Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN STRATEGIK

BAB VIII
DYNAMIC CAPABILITY

Resume materi dan Kasus

KELOMPOK 2
Denta Sella Lokunuha
Salsabila Nurussyifa
Usman Hadi Yulianto
Beni Ilham Priyambodo
Andriyan Galih Kusuma
Dynamic Capability Theory dan Asumsinya
Dynamic Capability Theory (DCT) adalah teori yang sangat penting dalam bidang Manajemen
Strategi. Teori ini mengkaji bagaimana organisasi dapat mengembangkan kemampuan dinamis
untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang cepat. Berikut adalah asumsi-asumsi
yang mendasari Dynamic Capability Theory:
1. Nature (Sifat): DCT menekankan pentingnya kemampuan dalam manajemen strategi
yang mencakup kapasitas organisasi untuk mengatasi perubahan dan tugas-tugas
esensial manajemen strategi. DCT memperluas Resource-Based View (RBV) dengan
menyoroti kapabilitas khusus yang harus dimiliki oleh organisasi.
2. Role (Peran): DCT mengasumsikan bahwa kemampuan dinamis tersebut harus mampu
mengintegrasikan, membangun, dan merekonfigurasi kompetensi internal dan eksternal.
Ini mengadopsi teori ekonomi evolusioner, yang menyoroti peran rutinitas, path
dependencies, dan pembelajaran organisasi.
3. Context (Konteks): DCT fokus pada kondisi lingkungan eksternal, khususnya perubahan
lingkungan yang cepat. Ini adalah konsekuensi logis dari RBV yang cenderung stabil
dan menggunakan pendekatan yang lebih berorientasi pada entreprenurial.
4. Creation and development (Penciptaan dan Pengembangan): Dynamic Capability
biasanya dikembangkan secara internal dalam organisasi daripada dibeli di pasar. Ini
karena pengembangan dan evolusinya terjadi dalam konteks organisasi yang mencakup
sejarah dan jalur evolusi yang berbeda.
5. Heterogeneity (Keheterogenan): DCT mengasumsikan bahwa setiap organisasi memiliki
dynamic capability yang unik karena sejarah, posisi aset yang unik, dan proses yang
berbeda-beda. Ini sejalan dengan asumsi RBV bahwa setiap organisasi memiliki
sumberdaya yang berbeda.
6. Outcome (Hasil): Dynamic Capability dianggap sebagai faktor yang dapat menciptakan
Keunggulan Kompetitif yang Berkelanjutan (SCA). Ini berarti bahwa organisasi dengan
dynamic capability yang kuat akan memiliki kinerja yang lebih baik dan menciptakan
nilai ekonomi yang berkelanjutan.
Namun, penting untuk diingat bahwa asumsi-asumsi ini telah ditantang oleh beberapa peneliti.
Ada variasi dalam cara para peneliti memahami dan mendefinisikan dynamic capability, serta
cara mereka melihat peran dan konteksnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dynamic
capability tidak selalu cukup untuk mencapai Keunggulan Kompetitif yang Berkelanjutan dan
bahwa konteks perusahaan juga sangat penting.
Konsep "dynamic capability" (kemampuan dinamis) dalam konteks manajemen organisasi.
Konsep ini mengacu pada kemampuan suatu organisasi untuk beradaptasi dan berevolusi dalam
menghadapi perubahan lingkungan dan menciptakan keunggulan kompetitif. Terdapat beberapa
aspek kunci yang dibahas dalam teks:
1. Pendefinisian Dynamic Capability: Dynamic capability mengacu pada kemampuan
organisasi untuk tidak hanya melaksanakan tugas secara minimal, tetapi juga untuk
dapat mengulanginya dan berubah sesuai kebutuhan, terutama dalam menghadapi
perubahan signifikan dalam organisasi.
2. Fungsi Dynamic Capability: Dynamic capability berperan dalam mengubah komponen-
komponen kunci dalam organisasi, termasuk sumber daya, kapabilitas, rutinitas, dan
lebih lagi. Ini memungkinkan organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
berubah.
3. Pengembangan Dynamic Capability: Pengembangan dynamic capability melibatkan
berbagai mekanisme pembelajaran, termasuk praktek berulang, kesalahan masa lalu, dan
pembelajaran dari pengalaman. Proses ini juga dapat melibatkan variabilitas dan seleksi
dalam mengejar kemampuan dinamis.
4. Heterogenitas Antar Organisasi: Setiap organisasi memiliki dynamic capability yang
