AKHLAK BERNEGARA
Disusun Oleh:
KELOMPOK 10
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita
curahkankepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan
kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an dan
Al-Hadist dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan
serta informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami
sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang
membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Akhlak yang kami harapkan
sebagai bahan koreksi untuk kami.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulis.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................3
2.1 Pengertian Akhlak Bernegara..............................................................................3
2.2 Hak dan Kewajiban Pemimpin............................................................................3
2.3 Hak dan Kewajiban Warga..................................................................................7
BAB III PENUTUP....................................................................................................12
3.1 Kesimpulan........................................................................................................12
3.2 Saran..................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
4
imam. Selain itu Dhafir Al-Qasimy menyebutkan lagi hak imam dalam
melaksanakan tugas imam dalam melaksanakan tugas Negara.
1. Hak mendapat penghasilan (Al-Qasimy)
Hak ini terang adanya, sebab imam telah melakukan pekerjaan demi
kemaslahatan umum, sehingga tak ada waktu lagi baginya memikirkan
kepentingan pribadinya. Hal ini jelas sekali jika di lihat dari ukuran sekarang,
meskipun lain halnya dibandingkan di masa-masa awal dahulunya, Khalifah
Abu Bakar ra, atas desakan beberapa Sahabat juga mendapatkan penghasilan
dari jabatan khalifahnya.
2. Hak mengeluarkan peraturan (Haq Al-Tasyri’)
Seorang imam juga berhak mengeluarkan peraturan yang mengikat warganya,
sepanjang peraturan itu tidak terdapat dalam Al-Qu’an dan mengikuti Al-
Sunnah. Dalam mengeluarkan praturan-peraturan imam mestilah mengetahui
kaedah-kaedah dan pedoman-pedoman yang terdapat dalam Nash. Yang
terpenting di antaranya ialah musyawarah (AL-Syura) yakni bahwa dalam
mengeluarkan suatu peraturan, ini tidak boleh bertindak sewenang-wenang, ia
harus mempertimbangkan fikiran dari para ahli dalam masalah yang
bersangkutan. Selain itu peraturan tersebut juga tidat boleh bertentangan
dengan nash syara’ atau dengan ruh-tasyri’ dalam al-qur’an dan sunnah.
Selain itu terdapat hak pemerintah Negara dalam buku Sayyid Abul A’la
Maududi yaitu sebagai berikut.
1. Kepala Negara jangan berfungsi secara otokratik, tetapi secara
musyawarah, yaitu dia harus melaksanakan tugasnya dengan selalu
bermusyawarah dengan orang-orang yang memegang tanggung jawab
dalam pemerintahan dengan wakil-wakil yang dipilih rakyat.
2. Kepala Negara tidak memiliki hak untuk mencabut UUD seluruhnya
ataupun sebagian diantaranya, atau menyelenggarakan pemerintahan tanpa
majelis permusyawaratan.
3. Badan yang diberi wewenang untuk memilih Kepala Negara juga akan
memiliki kewenangan untuk memberhentikannya melalui suara mayoritas.
5
manusia dengan adil dan menunaikan amanat, wajib ditaati”. (Lihat Tafsi
Al-Qurthubi 5/258 dan Tafsir Al-Baghawi 2/204).
4. Melaksanakan hukum Allah.
Pemimpin utama adalah Allah, sedangkan pemimpin manusia adalah
khalifah di permukaan bumi, dia bertugas melaksanakan hukum Allah dan
menyeru manusia untuk berhukum dengan hukum Nya. Maka patutkah
aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah
menurunkan kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan terperinci. (QS. Al-
An’am: 114).
5. Menasehati masyarakatnya.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Pemimpin berkewajiban menasehati
rakyatnya, agar kembali ke jalan yang benar untuk memperoleh maslahat
dunia dan akhiratnya. Rakyat akan mudah taat kepada pemimpinnya, dan
hendaknya pemimpin menunaikan amanat, karena orang yang taat kepada
Allah akan disegani oleh umat”.
masyarakat dan siapa saja yang mampu memberikan suatu pendapat yang
baik.
