Anda di halaman 1dari 9

Tafsir Tahlili

Ilmu-ilmu Al-Qur’an :
1. TAFSIR : AL-BAYAN
1. Ilmu Qiro’atul Qur’an (penjelasan,perincian, pendetailan,penjabaran,
2. Ilmu Rasm dan Kodifikasi Al-Qur’an elaborasi, diskripsi dsb)
3. Ilmu Memahami Al-Qur’an:
4. Terjemah Al-Qur’an 2. TAFSIR : BIQADRI THAQATIL
5. Tadabbur Al-Qur’an (Surat Yunus: 98) BASYAR :
6. Tafsir Al-Qur’an Cakupan Tafsir :
⚫ 1. Penjelasan makna (taudihul ma’ani)
Study Tafsir : ⚫ 2. Penggalian hikmah (istikhrajul hikam)
⚫ 3. Pengambilan kesimpulan hukum
(istimbath ahkam)
1. STUDI TENTANG METODOLOGI
TAFSIR
Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam Az-
- Bagaimana menafsirkan secara prinsip
Zarkasyi,
Tafsir ialah ilmu untuk memahami kitab
2. STUDI TENTANG KAEDAH TAFSIR
Allah subhaanahu wa ta’ala yang diturunkan
- Aspek-aspek keterkaitan memahami Bahasa
kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
Al-Qur’an
wasallam, menjelaskan makna-maknanya,
3. STUDI TENTANG SYARAT & ETIKA menyimpulkan hikmah dan hukum-
PENAFSIR hukumnya.
- Syarat keilmuan
- Syarat Keagamaan/akhlak Urgensi Tafsir :

1. An Nahl ayat 44
2. Ash Shad ayat 29
Definisi Cakupan Tafsir :
3. At Taubah ayat 124

Tafsir termasuk disiplin ilmu syar’i yang paling mulia dan luas cakupannya. Paling mulia,
karena kemulian sebuah ilmu itu berkaitan dengan materi yang dibahas, yaitu Kalam Allah.
Dikatakan paling luas cakupannya, karena seorang ahli tafsir membahas berbagai macam
disiplin ilmu, dia terkadang membahas akidah, fikih, dan akhlak. Di samping itu, tidak mungkin
seseorang dapat memetik pelajaran dari ayat-ayat Al-Qur’an, kecuali dengan mengetahui
makna-maknanya.

Ulama sepakat bahwa tafsir termasuk fardhu kifayah dan merupakan salah satu dari
tiga ilmu syariat yang paling utama selain hadits dan fikih. Keutamaan ilmu tafsir bukan
hanya karena ilmu ini membahas pokokpokok ajaran agama yang sangat dibutuhkan, akan tetapi
mempelajari ilmu ini mengandung tujuan mulia, karena pokok kajiannya adalah Kalamullah.

1
Pohon Study Tafsir : Bentuk ringkas dari Tahlili: tdk semua
pembahasan dibahas
⚫ METODE TAFSIR (MANHAJ TAFSIR)
3. TAFSIR MAUDU’I
⚫ PENDEKATAN TAFSIR (USLUB
Terikat dengan tema, tdk berurutan berbeda
TAFSIR)
dgn tahlili
⚫ CORAK/ALIRAN TAFSIR (LAUN
4. TAFSIR MUQARIN
TAFSIR)
Melakukan perbandingan dgn pendapat2

Metode Tafsir : ulama/penafsir

1. METODE BIL MA’TSUR Corak/Genre/Aliran Tafsir :


- QUR’AN DGN QUR’AN
1. TAFSIR LUGHAWI (Analisa kebahasaan)
- QUR’AN DGN HADITS
2. TAFSIR AHKAM/HUKMI (Objek
- QUR’AN DGN PENDAPAT SAHABAT,
pembahasan hukum)
TABI’IN
3. TAFSIR ILMI (Analisa Ilmiyah)
2. METODE BIR RA’YI (Menukil
4. TAFSIR ISYARI (Isyarat shufiah)
pandangan ulama tafsir) :
5. TAFSIR IJTIMA’I (Analisa sosial
- BIR RA’YIL MAQBUL (DITERIMA)
kemasyarakatan)
- BIR RA’YIL MARDUD (DITOLAK)
6. TAFSIR IQTISHADI (Objek pembahasan

