Anda di halaman 1dari 25

STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran


PAI pada Program Studi Pendidikan Agama Islam Pascasarjana UIN
Alauddin Makassar

OLEH KELOMPOK I:
ASRI SYAHRUDDIN
80200220045
AGUNG NUR RUSMAN DH
80200220056

PROGRAM MAGISTER PASCASARJANA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2020-2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kekuatan dan inspirasi

kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga

tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak untuk diteladani, yang seluruh ucapannya

adalah kebenaran, yang seluruh getar hatinya adalah kebaikan. Kita berharap semoga kelak

beliau mengakui kita sebagai umatnya dan berkenan memohonkan syafaat bagi kita semua.

Makalah ini adalah daras bagi mata kuliah Strategi pembelajaran PAI pada pertemuan
ke 10, mata kuliah Strategi Pembelajaran PAI juga merupakan komponen mata kuliah
program pascasarjana Universitas Islam Negeri Makassar. Mata kuliah ini berisikan hal-hal
untuk mempelajari dan mengenal bagaimana pola penerapan pembelajaran PAI yang tak
pernah habis untuk digali dan ditimba ilmunya oleh manusia.

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................3
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...................................................................................................................................4
A. Pengertian Pembelajaran Kontekstual..................................................................................4
B. Kompenen Pembelajaran Kontekstual..................................................................................5
C. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual..............................................................................6
D. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kontekstual...........................................................................7
E. Kegiatan Dan Strategi Pembelajaran Kontekstual...............................................................8
F. Strategi Penerapan Pembelajaran Kontekstual....................................................................9
G. Penilaian Pembelajaran Kontekstual.....................................................................................9
H. Pengertian Moderasi Islam...................................................................................................10
I. Prinsip-prinsip Moderasi Islam............................................................................................12
J. Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Dalam Moderasi Islam.........................14
BAB III................................................................................................................................................19
PENUTUP...........................................................................................................................................19
A. Kesimpulan............................................................................................................................19
B. Saran.......................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata para peserta didik dan mendorong
peserta didik membuat relasi antara ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan
pengimplementasiannya dalam aspek kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat sosial. Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur sebuah pendidikan yang
bertujuan untuk membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka
pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam
lingkungan sosial dan budaya masyarakat (Suprijono & Agus, 2009).
Sejak presiden RI Bapak Ir. H. Joko Widodo mengumumkan secara resmi terkait
kasus awal penularan wabah penyakit Covid-19 pada bulan maret tahun 2020, pemerintah
baik pusat maupun daerah telah melakukan berbagai upaya penanganan seoptimal mungkin
untuk menghindari dan mencegah agar penularan wabah virus Covid-19 yang sebuah
penyakit mematikan ini tidak menyebar secara luas dan membawa korban jiwa akibat
terjangkit virus tersebut. Upaya-upaya pemerintah itu mulai dari penerapan jaga jarak
(physical distancing), menghindari kerumunan (social distancing), pembatasan sosial
berskala besar (PSBB) dan bahkan info terakhir pemberlakuan pembatasan kegiatan
masyarakat (PPKM) di berbagai daerah tertentu yang terpetakan sebagai episentrum
penyebaran. Namun demikian, pemerintah belum mampu memprediksi kapan wabah pandemi
ini akan berakhir dan kehidupan kembali normal,sementara angka yang terkena virus ini
belum menunjukkan penurunan secara signifikan. Memang Indonesia melakukan vaksinasi
Covid-19 di awal tahun 2021. Dengan demikian, sampai akhir tahun 2021 seluruh masyarakat
di dunia, tidak terkecuali Indonesia, harus membiasakan diri untuk beradaptasi dan hidup
berdampingan dengan virus Covid-19, dengan menaati dan menjalankan intruksi pemerintah
melalui protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu sebelum
pandemi ini dipastikan lenyap, kita dituntut untuk melakukan adaptasi kebiasaan baru (new
normal).
Boleh dikatakan, tidak ada satu aspek kehidupan pun yang bebas dari pengaruh
pandemi Covid-19. Semua berubah secara drastis, termasuk dunia pendidikan. Pembelajaran
tidak lagi dilangsungkan secara tatap muka diruang kelas, tetapi hanya dirumah saja secara

1
daring (online). Namun demikian, pembelajaran secara daring pun ternyata tidak mudah. Di
samping disiplin pribadi untuk belajar secara mandiri, ada fasilitas dan sumber daya yang
mesti disediakan, seperti teknologi digital berbasis komunikasi jarak jauh handphone serta
kuota data untuk pengaktifan jaringan internet untuk melakukan pembelajaran secara daring
(online). Sudah banyak terdengar keluhan dari orang tua murid dan juga tenaga pendidik yang
kesulitan, baik dalam menyedikan perangkat belajar seperti ponsel dan laptop maupun kuota
data untuk koneksi jaringan internet, tetapi tidak sedikit juga tenaga pendidik merasa
bersyukur karena kemudahan tertentu dalam pemanfaatan teknologi digital. Dengan kata lain,
sistem pembelajaran daring (online) ini berpotensi membuat kesenjangan sosial ekonomi
yang selama ini terjadi, menjadi semakin melebar saat pandemi (Hayani & Ilmiah, 2020).
Pertengahan atau wasathiah merupakan prinsip moderasi Islam yang paling utama
dalam melaksanakan nilai-nilai keberagaman dan keadaban. Islam merupakan agama
penyebar kedamaian, namun fenomena yang muncul akhir-akhir ini adalah sejumlah fakta
kejadian yang menunjukkan bahwa ada sebagian umat Islam yang tidak memahami nilai-nilai
moderat Islam dengan benar. Mereka tidak mengakui pluralitas, tidak menghargai
kemajemukan yang tumbuh dalam masyarakat. Munculnya berbagai kelompok ekstrimis dan
teroris yang mengklaim sebagai representasi umat adalah salah satu buktinya. Tidak sedikit
umat Islam yang berpandangan bahwa jihad identik dengan perang. Beberapa kelompok garis
keras sering kali dengan mudah mengkafirkan sesama saudaranya sesama muslim hanya
karena perbedaan mazhab, ideologi dan arah perjuangan (S, 2016).
Model pembelajaran yang tepat untuk menginternalisasikan dan mengusung moderasi
Islam terhadap peserta didik adalah model pembelajaran kontekstual. Model ini lebih
melibatkan siswa secara langsung dan membuat siswa mengalami sendiri. Peserta didik dapat
belajar dengan baik tentang moderasi Islam karena dihadapkan dengan masalah aktual dan
dapat menemukan kebutuhan riil. Model pembelajaran kontekstual memungkinkan peserta
didik mengaitkan, memperluas, dan keterampilan akademik mereka dalam memecahkan
masalah-masalah dunia nyata. Peserta didik dituntut untuk berfikir kreatif dan menganalisa
materi berdasarkan kehidupan nyata. Model pembelajaran kontekstual diterapkan dengan cara
menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari, sehingga membuat peserta
didik menjadi tidak kesulitan dalam memahami isi pembelajaran (H. D et al., 2016).
Penerapan model pembelajaran kontekstual dapat mempermudah peserta didik dalam
memahami isi pembelajaran dan materi moderasi Islam yang disampaikan oleh guru serta
mampu menganalisa berdasarkan fakta yang ada (Winata et al., 2020).
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar peserta didik melalui peningkatan pemahaman makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dan anggota