3. Hak Menurunkan Pemimpin(apabila keadaan mengharuskan) (Haqq al-‘Azl)
Menurut al-Baqillani, umat tidak mempunyai hak untuk membatalkan kecuali
ada kasus yang mengharuskan untuk itu. Al-Bagdadi menjelaskan bahwa
seorang imam yang tidak cacat dan bertindak tidak bertentangan dengan
syariat harus didukung dan ditaati oleh umat. Tapi apabila ia menyimpang
dari ketetapan syariat, masyarakat harus memilih di antara dua tindakan
kepadanya, yaitu mengembalikannya dari perbuatan salah kepada kebaikan,
atau mencopot jabatannya.
4. Hak untuk Mencalonkan (Haqq al-Tarsyih)
Seorang warganegara berhak untuk mencalonkan orang lain untuk menduduki
jabatan politik. Namun seorang warganegara, pada dasarnya, tidak berhak
(dan tidak etis) untuk mencalonkan dirinya sendiri, karena Nabi melarang
yang demikian. Namun jika keadannya darurat (seperti di zaman ini dimana
banyak orang-orang fasiq dan tidak memiliki keahlian saling berebut jabatan
politik) maka pencalonan diri sendiri menjadi boleh asalkan memenuhi syarat-
syaratnya
5. Hak untuk Dipilih / Memangku Jabatan-jabatan Umum (Haqq Tawalliy al-
Wazha-if al-‘Ammat)
Di dalam Taisir al-Wushul Juz I hal. 18, memangku jabatan politik bukanlah
hak akan tetapi taklif dan amanah. Nabi melarang umat-Nya untuk
memberikan jabatan kepada orang yang memintanya (karena ambisi).
Sedangkan hak – hak umum warga negara antara lain sebagai berikut.
1. Hak Persamaan (Al-Musawat)
Umar ibn Khaththab pernah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ariy :
“Samakanlah setiap manusia dalam majelis-majelismu, di hadapan wajahmu,
dan dalam pengadilan-pengadilanmu, sehingga orang yang berkedudukan
tidak menjadi berharap atas keberpihakanmu, sementara orang yang lemah
tidak putus asa terhadap keadilanmu”.
9
yang akan divonis karena suatu dakwaan tanpa sepenuhnya diberi hak untuk
membela diri dan tanpa keputusan pengadilan yang sah.
3. Semua mazhab pemikiran muslim yang diakui, didalam batas-batas hukum,
akan memiliki kemerdekaan agama sepenuhnya. Semuanya behak untuk
menyebarluaskan segala perintah keagamaan kepada penganutnya dan berhak
mempropagandakan pandangan-pandangan mereka. Masalah-masalah yang
berada di bawah lingkup hukum pribadi akan diselenggarakan sesuai dengan
masing-masing fiqh mereka.
4. Para warga Negara non muslim , dalam batas-batas hukum, akan memiliki
kemerdekaan beragama dan beribadat sepenuh-penuhnya, kemerdekaan
menganut cara hidup, kebudayaan dan pendidikan agama. Mereka akan diberi
hak untuk menyelenggarakan hukum pribadi mereka sejalan dengan aturan
agama, adat-istiadat dan tradisinya masing-masing.
5. Semua kewajiban yang diemban Negara, dalam batas-batas hukum, atas
warga Negara non muslim akan sepenuhnya dihormati. Mereka akan diberi
hak sama dengan warga Negara muslim untuk memperoleh hak-hak
kewarganegaraan.
Disamping hak–hak rakyat, terdapat kewajiban rakyat yang wajib
dilaksanakan sekalipun imam kurang memenuhi kewajiban dan persyaratannya,
karena kewajiban rakyat lain dengan kewajiban imam, rakyat tidak memikul
dosanya imam, tetapi rakyat berdosa bila mereka tidak menjalankan
kewajibannya. Adapun kewajiban umat yang harus diperhatikan antara lain
sebagai berikut:
1. Mentaati imam bila tidak memerintah maksiat
Ibnu Katsir berkata: “Ayat diatas menjelaskan kewajiban rakyat mentaati
pemimpin apabila perintahnya benar, tetapi bila perintahnya menyelisih yang
haq tidak boleh mentaatinya”.
2. Mentati imam pada saat suka dan duka
Dari Abdullah radhiyallahu ‘anhu , Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Wajib mendengarkan dan taat kepada pemimpin muslim dalam hal
11
yang disenangi dan yang dibenci, selagi tidak diperintah untuk maksiat, tetapi
bila diperintah maksiat, tidak boleh mendengar dan mentaatinya”. (HR.
