengumpul dengan posisi lebih rendah dari tinggi sumur, kemudian air dipompa ke atas
agar tidak terjadi shock loading saat pengilahan. Waktu Detensi pada sumur pengumpul ini
lebih singkat karena hanya bersifat sementara.
4.3.2 Perencanaan dan Kriteria Desain
Adapun perencanaan sumur pengumpul adalah sebagai berikut.
 Bentuk sumur = segi empat
 Jumlah sumur = 1 buah
 Td = 300 detik (5 menit)
 Diameter saluran pembawa = 200 mm
 Kedalaman saluran pembawa terhadap permukaan sumur = 1,3 m
 Kedalaman Sumur =2m
 P:L = 1:1
 Freeboard = 0,2 m
 Tebal dinding = 0,2 m
 Qave = 0,35 m3/s = 30.240 m3/hari
 Qpeak = 0,91 m3/s = 78.624 m3/hari

Perhitungan:
 Volume (V) = Qpeak x Td
= 0,91 m3/s x 300 s
= 273 m3
v 273
 Asurface (As) = = = 136,5 m2
h 2
 Panjang = Lebar = √As = √136,5 = 11,68 m = 12 m
 Asurface baru = 144 m
 Cek Td = V/Qpeak = 273 m3/0,91 m3/s = 300 detik  OK
 H air saat Q ave = Qave x Td/A
= 0,35 m3/s x (300 s /144 m2)

61
= 0,73 m
 H air saat Q peak = Qpeak x Td/A
= 0,91 m3/s x (300 s /144 m2)
= 1,89 m
Sehingga hasil perhitungan menunjukkan dimensi sumur pengumpul adalah sebagai berikut.
 Panjang (P) = 12 m
 Lebar (L) = 12 m
 Kedalaman (H) = 2 m
 Freeboard = 0,3 m
 Total H = 2 + 1,3 + 0,2
= 3,5 m
4.4 Unit Bangunan Screen
Unit screen digunakan sebagai area penyaringan pertama secara mekanik pada air
limbah domestik yang diletakkan sebelum sumur pengumpul. Screen berfungsi untuk
memisahkan air limbah dari material-material besar yang mengganggu aliran air seperti
sampah, batu, hingga padatan lumpur.
Berdasarkan buku Pedoman Perencanaan Teknik Terinci SPALD-T yang
diterbitkan oleh Kementerian PUPR 2018 bahwa Kriteria Desain area screem adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.1 Kriteria Desain Bar Screen secara manual atau mekanik
No Parameter Besaran
.
1. Kecepatan saluran penyarung >0,8 m/s
2. Kecepatan melalui barscreen 0,6 – 1 m/s
3. Headloss maksimum hL 0,8 m
4. Kemiringan dan Horizontal 60 o – 85o
5. Lebar batang 0,8 – 1,0 cm
6. Space (Jarak) batang 1,0 – 5,0 cm
7. Kedalaman 5 – 7,5 cm

62
4.4.1 Data Perencanaan
 Qave = 0,35 m3/s = 30.240 m3/hari
 Qpeak = 0,91 m3/s = 78.624 m3/hari
 Pembersihan screen akan dilakukan secara manual
 Kemiringan bar screen adalah 60o
 Jarak antar batang sebesar 50 mm
 Kecepatan melalui bar screen = 0,8 m/s
 Lebar batang sebesar 10 mm
 Lebar total screen (bukaan bersih) = Lebar sumur pengumpul = 12 m
 Bentuk saringan = Persegi Panjang, maka nilai β = 2,42
Perhitungan:
 Luas total bukaan batang (A)
Q 0,91 m3 / s
A= = = 1,52 m2
Vbar 0,6 m/s
Kecepatan Aliran melalui rak (V bar)
 Kedalaman air limbah domestik pada saluran pembawa/sumur (l)
A 1,52m 2
d= = = 0,126 m = 12,67 cm
l 12 m

 Jumlah batang screen yang diperlukan:


Lebar total = (jarak antar batang x n) + (lebar batang x (n-1)
12 m = (0,05 m x n) + (0,01 m x (n-1)
12 m = 0,05 n + 0,01 n – 0,01
12,01 = 0,06 n
N = 201 batang
 Lebar bukaan saringan
W bukaan = (n x 1) x b
= (201+1) x 0,05
W bukaan = 10,1 m
 Lebar total bangunan saringan (Wc)
Wc = w bukaan + (n x Ө )

