Disusun oleh:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan ridho-Nya penulis
dapat menyelesaikan proses pembuatan Tugas Proyek “Perencanaan Pembuatan Fasilitas Instalasi
Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Domestik di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya” dengan baik
dan lancar. Proses ini dapat kami selesaikan tentunya berkat bantuan beberapa pihak. Ucapan
terima kasih kami haturkan kepada Ibu Ro’du Dhuha Afrianisa, S. T., M. T. selaku dosen yang
telah memberikan bimbingan selama proses pembuatan proposal ini. Serta kami ucapkan terima
kasih kepada keluarga dan rekan-rekan mahasiswa transfer S1 Teknik lingkungan yang telah
memberikan dukungan selama proses pembuatan proyek ini.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................4
1.2 Tujuan dan Manfaat.............................................................................................................5
1.3 Ruang Lingkup....................................................................................................................6
BAB II................................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................................7
2.1. Air Limbah..........................................................................................................................7
2.2. Kualitas Air Baku................................................................................................................8
2.3. Karakteristik Air Limbah.....................................................................................................9
2.3.1. Baku Mutu Air Limbah..............................................................................................10
2.3.2. Kuantitas.....................................................................................................................11
2.3.3. Kontiniuitas................................................................................................................13
2.3.4. Perhitungan Debit Air Limbah...................................................................................13
2.4. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)..........................................................................16
2.5. Sistem Perpipaan Air Limbah............................................................................................37
BAB III.............................................................................................................................................40
GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN..................................................................40
3.1 Batas Administrasi.............................................................................................................40
3.1.1 Batas Lokasi...............................................................................................................40
3.1.2 Peta Lokasi.................................................................................................................41
3.1.3 Kualitas Air Limbah Domestik..................................................................................42
3.2 Data-Data Jumlah Penduduk Dan Fasilitas.......................................................................43
3.2.1 Jumlah Penduduk.......................................................................................................43
3.2.2 Fasilitas Umum..........................................................................................................44
3.3 Proyeksi Penduduk.................................................................................................................46
3.3.1 Perhitungan Proyeksi Penduduk......................................................................................46
3.4.1 Kebutuhan Air Domestik.................................................................................................52
3.4.4 Debit Air Limbah.................................................................................................................57
3.4.6 Diagram Alir........................................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................61
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air menjadi kebutuhan pokok yang dibutuhkan untuk menunjang proses kehidupan, namun
jumlah air bersih di alam terus berkurang. Hal ini berbeda dengan jumlah penduduk di Indonesia
yang meningkat setiap tahunnya. Pada pertengahan tahun 2022 diketahui bahwa jumlah penduduk
mencapai 275.361.267 jiwa. Angka ini meningkat disbanding pertengahan tahun sebelumnya yaitu
sebesar 273.879.750 jiwa (dukcapil.kemendagri.go.id, 2022). Sanitasi lingkungan merupakan
salah satu program prioritas Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan sebuah
program pengganti Millenium Development Goals (MDGs) yang berlaku pada tahun 2015 – 2030,
dimana salah satu dari beberapa tujuannya ialah pengolahan air limbah domestik yang diolah
sesuai dengan standar nasional. Kekurangan jumlah air bersih dipermukiman dapat dipengaruhi
oleh kurang baiknya sistem pengolahan air limbah khususnya limbah domestik di area
perkampungan. Air limbah domestik langsung dilepaskan ke saluran dalam kondisi kotor atau
tidak berkualitas baik sehingga dapat merusak lingkungan dan tidak dapat dimanfaatkan kembali.
Sistem pengelolaan air limbah ada dua macam sistem yaitu sistem pembuangan air limbah
setempat (on site system) dan pembuangan terpusat (off site system) seperti pada IPAL Komunal.
Aspek yang penting dalam pengelolaan air limbah adalah sistem penyaluran air limbah (SPAL)
dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 pasal 20 tentang Perlindungan dan Pengolahan
Lingkungan Hidup meyebutkan setiap orang di perbolehkan untuk membuang limbah ke media
lingkungan hidup dengan persyratan telah memenuhi baku mutu lingkungan hidup serta memiliki
izin dari pihak yang berwenang. Peraturan Pemerintah RI No : 82 tahun 2001, baku mutu air
limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air
limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha atau kegiatan.
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan.
Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi.
Sedangkan pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan terhadap air
limbah, bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan mudah mengendap atau bahanbahan yang
terapung disisihkan terlebih dahulu. Bahan tersuspensi yang berukuran besar biasanya dilakukan
screening (penyaringan) dan bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara
mudah dengan proses pengendapan. Pengolahan air limbah bertujuan untuk mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan dilakukan dengan mengurangi jumlah dan kekuatan air limbah
sebelum dibuang ke perairan penerima. Tingkat pengurangan yang diperlukan dapat diperkirakan
berdasarkan data karakteristik air limbah dan persyaratan baku mutu lingkungan yang berlaku.
Kota Surabaya merupakan salah satu daerah yang memiliki kepadatan penduduk tinggi.
Kota Surabaya memilkiki luas daerah 326,8 km² dengan Jumlah penduduk 2,9 juta jiwa. Sebagai
ibu kota provinsi, Kota Surabaya menjadi pusat industri dan tujuan arus urbanisasi masyarakat
untuk melakukan kegiatan ekonomi. Kota Surabaya pada Tahun 2013 menerbitkan kebijakan
Nomor 660/604/436.7.12/2018 Tanggal 25 Januari 2018 yang mencangkup penghentian
peneribitan Izin Terkait Air Tanah di wilayah Kota Surabaya dengan dasar terkait dengan menjaga
kelestarian lingkungan dan kualitas Air Tanah yang meliputi surabaya timur, barat, utara, selatan
dan pusat (DLH Surabaya, 2022). Kondisi pengolahan air limbah domestik di Kota Surabaya
belum dikelola dengan baik, dimana greywater dibuang langsung ke drainase tanpa melalui
pengolahan. Sustainable Development Goals (SDGs) harus diwujudkan karena salah satu
tujuannya yaitu pengolahan air limbah domestik.
Salah satu kecamatan potensial di Surabaya utara adalah Kecamatan Kenjeran. Wilayah
tersebut memiliki jumlah penduduk sebesar 179.198 jiwa (BPS, 2020). Pada daerah tersebut air
limbah domestik masih dibuang secara langsung ke saluran tanpa melalui pengolahan. Sedangkan
debit air limbah domestik di daerah tersebut cukup tinggi akibat padatnya jumlah penduduk.
Penyediaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) akan sangat diperlukan bagi warga untuk
mencegah pencemaran air dan tanah serta dapat meningkatkan kualitas air sungai di daerah
Kecamatan Kenjeran.
c. Karakteristik Kimiawi
Yang terkandung dalam air buangan ini merupakan campuan zat-zat kimia anorganik
dan zat organik. Zat kimia anorganik berasal dari air bersih dan zat organic berasal dari
penguraian tinja, urin, dan sampah-sampah lainnya. Sehingga secara umum air buangan
bersifat basa pada waktu masih baru, dan cenderung bersifat asam apabila sudah mulai
terjadi pembusukan. Substansi organik dalam air buangan terdiri dari dua gabungan,
yakni gabungan yang mengandung nitrogen dan gabungan yang tak mengandung
nitrogen. Istilah BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen
Demand) merupakan istilah yang biasa digunakan dalam menyatakan polusi zat organik.