Bukhari 6611).
3. Mentaati imam sekalipun dia lebih mementingkan dirinya daripada
kepentingan umat.
Dari Ubadah bin As-Shamit radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata: “Kami
mendengar dan mentaati peminpin kami pada waktu kami bersemangat dan
benci, dalam keadaan sulit atau mudah, (walaupun dia) mendahulukan
kepentingan dirinya daripada kepentingan kami, dan kami tidak akan
mencabut urusan yang itu haknya.. Dia berkata: Kecuali bila engkau melihat
benar-benar pemimpin itu kafir, bagimu punya bukti disisi Allah”. (HR.
Muslim 3427).
4. Wajib menasehati pemimpin bila salah, dengan tidak menyebarkan aibnya
dihadapan umat.
Adapun dilarang menyebarkan aib pemimpin dihadapan umat, kita dapat
melihat kembali sejarah Raja Fir’aun yang mengaku dirinya sebagai tuhan,
raja kekufuran dan kesyirikan, tetapi Allah menyuruh Nabi Musa dan
saudaranya Harun agar mendatangi Fir’aun dan menasihatinya dengan lembut
dan sopan. Sabda Rasullullah saw : “Barangsiapa menasihati pemimpin,
janganlah di depan umum, tetapi datangi dia dengan menyepi, jika diterima
(nasihat) maka itulah yang diharapkan. Jika tidak menerima, dia telah
menunaikan apa yang menjadi kewajibannya”.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dalam bernegara kita seharusnya bisa menjalankan aturan-aturan
sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW, yaitu akhlak bernegara,
Salah satu yang diajarkan Rasulullah SAW dalam bernegara, yaitu menyelesaikan
persoalan negara dengan musyawarah guna untuk mencapai sebuah mufakat.
Dalam kepemimpinan disebuah negara dibutuhkan sebuah sifat adil, keadilan
sangat diperlukan karena dalam Al-Qur’an sendiri keadilan harus dijalankan
dalam kepemimpinan negara bahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks keislaman arti pemimpin sering disebut dengan sebutan imam,
atau khalifah. Hak pemimpin menurut Al-Mawardi ada dua yaitu hak untuk
ditaati oleh rakyatnya dan hak untuk dibantu jika pemimpin tersebut mengalami
suatu permasalahan yang susah untuk dipecahkan. Islam senantiasa menekankan
kepada setiap umatnya untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya. Apabila
setiap pihak menunaikan kewajiban-kewajibannya, maka hal itu akan
berimplikasi pada terpenuhinya hak-hak setiap pihak. Apabila kewajiban-
kewajiban ditunaikan maka hak-hak akan terpenuhi dengan sendirinya tanpa perlu
dituntut
III.2 Saran
Mari kita menyiapkan diri untuk segera meneladani Rasulullah SAW secara
total, dengan menerapkan syariah Islam di seluruh aspek kehidupan bangsa ini
secara total. Pilih pemimpin yang memiliki tekad kuat untuk meneladani
Rasulullah SAW dalam setiap aspek kehidupan. Pilih pemimpin yang hanya akan
menerapkan aturan Islam secara total dalam bernegara.
12
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A. 1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar Offset.
M. Quraish Shihab. 1996. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’ Atas Berbagai
Persoalan Ummat. Bandung : Mizan.
Muhammad Abdul Kadir. 1987. Hakekat Sistem Politik Islam. Yogyakarta : Pustaka
Setia.
Taufik Asy-Syawi. 1997. Syura Bukan Demokrasi, terjemahan Djamaluddin Z.S.
Jakarta : Gema Insani Press.
Prof. Dr. H. Rachmat Djatnika. 1996. Etika Berkuasa. Jakarta: Pustaka Panjimas
A’la Maududi, Sayyid Abul.1995. Sistem Politik Islam. Bandung. Mizan.
Djazuli. 2003. Figh Siyasah. Bogor: Prenada Media http://amar-
politik.blogspot.co.id/2010/12/hak-hak-dan- kewajiban-kepala-negara.html
Muhammad, Rusjdi Ali. 2000. Politik Islam. Yogyakarta : PT. Arun, Pim dan Yasat.
Syarif, Mujar Ibnu dan Khamami Zada. , 2008. fiqh Siyas (Doktrin dan Pemikiran
Politik Islam). Jakarta: Erlangga
13