Uslub Tafsir : ekonomi)


7. TAFSIR TARBAWI (Objek pembahasan
1. TAFSIR TAHLILI (MAUDI’I)
pendidikan)
Dari awal hingga akhir Al-Qur’an secara
8. TAFSIR DA'AWI (Ayat-ayat Dakwah)
berurutan, dan pembahasan yang lengkap dan
9. TAFSIR SIYASI (Ayat-ayat tentang
rinci
pemerintahan/politik)
2. TAFSIR IJMALI

Pembagian Ayat Al-Qur’an :


Sahabat Ibnu ‘Abbas ra membagi ayat Al-Qur’an kepada empat kategori (Prinsip dasar Tafsir):

Pertama, yang dapat dimengerti secara umum oleh orang-orang Arab berdasarkan pengetahuan
bahasa mereka.

Kedua, yang tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak mengetahuinya;

Ketiga, yang tidak diketahui kecuali oleh ulama

2
Keempat, yang tidak dapat diketahui melainkan oleh Allah Subhanau wa Ta’ala

A. Terkait konten atau materi Al-Qur’an

1. Ada ayat-ayat yang memang tidak mungkin dijangkau pengertiannya oleh seseorang, seperti :
ya sin, alif lam mim, dan sebagainya.
2. Ada ayat-ayat yang hanya diketahui secara umum artinya, atau sesuai dengan bentuk luar
redaksinya, tetapi tidak dapat didalami maksudnya, seperti masalah-masalah metafisika,
perincian ibadah an-sich , dan sebagainya, yang tidak termasuk dalam wilayah pemikiran atau
jangkauan akal manusia.

B. Terkait syarat-syarat Tafsir

1. Pengetahuan tentang bahasa Arab dalam berbagai bidangnya;


2. Pengetahuan tentang Ulumul Qur’an, Ulumul Hadits, Ushul Fiqh, Sirah, dan ilmu-ilmu dasar
agama
3. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip Syari’at
4. Pengetahuan tentang disiplin ilmu yang menjadi materi bahasan ayat.

C. Faktor-faktor yang mengakibatkan kekeliruan dalam penafsiran antara lain adalah :

a. Subjektivitas mufasir;
b. Kekeliruan dalam menerapkan metode atau kaidah;
c. Kedangkalan dalam ilmu-ilmu alat;
d. Kedangkalan pengetahuan tentang materi uraian (pembicaraan) ayat;
e. Tidak memperhatikan konteks, baik asbab al-nuzul, hubungan atar ayat, maupun kondisi
sosial masyarakat

Sejarah Tafsir Al-Qur’an :


Terdapat empat periode sejarah dan perkembangan ilmu Tafsir Al-Qur’an:

1. Masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


- Lisan, hanya beberapa ayat yg musykil bagi sahabat
2. Masa Sahabat
- Lisan, merujuk kepada Al-Qur’an dan hadits Rasulullah, madrasah-madrasah tafsir para
sahabat
3. Masa Tabi’in
- Lisan, mengembangan madrasah tafsir, merujuk AlQur’an, Sunnah, pendapat sahabat, dan
ijtihad
4. Masa Kodifikasi Ilmu-ilmu syariat

⚫ Kodifikasi Ilmu-ilmu Syariat dimulai di awal abad ke 2 Hijriyah

3
⚫ Tafsir menjadi bagian dari bab/pembahasan kitab-kitab hadits
⚫ Karya para ulama yg membahas aspek khusus dari Al Qur’an, seperti I’jazul Qur’an,
Amstalul Qur’an, Al Aqsaam fil Qur’an, Nasikh Mansukh, dsb
⚫ Kitab Tafsir pertama yg sampai ke tangan kita adalah Tafsir Ibnu Jarir Thabari (Jami’ul bayan
fi ta’wil Qur’an)

Kaedah Praktis Tafsir :

⚫ Tafsir merupakan ikhtiar manusia memahami Al-Qur’an dengan baik dan benar
⚫ Referensi utama adalah Al-Qur’an itu sendiri: ayat menjelaskan atau merincikan makna ayat
yg lain, dsb
⚫ Rujukan kedua adalah penjelasan Rasulullah saw sebagai penafsir awal Al-Qur’an
⚫ Kemudian pandangan para sahabat sebagai pelaku peristiwa, dan kebersamaan dengan
Rasulullah dalam semua sejarah Al-Qur’an
⚫ Kemudian berijtihad berdasarkan ilmu-ilmu yang mendukung dan menguatkan

Kelebihan Tafsir Tahlili :

1) Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat, karena susunan tertib ayat atau
surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat dalam mushaf.