2.2.2. Kuantitas
Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari banyaknya air
baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang akan dilayani. Persyaratan
kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai
dengan jumlah kebutuhan air bersih (Kimpraswil, 2002).
Syarat kuantitas air bersih artinya penyediaan air bersih adalah persyaratan yang
menjelaskan tentang kuantitas dari air baku yang kemudian akan diolah menjadi air bersih
siap guna. Kuantitas air baku tersebut berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan air bersih
penduduk di suatu daerah yang dilayani. Selain ditinjau dari banyaknya jumlah air baku
yang akan diolah menjadi air bersih, persyaratan kuantitatif juga dapat ditinjau dari standar
debit air bersih yang dialirkan ke konsumen yang menggunakan air bersih tersebut.
Kebutuhan air bersih masyarakat umum bervariasi tergantung pada letak geografis,
kebudayaan, tingkat ekonomi, dan lingkungan tempat tinggal (Simanjuntak dkk., 2021).
Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang dialirkan ke
konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih masyarakat
bervariasi, tergantung pada letak geografis, kebudayaan, tingkat ekonomi, dan skala
perkotaan tempat tinggalnya. Besarnya konsumsi air berdasarkan kategori populasi daerah
dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.3 Konsumsi Air berdasarkan Kategori Populasi Daerah
Tabel 2.4 Konsumsi Air Non Domestik untuk Kota Kategori I, II, III, dan IV
2.2.3. Kontiniuitas
Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi debit
yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan (Simanjuntak dkk.,
2021). Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari, atau
setiap saat diperlukan, akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak dapat dipenuhi pada
setiap wilayah di Indonesia, sehingga untuk menentukan tingkat kontinuitas pemakaian air
dapat dilakukan dengan cara pendekata aktivitas konsumen terhadap prioritas pemakaian air.
Prioritas pemakaian air yaitu minimal selama 12 jam perhari, yaitu pada jam-jam aktivitas
kehidupan pada pukul 06.00 ± 18.00 (Gunawan dkk., 2018).
Ketersediaan air baku sebagai sumber pasokan utama air bersih harus menjadi
perhatian khusus karena kontinuitas pelayanan air bersih tergantung pada ketersediaan air
baku yang mencukupi. Banyak faktor yang mempengaruhi ketersediaan air baku, selain
faktor alam seperti perubahan iklim, perilaku manusia juga ikut mempengaruhi
berkurangnya ketersediaan air baku seperti penebangan hutan, pembangunan perumahan
yang tidak memperhatikan lingkungan, industrialisasi, dll (Putro & Ferdian, 2016).
Kecepatan dalam pipa tidak boleh melebihi 0,6–1,2 m/dt. Ukuran pipa harus tidak
melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus tercukupi. Dengan
analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau ukuran pipa yang diperlukan
sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar kuantitas aliran terpenuhi.
a. Pengolahan primer
Pengolahan primer mencakup pemisahan kerikil, lumpur, dan penghilangan
zat padat yang terapung. Hal ini dilakukan dengan penyaringan dan pengendapan
di kolam-kolam pengendapan. Buangan dari pengolahan primer biasanya akan
mengandung bahan organik yang lumayan banyak dan BOD-nya relatif tinggi.
b. Pengolahan sekunder
Pengolahan sekunder mencakup pengolahan lebih lanjut dari buangan
pengolahan primer. Hal ini menyangkut pembuangan bahan organik dan sisa-sisa
bahan terapung dan biasanya dilaksanakan dengan proses biologis mempergunakan
filter, aerasi, kolam oksidasi dan cara-cara lainnya (Tchobanoglous,1991).
b. Biologis
Pengolahan biologis adalah pengolahan yang menggunakan mikroorganisme
untuk menghilangkan limbah organic pada air limbah. Pengolahan biologis dapat
dilaksanakan baik dengan cara aerobik (dengan adanya oksigen) maupun anaerobik
(tanpa adanya oksigen), tetapi biasanya dipergunakan pengolahan aerobik karena
laju konversinya jauh lebih cepat daripada untuk konversi anaerobik.
a. Menahan padatan berukuran besar dan terapung yang terbawa aliran air limbah.
b. Menyaring benda-benda padat dan kasar yang ikut terbawa dalam air
buangan agar benda tersebut tidak mengganggu aliran dalam saluran dan
merusak alat - alat serta mengganggu proses pengolahan air limbah.
c. Mencegah kerusakan alat dan penyumbatan (clogging) pada saluran dan pompa.
Jenis-Jenis screen berdasarkan bukaan screen :
1. Saringan Kasar (Coarse Screen)
Bar Racks yaitu sebuah alat yang tersusun atas batang/tongkat dengan
bukaan/spasi antar batang 6 - 150 mm yang berfungsi untuk melindungi
pompa, valve, jaringan pipa dari kerusakan/sumbatan. Contoh : Trash racks,
rotating bar interceptors, dll.
Kedalaman (D), mm 25 – 38 25 - 38
Tipe Screen 𝛽
Circular 1.79
Keterangan :
2.4.3.2 Comminutor
Comminutor atau sering juga disebut grinders digunakan untuk
menghancurkan benda padat yang berukuran besar seperti bebatuan atau bahan-
bahan organik kedalam ukuran yang lebih kecil. Proses ini diperlukan agar tidak
terjadi penyumbatan pada saluran atau kerusakan akibat gesekan aliran yang
diakibatkan adanya benda padat berukuran besar.
Berikut ini adalah fungsi comminutor IPAL :
- Memotong/merajang padatan berukuran besar menjadi berukuran kecil (± 6
mm)
- Padatan besar terbawa dalam aliran limbah cair ke dalam IPAL yang lolos
dari unit bar screen
- Meningkatkan efisiensi IPAL, karena zat padat menjadi lebih seragam
ukurannya
Comminutor diletakkan sebelum pompa untuk mencegah terjadinya
penyumbatan pompa atau clogging dan setelah grit removal agar unit grit removal
dapat bertahan lebih lama/awet.
Gambar 2.7 Comunitor IPAL
2.4.3.3 Equalisasi
Sumur pengumpul merupakan salah satu bangunan pengolahan pendauluan
dalam perencanaan bangunan pengolahan air limbah. Sumur pengumpul biasanya
dilengkapi dengan pompa yang berfungsi untuk memompakan air limbah ke instalasi
pengolahan air limbah. Secara umum, fungsi sumsur pengumpul ini adalah untuk
menampung air limbah dari saluran air limbah yang kedalamannya berada di bawah
permukaan instalasi pengolahan air limbah. Selain itu, banngunan equalisasi
digunakan untuk menghasilkan air limbah cair yang relatif konstan menuju IPAL
atau menurunkan fluktuasi/variasi debit.
