Anda di halaman 1dari 11

Benchmarking Desa Kasintuwu, Kabupaten Luwu

Timur dengan Kampung Inggris Pare dalam membangun


potensi Desentralisasi dan Kerjasama Global

Penulis :
Kharisma Tampang Tonapa (4521023045)
Nurul Dilla ( 452102301)
Dita Oktavia Ramadhani (4521023012)

Jurusan Hubungan Internasional


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Bosowa

Latar Belakang

Secara umum benchmarking merupakan standar atau tolak ukur yang dimanfaatkan
untuk membandingkan antara satu hal dengan hal lainnya yang sejenis. Sederhananya,
dengan menggunakan tolak ukur tersebut, maka berbagai hal dapat bisa diukur dengan
standar baku yang umum. Itu artinya, benchmarking adalah suatu cara yang sangat sistematis
atau suatu upaya penilaian performa pada layanan, produk atau proses perusahaan dengan
membandingkannya dengan layanan, proses, atau produk dari kompetitor lain yang dinilai
lebih baik dari perusahaan tersebut.
Terdapat berbagai definisi mengenai benchmarking oleh beberapa para ahli, yang di
antaranya:
1. Menurut Nisjar dan Winardi di dalam Tjuju menyatakan bahwa benchmarking dapat
dirumuskan sebagai aktivitas imitation with modification, dimana di dalam istilah
modification sudah terkandung makna improvement.
2. Gregory H. Watson mendefinisikan patok duga sebagai pencarian secara
berkesinambungan dan penerapan secara nyata praktik-praktik yang lebih baik yang
mengarah pada kinerja kompetitif yang unggul.
3. Goetsch dan Davis mendefinisikan patok duga sebagai proses pembandingan dan
pengukuran operasi atau proses internal organisasi terhadap mereka yang terbaik dalam
kelasnya, baik dari dalam maupun dari luar industri. (Lubis, 2016)
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan benchmarking adalah
untuk menemukan kunci dan rahasia kesuksesan dari sebuah lembaga pendidikan lain yang
kemudian di adaptasi , seleksi , dan diperbaiki untuk diterapkan pada lembaga pendidikan
yang melaksanakan benchmarking .
Strategi pembandingan ini pada awalnya digunakan di sektor korporasi hanya untuk
mengukur kinerja perusahaan relatif terhadap perusahaan lain yang lebih maju. Seperti yang
dinyatakan oleh Komite Pengarah Desain International Benchmarking Clearinghouse (IBC),
benchmarking adalah proses pengukuran yang sistematis dan berkelanjutan; Proses
pengukuran dan pembandingan proses bisnis organisasi secara terus menerus dengan para
pemimpin bisnis di seluruh dunia untuk memberikan informasi yang membantu organisasi
meningkatkan kinerjanya. (Mualifah & Sri, 2018)
Benchmarking yang benar akan mendorong kita untuk melihat lebih dekat pada
proses serupa dari pesaing kita (atau pesaing) yang dapat diterapkan dengan lebih baik dan
dapat dibuktikan menghasilkan hasil atau keluaran yang lebih baik. Benchmarking ini juga
dapat membantu untuk menemukan jalan pintas untuk mencapai tujuan (goals).

Terdapat bermacam-macam model benchmarking, yaitu sebagai berikut :