spesifik dan unik, tergantung pada sejarah, aset, dan komitmen yang telah dibuat dalam
pengembangan kemampuan dinamis mereka.
5. Pengaruh Dynamic Capability: Dynamic capability memiliki pengaruh langsung
terhadap kinerja organisasi, menciptakan keunggulan bersaing, dan menciptakan nilai
bagi organisasi. Namun, ini juga harus digabungkan dengan kemampuan
merekonfigurasi sumber daya yang dimiliki.
6. Konteks dalam Dynamic Capability: Konteks, termasuk tingkat ketidakpastian
lingkungan, memainkan peran penting dalam pengembangan dan penerapan dynamic
capability. Konteks ini dapat mempengaruhi strategi dan pendekatan yang diambil oleh
organisasi.
7. Dimensi Dynamic Capability: Dynamic capability memiliki tiga dimensi kunci, yaitu
path dependence (ketergantungan pada sejarah), positions (posisi aset dan hubungan
organisasi), dan processes (proses koordinasi, pembelajaran, dan rekonfigurasi).
Selain itu, pendekatan yang berbeda dalam memahami aspek-aspek seperti path dependency,
posisi, dan proses juga telah menjadi subjek diskusi yang luas dalam literatur akademik. Dalam
pembahasan ini, berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang tiga dimensi dynamic capability
yang disebutkan:
1. Path Dependence (Ketergantungan pada Sejarah):
 Penjelasan: Path dependence mengacu pada konsep bahwa kemampuan dinamis
sebuah organisasi dipengaruhi oleh sejarahnya, terutama oleh keputusan-
keputusan yang dibuat di masa lalu dan aset-aset yang dimilikinya. Ini berarti
bahwa langkah-langkah dan keputusan yang diambil dalam sejarah organisasi
dapat membatasi atau mempengaruhi apa yang mungkin dicapai atau diubah
oleh organisasi di masa depan.
 Contoh dalam Teks: Teks menyatakan bahwa path dependence "dibentuk oleh
keputusan-keputusan yang dibuat sebelumnya dan aset-aset yang dimilikinya."
Path dependence dapat menciptakan batasan dalam kemampuan organisasi untuk
berubah karena organisasi mungkin telah terjebak dalam cara tertentu
berdasarkan sejarahnya.
2. Positions (Posisi Aset dan Hubungan Organisasi):
 Penjelasan: Positions dalam konteks dynamic capability mengacu pada posisi
aset yang dimiliki oleh organisasi, termasuk aset teknologi, aset yang saling
melengkapi, aset keuangan, aset reputasi, serta posisi institusional dan pasar
organisasi. Hal ini mencakup bagaimana organisasi memanfaatkan dan
mengelola aset-aset ini untuk menciptakan keunggulan kompetitif.
 Contoh dalam Teks: Teks menjelaskan bahwa positions berkaitan dengan
kepemilikan aset yang bernilai dan bagaimana aset-aset ini memengaruhi posisi
strategis organisasi. Ini termasuk hal-hal seperti teknologi yang susah didapatkan
di pasar atau keunggulan reputasi yang dapat memengaruhi persepsi pelanggan.
3. Processes (Proses Koordinasi, Pembelajaran, dan Rekonfigurasi):
 Penjelasan: Processes dalam konteks dynamic capability mencakup bagaimana
organisasi mengoordinasikan aktivitasnya, belajar dari pengalaman, dan
merekonfigurasi sumber daya dan rutinitasnya untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan. Ini mencakup proses-proses internal organisasi yang
mendukung kemampuan dinamis, seperti proses koordinasi tim, pembelajaran
organisasi, dan kemampuan untuk mengubah atau menyesuaikan rutinitas dan
kapabilitasnya.
 Contoh dalam Teks: Teks menyebutkan bahwa proses-proses ini termasuk
koordinasi internal, pembelajaran dari pengalaman, dan proses-proses
transformasional yang memungkinkan organisasi untuk beradaptasi dan
merekonfigurasi kemampuan dinamisnya.
Secara keseluruhan, ketiga dimensi ini (path dependence, positions, dan processes) saling
terkait dan memengaruhi bagaimana sebuah organisasi mengembangkan dan menerapkan
dynamic capability dalam menghadapi perubahan lingkungan dan menciptakan keunggulan
kompetitif. Path dependence menciptakan kerangka kerja sejarah, positions melibatkan sumber
daya yang dimiliki organisasi, dan processes menggambarkan bagaimana organisasi mengelola
dan memanfaatkan sumber daya ini untuk berubah dan berkembang.