2
bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya diperlukan guru-guru yang berwawasan
kontekstual, materi pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik, strategi, metode dan
teknik belajar mengajar yang mampu mengaktifkan spirit belajar peserta didik, media
pendidikan yang bernuansa kontekstual, susasana dan iklim sekolah yang juga bernuansa
kontekstual sehingga situasi kehidupan sekolah dapat seperti nyata di lingkungan peserta
didik (Badrus Zaman, 2019).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Pembelajaran Kontekstual
2. Bagaimana Kompenen Pembelajaran Kontekstual
3. Bagaimana Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
4. Bagaimana Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kontekstual
5. Bagaimana Kegiatan Dan Strategi Pembelajaran Kontekstual
6. Bagaimana Strategi Penerapan Pembelajaran Kontekstual
7. Bagaimana Penilaian Pembelajaran Kontekstual
8. Bagaimana Definisi Moderasi Islam
9. Bagaimana Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Dalam Moderasi Islam
10.Bagaimana Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Dalam PAI
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Definisi Pembelajaran Kontekstual?
2. Untuk Mengetahui Kompenen Pembelajaran Kontekstual?
3. Untuk Mengetahui Karakteristik Pembelajaran Kontekstual?
4. Untuk Mengetahui Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kontekstual?
5. Untuk Mengetahui Kegiatan Dan Strategi Pembelajaran Kontekstual?
6. Untuk Mengetahui Strategi Penerapan Pembelajaran Kontekstual?
7. Untuk Mengetahui Penilaian Pembelajaran Kontekstual?
8. Untuk Mengetahui Definis Moderasi Islam?
9. Untuk Mengetahui Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Dalam Moderasi
Islam?
10.Untuk Mengetahui Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Dalam PAI?

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Kata “kontekstual”, menuruttkamus besar bahasa Indonesia (KBBI), berasal
dari kata “konteks”, yang mengandung dua arti: 1) bagiannsesuatu uraian atau kalimat
yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; 2) situasiiyang ada
hubungan dengan suatu kejadian. Merujukkkepada pengertian “pembelajaran”
sebagaimana dikemukakan di atas, pembelajaran kontekstual dapat diartikan sebagai
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan
antara ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari (Abdul Kadir, 2013).
MenuruttElaine B. Johnson (dalam Kunandar, 2009: 295),ppembelajaran
kontekstual merupakan proses pendidikn yang bertujuan membantu peserta didik
melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaituudengan
konteks lingkungan pribadinya,ssosialnya, dannbudayanya. Dalammpembelajaran
kontekstual materi pembelajaran selalu dikaitkan dengan konteks dunia nyata yang
dihadapi peserta didik sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat,
alammsekitar dan dunia kerja, sehinggaamereka mampu membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
(Kunandar, 2009).
Halssenada diungkap pula oleh Nurhadi (Depdiknas, 2002) yang berpendapat
bahwa pembelajaran konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
seharihari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif,yyakni
konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, permodelan dan penilaian
sebenarnya.
Kataacontextual berasal dari kata contex, yanggbermakna “hubungan,konteks
suasana atau keadaan”. Dengan demikian, contextual diartikan sebagai “yang

