JASA ASSURANCE
Jasa assurance merupakan kegiatan penilaian bukti secara objektif oleh auditor internal untuk memberikan pendapat
atau simpulan mengenai suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau permasalahan-permasalahan lainnya. Sifat
dan ruang lingkup suatu penugasan asurans ditentukan oleh auditor internal.
Menguji kewajaran laporan keuangan dari salah Menguji tingkat ekonomi, efisiensi, dan efektivitas
saji material dan kesesuainnya dengan prinsip dalam penggunaan sumber daya untuk mencapai
akuntansi berterima umum tujuan
Tidak menggunakan indikator kinerja, standar, dan Membutuhkan indikator kinerja, standar, dan target
target kinerja kinerja
Audit dilakukan untuk peristiwa keuangan masa Mempertimbangkan kinerja masa lalu, sekarang,
lalu dan akan datang
Tidak dimaksudkan untuk membantu melakukan Dimaksudkan untuk memperbaiki alokasi sumber
alokasi sumber daya secara optimal daya secara optimal.
TUJUAN: penyajian akun yang benar dan wajar TUJUAN: Ketercapaian tujuan dan harapan
FOKUS: Sistem Akuntansi dan Manajemen FOKUS: Program dan kegiatan organisasi
Hopwood, Leiner, & Young (2008) : aplikasi Penyimpangan adalah tindakan di luar ukuran (kaidah)
keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan yang berlaku
untuk memecahkan masalah-masalah keuangan melalui
cara-cara yang sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh pengadilan atau hukum.
BPK (2015) : Akuntansi/pemeriksaan forensik identik Dalam konteks ilmu hukum, penyimpangan dikenal
dengan pemeriksaan investigatif yaitu aplikasi sebagai Perbuatan Melawan Hukum, yaitu perbuatan
keterampilan/keahlian keuangan/akuntansi dan cara yang bertentangan dengan hukum pada umumnya, baik
berpikir investigatif untuk memecahkan tertulis maupun tidak tertulis (kepatutan dalam
masalah-masalah hukum masyarakat)
KECURANGAN KORUPSI
ACFE: UU TIPKOR
1. Occupational Fraud 1. Korupsi : Diatur dalam UU 31/99 jo UU
2. Tiga kelompok besar yaitu Corruption, Asset 20/2001
Missappropriation, & Financial Statement 2. Terdiri dari 30 bentuk tindakan yang
Fraud selanjutnya diklasifikasikan menjadi tujuh
3. Memiliki 8 sub skema dan 24 sub-sub skema kelompok/kategori tipikor
/bentuk fraud 3. Pasal 2 (1) Tindak pidana korupsi yaitu bahwa
4. Occupational Fraud & Abuse, ACFE setiap orang yang secara melawan hukum
Definition : The use of one’s occupation for melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
personal enrichment through the deliberate atau orang lain atau suatu korporasi yang
misuse or misapplication of the employing dapat merugikan keuangan Negara atau
organization’s resources or assets perekonomian negara, dipidana ... “.
5. Occupational Fraud, yakni fraud yang 4. Pasal 3 Setiap orang yang dengan tujuan
berhubungan dengan pekerjaan/jabatan : menguntungkan diri sendiri atau orang lain
Penggunaan kedudukan seseorang untuk atau suatu korporasi, menyalahgunakan
memperkaya diri sendiri melalui kewenangan, kesempatan atau sarana yang
penyalahgunaan yang disengaja atas ada padanya karena jabatan atau kedudukan
sumberdaya/aset organisasi” yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana ….”.
a. Aksioma Kecurangan
1. Aksioma 1: Fraud is hidden → akuntan/auditor harus dapat mengungkap
a. Pada hakikatnya fraud itu tersembunyi/disembunyikan keberadaanny/tidak nampak
dengan mudah
b. Perampok (misal bank) menggunakan ancaman, kekerasan senjata dalam mencuri.