63
= 10,1 + (200 x 0,01) = 12,1 m
 Panjang saringan yang terendam air (Ls)
Ls = d/sinα
Ls = 12,67 cm / sin 60o
= 14, 73 cm
 Kecepatan aliran saat clogging 50%
Wc’ = ½ Wc
= ½ x 12,1
= 6,05 m
Q
Vs’ = 1
( x Wc ' xL)
2
0,91
Vs’ = 1 =2
( x 6,05 x 0,15)
2
2
V s2 2
hv = = = 0,2 m  memenuhi syarat
2g 2(9,81)
 Headloss saat screen bersih (hL)
w
hL = β ( )4/3 x hv x sin 45o
b
0,01 4/3
hL = 2,45 ( ) x 0,2 x 0,7
0,05
hL = 0,04 m
 hL’ = Head loss saat clogging 50%
V s2 1
 hL’ = x = 0,22 m
2 g 0,9
4.5 Bak Penangkap Pasir (Grit Chamber)

4.5.1 Data Perencanaan


Grit chamber dipengaruhi oleh kecepatan aliran yang direkayasa sehingga
material yang diendapkan hanya berupa grit/pasir. Material pasir memiliki specific
gravity yang lebih berat dari partikel lain. Bahan – bahan organik selain grit ikut
mengendap.

64
4.5.2 Perencanaan dan Kriteria Desain
Adapun perencanaan grit chamber adalah sebagai berikut.
 Waktu detensi = 90 detik
 Kecepatan horizontal = 4 m/s
 Overflow Rate (OFR) = 0,023 m3/m2/s
 Debit = 0,91 m3/s

Perhitungan:
 Luas permukaan bak (Asurface)
Asurface = Q/OR
= 0,91 m3/s / 0,023 m3/m2/s

DAFTAR PUSTAKA

A. Soedrajat Sastraatmaja, 1984, Analisa Anggaran Biaya Pelaksanaan. Penerbit Nova, Bandung.

Bachtiar Ibrahim, 1993, Rencana dan Estimate Real of Cost, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Abdul, G. (2017). “Studi Kualitas Fisik Kimia dan Biologis pada Air Limbah Dalam Kemasan
Berbagai Merek yang Beredar di Kota Makassar Tahun 2016”. Kesehatan Lingkungan
Universitas Muslim Indonesia: Makasar (ISSN: 25415301 Jurnal Higiene Volume 3, No.
1, Januari - April 2017;

Adhitama, R. R. (2020). “Pengelolaan Air Rawa Di Kertak Hanyar”. Teknik Lingkungan,


Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat: Banjarbaru;
Agustina, N. dkk. (2021). “Kualitas Air Rawa terhadap Keluhan Kesehatan Masyarakat Desa”.
Universitas Islam Kalimantan : Banjarmasin (ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695
(Online) http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/J, Jurnal Kesehatan Volume 12,
Nomor 2, Tahun 2021);

Alfredo, Septian Briantama. (2019). Pengembangan Buku Pengayaan Dinamika Hidrosfer Pada
Materi Perairan Darat Sebagai Pengetahuan Kebencanaan di Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta;

65
Badan Pengolahan Statistika Surabaya. (2020). “Data Penduduk Kecamatan Kenjeran”.
(https://surabayakota.bps.go.id/publication/2019/09/26/41bea1e531412aea6d24b4c1/
kecamatan-kenjeran-dalam-angka-2019);

Badan Standar Nasional. (2011). “Tata Cara Penentuan jenis unit instalasi pengolahan air
berdasarkan sumber air baku”. Jakarta (www.bsn.go.id);

Beza, I. A. dkk. (2016). “Kajian Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Pemenuhan Kebutuhan
Air Bersih Di Pulau Kecil”. Jom FTEKNIK Volume 3 No. 1 Februari 2016. Universitas
Riau : Pekanbaru

BPS. (2022). “Kenjeran Dalam Angka – Periode Tahun 2022”. Data Publikasi Umum. Diakses
melalui www.surabayakota.bps.go.id.