Perkembangan Dynamic Capability Theory


Dalam penelitian Vogel dan Gȕttel (2013) menggunakan metode bibliometric untuk
menganalisis pengaruh Dynamic Capability Theory (DCT) di masa depan. Metode
bibliographic coupling digunakan untuk menghubungkan karya ilmiah yang memiliki
setidaknya satu referensi yang sama, sementara metode co-citation berfokus pada hubungan
sitasi antara dua dokumen. Metode bibliographic coupling dianggap lebih statis karena referensi
yang digunakan tidak berubah, sehingga cocok untuk memprediksi tren saat ini dan masa depan
teori. Hasil analisis bibliographic coupling menunjukkan bahwa DCT memiliki pengaruh kuat
terutama dalam konteks strategic learning and change, technological innovation and adaptation,
vertical scope, microfoundations and acquisitions, ambidexterity, dan alliances. DCT sangat
terkait dengan perubahan lingkungan organisasi, yang ditandai oleh proses belajar, konfigurasi
ulang, dan adaptasi sumberdaya, sesuai dengan literatur yang sudah ada.

Arend dan Bromiley (2009) mengkritik konstruk Dynamic Capability Theory (DCT) karena
dinilai memiliki fondasi teoretis yang lemah dan inkonsistensi. Namun, Helfat dan Peteraf
(2009) menyatakan bahwa masih ada banyak peluang untuk penelitian strategi karena DCT
merupakan teori yang masih berkembang dan memiliki relevansi yang mulai terlihat. Untuk
menyatukan pandangan ini, Giudici dan Reinmoller (2012) memandang perkembangan DCT
dari perspektif pengembangan teori. Dalam analisis mereka, terdapat empat fase dalam
perkembangan DCT. Pada awalnya, penggunaan Dynamic Capability dianggap sebagai hal
yang penting dalam penulisan tetapi hanya digunakan secara terbatas (substantial). Namun,
seiring berjalannya waktu, penggunaan DCT sebagai konsep utama dalam penelitian mulai
meningkat sejak tahun 2009, menunjukkan bahwa semakin banyak peneliti yang memandang
DCT sebagai konsep kunci dan mengembangkannya dalam berbagai konteks yang dianggap
relevan dengan cakupan teori DCT itu sendiri.