2) Mudah mengetahui munasabah (korelasi) antara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat
lainnya.

3) Memungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua ayat, meskipun inti
penafsiran ayat yang satu merupakan pengulangan dari ayat yang lain, jika ayat-ayat yang
ditafsirkan sama atau hampir sama.

4) Mengandung banyak aspek pengetahuan, meliputi hukum, sejarah, sains, dan lain lain.

Tafsir Ibnu Jarir Ath Thobari

Nama aslinya adalah Abu Ja’far, Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib
al-Thabary dikenal dengan Ibnu Jarir al-Thabary. Seorang ulama’ besar yang memiliki
banyak karya yang masyhur, diantaranya tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an.

Beliau dilahirkan di kota Amul, Tabaristan, Iran pada tahun 224 H atau 839 M dan
mulai melakukan perjalanan menuntut ilmu ke luar daerahnya pada umur 12 th. Belajar di
berbagai daerah di luar Iran namun pada akhirnya menetap di Baghdad hingga wafatnya pada
tahun 310 H.

4
Beliau salah satu ulama’ yang paling masyhur pada zamannya. Pendapat-pendapatnya
menjadi rujukan, beliau juga seorang hafizh Qur’an bahkan sangat faham dengan makna-makna
yang dikandungnya. Sunnah nabi beliau kuasai, baik yang shahih maupun tidak. Dan yang
menjadi kelebihannya, beliau paham betul dengan pendapat-pendapat sahabat, tabi’in dan
generasi selanjutnya.

Menurut Abu al-Abbas “Muhammad Ibnu Jarir itu adalah seorang yang faqih”. Selain kitab
tafsir Jami’ al Bayan, beberapa karya beliau yang tak kalah masyhurnya ialah: Tarikh al-Umam
wa al-Muluk yang menjadi rujukan utama kitab sejarah raja-raja Arab, kitab al-Qiraat, al-Adad
wa al-Tanzil, kitab Ikhtilaf al-Ulama’, Tarikh al-Rijal min al-Sahabat wa al-Tabiin, kitab Ahkam
Syara’ii al-Islam dan masih banyak lagi yang lainnya yang menunjukkan keluasan ilmunya.

Namun kitab-kitab tersebut tidak terlalu masyhur atau tidak sampai ke kita kecuali kitab
Tafsir dan Tarikhnya. Imam al-Suyuti dalam kitab Thabaqat al-Mufassirin berkata “Beliau (Al-
Thabari) awal mulanya seorang pengikut madzhab Syafi’i kemudian membentuk madzhab
sendiri dengan pendapat-pendapatnya, dan beliau mempunyai banyak pengikut, dan dalam hal
Ushul maupun Furu’ beliau memiliki banyak karya kitab.

Konon, tafsir al-Thabary ini sempat hampir hilang dari peredaran namun dengan izin Allah
naskah lengkapnya pada akhirnya ditemukan dalam penguasaan seorang mantan amir Najed
yaitu amir Hamud bin amir Abdu al-Rasyid dan kemudian di salin untuk diterbitkan sehingga
bisa sampai pada tangan kita sekarang.

Adapun metode penafsiran yang digunakan dalam kitab ini ialah Tahlili, yaitu
menafsirkan ayat demi ayat secara mendetil dari al-Fatihah hinggan an-Nas. Sedangkan
dari cara penafsirannya, ia termasuk dalam kategori tafsir bi al-Ma’tsur, menafsirkan al-
Qur’an dengan Qur’an, atau dengan hadist Rasul, atau keterangan-keterangan dari para
sahabat dan juga tabi’in.

