Anda di halaman 1dari 13

KUP: Kewajiban Pendaftaran dan Pelaporan

Dosen Pengampu :
Husnunnida Maharani, S.E., M.S.A.

Disusun Oleh :
Kelompok 5

Anastasya Fitriyana (1022110002)


Devina Yunita Sari (1022110005)
Susi Dea Ariana (1022110703)
Syahrifatil Mubarokah (1022110017)
Wike Meilinda Maharani (1022110018)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS INTERNASIONAL SEMEN INDONESIA

2023
Kewajiban NPWP/NPPKP

Kewajiban NPWP adalah kewajiban hukum bagi warga negara Indonesia


atau badan usaha yang memiliki penghasilan atau melakukan kegiatan ekonomi
tertentu untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP adalah nomor
yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak yang terdaftar
di Indonesia. Setiap Wajib Pajak yang memiliki penghasilan di atas batas tertentu
wajib mendaftarkan diri dan memiliki NPWP. Dalam hal ini, Wajib Pajak termasuk
individu yang memiliki pekerjaan atau usaha, serta badan usaha seperti perusahaan,
koperasi, dan lembaga sosial. Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak dapat
memenuhi kewajiban perpajakan, seperti membayar pajak, menyampaikan SPT
(Surat Pemberitahuan) pajak, dan melakukan transaksi perbankan.

Kewajiban NPWP penting untuk memastikan bahwa setiap Wajib Pajak


memberikan kontribusi yang adil dan proporsional terhadap pembangunan negara
melalui pembayaran pajak.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya. NPWP diberikan kepada Wajib Pajak yang telah memenuhi
persyaralan subjektif dan objektif sebagaimana telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan. NPWP tidak berubah meskipun Wajib Pajak
pindah tempat tinggal/tempat kedudukan atau mengalami pemindahan tempat
terdaftar.
Pengelompokan Wajib Pajak

Kelompok Kategori Keterangan


Orang Pribadi (Induk) Wajib Pajak belum menikah, dan suami sebagai kepala keluarga
Wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah
Hidup Berpisah (HB)
karena hidup berpisah berdasarkan putusan hakim
Suami-istri yang dikenai pajak secara terpisah
Pisah Harta (PH) karena menghendaki secara tertulis berdasarkan
Wajib Pajak orang pribadi perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis
Wanita kawin, selain kategori Hidup Berpisah dan Pisah Harta,
Memilih Terpisah (MT) yang dikenai pajak secara terpisah karena memilih melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya
Sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti,
Warisan Belum Terbagi (WBT)
menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris
Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
Badan
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
Bentuk kerja sama operasi yang melakukan penyerahan Barang
Joint Operation
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak atas nama bentuk kerja sama operasi
Wajib Pajak perwakilan dagang asing atau kantor perwakilan perusahaan asing
Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (representative office/liaison office ) di Indonesia yang bukan Bentuk Usaha
Wajib Pajak badan Tetap (BUT)
Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,dan
Bendahara
pembayaran lain dan diwajibkan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak
Pihak selain empat Wajib Pajak badan sebelumnya yang melakukan
Penyelenggara Kegiatan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pelaksanaan kegiatan

Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Bagian dari Direktorat Jenderal Pajak di bawah Kementerian Keuangan


Republik Indonesia. KPP memiliki tugas untuk memberikan pelayanan administrasi
perpajakan kepada wajib pajak, baik individu maupun badan usaha. Pelayanan yang
diberikan oleh KPP antara lain menerima pengajuan Surat Pemberitahuan (SPT)
pajak, memberikan Surat Setoran Pajak (SSP), dan memberikan informasi
mengenai peraturan perpajakan.

Jenis-jenis KPP di Indonesia

1. KPP Wajib Pajak Besar


KPP Wajib Pajak Besar adalah KPP yang menangani wajib pajak besar
dan hanya mengadministrasikan jenis pajak PPh dan PPN. KPP Wajib Pajak
Besar terbagi menjadi 4 dan masing-masing mengurusi administrasi yang
berbeda-beda.
Berikut ini penjelasannya :
a. KPP Wajib Pajak Besar 1 berfungsi mengadministrasikan wajib pajak
besar dari sektor pertambangan dan jasa penunjang pertambangan,
perbankan dan jasa keuangan.
b. KPP Wajib Pajak Besar 2 berfungsi mengadministrasikan wajib pajak
besar dari sektor industri, perdagangan dan jasa.
c. KPP Wajib Pajak Besar 3 berfungsi mengadministrasikan wajib pajak
yang merupakan perusahaan negara/BUMN sektor industri dan
perdagangan.
d. KPP Wajib Pajak Besar 4 berfungsi mengadministrasikan wajib pajak
dari perusahaan negara/BUMN sektor jasa dan wajib pajak besar orang
pribadi.
Contoh wajib pajak besar orang pribadi: Erick Thohir, Chairul
Tanjung, dsb.
Contoh wajib pajak yang masuk dalam kategori KPP 1 hingga KPP 3 :
- PT. Astra Daihatsu Motor
- PT Bank BRI (Persero) Tbk
- PT. Pertamina (Persero)
- PT. PLN (Persero)
- PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk

2. KPP Khusus
KPP Khusus meliputi KPP BUMN, Perusahaan Penanaman Modal
Asing (PMA), WP Badan dan Orang Asing serta perusahaan yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perbedaan yang paling kentara antara KPP Wajib Besar Pajak, KPP
Pratama dan KPP Madya adalah adanya seksi ekstensifikasi pada KPP
Pratama. Seksi ekstensifikasi merupakan bagian yang berkaitan dengan
penambahan jumlah wajib pajak dan perluasan Objek Pajak dalam administrasi
Ditjen Pajak. Kegiatan ekstensifikasi ini dilakukan oleh KPP Pratama melalui
seksi ekstensifikasi perpajakan.
3. KPP Madya
KPP Madya mengurusi wajib pajak badan/perusahaan yang memiliki
penghasilan cukup besar di wilayah kabupaten/kota. Berikut ini KPP Madya
yang tersebar di seluruh Indonesia:
- KPP Madya Jakarta Pusat
- KPP Madya Semarang
- KPP Madya Surabaya
- KPP Sidoarjo
- KPP Malang

4. KPP Pratama
KPP terbanyak dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. KPP Pratama
juga menangani wajib pajak terbanyak. KPP Pratama memiliki fungsi utama
melaksanakan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan wajib pajak di bidang
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Tidak Langsung lainnya dalam wilayah
wewenangnya seusai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
206.2/PMK.01/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 167/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Pajak, berikut ini struktur KPP Pratama :
- Sub Bagian Umum dan Kepatuhan Internal
Bertugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah
tangga, pengelolaan kinerja pegawai, pemantauan pengadilan intern,
pemantauan pengelolaan risiko, pemantuan kepatuhan terhadap kode etik
dan disiplin, tindak lanjut hasil pengawasan, dan penyusunan rekomendasi
perbaikan proses bisnis.
- Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Bertugas melakukan pengumpulan, pencairan, pengolahan data,
pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan,
perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerima perpajakan,
pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis
komputer, pemantauan aplikasi eSPT dan eFiling, pelaksanaan Sistem
Informasi dan Managemen Objek Pajak (SISMIOP) dan Sistem Informasi
Geografis (SIG) dan pengelolaan kinerja organisasi.
- Seksi Pelayanan
Tugas utamanya melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum
perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas-berkas perpajakan,
penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT), pelaksanaan
pendaftaran wajib pajak dan penerimaan surat-surat perpajakan lainnya.
- Seksi Penagihan
Tugasnya melaksanakan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan
dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan
piutang pajak dan menyimpan dokumen-dokumen penagihan.
- Seksi Pemeriksaan
Tugasnya melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan
pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak
dan administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
- Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan
Bertugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan
subjek pajak, pembentukan basis data nilai objek pajak dalam menunjang
ekstensifikasi, bimbingan dan pengawasan wajib pajak baru, dan melakukan
menyuluhan tentang perpajakan.
- Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Tugasnya melakukan proses penyelesaian permohonan wajib pajak,
bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada wajib pajak dan usulan
pengurangan PBB.
- Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, III, IV
Masing-masing seksi ini memiliki tugas melakukan pengawasan kepatuhan
kewajiban perpajakan wajib pajak, penyusunan profil wajib pajak, analisis
kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam melakukan
intensifikasi dan imbauan kepada wajib pajak.

Struktur Organisasi Pajak

Dalam struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bisa dibedakan


ke dalam dua golongan, yakni kantor pusat dan kantor operasional. Kantor pusat
berfungsi untuk merumuskan kebijakan dan standardisasi teknis, analisis, dan
pengembangan, serta pembinaan dan dukungan administrasi. Sedangkan kantor
operasional berfungsi untuk melakukan teknis operasional dan teknis penunjang.
1. Kantor Pusat Ditjen Pajak terdiri atas:
● Sekretariat Direktorat Jenderal
● Unit direktorat
● Jabatan tenaga pengkaji
2. Kantor operasional di lingkungan Ditjen Pajak terdiri atas:
● Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil Ditjen Pajak)
● Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
● Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP);
serta Unit Pelaksana Teknis (UPT).
● UPT terdiri dari Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
(PPDDP), Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
(KPDDP), dan Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan (KLIP).