Hasil analisis co-citation yang dilakukan oleh Peteraf dan timnya pada Gambar 8.6
menunjukkan bahwa Teece memiliki degree centrality score tertinggi (0,306), diikuti oleh
Eisenhardt dengan skor 0,188. Ini mengindikasikan bahwa keduanya adalah ahli strategi yang
paling sering dikutip oleh peneliti lain dalam studi yang menggunakan Dynamic Capability
Theory (DCT) sebagai dasar. Lebih lanjut, analisis tersebut mengungkapkan bahwa Eisenhardt
memiliki betweenness centrality yang lebih tinggi (0,757) dibandingkan Teece (0,549), yang
berarti Eisenhardt memiliki peran krusial sebagai jembatan (broker) antara peneliti-peneliti lain
yang mempelajari DCT, walaupun memiliki perspektif yang berbeda. Hal yang sama juga
berlaku untuk closeness centrality, di mana Eisenhardt (0,454) lebih mudah diakses oleh
peneliti lain daripada Teece (0,390). Secara keseluruhan, meskipun Teece dianggap sebagai
pelopor dalam pengembangan DCT, Eisenhardt memainkan peran penting sebagai penghubung
DCT dengan berbagai perspektif yang berbeda terkait DCT dalam fase pertumbuhannya. Ini
menarik, mengingat kedua tokoh ini memiliki kesamaan dan perbedaan yang penting dalam
konsepsi Dynamic Capability.
Selain itu, ada perbedaan pandangan antara Teece et al. (1997) yang mengklaim bahwa DCT
hanya cocok untuk organisasi yang beroperasi dalam lingkungan yang cepat berubah, dan
pandangan Eisenhardt dan Martin (2000) yang menyatakan bahwa perusahaan dengan kondisi
lingkungan yang berbeda perlu mengembangkan dynamic capability yang sesuai dengan
konteks mereka. Perbedaan ini diterangkan lebih lanjut dalam Tabel 8.1.
Studi yang dilakukan oleh Di Stefano, Peteraf, dan Verona (2010) menggambarkan hasil
analisis multidimensional scaling (MDS) terkait penelitian yang menggunakan Dynamic
Capability Theory (DCT) sebagai dasar. Analisis ini mengidentifikasi empat kuadran
berdasarkan dua dimensi: kondisi internal vs. eksternal (sumbu x) dan fokus pada rutinitas
organisasi vs. kognisi dan ketrampilan individu (sumbu y). Sebagian besar penelitian cenderung
berfokus pada kondisi internal perusahaan dengan penekanan pada tingkat organisasi (Factor 1),
diikuti oleh penelitian yang lebih menitikberatkan pada kondisi eksternal perusahaan tetapi
dengan fokus pada kognisi dan keterampilan individu (Factor 2). Faktor 3 menunjukkan
keseimbangan antara fokus pada kondisi eksternal perusahaan dan analisis pada level individu
dan organisasi. Sedangkan kelompok terakhir, yaitu Faktor 4, cenderung memusatkan perhatian
pada bagaimana top manajemen (TMT) menggunakan dynamic capability untuk menghadapi
isu-isu eksternal organisasi. Ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang beragam
pendekatan dan fokus penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan DCT sebagai
dasar.
Kritikan-kritikan terhadap Dynamic Capability Theory
DCT (Dynamic Capability Theory) adalah teori yang sedang berkembang pesat dan memiliki
beragam metodologi yang digunakan, namun juga rentan terhadap kritik. Kritik yang diajukan
oleh Arend dan Bromiley (2009) menyoroti bahwa DCT memiliki fondasi teoretis yang tidak
konsisten dan kabur, yang membuatnya kurang unggul dibandingkan dengan teori Manajemen
Strategi lainnya. Mereka juga mengkritik bahwa DCT kurang memanfaatkan teori-teori
organisasi terkait perubahan organisasi seperti absorptive capacity, organizational learning, dan
change management. Sementara itu, Helfat dan Peteraf (2009) menjawab kritik tersebut dengan
berpendapat bahwa keragaman terminologi dan konsep dalam DCT mencerminkan
kompleksitas fenomena yang dijelaskan oleh teori ini, sehingga membutuhkan berbagai teori
yang berbeda untuk menjelaskannya.
Selanjutnya, kritik terhadap DCT mencakup pencarian isu-isu yang lebih fundamental namun
kurangnya validasi empiris, yang merupakan ciri dari teori yang masih relatif baru. Arend dan
Bromiley (2009) juga mencatat bahwa istilah "dynamic capability" dapat menciptakan distorsi
dalam teori karena menyiratkan bahwa keberadaannya bisa ada atau tidak dalam sebuah
perusahaan. Hal ini disebabkan karena jika sebuah organisasi memiliki keunggulan kompetitif
yang berkelanjutan meskipun lingkungannya terus berubah, peneliti dapat dengan mudah
menyimpulkan bahwa hal itu terjadi karena dynamic capability yang dimiliki oleh organisasi
tersebut. Mereka berpendapat bahwa untuk memahami variasi dalam kinerja organisasi yang
disebabkan oleh pengambilan keputusan, peneliti harus memberikan ruang untuk kesalahan
yang mungkin dilakukan oleh organisasi. Namun konsep dynamic capability cenderung lebih
konkret dan konsisten dalam fitur yang dimilikinya daripada mencerminkan realitas yang
kompleks dan interaksi antar organisasi, sehingga isu discreteness menjadi masalah yang tak
terhindarkan yang mempermudah penjelasan mengapa organisasi memiliki keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan karena memiliki dynamic capability.