Hal ini terlihat sekali di dalam kitab at-Thabari yang menghadirkan banyak riwayat dari
hadis maupun atsar para sahabat dan tabi’in dalam menafsirkan sebuah ayat. Sebelum memulai
penafsirannya, merupakan ciri khas imam at-Thabary berkata ‫ القول فى تفسير السورة كذاوكذا‬dan ‫القول‬
‫ فى تأوي]]ل كذاوك]]ذا‬kemudian dikuatkan dengan riwayat-riwayat yang disandarkan kepada para
sahabat, Tabi’in. Apabila ada dua pendapat atau lebih mengenai suatu ayat, beliau akan
menguraikannya satu per satu dan didukung dengn riwayat-riwayat yang berkenaan dengannya
dari para Sahabat dan Tabi’in. At-Thabary sangat menentang keras para pentafsir yang hanya
menggunakan akalnya saja atau murni pemahaman bahasa tanpa berpegang pada riwayat para
sahabat maupun tabi’in.

Dalam menghadirkan riwayat-riwayat tersebut, beliau sering kali tidak mensahihkan


maupun mendaifkan riwayat yang beliau kutip. Inilah yang menjadi kelemahan tafsir ini karena
dengan itu beliau terlihat seperti melepas tangung jawab. Meskipun terkadang beliau juga
memberikan kritik terhadap riwayat-riwayat yang dimunculkan dengan menjarah ta’dilkan para
perawi dalam riwayat tersebut.
Contoh ketika beliau menerangkan ayat ke 94 dari surah al-Kahfi
94(‫قاُلوا يا َذ ا اْلَقْر َنْيِن ِإَّن َيْأُجوَج َو َم ْأُجوَج ُم ْفِس ُد وَن ِفي اَأْلْر ِض َفَهْل َنْج َع ُل َلَك َخْر جًا َعلى َأْن َتْج َعَل َبْيَننا َو َبْيَنُهْم َس ًّد ا‬
Dalam menerangkan kata ‫( سد‬dinding penghalang), beliau menampilkan sebuah riwayat
yang menerangkan bahwa kata ini bisa dibaca sudda dengan harokat dlommah pada ‫ س‬yang
artinya terbatas pada buatan/ciptaan Allah dan sadda dengan harakat fathah yang artinya khusus
pada buatan manusia. Setelah menampilkan riwayat ini beliau memberikan kritik bahwa dalam

5
rangkaian perawi dalam riwayat ini ada seorang yang bernama Harun yang beliau anggap tidak
tsiqah.

Beliau memberikan otoritas yang tinggi terhadap hasil ijma’ ulama yang berkaitan dengan
tafsir suatu ayat. Contoh pada tafsir surah al-Baqarah ayat 230
‫َفِإْن َطَّلَقَها َفاَل َتِح ُّل َلُه ِم ْن َبْعُد َح َّتى َتْنِكَح َز ْو ًجا َغْيَرُه َفِإْن َطَّلَقَها َفاَل ُجَن اَح َع َلْيِهَم ا َأْن َيَتَر اَجَع ا ِإْن َظَّن ا َأْن ُيِقيَم ا ُح ُد وَد ِهَّللا َوِتْل َك‬
‫ُح ُدوُد ِهَّللا ُيَبِّيُنَها ِلَقْو ٍم َيْع َلُم وَن‬
Ayat ini menerangkan tentang bagaimana cara rujuknya seorang suami yang telah mentalak
istrinya tiga kali. Secara tekstual syarat yang bisa membolehkan pasangan yang sudah talak tiga
kali ialah istri harus menikah lagi dengan orang lain dan setelah talak barulah ia bisa menikah
dengan suami yang pertama. Nah, perbedaan penafsiran muncul dalam memahami kata nikah di
ayat ini.

Apakah nikah disini hanyalah akad ataukah harus terjadi hubungan suami istri? Ada
pendapat yang mengatakan kata nikah disini maknanya ialah akad nikah plus terjadi jima’.
Artinya jika istri tadi melakukan akad nikah kemudian talak sebelum jima’ atau jima’ tanpa akad
nikah (berzina) maka ia dianggap belum memenuhi syarat untuk bisa rujuk kepada suami
pertama. Kalau ada yang berargumen “bagaimana bisa jima’ menjadi syarat sedangkan dalam
teksnya ia tidak disebutkan?” maka jawabnya (menurut al-Thabary) karena begitulah Ijma’
mengatakan.

