Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AKHLAK BERNEGARA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak


Dosen Pengampu : Syamsul Ma’arif, S.H., M.S.I.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 10

DEDE DWI ADITYA SAPUTRA : 211230000574


AULIYA ROCHMANIA : 211230000571

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita
curahkankepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan
kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an dan
Al-Hadist dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan
serta informasi yang semoga bermanfaat.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami
sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang
membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Akhlak yang kami harapkan
sebagai bahan koreksi untuk kami.

Jepara, 27 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulis.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................3
2.1 Pengertian Akhlak Bernegara..............................................................................3
2.2 Hak dan Kewajiban Pemimpin............................................................................3
2.3 Hak dan Kewajiban Warga..................................................................................7
BAB III PENUTUP....................................................................................................12
3.1 Kesimpulan........................................................................................................12
3.2 Saran..................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Modernisasi zaman yang semakin berkembang dari waktu ke waktu menuntut
manusia untuk memahami akhlak secara essensial, dalam arti bahwa manusia
memahami akhlak bukan hanya sebagai sikap atau perilaku saja. Melainkan
akhlak tersebut diimplementasikan dalam kehidupan sehari – hari. Tidak
terkecuali dalam akhlak bernegara.
Akhlak ini perlu untuk disadari oleh kita agar kita dapat menjadi semakin
kritis terhadap persoalan yang terjadi pada bangsa dan negara kita. Bukan hanya
itu, hal ini didorong dengan kekhawatiran akan generasi kita, apabila tidak
dibekali dengan pengetahuan tentang akhlak yang cukup, untuk menjalani
kehidupan kedepannya.
Dalam akhlak bernegara, tentunya menggambarkan sikap seseorang terhadap
bangsa dan negaranya, sikap tersebut menunjukkan jati diri dari orang tersebut.
Secara kodrati manusia memiliki jiwa kepemimpinan dalam dirinya dan sangat
memungkinkan untuk menjadi pemimpin yang baik bagi orang-orang yang
dipimpin. Dalam konteks keislaman arti pemimpin dalam konsep lughoh sering
disebut dengansebutan Khalifah. Khalifah mendefinisikan suatu kepemimpinan
umum yang mencakup urusan keduniaan dan urusan keahiratan. Pengertian
khalifah di dalamnya mengandung arti adanya proses regenerasi. Pada esensinya
seorang pemimpin itu diproyeksikan untuk mengambil alih peran serta fungsi
nabi dalam menjaga agama dan mengatur dunia.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan, maka rumusan masalah makalah
ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud akhlak bernegara?
2. Apakah hak dan kewajiban pemimpin?

1
2

3. Apakah hak dan kewajiban warga?

I.3 Tujuan Penulis


Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan,maka tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Memahami pengertian Akhlak Bernegara.
2. Mengetahui dan memahami hak dan kewajiban seorang pemimpin.
3. Mengetahui dan memahami hak dan kewajiban warga/rakyat.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Akhlak Bernegara


Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh
suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak
merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti
perangai, tingkah laku, atau tabiat. Cara membedakan akhlak, moral dan etika
yaitu dalam etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk
menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam moral dan
susila menggunakan tolok ukur norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan
berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat), dan dalam akhlaq menggunakan
ukuran Al Qur’an dan Al Hadis untuk menentukan baik-buruknya.
Sedangkan Negara merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau
aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara
independent. Sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Akhlak Bernegara
memiliki arti Akhlak Islam dalam kehidupan bernegara yang di landasi atas nilai
ideologi, yaitu menciptakan “baladtun tayyibatun wa rabbun ghafur”, atau negeri
yang sejahtera dan sentosa.
Dengan membangun kemakmuran di muka bumi, maka cita–cita kebahagiaan
dalam kehidupan dunia dan akhirat akan terwujud sesuai dengan janji Allah SWT.
Hal tersebut dapat dicapai antara lain dengan akhlak yang baik, iman, dan amal.
Ini bermakna bahwa manusia harus mengikuti kebenaran yang dibawa oleh
Rasulullah SAW.