Sementara pelaku fraud perbankan tidak saja mencuri uang bank, tetapi juga menutupi
jejak pencuriannya
c. Fraud dapat disembunyikan dengan berbagai modus. Dibutuhkan teknik pemeriksaan
yang nonkonvensional sesuai dengan kewenangan, misalnya dengan forensic computer,
forensic inteligence, big data analysis, asset tracing, dll
2. Aksioma 2: reverse proof → akuntan harus melakukan pembuktian dua sisi
a. Berhubungan dengan perolehan bukti untuk mengungkap fraud, auditor perlu memiliki
kemampuan untuk melakukan pembuktian dari 2 (dua) sisi (reverse proof)
b. Untuk membuktikan bahwa fraudtelah terjadi, pemeriksa juga harus mencoba
membuktikan bahwa fraud tidak terjadi
c. Akuntan/Auditor harus memperoleh informasi/data baik yang bersifat memberatkan
maupun yang meringankan pelaku/fraudster
d. Hal ini bermanfaat untuk mengantisipasi apabila pelaku/fraudster melakukan berbagai
penyangkalan/kebohongan saat diaudit
3. Aksioma 3: Litigation Process → penetapan oleh pengadilan
a. Penetapan adanya tindak pidana adalah mutlak kewenangan pengadilan
b. Dalam audit, tanggung jawab auditor adalah mengungkap fakta dan proses kejadian
c. Auditor tidak boleh menyatakan pendapat mengenai salah atau tidak bersalahnya
seseorang atau pihak tertentu
d. Dengan asumsi bahwa kasus akan dilimpahkan ke tingkat litigasi maka dalam melakukan
pemeriksaan seorang pemeriksa harus mempertimbangkan kemungkinan- kemungkinan
yang terjadi di persidangan.
b. Red Flags
1. Fraud mulanya akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan
keadaan lingkungan maupun perilaku sesesorang yang dinamakan dengan red flags, symptons,
atau fraud indicators (Priantara:2013).
2. Ada enam jenis red flags terkait dengan fraud (Albrecht:2016) yakni:
a. Anomali akuntansi (accounting anomalies) Contoh Dokumen sumber yang tidak biasa,
misalkan dokumennya hanya berupa fotokopi tidak ada yang asli
b. Kelemahan pengendalian intern (internal control weakness) Contoh Tidak ada/tidak
memadainya pemisahan tugas
c. Anomali prosedur analitis (analitycal anomalies) Contoh Hubungan kenaikan atau
penuruan yang tidak biasa antar akun
d. Gaya hidup yang mewah (extravagant lifestyle)
e. Perilaku yang tidak biasa (unusual behavior)
f. Pengaduan dan keluhan (tips and complaints)
c. Jenis kecurangan:
1. ACFE mengelompokkan jenis kecurangan dalam sebuah pola yang disebut dengan “The Fraud
Tree”
2. The Fraud Tree menggambarkan tiga kelompok kecurangan utama yang umumnya terjadi, yaitu:
a. Corruption (Korupsi)
b. Asset Missappropriation (Penyalahgunaan Aset)
c. Financial Statement Fraud (Kecurangan dalam Laporan Keuangan)
3. UU Tipikor mengelompokkan korupsi ke dalam 7 kelompok/jenis, yaitu:
a. Merugikan keuangan negara
b. Suap-menyuap
c. Penggelapan dalam jabatan
d. Pemerasan
e. Perbuatan curang
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan
g. Gratifikasi
d. Tujuh kategori tipkor dalam UU 31/99 JO 20/2001
1. Merugikan keuangan negara
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan
7. Grafitikasi
8. Terdapat dalam fraud tree - assets misappropriation
9. Terdapat dalam fraud tree - corruption
e. Unsur tipkor dalam UU 31/99 JO 20/2001
1. Setiap orang
2. Melawan hukum
3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain suatu korporasi
4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
f. Bentuk-bentuk kerugian negara dalam UU 31/99 JO 20/2001
1. Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/daerah (dapat berupa uang, barang) yang seharusnya
tidak dikeluarkan
2. Pengeluaran suatu sumber/kekayaan negara/daerah lebih besar dari yang seharusnya menurut
kriteria yang berlaku
3. Hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yang seharusnya diterima
4. Penerimaan sumber/kekayaan negara/daerah lebih kecil/rendah dari yang seharusnya diterima
(termasuk penerimaan barang rusak, kualitas tidak sesuai).
5. Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang seharusnya tidak ada
6. Timbulnya suatu kewajiban negara/daerah yang lebih besar dari yang seharusnya
7. Hilangnya suatu hak negara/daerah yang seharusnya dimiliki/diterima menurut aturan yang
berlaku
8. Hak negara/daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima
g. Kewajiban auditor untuk mendeteksi kecurangan
1. Statements on Auditing Standards (SAS) 99 tentang “Consideration of Fraud in a Financial
Statement Audit”, sebagai berikut:
“Auditors are to search for existence of material misstatement in financial statements whether due
to errors or fraud. Auditor must explicitly consider the potential that fraud exists in the financial
statements by discussion among the audit team of how fraud could have been committed by and
against the client and how the financial statements could have been affected”.