4
berhubungan dengan suasana” (Hamruni, 2015). Selanjutnya menurut Wina Sanjaya
(2006: 107) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk
dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.gDengan demikian, kegiatan pembelajaran akan lebih konkret,
lebih realistik, lebih aktual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan lebih bermakna
(Wina Sanjaya, 2006).
Pembelajaranntidak sama dengan pengajaran, pembelajaran lebih cenderung
pada proses membelajarkan peserta didik, dengan cara menjalin interaksi belajar
dengan guru, sumber belajar, peserta didik lain dan lingkungan. Sedangkan
pengajaran lebih cenderung proses menyampaikan materi pelajaran dari guru kepada
muridnya. Pembelajaranmbersifat interaktif dan aktif, sementara pengajaran bersifat
pasif, dimana siswa menjadi objek yang hanya sekedar menerima apa yang
disampaikan oleh peserta gurunya. Kontekstual artinya berkaitan dengan konteks, atau
sesuai dengan kehidupan nyata yang dialami oleh siswa. Jika dikaitkan dengan
pembelajaran maka pembelajaran kontekstual artinya pembelajaran yang tidak hanya
berbasis pada tekstual, akan tetapi mengarahkan peserta didik untuk terlibat aktif
dalam kegiatan menerapkan pembelajaran yang telah dia terima. Pembelajaran
kontekstualmsaat ini menjadi yang sangat banyak diminati sebab ia memiliki beberapa
keunggulan, di antaranya: (1) membuat siswa menjadi Aktif, (2) siswa lebih matang
dalam memahami materi pelajaran, (3) terjalinnya interaksi antar satu peserta didik
dengan peserta didik lainnya, (4) menghemdaki guru menjadi lebih kreatif untuk
mengemas dan mengarahkan pembelajaran. Namunmdi samping itu pembelajaran
kontekstual juga memiliki kekurangan, di antaranya: (1) membutuhkan perencanaan
yang matang, (2) siswa lebih banyak beraktivitas di luar, (3) interaksi di kelas
membuat suasana menjadi tidak kondusif, (4) melibatkan ragam aktivitas yang
bersamaan (A. D et al., 2018).
B. Kompenen Pembelajaran Kontekstual
Dalammkegiatan pembelajaran perlua danya upaya untuk membuat belajar
lebih mudah, sederhana, menyenangkan dan bermakna agar siswa mudah menerima
ide, gagasan, mudah memahami permasalahan dan pengetahuan serta dapat mengolah
pengetahuan barunya secara kreatif dan aktif. Untuk mencapaiuusaha tersebut, maka
segala komponen pembelajaran harus dipertimbangkan termasuk pendekatan
5
kontekstual. Pembelajaran konteksual sebagai suatu pendekatan pembelajaran
memilih tujuh asas (komponen). Asas-asas ini yang mendasari pelakasanaan
pembelajaran kontekstual (CTL), yaitu:
1) Konstruktivisme (Constructivism), merupakan sebuah filosofi
pembelajaran yang didasari proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
2) Menemukan (Inquiry), merupakan proses pembelajaran didasarkan pada
pencarian dan penemuan melalui proses berfikir sistematis. Yang didasari
oleh asumsi bahwa pengetahuan bukan sejumlah fakta hasil dari proses
menemukan sendiri.
3) Bertanya (Questioning), dalam pembalajaran CTL bertanya dipandang
sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui
sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus
mengetahui perkembangan kemampuan berifikir siswa (Hasibuan & Idris,
2014).
4) Masyarakat Belajar (Learning Community), komponen ini mengarahkan
bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh oleh kerja sama dengan orang
lain. Suatu permasalahan tidak bisa dipecahkan sendirian, tetapi
membutuhkan bantuan orang lain. Kerja sama saling memberi dan
menerima dan sangat dibutuhkan dalam memecahkan suatu permasalahan.
5) Pemodelan (Modeling), merupakan proses pembelajaran yang
menyarankan pengetahuan dan keterampilan tertentu dengan
memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat diperagakan oleh
siswa.
6) Refelksi (Reflection), merupakan proses pengulasan atau perenungan
kembali atas pengetahuan dan pengalaman baru yang telah dipelajari dan
dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau
peristiwa-peristiwa yang telah dilaluinya.
7) Penilaian Autentik (Authentic Assessment), merupakan proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan informasi tentang
perkembangan pengalaman belajar siswa. Dalam pembelajaran
kontekstual, keberhasilan siswa tidak hanya dinilai pada aspek kognitifnya
saja, melainkan perkembangan seluruh aspek (Hamruni, 2015).
C. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
6
Adapun ciri-ciri pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:
1) Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connection). Siswa
secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
2) Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa
dapat melaksanakan pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau
masalah yang disimulasikan.
3) Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan
kegaiatan yang penting karena adanya tujuan.
4) Bekerja sama (collaborating). Siswa belajar dari teman melalui kerja
kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi.
5) Berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat
menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif dalam
memecahkan masalah pembelajaran.
6) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Perilaku
siswa dibangun atas kesadaran diri.
7) Mencapai standar yang tinggi (reaching high standard). Siswa menggunakan
kemampuan berfikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya
proses pembelajaran efektif, serta ikut bertanggung jawab dalam proses
pembelajaran yang efektif.
8) Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment). Siswa
menggunakan pengetahuan akademis dalam dunia nyata untuk tujuan yang
bermakna (Hasibuan & Idris, 2014).
D. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajarn kontekstual mengacu pada sejumlah prinsip dasar
pembelajaran. Kurikulum dan pembelajaran kontekstual perlu didasarkan pada
prinsip-prinsip berikut:
1) Keterkaitan, relevansi (relation). Proses belajar hendaknya ada keterkaitan
dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada
masing-masing siswa.
2) Pengalaman langsung (experiencing). Pengalaman langsung dapat diperoleh
melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventory, investigasi,
penelitian dan sebagainya.
3) Experiencing dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual proses
pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk
7
memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan
bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif.
4) Aplikasi (applying), menerapkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang
dipelajari dalam kelas dengan guru, antara siswa dengan narasumber,
memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi
pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual.
5) Alih pengetahuan (transferring). Pembelajaran kontekstual menekankan pada
kemampuan siswa untuk mentransfer situasi dan konteks yang lain merupakan
pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari pada sekedar hafal.
6) Kerjahsama (cooperating). Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran,
mengajukan dan menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesame
siswa, antara siswa.
7) Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain
(Depdiknas, 2002).
E. Kegiatan Dan Strategi Pembelajaran Kontekstual
Kegiatan dan strategi pembelajaran kontekstual berdasarkan (Hasibuan &
Idris, 2014) dalam buku Luqman (2009) yang berjudul "Langkah-langkah
Pembelajaran" dapat ditunjukkan berupa kombinasi kegiatan-kegiatan berikut:
1) Pembelajaran Otentik (Othentic Instruction)
Pembelajaranmyang memungkinkan siswa belajar dalam konteks bermakna,
sehingga menguatkan pemikiran dan keterampilan dalam memecahkan
permasalahan penting dalam kehidupannya.
2) Pembelajaran Berbasis Inquiry (Inquiry based learning)
Pembelajaran yang menggunakan strategi pembelajaran dengan metode-
metode sains, sehingga diperoleh pembelajaran yang bermakna
3) Pembelajaran Berbasis Masalah (problem based learning)
Pembelajaran yangmmenggunakan masalahn-masalah yang ada di dunia nyata
atau di sekelilingnya sebagai konteks bagi siswa untuk belajar kritis dan
terampil dalam memecahkan masalah, dan untuk memperoleh konsep utama
dari suatu matappelajaran.
4) Pembelajaran Layanan (serve learning)
Pembelajaran dengan menggabungkan layanan masyarakat dengan struktur
