A. Latar Belakang
Sesuai dengan fungsi serta peranan yang diamantkan di dalam Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1998 bahwa prioritas Pembangunan Jangka
Panjang Kedua adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai
pelaku utama pembangunan yang mempunyai kemampuan memanfaatkan dan
mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan
hendaknya dilandasi oleh motivasi serta kendali keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, berdisiplin, beretos kerja yang tinggi, sehat
jasmani dan rohani, mempunyai daya juang, bertanggung jawab, kesetia kawanan
sosial, mempunyai wawasan dan jiwa kebangsaan serta kecintaan tanah air dan
budaya kerja.
Dalam rangka mendukung maksud tersebut di atas, maka kebijakansaan
pemerintah sekarang ini adalah untuk memberikan titik berat pada otonomi daerah
kabupaten untuk melaksanakan pembangunan yang memang sesuai dengan kondisi
yang ada di setiap daerah. Oleh karena itu bagi Pemerintah Kabupaten, terutama di
Kabupaten Musi Banyuasin di pandang perlu untuk mengadakan persiapan dan
penataan sistem terutama yang berkenaan dengan jalur birokrasi di daerah. Untuk
pelaksanaan kegiatan dalam upaya mendukung pemberian otonomi dimaksud, maka
untuk daerah kabupaten harus mempersiapkan langkah-langkah demi kelancaran
tugas yang akan dilaksanakan, antara lain:
1. melaksanakan koordinasi lintas sektoral kepada semua instansi yang ada
di lingkungan Pemerintahan Daerah Kabupaen Musi Banyuasin untuk
dapat mempersiapkan kebutuhan pegawai yang sesuai dengan spesifikasi
dan tingkat pendidikan secara terarah dan berdasarkan hasil yang di dapat
melalui analisis jabatan.
2. melakukan evaluasi secara terkoordinasi menyangkut berbagai rencana
perubahan organisasi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing
daerah, sehingga keberadaannya memang benar-benar bermanfaat secara
optimal untuk melaksanakan kegiatan yang menjadi beban berharga.
Dalam tulisan ini, penulis akan mengkonsentrasikan pada satu bagian unit
kerja di lingkungan Sekretariat Wilayah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin yaitu
pada Bagian Organisasi. Sebab unit kerja ini mempunyai tugas dan peranan yang
sangat dominan dalam hal melakukan suatu pengembangan ataupun perubahan
organisasi di lingkungan Sekretariat Wilayah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin.
Sedangkan tujuan melakukan pengembangan dan perubahan organisasi itu
ialah untuk memperbaiki efisiensi, efektivitas dan kesehatan keorganisasian secara
menyeluruh, bukan saja terfokus pada prestasi kerja pegawai tetapi lebihdari itu
adalah untuk memberikan beban kerja yang lebih terarah.
Lingkup sasaran pengembangan dan perubahan organisasi meliputi
penyesuaian kepada perubahan manajemen adanya pengembangan unit kerja yang
baru, adanya struktur organisasi yang tidak efisien baik mengenai personalia maupun
pada sistem pengembangan karier pegawai. Sehingga dengan dilakukannya
pengembangan dan perubahan organisasi diharapkan pegawai yang berada di
lingkungan organisasi tersebut mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang
sesuai dengan spesifikasi disiplin ilmu yang dimiliki dalam mengembangkan karier.
Walaupun dalam perkembangan kegiatan organisasi banyak mengalami kendala dan
hambatan, tetapi apabila di lihat dari kepentingan organisasi tersebut, maka manfaat
yang diharapkan akan lebih besar. Untuk itu di dalam melakukan pengembangan dan
perubahan organsasi haruslah diperhitungkan secara lebih matang.
TASK TECHNOLOGY
PEOPLE
E. Tahapan Perbahan
Kurt Lewin mengemukakan tiga tahapan dalam perubahan organisasi yaitu
tahapan unfreezing, freezing dan refreezing. Pada tahapan unfreezing kepada orang-
orang diberikan ransangan untuk menyadari perlunya perubahan. Para manajer perlu
memotivasi orang-orang untuk mencari cara-cara baru yang diperlukan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi, misalnya rendahnya performans kerja, tingginya
kemangkiran pegawai, dan sifat apatis pegawai. Tahapan freezing merupakan tahapan
yang melibatkan pelaksanaann (aplikasi) teknik dan program perubahan yang dapat
meliputi perubahan truktural, teknologi, orang-orang, atau kombinasi di antara faktor-
faktor tersebut. Tahapan refreezing meliputi tindakan penguatan untuk menanamkan
keyakinan bahwa perubahan pola sikap, keahlian, dan perilaku yang barusudah
bersifat permanen.
