NIM : 2022312029P
Mata Kuliah : Teknologi Pengolahan Air
Dosen Pengampu : Reno Fitriyanti, S.T., M.Si.
Sumber Bacaan : Buku “Teknologi Proses Pengolahan Air untuk Mahasiswa dan Praktisi
Industri” oleh Suprihatin dan Ono Suparno. IPB Press.
Tujuan pengolahan air pada dasarnya adalah memproses air baku menjadi air bersih
hingga memenuhi persyaratan tertentu, yaitu dengan cara mengeliminasi bahan pencemar atau
bahan kontaminan dalam air sehingga air memenuhi syarat bagi peruntukannya. Oleh karena
itu, bahan-bahan kontaminan air perlu disisihkan sebelum air tersebut digunakan, sehingga
tidak menimbulkan gangguan pada saat air tersebut digunakan.
Tabel Fungsi satuan operasi di dalam pengolahan air
Proses pengolahan air juga dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu pengolahan
secara fisik, kimia, dan biologis. Proses-proses yang termasuk dalam pengolahan fisik adalah
penyaringan, sedimentasi, pertukaran gas, flotasi, adsorpsi, dan filtrasi. Pengolahan secara kimia
meliputi koagulasi, flokulasi, pertukaran ion, dan disinfeksi. Pengolahan secara biologis antara
lain biofiltrasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi atau penyisihan Fe dan Mn dengan memanfaatkan
aktivitas mikroorganisme.
4.1 Penyaringan
Berdasarkan pada jarak antarjerujinya, saringan dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu
saringan kasar (5–10 cm), saringan sedang (1–5 cm), dan saringan halus (0,3–1 cm). Partikel-partikel
berukuran lebih kecil yang tidak dapat dipisahkan menggunakan saringan dengan ukuran tersebut dapat
digunakan saringan dengan ukuran lebih halus lagi, yaitu berkuran 0,1 mm. Saat ini, telah tersedia di
pasaran saringan halus dengan ukuran hingga 2–40 µm yang memungkinkan untuk memisahkan partikel-
partikel yang berukuran relatif sangat kecil.
Arah Aliran
Bahan pengotor atau bahan partikel yang dipisahkan dengan cara ini tersangkut pada
saringan dan saringan harus dibersihkan secara reguler. Pembersihan saringan ini dapat
dilakukan secara manual maupun otomatis. Saat ini telah tersedia sistem saringan dengan
pembersihan saringan secara otomatis dan kontinu, misalnya dengan menyemprotkan air pada
saringan atau membersihan saringan secara mekanis.
4.2 Sedimentasi
Desain atau operasi unit sedimentasi sering didasarkan pada waktu tinggal (detention time)
dan beban permukaan (surface loading, overflow rate). Unit sedimentasi biasanya dirancang
dengan waktu tinggal (TD) lebih besar dari 3 jam dan beban permukaan kurang dari 33
m3/m2.hari. Ilustrasi perhitungan adalah sebagai berikut (Nathanson 1997). Waktu tinggal air
dalam tangki sedimentasi dengan volume 15.000 m3 dengan laju aliran air masuk (inlet)
sebesar 120.000 m3/hari adalah 3 jam. Tangki sedimentasi dapat berbentuk bundar atau
persegi.
Berdasarkan arah aliran air, tangki sedimentasi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu tangki
persegi dangkal aliran horizontal paralel, tangki bundar dangkal aliran radial, dan tangki corong
aliran vertikal radial. Tangki dangkal harus dilengkapi dengan pembersih lumpur, sedangkan
pada tangki corong lumpur terendapkan dengan tenaga berat dan terkumpul di dasar tangki.
4.3 Koagulasi/Flokulasi
Proses netralisasi muatan-muatan partikel tersebut disebut koagulasi dan pembentukan flok-
flok dari partikel-partikel kecil disebut flokulasi. Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang
umum digunakan dalam pengolahan air.
Jar test merupakan model sederhana proses koagulasi dan flokulasi, dapat digunakan untuk
mencari dosis koagulan dan flokulan serta nilai parameter- parameter proses yang optimal
melalui percobaan laboratorium.
Koagulan adalah bahan-bahan atau substansi (senyawa kimia) yang ditambahkan ke
dalam air untuk menghasilkan efek koagulasi. Sifat dan syarat penting koagulan adalah sebagai
berikut (Davis dan Cornwell 1991).
a. Kation trivalen. Kation trivalen merupakan kation yang paling efektif untuk menetralkan
muatan listrik koloid.
b. Tidak toksik. Persyaratan ini diperlukan untuk menghasilkan air atau air limbah hasil pengolahan
yang aman.
c. Tidak larut dalam kisaran pH netral. Koagulan yang ditambahkan harus terpresipitasi dari larutan,
sehingga ion-ion tersebut tidak tertinggal dalam air.
Koagulan berfungsi memberikan kation untuk mengganggu stabilitas suspensi koloid
bermuatan negatif. Koagulan yang paling umum digunakan adalah alum (Al3+) dan ion besi
(Fe3+). Alum dapat diperoleh dalam bentuk padatan atau larutan alum [Al2(SO4)3.xH2O].
Tabel 4.5 menunjukkan rumus kimia beberapa koagulan.
Efisiensi koagulasi dan flokulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi dan
jenis zat tersuspensi, pH, konsentrasi dan jenis flokulan, waktu dan kecepatan pengadukan, serta
adanya beberapa macam ion terlarut tertentu (seperti fosfat, sulfat, dan sebagainya). Faktor-
faktor tersebut bila kurang optimal dapat mengganggu koagulasi dan flokulasi.
Dua faktor penting dalam penambahan koagulan adalah pH dan dosis koagulan. Dosis
dan pH optimum ditentukan dari percobaan laboratorium menggunakan jar test. Kisaran pH
optimum untuk alum adalah 5,5–6,5, koagulasi mungkin juga terjadi antara pH 5 dan 8.
Garam feri memiliki kisaran pH untuk koagulasi efektif yang lebih besar daripada alum, yaitu pH
4–9.
Koagulasi dan flokulasi terdiri atas tiga tahap berikut.
a. Pelarutan pereaksi (reagen) melalui pengadukan cepat (misalnya 1 menit, 100 rpm), bila perlu
pembubuhan bahan kimia (sesaat) untuk menyesuaikan pH.
b. Pengadukan lambat untuk membentuk flok-flok (misalnya 15 menit, 20–40 rpm). Pengadukan
yang terlalu cepat dapat merusak kembali flok yang telah terbentuk.
c. Pengendapan (sedimentasi) flok-flok yang terbentuk (misalnya 15 menit atau 30 menit, 0 rpm).
4.4 Filtrasi
Filtrasi merupakan operasi yang paling sering diterapkan dalam pengolahan air. Selain efek
utama berupa penyaringan padatan secara mekanis (efek fisik), di dalam filtrasi juga dapat
berlangsung proses biologis dan reaksi kimia.
Pada pemilihan kecepatan untuk air pencuci dan udara pencuci dibatasi oleh dua kecepatan.
Kecepatan fluidisasi dipilih sedemikian rupa butiran filter terfluidasi dan kecepatan tersebut
harus dibatasi, sehingga butiran filter berukuran kecil tidak terbawa keluar bersama air. Pencucian
dengan air sering dilakukan pada kecepatan sekitar 50–70 m/h (Rott 1993) atau sekitar 10 l/
m2.detik selama 10 menit. Setelah pencucian berakhir, butiran-butiran filter mengendap
kembali dan filtrasi dapat dimulia kembali. Selama 5 menit pertama air hasil filtrasi biasanya
tidak dicampur dengan air bersih karena biasanya masih mengandung kotoran. Hal ini
dilakukan untuk menjamin bahwa sisa kotoran tidak terbawa ke dalam penampungan atau
sistem distribusi air (Nathanson 1997).
Tabel Rangkuman mekanisme dan parameter proses filtrasi
Rata- Renta
rata ng
Kecepatan filtrasi (m/jam) 7,4 4–25
Waktu filtrasi (jam) 20,0 6–50
Penggunaan air untuk backwashing 2,9 2–7
(% filtrat)
4.5 Biofiltrasi
Terminologi biofiltrasi adalah identik dengan fixed bed reactor dengan partikel sebagai bahan
pengisinya, dengan proses filtrasi dan perombakan biologis berlangsung secara simultan. Di
dalam biofiltrasi, mikroorganisme tumbuh pada permukaan partikel sebagai biofilm. Dengan
demikian biofiltrasi termasuk dalam kategori proses biofilm, biomassa aktif terutama ditentukan
oleh dua parameter, yaitu karakteristik permukaan media filter dan ketebalan biofilm yang
dipasok dengan substrat dan oksigen. Komposisi populasi mikroorganisme dalam biofilm
yang terbentuk sangat ditentukan oleh tingkat pembebanan dan kondisi operasi.
Biofiltrasi dapat diterapkan untuk eliminasi bahan organik, nitrifikasi, denitrifikasi, eliminasi
fosfor (berlangsung secara kimia), serta eliminasi padatan (termasuk bakteri dan virus). Biofilter
umumnya diterapkan sebagai pascapenanganan (post-treatment), yaitu untuk mengeliminasi sisa
polutan dari proses sebelumnya. Biofilter diterapkan untuk fungsi-fungsi: i) nitrifikasi sisa
amonium, dikombinasikan dengan eliminasi SS dan kadang-kadang juga eliminasi P; ii)
denitrifikasi sisa nitrat dengan penambahan sumber karbon (C), sekaligus untuk eliminasi SS,
dan kadang-kadang juga untuk penyisihan P; iii) nitrifikasi dan denitrifikasi di tahap kedua dengan
penambahan sumber C atau sebagai tahap utama dengan tujuan perombakan ikatan C,
nitrifikasi dan denitrifikasi.
4.6 Disinfeksi
Disinfeksi merupakan tahapan kritis dalam proses pengolahan air minum. Disinfeksi
dimaksudkan untuk membunuh atau menginaktifkan mikroorganisme patogen di dalam air
tersebut. Bakteri patogen penting yang sering dijumpai di dalam air minum adalah Salmonella,
Shigella, E. coli enterotoksigenik, Campylobacter, Vibrio dan Yersinia. Persyaratan air minum
telah ditetapkan bahwa kandungan bakteri koliform maupun E. coli harus 0 per 100 ml.
4.8 Pelunakan
Uraian tentang pelunakan air dijumpai dalam berbagai literatur, misalnya Corbitt (1990) serta
Davis dan Cornwell (1991). Kesadahan disebabkan oleh berbagai jenis kation polivalen.
Namun untuk sebagian besar jenis air, kesadahan adalah jumlah ion-ion kalsium dan magnesium
yang dinyatakan sebagai CaCO3. Proses pelunakan meliputi pengurangan kalsium dan
magnesium karena ion-ion tersebut cenderung untuk membentuk endapan dengan sabun
sesuai reaksi:
Akibat dari reaksi tersebut, sabun tidak dapat berinteraksi dengan kotoran pada pakaian
dan kompleks kalsium-sabun yang terbentuk berbentuk endapan yang tidak diinginkan. Kalsium
dan magnesium juga cenderung untuk membentuk endapan dalam pemanas air yang dapat
mengurangi efisiensi pemanasan air.
4.9 Adsorpsi
Adsorpsi dapat digunakan untuk menghilangkan bahan-bahan organik atau logam berat
terlarut yang tidak diinginkan. Bahan organik tersebut dapat berupa ikatan-ikatan organik alami,
seperti bahan penyebab bau, rasa, warna, atau dapat juga berupa ikatan halogen sintetis seperti
pestisida dan bahan pelarut organik. Selain itu, adsorpsi karbon aktif juga dapat digunakan
sebagai katalisator perombakan ikatan-ikatan klor dan ozon.
Karbon dioksida di dalam air mempunyai efek positif dan negatif, yaitu:
Karbon dioksida bebas berlebih menyebabkan air bersifat korosif dan dapat merusak peralatan
dari logam dan instalasi pengolahan air yang terbuat dari semen. Di dalam air, CO2 dapat berada
dalam berbagai bentuk, dan membentuk kesetimbangan‚ asam karbonat-kapur. Oleh karena
itu, kadar karbon dioksida dalam air harus dikendalikan. Pengurangan kadar karbon dioksida dapat
dilakukan dengan menciptakan kesetimbangan antara asam karbonat-kapur dengan menghilangkan
karbon dioksida bebas.