a. Benchmarking Internal, yaitu dengan membandingkan operasi suatu bagian dengan bagian
internal lainnya dalam suatu organisasi.
b. Benchmarking kompetitif adalah dengan mengadakan perbandingan dengan berbagai
pesaing
c. Benchmarking Fungsional ialah dengan mengadakan perbandingan fungsi atau proses dari
perusahaan-perusahaan yang berada di berbagai industri; dan
d. Benchmarking Generik adalah dengan proses bisnis fundamental yang cenderung sama di
setiap industri. (Paulus & Devie, 2013)
Kampung Inggris Pare merupakan tempat yang cukup terkenal di Indonesia. English
Village ini terletak di desa Pelemi dan Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa
Timur. Kampung Inggris ini didirikan pada tahun 1976 oleh seorang Bernama Mohammad
Kalend dari Kartanegara, Kutajo. Beliau merupakan seseorang yag bukan berasal dari Pulau
Jawa tetapi dialah pencetus terciptanya Kampung Inggris Pare yang kita kenal sekarang ini.
Kehadiran lembaga kursus bahasa Inggris yang ada di Pare mampu mendongkrak
pertumbuhan ekonomi di masyarakat Desa Pelem dan Desa Tulungrejo masyarakat
menerapkan sistem perekonomian kalendisme. Di mana lembaga sebagai inisiator ekonomi
merupakan bagian vital yang bertugas melakukan pergerakan perekonomi di sekitarnya atau
dikenal sebagai sistem ekonomi yang saling berbagi, satu rumah warga dijadikan tempat
lembaga kursus, dan rumah warga sekitarnya dijadikan fasilitas penunjangnya seperti: rumah
kost, warung, rumah makan, kafe, warnet, rental kendaraan, jasa laundry dan fasilitas jasa
lainnya. (Musrichah, 2020)
Peneliti mengasumsikan bahwa, penamaan lembaga kursus di Kampung Inggris
menjadi gambaran mengenai strategi pemasaran yang berkembang di komunitas tersebut.
Bentuk- bentuk bahasa yang digunakan dalam penemaan lembaga merupakan gambaran yang
secara khusus diberikan oleh para pendirinya. Hal tersebut dapat diidentifikasikan melalui
kategori-kategori penamaan yang muncul secara mendominasi dalam data. Adanya Kampung
inggris pare tentu berdampak terhadap masyarakat luar maupun dalam untuk belajar dan
membuka usaha.
Kesejahteraan sosial adalah suatu lembaga atau bidang kegiatan yang meliputi
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan baik oleh lembaga negara maupun swasta, yang
bertujuan untuk mencegah, mengatasi, atau berkontribusi dalam memecahkan masalah sosial
serta meningkatkan kualitas hidup individu, kelompok, dan masyarakat (Suharto, 2009: 1).
Berdasarkan hal tersebut, kesejahteraan juga dapat diartikan sebagai tatanan kehidupan
material dan spiritual dan kehidupan sosial, yang rasa aman, kesusilaan, dan kedamaian
internal dan eksternalnya memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk
menjalani kehidupan fisik, spiritual, dan sosial. Tentunya kebutuhan yang baik bagi diri
sendiri, keluarga dan masyarakat yang menghargai hak asasi manusia (UU No. 6 Tahun 1974,
Adi, 2003: 41).

Landasan Teori dan Konsep


Desentralisasi
Pemerintah daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur urusan pemerintah
yang diharapkan akan memicu tercapainya pemerataan pembangunan dengan sebutan
Otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah untuk dapat mengurus dan
mengatur kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Masyarakat mencari, mengusahakan, menciptakan, dan bahkan meminta pada pihak
lain untuk mendapatkan support dalam menjalankan program tersebut. Hal ini dimaksudkan
oleh masyarakat agar mendapatkan hidup yang lebih baik. Kegiatan ini dilakukan oleh
perangkat desa dan pemerintah daerah sebagai suatu hal yang sangat penting dalam proses
pembentukan kampung inggris ini agar masyarakat dapat ikut serta berkontribusi dalam
pembelajaran di lembaga-lembaga kursus yang ada di kampung Inggris. (Mu'arifa, 2020)
Usaha-usaha yang terdapat di desa Tulungrejo dan desa Palem (lokasi kampung
inggris), 60% adalah kepemilikan masyarakat asli dan 40% lainnya dimiliki oleh pendatang.
Namun, mengingat sudah terdapat banyak sekali usaha di daerah tersebut dan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi maka pemerintah juga membuat pelatihan
khusus tentang bisnis yang dinamai bina usaha. Bina usaha berisi tentang peluang usaha dan
cara mengelola usaha dan pastinya dua hal ini tidak dapat lepas dari faktor pembentukan
kampung inggris ini. Hal tersebut dijadikan pemerintah sebagai wadah untuk memonitoring
aktivitas yang ada di Kampung Inggris Pare. (Afandi & Pambudi, 2016)