Salah satu ciri khas lainnya dari tafsir ini ialah ketika beliau sampai pada perdebatan tafsir
mengenai hal yang dalam pandangan beliau kurang bermanfaat ataupun tidak menjadi persoalan
andai hal tersebut tidak diketahui, maka beliau akan cenderung mempersingkat penjelasannya.
Contoh ketika pembahasan ayat ke 112 dari surah al-Maidah.
Artinya (Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: “Hai Isa putera Maryam, sanggupkah
Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?”. Isa menjawab: “Bertakwalah kepada
Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman”.

Ada perbedaan pendapat mengenai makanan/hidangan apakah yang dimaksud dalam ayat
ini. Setelah beliau menyebutkan berbagai macam riwayat tentang hal ini, kemudian beliau
berkomentar “yang pasti benar ialah bahwa hidangan tersebut bisa dimakan, bisa berupa ikan
atau susu ataupun buah dari surga. Mengetahui hal ini tidaklah begitu bermanfaat dan tidak
mengetahuinya pun tidak madlarot meskipun ayat setelahnya menjelaskan mengenai hal ini”.
Di samping itu semua, beliau juga menyebutkan berbagai macam kisah israiliyat dan
macam-macam Qira’at.

Mengenal Kitab Tafsir Tahlili - Tafsir Imam Ibnu Katsir

Nama lengkapnya adalah Abul Fida’, Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-
Bushrawi ad-Dimasyqi, lebih dikenal dengan nama Ibnu Katsir. Lahir pada tahun 701 H di
sebuah desa yang menjadi bagian dari kota Bashra di negeri Syam.

Pada usia 4 tahun, ayahnya meninggal sehingga kemudian diasuh oleh pamannya. Pada
tahun 706 H, beliau pindah dan menetap di kota Damaskus.

Ibnu Katsir tumbuh besar di kota Damaskus. Di sana, beliau banyak menimba ilmu dari para
ulama di kota tersebut, salah satunya adalah Syaikh Burhanuddin Ibrahim al-Fazari.

6
Ia juga menimba ilmu dari Isa bin Muth’im, Ibn Asyakir, Ibn Syairazi, Ishaq bin Yahya bin
al-Amidi, Ibn Zarrad, al-Hafizh adz-Dzahabi serta Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Selain itu,
beliau juga belajar kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mizzi, salah seorang ahli hadits
di Syam. Syaikh al-Mizzi ini kemudian menikahkan Ibn Katsir dengan putrinya.
Selain Damaskus, beliau juga belajar di Mesir dan mendapat ijazah dari para ulama di sana.

Berkat kegigihan belajarnya, akhirnya Ibnu Katsir menjadi ahli tafsir ternama, ahli hadits,
sejarawan serta ahli fiqih besar abad ke-8 H. Kitab beliau dalam bidang tafsir yaitu Tafsir al-
Qur’an al-‘Azhim menjadi kitab tafsir terbesar dan tershahih hingga saat ini, di samping kitab
tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thabari.

Para ulama mengatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir adalah sebaik-baik tafsir yang ada di
zaman ini, karena ia memiliki berbagai keistimewaan.

Keistimewaan yang terpenting adalah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an (ayat dengan
ayat yang lain), menafsirkan al-Qur’an dengan as-Sunnah (Hadits), kemudian dengan perkataan
para salafush shalih (pendahulu kita yang sholih, yakni para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in),
kemudian dengan kaidah-kaidah bahasa Arab.

Karya Ibnu Katsir

Selain Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, beliau juga menulis kitab-kitab lain yang sangat
berkualitas dan menjadi rujukan bagi generasi sesudahnya, di antaranya adalah al-Bidayah Wa
an-Nihayah yang berisi kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, Jami’ Al Masanid yang berisi
kumpulan hadits, Ikhtishar ‘Ulum al-Hadits tentang ilmu hadits, Risalah Fi al-Jihad tentang jihad
dan masih banyak lagi.

