Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Erupsi Gunung Ile Lewotolok di Kabupaten Lembata telah menimbulkan
dampak yang signifikan terhadap kualitas udara dan kesehatan masyarakat setempat.
Erupsi ini merupakan contoh nyata betapa kuatnya kekuatan alam dan bagaimana
bencana alam dapat berdampak serius pada kehidupan manusia. Dampak erupsi
terhadap kualitas udara terlihat dari debu vulkanik yang menyebar di udara,
menciptakan kondisi udara yang sangat tidak sehat untuk dihirup. Debu vulkanik ini
dapat mengganggu pernapasan manusia, menyebabkan iritasi pada mata dan saluran
pernapasan, serta berpotensi menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang.
Selain itu, dampak erupsi juga dapat mempengaruhi sumber daya air dan pertanian,
yang berdampak pada pasokan pangan dan ekonomi masyarakat setempat.
Selain dampak fisik langsung, erupsi Gunung Ile Lewotolok juga memiliki
dampak psikologis dan sosial. Masyarakat setempat mengalami kecemasan dan stres
akibat ancaman erupsi yang terus-menerus. Evakuasi dan penyelamatan menjadi
prioritas, dan ini dapat memengaruhi psikologi individu dan komunitas secara
keseluruhan. Pemerintah dan lembaga kesehatan perlu bekerja sama dalam
memberikan dukungan psikologis dan sosial kepada masyarakat yang terkena
dampak erupsi.
Dengan begitu banyak aspek yang terpengaruh, penanganan dampak erupsi
Gunung Ile Lewotolok terhadap kualitas udara dan kesehatan masyarakat Kabupaten
Lembata menjadi sebuah tantangan serius. Perlu dilakukan pemantauan kualitas
udara yang ketat dan penyediaan perawatan medis yang memadai untuk mengatasi
masalah kesehatan yang mungkin muncul. Selain itu, pendekatan holistik yang
mencakup rehabilitasi ekonomi, sosial, dan psikologis juga sangat penting untuk
membantu masyarakat pulih dari dampak bencana ini.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana dampak erupsi Gunung Ile Lewotolok terhadap kualitas udara di
Kabupaten Lembata?
2. Apa dampak kesehatan yang dialami masyarakat Kabupaten Lembata akibat
erupsi Gunung Ile Lewotolok?
3. Bagaimana upaya mitigasi dan penanganan dampak erupsi dapat ditingkatkan
untuk melindungi kesehatan masyarakat dan memperbaiki kualitas udara di
Kabupaten Lembata?