II.2 Hak dan Kewajiban Pemimpin


Al-Mawardi menyebutkan ada dua hak imam, yaitu hak untuk di taati dan hak
untuk di bantu. Akan tetapi, apabila kita pelajari sejarah ternyata ada hak lain bagi
imam, yaitu hak untuk mendapat imbalan dari harta baitul Mal untuk keperluan
hidupnya dan keluarganya secara patut, sesuai dengan kedudukanya sebagai

3
4

imam. Selain itu Dhafir Al-Qasimy menyebutkan lagi hak imam dalam
melaksanakan tugas imam dalam melaksanakan tugas Negara.
1. Hak mendapat penghasilan (Al-Qasimy)
Hak ini terang adanya, sebab imam telah melakukan pekerjaan demi
kemaslahatan umum, sehingga tak ada waktu lagi baginya memikirkan
kepentingan pribadinya. Hal ini jelas sekali jika di lihat dari ukuran sekarang,
meskipun lain halnya dibandingkan di masa-masa awal dahulunya, Khalifah
Abu Bakar ra, atas desakan beberapa Sahabat juga mendapatkan penghasilan
dari jabatan khalifahnya.
2. Hak mengeluarkan peraturan (Haq Al-Tasyri’)
Seorang imam juga berhak mengeluarkan peraturan yang mengikat warganya,
sepanjang peraturan itu tidak terdapat dalam Al-Qu’an dan mengikuti Al-
Sunnah. Dalam mengeluarkan praturan-peraturan imam mestilah mengetahui
kaedah-kaedah dan pedoman-pedoman yang terdapat dalam Nash. Yang
terpenting di antaranya ialah musyawarah (AL-Syura) yakni bahwa dalam
mengeluarkan suatu peraturan, ini tidak boleh bertindak sewenang-wenang, ia
harus mempertimbangkan fikiran dari para ahli dalam masalah yang
bersangkutan. Selain itu peraturan tersebut juga tidat boleh bertentangan
dengan nash syara’ atau dengan ruh-tasyri’ dalam al-qur’an dan sunnah.
Selain itu terdapat hak pemerintah Negara dalam buku Sayyid Abul A’la
Maududi yaitu sebagai berikut.
1. Kepala Negara jangan berfungsi secara otokratik, tetapi secara
musyawarah, yaitu dia harus melaksanakan tugasnya dengan selalu
bermusyawarah dengan orang-orang yang memegang tanggung jawab
dalam pemerintahan dengan wakil-wakil yang dipilih rakyat.
2. Kepala Negara tidak memiliki hak untuk mencabut UUD seluruhnya
ataupun sebagian diantaranya, atau menyelenggarakan pemerintahan tanpa
majelis permusyawaratan.
3. Badan yang diberi wewenang untuk memilih Kepala Negara juga akan
memiliki kewenangan untuk memberhentikannya melalui suara mayoritas.
5

4. Mengenai hak-hak kewarganegaraan kepala Negara sama kedudukannya


dengan kaum muslim lainnya dan tidak diperkenankan berada diatas
hukum.
5. Semua warga Negara, apakah anggota pemerintahan, pejabat maupun
pribadi, akan berada dibawah hukum yang sama serta yurisdiksi
pengadilan yang sama.
6. Penyebarluasan dan publikasi pandangan serta ideologi yang dianggap
mengancam prinsip dan cita-cita dasar Negara islam akan dilarang.
Berbagai wilayah Negara harus dianggap sebagai unit-unit pemerintahan
dari suatu Negara. Wilayah-wiayah ini tidak akan dijadikan sebagai
wilayah yang sifatnya rasial, linguistic ataupun kesukuan, tetapi hanya
berbagai wilayah –wilayah pemerintahan yang boleh diberi kekuasaan-
kekuasaan dibawah supremasi pusat sebagaimana yang dianggap perlu
untuk kemudahan administrasi.
Adapun kewajiban pemimpin menurut al-Mawardi adalah sebagai berikut.
1. Memelihara agama, dasar-dasarnya yang telah ditetapkan dan apa yang
telah di sepakati oleh umat salaf.
2. Mentafidzkan hukum-hukum di antara orang-orang yang bersengketa, dan
menyelesaikan perselisihan, sehingga keadilan terlaksana secara umum.
3. Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan tentram
dan tenang berusaha mencari kehidupan, serta dapat berpergian dengan
aman, tanpa ada gangguan terhadap jiwanya atau hartanya.
4. Menegakkan hukum-hukum Allah, agar orang tidak berani melanggar
hukum dan memelihara hak-hak hamba dari kebinasaan dan kerusakan.
5. Menjaga tapal batas dengan kekuatan yang cukup, agar musuh tidak
berani menyerang dan menumpahkan darah muslim atau non muslim yang
mengadakan perjanjian damai dengan muslim (mu’ahid).
6. Memerangi orang yang menentang islam setelah melakukan dakwah
dengan baik tapi mereka tidak mau masuk islam dan tidak pula menjadi
kafir dzimi.
6