Sumur pengumpul dapat dilengkapi dengan bak penangkap lemak sebelum air
limbah masuk ke adalam sumur untuk menyaring minyak dan lemak yang mungkin
masuk ke dalam sumur. Kriteria desain untuk sumur pengumpul yang terpenting
adalah waktu detensi tidak boleh lebih dari 10 menit. Hal ini untuk menghindari
terjadinya pengendapan dalam sumur. Berikut ini adalah fungsi adanya bangunan
sumur pengumpul :
1. Meningkatkan kinerja pengolahan biologis
2. Menghasilkan kualitas efluen yang lebih baik
3. Mereduksi dimensi bangunan IPAL setelah qualisasi
4. Unit pengolahan kimia akan lebih efektif, karena fluktuasi rendah
Bangunan equalisasi dapat diletakkan didepan/sebelum pengolahan pertama
dan sebelum pengolahan biologi atau diletakkan setelah pengolahan pertama dan
sebelum pengolahan biologi. Ada 2 tipe sistem perletakan bangunan equalisasi,
yaitu:
In line Equalisasi
Seluruh aliran/debit limbah cair masuk ke dalam bangunan equalisasi.
Berfungsi untuk mengatur konsentrasi dan debit sesuai yang direncanakan.
Berikut ini adalah cara dan rumus untuk menghitung Horizontal Grit Chamber
:
a) Dimensi Bak
Cross area
Q
𝐴𝑐 =
Vh
Kedalaman
Ac =wxh
Ac
H =
w
Panjang Grit Chamber
L H
=
Vh Vs
Surface Area
As = L x w
b) Kecepatan Scouring (Vsc)
Vsc
8k (Sg−1 )d X = Vsc > Vh
=(
g 1/2
c) Grit Storage )
f
Q = 0,093 m3/s x 86400 s/hari = 8..035,2 m3/hr
Tes lab >> Dari tes lab dihasilkan 0,01 L pasir per hari per 1 m+3,
sehingga kandungan pasirnya :
−2 L 3 3
Kandungan Pasir = 10
x 10-3 m x 8.035,2 m
m3 L hr
27
2. Aerated Grit Chamber
Pada bangunan ini udara dimasukkan untuk mendapatkan aliran yang spiral,
dimana bahan-bahan kasar dapat mengendap di dasar bangunan. Jika kecepatan
aliran terlalu besar maka bahan-bahan kasar akan terikut keluar melalui saluran
outlet grit chamber, tapi jika aliran terlalu lemah maka bahan- bahan organik akan
ikut terendapkan. Sehingga kuantitas udara yang digunakan juga harus
diperhitungkan. Pada bangunan ini 100 % bahan-bahan kasar terendapkan.
Bangunan ini biasanya meremoval bahan-bahan kasar dengan diameter 0.21 mm
(65 mesh) atau lebih besar, dengan waktu detensi yang dibutuhkan adalah 2-5
menit, dengan kedalaman grit storage 0.9 m (3 ft). Sedangkan alat penginjeksi
udara diletakkan 0.45 – 0.6 m (1.5 – 2ft) dari dasar. Kriteria perencanaan dan
gambarnya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.10 Kriteria desain Aerated Grit Chamber
U. S Customary Unit S.I Unit
Unit Range Typical Unit Range Typical
Waktu detensi s 2-5 3 s 2-5 3
Dimensi
Kedalaman ft 7 – 16 m 2–5
Panjang ft 25 – 65 m 7.5 – 20
Lebar ft 8 - 23 m 2.5 - 7
Lebar : Kedalaman rasio 1:1 - 5:1 1.5 : 1 rasio 1:1 - 5:1 1.5 : 1
Panjang : lebar rasio 3:1 - 5:1 4:1 rasio 3:1 - 5:1 4:1
Suply udara per unit panjang ft3/ft.min 3-8 m3/m.min 0.2 – 0.5
Kuantitas pasir ft3/Mgal 0.5 - 27 2 m3/103.m3 25 - 50 30
28
Gambar 2.12 Aerated Grit Chamber
29
Gambar 2.14 Bangunan Vortex Grit Chamber
2.4.3.5 Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan partikel dari air dengan memanfaatkan gaya
grafitasi. Proses sedimentasi ini terutama bertujuan untuk memperolah air buangan
yang jernih dan mempermudah proses penanganan lumpur. Dalam proses
sedimentasi hanya partikel-partikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisah.
Misalnya ; kerikil dan pasir, padatan pada tangki pengendapan primer, biofloc pada
tangki pengendapan sekunder, floc hasil pengolahan secara kimia, dan lumpur
(pada pengentalan lumpur).
Bagian terpenting dalam perencanaan unit sedimentasi adalah mengetahui
kecepatan pengendapan dari partikel-partikel yang akan dipindahkan. Kecepatan
pengendapan ditentukan oleh ukuran, densitas larutan, viskositas cairan, dan
temperature. Untuk memperolah data mengenai karakteristik pengendapan dari
suspended solid diperlukan percobaan di laboratorium. Berdasarkan karakteristik
aliran fungsinya, bangunan sedimentasi dibagi dalam 4 zona, yaitu :
a. Zona Inlet, yaitu untuk mengendapkan aliran transisi dari influen ke aliran
steady uniform di zona pengendapan agar proses pengendapan di zona
pengendapan tidak terganggu.
b. Zona Pengendapan, yaitu untuk mengendapkan partikel diskrit yang ada di air
buangan.
c. Zona Lumpur, yaitu untuk menampung partikel-partikel solid yang berhasil
diendapkan.
d. Zona Outlet, yaitu untuk mengalirkan air limbah yang telah terendapkan
padatannya ke pelimpah untuk selanjutnya.
30
Gambar 2.14 Bangunan sedimentasi
31
12 jam pada debit rata-ratanya. Padatan akan mengendap pada aliran lumpur aktif
yang terjadi di dalam final clarifier, kemudian diaerasi selama 2-4 jam, untuk
pelarutan dan oksidasi, sehingga mereaktivasi lumpur aktif.
Pengendalian proses lumpur aktif meliputi aspek :
1. Karakteristik limbah cair yang masuk bangunan aerasi
Organic and Hydraulic Loading
Variasi debit influen dan konsentrasi BOD5 maupun TSS
Adanya zat toksik/beracun
Influen yang menjadi makanan mikroorganisme dalam bangunan
aerasi tidak boleh mengandung zat beracun bagi mikroorganisme.
2. Kondisi dalam bangunan aerasi
a) Makanan dan Oksigen terlarut (DO)
Bangunan aerasi dapat diibaratkan seperti peternakan mikoorganisme
Oksigen terlarut dijaga agar > 1,0 mg/L
Pengaturan perbandingan F : M
b) Pengadukan yang memadai
Tidak boleh terlalu rendah, dapat terjadi pengendapan lumpur dalam
bangunan aerasi. Adanya endapan akan menyebabkan kondisi septik,
sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen, pertumbuhan filamentous
bacteria
Bila turbulensi terlalu tinggi maka bioflok akan pecah.
c) Perbandingan F : M
Pengaturan perbandingan F : M (Food : Mikroorganism)
3. Clarifier
Umumnya berbentuk bulat
Aliran mixed liquor pada inlet harus diperlambat dan dialirkan ke bawah
/ dasar clarifier
Aliran pendek harus dicegah
Waktu detensi antara 2 - 4 jam
32
Aerasi ditujukan untuk menyediakan oksigen terlarut dalam bangunan aerasi
dengan sistem pengadukan mixed liquor sehingga mikroorganisme berkontak
dengan makanan dan oksigen serta mencegah pengendapan. Terdapat 2 metode
aerasi, yaitu:
1. Surface Aerator
Mencampurkan air yang telah ada dalam kolam dengan cara
memancarkan ke udara atau membuat permukaanya menjadi luas
(bergelombang).