Culture Diplomacy
Diplomasi budaya adalah sebuah kumpulan dari “national policy designed to support
the export of representative sample of that nation’s culture in order to further the objectives
of foreign policy”. Definisi tersebut juga dapat diinterpretasikan sebagai, “any policies
designed to encourage public opinion to influence a foreign government and its attitudes
towards the sender”, di mana diplomasi budaya menekankan penggunaan budaya sebagai
modal utamanya dan secara natural memberikan ruang untuk pastisipasi yang lebih luas.
(Mualifah & Sri, 2018)
Diplomasi budaya menggunakan hasil-hasil kebudayaan sebagai manifestasi
utamanya, misalnya, melalui promosi kebudayaan yang dimiliki oleh suatu negara, melalui
mode pertukaran edukasi, seni dan budaya populer (literatur, musik, dan film). Banyak dari
instrumen diplomasi budaya ini yang masih dipergunakan hingga saat ini.
Keberadaan desa wisata yang menawarkan program live in akan meningkatkan
interaksi saling pemahaman antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat internasional.
Wisatawan asing dapat melihat, terlibat dan merasakan secara langsung kehidupan sehari-hari
masyarakat Indonesia. Kegiatan ini juga merupakan salah satu upaya untuk memaksimalkan
salah satu aset power yang dimiliki Indonesia dalam kerangka soft power diplomacy yaitu
seni dan budaya. Aset ini merupakan aset paling potensial yang dimiliki Indonesia dalam
rangka membina hubungan baik dengan berbagai negara serta mempromosikan Indonesia
dalam dunia hubungan internasional. (Dewi & Sri, 2016)
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam menyelesaikan paper ini yaitu
menggunakan studi pustaka (library research) yaitu metode dengan pengumpulan data dengan
cara memahami dan mempelajari teori-teori dari berbagai literatur yang berhubungan dengan
penelitian tersebut. Adapun tujuan peneliti menggunakan metode penelitian ini untuk
menggambarkan dan mempertajam penjelasan penelitian mereka agar nantinya dapat
mempermudah dipahami oleh orang lain yang ingin mengetahui penelitian mereka. Deskriptif
digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan koneksitas antara ilmu pengetahuan dan
metode penelitian.
Ada Empat tahap studi pustaka dalam penelitian yaitu menyiapkan perlengkapan alat
yang diperlukan, menyiapkan bibliografi kerja, mengorganisasikan waktu dan membaca atau
mencatat bahan penelitian (Menurut Zed,2004). Pengumpulan data tersebut menggunakan
cara mencari sumber dan menkontruksi dari berbagai sumber contohnya seperti buku, jurnal
dan riset- riset yang sudah pernah dilakukan. Bahan pustaka yang didapat dari berbagai
referensi tersebut dianalisis secara kritis dan harus mendalam agar dapat mendukung
proposisi dan gagasannya. (Adlini et al., 2022)
Pada paper ini, peneliti juga menggunakan metode penulisan naratif-deskriptif.
Naratif- Deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk meneliti sebuah fenomena,
kemudian mendeskripsikan serta menginterpretasikan sebagai sebuah gambaran umum yang
sistematis atau memaparkan secara rinci yang faktual dan akurat. Proses pengumpulan data
yang dilakukan peneliti yaitu library research atau telaah pustaka. Menganalisis dan
mengumpulkan informasi sebanyak mungkin kemudian mengemasnya secara singkat agar
pembaca dapat memahami dan mengetahui informasi yang ingin diberikan penulis lewat
paper yang di kerjakan. (Manurung, 2022)
Metode deskriptif juga merupakan metode penelitian yang memandu peneliti agar
dapat mengeksplorasi dan atau memotret situasi sosial untuk dipelajari secara menyeluruh,
luas dan mendalam. Selain itu, metode deskriptif juga dapat dikatakan sebagai cerminan atau
gambaran sebuah variabel indikasi ataupun suatu kondisi. Oleh karena itu, penggunaan
metode ini diharapkan mampu memaknai secara cermat dan utuh dalam mendeskripsikan
realitas sosial yang sedang berlangsung. Yang dimaksud metode deskriptif adalah metode
penelitian yang menggambarkan fenomena.
Analisis data merupakan tahapan menginterpretasikan data yang diperoleh dari
penelitian lapangan. Analisis data adalah upaya atau langkah untuk menggambarkan data
yang diperoleh secara naratif, deskriptif, atau tabulasi. Penyimpulan atau penjelasan dari
analisis data yang dilakukan mengarah pada kesimpulan penelitian. (Asfar, 2020)