7. Memungut Fay dan shadaqah-shadaqah sesuai dengan ketentuan syara’


atas dasar nash atau ijtihad tanpa ragu-ragu.
8. Manetapkan kadar-kadar tertentu pemberian untuk orang-orang yang
berhak menerimanya dari Baitul Mal dengan wajar serta membayarkanya
pada waktunya.
9. Menggunakan orang-orang yang dapat di percaya dan jujur di dalam
menyelesaikan tugas-tugas serta menyerahkan pengurusan kekayaan
Negara kepadamereka. Agar pekerjaan dapat dilaksanakan oleh orang-
orang yang ahli, dan harta Negara di urus oleh orang yang jujur.
10. Melaksanakan tugas-tugasnya yang langsung di dalam membina umat dan
menjaga agama.
Yusuf Musa menambahkan kewajiban lain, yaitu: Menyebarluaskan ilmu
dan pengetahuan, karena kemajuan umat sangat tergantung kepada ilmu-ilmu
agama dan ilmu-ilmu keduniwian. Selain itu terdapat kewajiban pemimpin
secara umum, antara lain sebagai berikut.
1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Taat kepada Allah dan RasulNya bukan hanya kewajiban rakyat, tetapi
kewajiban pemimpin pula karena keumuman ayat diatas.
2. Mengajak umat agar beribadah kepada Allah dan memberantas kesyirikan.
Inilah satu-satu(nya) tugas yang paling pokok, yang dipikul oleh
pemimpin agar mengajak umat beribadah kepada Allah Ta’ala dan
memberantas semua bentuk kesyirikan dan sarananya sebagaimana yang
telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam dan khulafaur
Rasyidin sesudahnya.
3. Berbuat adil
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. (QS. An-Nisa’:
58). Sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu berkata: “Imam yang menghukumi
7

manusia dengan adil dan menunaikan amanat, wajib ditaati”. (Lihat Tafsi
Al-Qurthubi 5/258 dan Tafsir Al-Baghawi 2/204).
4. Melaksanakan hukum Allah.
Pemimpin utama adalah Allah, sedangkan pemimpin manusia adalah
khalifah di permukaan bumi, dia bertugas melaksanakan hukum Allah dan
menyeru manusia untuk berhukum dengan hukum Nya. Maka patutkah
aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah
menurunkan kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan terperinci. (QS. Al-
An’am: 114).
5. Menasehati masyarakatnya.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Pemimpin berkewajiban menasehati
rakyatnya, agar kembali ke jalan yang benar untuk memperoleh maslahat
dunia dan akhiratnya. Rakyat akan mudah taat kepada pemimpinnya, dan
hendaknya pemimpin menunaikan amanat, karena orang yang taat kepada
Allah akan disegani oleh umat”.

II.3 Hak dan Kewajiban Warga


Hak-hak warganegara dalam Negara Islam bisa dibedakan atas Hak-hak
Politik dan Hak-hak Umum. Hak – hak politik warganegara antara lain sebagai
berikut.
1. Hak memilih.
Menurut Ibnu Taimiyah, hal ini didasarkan pada praktek kehidupan Nabi
Muhammad SAW dan Khulafa ar- Rasyidin. Menurut pendapatnya, keempat
khalifah itu meraih kekuasaan berdasarkan pemilihan masyarakat. Hal ini
menunjukkan bahwa rakyat berhak memilih kepala Negara melalui ahlul hall
wal ‘aqd.
2. Hak Bermusyawarah (Haqq al-Musyawarat)
Menurut Ibnu Taimiyah, seorang pemimpin seharusnya tidak hanya meminta
pertimbangan dari kalangan ulama, tetapi juga dari semua kelas dalam
8

masyarakat dan siapa saja yang mampu memberikan suatu pendapat yang
baik.
3. Hak Menurunkan Pemimpin(apabila keadaan mengharuskan) (Haqq al-‘Azl)
Menurut al-Baqillani, umat tidak mempunyai hak untuk membatalkan kecuali
ada kasus yang mengharuskan untuk itu. Al-Bagdadi menjelaskan bahwa
seorang imam yang tidak cacat dan bertindak tidak bertentangan dengan
syariat harus didukung dan ditaati oleh umat. Tapi apabila ia menyimpang
dari ketetapan syariat, masyarakat harus memilih di antara dua tindakan
kepadanya, yaitu mengembalikannya dari perbuatan salah kepada kebaikan,
atau mencopot jabatannya.
4. Hak untuk Mencalonkan (Haqq al-Tarsyih)
Seorang warganegara berhak untuk mencalonkan orang lain untuk menduduki
jabatan politik. Namun seorang warganegara, pada dasarnya, tidak berhak
(dan tidak etis) untuk mencalonkan dirinya sendiri, karena Nabi melarang
yang demikian. Namun jika keadannya darurat (seperti di zaman ini dimana
banyak orang-orang fasiq dan tidak memiliki keahlian saling berebut jabatan
politik) maka pencalonan diri sendiri menjadi boleh asalkan memenuhi syarat-
syaratnya
5. Hak untuk Dipilih / Memangku Jabatan-jabatan Umum (Haqq Tawalliy al-
Wazha-if al-‘Ammat)
Di dalam Taisir al-Wushul Juz I hal. 18, memangku jabatan politik bukanlah
hak akan tetapi taklif dan amanah. Nabi melarang umat-Nya untuk
memberikan jabatan kepada orang yang memintanya (karena ambisi).
Sedangkan hak – hak umum warga negara antara lain sebagai berikut.
1. Hak Persamaan (Al-Musawat)
Umar ibn Khaththab pernah menulis surat kepada Abu Musa Al-Asy’ariy :
“Samakanlah setiap manusia dalam majelis-majelismu, di hadapan wajahmu,
dan dalam pengadilan-pengadilanmu, sehingga orang yang berkedudukan
tidak menjadi berharap atas keberpihakanmu, sementara orang yang lemah
tidak putus asa terhadap keadilanmu”.
9

2. Hak Kebebasan (Al-Hurriyyat)


Menurut Harun Nasution, dari ajaran dasar persamaan, persaudaraan,
dankebebasan manusia, timbulah kebebasan-kebebasan manusia. Dalam
ajaran islam, menurut Mustafa as-Siba’I (ahli fikih kontemporer dari Suriah),
individu tidak berada di atas masyarakat, tetapi masyarakat juga tidak berada
diatas individu. Keduanya berjalan seiring. Dengan demikian kebebasan
dalam islam mempunyai batas-batasnya.
3. Hak Menuntut Ilmu / Mendapatkan Pengajaran
Apabila mendapatkan pengajaran merupakan hak, dilihat dari sisi
warganegara, maka dari sisi yang lain, Negara berkewajiban untuk
mencerdaskan rakyatnya. Negara wajib menciptakan instrumen-instrumen
bagi pencerdasan rakyatnya.
4. Hak Memperoleh Tanggungan (Al-Kafalat) dari Negara.
Tidaklah mungkin seorang warga negara dalam Negara Islam hidup terlantar
dalam kesengsaraan dan Negara membiarkannya saja, sementara Negara
mengetahuinya. Negara Islam wajib mengelola zakat dengan baik. Negara
wajib memungut zakat dari setiap muslim yang telah wajib membayar zakat.
Apabila zakat tidak mencukupi kebutuhan, maka Negara bisa menutupinya
dengan harta Baitul Mal.
Selain itu secara umum hak rakyat antara lain sebagai berikut.
1. Warga Negara harus diberi semua hak yang ditetapkan oleh hukum islam
kepada mereka; yaitu bahwa mereka akan dijamin , dengan batas-batas hukum
tersebut, keamanan hidupnya secara penuh, kekayaan dan kehormatannya,
kemerdekaan beragamanya, kemerdekaan beribadahnya, kemerdekaan
orangnya, kemerdekaan mengeluarkan pendapatnya, kemerdekaan berserikat
dan berkumpulnya, keleluasaan bergeraknya, kemerdekaan bekerjanya,
kesamaan kesempatan dan haknya untuk memanfaatkan semua pelayanan
umum.
2. Kapanpun juga, tidak akan ada seorang warga Negara yang lebih dirampas
semua haknya ini; kecuali dibawah hukum. Tidak ada seorang warga Negara
10

yang akan divonis karena suatu dakwaan tanpa sepenuhnya diberi hak untuk
membela diri dan tanpa keputusan pengadilan yang sah.
3. Semua mazhab pemikiran muslim yang diakui, didalam batas-batas hukum,
akan memiliki kemerdekaan agama sepenuhnya. Semuanya behak untuk
menyebarluaskan segala perintah keagamaan kepada penganutnya dan berhak
mempropagandakan pandangan-pandangan mereka. Masalah-masalah yang
berada di bawah lingkup hukum pribadi akan diselenggarakan sesuai dengan
masing-masing fiqh mereka.
4. Para warga Negara non muslim , dalam batas-batas hukum, akan memiliki
kemerdekaan beragama dan beribadat sepenuh-penuhnya, kemerdekaan
menganut cara hidup, kebudayaan dan pendidikan agama. Mereka akan diberi
hak untuk menyelenggarakan hukum pribadi mereka sejalan dengan aturan
agama, adat-istiadat dan tradisinya masing-masing.
5. Semua kewajiban yang diemban Negara, dalam batas-batas hukum, atas
warga Negara non muslim akan sepenuhnya dihormati. Mereka akan diberi
hak sama dengan warga Negara muslim untuk memperoleh hak-hak
kewarganegaraan.
Disamping hak–hak rakyat, terdapat kewajiban rakyat yang wajib
dilaksanakan sekalipun imam kurang memenuhi kewajiban dan persyaratannya,
karena kewajiban rakyat lain dengan kewajiban imam, rakyat tidak memikul
dosanya imam, tetapi rakyat berdosa bila mereka tidak menjalankan
kewajibannya. Adapun kewajiban umat yang harus diperhatikan antara lain
sebagai berikut:
1. Mentaati imam bila tidak memerintah maksiat
Ibnu Katsir berkata: “Ayat diatas menjelaskan kewajiban rakyat mentaati
pemimpin apabila perintahnya benar, tetapi bila perintahnya menyelisih yang
haq tidak boleh mentaatinya”.
2. Mentati imam pada saat suka dan duka
Dari Abdullah radhiyallahu ‘anhu , Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Wajib mendengarkan dan taat kepada pemimpin muslim dalam hal
11

yang disenangi dan yang dibenci, selagi tidak diperintah untuk maksiat, tetapi
bila diperintah maksiat, tidak boleh mendengar dan mentaatinya”. (HR.
Bukhari 6611).
3. Mentaati imam sekalipun dia lebih mementingkan dirinya daripada
kepentingan umat.
Dari Ubadah bin As-Shamit radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata: “Kami
mendengar dan mentaati peminpin kami pada waktu kami bersemangat dan
benci, dalam keadaan sulit atau mudah, (walaupun dia) mendahulukan
kepentingan dirinya daripada kepentingan kami, dan kami tidak akan
mencabut urusan yang itu haknya.. Dia berkata: Kecuali bila engkau melihat
benar-benar pemimpin itu kafir, bagimu punya bukti disisi Allah”. (HR.
Muslim 3427).
4. Wajib menasehati pemimpin bila salah, dengan tidak menyebarkan aibnya
dihadapan umat.
Adapun dilarang menyebarkan aib pemimpin dihadapan umat, kita dapat
melihat kembali sejarah Raja Fir’aun yang mengaku dirinya sebagai tuhan,
raja kekufuran dan kesyirikan, tetapi Allah menyuruh Nabi Musa dan
saudaranya Harun agar mendatangi Fir’aun dan menasihatinya dengan lembut
dan sopan. Sabda Rasullullah saw : “Barangsiapa menasihati pemimpin,
janganlah di depan umum, tetapi datangi dia dengan menyepi, jika diterima
(nasihat) maka itulah yang diharapkan. Jika tidak menerima, dia telah
menunaikan apa yang menjadi kewajibannya”.
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Dalam bernegara kita seharusnya bisa menjalankan aturan-aturan
sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW, yaitu akhlak bernegara,
Salah satu yang diajarkan Rasulullah SAW dalam bernegara, yaitu menyelesaikan
persoalan negara dengan musyawarah guna untuk mencapai sebuah mufakat.
Dalam kepemimpinan disebuah negara dibutuhkan sebuah sifat adil, keadilan
sangat diperlukan karena dalam Al-Qur’an sendiri keadilan harus dijalankan
dalam kepemimpinan negara bahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks keislaman arti pemimpin sering disebut dengan sebutan imam,
atau khalifah. Hak pemimpin menurut Al-Mawardi ada dua yaitu hak untuk
ditaati oleh rakyatnya dan hak untuk dibantu jika pemimpin tersebut mengalami
suatu permasalahan yang susah untuk dipecahkan. Islam senantiasa menekankan
kepada setiap umatnya untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya. Apabila
setiap pihak menunaikan kewajiban-kewajibannya, maka hal itu akan
berimplikasi pada terpenuhinya hak-hak setiap pihak. Apabila kewajiban-
kewajiban ditunaikan maka hak-hak akan terpenuhi dengan sendirinya tanpa perlu
dituntut

III.2 Saran
Mari kita menyiapkan diri untuk segera meneladani Rasulullah SAW secara
total, dengan menerapkan syariah Islam di seluruh aspek kehidupan bangsa ini
secara total. Pilih pemimpin yang memiliki tekad kuat untuk meneladani
Rasulullah SAW dalam setiap aspek kehidupan. Pilih pemimpin yang hanya akan
menerapkan aturan Islam secara total dalam bernegara.

12
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A. 1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar Offset.
M. Quraish Shihab. 1996. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’ Atas Berbagai
Persoalan Ummat. Bandung : Mizan.
Muhammad Abdul Kadir. 1987. Hakekat Sistem Politik Islam. Yogyakarta : Pustaka
Setia.
Taufik Asy-Syawi. 1997. Syura Bukan Demokrasi, terjemahan Djamaluddin Z.S.
Jakarta : Gema Insani Press.
Prof. Dr. H. Rachmat Djatnika. 1996. Etika Berkuasa. Jakarta: Pustaka Panjimas
A’la Maududi, Sayyid Abul.1995. Sistem Politik Islam. Bandung. Mizan.
Djazuli. 2003. Figh Siyasah. Bogor: Prenada Media http://amar-
politik.blogspot.co.id/2010/12/hak-hak-dan- kewajiban-kepala-negara.html
Muhammad, Rusjdi Ali. 2000. Politik Islam. Yogyakarta : PT. Arun, Pim dan Yasat.
Syarif, Mujar Ibnu dan Khamami Zada. , 2008. fiqh Siyas (Doktrin dan Pemikiran
Politik Islam). Jakarta: Erlangga

13

Anda mungkin juga menyukai