F. Faktor-Faktor Penghambat Perkembangan dan Perubahan Organisasi
Herbert Kaufman dalam bukunya The Limits of Organization Change
(1985:8) mengemukakan bahwa kegagalan untuk mengadakan perubahan di dalam
organisasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut dikelompokkannya menjadi tiga kategori besar, yaitu:
1. Hasrat untuk mempertahankan kestabilan hidup bersama
(acknowledge collective benefits of stability).
Dengan auran yang sudah melembaga pada suatu organisasi telah
terbentuk pola perilaku yang sudah disepakati dan tampil sebagai iklim
kerja yang mewarnai kehidupan organisasi yang menciptakan kehidupan
yang stabil dengan rasa aman dam silaturahmi yang baik antara individu
yang terkait. Oleh karena itu adanya perubahan dikhawatirkan akan
menimbulkan gangguan dan keresahan sehingga mengundang
ketidakstabilan organisasi.
2. Pertimbangan atas lawan-lawan yang mungkin dihadapi untuk
mengadakan perubahan (colculated opposition to change).
Kelompok oposisi atas perubahan akand atang dai dalam maupun dari luar
organisasi, baik secara perseorangan maupun berkelompok. Munculnya
kaum oposisi ini dapat didasarkan pada berbagai alasan, antara lain:
a. Untuk melindungi keadaan yang dipandang sudah baik dan sedang
dinikmati (prevailing advantage).
b. Untuk melindungi kualitas yang dipandang sudah ada (protection
of quality), dalam hal ini dikhawatirkan perubahan di dalam
organisasi akan menimbulkan gangguan terhadap kualitas produk
yang sudah dicapai.
c. Kekhawatiran akan biaya perubahan (pyshic cost of change).
Dalam hal ini perubahan organisasi terhambat oleh pertimbangan
manfaat perubahan dibandingkan dengan biaya yang harus
digunakan.
3. Ketidakmapuan untuk mengadakan perubahan (inability to change).
Ketidakmampuan mengadakan perubahan menurut pendapat Herbert
Kaufmant (1985:15) adalah karena beberapa alasan, antara lain adalah:
a. Pembuatan Mental (Mental Blinders)
Perubahan mental di dalam organisasi antara lain melalui perilaku
secara terprogram dengan metoda yang sama dengan pengarahan,
instruksi atau indoktrinasi sehingga tertanam pada semua anggota
organisasi. Pengisian posisi-posisi di dalam organisasi didasarkan pada
pemilihan tidak hanya atas keahlian.
b. Hambatan Sistem (Systemic Obstacles)
Hambatan sistem merupakan hambatan internal dalam diri orang-
orang dalam organisasi yang membentuk karena pengenalian dari luar
diri orang-orang tersebut, yaitu dri sistem organaisasi. Hambatan-
hambatan tersebut meliputi:
- Keterbatasan sumber daya (resource limitation)
Hal ini terjadi karena terbatasnya sumber daya yang dimiliki, baik
sumber daya alam maupun sumber daya manusia, sehingga tidak
mampu membiayai perubahan yang diharapkan.
- Terperangkap oleh biaya (sunk cost)
Perubahan yang diharapkan dilaksanakan dalam organaisasi dapat
terhambat karena organisasi terperangkap oleh biaya yang harus
dikeluarkan untuk kekayaan yang tidak dapat dengan cepat
dituangkan sebagai akibat investasi pada kekayaan tetap yang
memberikan hasil (ROI) tidak sesuai dengan yang diharapkan.
- Akmulasi hambatan-hambatan perilaku yang bersifat resmi
(accumulations of official constrain’s on Behaviour)
Hambatan-hambatan ini dapat berupa status, ketentuan-ketentuan
hukum, hubungan personal di dalam struktur organisasi, dan lain-
lain pengalaman organisasi, semakin berkembang ketentuan-
ketentuan resmi yang melembaga dan membatasi perilaku
individu-individu di dalamnya
- Hambatan-hambatan perilaku yang tidak resmi dan tidak
direncanakan.