Hasil dan Pembahasan


Sub Bab 1. Kampung Inggris Pare Sebagai Centrum Aktivitas English Camp
Di era sekarang ini, bahasa Inggris bukanlah menjadi suatu hal yang sulit untuk
dipelajari. Banyak lembaga-lembaga kursus independent yang membuka dan menawarkan
beragam macam kelas bahas Inggris, kampung Inggris Pare misalnya. Di kampung Inggris
Pare terdapat ratusan lembaga kursus yang berkualitas dan terakreditasi. Jadi tak heran jika
banyak kalangan yang berkunjung dan belajar disana. Mulai dari yang tua dan muda ikut
belajar dan membaur dengan lingkungan sekitar.
Popularitas kampung Inggris ini diawali dengan 3 orang mahasiswa yang
merantaukan dirinya ke Pare dan belajar dengan bapak Kalend kemudian pulang ke kota dan
mengikuti tes toefl dan mereka dinyatakan lulus. Hal ini yang mengawali terkenalnya
kampung Inggris di Pare sebagai wadah untuk belajar bahasa Inggris. Keberhasilan kampung
Inggris Pare tentunya tidak lepas dari peran pemerintah setempat yang mendukung
terbentuknya kampung Inggris ini. Pemerintah setempat mendukung kampung Inggris Pare
dengan cara memberikan bantuan dana atau modal usaha kepada masing-masing kepala
keluarga untuk dijadikan usaha. (Musrichah, 2020)
Ada berbagai macam usaha yang dilakukan oleh masyarakat dan didukung oleh
pemerintah, seperti membuka rental sepeda, berjualan buku, mendirikan kafe, dan membuka
warung makan serta masih banyak lagi. Tentunya hal ini merupakan praktek dari
desentralisasi yang dimana pemerintah desa atas pelimpahan wawenang dari pemerintah
pusat, untuk membangun desa Tulungrejo dan Palem dengan potensi yang dimiliki melalui
aktivitas lembaga kursus. Tercatat sekitar 5,4 % per tiap tahun pembangunan lahan,
kemudian 4,8 % fungsi lahan yang beralih fungsi tiap tahunnya.
Hal inilah yang dimaksimalkan oleh pemerintah setempat sehingga menghasilkan
peningkatan pendapatan penduduk sebesar Rp. 120.587 setiap tahunnya (bergantung inflasi
yang terjadi). Di kampung Inggris Pare ada sekitar 300 lemabaga kursus yang menyediakan
berbagai macam kelas. Diantaranya Grammar, Speaking, Pronunciation, Vocabulary,
Listening, TOEFL, IELTS dan Paket Les + Camp. Harganya pun bervariasi tergantung dari
kualitas tiap lembaga kursus. Tapi kendati demikian harganya tergolong cukup terjangkau
dibandingkan dengan lembaga-lembaga kursus diluar Pare. Berikut merupakan kisaran harga
program kelas yang ditawarkan. (Dewi & Sri, 2016)
Program 2 Minggu 1 Bulan
Speaking Rp. 120.000 – Rp. 450.000 Rp. 230.000 – Rp. 650.000
Pronounciation Rp. 120.000 – Rp. 150.000 -
Vocabulary Rp. 80.000 – Rp. 150.0000 -
Listening Rp. 120.000 – Rp. 225.000 -
Grammar Rp. 90.000 – Rp. 150.000 Rp. 90.000 – Rp. 300.000
TOEFL Rp. 120.000 – Rp. 325.000 Rp. 215.000 – Rp. 700.000
IELTS Rp. 225.000 – Rp. 395.000 -
Paket Les + Camp Rp. 450.000 – Rp. 725.000 Rp. 700.000 – Rp. 1.125.000