sekolah untuk merefleksikan layanan, menekankan hubungan antara layanan
yang dialami dengan pembelajaran akademik di sekolah.
8
5) Pembelajaran Berbasis Kerja (work based learning)
Pembelajaran yang mengunakan konteks tempat kerja dan membahas
penerapan konsep mata pelajaran di lapangan.
F. Strategi Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Strategimpembelajaran sangat bermanfaat untuk pembelajaran dngan tujuan
agar tercapainya pembelajaran yang efektif. Adapun (Crawford (2011) dalam (Abu
Nawas, 2020) membagi strategi pembelajaran kontekstual menjadi lima macam yaitu
sebagai berikut:
1) Relating Strategy
Strategi ini dengan menstimulasi siswa dengan cara menghubungkan materi
dengan pengalaman siswa, dan guru menghubungkan konsep atau materi yang
sesuai dengan pengetahuan siswa.
2) Experiencing Strategy
Strategi ini dengan cara membawa materi ke dalam kelas untuk memberikan
pengalaman langsung. Strategi ini membantu siswa yang tidak berpengalaman
agar mengeksplorasi dan memahami materi pelajaran yang akan diajarkan.
3) Applying Strategy
Strategi ini didefinisikan sebagai tahap yang memungkinkan guru untuk
membuat latihan yang relevan dan memberikan kesempatan kepada siswa
belajar dengan menempatkan konsep ke dalam dunia nyata.
4) Cooperating Strategy
Strategi ini adalah cara belajar yang mendorong siswa untuk belajar bersama
dengan cara berbagi pendapat, menanggapi, dan menjaga komunikasi antar
siswa.
5) Transferring Strategy
Strategi ini merupakan tahap terakhir, siswa diminta untuk mentransfer
pengetahuan yang ada atau yang telah dipelajari agar mengembangkan
pemikirab kritis siswa dalam menyusun tulisan.
G. Penilaian Pembelajaran Kontekstual
Berkaitan dengan proses pembelajaran kontekstual, sistem evaluasi yang
digunakan adalah penilaian autentik, yaitu evaluasi kemampuan siswa dalam konteks
dunia yang sebenarnya, penilaian kinerja (performance), penilaian portofolio
(kumpulan hasil kerja siswa), observasi sistematik (dampak kegiatan pembelajaran
terhadap sikap siswa), dan jurnal (buku tanggapan) (Hasnawati, 2020).
9
Penilaian autentik merupakan bagian dari penilaian performance (alternatif)
yang berusaha mengukur atau menunjukkan pengetahuan dan keterampilan siswa
dengan cara mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan ada kehidupan sehari-
hari. Sedangkan, penilaian performance merupakan kegiatan penilaian yang meminta
siswa untuk merespon, menghasilkan produk atau menunjukkan hasil suatu kegiatan.
Karena pada penilaian performance umumnya tidak meminta jawaban benar atau
salah saja, tetapi juga tentang apa yang diketahui dan apa yang akan dilakukan siswa,
maka penilaian ini sangat sesuai untuk mengetahui ketercapaian tujuan proses dalam
pembelajaran (Siswono & Tatag Y.E, 2002).
Sesuai dengan pemahaman penilaian pembelajaran kontekstual, guru dapat
mengkombinasikan berbagai strategi penilaian sebagai berikut (Muhaiban, 2016):
1) Penilaian Kerja (performance)
Tujuanppenilaian ini adalah untuk meniilai pengalaman kemampuan siswa
beedasarkan pengetahuan & keterampilan dalam situasi yang berbeda. Penilain
ini berbentuk pertanyaan, pilihan ganda, membaca, menulis, analisis, dan atau
pemecahan masalah untuk mengetahui kemampuan siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
2) Observasi Sistematik (dampak kegiatan terhadap sikap siswa)
Tujuan penilaian iniaadalah mendapatkan informasi tentang pengaruh kegiatan
pembelajaran sesuai dengan observasi terhadap siswa secara bertahap
kemudian mencatatnya sesuai dengan pedoman tujuan pembelajaran.
3) Portofolio (kumpulan hasil kerja)
Tujuan penilaian ini adalah memberikan gambaran tentang kumpulan
pekerjaan siswa dalam periode waktu tertentu. Portofolio menceritakan tentang
kegiatan siswa dalam belajar, seperti pemecahan masalah, berfikir dan
pemahaman, menulis, dan komunikasi.
4) Jurnal Sains
Tujuan penilaian ini adalah mengeluarkan gagasan siswa dalam bentuk buku,
termasuk ide-id, dan pengalaman siswa.
H. Pengertian Moderasi Islam
Islammmoderat atau moderasi Islam adalah satu diantara banyak terminologi
yang muncul dalam dunia pemikiran Islam terutama dalam 2 dasa warsa belakangan
ini, bahkan dapat dikatakan bahwa moderasi Islam merupakan isu abad ini. Term ini
muncul ditengarai sebagai antitesa dari munculnya pemahaman radikal dalam
10
memahami dan mengeksekusi ajaran atau pesan-pesan agama. Dengan demikian,
memperbincangkan wacana moderasi Islam tidak pernah luput dari pembicaraan
mengenai Radikalisme dalam Islam (Abdurrohman A., 2018). Moderasi Islam dalam
bahasa arab disebut dengan alWasathiyyah al- Islamiyyah. Al-Qardawi menyebut
beberapa kosa kata yang serupa makna dengannya termasuk katan Tawazun, I'tidal,
Ta'adul dan Istiqamah. Sementara dalam bahasa inggris sebagai Islamic Moderation.
Adapun istilah moderasi menurut Khaled Abou el Fadl dalam The Great Theft adalah
paham yang mengambil jalan tengah, yaitu paham yang tidak ekstem kanan dan tidak
pula ekstrem kiri (Misrawi Z., 2010).
IslammModerat atau moderasi Islam berorientasi pada prinsip santun dalam
bersikap, berkeadilan dalam memutus perkara, berinteraksi yang harmonis dalam
masyarakat, mengedepankan dialog dan perdamaian serta anti kekerasan dalam
berdakwah dan menghindar dari sikap dan pandangan radikal. Moderasi Islam sangat
selaras dengan kandungan utama Islam yang membawa misi Rahmatan Lil Alamin
yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam.mMuslim yang moderat sangat menghargai
pendapat serta menghormati adanya perbedaan dengan orang lain adalah sisi penting
yang dibangun oleh moderasi Islam. Dalam ajaran Islam disebutkan bahwa manusia
memiliki adatistiadat dan tradisi yang berbedabeda.dSetiap individu adalah bagian
dari alam yang unik. Memiliki keinginan untuk menyeragamkan seluruh umat
manusia adalah keinginan yang mustahil bisa terwujud. Kedamaian dapat dibangun
dengan sikap menghormati perbedaan. Jikaatidak maka konflik pasti akan terjadi (H.,
2018).
Menurut Syaikh YusufaAl-Qardhawi, Wasathiyah (pemahaman moderat)
adalah salah satu karakteristik islam yang tidak dimiliki olehmIdeologi-ideologi lain.
Islam yang moderat menentang segala bentuk pemikiran yang liberal & radikal.
Liberal dalam arti memahami islam dengan standar hawa nafsu dan murni logika yang
cenderung mencari pembenaran yang tidak ilmiah. Radikal dalam arti memaknai
Islam dalam tataran tekstual yang menghilangkan fleksibilitas ajarannya. Sehingga
terkesan kaku dan tidakmmampu membaca realitas hidup. Moderasi Islam atau
Wasathiyah Islam adalah satu sikap penolakan terhadap ekstremitas dalam bentuk
kezaliman dan kebathilan. Ia tidak lain merupakan cerminan dari fithrah asli manusia
yang suci yang belum tercemar pengaruh negative (Hilmy M., 2012).
Moderasi Islammmerupakan sikap jalan tengah antara penggunaan wahyu
(naqliyah) dan rasio ('aqliyah) sehingga dimungkinkan dapat terjadi penyesuaian
11
terhadap perubahan perubahan di masyarakat sepanjang tidak melawan dan
bertentangan dengan doktrindoktrin yang dogmatis. Islammwasathiyah (moderasi
Islam) memahami dan mengakui perbedaan yang mungkin terjadi di masyarakat.
Islam wasathiyah atau moderasi Islam senantiasa mengutamakan kontekstualisasi
dalam menafsirkan dan memaknai ayat Ilahiyah, dan menjauhkan diri dari tafsir
tekstual.mDalam menerapkan hukum, islam wasathiyah menggunakan istinbath untuk
menerapkan hukum sesuai dengan perkembangan zaman selama tidak bertentangan
dengan syariat Islam yang ada dalam alquran dan hadist.mPemahamana jalan tengah
merupakan karakteristik dan cara pandang yang dikedepankan moderasi Islam dalam
memahami semua persoalan kehidupan. dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Karakteristik moderasi Islam dapat dilihat dari penjelasan alquran berkenaan dengan
perintah wasathiyah dalam berbagai aspeknya. Ajaran Islam tidak mengajarkan sikap
ekstrim dan radikal dalam mensikapi perbedaan namun mengedepankan dialog dan
keadaban. Posisi pertengahan menjadikan seorang muslim tidak memihak ke kiri dan
ke kananmnamun bersama-sama berupaya untuk mengantarkan manusia hidup
berlaku adil (Winata et al., 2020).
I. Prinsip-prinsip Moderasi Islam
Adapun prinsip-prinsip moderasi yang sangat mumpuni yang harus dipahami
dan dimengerti oleh peserta didik melalui proses pembelajaran PAI. Prtinsipprinsip
moderasi Islam itu adalah sebagai berikut:

Keadilan (al-Adl)

Pengertianmadil artinya berpihak kepada yang benar karena baik yang benar
ataupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya.Dengan demikian, ia
melakukan sesuatu “yang patut” lagi “tidak sewenang-wenang.” Makna al-‘adl dalam
beberapa tafsir, antan lain: Menurut At-Tabari, al-‘adl adalah: Sesungguhnya Allah
memerintahkan tentang hal ini dan telah diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan
adil, yaitu al-insaf. Allah SWT menerangkan bahwa Dia menyuruh hamba-hamba Nya
berlaku adil, yaitu bersifat tenga h-tengah dan seimbang dalam semua aspek
kehidupan dan berbuat ihsan (Departemen Agama RI, 2012).

Toleransi (Tasamuh)

Toleransi adalah ‫سماحة‬atau ‫ تسامح‬Kata ini pada dasarnya berarti al-jud (kemuliaan), atau
sa’at al-sadr (lapang dada) dan tasahul (ramah, suka memaafkan).Makna ini

12
selanjutnya berkembang menjadi sikap lapang dada/ terbuka (welcome) dalam
menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia

Keseimbangan (Tawazun)

Diantara ajaran Islam adalah attawazun’, yakni menetapkan keseimbangan dalam


pertimbangan eksistensi kehormatan yang terdiri dari Jasmani (jasad), al-aql (akal),
dan ar-ruh (roh). PrinsipMmoderasi Islam diwujudkan dalam bentuk /kesimbangan
positif dalam semua segi baik segi keyakinan maupun praktik, baik materi ataupun
maknawi, keseimbangan duniwai ataupun ukhrawi, dan sebagainya. Islam
menyeimbangkan peranan wahyu Ilahi dengan akal manusia dan memberikan ruang
sendiri-sendiri bagi wahyu dan akal.MDalam kehidupan pribadi, Islam mendorong
terciptanya kesimbangan antara ruh dengan akal, antara akal dengan hati, antara hak
dengan kewajiban, dan lain sebagainya (Setiyadi A.C., 2012).

Keberagaman (Tanawwu)

KKeberagamanMmerupakan sesuatu yang tidak mungkin dihindari karena


sudah menjadi sunnatullah. DiMmasyarakat manapun akan didapati keanekaragaman
dalam berbagai hal baik suku, agama, bahasa dan keyakinan. Perbedaan suku, ras,
agama merupakan keniscayaan terahadap ciptaan-Nya,Mmengingkari pebedadaan
tersebut, sama dengan mengingkari kodrat. Pada prinsipnya tidak ada satupun agama
dan kepercayaan yang dianut oleh umat manus ia mengajarkan kekerasan, kebencian
terhadap manusia dan makhluk hidup, yang ada adalah pemahaman yang salah
terhadap ajaran agama yang dianutnya (Agung D.A.G., 2017).

Keteladanan (Uzwah)

Muslim ituMharus menjadi teladan bagi kaum yang lainnya, karena pada
dasarnya seseorang menjadi muslim melekat dalam dirinya sebagai juru dakwah yang
mengajak kepada kebaikan.Sebagai penyeru kebaikan agar berhasil dalam seruannya
dan diikuti oleh banyak orang harus didasarkan pada keteladanan. Adanya sifat uswah
sebagaimana nabi Muhammad SAW mengajak kaum jahiliyah menuju ilahiyah
dengan sikap keteladanan yaitu akhlakul karimah.MDalam hal ini, peserta didik harus
diajarkan dan ditanamkan sifat keteladanan dalam berbagai aspek kehidupan.
Sehingga dalam dirinya akan menginternalisasi sifat-sifat mulia yang akan menjadi
teladan bagi kaum yang lain. Keteladanan tersebut dapat berupa sikap muslim yang

13
menghormati tetangganya sekalipun berbeda keyakinan. Berinteraksi social dengan
menjunjung tinggi toleransi, mau menolong sesama, menghargai perbedaan dan
mampu bekerja sama dengan berbagai lapisan masyarakat tanpa membedakan agama
dan keyakinan (Winata et al., 2020).

J. Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Dalam Moderasi Islam


Salah satu ikhtiarMyang dapat dilakukakan Guru PAI dalam melaksanakan proses
pembelajaran moderasi Islam yang dipandang efektif adalah melalui penerapan model
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Dalam model
pembelajaran kontekstual moderasi Islam tidak hanya diajarkan sebatas pengetahuan yang
ditransfer oleh guru namun peserta didik diajak untuk menganalisa materi yang sudah
disampaikan dengan kehidupan nyata di lingkungannya.MPeserta didik memperoleh
pengetahuan tentang moderasi Islam dengan mengalami dan menghayati sendiri apa yang
dipelajarinya. ModelMpembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pe-
ngetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari,
dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme
(Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya
(Authentic Assessment (Yenti I.N., 2009).
Pelaksanaan model pembelajaran kontekstual dalam moderasi Islam dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa langkah yang dipandang tepat:
a. Diskusi Moderasi Islam

Peserta didik diarahkan untuk terbiasa mendiskusikan prinsip moderasi Islam


sehingga terbangun kepahaman dan kesadaran dalam dirinya untuk menerapkan hasil yang
didiskusikan dalam kehidupan nyata.Metode diskusi dilakukan agar peserta didik memiliki
kemampuan dalam mengamati, memahami dan mengungkapkan persoalan dan mencari solusi
yang tepat seputar moderasi Islam.Diskusi akan membentuk pribadi peserta didik agar
senantiasa mengedepankan dialog dalam segala aspek kehidupan.

Peserta didik dapatMberpikir secara obyektif berkenaan dengan pentingnya moderasi


Islam yang harus dipahami dan terapkan dalam kehidupan. Pendekatan ini dapat mengasah
keterampilan tanya jawab peserta didik, sehingga materi moderasi Islam dapat dipahami
berdasarkan ranah berfikir dan pengalamannya.MKeuntungan metode diskusi dapat dirasakan
peserta didik langsung terkait dengan materi yang didiskusikan, yaitu (Ermi N., 2015):

14
1) Metode diskusi melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar
2) Setiap siswa dapat menguji pengetahuan dan penguasaan bahan pelajaran masingmasing.
3) Menumbuhkan dan mengembangkan berpikir dan sikap ilmiah.
4) Dengan mengajukan dan mempertahanka pendapatnya dalam diskusi diharapkan para
siswa akan dapat memperoleh kepercayaan akan (kemampuan) diri sendiri.
5) Menunjang usaha-usaha pengembangan sikap social dan sikap demokratis para siswa.
DenganMmetode diskusi, peserta didik dapat memahami makna moderasi Islam baik
itu keadilan, toleransi, keseimbangan, keragaman & keteladanan tidak hanya sebatas konsep
dan teks materi pelajaran namun dielaborasi dengan realitas yang terjadi di lingkungannya.
Setiap peserta didik dapat menyampaikan pandangannya terkait moderasi Islam.Sehingga
materi moderasi Islam dikontruksi oleh peserta didik dan ada upaya peserta didik
berpartisipasi secara bertanggung jawab menerapkannya untuk dalam berinteraksi social.
b. Studi Kasus Terkait Moderasi Islam

SebuahMstudi kasus bertujuan untuk menguji pertanyaan dan masalah yang terjadi
yang tidak dapat dipisahkan antara fenomena dan konteks di mana fenomena tersebut terjadi.
Desain studi kasus terdiri dari lima komponen,Myaitu pertanyaan penelitian, preposisi jika,
unit analisis, logika yang menghubungkan data dengan analisis, kriteria untuk menafsirkan
temuan (U. et al., 2018). Dalam hal ini peserta didik diajak untuk mengamati dan mencermati
tentang fenomena kasus yang terjadi di masyarakat terkait kekerasan atas nama agama
misalnya. Dengan mengunakan studi kasus yang terjadi di masyarakat seperti kekeratasn atas
nama agama, peserta didik akan mendapatkan pemahaman melalui beberapa pertanyaan. Apa
benar agama itu mengajarkan kekerasan,Mmengapa orang bermusuhan karena berbeda
keyakinan, bagaimana supaya kerukunan itu dapat diwujudkan di masyarakat heterogen.
Pertanyaan tersebut akan membuka wawasan berpikir peserta didik tentang urgensi memiliki
sikap moderasi Islam.

c. Pemutaran Film Pendek Moderasi Islam

Dalam prosesMpembelajaran PAI moderasi Islam, diperlukanMadanya motivasi yang


akan mendorong peserta didik untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan materi yang
disampaikan. Pemutaran film pendek dapat menjelaskan kepada peserta didik secara langsung
terkait moderasi Islam yang sangat penting untuk melangsungkan kehidupan dalam
keragaman dan keadaban.Pemutaran film merupakan media pembelajaran yang akan
memudahkan peserta didik untuk memahami pesan materi yang disampai lewat cerita audio
visual itu. Keberagaman, keadilan, keseimbangan, toleransi dan keteladanan dapat dilakukan
melalui model pembelajaran kontekstual dengan menggunakan media film pendek. Film-film
tersebut termasuk dalam golongan film durasi standar. Film yang berdurasi antara 1-30 menit

15
termasuk dalam golongan film pendek (Rusman & Y, 2013). Film-film yang berdurasi
pendek dengan tema moderasi Islam dapat memberikan kepahaman yang mendalam kepada
peserta didik dan akan memotivasi untuk merealisasikan pesan yang ada dari film tersebut di
dalam kehidupan sehari hari ketika berinteraksi social.