Evaluasi terhadap Dynamic Capability Theory


DCT (Dynamic Capability Theory) menarik perhatian peneliti dengan beragam kritik yang telah
diberikan, yang menunjukkan potensinya untuk pengembangan lebih lanjut. Pendapat Teece
dkk. (1997) bahwa "there could hardly be a more ambitious research agenda in the social
sciences today" juga menegaskan pentingnya penelitian tentang dynamic capability. Namun,
sebagai teori yang masih baru dan memiliki berbagai arah yang berbeda, DCT memerlukan
upaya konsolidasi lebih lanjut (Barreto, 2010). Penulis menggunakan tiga kriteria metateori
untuk mengevaluasi DCT, mengakui keterbatasan literatur yang tersedia, dan menggarisbawahi
bahwa masih banyak peluang penelitian yang dapat digunakan untuk menyempurnakan teori
ini, yang merupakan tanggung jawab utama ilmuwan manajemen, khususnya dalam bidang
manajemen strategi.

CASE BOOND
1. BRIEF REVIEW
Profile
Boond didirikan pada 2010 untuk mempromosikan energi alternatif di utara India,
termasuk Rajasthan, Uttar Pradesh(UP), Wilayah Ibu Kota Nasional Delhi (Delhi NCR), dan
negara bagian utara lainnya. Secara Demografi Populasi India 1,2 Milliar dengan kondisi
geografis Luas Wilayah 3,29 Juta Km dan 28 Negara Bagian dengan Tingkat Elektrifikasi yang
berbeda antar negara bagian. Jumlah Pasar Pedesaan yang merupakan Base of Pyramid (BoP)
cukup besar (4 Milliar) dengan pendapatan perkapita dibawah USD 3000. Goal Menjangkau 1
juta orang miskin pedesaan di India dengan memasang jaringan Mikro
Business Model
Pengguna Layanan Boond adalah kelas menengah pedesaaan dengan pendapatan USD
170 per bulan dan segmen dengan penghasilan USD 4 sd USD 10 per hari. Menggunakan
Model bisnis Inklusif dengan pendekatan tiga tingkat yaitu memastikan kualitas produk (ISO
9001), Menyediakan energi surya terbarukan untuk semua, dan melibatkan masyarakat dalam
penjualan produk dan layanan
Customer Classification
 Livelihood : Project Based Model untuk toko, pedesaan perusahaan, dan konsumen yang
membutuhkan lebih dari 200 w daya sebulan
 Underserved : Dibiayai Bank Pedesaan dan subsidi pemerintah untuk masyarakat
pedesaaan yang bankable membutuhkan 10–200 W energi sebulan
 Ultra Poor : Pinjaman rekan dan donatur filantropi-sistem kecil yang dibiayai (10-20 W)
untuk ultrapoor unbankable konsumen
Product and Services
 Sistem Solar Lantern dan Solar Home (10w-40 w)
 Sistem Rumah Lebih Besar (40 w-200w) dan Sistem Komersial (untuk sekolah, bisnis,
dll)
 Tata surya khusus yang lebih besar (500 w), jaringan mikro, lampu untuk pendidikan,
dan pembangkit listrik AC (1kw- 10 kw) (Boond memasang di atas 5MW Rooftop solar
cell)

2. PERMASALAHAN
Area
Mempertimbangkan luasnya wilayah India, menjadi penting karena dengan luasnya wilayah
India bagaimana penduduk miskin BoP dapat dilayani
Inovasi
Bagaimana boond dapat terus berinovasi untuk mengadaptasi model bisnisnya, hal ini menjadi
penting karena adanya perubahan lingkungan yang cepat, dibutuhkan inovasi secara konsisten
untuk mengdaptasi model bisnis di wilayah India.
Margin
Mencari cara masuk ke area BoP baru, memasarkan produk & jasanya, serta meningkatkan
margin. hal ini menjadi penting karena kita ketahui bahwa konsumennya merupakan penduduk
miskin India.