C. Tujuan
1. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis dampak erupsi Gunung Ile Lewotolok
terhadap kualitas udara di Kabupaten Lembata, termasuk tingkat pencemaran
udara oleh debu vulkanik, partikel berbahaya, dan senyawa kimia lain yang
mungkin terkandung dalam udara pasca-erupsi.
2. Untuk mengevaluasi dampak kesehatan yang dialami oleh masyarakat
Kabupaten Lembata sebagai akibat dari erupsi Gunung Ile Lewotolok, termasuk
gangguan pernapasan, iritasi mata, dan penyakit lainnya yang berkaitan dengan
dampak debu vulkanik.
3. Untuk merumuskan rekomendasi dan strategi untuk meningkatkan upaya
mitigasi dan penanganan dampak erupsi, dengan tujuan melindungi kesehatan
masyarakat dan memperbaiki kualitas udara di Kabupaten Lembata. Hal ini
melibatkan evaluasi respons pemerintah, lembaga kesehatan, dan organisasi
terkait, serta penilaian terhadap program rehabilitasi dan dukungan sosial yang
diberikan kepada masyarakat terdampak.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gunung berapi merupakan sebuah gunung yang memiliki kawah yang berisi
magma dari dalam perut bumi. Gunung berapi muncul diakibatkan oleh magma dari
dalam bumi yang bergerak naik ke permukaan. Naiknya magma ke permukaan
disebabkan oleh aktivitas tektonik yang berawal dari kondisi tidak seimbangnya
litostatik di dalam bumi yang mengakibatkan terjadinya perbedaan tekanan penyebab
aliran massa. Penyebab lain naiknya magma ke permukaan adalah adanya konduksi
panas dari kantong magma ke lapisan batuan terdekat yang berisi gas, air tanah dan
fluida lain yang disebut sebagai kantung fluida. Konduksi panas yang terus menerus
menyebabkan peningkatan suhu dan tekanan pada kantong fluida, hingga suatu saat
tidak dapat menahan tekanan gas. Akibatnya magma mengalir dan kemudian terjadilah
erupsi.
Erupsi atau letusan gunung berapi merupakan peristiwa keluarnya magma ke
permukaan bumi. Proses keluarnya magma bisa dalam bentuk yang berbeda-beda untuk
tiap gunung api. Erupsi yang terjadi bisa elusif atau ekplosif. Pada erupsi elusif lava
keluar secara perlahan dan membentuk aliran lava, sedangkan pada erupsi eksplosif lava
keluar diikuti dengan ledakan. Secara garis besar jenis erupsi dapat dibagi tiga,
hawaiian, strombolian dan vulkanian (BNPB, 2016).
Erupsi gunung berapi biasanya dimulai dengan gempa-gempa kecil. Erupsi
terjadi dengan disertai awan panas dan turunnya hujan abu. Setelah aktivitas erupsi
menurun masyarakat masih belum aman sepenuhnya dari bahaya, abu yang turun
biasanya akan menumpuk dengan tebal dan dapat mengganggu saluran pernapasan. Jika
turun hujan setelah erupsi selesai maka akan menimbulkan bahaya lahar dingin, yang
berupa material-material seperti pasir dan bebatuan yang mengalir kencang dari lereng
gunung
Erupsi gunungapi melepaskan gas dan melemparkan benda padat lainnya ke
langit (atmosfer) dalam bentuk pecahan batuan berupa blok, bom dan lapili. Erupsi
gunung berapi dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu erupsi efusif dan eksplosif. Erupsi efusif
terjadi apabila produknya berbentuk aliran massa yang encer, komposisi magma basa
seperti lava basal. Sedangkan erupsi eksplosif terjadi apabila magma bersifat asam
menengah, seperti riolit, dasit, andesit dengan konsentrasi gas yang tinggi. Tingginya
konsentrasi gas ini menyebabkan lava terfragmentasi menjadi abu, pasir, batu dan sering
diikuti oleh gas vulkanik.
BAB III PEMBAHASAN

A. Dampak Erupsi Gunung Ile Lewotolok Terhadap Kualitas Udara


Erupsi Gunung Ile Lewotolok telah menghadirkan dampak signifikan terhadap
kualitas udara di Kabupaten Lembata. Pasca-erupsi, debu vulkanik dan partikel
berbahaya terbawa oleh angin, menciptakan kondisi udara yang sangat tidak sehat
untuk dihirup. Debu vulkanik yang tersebar di udara dapat mengakibatkan
pencemaran udara yang serius, mengganggu pernapasan dan menimbulkan potensi
bahaya bagi kesehatan masyarakat setempat. Selain itu, erupsi vulkanik juga
mungkin melepaskan senyawa kimia berbahaya ke atmosfer, yang dapat mencemari
udara dan berpotensi merusak sumber daya air serta lingkungan sekitarnya.
Erupsi Gunung Ile Lewotolok pada tahun 2021 berdampak negatif terhadap
kualitas udara di Kabupaten Lembata. Abu vulkanik, partikel berbahaya, dan
senyawa kimia lain yang terkandung dalam udara pasca-erupsi menyebabkan
peningkatan pencemaran udara di wilayah tersebut.
Debu vulkanik merupakan salah satu polutan udara utama yang dihasilkan oleh
erupsi gunung berapi. Debu vulkanik dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, dan
tenggorokan, serta gangguan pernapasan. Debu vulkanik juga dapat menurunkan
visibilitas dan mengganggu aktivitas penerbangan.
Partikel berbahaya lain yang dapat terkandung dalam udara pasca-erupsi antara
lain sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan karbon monoksida (CO).
SO2 dan NO2 dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, dan tenggorokan, serta
gangguan pernapasan. CO dapat menyebabkan keracunan, bahkan kematian.
Senyawa kimia lain yang mungkin terkandung dalam udara pasca-erupsi antara
lain hidrogen sulfida (H2S), klorin (Cl2), dan fluorin (F2). H2S dapat menyebabkan
keracunan, bahkan kematian. Cl2 dan F2 dapat menyebabkan iritasi mata, hidung,
dan tenggorokan, serta gangguan pernapasan.
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara yang dilakukan oleh Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), tingkat pencemaran udara di
Kabupaten Lembata pasca-erupsi Gunung Ile Lewotolok meningkat secara
signifikan. Peningkatan tingkat pencemaran udara ini terutama disebabkan oleh
peningkatan konsentrasi debu vulkanik, SO2, NO2, dan CO.
Peningkatan tingkat pencemaran udara ini berdampak negatif terhadap kesehatan
masyarakat dan lingkungan. Masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Ile
Lewotolok berisiko mengalami gangguan pernapasan, iritasi mata, dan kulit, serta
keracunan. Lingkungan juga dapat terdegradasi akibat pencemaran udara, seperti
kerusakan tanaman dan terganggunya ekosistem.