2. Standar Audit (SA) 240 Tanggungjawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit
atas Laporan Keuangan adalah auditor harus memperoleh keyakinan yang memadai apakah
laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, yang disebabkan
oleh kecurangan dan kesalahan. Auditor harus melakukan idenfikasi dan penilaian risiko
kesalahan penyajian material yang diakibatkan oleh kecurangan.
3. Tujuan Pemeriksaan Investigatif adalah untuk membuktikan ada tidaknya tindak pidana korupsi
dan kerugian negara
h. Peranan akuntansi dalam audit investigatif
1. Peran dalam berbagai bidang, antara lain pemeriksaan atas kecurangan (fraud examination), proses
litigasi, penghitungan kerugian, penelusuran dan penilaian aset, dan reviu bisnis.
2. Merekonstruksi suatu peristiwa atau transaksi untuk memastikan fakta mengenai “siapa, apa,
dimana, kapan, mengapa, dan kerugian yang dapat dinilai dalam bentuk uang” di sekitar
lingkungan kejadian atau transaksi yang sedang diperiksa.
3. Mengungkap ada/tidaknya tindak pidana korupsi
TELAAH SEJAWAT AUDITOR INTERNAL
Telaah Sejawat adalah kegiatan yang dilaksanakan unit pengawasan yang ditunjuk guna mendapatkan keyakinan
bahwa pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit. APIP Yang Ditelaah adalah APIP yang ditunjuk
untuk dilakukan telaah sejawat oleh APIP lain.
Untuk mengetahui kualitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah atau APIP, maka Asosiasi Auditor Intern
Pemerintah Indonesia (AAIPI) mendorong dilakukannya program penjaminan dan pengembangan mutu yang
dilakukan melalui penilaian intern dan ekstern. Penilaian intern dilakukan secara periodik setiap semester atau
tahunan, sedangkan penilaian eksternal dapat dilakukan dengan 3 cara; (1) sepenuhnya dilakukan oleh pihak
independen yang mempunyai spesialisasi untuk itu, seperti Kantor Akuntan Publik: (2) penilaian sendiri dengan
validasi oleh pihak ekstern: (3) telaah sejawat oleh APIP lainnya.
Persyaratan agar telaah sejawat dapat dilakukan secara efektif dan efisien:
1. Adanya tim internal yang memahami konsep penilaian mutu penugasan dan didedikasikan untuk
melakukan penilaian mutu internal, tim yang melakukan reviu berjenjang, dan tim yang
mempersiapkan semua informasi yang diperlukan oleh Tim Penelaah.
2. Adanya penggunaan alat bantu teknologi dalam penyusunan kertas kerja.
3. Adanya dukungan dari Pimpinan Instansi
Ruang lingkup Telaah Sejawat adalah kesesuaian dengan Standar dengan elemen-elemen kunci
Berikut ini:
1. Kesesuaian visi, misi, tugas, dan fungsi dengan yang dimaksud dalam standar,
2. Penerapan praktik audit sesuai dengan standar,
3. Komposisi pengetahuan dan ketrampilan dari auditor APIP Yang Ditelaah,
4. Kertas Kerja dan teknik audit yang digunakan auditor,
5. Harapan dari pemangku kepentingan,
6. Nilai tambah yang diberikan audit intern, dan
7. Proses tata kelola APIP.
Disamping itu, bila diminta oleh APIP Yang Ditelaah, maka ruang lingkup dapat ditambahkan dengan ketaatan
terhadap perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Ruang lingkup disepakati antara Tim Penelaah dengan
APIP Yang Ditelaah.
Penilaian dilakukan berdasarkan jawaban sesuai dengan prosentase pemenuhan atas pertanyaan. Berdasarkan
pertimbangan profesional penelaah, jawaban atas pertanyaan dilakukan penilaian prosentase pemenuhannya.
Simpulan untuk masingmasing kategori standar dihitung berdasarkan rata-rata prosentase dari tiap pertanyaan rinci.
Hasil penilaian akhir dikelompokan dalam empat simpulan. Simpulan hasil telah sejawat mengacu pada peraturan
Menpan-RB nomor 28 tahun 2012 tentang Pedoman Telaah Sejawat, dengan 4 pengelompokan berdasarkan
prosentase kesesuaiannya dengan standar, yaitu:
Pekerjaan lapangan meliputi penilaian terhadap penugasan penjaminan (Assurance) dan penugasan konsultasi yang
dilakukan APIP Yang Ditelaah. Penilaian dilakukan terhadap laporan audit, kertas kerja induk dan kertas kerja
pendukung, kebijakan dan prosedur audit, kompetensi Auditor yang merupakan gabungan antara pengetahuan dan
ketrampilan, termasuk penggunaan teknologi informasi, penilaian risiko, pemantauan pengendalian, interaksi
dengan manajemen, kinerja baik atau keberhasilan-keberhasilan yang dicapai, dan bukti adanya perbaikan yang
terus-menerus. Pekerjaan lapangan diawali dengan pertemuan awal Tim Penelaah dengan APIP Yang Ditelaah dan
setelah proses pekerjaan lapangan selesai dilaksanakan maka diakhiri dengan pertemuan akhir. Pekerjaan lapangan
dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: perencanaan pekerjaan lapangan, pelaksanaan, dan Pelaporan.
Berdasarkan informasi yang didapat dari kuesioner, maka dapat direncanakan pekerjaan yang akan dilakukan sesuai
dengan ruang lingkup yang disepakati. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan informasi yang dibutuhkan oleh Tim
Penelaah untuk memenuhi tujuan penugasan. Tim melakukan penilaian terhadap aktivitas audit internal. Tim
Penelaah perlu mendapatkan hasil penilaian yang pernah dilakukan terhadap APIP terkait kualitas, misalnya IACM
(Internal Audit Capability Model) yang pernah dilakukan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan) atau hasil Survei Kepuasan Pelanggan sebagai bahan untuk benchmarking.
Pelaksanaan Penelaahan
Penelaahan dilakukan secara sampling terhadap dokumen hasil penugasan dan pelaporannya. Berkas/dokumen yang
dievaluasi dalam penilaian praktik audit meliputi: Dokumentasi Penugasan, Survei Kepuasan Yang Ditelaah, serta
Laporan (Laporan Hasil Audit, Laporan Hasil Survei, Laporan Asistensi, Laporan Monitoring, Laporan Reviu,
Laporan Hasil Kajian). Dalam melakukan penelaahan, Tim dapat melakukan wawancara dan meminta/menerima
masukan dari pemangku kepentingan, APIP Yang Ditelaah atau pihak-pihak lain. Kemudian standar rinci
dikelompokkan dalam 4 pengelompokan standar sesuai Standar Audit AAIPI yaitu: Prinsip Dasar, Standar Umum,
Standar Pelaksanaan Audit Intern dan Standar Komunikasi, kemudian dihitung nilai ratarata tiap kelompok dan
dituangkan dalam Kerta Kerja 4. Pada akhir penilaian ditarik simpulan berdasarkan nilai rata-rata dari 4 kelompok
standar yang merupakan simpulan pemenuhan keseluruhan. Simpulan ini kemudian dikelompokkan dalam 4
skala penilaian yaitu:
a. Sangat Baik (SB) diberikan bila penelaah menyimpulkan bahwa struktur, kebijakan, dan prosedur yang ada
termasuk penerapannya, 90% sampai 100% telah sesuai dengan standar audit dan kode etik. Sangat Baik
berarti bahwa seluruh atau sebagian besar standar rinci dan elemen kode etik telah sesuai. Simpulan Sangat
Baik tidak mencakup efektivitas tidaknya suatu kegiatan. Dalam simpulan Sangat Baik tetap ada ruang
untuk perbaikan/penyempurnaan. Simpulan Sangat Baik tidak mensyaratkan bahwa kegiatan harus efektif
atau kinerja telah sempurna.
b. Baik (B) diberikan bila penelaah berkeyakinan bahwa 70% sampai 89% standar dan kode etik telah
terpenuhi, artinya usaha yang dilakukan telah cukup baik untuk memenuhi tiap standar rinci dan unsur kode
etik, standar kelompok, atau Standar keseluruhan, namun masih terdapat kekurangan yang cukup banyak
dalam pemenuhannya. Simpulan ini menggambarkan banyaknya perbaikan-perbaikan yang harus
dilakukan. Kekurangan yang ada mungkin sebagian tidak ada dalam kendali APIP Yang Ditelaah tetapi
perlu disarankan kepada manajemen yang lebih tinggi atau pimpinan tertinggi organisasi.