3. KONSEP PERMASALAHAN
Tujuan Boond adalah menjangkau 1 juta orang miskin pedesaan di India dengan memasang
jaringan mikro. India memiliki populasi 1,2 miliar dan memiliki luas sekitar 3,29 juta kilometer persegi.
Memiliki 28 negara bagian dan 7 wilayah persatuan. Tingkat elektrifikasi berbeda di antara negara
bagian. India adalah negara yang besar dan sangat beragam. Pasar pedesaan di dasar piramida (BoP)
tidak seragam. Boond perlu berinovasi untuk pasar BoP di bidang solusi akses energi. Mr. Rustam
Senguptawas pendiri dan ketua Boond. Sengupta sedang menghadapi tantangan dan sedang mencari
jawaban

India memiliki pasar yang beragam, dan pembangunan di pasar pedesaan tidak sama
dengan di perkotaan. Tingkat elektrifikasi dan indeks pembangunan manusia bervariasi dari
satu negara bagian India ke negara bagian lain. Ada perbedaan budaya lintas geografi, yang
mendorong kegiatan bisnis di lapangan. Menurut Sengupta, pasar BoP lebih aspiratif
dibandingkan pasar kelas menengah atau atas. Keterjangkauan sangat penting.

Fokus Boond adalah menyediakan solusi berkualitas tinggi yang disesuaikan. Dengan
melibatkan konsumen akhir, perusahaan dapat merancang solusi yang optimal dan memastikan bahwa
solusi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Boond mengadopsi langkah-langkah
komprehensif sehingga konsumen memahami dinamika energi surya dan solusi yang akan disampaikan.
Tujuan Boond adalah selalu menciptakan struktur yang hemat biaya. Oleh karena itu, ia berinteraksi dan
membentuk kemitraan jangka panjang dengan beberapa produsen peralatan asli (OEM) paling
terkemuka untuk komponen yang andal, dengan fokus pada efisiensi energi. Penekanan Boond adalah
pada produk berkualitas tinggi, perawatan yang kuat, dan area yang tidak dilayani dengan baik.

Untuk masyarakat yang sangat miskin, Boond merancang jaringan mikro prabayar dan
lebih banyak solusi listrik berbasis jaringan mikro. Perusahaan membangun platform online
untuk menangkap dan menganalisis data yang dikirimkan dari jaringan mikro untuk
meningkatkan daya tanggapnya kepada konsumen.
Konsep Analisis
Organisasi yang menghadapi lingkungan dinamisasi yang tinggi harus mampu mengorkestrasi
perubahan sehingga perlu memiliki pondasi, yaitu :
Sensing: Mencari dan mengkalibrasikan peluang – peluang yang ada di pasar
Seizing: Men-setting SOP agar peluang yang tersedia di pasar dapat dimanfaatkan
Transforming: Menyelaraskan ulang resource yang dimiliki untuk mencapai keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan

What: Strategi apa yang dilakukan Boond?


Boond mengembangkan kemitraan untuk yang mengimplementasikan model bisnisnya. Yaitu
dengan menjalin mitra bersama universitas, bank, LSM dan sebagainya.
Why: Mengapa Boond meluncurkan model bisnis jaringan mikro menggunakan teknologi
meter prabayar?
Perusahaan berfokus pada keadaan UP, karena hampir 80% rumah tangga pedesaan tidak
memiliki akses ke jaringan listrik.
Where: Dimana Boond melakukan demonstrasi langsung?
Boond melakukan demonstrasi langsung perangkat rumah tenaga surya di pameran desa dan
tempat-tempat umum, seperti sekolah dan pusat Kesehatan pedesaan.
Whom: Siapa target konsumen dari Boond?
Boond mengelompokkan konsumennya ke dalam: (a) mata pencaharian—30%, (b) terlayani —
50%, dan (c) sangat miskin—20%.
When: Kapan investor membantu Boond?
Pada tahun 2018 , para investor lebih banyak modal, membawa tim kepemimpinan baru untuk
meningkatkan bisnis Boond di seluruh India.
How: Bagaimana model bisnis dari Boond?
Boond memiliki model bisnis yang inklusif. Ini menggunakan pendekatan tiga tingkat dengan
memastikan kualitas produk (perusahaan bersertifikat ISO-9001), menyediakan energi surya
terbarukan yang terjangkau untuk semua, dan melibatkan anggota masyarakat setempat dalam
penjualan dan layanan.