B. Dampak Kesehatan yang Dialami Masyarakat Kabupaten Lembata Akibat


Erupsi Gunung Ile Lewotolok
Erupsi Gunung Ile Lewotolok telah mengakibatkan dampak serius terhadap
kesehatan masyarakat Kabupaten Lembata. Pasca-erupsi, masyarakat setempat
menghadapi berbagai masalah kesehatan yang melibatkan gangguan pernapasan
sebagai dampak utama. Debu vulkanik yang tersebar di udara telah mengakibatkan
iritasi pada saluran pernapasan, batuk, sesak napas, dan penyakit pernapasan
lainnya. Selain itu, dampak erupsi juga mencakup iritasi mata, yang dapat
menyebabkan keluhan mata seperti mata merah dan berair. Kondisi ini dapat
berdampak buruk pada kualitas hidup masyarakat dan mengakibatkan tekanan
tambahan pada sistem kesehatan setempat yang mungkin sudah terbatas.
Erupsi Gunung Ile Lewotolok pada tahun 2021 berdampak negatif terhadap
kesehatan masyarakat Kabupaten Lembata. Abu vulkanik, partikel berbahaya, dan
senyawa kimia lain yang terkandung dalam udara pasca-erupsi menyebabkan
berbagai masalah kesehatan, antara lain:
1. Gangguan pernapasan, seperti batuk, sesak napas, dan asma.
2. Iritasi mata, seperti mata merah, gatal, dan berair.
3. Iritasi kulit, seperti kulit kering, gatal, dan ruam.
4. Keracunan, terutama akibat gas H2S yang bersifat mematikan.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Lembata, jumlah masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan akibat erupsi
Gunung Ile Lewotolok mencapai ribuan orang. Sebagian besar kasus gangguan
kesehatan tersebut merupakan gangguan pernapasan, seperti batuk, sesak napas, dan
asma.
Gangguan pernapasan akibat debu vulkanik terjadi karena debu vulkanik
mengandung silika yang bersifat tajam. Silika dapat mengiritasi saluran pernapasan
dan menyebabkan peradangan. Gejala gangguan pernapasan akibat debu vulkanik
biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terpapar debu vulkanik.
Iritasi mata dan kulit akibat debu vulkanik terjadi karena debu vulkanik
mengandung partikel halus yang dapat menembus lapisan terluar kulit dan mata.
Gejala iritasi mata dan kulit akibat debu vulkanik biasanya muncul dalam waktu
beberapa jam setelah terpapar debu vulkanik.
Keracunan akibat gas H2S terjadi karena gas H2S bersifat beracun dan dapat
menyebabkan kematian. Gas H2S biasanya terkandung dalam awan panas yang
dikeluarkan oleh gunung berapi.