Untuk hari belajarnya sendiri dimulai dari hari Senin – Jum’at tetapi ada juga yang
sampai hari Sabtu namun biasanya itu merupakan kelas grammar. Jadwal belajar tiap hari di
Kampung Inggris Pare sekitar 2-3 kali pertemuan sehari ,untuk kelas grammar pertemuannya
3 kali sehari dan untuk kelas speaking 2 kali sehari dan setiap pertemuan durasinya 90 menit.
Program tersebut diluar dari biaya hidup dan biaya asrama. Untuk jumlah asrama sendiri ada
sekitar 200 lebih dan asrama-asrama tersebut ada kebanyakan dimilliki oleh lembaga-
lembaga kursus tetapi ada juga yang diinisiasi oleh perkumpulan pemuda yang berasal dari
suatu daerah tertentu. Kemudian ada juga pilihan lainnya yaitu asrama yang disediakan oleh
pemerintah. Harga asramanya pun cukup terjangkau yaitu berkisar Rp. 300.000 – Rp.
500.000 tergantung dari fasiltas yang ditawarkan. (Musrichah, 2020)
Kemudian ada keuntungan yang ditawarkan jika ingin tinggal diasrama yang sediakan
oleh lembaga kursus atau perkumpulan siswa daerah. Keuntungannya ialah mewajibkan
setiap orang yang tinggal diasrama tersebut untuk menggunakan bahasa Inggris 24 jam
nonstop. Tentunya hal ini sangat menguntungkan siswa agar dapat terlatih untuk
menggunakan bahasa Inggris tidak hanya pada waktu kelas saja namun dikehidupan sehari-
hari juga. Tetapi jika tidak ingin berbahas Inggirs dengan 24 jam, sangat disarankan untuk
memilih asrama atau tempat tinggal yang disediakan oleh pemerintah setempat. (Paulus &
Devie, 2013)
Transportasi yang digunakan di Pare cukup unik. Kalau di kota mungkin atau
ditempat lain ada angkot atau ojek online namun di Kampung Inggris Pare alat transportasi
utamanya ialah sepeda. Meskipun ada beberapa kendaraan roda dua dan empat seperti motor
dan mobil tapi itu merupakan kendaraan dari warga lokal. Harga sewa sepeda berkisar Rp.
80.000 – Rp. 100.000 tergantung jenis dan model sepeda. Alasan kenapa sepeda menjadi
kendaraan utama ialah, mayoritas siswa yang datang dan belajar sangat singkat yaitu paling
cepat 2 minggu dan paling lama 6 bulan tapi ada juga yang sampai bertahun-tahun.
Kemudian jarak antara tempat kursus, asrama, ATM, toko buku dan sebagainya relatih dekat
dan sangat disarankan untuk menggunakan sepeda.
Selain itu, makanan juga yang ada di kampung Inggris Pare tergolong murah. Ada
berbagai macam jenis makanan yang murah namun tidak murahan seperti orek tahu, sosis,
ikan, bahkan hingga ayam. Harganya pun berkisar Rp. 500 – Rp. 7.000 lengkap dengan es teh
manis yang gratis dan bisa refill. Jika ingin hemat uang Rp. 18.000 bisa untuk tiga kali makan
namun jika ingin sedikit boros Rp. 30.000 tiga kali makan juga bisa. (Paulus & Devie, 2013)
Kehidupan di kampung Inggris Pare dapat dikatakan seperti kehidupan lingkungan
sekitar kampus karena terdapat banyak macam toko buku, tempat foto copy, laundry, warung
makan, ATM bahkan hingga tempat ibadah pun ada di sana seperti Masjid dan Gereja. Jadi
tidak heran jika kampung Inggris Pare tiap bulannya dikunjungi oleh ratusan bahkan seribuan
siswa yang ingin belajar bahasa Inggris. Tidak perlu khawatir tentang kehidupan disana
karena semua fasilitas yang ada di kota, ada juga di Kampung Inggris Pare dengan kualitas
yang sama. (Lubis, 2016)