Gambar 2.15 Bangunan Surface Aerator
2. Difused Aerator
Mencampurkan udara beroksigen dalam air sehingga lebih banyak
air yang bersinggungan dengan udara.
33
Gambar 2.17 Bangunan disfused aerator
2.4.3.7 Sedimentasi II
Secondary clarifier (Bak Pengendap II/Sedimentasi II) berfungsi untuk
memisahkan lumpur aktif dari MLSS. Lumpur yang mengandung
mikroorganisme (bakteri) yang masih aktif akan diresirkulasi kembali ke
activated sludge (tangki aerasi) dan sludge yang mengandung
mikroorganisme yang sudah mati atau tidak aktif lagi dalirkan ke pengolahan
lumpur. Langkah ini merupakan langkah akhir untuk meghasilkan efluen
yang stabil dengan konsentrasi BOD dan SS yang rendah, dengan adanya
volume yang besar dari solid yang flokulen dalam MLSS, maka diperlukan
pertimbangan khusus untuk mendesain bak pengendap II.
Adapun faktor – faktor yang menjadi pertimbangan dalam desain adalah:
a. Tipe tangki yang digunakan
34
b. Karakteristik pengendapan sludge
c. Kecepatan aliran
d. Penempatan weir dan weir loading rate
Prinsip operasi yang berlangsung di dalam secondary clarifier ini
adalah pemisahan dari suatu suspensi ke dalam fase-fase padat (sludge) dan
cair dari komponen-komponennya. Operasi ini dipakai dimana cairan yang
mengandung zat padat ditempatkan dalam suatu bak tenang dengan desain
tertentu sehingga akan terjadi pengendapan secara grafitasi.
2.4.3.8 Desinfeksi
Kegunaan desinfeksi pada limbah cair adalah untuk mereduksi
konsentrasi bakteri secara umum dan menghilangkan bakteri pathogen.
Kebutuhan klorin untuk proses desinfeksi tergantung pada beberapa faktor.
Klorin adalah oksidator dan akan bereaksi dengan beberapa komponen
termasuk komponen organik pada limbah. Faktor yang mempengaruhi
efisiensi desinfeksi atau kebutuhan akan klorin antara lain adalah :
1. Jumlah dan jenis chlorine yang digunakan.
2. Waktu kontak.
3. Suhu.
4. Jenis serta konsentrasi mikroba.
Klorinasi dapat juga menyebabkan turunnya kadar BOD dan akan
mengoksidasi komponen tereduksi dalam air. Komponen besi dan mangan
yang terdapat dalam air akan dioksidasi menjadi komponen besi dan mangan
yang terendapkan. Proses oksidasi lainnya dapat terjadi pada komponen H2S
dan NO2.
Kapur dan klorin banyak digunakan untuk mengatasi bau yang timbul
pada limbah. Klorinasi adalah salah satu proses yang cukup efektif bila
digunakan pada limbah cair jika ditinjau dari segi ekonomi dan teknis.
Kriteria desain bak kontak klor, yaitu :
Waktu kontak = 30 - 60
menit
35
Rasio panjang : lebar = 40 : 1
Menggunakan baffle untuk mencegah aliran pendek
a. Sludge Thickener
Thickener digunakan untuk mengurangi kadar air dan meningkatkan
kadar solid sehingga nantinya sludge lebih mudah dan efisien dalam
stabilisasinya. Prinsip yang digunakan sama dengan bak pengendap yang
biasanya secara gravitasi, karena secara operasional mudah dan murah.
b. Sludge Digester
Digester digunakan unutk menstabilkan dan meningkatkan kandungan
solid dalam sludge. Pengolahan digester terdiri dari aerobik digester dan
anaerobik digester.
Aerobik digester
Pengolahan secara aerobik digester terutama bertujuan untuk
mengurangi kadar volatile lumpur dan memperbaiki kemampuan
dewatering.
Keuntungan :
- Kemampuan penurunan volatile solid setara
- Kadar BOD lebih rendah di cairan bagian atas
36
- Tidak berbau, bahan hunus yang baik dan hasil akhir yang stabil
secara biologis
- Pengoperasian mudah serta biaya
rendah Kerugian
- Mempunyai kualitas yang tidak terlalu bagus untuk diolah dengan
mechanical dewatering
- Proses mudah dipengaruhi oleh lokasi, temperatur dan bentuk tangki
Anaerobik digester
Pengolahan secara anaerobik dilakukan tanpa adanya kontak dengan
udara luar. Macam – macamnya adalah antara lain :
1. Standart rate digestion
Pada jenis ini dilakukan satu tahap proses (single stage process).
Dalam proses ini lumpur ditempatkan dalam suatu tangki dan lumpur
dipanaskan oleh perubahan panas yang terjadi. Gas yang dihasilkan
bergerak naik ke permukaan mendorong partikel lumpur, minyak dan
lemak membentuk lapisan di permukaan. Dengan demikian akan
terbentuk lapisan cairan yang akan mempermudah proses digesting.
2. Single stage high rate digestion
Hal yang menonjol pada sistem ini adalah mempunyai solid
loading rate yang tinggi. Lumpur diaduk bersama – sama antara
resirkulasi gas, pengaduk mekanis, dan pemompaan.
3. Two stage digestion
Pada sistem ini, high rate digestion disusun seri dengan tangki
kedua. Tangki pertama untuk proses digestion yang dilengkapi alat
pengaduk dan pemanas. Tangki kedua untuk menyimpan lumpur yang
telah diolah, disamping untuk pembentukan supernatan.
c. Sludge Drying Bed
Sludge Drying Bed secara umum digunakan untuk menghilangkan air
dari lumpur yang telah distabilisasi. Beberapa tipe SDB antara lain :
Conventional Sludge Drying Bed
37
Biasa digunakan untuk kota dengan kepadatan rendah atau sedang.
Lumpur dihamparkan diatas bed yang dilapisi pasir dan gravel dengan
ketebalan 8-12 in. lumpur kemudian dibiarkan kering, lumpur kering
dengan kelembaban 60 % didapat setelah 10-15 hari.
Paveel dryng bed
Konsepnya hampir sama dengan yang diatas, hanya pada bagian
dasar bed, selain drainase juga dikeraskan dengan semen atau bahan
lainnya. Pavel dryng bed menguntungkan apabila digunakan di daerah
hangat.
Vacum Assisted Drying Bed
Pemvakuman bertujuan mempercepat pengeringan. Hal ini bisa
dilakukan dengan pemvakuman plat filter berporos di bagian tepi bawah.