C. Upaya Mitigasi Dan Penanganan Dampak Erupsi


Untuk meningkatkan upaya mitigasi dan penanganan dampak erupsi Gunung Ile
Lewotolok guna melindungi kesehatan masyarakat dan memperbaiki kualitas udara
di Kabupaten Lembata, diperlukan langkah-langkah konkret yang melibatkan
pemerintah, lembaga kesehatan, dan organisasi terkait. Pertama, respons pemerintah
harus dievaluasi dan ditingkatkan, termasuk dalam hal perencanaan evakuasi yang
lebih efisien dan penyebaran informasi yang lebih tepat waktu kepada masyarakat.
Pemerintah juga harus memastikan ketersediaan fasilitas kesehatan dan pasokan
obat-obatan yang cukup untuk mengatasi dampak kesehatan yang mungkin muncul.
Selanjutnya, lembaga kesehatan perlu memperkuat kapasitas mereka dalam
menangani masalah kesehatan yang berkaitan dengan erupsi vulkanik. Ini termasuk
peningkatan persiapan tenaga medis, persediaan peralatan medis yang memadai, dan
pelatihan masyarakat untuk mengenali gejala dan risiko kesehatan yang mungkin
timbul akibat paparan debu vulkanik.
Program rehabilitasi dan dukungan sosial juga harus dinilai agar dapat
memberikan bantuan yang lebih efektif kepada masyarakat yang terdampak. Ini
termasuk upaya untuk memulihkan mata pencaharian ekonomi yang terganggu dan
menyediakan bantuan psikologis kepada mereka yang mengalami dampak
psikologis dari erupsi vulkanik. Selain itu, pemantauan kualitas udara harus
ditingkatkan untuk memberikan informasi yang lebih akurat tentang tingkat
pencemaran udara pasca-erupsi. Ini akan membantu dalam pengambilan keputusan
yang lebih baik terkait dengan perlindungan masyarakat dan mitigasi dampak
kesehatan.
Upaya mitigasi dan penanganan dampak erupsi Gunung Ile Lewotolok dapat
ditingkatkan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan memperbaiki kualitas
udara di Kabupaten Lembata dengan cara berikut:
1. Peningkatan respons pemerintah dan lembaga terkait
Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan responsnya terhadap
potensi erupsi gunung berapi. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem
peringatan dini, meningkatkan kapasitas evakuasi, dan meningkatkan ketersediaan
layanan kesehatan dan sosial.
2. Peningkatan kesadaran masyarakat
Masyarakat perlu meningkatkan kesadarannya tentang potensi bahaya erupsi
gunung berapi. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi dan edukasi
tentang mitigasi bencana erupsi gunung berapi.
3. Peningkatan penelitian dan pengembangan
Penelitian dan pengembangan perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
tentang dampak erupsi gunung berapi terhadap kesehatan masyarakat dan kualitas
udara. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan teknologi baru untuk
memantau dan mengurangi dampak erupsi gunung berapi.
BAB III STUDI KASUS

Erupsi Gunung Ile Lewotolok adalah peristiwa alam yang terjadi pada 16-30
September 2023 di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Erupsi ini
menyebabkan peningkatan pencemaran udara dan berbagai masalah kesehatan, antara
lain gangguan pernapasan, iritasi mata, dan keracunan. Gunung Ile Lewotolok
merupakan gunung berapi aktif yang terletak di Pulau Lembata, NTT. Gunung ini
memiliki ketinggian 1.455 meter di atas permukaan laut. Erupsi Gunung Ile Lewotolok
pada tahun 2023 merupakan erupsi terbesar yang terjadi di gunung ini dalam kurun
waktu 50 tahun terakhir.
Erupsi Gunung Ile Lewotolok menyebabkan peningkatan pencemaran udara di
Kabupaten Lembata. Abu vulkanik, partikel berbahaya, dan senyawa kimia lain yang
terkandung dalam udara pasca-erupsi menyebabkan penurunan visibilitas dan
mengganggu aktivitas penerbangan. Erupsi Gunung Ile Lewotolok juga berdampak
negatif terhadap kesehatan masyarakat Kabupaten Lembata. Abu vulkanik, partikel
berbahaya, dan senyawa kimia lain yang terkandung dalam udara pasca-erupsi
menyebabkan berbagai masalah kesehatan, antara lain gangguan pernapasan, iritasi
mata, dan keracunan. Kualitas udara di Kabupaten Lembata setelah erupsi Gunung Ile
Lewotolok pada tahun 2023 mengalami peningkatan pencemaran udara yang signifikan.
Hal ini disebabkan oleh abu vulkanik, partikel berbahaya, dan senyawa kimia lain yang
terkandung dalam udara pasca-erupsi.
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara yang dilakukan oleh Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), tingkat pencemaran udara di
Kabupaten Lembata pasca-erupsi Gunung Ile Lewotolok meningkat secara signifikan.
Peningkatan tingkat pencemaran udara ini terutama disebabkan oleh peningkatan
konsentrasi debu vulkanik, sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan karbon
monoksida (CO).
Peningkatan tingkat pencemaran udara ini berdampak negatif terhadap kesehatan
masyarakat dan lingkungan. Masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Ile Lewotolok
berisiko mengalami gangguan pernapasan, iritasi mata, dan kulit, serta keracunan.
Lingkungan juga dapat terdegradasi akibat pencemaran udara, seperti kerusakan
tanaman dan terganggunya ekosistem.
BAB IV KESIMPULAN