Darwis. (2018). Pengolahan Air Tanah. Yogyakarta: Pena Indris;

Departemen Kimpraswil. (2003), Pedoman atau petunjuk Teknik dan Manual: Air Limbah

Perkotaan Bagian: 6 (Volume I). Balitbang. Jakarta

DLH Surabaya., (2022). “Kondisi Air Tanah di Surabaya tahun 2022”. Surabaya : Institute
Teknologi Sepuluh November Surabaya (Webinar World Water Day);

Gunawan, H. N. dkk., (2018). “Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih Di Desa Lanut
Kecamatan Modayag Bolaang Mongondow Timur”. Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.10
Oktober 2018 (801-812). Universitas Sam Ratulangi Manado

NSPM Kimpraswil. (2002). Pedoman Petunjuk Teknis Manual.Vol. 6 (II dan III).

Noperissa, P. dan Waspodo, R. S. B., (2018). “Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Air
Domestik Menggunakan Metode Regresi di Kota Bogor”. Bogor : Institut Pertanian
Bogor. Jurnal Teknik Sipil. Vol. 03 No. 03;

Nurdin A., Lembang D., Kasmawati. (2019). “Model Pemanenan Dan Pengolahan Air Hujan
Menjadi Air Limbah”. Jurnal Teknik Hidro Volume 12 Nomor 2, Agustus 2019.

Paikun, dkk., (2017). “Estimated Budget Construction Housing Using Linear Regression Model
Easy And Fast Solutions Accurate”. Universitas Nusa Putra : Sukabumi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 mengenai Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2016 tentang Kesehatan Lingkungan;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 4 Tahun 2020 tentang “Prosedur Operasional
Standar Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Limbah”;

66
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
“Persyaratan Kualitas Air Limbah”;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene
Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan Pemandian Umum ;
Permatasari, C. I. (2016). Analisis Penurunan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam Air
Sumur Gali Dengan Metode Aerasi Filtrasi Menggunakan Aerator Sembur/Spray Dan
saringan Pasir Cepat. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu
Oleo .
Pohan, D. A. S., Budiyono, Syafrudin. (2016). “Analisis Kualitas Air Sungai Guna Menentukan
Peruntukan Ditinjau dari Aspek Lingkungan di Sungai Kupang Kota Pekalongan”. Jurnal
Ilmu Lingkungan,14(2),63-71, doi:10.14710/jil.14.2.63-71;
Prastuti, O. P. (2017). “Pengaruh Komposisi Air Laut dan Pasir Laut Sebagai Sumber Energi
Listrik”. Jurnal Teknik Kimia Lingkungan. Politeknik Negeri Malang : Malang (p-ISSN :
2579-8537, e-ISSN : 2579-9746);
Putro, H. P. H. & Ferdian, D. (2016). “Efektivitas Biaya Konsumsi Air Bersih Di Daerah Yang
Belum Terlayani Pdam Di Kota Bandung”. Jurnal Plano Madani Volume 5 Nomor 2,
Oktober 2016, 103 - 113. Institut Teknologi Bandung : Bandung.
Sudarmadji dkk. (2016).”Pengelolaan Mata Air Untuk Penyediaan Air Rumahtangga
Berkelanjutan Di Lereng Selatan Gunungapi Merapi”. J. MANUSIA DAN
LINGKUNGAN, Vol. 23, No.1, Maret 2016: 102-110. Yogyakarta.
Simanjuntak S., Zai E. O., Tampubolon M. H., (2021). “Analisa Kebutuhan Air Bersih Di Kota
Medan Sumatera Utara”. Jurnal Visi Eksakta (JVIEKS) Vol.2, No.2, Juli 2021, pp.186-
204. Universitas HKBP Nommensen : Medan.
Umar, E. P. & Nawir, A. (2018). “Potensi Airtanah Dangkal Dalam Pemenuhan Kebutuhan Air
Bersih Kota Makassar”. Jurnal Geomine, Vol. 6, No. 2. Universitas Muslim Indonesia :
Makasar;
World Health Organization. (2011). “Guidelines For Drinking Water Quality - Fourth Edition”.
WHO Press : Switzerland (ISBN 978 92 4 154815 1);

67
68

Anda mungkin juga menyukai