4. ANALISIS PERMASALAHAN

Sensing
● Boond mengembangkan produk solar panel untuk rumah, sekolah dan penduduk miskin
di India. (seperti yang ditunjukkan pada gambar 1 tentang jumlah produk dan
konsumen)
● Boond mendapatkan pemasok teknologi dari perusahaan teknologi dengan proyek
bantuan dari pemerintah (proyek sosial).
● Target market boond yaitu berdasar mata pencaharian 30%, orang yang tidak terlayani
50%, dan pelanggan sangat miskin 20%.
● Mengembangkan inovasi produk dari lapangan dalam arti konsumen memiliki
kebutuhan produk tertentu, maka perusahaan wajib memenuhinya. Selain itu, dengan
problem yang ada di lapangan maka perusahaan diwajibkan untuk berinovasi guna
memenuhi pesanan.
Seizing
● Memiliki bisnis model yang inklusif, menggunakan tiga pendekatan, kualitas produk,
energi surya yang terjangkau dan terbarukan, dan melibatkan masyarakat setempat
dalam penjualan dan layanan.
● Mengadakan pelatihan kerja dan layanan untuk pembangkit listrik di masing-masing
desa yang dibangun.
● Loyalitas konsumen melalui pelatihan kerja masyarakat desa sekitar yang juga menjadi
agen pemasaran boond dalam memasarkan produk di desa lain.
● Memiliki kemitraan dengan berbagai LSM, Universitas, Bank serta komunitas
masyarakat lainnya. Hal ini berguna bagi pengembangan bisnis Boond kedepan dalam
rangka pengembangan produk serta menguasai pasar potensial lain.
Transforming
● Aset yang dimiliki Boond yaitu reputasi atau nama baik, sebagai perusahaan yang
bergerak untuk membantu desa tertinggal berfokus memberikan kualitas produk terbaik
dengan harga terjangkau.
● Memiliki hubungan baik dengan pemerintah, dalam rangka pengentasan kemiskinan.
● Memiliki positioning perusahaan yang sulit didapatkan oleh perusahaan lain,
dikarenakan pemilihan pangsa pasar dan tujuan perusahaan yang beresiko tinggi. Selain
itu, perusahaan yang berkembang karena kemampuan organik dari konsumen dan
suppliernya, tidak memiliki departemen SDM, sehingga membuat ekosistem perusahaan
yang lebih stabil.
Apabila melihat pada laporan data operasional perusahaan pada FY 15-18 maka dapat terlihat
tentang kenaikan pada sales, growth, employee, profit dsb. Hal ini membuktikan bahwa Boond
mengalami keberhasilan dalam menerapkan Dynamic Capabilities serta berhasil dalam hal
memanfaatkan ekosistem dan dapat menunjukkan Competitive Advantage perusahaan.

5. REKOMENDASI
SWOT ANALYSIS
Strengths
 Inovasi (leadership driven)
 High powered leadership team
 Model bisnis inklusif
Weaknesses
 Tidak punya bagian HR
 Tidak bisa mengikutkan karyawannya untuk training
 Tidak mampu membiayai tim product development
Opportunities
 Ekosistem bisnis mulai terbentuk
 Mendapatkan dukungan dari berbagai stakeholders
 Karyawan memiliki pengalaman praktis & terbiasa brainstorming
 Belum semua masyarakat dapat dijangkau karena kondisi geografis
Threats
 Pesaing dari China menjual produk serupa dengan harga murah
Rekomendasi
Boond berada di Grow and Build sehingga strategi yang tepat adalah pengembangan produk
dan pemasaran agar tetap profitable.
1. Bekerja sama dengan Pemerintah agar ada regulasi yang menaungi penggunaan energi
solar. Hal ini dilakukan sekaligus menyempurnakan ekosistem bisnis Boond
2. Pengembangan SDM dilakukan secara formal dengan mendirikan departemen HR
sehingga pengelolaan talent dan peningkatan kompetensi lebih baik.
3. Cost efficiency dengan melakukan continuous improvement supaya margin dapat
ditingkatkan
4. Mendirikan departemen R&D dengan resource berasal dari kerjasama dengan baik
pemerintah, universitas, maupun lembaga penelitian lainnya
5. Memanfaatkan hubungan baik dengan stakeholders dalam meningkatkan awareness dan
memasarkan produk agar ada efisiensi biaya, dalam rangka menciptakan ekosistem
inovasi.

Anda mungkin juga menyukai