Studi ini mendalam tentang dampak erupsi Gunung Ile Lewotolok terhadap
Kabupaten Lembata, dengan fokus pada kualitas udara dan kesehatan masyarakat. Hasil
analisis menyajikan gambaran yang jelas tentang situasi yang sangat serius yang
dihadapi oleh masyarakat setempat pasca-erupsi.
Erupsi vulkanik ini menghasilkan debu vulkanik dan partikel berbahaya yang
berdampak pada kualitas udara di wilayah tersebut. Pencemaran udara menciptakan
kondisi yang tidak sehat untuk pernapasan, menyebabkan gangguan pernapasan, iritasi
mata, dan potensi masalah kesehatan jangka panjang. Selain itu, erupsi juga memiliki
dampak psikologis dan sosial yang signifikan pada masyarakat, termasuk kecemasan
dan stres akibat ancaman erupsi yang terus-menerus.
Untuk mengatasi situasi ini, upaya mitigasi dan penanganan harus ditingkatkan.
Evaluasi respons pemerintah, lembaga kesehatan, dan organisasi terkait sangat penting
untuk memperbaiki perencanaan evakuasi, komunikasi, dan akses ke fasilitas kesehatan.
Selain itu, program rehabilitasi dan dukungan sosial perlu ditingkatkan untuk membantu
masyarakat dalam pemulihan ekonomi dan psikologis.
Pemantauan kualitas udara yang lebih cermat juga perlu diterapkan untuk
memberikan informasi yang lebih akurat kepada masyarakat dan pembuat keputusan.
Studi ini menggarisbawahi urgensi kerjasama antara pemerintah, lembaga kesehatan,
dan organisasi kemanusiaan dalam menghadapi bencana semacam ini. Dengan
perbaikan yang tepat, dapat diharapkan bahwa langkah-langkah mitigasi dan
penanganan dampak bencana alam semacam erupsi vulkanik akan lebih efektif,
melindungi kesehatan masyarakat, dan memperbaiki kualitas udara di Kabupaten
Lembata.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.antaranews.com/berita/3760440/pvmbg-ingatkan-ancaman-bahaya-erupsi-
gunung-api-ile-lewotolok-lembata
BNPB (2016) Risiko bencana indonesia. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.
Karunia, D. (2019). Pengaruh Aktivitas Manusia Terhadap Perubahan Kualitas Udara.
Indirawati, S. M., & Sembiring, H. (2020). Jarak Sumber Air Baku Air Minum dari
Pusat Erupsi dan Risiko Kesehatan Masyarakat di Wilayah Pasca Erupsi
Sinabung.
Rafsanjani, A. I. (2021). Polusi Udara. OSF Preprints. January, 4.
REZLYA, F. S. (2022). ANALISIS pH DAN KONDUKTIVITAS AIR HUJAN
TERHADAP KUALITAS UDARA SELAMA 2019-2021 DI WILAYAH BANDAR
LAMPUNG (Doctoral dissertation, UIN RADEN INTAN LAMPUNG).
Yasir, M. (2021). Pencemaran Udara Di Perkotaan Berdampak Bahaya Bagi Manusia,
Hewan, Tumbuhan dan Bangunan. Jurnal OSF. Oi, 1-10.

Anda mungkin juga menyukai