2022
I. PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan adalah produk tidak berwujud dan tidak dapat secara
fisik disentuh, dirasakan, dilihat, dihitung atau diukur seperti barangbarang
manufaktur. Memproduksi barang nyata memungkinkan ukuran kuantitatif, karena
mereka dapat dicontoh dan diuji untuk kualitas di seluruh proses produksi yang
akan digunakan nantinya. Namun, kualitas layanan kesehatan, karena sifatnya
intangibility, tergantung pada proses layanan, interaksi pelanggan dan penyedia
layanan. Beberapa dimensi kualitas pelayanan kesehatan, seperti konsistensi,
kelengkapan dan efektifitas sulit untuk diukur tergantung penilaian subjektif
konsumen. Hal ini yang sering membuat kesulitan bagi pemberi layanan kesehatan
dalam memberikan layanan kesehatan, karena perbedaan persepsi antara pemberi
layanan, pengguna layanan termasuk waktu dan tempat. Perbedaan ini terjadi
karena standar masing-masing profesi kesehatan yang berbeda-beda dalam
memberikan dengan kebutuhan pasien yang berbeda-beda pula.
Didalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan terdapat 7 kategori penting
untuk pasien antara lain: Patien centered care, akses, kesopanan, komunikasi dan
informasi, skill, efisiensi dan fasilitas yang memadai. Ketujuh kategori ini perlu
ditingkatkan dan dibuat dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi untuk
mencapai kualitas pelayanan sesuai standar, selain itu perlu meningkatkan
komunikasi secara efektif dengan pasien sehingga terbangun hubungan yang
harmonis dan leluasa dalam mengidentifikasi masalah dan memperbaiki
performance rumah sakit untuk mencapai kualitas pelayanan berbasis kepuasan
pasien (Sofaer & Firminger, 2005). Para profesional memandang positif terhadap
akreditasi meskipun akreditasi bukan hal yang mudah untuk diimplemantasikan
namun juga bukan hal yang mustahil (Alaradi, Limya Khalil. 2017). Secara umum
Akreditasi mempengaruhi peningkatan kinerja dan pencapaian indikator pelayanan
secara signifikan (Al Kuwaiti, Ahmed. 2016). Selain hal itu monitoring eksternal juga
menguntungkan Dinas Kesehatan karena dapat mengidentifikasi kebutuhan sarana
dan prasarana (Nurhayati, Sri. 2017). Puskesmas harus menyediakan pelayanan
kesehatan yang bermutu (Ulumiyah, 2018), untuk menghasilkan pelayanan
kesehatan yang optimal di puskesmas maka diperlukan kualitas mutu pelayanan
yang baik, untuk itu diperlukan instrumen yang terstandar sebagai quality controle
penyelenggaraan pelayanan kesehatan di puskesmas, salah satu instrumen
eksternal dalam menjaga mutu pelayanan puskesmas adalah dengan akreditasi
puskesmas. Ada beberapa alasan penting perlunya dilakukan akreditasi di
puskesmas; kualitas pelayanan kesehatan termasuk keselamatan pasien dan
tenaga kesehatan harus terjamin, adanya perbaikan kinerja secara
berkesinambungan, memastikan pelayanan kesehatan yang diberikan sudah sesuai
standar dan sebagai salah satu syarat kredensial dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial/ BPJS (Dirjen Yankes Kemenkes RI, 2018) hal ini ditambah lagi dari
hasil penelitian tingkat kepuasan pasien peserta BPJS yang sebagian merasakan
tidak puas dengan pelayanan kesehatan (Ulumiyah, I dan Rustiana, ER. 2017)
maka diperlukan alat/ mekanisme moitoring yang terstruktur. Akreditasi merupakan
langkah awal dalam meningkatkan kualitas pelayanan termasuk didalamnya
peningkatan kualitas manajemen dan kepemimpinan, strategi perencanaan,
kepuasan pengguna layanan, penguatan koordinasi antar pemangku kepentingan
dan peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia/ SDM (Fadi el Jardali, 2014).
Dimana dalam dimensi mutu pelayanan kesehatan meliputi; efficiency,
effectiveness, safety, equity, accessible dan patient centered (WHO, 2017).
Penyelenggaraan akreditasi Puskesmas dilakukan secara bertahap kepada
9.740 Puskesmas di Indonesia, begitu pula kepada 45 Puskesmas di Kabupaten
Cianjur.
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan akreditasi sebagai
langkah awal penerapan sistem yang berkualitas yang semestinya berjalan secara
terus menerus dan berkesinambungan tidak dapat terlaksana secara maksimal
pasca penilaian/ survey akreditasi dimana beberapa instrumen mutu seperti audit
internal, tinjauan manajemen mutu puskesmas, manajemen risiko dan penilaian
kinerja puskesmas tidak berjalan sesuai jadwal yang telah disepakati yang
disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya keterbatasan Sumber Daya Manusia,
sarana prasarana kurangnya pemahaman, dukungan lintas sektoral yang kurang
maksimal dan kurangnya monitoring evaluasi oleh Dinas Kesehatan pasca
akreditasi puskesmas. Untuk itu akreditasi yang efektif membutuhkan badan
akreditasi yang kredibel, keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, sumber
daya manusia yang cukup dan dana yang berkelanjutan, komitmen yang kuat, dan
sarana prasarana yang memadai (Taraneh Yousefine Zhadi 2017).
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dilakukan dalam semua aspek
pelayanan yang dilakukan di puskesmas baik pelayanan Upaya Kesehatan
Masyarakat maupun Upaya Kesehatan Perseorangan. Upaya Kesehatan
Masyarakat memiliki sistem mutu yang sudah dilaksanakan jauh sebelum ada
akreditasi puskesmas yaitu melalui mekanisme penilaian kinerja puskesmas
dengan indikator berdasarkan Standar Minimal Pelayanan (SPM) dimana sebagian
besar indikator merupakan kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat. Sedangkan
untuk Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) puskesmas benar-benar menerapkan
sistem baru dalam melakukan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan UKP di
puskesmas. Namun demikian, sistem baru dalam pelayanan mutu klinis tidak bisa
dikesampingkan bahkan merupakan bagian penting dalam pelayanan di puskesmas
agar baik pemberi dan pengguna layanan klinis di puskesmas dapat memiliki rasa
keamanan yang sama seperti halnya pelayanan di RS, untuk itu peneliti bermaksud
melakukakan analisis mutu pelayanan klinis di puskesmas. Namun demikian, masih
terdapat kelangkaan terhadap penelitian akreditasi di pelayanan kesehatan primer
dimana diperlukan penelitian tentang bagaimana akreditasi dapat mempengaruhi
pelayanan kesehatan, bagaimana akreditasi mampu meningkatkan kualitas
pelayanan, pemanfaatan layanan kesehatan serta pembiayaan (PMP, P. D. S. B., &
Lait, J, 2013). Untuk itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
gambaran mutu pelayanan kesehatan Upaya Kesehatan Perseorangan pasca
penilaian akreditasi di Puskesmas wilayah Kabupaten Cianjur.
II. TUJUAN
Adalah untuk menganalisis pelaksanaan manajemen mutu sebagai sistem
kontrol kualitas mutu pelayanan di puskesmas wilayah Kabupaten Cianjur pasca
penilaian akreditasi puskesmas tahun 2017, diantaranya adalah;
A. Menganalisis Indikator Nasional Mutu Puskesmas
B. Menganalisis Indikator Mutu Prioritas Puskesmas
C. Menganalisis Indikator Mutu Prioritas Pelayanan
III. INDIKATOR DAN CAPAIAN
A. Indikator Nasional Mutu Puskesmas
Berikut adalah tabel dan capaian indikator mutu Puskesmas Rawat Inap Sindangbarang Tahun 2022.
TARGET
INDIKATOR MUTU
NO. PENCAPAIAN SASARAN
1. Kepatuhan Kebersihan Tangan Bulan Hasil sasaran Capaian
Januari 10 10 100% >85%
Februari 2 3 66,67% >85%
Maret 11 11 100% >85%
April 10 10 100% >85%
Mei 5 5 100% >85%
Juni 18 20 90% >85%
Juli 6 8 75% >85%
Agustus 4 8 66,67% >85%
September 38 42 90,48% >85%
Oktober 49 49 100% >85%
November 10 10 100% >85%
desember 64 64 100% >85%
Total 90,73%
TARGET
INDIKATOR MUTU
NO. PENCAPAIAN SASARAN
2. Kepatuhan Penggunaan APD Bulan Hasil sasaran Capaian
Januari 4 4 100% 100%
Februari 9 9 100% 100%
Maret 5 5 100% 100%
April 3 3 100% 100%
Mei 1 1 100% 100%
Juni 3 3 100% 100%
Juli 2 2 100% 100%
Agustus 4 4 100% 100%
September 12 12 100% 100%
Oktober 19 19 100% 100%
November 18 18 100% 100%
Desember 33 33 100% 100%
Total 100% 100%
6. Kepuasan Pasien
Trimerter I
CAKUPAN
UPAYA TARGET
NO KEGIATAN SATUAN PENCAPAIAN SUB
KESEHATAN SASARAN VARIABEL
VARIABEL
1 2 3 4 5 6 7
UKM ESENSIAL
1 KIA dan KB A KESEHATAN IBU
1 Cakupan Kunjungan ibu Hamil K persen (%) 1027 822 80.04 x
B KESEHATAN ANAK
1 Cakupan Kunjungan Neonatus (K persen (%) 934 585 62.63 x
Cakupan Kunjungan Neonatus
2 persen (%) 934 585 62.63 x
Lengkap (KN Lengkap)
Cakupan Neonatus dengan
3 persen (%) 140 111 79.29 x
Komplikasi yang ditangani
4 Cakupan Kunjungan Bayi persen (%) 934 517 55.35 x
5 Cakupan Pelayanan Anak Balita persen (%) 4499 2714 60.32 x
C KELUARGA BERENCANA
Cakupan Peserta KB Aktif persen (%) 10362 6956 67.13 x
JUMLAH 70.35
CAKUPAN
UPAYA TARGET
NO KEGIATAN SATUAN PENCAPAIAN SUB
KESEHATAN SASARAN VARIABEL
VARIABEL
1 2 3 4 5 6 7
PELAYANAN LABORATORIUM
Cakupan pemeriksaan laboratorium
1 Persen (%) 816 816 100.00 X
puskesmas
JUMLAH 100.00
90
50
10
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES
CAPAIAN 100 66.67 100 100 100 90 75 66.67 90.48 100 100 100
(%)
TARGET 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85 85
(%)
90
50
10
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES
CAPAIAN 100 100 100 100 0 100 0 72.73 95 100 100 100
(%)
TARGET 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
(%)
97
93
89
85
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES
CAPAIAN (%) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
TARGET (%) 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90
90
50
10
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES
Axis Title
CAPAIAN 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 0
(%)
TARGET 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
(%)
f. Kepuasan Pasien
KEPUASAN PASIEN
81.5
80.5
79.5
78.5
77.5
76.5
75.5
74.5
73.5
TRIMESTER I (JANUARI-JUNI) TRIMESTER II (JULI-DESEMBER)
CAPAIAN % 81 80.72
TARGET % 76 76
KESEHATAN IBU
1200 1072
981 953 981 981
1000
822
800 669
599
600
400
164 205
200
0
K4 an a ni ap an
il at ng gk at
m eh ta e n h
Ha Ke
s di sL s e
ib
u ng fa Ke
ga ya Ni as
g an en
a
n an i lit
un T na an as
nj eh da a y
di
F
Ku ol eb
i
Pe
l
an an iK n an
in in
kup al ika
s pa al
Ca rs pl ku e rs
Pe m Ca n
P
ga
n Ko a
n n ng
lo pa olo
rto ku rt
Pe Ca Pe
n an
pa up
a ku Ca
k
C
CAPAIAN TARGET
b. Kesehatan Anak
KESEHATAN ANAK
5000 4499
4000
3000 2714
2000
934 934 934
1000 585 585 517
111 140
0
1) p) ni yi a
KN g ka ng
a Ba a lit
( an
us Le
n ti a
ng a kB
nat N g
d
ju An
eo (K an n n
N ap s iy Ku na
n gk n a
ng
a n l ika pa l ay
e p ku Pe
nju sL m Ca n
Ku a tu Ko pa
on n u
an ng
a k
kup Ne e Ca
n sd
Ca ga
un a tu
j
n on
Ku Ne
an an
kup up
Ca k
Ca
CAPAIAN TARGET
c. Cakupan peserta KB aktif
8000
6956
6000
4000
2000
0
CAPAIAN TARGET
B. Penetapan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, perlu
dilakukan proses analisis masalah untuk menentukan masalah mana yang
merupakan prioritas yang dapat dicarikan solusi. Proses tersebut
menggunakan alat bantu penetapan kriteria masalah. Dalam menentukan
prioritas masalah, analisis USG dapat digunakan sebagai alat untuk
mengetahui isu mana yang menjadi paling prioritas dengan menggunakan
kriteria Urgency (U), Seriousness (S), Growth (G) atau yang biasa disebut
identifikasi USG. Lebih jelasnya, kriteria USG dijelaskan sebagai berikut:
1. Urgency
Berarti seberapa mendesaknya masalah tersebut untuk diselesaikan
berkaitan dengan dimensi waktu, dan ditindaklanjuti dan diselesaikan
dengan
skala penilaian 1– 5.
2. Seriousness
Mengacu pada penyelesaian masalah dikaitkan dengan akibat, bisa
menimbulkan masalah baru dan ditindaklanjuti dan diselesaikan dengan
skala
penilaian 1– 5.
3. Growth
Berkaitan dengan kemungkinan berkembang menjadi buruk kalau tidak
diselesaikan, dan ditindaklanjuti dan diselesaikan dengan skala penilaian
1– 5.
2. Kesehatan Anak 5 4 4 13
3. Keluarga Berencana 4 4 4 12
Berdasarkan pendekatan analisis teknik USG tersebut di atas,
maka kesimpulan yang diperoleh mengarah pada masalah “Kesehatan
Ibu”. Kemudian Analisa Kembali untuk menentukan masalah yang lebih
spisifik.
Keterangan USG :
Identifikasi Fishbone :
a) Metode
1) Penerapan SOP belum maksimal
2) Kurang tegasnya sanksi bagi petugas yang kurang patuh
b) Lingkungan
1) Banyaknya jumlah pengunjung
c) Sarana
1) Belum optimalnya pengisian identitas pasien
2) Belum adanya gelang identitas pasien
d) Manusia
1) Kurangnya kesadaran petugas
2) Sibuk
3) Belum updatenya pengetahuan petugas
Identifikasi Fishbone :
a) Metode
1) Penyuluhan belum maksimal
2) Kurangnya monitoring ANC bekualitas
3) Kohort kurang maksimal
b) Lingkungan
1) Tradisi masyarakat setempat
2) Belum adanya kebijakan/sanksi persalinan selain di faskes
c) Dana
1) Tabulin atau asuransi JKN belum maksimal
d) Manusia
1) Kurangnya dukungan linsek
2) Kurangnya tenaga bidan desa
3) Koordinasi dengan paraji penolong persalinan belum optimal
4) Pengetahuan masyarakat masih rendah
e) Sarana
1) Belum optimalnya pemanfaatan Rumah Tunggu Kelahiran (RTK)
2) Sarana penyuluhan kurang maksimal
3. Indikator Mutu Prioritas Pelayanan
Identifikasi Fishbone :
a) Metode
1) Penerapan SOP belum maksimal
b) Sarana
1) Belum adanya perawatan rutin untuk alat
c) Manusia
1) Kurangnya petugas
2) Belum adanya petugas yang sesuai dengan tupoksi
3) Belum updatenya pengetahuan petugas