Sub Bab 2. Benchmariking Desa Kasintuwu Terhadap Kampung Inggris Pare


Kesuksesan Desa Tulungrejo dan Desa Palem dalam membangun kampung Inggris
Pare banyak mendapat apresiasi dari berbagai kalangan bahkan ada yang mencoba membuat
hal serupa. Salah satu contohnya yang terjadi di Desa Kasintuwu, Kecamatan Mangkutana,
Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, yang mencoba membangun potensi desa wisata
yang dalam hal ini pendidikan bahasa Inggris.
Kampung Inggris Desa Kasintuwu didirikan dan dilaunching pada tanggal 22 Maret
2016 oleh Bupati Luwu Timur, Ir. H. Muh. Thoriq Husler. Kampung Inggris ini diinisiasi
oleh bapak Petrus Frans yang mana beliau merupakan kepala desa dari Desa Kasintuwu. Hal
ini beliau lakukan sebagai salah satu visi dan misi untuk mendesain pilot project wisata
pendidikan, perkampungan bahasa Inggris. Selain itu kampung Inggris ini dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi karena akan semakin banyak orang yang datang ke desa Kasintuwu
untuk belajar bahasa Inggris. (Sudriman, 2016)
Dalam membangun kampung Inggris ini, diawali dengan 20 orang pemuda-pemudi
desa yang digodok atau dilatih untuk belajar bahasa Inggris dan nantinya akan menjadi
instruktur dikelompok-kelompok belajar yang ada di desa Kasintuwu. Kemudian 20 orang ini
didampingi dan dilatih oleh 3 orang instruktur yang 2 orang dari instruktur tersebut
merupakan alumni dari kampung Inggris Pare. Ketiga instruktur tersebut ialah Pak Jusbal,
Pak Yayank dan Pak Hattab. Mereka merupakan instruktur yang melatih pemudi-pemudi
desa. Pemuda-pemudi tersebut bukan hanya dilatih skill bahasa Inggrisnya saja tetapi juga
diajarkan bagaimana cara untuk mengajar bahasa Inggris dengan metode pembelajaran yang
menarik dan alami. (Mualifah & Sri, 2018)
Pelatihan pemuda-pemudi ini berlangsung selama 1 tahun, yakni dari tahun 2016-
2017. Dalam setahun tersebut, telah dilaksanakan pelatihan bahasa Inggis yang sangat
intensif oleh para instruktur. Ada banyak agenda yang dilaksanakan seperti kegiatan belajar
mengajar, pelatihan bagaimana menjadi seorang instruktur dan juga dalam setahun tersebut
dilaksanakan aktivitas English Camp selama 6 bulan. Kegiatan English Camp ini
dilaksanakan jauh dari perkampungan dengan tujuan terhindar dari aktivitas masyarakat yang
menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Selama kegiatan English Camp peserta
diwajibkan menggunakan bahasa Inggris setiap hari. Hal ini dimaksudkan agar para pemuda-
pemudi desa yang mengikuti English camp dapat terbiasa dan fasih menggunakan bahasa
Inggris. (Dewi & Sri, 2016)
Dukungan yang diberikan oleh pemerintah desa Kasintuwu dalam mewujudkan
kampung Inggris tidak pernah berhenti. Pemerintah desa Kasintuwu mengeluarkan anggaran
dana untuk melakukan studi tour ke Toraja yang mana Toraja merupakan salah tujuan
destinasi wisatawan manca negara. Tujuan pemerintah desa melakukan studi tour ke Toraja
ialah untuk mencari wisatawan manca negara dan melakukan praktek speaking dan listening.
Studi tour ini dilaksanakan sebanyak 2 kali yakni pada bulan Desember 2016 dengan waktu 2
Minggu dan bulan April 2017 dengan waktu 1 bulan.
Tidak hanya berhenti disitu, dukungan kembali ditunjukkan oleh pemerintah desa
Kasintuwu. Pemerintah desa kembali membuat perencanaan untuk melakukan studi tour ke
Kampung Inggris Pare yang ada di Kediri. Tujuannya ialah, pemerintah desa ingin melihat
langsung bagaimana kehidupan yang ada di Kampung Inggris Pare sehingga nantinya apa
yang didapatkan di Pare dapat dipraktekkan di desa Kasintiwu. Studi Tour ini seluruhnya
dibiayai oleh pemerintah desa Kasintuwu dan pelaksanaannya selama 1 bulan yakni pada
bulan Juli 2017. (Sudriman, 2016)
Seiring berjalannya waktu, usaha yang dilakukan pemerintah Desa Kasintuwu dalam
hal ini bapak Petrus Frans membuahkan hasil. Tepatnya pada bulan September 2017,
pemerintah desa Kasintuwu membuat kelompok-kelompok belajar ditiap-tiap dusun dengan
memberdayakan 20 orang pemuda-pemudi desa yang telah dilatih untuk menjadi instruktur.
Ada 5 dusun yang terdapat kelompok belajar yakni dusun Mabungka, dusun Mangkulande,
dusun Tongkumaino, dusun Ambawa dan dusun Kayulangi yang berbatasan langsung dengan
provinsi Sulawesi Tengah. (Mualifah & Sri, 2018)
Antusiasme dan semangat anak-anak desa Kasintuwu sangat patut diacungi jempol.
Meskipun dengan jarak yang cukup jauh dari tempat belajar dan keterbatasan kendaraan,
namun hal itu tidak pernah memadamkan api semangat mereka untuk datang belajar bahasa
Inggris. Ada kurang lebih 100 orang anak dan remaja yang mengikuti kelompok belajar ini.
Kesuksesan pemerintah desa Kasintuwu tidak hanya berhenti sampai disitu.
Pemerintah desa Kasintuwu mampu mendatangkan wisatawan manca negara dengan tujuan
membantu terbentuknya kampung Inggris tersebut dan tentunya memperkenalkan budaya
daerah. Dalam waktu 2 tahun, pemerintah desa Kasintuwu mampu mendatangkan turis
sebanyak 17 orang yang berasal dari berbagai macam negara, seperti United Kingdom,
Polandia, Prancis, Belanda, dan USA. Para turis manca negara membantu instruktur dalam
melatih para siswa dan sebagai imbalannya mereka meminta agar diajarkan budaya-budaya
lokal yang ada di desa Kasintuwu. Hal ini merupakan salah satu praktek culture diplomacy
yang dimana pemerintah desa memperkenalkan budayanya seperti tarian adat suku Pamona
(Dero dan Kayori), pakaian adat Pamona dan juga Padungku atau hari pengucapan syukur
atas hasil panen. (Sudriman, 2016)
Usaha yang begitu keras dari bapak Petrus Frans dan tentunya dukungan dari
masyarakat, membuat kampung Inggris desa Kasintuwu telah dikenal banyak orang
meskipun popularitasnya hanya tingkat kabupaten se- Luwu Raya. Namun ini merupakan
suatu terobosan yang baru dan mampu meningkatkan pereekonomian masyarakat setempat.

