Anda di halaman 1dari 7

No.

1
FAKTOR-FAKTOR PENENTU TINGKAT KONSUMSI NASIONAL

Faktor penentu tingkat konsumsi nasional terdiri dari 1) tingkat pendapatan disposabel, 2)
pendapatan permanen dan teori siklus konsumsi, dan 3) kekayaan. Di antara ketiga faktor ini,
yang menjadi faktor utama adalah faktor pendapatan disposabel (disposable income).
1. Pendapatan Disposabel
Teori konsumsi yang paling sederhana hanya menggunakan pendapatan pada tahun tertentu
untuk memprediksi pengeluaran konsumsi. Studi lebih lanjut menyatakan bahwa pengeluaran
konsumsi seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan saat tertentu saja, tetapi
pendapatan di masa lalu dan masa yang akan datang, atau kecenderungan pendapatan yang
akan diperoleh dalam jangka panjang. Itulah mengapa seorang konsumen dapat melakukan
pengeluaran konsumsi yang melampaui pendapatannya. Pendapatan jangka panjang
memungkinkan ia melakukannya.
2. Teori Pendapatan Permanen dan Teori
Siklus Konsumsi Pada umumnya konsumen dalam menentukan anggaran belanja tidak hanya
bergantung pada pendapatan tetap, tetapi juga mempertimbangkan prospek pendapatan yang
akan diterimanya dalam jangka panjang. Teori pendapatan tetap (permanent income theory)
dan hipotesis siklus-hidup (lifecycle hypothesis) serta analisis lainnya yang telah
dikembangkan berupaya menjelaskan tentang kaitan antara konsumsi dengan kecenderungan
pendapatan dalam jangka panjang. Pendapatan tetap (permanent income) didefinisikan
sebagai rata-rata tingkat pendapatan yang akan diterima oleh rumah tangga dalam jangka
panjang, ketika ada kemungkinan terjadi fluktuasi dalam jangka pendek. Intinya bahwa
rumah tangga akan membelanjakan uangnya untuk konsumsi secara relatif konstan (sesuai
dengan ekspektasi pendapatannya dalam jangka panjang). Penting bagi kita untuk
memperhatikan pendapatan tetap yang diterima, karena hal ini memberikan sedikit gambaran
bahwasanya konsumen tidak akan melakukan fluktuasi konsumsi secara drastis.
Saat perubahan pendapatan terjadi secara permanen, semisal kenaikan gaji, maka konsumen
akan berkecenderungan untuk menaikkan pula tingkat konsumsinya proporsional dengan
kenaikan pendapatan. Lain halnya jika perubahan pendapatan hanya bersifat sementara
seperti perolehan bonus gaji, maka tambahan konsumsinya hanya bersifat sementara pula.
Oleh karena itulah, ekspektasi konsumen tentang guncangan pendapatan, baik bersifat
permanen ataupun sementara, tetap harus diperhatikan dan dianalisis dampaknya terhadap
pola konsumsi.
3. Tingkat Kekayaan
Lebih jauh lagi, tingkat konsumsi dapat pula ditentukan oleh tingkat kekayaan. Sebagai
contoh dua orang yang sama-sama mempunyai penghasilan sebesar Rp24 juta/tahun.
Konsumen pertama mempunyai deposit di bank sebesar Rp200 juta, sedangkan yang lain
tidak mempunyai tabungan. Maka konsumen pertama dapat mengonsumsi lebih banyak tanpa
harus takut bangkrut dibandingkan konsumen yang kedua karena konsumen pertama lebih
kaya dibandingkan dengan konsumen kedua. Hal ini mengindikasikan bahwasanya telah
terjadi efek kekayaan pada konsumen pertama. Normalnya kekayaan tidak dapat berubah
secara cepat dari tahun ke tahun, oleh karenanya, jarang sekali hal ini dapat menyebabkan
pergerakan yang cepat dalam tingkat konsumsi. Sebagai pengingat, kekayaan adalah konsep
stok, sedangkan pendapatan konsep aliran (flow). Kekayaan bisa bertambah tergantung dari
besarnya aliran pendapatan yang diterima.

No. 2
Analisis Permintaan Agregat di Indonesia Kala Pandemi COVID-19
Penerapan kebijakan pembatasan berskala besar yang belum pernah terjadi sebelumnya, tiba-
tiba diterapkan oleh negara-negara di seluruh dunia untuk mencegah penyebaran pandemi
Coronavirus Deseas 2019 (COVID-19). Evolusi penyakit dan dampak ekonominya sangat
tidak pasti, sehingga sulit bagi pembuat kebijakan untuk merumuskan respons kebijakan
makro ekonomi yang tepat.
Kondisi demikian juga menyebabkan kegiatan produksi menurun, atau bahkan beberapa
sektor mengalami pemberhentian. Kesulitan yang dihadapi perusahaan tersebut timbul
lantaran adanya pembatasan gerak masyarakat, atau yang kita kenal dengan pembatasan
sosial berskala besar. Selanjutnya, yang terjadi ialah supply shock dan demmand shock secara
bersamaan.
Ketika sektor manufaktur hulu-hilir telah terdampak, maka pengaruhnya cukup signifikan
kepada sektor-sektor lainnya. Ekonom Faisal Basri menyebutkan bahwa kurva aggregate
supply telah mengalami pergeseran ke arah kiri atau ke bawah. Ia juga menambahkan bahwa
semua negara telah menetapkan anggaran yang cukup besar untuk menghadami pandemi
COVID-19 ini, khususnya dalam sektor usaha.
Secara teori, penawaran agregat, atau dikenal juga sebagai output total, adalah total
penawaran barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian pada harga
keseluruhan tertentu dalam periode tertentu. Ini diwakili oleh kurva penawaran agregat, yang
menggambarkan hubungan antara tingkat harga dan jumlah output yang bersedia disediakan
perusahaan. Biasanya, ada hubungan positif antara penawaran agregat dan tingkat harga.
Sedangkan permintaan agregat adalah pengukuran ekonomi dari jumlah total permintaan
untuk semua barang jadi dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian. Permintaan
agregat dinyatakan sebagai jumlah total uang yang dipertukarkan untuk barang dan jasa
tersebut pada tingkat harga dan titik waktu tertentu. Permintaan agregat dalam jangka
panjang sama dengan produk domestik bruto (PDB) karena kedua metrik dihitung dengan
cara yang sama. PDB mewakili jumlah total barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu
perekonomian sementara permintaan agregat adalah permintaan atau keinginan untuk barang-
barang tersebut. Sebagai hasil dari metode perhitungan yang sama, permintaan agregat dan
PDB meningkat atau menurun secara bersamaan.
Secara teknis, permintaan agregat hanya sama dengan PDB dalam jangka panjang setelah
disesuaikan dengan tingkat harga. Ini karena permintaan agregat jangka pendek mengukur
output total untuk tingkat harga nominal tunggal, yakni nominal yang tidak disesuaikan
dengan inflasi. Variasi lain dalam penghitungan dapat terjadi bergantung pada metodologi
yang digunakan dan berbagai komponen. Permintaan agregat terdiri dari semua barang
konsumsi, barang modal (pabrik dan peralatan), ekspor, impor, dan program pengeluaran
pemerintah. Semua variabel dianggap sama selama mereka berdagang pada nilai pasar yang
sama.
Jika seseorang merepresentasikan permintaan agregat secara grafis, jumlah agregat barang
dan jasa yang diminta diwakili pada sumbu horizontal, dan tingkat harga keseluruhan dari
keseluruhan keranjang barang dan jasa diwakili pada sumbu vertikal. Kurva permintaan
agregat, seperti kebanyakan kurva permintaan pada umumnya, miring ke bawah dari kiri ke
kanan. Permintaan naik atau turun sepanjang kurva karena harga barang dan jasa naik atau
turun. Juga, kurva dapat bergeser karena perubahan jumlah uang beredar, atau kenaikan dan
penurunan tarif pajak.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi permintaan agregat dalam suatu
perekonomian. Pertama, perubahan suku bunga. Suku bunga yang lebih rendah akan
menurunkan biaya pinjaman untuk barang-barang mahal seperti peralatan rumah tangga,
kendaraan, dan rumah. Selain itu, perusahaan akan dapat meminjam dengan suku bunga yang
lebih rendah, yang cenderung menyebabkan peningkatan belanja modal. Sebaliknya, suku
bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman bagi konsumen dan perusahaan.
Akibatnya, pengeluaran cenderung menurun atau tumbuh lebih lambat, tergantung pada
tingkat kenaikan tarif.
Kedua, pendapatan dan kekayaan. Ketika kekayaan rumah tangga meningkat, permintaan
agregat biasanya juga meningkat. Sebaliknya, penurunan kekayaan biasanya menyebabkan
permintaan agregat yang lebih rendah. Peningkatan tabungan pribadi juga akan menyebabkan
berkurangnya permintaan barang, yang cenderung terjadi selama resesi. Ketika konsumen
merasa nyaman dengan perekonomian, mereka cenderung membelanjakan lebih banyak
sehingga menyebabkan penurunan tabungan.
Ketiga, perubahan ekspektasi inflasi. Konsumen yang merasa inflasi akan naik atau harga
akan naik cenderung melakukan pembelian sekarang, yang menyebabkan permintaan agregat
meningkat. Namun jika konsumen yakin harga akan turun di masa mendatang, permintaan
agregat cenderung turun juga.
Terakhir, Perubahan nilai tukar mata uang. Jika nilai dolar AS turun, barang asing akan
menjadi lebih mahal. Sementara itu, barang yang diproduksi di AS akan menjadi lebih murah
untuk pasar luar negeri. Oleh karena itu, permintaan agregat akan meningkat. Sebaliknya,
Jika nilai dolar AS meningkat, barang asing akan menjadi lebih murah. Sementara itu, barang
yang diproduksi di AS akan menjadi lebih mahal untuk pasar luar negeri. Oleh karena itu,
permintaan agregat akan menurun.
Kondisi ekonomi dapat memengaruhi permintaan agregat, entah kondisi tersebut berasal dari
dalam negeri atau internasional. Krisis keuangan pada tahun 2008 dan Resesi Hebat yang
dimulai pada tahun 2009 berdampak parah pada bank karena gagal bayar pinjaman hipotek
dalam jumlah besar. Akibatnya, bank melaporkan kerugian finansial yang meluas yang
menyebabkan kontraksi penyaluran kredit. Dengan berkurangnya pinjaman dalam
perekonomian, pengeluaran bisnis dan investasi menurun.
Dengan bisnis yang menderita karena akses modal yang lebih sedikit dan penjualan yang
lebih sedikit, mereka mulai memberhentikan para pekerja. Secara bersamaan, pertumbuhan
PDB juga mengalami kontraksi pada tahun 2008 dan 2009, yang berarti bahwa total produksi
dalam perekonomian mengalami kontraksi selama periode tersebut. Tabungan pribadi juga
melonjak karena konsumen memegang uang tunai karena masa depan yang tidak pasti dan
ketidakstabilan dalam sistem perbankan. Kita dapat melihat bahwa kondisi ekonomi yang
terjadi pada tahun 2008 dan tahun-tahun berikutnya menyebabkan permintaan yang kurang
agregat oleh konsumen dan bisnis.
COVID-19 telah menyebabkan guncangan permintaan dan penawaran bagi perekonomian.
Dari sisi permintaan, perlambatan ekonomi Tiongkok dan global akan berdampak pada
perekonomian Indonesia melalui penurunan harga komoditas dan permintaan barang
tambang. Di sisi penawaran, terganggunya perekonomian Tiongkok akan mengakibatkan
kekurangan suku cadang dan komponen, serta barang modal yang dibutuhkan oleh banyak
negara termasuk Indonesia. Ini mengganggu produksi barang dan jasa. Dalam kondisi ini,
pelepasan stimulus fiskal dan ekspansi moneter untuk merangsang permintaan agregat, tanpa
mengatasi masalah guncangan penawaran, hanya akan meningkatkan inflasi. Kementerian
Keuangan Indonesia memprediksikan ekonomi hanya akan tumbuh antara 0–2,5 persen tahun
ini.
Pada 15 Maret, pemerintah Indonesia menyerukan social distancing, yang akan berdampak
pada aktivitas ekonomi yang mengharuskan karyawan hadir secara fisik di tempat kerja. Ini
akan mengakibatkan penurunan permintaan dan gangguan produksi. Jika produksi dan
permintaan terganggu karenasocial distancing, stimulus fiskal dan ekspansi moneter yang
bertujuan untuk memperkuat permintaan agregat tidak akan efektif sepenuhnya. Pemerintah
justru harus menyesuaikan kebijakan fiskalnya agar sesuai dengan situasi, prioritasnya, dan
merespons dengan cepat.
Hingga pemerintah bisa mengendalikan penyebaran virus, perekonomian Indonesia akan
terus tertekan. Langkah-langkah stimulus fiskal perlu difokuskan pada sektor kesehatan dan
bantuan sosial untuk menangani wabah tersebut. Hanya setelah wabah terkendali, dan jarak
sosial berakhir, stimulus fiskal standar dan kebijakan moneter dapat digunakan untuk
mendukung permintaan agregat

No. 3
PERGESERAN PADA KURVA IS-LM.
Seperti telah dipaparkan diatas, fluktuasi perekonomian agregat muncul saat terjadi
perubahan kebijakan ekonomi yang mempengaruhi ekuilibrium kurva IS-LM.
Kita akan melihat dampak perubahan kebijakan fiskal maupun moneter pada kurva IS-LM
melalui beberapa contoh sederhana.
Untuk saat ini, kita asumsikan hanya satu jenis kebijakan yang mengalami perubahan (fiskal
saja atau moneter saja), sementara P merupakan variabel konstan.
Peningkatan Belanja Pemerintah,
Misalkan terjadi peningkatan government spending sebesar AG. Hal ini akan mendorong
kenaikan income (Y) (ingat lagi materi keynesian Cross)
Berdasarkan konsep keynesian Multiplier, peningkatan diatas berdampak pada pergeseran
kurva IS sebesar 4G/(1- MPC).
Gambar 2. menunjukkan pergeseran ekuilibrium akibat peningkatan government spending,
Keterangan:
 peningkatan government spending sebesar AG akan mendorong kenaikan income
(dari Yi ke Y2).
 hal tersebut secara simultan menggeser kurva IS kekanan secara sejajar sebesar
AG/(1- MPC), menjadi IS', diikuti dengan kenaikan tingkat suku bunga dari n
menjadi r2.
 akibatnya, ekuilibrium kurva IS-LM bergeser dari E ke E!
Pergeseran yang serupa dengan contoh diatas juga terjadi apabila pemerintah mengambil
kebijakan pengurangan pajak (T), hanya saja mekanisme perubahan terjadi pada instrumen
konsumsi (C) (ingat! penurunan pajak akan mendorong peningkatan konsumsi).
Adapun pergeseran pada kurva IS adalah sebesar ATX (MPC/1 - MPC)).

No. 4
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM EKONOMI TERBUKA
Dalam perekonomian terbuka, permasalahan yang dihadapi suatu negara jauh lebih rumit.
Dalam perekonomian tertutup, pada dasarnya pemerintah hanya menghadapi dua
permasalahan, yaitu pengangguran dan inflasi. Sedangkan dalam perekonomian terbuka,
selain kedua permasalahan tersebut, pemerintah juga harus memperhatikan efek dari
kebijakan pemerintah yang dirumuskan terhadap neraca pembayaran dan kestabilan nilai
tukar. Terjadinya defisit neraca pembayaran akan menimbulkan dampak buruk pada
kestabilan nilai tukar sehingga pada akhirnya akan menimbulkan efek buruk pula terhadap
masalah pengangguran dan kestabilan harga-harga.
Permasalahan yang terdapat dalam perekonomian terbuka akan berbentuk salah satu dari
permasalahan berikut, perekonomian akan menghadapi masalah:
1. pengangguran, tetapi terdapat surplus dalam neraca pembayaran;
2. inflasi tetapi terdapat surplus dalam neraca pembayaran;
3. pengangguran dan menghadapi masalah defisit dalam neraca pembayaran;
4. inflasi dan menghadapi masalah defisit dalam neraca pembayaran.
Masalah pengangguran dan inflasi yang diikuti pula oleh masalah defisit dalam neraca
pembayaran memerlukan langkah-langkah yang secara serentak akan:
a. mengatasi masalah pengangguran dan defisit dalam neraca pembayaran, jika
perekonomian tersebut menghadapi masalah seperti yang dinyatakan dalam (3).
Kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah seperti ini biasanya berbentuk
kebijakan memindahkan perbelanjaan;
b. mengatasi inflasi dan defisit dalam neraca pembayaran, jika perekonomian tersebut
menghadapi permasalahan seperti yang dinyatakan dalam (4). Kebijakan pemerintah
yang dijalankan akan meliputi langkah-langkah yang digolongkan kepada kebijakan
mengurangkan pembelanjaan.

Kebijakan Memindahkan Perbelanjaan


Kebijakan memindahkan perbelanjaan adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi
masalah defisit dalam neraca pembayaran dengan mendorong pertambahan ekspor dan
pengurangan impor. Kebijakan memindahkan perbelanjaan dilakukan apabila defisit neraca
pembayaran terjadi bersamaan dengan munculnya persoalan pengangguran. Langkahlangkah
yang dapat dilakukan untuk mengurangi impor dan mendorong konsumsi barang dalam
negeri sebagai berikut:
A. Melakukan pembatasan impor
Pembatasan impor dapat dilakukan dengan menaikkan pajak impor (tarif). Selain itu dapat
pula diberlakukan kuota dan melakukan kampanye untuk membeli barang produksi dalam
negeri.
B. Menekankan (mengurangi) penggunaan valuta asing
Pemerintah melalui bank sentral mengatur penggunaan mata uang asing. Masyarakat dan
pengusaha haruslah menjelaskan tujuan mereka membeli valuta asing. Pemerintah lebih
mengutamakan pengguna valuta asing untuk mengimpor barang keperluan pokok dan barang
sektor industri dan tidak mendorong usaha mengimpor barang-barang mewah.
C. Menurunkan nilai mata uang (devaluasi)
Langkah ini akan menyebabkan barang impor harganya menjadi lebih mahal dan akan
mengurangi impor. Sebaliknya, barang ekspor menjadi murah di pasaran luar negeri dan akan
menambah ekspor.
Sementara itu, dalam rangka meningkatkan ekspor, langkah-langkah yang dapat dilakukan
pemerintah sehingga akhirnya menyebabkan penerimaan valuta asing juga akan ikut
meningkat adalah:
a. memberikan insentif fiskal dan moneter untuk menambah kegiatan dalam produksi
barang ekspor. Insentif-insentif ini antara lain: membina kawasan perusahaan dan
kawasan bebas pajak (free trade zone), memberikan kemudahan pinjaman atau
memberi subsidi ekspor;
b. mewujudkan kestabilan upah dan harga. Pertambahan ekspor sangat tergantung
kepada kemampuan ekspor negara untuk bersaing di luar negeri. Salah satu faktor
yang menentukan kapasitas bersaing adalah biaya produksi yang rendah. Untuk
memastikan agar biaya produksi tetap rendah, upah dan harga-harga barang dalam
negeri perlu distabilkan;
c. menurunkan nilai valuta. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, menurunkan nilai
valuta bukan saja akan dapat menguangi impor, tetapi juga akan menambah ekspor.

Kebijakan Pengurangan Perbelanjaan


Kebijakan pengurangan perbelanjaan adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi
masalah kekurangan dalam neraca pembayaran dengan mengurangi perbelanjaan agregat dan
tingkat kegiatan ekonomi negara. Kebijakan pengurangan perbelanjaan akan dilakukan jika:
a. Perekonomian telah mencapai kesempatan kerja penuh dan inflasi telah terjadi.
b. Dalam perekonomian terdapat defisit yang berkepanjangan dalam neraca pembayaran
Kebijakan pengurangan perbelanjaan akan menurunkan impor, tetapi tidak akan
memengaruhi ekspor. Keadaan yang seperti itu akan mewujudkan neraca pembayaran yang
menguntungkan atau seimbang. Kebijakan pengurangan perbelanjaan dapat dilaksanakan
dengan langkah-langkah berikut:
a. Menaikkan pajak pendapatan.
Pajak pendapatan mengurangi pendapatan disposabel dan pengurangan ini akan
mengurangi konsumsi rumah tangga.
b. Menaikkan suku bunga dan menurunkan penawaran uang
Tujuan ini dapat dicapai dengan menjalankan kebijakan moneter, misalnya dengan
menaikkan tingkat cadangan minimum dan menaikkan suku bank (suku diskonto).
Pengurangan penawaran uang dan suku bunga yang tinggi akan memengaruhi
investasi. Keadaan ini selanjutnya akan mengurangi pengeluaran agregat.
c. Mengurangi pengeluaran pemerintah
Oleh karena pengeluaran pemerintah adalah sebagian dari pengeluaran agregat, maka
pengurangan pengeluaran pemerintah akan mengurangi pengeluaran agregat. Langkah
ini dan langkah yang dinyatakan dalam (a) digolongkan sebagai kebijakan fiskal.

Anda mungkin juga menyukai