38
Gambar 2.18 Diameter Pipa air Limbah domestik
Dikarenakan air limbah banyak mengandung bahan padat yang dapat mengganggu atau
menurunkan kekuatan pipa, maka pemilihan bahan sangat perlu dipertimbangkan. Hal yang perlu
dipertimbangkan lainnya adalah kemudahan serta kekuatan fisik yang memadai selama
pengangkutan dan pemasangan. Agar didapatkan kecepatan aliran minimal guna memiliki daya
pembilasan sendiri, perlu ditentukan kemiringan pipa minimal untuk mengurangi adanya
gangguan endapan pada dasar pipa. Nilai koefisien kekesaran Manning untuk berbagai bahan
pipa dijelaskan pada tabel berikut.
39
Gambar 2.19 Koefisien Kekasaran Pipa
40
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN
3.1 Batas Administrasi
Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta yang terletak di antara 07 o
12’ – 07o 21’ LS dan 112o 36’ – 112o 54’ BT. Lokasi Kota Surabaya terletak di bagian tepi pantai
utara Pulau Jawa Provinsi Jawa Timur. Kota Surabaya memiliki Luas Wilayah sebesar 326,81
km² dan Luas Lautan sebesar 190,39 km². Sebagian besar Kota Surabaya terdiri dari dataran
rendah yang terletak pada ketinggian 3 – 6 meter. Kota Surabaya terdiri dari 31 Kecamatan dan
154 Kelurahan dengan total keseluruhan penduduk sebanyak 2,9 juta pada tahun 2021 (dpm-
ptsp.surabaya.go.id, 2021).
Kecamatan Kenjeran merupakan bagian dari wilayah geografis Kota Surabaya bagian
Utara yang memiliki kepadatan penduduk sebesar 174.181 jiwa. Kecamatan Kenjeran terdiri dari
4 (empat) kelurahan yaitu Tanah Kali Kedinding, Sidotopo Wetan, Bulak Banteng, dan Tambak
Wedi dengan total luas wilayah sebesar 7,72 km2. Kecamatan Kenjeran memiliki rata-rata
ketinggian daerah sebesar 1-2 mdpl (BPS, 2022).
3.1.1Batas Lokasi
Adapun Batasan lokasi dari Kecamatan Kenjeran meliputi wilayah sebagai berikut.
a. Batas Utara : Selat Madura
b. Batas Barat : Kecamatan Semampir
c. Batas Timur : Kecamatan Bulak
d. Batas Selatan : Kecamatan Tambak Sari
41
3.1.2 Peta Lokasi
Lokasi Perencanaan pemasangan Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) berada
di Kecamatan Kenjeran. Berdasarkan hasil survei, perencanaan IPAL akan diletakkan di pusat
permukiman yang berada di dekat Sungai Kali Tebu, yang menjadi saluran utama pembuangan
air limbah domestik. Sungai tersebut melewati sebagian besar wilayah di Kecamatan Kenjeran
ditambah Kelurahan Gading dan Simokerto. Titik peletakan instalasi berada di pusat
permukiman dekat Area Pemakaman Umum Rangkah, yang berada di antara Kelurahan
Sidotopo Wetan dan Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kec. Kenjeran, Kota Surabaya. Pada
lokasi tersebut air limbah domestik yang biasanya langsung dibuang ke sungai dapat dialirkan
melalui IPAL sebelum dirilis ke badan air. Instalasi IPAL dibangun untuk daerah pelayanan di
seluruh Kecamatan Kenjeran. Jarak perencanaan lahan berada 27 meter dari titik pengambilan air
di Sungai Kali Tebu. Lokasi perencanaan IPAL berada pada titik koordinat 112 o 45’ 38” BT dan
7o 14’ 28” LS pada ketinggian 1,94 meter di atas permukaan laut. Air Limbah Domestik khusus
grey water akan dialirkan menuju sumur pengumpul, kemudian air limbah dipompa menuju area
42
IPAL. Area yang sudah direncanakan untuk IPAL memiliki luas 10.280 m 2 dekat dengan
wilayah permukiman warga.
Batas lokasi yang menjadi titik perencanaan pemasangan IPAL sebagai berikut.
43
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Kenjeran
Kelurahan 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Berdasarkan data (2022), pada Tahun 2021 diketahui bahwa rata-rata penduduk di
Kecamatan Kenjeran sebesar 174 ribu jiwa. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya yaitu
sebanyak 181 ribu jiwa. Penduduk Kecamatan Kenjeran rata-rata berada di usia produktif yaitu
di usia 5 (lima) sampai dengan 29 tahun. Kemudian untuk tingkat Pendidikan rata-rata di
Kecamatan Kenjeran yaitu lulus SMA/SLTA dan tidak/belum sekolah. Kegiatan sehari-hari dari
penduduk di Kecamatan Kenjeran didominasi di sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan.
Sektor tersebut membutuhkan suplai air bersih dalam jumlah yang memadai.
Tabel 3.2 Jumlah Siswa di Kecamatan Kenjeran Periode Tahun 2015 - 2021
Fasilitas Pendidikan 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
44
SMA/MA 2.230 1.831 2.230 1.823 1.693 1.631 1.718
Tabel 3.3 Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Kenjeran Periode Tahun 2015 - 2021
Tempat Ibadah 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Masjid dan Musala 180 180 180 180 180 180 180
Gereja Katholik 4 4 4 4 4 4 4
Gereja Protestan 5 5 5 5 5 5 5
Pura 0 0 0 0 1 1 1
Sumber: (BPS, 2022)
Tabel 3.4 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Kenjeran Periode Tahun 2015 - 2021
Fasilitas 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Kesehatan
RS Bersalin 2 2 2 2 1 1 1
Poliklinik 6 6 6 6 2 2 3
Puskesmas 4 4 4 4 4 4 4
45
Tabel 3.5 Jumlah Fasilitas Penunjang Kegiatan Ekonomi di Kecamatan Kenjeran Periode
Tahun 2015 - 2021
Fasilitas Ekonomi 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Pasar Permanen 7 7 7 7 7 8 9
Minimarket 20 20 20 20 24 25 28
2015 153991
2016 161367
46
2017 166627
2018 172174
2019 179197
2020 181325
2021 174180
Sumber: (BPS, 2022)
Tabel 3.8 Rata-Rata Persentase Pertambahan Jumlah Penduduk Tiap Tahun (r) di
Kecamatan Kenjeran Tahun 2015 - 2021
47
No. Tahun Jumlah Selisih Jumlah Persentase
Penduduk Penduduk per Pertambahan
Tahun Penduduk (%)
1 2015 153991 0 0
2 2016 161367 7376 4,570946972
3 2017 166627 5260 3,156751307
4 2018 172174 5547 3,221740797
5 2019 179197 7023 3,919150432
6 2020 181325 2128 1,173583345
7 2021 174180 -7145 -4,10207831
r= 0,017057278
Sumber: Penulis, 2022
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahu bahwa hasil perhitungan rata-rata persentase
pertambahan jumlah penduduk sebesar 0,017%.
d. Perhitungan dengan Metode Geometri
Setelah mengetahui nilai persentase rata-rata pertamabahan jumlah penduduk,
dilakukan perhitungan jumlah penduduk menggunakan metode geometri dengan rumus
hitung sebagai berikut.
Pn = Po (1+r)dn
Keterangan:
48
P2032 = P2021 x (1+r)2032-2021
Berikut hasil proyeksi penduduk dalam 10 tahun secara keseluruhan periode Tahun 2022 – 2032.
Tabel 3.9 Proyeksi Jumlah Penduduk Periode 2022 – 2032 Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya
49
a. Jumlah Proyeksi Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Kenjeran
Pada Tabel 3.2 bab sebelumnya telah diketahui jumlah proyeksi fasilitas Pendidikan
di Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya periode 2015 – 2021. Selanjutnya untuk
mengetahui jumlah proyeksi fasilitas Pendidikan pada 10 tahun mendatang yaitu Tahun
2032 adalah sebagai berikut.
1) Fasilitas Pendidikan
Fasilitas
2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032
Pendidikan
SD/MI 17182 17475 17773 18077 18385 18699 19018 19342 19672 20008 20349
SMP/MTS 8295 8437 8580 8727 8876 9027 9181 9338 9497 9659 9824
SMA/MA 1747 1777 1807 1838 1870 1901 1934 1967 2000 2035 2069
SMK 689 701 713 725 738 750 763 776 789 803 817
Tempat
2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032
Ibadah
Masjid dan 183 186 189 193 196 199 203 206 210 213 217
Musala
Gereja 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5
Katholik
Gereja 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6
50
Tempat
2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032
Ibadah
Protestan
Pura 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
3) Fasilitas Kesehatan
Berikut hasil proyeksi fasilitas Kesehatan di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya
Periode Tahun 2022 - 2032
Tabel 3.12 Proyeksi Fasilitas Kesehatan dalam 10 Tahun di Kecamatan Kenjeran
Fasilitas
2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032
Kesehatan
RS
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Bersalin
Poliklinik 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4
Puskesmas 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5
Pasar
9 9 9 10 10 10 10 10 10 11 11
Permanen
Toko 854 869 884 899 914 929 946 962 978 995 1029
Minimarket 28 29 29 30 30 31 31 32 33 33 34
Warung
690 701 713 725 738 750 763 776 789 803 817
Makan
Sumber: Penulis, 2022
51
3.4. Kebutuhan Air Pengolahan
3.4.1 Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan tingkat populasi daerah. Kota Surabaya
termasuk dalam kategori Kota Metropolitan karena memiliki 2,87 juta jiwa. Berdasarkan
Tabel 2.6 terkait pemakaian air berdasarkan kategori daerah dapat diketahui bahwa
kebutuhan air domestik rumah tangga di kota metropolitan adalah 190 liter/orang/hari.
Kebutuhan air domestik rata-rata di Kecamatan Kenjeran pada tahun 2032 dengan hasil
proyeksi penduduk sebesar 209.803 jiwa adalah sebagai berikut.
Qr = q x P
Qr = 190 x 209.803
Qr = 39.862.570 liter/hari
Oleh karena itu berdasarkan hasil proyeksi penduduk dapat diketahui pada tahun
2032 dengan jumlah penduduk total 209.803 jiwa kebutuhan air di Kecamatan Kenjeran
sebesar 39.862.570 Liter/hari.
Tabel 3.14 Jumlah Kebutuhan Air untuk Fasilitas Pendidikan Kecamatan Kenjeran Tahun 2032
Jumlah Jumlah
Fasilitas Jumlah
Pemakaian Kebutuhan
Pendidikan Siswa
Air (l/hari) Air (l/hari)
SD/MI 20349 40 813.960
SMP/MTS 9824 50 491.200
SMA/MA 2069 80 165.520
SMK 817 80 65.360
52
Sumber: Penulis, 2022
Berdasarkan tabel 4.7, dapat diketahui bahwa kebutuhan air total untuk fasilitas
Pendidikan di Kenjeran pada Tahun 2032 adalah 1.536.040 Liter/hari.
Berdasarkan Tabel 4.8, dapat diketahui bahwa total kebutuhan air untuk fasilitas
tempat ibadah di Kecamatan Kenjeran pada tahun 2032 adalah 687.000 Liter/hari.
c. Fasilitas Kesehatan
Perhitungan kebutuhan air pada fasilitas Kesehatan dihitung secara per unit kecuali
pada rumah sakit perhitungan berdasarkan jumlah bed yang tersedia. Perhitungan
kebutuhan air mengacu pada tabel 2.7 berdasarkan kebijakan dinas PU dan Cipta Karya
53
Tahun 1996 yaitu pada puskesmas sebesar 2000 liter/unit/hari. Kemudian untuk rumah
sakit bersalin diperkirakan terdiri dari 20 bed karena terdapat 1 RS Bersalin dan faskes
tersebut memiliki 10 unit sub pelayanan termasuk pelayanan persalinan dan gawat darurat.
Tabel 3.16 Kebutuhan Air Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Kenjeran Tahun 2032
Jumlah Pemakaian Jumlah
Fasilitas Kesehatan Jumlah Faskes 2032
Air (L/hari) Kebutuhan Air
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa total kebutuhan air untuk fasilitas
Kesehatan di Kecamatan Kenjeran pada tahun 2032 adalah 22.000 Liter/hari
d. Fasilitas Pendukung Kegiatan Ekonomi
Perhitungan kebutuhan air pada fasilitas pendukung kegiatan ekonomi seperti pasar,
toko, minimarket, dan warung makan memiliki standar yang berbeda-beda. Pada unit
pasar, jumlah pemakaian air tetap mengacu pada standar dari Dinas PU dan Cipta Karya
tahun 1996 yang dihitung per hektar luas area. Sedangkan untuk toko, minimarket, dan
warung makan digunakan standar sesuai SNI 03-7065-2005. Adapun jumlah kebutuhan air
pada fasilitas tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 3.17 Jumlah Kebutuhan Air Fasilitas Penunjang Ekonomi Kecamatan
Kenjeran Tahun 2032
Jumlah Faskes Jumlah Pemakaian Perkiraan Jumlah Jumlah
Fasilitas Ekonomi Kapasitas
2032 Air (L/hari) Kebutuhan Air
54
Sumber: Penulis, 2023
Berdasarkan Tabel 4.10, dapat diketahui bahwa total jumlah kebutuhan air untuk
fasilitas penunjang kegiatan ekonomi di Kecamatan Kenjeran Tahun 2032 sebesar 856.150
Liter/hari.
Domestik 39.862.570
Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui beberapa data kebutuhan air sebagai berikut.
a. Jumlah Kebutuhan Air Rata-Rata (Qr)
Jumlah kebutuhan air rata-rata diperoleh dari penjumlahan total kebutuhan
air domestik dan fasilitas penunjang. Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui
jumlah kebutuhan air rata-rata di Kecamatan Kenjeran sebesar 42.963.760
Liter/hari atau sebesar 497,26 liter per detik.
55
dikali dengan faktor hari maksimum (fhm) yaitu 1,2 sehingga diperoleh hasil
sebesar 51.556.512 Liter/hari atau sebesar 596,72 liter per detik.
56
diketahui bahwa dari total jumlah air bersih, jumlah air limbah yang dihasilkan berkisar
70% - 80%. Luasnya area Kecamatan Kenjeran sehingga untuk jumlah air limbah dapat
dikurangi persentase kehilangan air terbesar yaitu 30%, sehingga air limbah yang
dihasilkan sebesar 70% dari air bersih.
= 417,7 L/s
57
terdapat perayaan daerah, hari raya, atau kondisi darurat di suatu daerah. Perhitungan
diperoleh dari jumlah rata-rata air limbah yang dihasilkan dikalikan dengan faktor
jam puncak (fjp). Berdasarkan perhitungan sebelumnya diketahui bahwa rata-rata di
Kecamatan Kenjeran dapat menghasilkan limbah sebesar 0,35 m3/s, sehingga
berdasarkan grafik faktor puncak diketahui nilai fjp sebesar 2,6. Maka perhitungan
jumlah air limbah pada jam puncak adalah sebagai berikut.
Qp = Qave x fp
= 0,91 m3/s
58
Qp.Total = Qp + Qp.inf
= 0,91 m3/s + 151.312 m3/s
BAB IV
DESAIN IPAL
4.1. Karakteristik Air Limbah
Pengolahan Air Limbah Domestik dilakukan berdasarkan kualitas air limbah domestik
yang dihasilkan. Pada Kecamatan Kenjeran berasal dari beberapa sumber seperti area
permukiman warga, fasilitas pendidikan/sekolah, tempat ibadah yaitu masjid dan geraja, fasilitas
kesehatan seperti rumah bersalin dan puskesmas, serta area pasar, pertokoan, dan bank. Air
Limbah Domestik pada daerah tersebut tidak dilakukan pengolahan dan langsung dilepaskan ke
badan air/sungai. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sungai di Kecamatan Kenjeran
termasuk kelas III. Oleh karena itu pengelolaan air limbah domestik ini juga bertujuan untuk
memastikan air limbah yang akan dilepas memiliki kualitas yang sesuai baku mutu lingkungan
atau minimal sama dengan standar kualitas air sungai kelas III. Berdasarkan hasil pengujian
laboratorium dapat diketahui bahwa kualitas air limbah domestik di Kecamatan Kenjeran adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Karakteristik Air Limbah Domestik di Sungai Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya
Berdasarkan hasil pengujian kualitas air limbah domestik yang dialirkan di sungai Kalitebu,
Kecamatan Kenjeran, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa parameter yang melebihi Baku
Mutu Lingkungan sehingga harus dilakukan pengolahan khusus untuk memenuhi standar baku
mutu air sungai yang seharusnya yaitu pada Kelas III. Kemudian hasil dari perhitungan
59
kebutuhan removal nilai parameter dapat dijadikan acuan dalam pemilihan metode pengolahan
air limbah. Adapun parameter yang melebihi kualitas baku mutu air limbah yaitu Kekeruhan,
DO, TSS, BOD, dan COD.
Diagram alir pengolahan yang akan di gunakan pada perencanaan ini harus sesuai dengan
karakteristik air limbah domestik yang dihasilkan warga Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya
yaitu air Sungai Kalitebu. Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air limbah domestik, dapat
diketahui parameter utama yang belum memenuhi standar kualitas adalah TSS, BOD, dan COD.
Oleh karena itu digunakan metode pengolahan menggunakan sistem utama yaitu
pengendapan/sedimentasi, aerasi, dan activated sludge (lumpur aktif) untuk meningkatkan
kualitas air limbah hingga mencapai standar kualitas air sungai kelas III berdasarkan PP No. 22
Tahun 2021.
60
pengolahan berikutnya. Air limbah domestik yang dihasilkan dari sumber yaitu
permukiman kemudian dialirkan melalui saluran pembawa/pipa menuju ke sumur
pengumpul dengan posisi lebih rendah dari tinggi sumur, kemudian air dipompa ke atas
agar tidak terjadi shock loading saat pengilahan. Waktu Detensi pada sumur pengumpul ini
lebih singkat karena hanya bersifat sementara.
4.3.2 Perencanaan dan Kriteria Desain
Adapun perencanaan sumur pengumpul adalah sebagai berikut.
Bentuk sumur = segi empat
Jumlah sumur = 1 buah
Td = 300 detik (5 menit)
Diameter saluran pembawa = 200 mm
Kedalaman saluran pembawa terhadap permukaan sumur = 1,3 m
Kedalaman Sumur =2m
P:L = 1:1
Freeboard = 0,2 m
Tebal dinding = 0,2 m
Qave = 0,35 m3/s = 30.240 m3/hari
Qpeak = 0,91 m3/s = 78.624 m3/hari
Perhitungan:
Volume (V) = Qpeak x Td
= 0,91 m3/s x 300 s
= 273 m3
v 273
Asurface (As) = = = 136,5 m2
h 2
Panjang = Lebar = √As = √136,5 = 11,68 m = 12 m
Asurface baru = 144 m
Cek Td = V/Qpeak = 273 m3/0,91 m3/s = 300 detik OK
H air saat Q ave = Qave x Td/A
= 0,35 m3/s x (300 s /144 m2)
61
= 0,73 m
H air saat Q peak = Qpeak x Td/A
= 0,91 m3/s x (300 s /144 m2)
= 1,89 m
Sehingga hasil perhitungan menunjukkan dimensi sumur pengumpul adalah sebagai berikut.
Panjang (P) = 12 m
Lebar (L) = 12 m
Kedalaman (H) = 2 m
Freeboard = 0,3 m
Total H = 2 + 1,3 + 0,2
= 3,5 m
4.4 Unit Bangunan Screen
Unit screen digunakan sebagai area penyaringan pertama secara mekanik pada air
limbah domestik yang diletakkan sebelum sumur pengumpul. Screen berfungsi untuk
memisahkan air limbah dari material-material besar yang mengganggu aliran air seperti
sampah, batu, hingga padatan lumpur.
Berdasarkan buku Pedoman Perencanaan Teknik Terinci SPALD-T yang
diterbitkan oleh Kementerian PUPR 2018 bahwa Kriteria Desain area screem adalah
sebagai berikut.
Tabel 4.1 Kriteria Desain Bar Screen secara manual atau mekanik
No Parameter Besaran
.
1. Kecepatan saluran penyarung >0,8 m/s
2. Kecepatan melalui barscreen 0,6 – 1 m/s
3. Headloss maksimum hL 0,8 m
4. Kemiringan dan Horizontal 60 o – 85o
5. Lebar batang 0,8 – 1,0 cm
6. Space (Jarak) batang 1,0 – 5,0 cm
7. Kedalaman 5 – 7,5 cm
62
4.4.1 Data Perencanaan
Qave = 0,35 m3/s = 30.240 m3/hari
Qpeak = 0,91 m3/s = 78.624 m3/hari
Pembersihan screen akan dilakukan secara manual
Kemiringan bar screen adalah 60o
Jarak antar batang sebesar 50 mm
Kecepatan melalui bar screen = 0,8 m/s
Lebar batang sebesar 10 mm
Lebar total screen (bukaan bersih) = Lebar sumur pengumpul = 12 m
Bentuk saringan = Persegi Panjang, maka nilai β = 2,42
Perhitungan:
Luas total bukaan batang (A)
Q 0,91 m3 / s
A= = = 1,52 m2
Vbar 0,6 m/s
Kecepatan Aliran melalui rak (V bar)
Kedalaman air limbah domestik pada saluran pembawa/sumur (l)
A 1,52m 2
d= = = 0,126 m = 12,67 cm
l 12 m
63
= 10,1 + (200 x 0,01) = 12,1 m
Panjang saringan yang terendam air (Ls)
Ls = d/sinα
Ls = 12,67 cm / sin 60o
= 14, 73 cm
Kecepatan aliran saat clogging 50%
Wc’ = ½ Wc
= ½ x 12,1
= 6,05 m
Q
Vs’ = 1
( x Wc ' xL)
2
0,91
Vs’ = 1 =2
( x 6,05 x 0,15)
2
2
V s2 2
hv = = = 0,2 m memenuhi syarat
2g 2(9,81)
Headloss saat screen bersih (hL)
w
hL = β ( )4/3 x hv x sin 45o
b
0,01 4/3
hL = 2,45 ( ) x 0,2 x 0,7
0,05
hL = 0,04 m
hL’ = Head loss saat clogging 50%
V s2 1
hL’ = x = 0,22 m
2 g 0,9
4.5 Bak Penangkap Pasir (Grit Chamber)
64
4.5.2 Perencanaan dan Kriteria Desain
Adapun perencanaan grit chamber adalah sebagai berikut.
Waktu detensi = 90 detik
Kecepatan horizontal = 4 m/s
Overflow Rate (OFR) = 0,023 m3/m2/s
Debit = 0,91 m3/s
Perhitungan:
Luas permukaan bak (Asurface)
Asurface = Q/OR
= 0,91 m3/s / 0,023 m3/m2/s
DAFTAR PUSTAKA
A. Soedrajat Sastraatmaja, 1984, Analisa Anggaran Biaya Pelaksanaan. Penerbit Nova, Bandung.
Bachtiar Ibrahim, 1993, Rencana dan Estimate Real of Cost, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Abdul, G. (2017). “Studi Kualitas Fisik Kimia dan Biologis pada Air Limbah Dalam Kemasan
Berbagai Merek yang Beredar di Kota Makassar Tahun 2016”. Kesehatan Lingkungan
Universitas Muslim Indonesia: Makasar (ISSN: 25415301 Jurnal Higiene Volume 3, No.
1, Januari - April 2017;
Alfredo, Septian Briantama. (2019). Pengembangan Buku Pengayaan Dinamika Hidrosfer Pada
Materi Perairan Darat Sebagai Pengetahuan Kebencanaan di Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta;
65
Badan Pengolahan Statistika Surabaya. (2020). “Data Penduduk Kecamatan Kenjeran”.
(https://surabayakota.bps.go.id/publication/2019/09/26/41bea1e531412aea6d24b4c1/
kecamatan-kenjeran-dalam-angka-2019);
Badan Standar Nasional. (2011). “Tata Cara Penentuan jenis unit instalasi pengolahan air
berdasarkan sumber air baku”. Jakarta (www.bsn.go.id);
Beza, I. A. dkk. (2016). “Kajian Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Pemenuhan Kebutuhan
Air Bersih Di Pulau Kecil”. Jom FTEKNIK Volume 3 No. 1 Februari 2016. Universitas
Riau : Pekanbaru
BPS. (2022). “Kenjeran Dalam Angka – Periode Tahun 2022”. Data Publikasi Umum. Diakses
melalui www.surabayakota.bps.go.id.
Departemen Kimpraswil. (2003), Pedoman atau petunjuk Teknik dan Manual: Air Limbah
DLH Surabaya., (2022). “Kondisi Air Tanah di Surabaya tahun 2022”. Surabaya : Institute
Teknologi Sepuluh November Surabaya (Webinar World Water Day);
Gunawan, H. N. dkk., (2018). “Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih Di Desa Lanut
Kecamatan Modayag Bolaang Mongondow Timur”. Jurnal Sipil Statik Vol.6 No.10
Oktober 2018 (801-812). Universitas Sam Ratulangi Manado
NSPM Kimpraswil. (2002). Pedoman Petunjuk Teknis Manual.Vol. 6 (II dan III).
Noperissa, P. dan Waspodo, R. S. B., (2018). “Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Air
Domestik Menggunakan Metode Regresi di Kota Bogor”. Bogor : Institut Pertanian
Bogor. Jurnal Teknik Sipil. Vol. 03 No. 03;
Nurdin A., Lembang D., Kasmawati. (2019). “Model Pemanenan Dan Pengolahan Air Hujan
Menjadi Air Limbah”. Jurnal Teknik Hidro Volume 12 Nomor 2, Agustus 2019.
Paikun, dkk., (2017). “Estimated Budget Construction Housing Using Linear Regression Model
Easy And Fast Solutions Accurate”. Universitas Nusa Putra : Sukabumi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 mengenai Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2016 tentang Kesehatan Lingkungan;
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 4 Tahun 2020 tentang “Prosedur Operasional
Standar Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Limbah”;
66
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
“Persyaratan Kualitas Air Limbah”;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene
Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan Pemandian Umum ;
Permatasari, C. I. (2016). Analisis Penurunan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam Air
Sumur Gali Dengan Metode Aerasi Filtrasi Menggunakan Aerator Sembur/Spray Dan
saringan Pasir Cepat. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu
Oleo .
Pohan, D. A. S., Budiyono, Syafrudin. (2016). “Analisis Kualitas Air Sungai Guna Menentukan
Peruntukan Ditinjau dari Aspek Lingkungan di Sungai Kupang Kota Pekalongan”. Jurnal
Ilmu Lingkungan,14(2),63-71, doi:10.14710/jil.14.2.63-71;
Prastuti, O. P. (2017). “Pengaruh Komposisi Air Laut dan Pasir Laut Sebagai Sumber Energi
Listrik”. Jurnal Teknik Kimia Lingkungan. Politeknik Negeri Malang : Malang (p-ISSN :
2579-8537, e-ISSN : 2579-9746);
Putro, H. P. H. & Ferdian, D. (2016). “Efektivitas Biaya Konsumsi Air Bersih Di Daerah Yang
Belum Terlayani Pdam Di Kota Bandung”. Jurnal Plano Madani Volume 5 Nomor 2,
Oktober 2016, 103 - 113. Institut Teknologi Bandung : Bandung.
Sudarmadji dkk. (2016).”Pengelolaan Mata Air Untuk Penyediaan Air Rumahtangga
Berkelanjutan Di Lereng Selatan Gunungapi Merapi”. J. MANUSIA DAN
LINGKUNGAN, Vol. 23, No.1, Maret 2016: 102-110. Yogyakarta.
Simanjuntak S., Zai E. O., Tampubolon M. H., (2021). “Analisa Kebutuhan Air Bersih Di Kota
Medan Sumatera Utara”. Jurnal Visi Eksakta (JVIEKS) Vol.2, No.2, Juli 2021, pp.186-
204. Universitas HKBP Nommensen : Medan.
Umar, E. P. & Nawir, A. (2018). “Potensi Airtanah Dangkal Dalam Pemenuhan Kebutuhan Air
Bersih Kota Makassar”. Jurnal Geomine, Vol. 6, No. 2. Universitas Muslim Indonesia :
Makasar;
World Health Organization. (2011). “Guidelines For Drinking Water Quality - Fourth Edition”.
WHO Press : Switzerland (ISBN 978 92 4 154815 1);
67
68