Beberapa manfaat film bila dinilai dari sudut pandang pembuat film. Manfaat-
manfaat tersebut antara lain sebagai berikut (Yudhi M., 2012):

1) Film dapat digunakan untuk memengaruhi perilaku dan sikap audien secara
sungguhsungguh.
2) Dapat dijadikan sebuah alat yang ampuh sekali bila digunakan ditangan yang
mempergunakannya secara efektif untuk mendobrak pertahanan rasionalitas dan
langsung bicara ke dalam hati sanubari penonton secara meyakinkan.
3) Alat propaganda dan komunikasi politik yang tiadatara.
4) Film yang dibuat dapat memberikan efek yang kuat terhadap penonton terutama
terhadap perubahan sikapnya.
MelaluiMmedia film pendek bertemakan moderasi Islam, peserta didik dipahamkan
tentang keragaman, keadilan, toleransi, keseimbangan dan keteladanan melalui cerita yang
disampaikan di film tersebut yang harus diterapkan dalam kehidupan.Peserta didik akan
memiliki sikap yang kuat terhadap pentingnya moderasi Islam sebagai dampak positif yang
ditimbulkan dari film.
K. Implementasi Model Pembelajaran Kontekstual Dalam PAI
Penerapan CTL pada kegiatan Islamic Learning Community sudah diterapkan dengan
baik, dapat dikatakan demikian karena komponen yang ada dalam pembelajaran CTL telah
diterapkan dalam kegiatan tersebut, antara lain:
a. Bagian kesatM dan kedua Aspek kontruktifisme dan inkuiri yaitu muncul pada cara
dan kiat mendeskripsikan yang diterima dan yang ditempuh mahasiswa. Mahasiswa
mendeskripsikan pengetahuan & keterampilan mereka dengan kehidupan beragama
seharihari.
b. Bagian ketiga, AspekMbertanya yaitu muncul ketika mahasiswa bekerja kelompok,
berdiskusi, bertanya, mengajukan usul dan mengkritik dalam berdiskusi. Pertanyaan
banyak didominasi oleh mereka.MDalam kegiatan bertanya ini tujuan yang ingin
diharapkan oleh dosen adalah: mendorong mahaiswa untuk mengetahui sesuatu,
mengarahkan mereka untuk memperoleh informasi dan digunakan untuk menilai
kemampuan berfikir kritis serta melatih mereka berfiir kritis.MDalam mengelola
kelas, tutor dan dosen telah menggunakan bertanya sebagai alat. Pertanyaan tersebut
timbul antar satu sama lain baik antar mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa

16
dengan tutor atau dosen, antara tutor dengan mahasiswa dan mahasiswa dengan ahli
yang didatangkan ke dalam kegiatanMtersebut.
c. BagianMkeempat, aspekMMasyarakat belajar (learning community) secara substansi
muncul pada kerjasama secara kelompok yang terdiri dari empat mahasiswa dalam
satu kelompok dan seluruhnya terdiri dari lima kelompok yang didampingi tutor pada
masung-masing kelompok. DalamMkegiatan ini mahasiswa saling bertukar pikiran
untuk membahas materi Iman Kepada Hari Akhir.MTempat duduk sering berubah-
ubah sesuai dengan situasi pembelajaran yang memungkinkan mereka bisa menatap
kesemuaMarah.
d. Bagian kelima, Aspek pemodelan.Dalam Pembelajaran PAI, dosen dan tutor memberi
contoh dan teladan tentang cara beriman kepada hari akhir dengan memperhatikan
kejadiankejadian yang ada disekitar mereka. Selain memodelkan diri, dosen
menghadirkan orang (dosen atau ahli), benda (radio,Tv),Mtulisan, poster, majalah
atau yang lain kedalam kegiatan sebagai model.MContoh itu perlu, bukan untuk ditiru
akan tetapi sebagai acuan pencapaian kompetensi mahasiswa.
e. Bagian keenam, Aspek refleksi. Dosen dan tutor mengadakan refleksi pada akhir
program kegiatan. Pada akhir pelajaran tutor menyisakan waktu sejenak agar
mahasiswa melakukan refleksi. Perintah tutor yang menggambarkan kegiatan ini
adalah salah satunya menanyakan bagaimana pendapat kalian mengenai kegiatan hari
ini, hal-hal apa saja yang penting yang kalian dapatkan dsb. Aspek ini muncul pada
saat kelompok membuat laporan sesuai dengan tugas masing-masing kelompok
sekaligus membuat kesimpulan secara garis besar.
f. Bagian ketujuh, Aspek penilaian, setelah kegiatan refleksi, penilaian yang dilakukan
meliputi; (1) Menilai dengan berbagai cara dan sumber (2) mengukur pengetahuan
keterampilan mahasiswa (3) mempersaratkan penerapan pengetahuan atau
pengalaman (4) tugas-tugas yang kontekstual dan relevan (5) proses dan produk
keduanya dapat diukur.
Mahasiswa secara aktif terlihat dalam proses pembelajaran, dosen dan tutor
mengembangkan pemikiran bahwa anak belajar lebih bermakna dengan cara belajar
sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan bertanya, bertanya dalam kelompok-kelompok. Model sebagai contoh
pembelajaran. Refleksi diakhir pertemuan agar mahasiswa merasa bahwa hari ini
mereka belajar sesuatu dan melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai
sumber dan dengan berbagai cara.
Dari apa yang peneliti kemukakan diatas, dapat penulis diskripsikan bahwa
penerapan Islamic Learning Community berbasis CTL dalam pembelajaran PAI, pelu
dikembangkan supaya dapat diterapkan secara efektif dalam proses belajar mengajar.

17
Dosen dan tutor sebagai pelaksana dapat menerapkan pendekatan CTL dalam
pembelajaran agar dapat memberikan bentuk pengalaman belajar. Dengan demikian
siswa diharapkan dapat memiliki kecakapan untuk memecahkan masalah hidup sesuai
dengan kegiatan belajar yang mengarahkan mahasiswa untuk terlibat secara langsung
dalam konteks rumah, masyarakat dan dimanapun ia tinggal (Ashoumi & Hariono,
2020).
Materi pembelajaran PAI yang kontekstual dengan masalah pandemi Covid-
19 adalah Alquran surah Ar-Ra’d ayat 11, “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri
mereka.”, dan surat At-Taubah ayat 51: “Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Sekali-
kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang yang telah ditetapkan Allah untuk
kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepadaAllah orang-orang yang beriman dan
bertawakkal.” Dalam kaitan ini guru bisa menanyakan kepada para peserta didik
tentang keadaan apa yang mereka hadapi sekarang.
Akan muncul berbagai jawaban dari mereka dan guru menginventarisir
jawaban-jawaban tersebut, dan kemudian melemparkannya lagi kepada peserta didik
tentang keadaan yang paling genting, yang paling besar dampaknya, di antara
persoalan-persoalan yang telah dikemukakan. Sebagai orang yang beragama (Islam)
bagaimana sikap peserta didik terhadap pandemi? Setelah mereka memberi jawaban,
guru boleh menyimpulkan pendapat mereka, dengan diperkuat dari hasil
pengamatan/bacaannya mengenai sikap umat Islam dalam menghadapi pandemi
tersebut (Hayani & Ilmiah, 2020).