1. Kitab Tafsȋr al-Qur’ân al-‘Adzȋm yang dikenal dengan nama tafsir Ibnu Katsir
2. Jamȋul masânȋd wa as-Sunan Hâdȋ li Aqwami Sunan, sebanyak 8 jilid yang berisi tokoh-
tokoh perawi hadits
3. At-Takmȋlah fȋ Ma’rifatus Tsiqat wad Dhu’afâ wal Majâhȋl, sebanyak 5 jilid yang berisi
nama-nama perawi yang kuat dan yang lemah
4. Mukhtashar kitab Muqaddimah Ibnu shallah; al-Bâ’is al-Hadȋts, berisi masalah ilmu hadits
5. Al-Bidâyah wan Nihâyah sebanyak 14 jilid dalam bidang sejarah
6. Al-Fashal fȋ sirah ar-Rasul; Thabaqât asy-Syâfi’iyah.
7. Al-Ijtihâd fȋ Thalâbil Ijtihâd dalam bidang fiqh.

Kesaksian Para Ulama

Kealiman dan keshalihan sosok Ibnu Katsir telah diakui para ulama di zamannya mau pun
ulama sesudahnya. Adz-Dzahabi berkata bahwa Ibnu Katsir adalah seorang Mufti (pemberi
fatwa), Muhaddits (ahli hadits), ilmuan, ahli fiqih, ahli tafsir dan beliau mempunyai karangan
yang banyak dan bermanfa’at.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata bahwa beliau adalah seorang yang disibukkan
dengan hadits, menelaah matan-matan dan rijal-rijal (perawinya), ingatannya sangat kuat, pandai
membahas, kehidupannya dipenuhi dengan menulis kitab, dan setelah wafatnya manusia masih
dapat mengambil manfa’at yang sangat banyak dari karya-karyanya.

Salah seorang muridnya, Syihabuddin bin Hajji berkata, “Beliau adalah seorang yang plaing
kuat hafalannya yang pernah aku temui tentang matan (isi) hadits, dan paling mengetahui cacat

7
hadits serta keadaan para perawinya. Para sahahabat dan gurunya pun mengakui hal itu. Ketika
bergaul dengannya, aku selalu mendapat manfaat (kebaikan) darinya.

Wafatnya

Ibnu Katsir meninggal dunia pada tahun 774 H di Damaskus dan dikuburkan bersebelahan
dengan makam gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Corak dan Metode Tafsir Ibnu Katsȋr

Tafsir karya monumental Ibnu Katsir itu ada pendapat yang mengatakan bahwa dari segi
metodologi ia menganut sistem tradisional, yakni sistematika tertib mushaf dengan
merampungkan penafsiran seluruh ayat dari surah al-fatihah hingga akhir surah an-Nas.
Dikatakan bahwa dalam operasionalisasinya, Ibnu Katsir menempuh cara pengelompokkan ayat-
ayat berbeda, namun tetap dalam konteks yang sama. Metode demikian juga ditempuh beberapa
mufassir di abad 20-an seperti Rasyid Ridha, Al-Maraghi, Al-Qasimi.

Kitab ini dapat dikategorikan sebagai salah satu kitab tafsir dengan corak dan orientasi (al-
laun wa ittajah) tafsir bi al-ma’tsur /tafsir bi al-riwayah, karena dalam tafsir ini sangat dominan
memakai riwayat/hadis, pendapat sahabat dan tabi’in

Adapun metode (manhaj) bnu Katsir dalam menafsirkan al-Quran dapat dikategorikan
sebagai manhaj tahlili (metode analitis). Kategori ini dikarenakan pengarangnya menafsirkan
ayat demi ayat secara analitis menurut urutan mushaf al-Quran.

Dapat dikatakan semi tematik (maudhu’i) karena ketika menafsirkan ayat ia


mengelompokan ayat-ayat yang masih dalam satu konteks pembicaraan ke dalam satu tempat,
baik satu atau beberapa ayat kemudian ia menampilkan ayat-ayat lainnya terkait untuk
menjelaskan ayat yang sedang ditafsirkan.