Pembayaran Pajak

SSP merupakan suatu bukti pembayaran/penyetoran pajak yang telah


dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke
kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Pengertian lain juga menyebutkan bahwa SSP merupakan suatu surat yang
digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak
yang terutang ke kas negara.

SSP berperan sangat penting dalam pembayaran atau penyetoran pajak.


Oleh karena itu, SSP berfungsi sebagai sebuah bukti pembayaran pajak apabila
telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang, atau
apabila telah mendapatkan validasi dari pihak lain yang berwenang.

Batas Waktu Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak :

1. Untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Orang


Pribadi (OP)

a. Batas waktu penyampaian SPT-nya adalah paling lama 3 bulan setelah


akhir Tahun Pajak

● Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali


bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama
dengan tahun kalender.
● Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan
adalah WP OP yang dalam satu tahun Pajak menerima atau
memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP)
b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT
Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.

2. Untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

a. Batas waktu penyampaian SPT-nya adalah paling lama 4 bulan setelah


akhir Tahun Pajak

● Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali


bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender.

b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan


PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.

3. Untuk SPT Masa

a. Batas waktu penyampaian SPT nya adalah paling lama 20 hari setelah
akhir Tahun Pajak.

b. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan


penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-
masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak.

c. Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan pajak


untuk SPT Masa, yaitu :

• Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan hari


libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran
pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
• Jika tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur
termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
• Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk
penyelenggaraan Pemilihan umum yang ditetapkan oleh Pemerintah
dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
d. Ketentuan terkait SPT Masa PPh Pasal 25 :

1. Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal


25 adalah :
● WP OP yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan
pekerjan bebas.
● WP OP yang dalam satu tahun Pajak menerima atau
memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP (kepada
WP ini juga dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT
Tahunan)
2. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 melalui
bank persepsi atau kantor pos persepsi dengan sistem pembayaran
secara online dan Surat Setoran Pajak (SSP)-nya telah mendapat
validasi dengan Nomor Transaksi Pembayaran Negara (NTPN),
maka SPT Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke KPP
sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.

Pelaporan Pajak

Pelaporan pajak adalah proses dimana seseorang atau perusahaan


melaporkan pendapatan, pengeluaran, dan pembayaran pajak mereka kepada
otoritas pajak yang berwenang. Hal ini penting untuk memastikan bahwa seseorang
atau perusahaan membayar pajak yang sesuai dengan undang-undang dan peraturan
yang berlaku.

Pelaporan pajak dapat dilakukan secara elektronik atau manual. Di beberapa


negara, pelaporan pajak elektronik menjadi pilihan utama dan diwajibkan oleh
pemerintah. Pelaporan pajak elektronik dilakukan melalui sistem yang disediakan
oleh otoritas pajak, dimana seseorang atau perusahaan harus mengisi formulir
elektronik dengan informasi yang diperlukan dan mengirimkannya secara online.

Beberapa jenis pajak yang biasa dilaporkan oleh individu atau perusahaan
termasuk pajak penghasilan, pajak nilai tambah, dan pajak penghasilan badan. Jika
ada ketidaksesuaian antara jumlah pajak yang dilaporkan dan jumlah yang
sebenarnya, maka otoritas pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menuntut
pengenaan denda atau sanksi lainnya. Oleh karena itu, penting bagi seseorang atau
perusahaan untuk melakukan pelaporan pajak dengan teliti dan akurat.

Wajib pajak orang pribadi memiliki kewajiban untuk melakukan pelaporan


SPT Tahunan pribadi. Pelaporan ini dilakukan selambat-lambatnya sebelum
tanggal 31 Maret tahun pajak berikutnya. Jika terlambat, wajib pajak dapat dikenai
sanksi denda sebesar Rp100.000.

Cara Pelaporan Pajak Online dan Offline

Untuk lapor pajak online, berikut adalah langkah-langkahnya:

1. Siapkan dokumen-dokumen yang diperlukan, seperti Surat Pemberitahuan (SPT)


Tahunan, bukti-bukti transaksi keuangan, dan sertifikat pajak.

2. Login ke portal e-Filing di situs web Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan
menggunakan NPWP dan password yang telah didaftarkan sebelumnya.