18
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata para peserta didik dan mendorong
peserta didik membuat relasi antara ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan
pengimplementasiannya dalam aspek kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat sosial. Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur sebuah pendidikan yang
bertujuan untuk membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka
pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam
lingkungan sosial dan budaya masyarakat.
Pertengahan atau wasathiah merupakan prinsip moderasi Islam yang paling utama
dalam melaksanakan nilai-nilai keberagaman dan keadaban. Islam merupakan agama
penyebar kedamaian, namun fenomena yang muncul akhir-akhir ini adalah sejumlah fakta
kejadian yang menunjukkan bahwa ada sebagian umat Islam yang tidak memahami nilai-nilai
moderat Islam dengan benar. Mereka tidak mengakui pluralitas, tidak menghargai
kemajemukan yang tumbuh dalam masyarakat. Munculnya berbagai kelompok ekstrimis dan
teroris yang mengklaim sebagai representasi umat adalah salah satu buktinya. Tidak sedikit
umat Islam yang berpandangan bahwa jihad identik dengan perang. Beberapa kelompok garis
keras sering kali dengan mudah mengkafirkan sesama saudaranya sesama muslim hanya
karena perbedaan mazhab, ideologi dan arah perjuangan. Melalui model pembelajaran
kontekstual peserta didik memiliki wawasan moderasi Islam, kepahaman, kesadaran dan
terdorong untuk mengaktualisasikannya di lingkungan masyarakatnya.
B. Saran
Demikianlah makalah ini penulis presentasikan, penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta mengarahkan
kepada perbaikan untuk lebih diperluas dan ditambahkan, guna menyempurnakan
dalam penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin

19
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir. (2013). Konsep Pembelajaran Kontekstual di Sekolah. Dinamika Ilmu, 13(1), 17–
37.

Abdurrohman A. (2018). Eksistensi Islam Moderat Dalam Perspektif Islam. Jurnal Rausyan
Fikr, XIV(1), 29.

Abu Nawas. (2020). Contextual Teaching and Learning ( Ctl ) Approach Through React
Strategies On Improving The Students ’ Critical Thinking In Writing Contextual Teaching And
Learning ( Ctl ) Approach Through React Strategies On Improving The Students. Journal I Dan
Science, 46–49.

Agung D.A.G. (2017). Keragaman Keberagaman (Sebuah Kodrati Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara Berdasarkan Pancasila). Jurnal Sejarah Dan Budaya, II(2), 152.

Ashoumi, H., & Hariono, T. (2020). Upaya Peningkatan Mutu PAI Dengan Pendekatan
Contextual Teaching And Learning Melalui Islamic Learning Community. Jurnal Education
And Development, VIII(3), 76–77.

Badrus Zaman. (2019). Aplikasi Pendekatan Kontekstual Pada Proses Pembelajaran Rumpun
Pendidikan Agama Islam. Profetika, Jurnal Studi Islam, 20(2), 134.

D, A., R, S. H., & Fuadi A. (2018). Implementasi Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran Alquran
Hadits di MTs. Swasta Teladan Gebang Kab. Langkat. Intiqad: Jurnal Agama Dan Pendidikan
Islam, 10(2), 283–298.

D, H., D, G., & R.L, P. (2016). Penerapan Model Contextual Teaching And Learning Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Pada Materi Gaya. Jurnal Pena Ilmiah, 1(1), 452.

Departemen Agama RI. (2012). Moderasi Islam. Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran.

Depdiknas. (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).

Ermi N. (2015). Penggunaan Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi
Perubahan Sosial Pada Siswa Kelas XII SMA Negeri 4 Pekanbaru. Jurnal Sorot, X(2), 155–168.

H., P. (2018). Sistem Pendidikan Islam Berwawasan Rahmatan Lil’alamin: Kajian Atas Gerakan
Pendidikan Fethullah Gulen Movement. Jurnal Cendekia, XVI(2), 224.

Hamruni. (2015). Konsep Dasar Dan Implementasi Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Agama

20
Islam, XII(2), 177–188.

Hasibuan, & Idris. (2014). Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning).
Jurnal Logaritma, II(1).

Hasnawati. (2020). Pendekatan Contextual Teaching Learning. Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan,
III(1), 53–62.

Hayani, R. A., & Ilmiah, W. (2020). Inovasi Pembelajaran Di Masa Pandemi Covid-19:
Kontekstualisasi Materi Pendidikan Agama Islam. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
FKIP, 3(1), 254–255.

Hilmy M. (2012). Quo Vadis Islam Moderat Indonesia. Jurnal Miqot, XXXVI(2), 263–264.

Kunandar. (2009). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. PT Raja Grafindo Persada.

Misrawi Z. (2010). Hadrastus Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan, dan Kebangsaan. PT.
Kompas Media Nusantara.

Muhaiban. (2016). Pembelajaran Kontekstual Bahasa Arab di Sekolah Menengah Umum (SMU)
dan Madrasah Aliyah (MA).

Rusman, L., & Y, U. (2013). Kamus Pintar Broadcasting. Yrama Widia.

S, A. (2016). Makna Ghuluw Dalam Islam: Benih Ekstrimisme Beragama. Jurnal Ilmiah Agama
Dan Sosial Budaya, 1(1), 70–85.

Setiyadi A.C. (2012). Pendidikan Islam Dalam Lingkaran Globalisasi. Jurnal At-Ta’dib, VII(2),
252.

Siswono, & Tatag Y.E. (2002). Penilaian Autentik Dalam Pembelajaran Komtekstual. Jurnal
Nasional Matematika Universitas Negeri Malang.

Suprijono, & Agus. (2009). Coperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Belajar.

U., P., Suryanto, & Hendriani W. (2018). Menggunakan Studi Kasus Sebagai Metode Ilmiah
Dalam Psikologi. Jurnal Buletin Psikologi, XXVI(2), 127.

Wina Sanjaya. (2006). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.


kencana.

Winata, K. A. I., Solihin, Ruswandi, U., & Mohamad Erihadiana. (2020). Moderasi Islam Dalam
Pembelajaran PAI Melalui Model Pembelajaran Kontekstual. Ciencias: Jurnal Penelitian Dan

21
Pengembangan Pendidikan, 3(2), 84–85.

Yenti I.N. (2009). Pendekatan Kontekstual (CTL) Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran
Matematika. Jurnal At-Ta’dib, XII(2), 121.

Yudhi M. (2012). Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. Gaun Persada.

22

Anda mungkin juga menyukai