Hambatan ini datang melalui kelompok informal di dalam
organisasi formal, berupa antara lain sabotase bawahan terhadap
program perubahan.
- Kesepakatan antar Organisasi
Perubahan organisasi juga dapat terhambat oleh kesepakatan
organaisasi dengan organisasi lain. Kesepakatan ini dapat berupa
kontak kerja, kesepakatan dengan pelanggan (perjanjian jual-beli),
kesepakatan dengan pesaing, kesepakatan untuk mematuhi
ketentuan pemerintah, dan lain-lain.
Melalui pelaksanaan perubahan di dalam organisasi, maka hambatan-
hambatan tersebut harus dapat diantisipasi dan di atasi, mengingat perubahan di
dalam organaisasi merupakan tuntutan yang perlu dilaksanakan seiring dengan laju
dinamika masyarakat tempat organisasi berada. Perubahan ini dapat dilaksanakan
sebagai keharusan atau secara sukarela (involuntary change or voluntary change).
G. Faktor-faktor Pendorong
Terlepas dari apakah pimpinan organisasi berkehendak atau tidak, untuk
mengadakan perubahan atas organisasinya, organisasi tersebut berubah juga karena
sejumlah kekuatan akan mendorongnya untuk berubah baik secara terpaksa
(involuntary change) maupun secara sukarela (voluntary change).
1. Perubahan dengan Terpaksa (Involuntary Change)
Perubahan ini terutama terjadi karena pergantian personil sebagai akibat
ketuaan atau meninggalnya personil lama yang membawa akibat hadirnya
nama-nama baru ke dalam organisasi atau karena desakan perubahan
masyarakat atau karena pemaksaan hukum.
2. Perubahan Sukarela (Voluntary Change)
Hal ini terjadi karena beberapa hal sebagai berikut ini:
a. Adanya motivasi untuk berubah
Perubahan ini terjadi karena orang-orang di dalam organaisasi
berkehendak untuk mengadakan perubahan terhadap organisasi.
b. Penataan penghambat perubahan secara sistemik, antara lain:
- Melaksanakan import sumber daya yang dipandang kurang pada
organisasi lain (importing esources).
- Perumusan sumber daya pada sektor-sektor penting (concentrating
resources).
- Menghindari biaya yang lambat menghasilkan (avoiding sink cost).
- Mengurangi hambatan-hambatan administratif (lifting official
constrants).
- Melaksanakan reorganisasi (reorganiztion) antara lain berupa
rasionalisasi kekuarangan penataan administrasi, meningkatkan
efisiensi, perampingan organisasi, administrasi peningkatan
koordinasi dan pengembangan konsep-konsep perubahan yang
dapat membentuk citra organ yang baik.
c. Mengatasi pembuatan mental (talking off mental blinds)
Hal ini dapat dilaksanakan antara lain dengan cara berikut ini:
- Merekrut orang-orang yang tidak bersikap ortodoks
Ortodoks adalah kecenderungan orang untuk mempertahankan
nilai-nilai lama, yaitu nilai yang telah berlaku lama dan
melembaga dalam masyarakat organisasi. Untuk mengatasinya
antara lain dengan menarik orang-orang dari luar organisasi.
Misalnya, orang-orang dari dunia usaha, dan kelompok profesi
tertentu atau orang-orang yang tidak terbelenggu oleh nilai-nilai
lama.
- Melaksanakan training dan retraining
Penarikan orang-orang dari luar lingkungan sendiri sebagai sikap
“to keep the door open to the winds of change” tidaklah cukup
untuk menopang perubahan organisasi. Oleh karena itu perlu
ditopang dengan pelaksanaan training dan retraining untuk
menyesuaikan kemampuan orang-orang dengan perkembangan
sistem.
- Menyebarlauskan gagasan-gagasan yang hebat (esposure to
extraorganizational ideas)
Hal ini dapat dilaksanakan antara lain dengan penyerapan dan
penyebarluasan gagasan-gagasan yang dikembangkan melalui
kerjasama dengan kaum intelektual di universitas-universitas.
d. Mengurangi intensif bagi penentang perubahan (reducing incentive to
appose change).
H. Daftar Pustaka