3. Pilih menu "Isi SPT" dan pilih jenis SPT yang ingin diisi. Isi formulir SPT dengan
data yang lengkap dan benar.

4. Setelah selesai mengisi SPT, klik tombol "Simpan" atau "Kirim". Jika klik
tombol "Simpan", data SPT akan disimpan sebagai draft. Jika klik tombol "Kirim",
SPT akan langsung terkirim ke DJP.
5. Jika sudah berhasil, wajib pajak pribadi akan menerima bukti pelaporan
elektronik melalui email yang terdaftar pada akun perpajakannya.

Untuk lapor pajak secara offline, berikut adalah langkah-langkahnya:

1. Siapkan dokumen-dokumen yang diperlukan seperti Surat Pemberitahuan (SPT)


Tahunan, bukti-bukti transaksi keuangan, dan sertifikat pajak.

2. Datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat dengan membawa dokumen-


dokumen tersebut.

3. Ambil formulir SPT di kantor pajak dan isi formulir tersebut dengan data yang
lengkap dan benar.

4. Setelah selesai mengisi formulir SPT, serahkan formulir dan dokumen-dokumen


yang diperlukan ke petugas pajak.

5. Petugas pajak akan memeriksa dan memproses SPT yang telah diajukan.

6. Wajib pajak mendapatkan bukti terima pelaporan SPT tahunan

Pembukuaan dan Pencatatan pajak

1. Definisi Pembukuan dan Pencatatan Menurut Badan Hukum


Pembukuan ( pasal 1 angka 29 UU KUP ) : Suatu proses yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpukan data dan informasi keuagan yang
meliputi Haerta, kewajiban,modal,penghasilan dan Biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keungan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk
periode tahun pajak tersebut.
Pencatatan ( pasal 28 angka 9 UU KUP ) : Pencatatan terdiri dari atas data
yang dikumpulkan secara tertentu tentang peredaran atau penerimaan bruto
dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak
yang terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang
dikenai pajak yang bersifat final.
2. Persamaan Pembukuan dan Pencatatan
- Pencatatan dan Pembukuan merupakan kegiatan akuntansi perpajakan
yang berfungsi sebagai pedoman untuk mempermudah wajib pajak dalam
menunaikan kewajiban perpajakan.
- Pencatatan dan Pembukuan merupakan kegiatan akuntansi pajak yang
harus dilakukan oleh wajib pajak untuk menghitung pajak terutang.
- Pencatatan dan Pembukuan juga dilaksanakan dalam upaya mengetahui
posisi keuangan dari hasil kegiatan usaha.
3. Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan

No Perbedaan Pembukuan Pencatatan


*Merupakan Wajib Pajak badan *Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
*Merupakan Wajib Pajak orang pribadi suatu kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan
yang melakukan kegiatan usaha ataupun peredaran bruto (omzet) kurang dari Rp 4,8 miliar dalam
pekerjaan kecuali Wajib Pajak orang pribadi satu tahun, dapat menggunakan Norma Penghitungan
yang memiliki penghasilan bruto (omzet) Penghasilan Neto (NPPN) dalam menghitung penghasilan
1 Wajib Pajak
kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun neto, dengan syarat harus memberitahukan
ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam jangka waktu
3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
*Merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
* Untuk pembukuan, diselenggarakan dengan *Dalam pencatatan, harus menggambarkan adanya
menggunakan prinsip taat asas dan dengan peredaran atau penerimaan bruto dan jumlah penghasilan
stelsel akrual atau stelsel kas. bruto yang diterima atau diperoleh.
* Pembukuan dilakukan dengan terdiri atas *Harus menggambarkan adanya penghasilan yang bukan objek
catatan mengenai harta, kewajiban, modal, pajak dan penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan *Bagi Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha
2 Syarat
pembelian sehingga pajak yang terutang atau tempat usaha, maka pencatatan harus menggambarkan
nantinya dapat dihitung. secara jelas untuk masing-masing jenis usaha atau tempat
usaha yang bersangkutan.
*Selain menyelenggarakan pencatatan, Wajib Pajak orang
pribadi juga harus menyelenggarakan pencatatan atas
harta dan kewajiban.
Pembukuan dilakukan di Indonesia dengan Sedangkan pencatatan menggunakan Bahasa Indonesia dan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, mata uang rupiah.
3 Bahasa satuan mata uang Rupiah yang disusun dalam
Bahasa Indonesia ataupun dalam bahasa asing
sesuai dengan perizinan dari Menteri Keuangan.

Anda mungkin juga menyukai