c. Cukup Baik (CB) diberikan bila penelaah berkeyakinan bahwa telah ada usaha yang cukup antara 50%
sampai 69% untuk memenuhi tiap standar rinci dan unsur kode etik,standar kelompok, atau Standar
keseluruhan, namun terdapat kekurangan yang cukup material dalam pemenuhannya. Simpulan ini
menggambarkan banyaknya perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan. Kekurangan yang ada mungkin
sebagian tidak ada dalam kendali APIP Yang Ditelaah tetapi perlu disarankan kepada manajemen yang
lebih tinggi atau pimpinan tertinggi organisasi.
d. Kurang Baik (KB) diberikan bila penelaah menyimpulkan bahwa APIP Yang Ditelaah belum mempunyai
kesadaran akan Standar audit dan Kode etik, atau belum melakukan usaha yang cukup baik dalam
pemenuhan Standar dan Kode Etik, atau gagal memenuhi sebagian besar atau seluruh standar rinci,
kelompok, dan standar secara keseluruhan. Kekurangan ini biasanya berdampak pada tidak efektifnya APIP
Yang Ditelaah dan tidak memberi nilai tambah pada organisasi. Situasi ini menggambarkan banyaknya
perbaikan yang diperlukan termasuk oleh manajemen diatasnya atau pimpinan organisasi.
Pelaporan: Pada tahap akhir pelaksanaan penilaian, Penelaah menyampaikan hasil penilaian kepada pimpinan APIP
Yang Ditelaah berupa Draft Laporan Telaah Sejawat. Pada Bagian I dan Bagian II draft laporan, APIP Yang Ditelaah
diberi kesempatan untuk menanggapi dan melakukan pembahasan dengan Penelaah. Draft Laporan cukup
ditandatangani oleh Ketua dan Anggota Tim Penelaah. APIP Yang Ditelaah menanggapi hasil pengamatan dan saran
perbaikan yang disampaikan. Setelah menerima tanggapan dari APIP Yang Ditelaah, Tim Penelaah menyelesaikan
Laporan Hasil Telaah Sejawat. Laporan ini ditandatangani oleh Penanggungjawab Tim Telaah Sejawat yaitu
pimpinan tertinggi APIP Penelaah. Laporan hasil telaah sejawat disampaikan kepada APIP Yang Ditelaah dan
Komite Telaah Sejawat.
Tindak lanjut: APIP Yang Ditelaah mengirimkan tindak lanjut sesuai dengan saran penelaah kepada APIP penelaah
dan AAIPI.
6. Audit atas area proses manajemen risiko mencakup 7 (tujuh) tahapan yaitu:
a. tahap komunikasi dan konsultasi
- Audit atas tahap komunikasi dan konsultasi bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan
komunikasi dan konsultasi yang diperlukan dalam penerapan manajemen risiko telah
dilakukan dengan cukup dan memadai oleh organisasi pihak yang diaudit.
- Auditor perlu memeriksa bahwa kegiatan komunikasi dan konsultasi dengan seluruh
pemangku kepentingan yang terkait, baik internal maupun eksternal telah dilakukan
b. tahap penetapan konteks;
Audit atas tahap penetapan konteks bertujuan untuk memastikan bahwa konteks dalam rangka
penerapan manajemen risiko telah ditetapkan dengan memadai. Auditor harus memastikan bahwa
organisasi pihak yang diaudit telah memiliki konteks penerapan manajemen risiko yangjelas dan
spesifik. Pada audit atas tahap penetapan konteks, auditor perlu meneliti tujuan organisasi, proses
bisnis terkait, struktur manajemen risiko, pemangku kepentingan yang terkait, kriteria risiko,
selera risiko, dan lingkup penerapan manajemen risiko
c. tahap identifikasi risiko;
Audit atas tahap identifikasi risiko bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh risiko organisasi
telah diidentifikasi dengan memadai dan dirumuskan dengan tepat. Pada audit atas tahap
identifikasi risiko, auditor harus memastikan bahwa organisasi pihak yang diaudit telah
mengidentifikasi seluruh potensi masalah yang relevan dan terkait dengan proses bisnis yang
dijalankan oleh organisasi tersebut.
d. tahap analisis risiko;
Audit atas tahap analisis memastikan bahwa level diestimasikan dengan andal. risiko bertujuan
untuk risiko organlsasl telah Auditor harus menguji keabsahan penentuan level risiko yang sudah
dilakukan oleh organisasi pihak yang diaudit. Pada audit atas tahap analisis risiko, proses dan
teknik penentuan level risiko perlu diperhatikan untuk menilai akurasi level risiko organisasi.
e. tahap evaluasi risiko;
Audit atas tahap evaluasi risiko bertujuan untuk memastikan bahwa organisasi telah memiliki
prioritas risiko berikut dengan keputusan penanganan risiko. Pada audit atas tahap evaluasi risiko,
auditor harus memastikan bahwa organisasi pihak yang diaudit telah menilai signifikansi dari
setiap risiko organisasi dengan tepat. Auditor juga perlu menilai ketepatan keputusan mengenai
pilihan untuk memitigasi atau tidak memitigasi suatu risiko.
f. tahap penanganan risiko; dan
Audit atas tahap penanganan risiko bertujuan untuk memastikan bahwa aktivitas penanganan
risiko yang memadai telah dirancang dan dijalankan oleh organisasi pihak yang diaudit guna
mengurangl tingkat kebahayaan risiko organisasi. Pada audit atas tahap penanganan risiko, auditor
harus memastikan bahwa rancangan aktivitas mitigasi telah disusun dengan baik sesuai dengan
pilihan teknik mitigasi yang digunakan oleh organisasi pihak yang diaudit. Auditor juga harus
menguji ketepatan rencana kegiatan mitigasi risiko yang telah disusun dihubungkan dengan risiko
organisasi. Implementasi rencana mitigasi risiko menjadi fokus auditor untuk pelaksanaannya juga
harus dipastikan
Laporan hasil pengawasan (LHP) merupakan media formal yang digunakan oleh auditor dalam mengomunikasikan
hasil pengawasan (simpulan dan rekomendasi) kepada pihak yang berkepentingan
j. PROSES: LHP → klien: menerima LHP → Klien: melakukan tindak lanjut → (dokumen tindak lanjut),
auditor: menilai tindak lanjut
k. PENILAIAN TINDAK LANJUT: Auditor harus menggunakan pertimbangan profesional (Professional
Judgment) dalam melakukan penilaian tindak lanjut
1. Mengevaluasi kecukupan, efektivitas, dan ketepatan waktu atas tindak lanjut yang dilakukan oleh
klien pengawasan
2. Memastikan apakah tindak lanjut yang dilakukan oleh klien pengawasan dapat memperbaiki
kondisi
3. Menentukan apakah klien telah memperhitungkan risiko jika tidak mengambil tindakan korektif
l. KLASIFIKASI TINDAK LANJUT
1. APIP diharuskan untuk menggunakan sistem klasifikasi yang terstandar untuk memantau dan
melaporkan status tindak lanjut
2. Sistem yang terstandar juga akan membantu mengkonsolidasikan semua status tindak lanjut Klien
pengawasan, terutama jika informasi mengenai status tindak lanjut tersebut dibutuhkan oleh
pimpinan
a. Tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi
b. Tindak lanjut telah sesuai dengan rekomendasi
c. Rekomendasi belum ditindaklanjuti
d. Rekomendasi tidak bisa ditindaklanjuti
m. DATABASE TINDAK LANJUT
1. Untuk keperluan pemantauan tindak lanjut, auditor diharuskan untuk mendokumentasikan dan
memutakhirkan fakta sesuai dengan informasi tentang tindak lanjut yang telah dilaksanakan oleh
klien pengawasan
2. Auditor juga dapat membuat sistem manajemen pengawasan yang dapat memudahkan serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemantauan tindak lanjut
n. REKOMENDASI TIDAK DILAKSANAKAN
Jika sebagian atau seluruh rekomendasi tidak dapat dilaksanakan, klien pengawasan harus memberikan
alasan yang sah, meliputi:
1. Force Majeur
2. Subjek atau objek rekomendasi dalam proses peradilan
3. Rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti secara efektif, efisien, dan ekonomis, antara lain karena:
a. Perubahan struktur organisasi;
b. Perubahan ketentuan peraturan perundangundangan
c. Pihak yang bertanggung jawab telah purnabakti
d. Penyebab lain yang sah menurut peraturan perundang-undangan
KONDISI 1, Klien Pengawasan tidak dapat melaksanakan tindak lanjut karena alasan yang sah?
- Auditor harus mempertimbangkan risiko bagi organisasi apabila terdapat rekomendasi yang tidak
dilaksanakan