Kesimpulan
Dampak dari implementasi desentralisasi yang dilakukan dengan baik, akan
membawa perubahan yang maju pada berbagai sektor seperti ekonomi, pariwisata,
pendidikan, budaya dan lain sebagainya. Kolaborasi pemerintah daerah dan masyarakat lokal
menghasilkan kinerja yang maksimal. Perubahan yang ingin dilakukan oleh pemerintah
daerah sudah semestinya mendapat dukungan dari masyarakat lokal. Tanpa kerja sama yang
baik, praktek desentralisasi dipastikan tidak akan mendapat hasil yang maksimal bagi
kemajuan daerah.
Praktek desentralisasi sangat membawa dampak baik bagi sebuah daerah dalam
memajukan daerahnya. Pemanfaatan SDM dan SDA sangat perlu dimaksimalkan. Oleh dan
sebab itu, perlu kiranya mempertahankan dan meningkatkan program-program yang telah
ada. Hal ini bertujuan agar, sebuah daerah dapat terus berkembang dan maju seiring dengan
perkembangan zaman.

Daftar Pustaka

Adlini, M. N., Dinda, A. H., S. Y., O. C., & Merliyana, S. J. (2022). Metode Penelitian Kualitatif
Studi Pustaka. Edumaspul, VI(1), 2-4.
Afandi, M. Y., & P. H. (2016). Pendisplinan Tubuh ( Studi Basic English Course di Kampung Inggris,
Pare, Kediri). Paradigma, IV(3), 2-4.
Asfar, A. I. (2020). Analisis Naratif, Analisis Konten, dan Analisis Semiotik. Penelitian Kualitatif, 4-
5.
Dewi, M. A., & S. I. (2016). Desa Wisata Sebagai aset soft power Indonesia. Masyarakat
Kebudayaan dan Politik, XXIX(2), 64-74.
Lubis, A. (2016). Peningkatan Kinerja Melalui Strategi Benchmarking. Benchmarking, II(1), 15-17.
Manurung, K. (2022). Mencermati Penggunaan Metode Kualitatif di Lingkungan Sekolah Tinggi
Teologi. Teologi dan Pendidikan Kristen, 287.
Mualifah, N., & S. R. (2018). Pemberdayaan Masyarakat Kampung Inggris Sebagai Destinasi Wisata
Edukasi di Kecamatan Pare Kabupaten Kediri. Manajemen Publik dan Kebijakan Sosial,
II(1), 170-174.
Mu'arifa, N. (2020). "Kampung Inggris' dan Implikasinya Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat.
Kampung Inggris, 20-24.
Musrichah, A. P. (2020). Penanaman Lembaga Kursus di Kampung Inggris Pare Kediri. Riksa
Bahasa, 202-204.
Paulus, M., & Devie. (2013). Analisa Pengaruh Penggunaan Bencmarking Terhdap Keunggulan
Bersaing dan Kinerja Perusahaan. Bussines Accounting Review, I(2), 40-44.
Sudriman. (2016, March 2). Selain Kediri, Ada Perkampungan Bahasa Inggris di Kasintuwu Lutim.
Tribun-Timur.com: https://makassar.tribunnews.com/2016/03/23/selain-kediri-ada-
perkampungan-bahasa-inggris-di-kasintuwu-lutim

Anda mungkin juga menyukai