Metode tersebut, ia aplikasikan dengan metode-metode penafsiran yang dianggapanya


paling baik (ahsan turuq al-tafsir). Langkah-langkah dalam penafsirannya secara garis besar ada
tiga;
1. Menyebutkan ayat ditafsirkannya, kemudian menafsirkannya dengan bahasa yang mudah
dan ringkas. Jika memungkinkan, ia menjelaskan ayat tersebut dengan ayat yang lain, kemudian
memperbandingkannya hingga makna dan maksudnya jelas.
2. Mengemukakan berbagai hadits atau riwayat yang marfu’ yang berhubungan dengan ayat
yang ditafsirkan. Ia pun sering menjelaskan antara hadits atau riwayat yang dapat dijadikan
argumentasi (hujah) dan yang tidak, tanpa mengabaikan pendapat para sahabat, tabi’in.

3. Mengemukakan berbagai pendapat mufasir para tabi’in. Dalam hal ini, ia terkadang
menentukan pendapat yang paling kuat diantara para ulama yang dikutipnya, atau
mengemukakan pendapatnya sendiri dan terkadang ia sendiri tidak berpendapat. Disamping itu,
kitab tafsir ini banyak menguraikan makna-makna al-qur’an dengan menggunakan analisis
kebahasaan (Bahaa Arab).

Kemudian mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan, dan mereka (kembali) mendapat
kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka
dan melampaui batas. (QS: al-Baqarah/2: 61)

8
Allah Ta’ala berfirman,” lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan,”artinya
nista dan kehinaan itu diberlakukan dan ditetapkan atas mereka sebagai ketetapan dan takdir.
Yakni mereka senantiasa dihinakan. Setiap orang yang menjumpai mereka akan memandang
mereka hina dan rendah serta menetapkan kekerdilannya. Di samping itu, mereka merasa
kehinaan dan kenistaan lantaran dosa yang telah mereka perbuat. Al-Hasan berkata,” Allah
menghinakan merka , tidak punya kekuatan serta menjadikan mereka dibawah kaki orang
muslim hingga umat islam sekarang dan kaum Majusi mewajibkan mereka bayar pajak, serta
mereka kembali memikul murkaan dan kemarahan Allah karena dosa-dosa yang telah mereka
lakukan.

“Hal itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak.
“Allah Ta’ala berfirman, sesungguhnya Allah membalas terhadap mereka dengan kehinaan,
kenistaan, kemurkaan dan kemarah. Sebab mereka sombong dan tidak mau mengikuti syari’at
yang dibawa para nabi. Mereka telah mengurangi haknya hingga mencapai suatu titik keadaan
yang menyerek mereka pada pembunuhan para nabi tanpa hak, yaitu kejahatan yang mereka
lakukan. Tidak ada kekafiran yang lebih besar dan lebih jahat daripada membunuh nabi.

1. Para pakar tafsir dan ‘Ulumul Qur’an umumnya menyatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir ini
merupakan kitab tafsir bi al-matsur terbesar kedua setelah tafsir al-Thabari.
2. Penafsiran ayat dengan ayat al-Qur’an
3. Al-Qur’an dan dengan hadis yang tersusun secara semi tematik, bahkan dalam hal ini ia
dapat dikatakan sebagai perintisnya. Selain itu, dalam tafsir ini pun banyak memuat
informasi dan kritik tentang riwayat Israiliyat dan menghindari kupasan-kupasan linguistik
yang terlalu bertele-tele. Karena itulah al-Suyuti memujinya sebagai kitab tafsir yang tiada
tandingannya.
4. Tafsir ini memberi pengaruh yang sangat signifikan kepada sejumlah mufasir yang hidup
sesudahnya, termasuk Rasyid Rida, penyusun Tafsir al-Manar.
5. Mengumpulkan ayat-ayat al-qur’an yang mempunyai kolerasi makna yang saling
mendukung.
6. Menerangkan asbabun nuzul, jika pada ayat itu mempunyai sebab-sebab turunya.
sedangkan kekurangan penafsiran Ibnu Katsir diantaranya Muhammad al-Gazali, misalnya,
menyatakan bahwa betapapun Ibnu Katsir dalam tafsirnya telah berusaha menyeleksi hadis-
hadis atau riwayat-riwayat (secara relatif ketat), ternyata masih juga memuat hadis hadis
yang sanadnya da’if dan kontradiktif. Hal ini tidak hanya ada dalam tafsir Ibnu Katsir tetapi
juga pada kitab-kitab tafsir bil ma’tsur pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai