Anda di halaman 1dari 10

PENGEMBANGAN DAN PERUBAHAN ORGANISASI DARI BP3 MENJADI

KOMITE SEKOLAH PADA SATUAN PENDIDIKAN

A. Latar Belakang
Sesuai dengan fungsi serta peranan yang diamantkan di dalam Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1998 bahwa prioritas Pembangunan Jangka
Panjang Kedua adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai
pelaku utama pembangunan yang mempunyai kemampuan memanfaatkan dan
mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemampuan
hendaknya dilandasi oleh motivasi serta kendali keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, berdisiplin, beretos kerja yang tinggi, sehat
jasmani dan rohani, mempunyai daya juang, bertanggung jawab, kesetia kawanan
sosial, mempunyai wawasan dan jiwa kebangsaan serta kecintaan tanah air dan
budaya kerja.
Dalam rangka mendukung maksud tersebut di atas, maka kebijakansaan
pemerintah sekarang ini adalah untuk memberikan titik berat pada otonomi daerah
kabupaten untuk melaksanakan pembangunan yang memang sesuai dengan kondisi
yang ada di setiap daerah. Oleh karena itu bagi Pemerintah Kabupaten, terutama di
Kabupaten Musi Banyuasin di pandang perlu untuk mengadakan persiapan dan
penataan sistem terutama yang berkenaan dengan jalur birokrasi di daerah. Untuk
pelaksanaan kegiatan dalam upaya mendukung pemberian otonomi dimaksud, maka
untuk daerah kabupaten harus mempersiapkan langkah-langkah demi kelancaran
tugas yang akan dilaksanakan, antara lain:
1. melaksanakan koordinasi lintas sektoral kepada semua instansi yang ada
di lingkungan Pemerintahan Daerah Kabupaen Musi Banyuasin untuk
dapat mempersiapkan kebutuhan pegawai yang sesuai dengan spesifikasi
dan tingkat pendidikan secara terarah dan berdasarkan hasil yang di dapat
melalui analisis jabatan.
2. melakukan evaluasi secara terkoordinasi menyangkut berbagai rencana
perubahan organisasi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing
daerah, sehingga keberadaannya memang benar-benar bermanfaat secara
optimal untuk melaksanakan kegiatan yang menjadi beban berharga.
Dalam tulisan ini, penulis akan mengkonsentrasikan pada satu bagian unit
kerja di lingkungan Sekretariat Wilayah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin yaitu
pada Bagian Organisasi. Sebab unit kerja ini mempunyai tugas dan peranan yang
sangat dominan dalam hal melakukan suatu pengembangan ataupun perubahan
organisasi di lingkungan Sekretariat Wilayah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin.
Sedangkan tujuan melakukan pengembangan dan perubahan organisasi itu
ialah untuk memperbaiki efisiensi, efektivitas dan kesehatan keorganisasian secara
menyeluruh, bukan saja terfokus pada prestasi kerja pegawai tetapi lebihdari itu
adalah untuk memberikan beban kerja yang lebih terarah.
Lingkup sasaran pengembangan dan perubahan organisasi meliputi
penyesuaian kepada perubahan manajemen adanya pengembangan unit kerja yang
baru, adanya struktur organisasi yang tidak efisien baik mengenai personalia maupun
pada sistem pengembangan karier pegawai. Sehingga dengan dilakukannya
pengembangan dan perubahan organisasi diharapkan pegawai yang berada di
lingkungan organisasi tersebut mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang
sesuai dengan spesifikasi disiplin ilmu yang dimiliki dalam mengembangkan karier.
Walaupun dalam perkembangan kegiatan organisasi banyak mengalami kendala dan
hambatan, tetapi apabila di lihat dari kepentingan organisasi tersebut, maka manfaat
yang diharapkan akan lebih besar. Untuk itu di dalam melakukan pengembangan dan
perubahan organsasi haruslah diperhitungkan secara lebih matang.

B. Tujuan Perubahan dan Pengembangan Organisasi


Menurut pendapat Szilagyl dan Wallace (1990:758), “perubahan dan
pengembangan organisasi pada dasarnya berkaitan dengan tujuan dan peristilhan
yang digunakan”. Tujuan tersebut kadang-kadang dituliskan secara resmi namun
kadang-kdang juga hanya nampak dalam tindakan manajemen. Diantara tujuan-tujuan
tersebut adalah:
1. Meningkatkan kinerja (performance)
2. Memperaiki motivasi
3. Meningkatkan kerjasama
4. Memperjelas komunikasi
5. Mengurangi kemangkiran dan keluarnya pegawai
6. Meminimalkan konflik
7. Mengurangi biaya.
Belum terdapat kesepakatan antara para peneliti dengan para manajer tentang
cara terbaik untuk mengkaji perubahan dan perkembangan organisasi. Ada yang
berpendapat bahwa istilah perkembangan organisasi (Organization Development)
menggambarkan proses perubahan manajemen. Mereka memandang bahwa
organisasi sebagai disiplin ilmu baru yang sangat penting yang menggunakan ilmu
pengetahuan tentang perilaku untuk memnantu organisasi dalam menyesuaikan diri
terhadap perubahan. Dalam hal ini Warren Burke dan Schkidt dalam bukunya
Management and Organizaton Development (1971:45), mengemukakan bahwa
dengan menggunakan pengetahuan dan teknik dari ilmu perilaku, pengembangan
organisasi ialah suatu proses yang berupaya untuk meningkatkan efektivitas dengan
cara mengintegrasikan kebutuhan individu untuk tumbuh dan berkembang dengan
tujuan-tujuan organisasi. Proses ini merupakan upaya perubahan yang direncanakan
yang mengakibatkan suatu sistem secara keseluruhan dalam suatu kurun waktu serta
berkaitan dengan misi organisasi.
Sejalan dengan tujuan-tujuan khusus perubahan dan pengembangan
organisasi, terdapat sejumlah kesimpulan umum yang meliputi hal-hal berikut:
1. Bahwa perubahan dan pengembangan organisasi harus terfokus
pada pembentukan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan
lingkungannya.
2. Program yang disusun harus dimaksudkan untuk membuat
organisasi lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan masa kini dan
lingkungan yang diantisipasi.
3. Program yang di susun harus menggunakan metoda yang dirancang
untuk mengubah pengetahuan, keahlian, sikap, proses, perilaku, rancangan
kerja, dan rancangan keahlian.
4. Program yang disusun berdasarkan pada asumsi bahwa efektivitas
organaisasi dan kinerja individual memberikan kemudahan terhadap
pengintegrasian tujuan-tujuan individu dengan tujuan-tujuan organisasi.
Keempat proposisi tersebut menganjurkan digunakannya berbagai teknik dan
strategi. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghadapi perubahan dan
perkembangan organisasi tidak cukup dengan satu cara saja., bahkan jawabannya
menjadi lebih tidak realistik karena para pengambil keputusan dihadapkan dengan
begitu banyak kontigensi.

C. Pendekatan terhadap Perubahan Organisasi


Pendekatan terhadap perubahan dan pengembangan organisasi terdiri dari dua
model, yaitu: (1) pendekatan yang menekankan terhadap apa yang diubah, dan (2)
pendekatan yang menekankan pada proses perubahan.
1. Pendekatan Terhadap Apa yang Diubah
Dikemukakan oleh Harold Leavit (1965:140) yang
mengidentifikasikannya menjadi empat pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Struktural, yang memperkenalkan perubahan melalui
petunjuk, prosedur, dan kebijakan yang baru, seperti bagan organisasi,
metode budeting, dan peraturan yang lain.
b. Pendekatan Teknologis, yang berfokus pada penataan kembali arus
kerja melalui tata letak sarana fisik yang baru, metode kerja, dan
standar kerja.
c. Pendekatan Tugas, (task approach), yang berfokus pada kinerja (job
performance) individual dengan menekankan pada perubahan motivasi
dan rancangan kinerja.
d. Pendekatan Orang (people approach), yang berfokus pada
modifikasi terhadap sikap, motivasi, perilaku, keahlian, yang dicapai
melalui program training, prosedur seleksi, atau perlengkapan yang
baru.
Saling ketergantungan antara pendekatan-pendekatan ini, oleh Harold
Leavit (1965:145) sebagai berikut:
STRUCTURE

TASK TECHNOLOGY

PEOPLE

Seringkali yang terjadi adanya ketidak cocokan antara orang-orang dengan


struktur organisasi sehingga tidak dapat menyesuaikan diri. Dalam hal ini
perlu dipahamisaling ketergantungan antara pendekatan-pendekatan ini dan
manfaat atas biaya yang dikeluarkan.
2. Pendekatan yang Menekankan Pada Proses Perubahan
Lerry Greiner yang melandaskan pada pengalaman pribadi dan
analisisnya, mengidentifikasikan sejumlah jenis perubahan. Perubahan
tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu unilateral power, shared
power, dan delagated power.
a. Unilateral Power Approach, menempatkan bawahan pada kontribusi
yang sangan minim, bahkan mungkin tidak berkontribusi.
Atasannyalah yang sangat menentukan posisi kekuatan dan kekuasaan.
Kekuatan lateral dapat dikaji dengan tiga cara.
b. By Decree
Dalam hal ini perubahan diumumkan sebagai sesuatu yang akan
dilaksanakan, dan bawahan diharapkan untuk mematuhi dan berperan
serta di dalamnya. Arus komunikasi mengalir dari atasan ke bawahan.
c. By Replacement
Dalam hal ini orang-orang pada posisi tertentu diganti oleh yang lain
karena para manajer berasumsi bahwa dengan pergantian tersebut akan
terjadi perubahan performance (kinerja).
d. By Structure
Dalam hal ini para manajer mengubah hubungan yang diharapkan
antara bawahan dalam pekerjaan melalui pengurangan lapisan atau
tangga-tangga organisasi, atau dengan penambahan kelompok
penasehat (staff).
e. Shared Power Approach (Pendekatan dengan Kekuatan Terbagi).
Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa kekuasaan dalam
organisasi harus digunakan secara berhati-hati. Bila organaisasi
memiliki bawahan yang berkemampuan, maka kekuasaan dapat
dibagikan kepada mereka dalam hal pengambilan keputusan atas
perubahan yang penting. Pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan
dua cara, yaitu:
a. The Group Decision
Dalam hal ini anggota kelompok memilih salah satu cara pemecahan
masalah dari sejumlah alternatif yang diberikan oleh atasan.
Pendekatan ini tidak mencari pemecahan masalah, melainkan mencari
kesepakatan atas salah satu cara pemecahan masalah.
b. Group Problem Solving
Dalam hal ini kelompok mencari emecahan masalah melalui diskusi.
f. Delegatied Power Approach. Dalam pendekatan ini bawahan
berpartisipasi sepenuhnya dalam program perubahan dari tahap
perencanaan sampai pelaksanaan. Pendekatan ini dapat dilaksanakan
dalam dua bentuk, yaitu:
a. The Case Discussion Group (Kelompok Diskusi Kasus)
Dalam hal ini atasan dan bawahan mengadakan pertemuan untuk
mendiskusikan masalah yang telah dikomunikasikan lebih dahulu,
untuk selanjutnya melakukan diagnosa, analisa, dan memilih alternatif
pemecahan masalah.
b. The Sensivity Group
Dalam hal ini kelompok kecil orang-orang diatur untuk menjadi lebih
peka dalam menghadapi perubahan, baik dalam sikap maupun
perilakunya. Penekanan terutama dilakukan pada perbaikan
kewaspadaan diri (self awareness), dengan pertimbangan bahwa
perubahan pola kerja dan hubungan kerja dapat terjadi karena
perubahansaling hubungan antar pribadi di dalam pekerjaan. Siklus ini
didasarka pada pandangan bahwa perbaikan kesiapan diri dapat
meningkatkan hubungan antar personal dan selanjutnya meningkatkan
performance kerja.

D. Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangkan


Para manajer perlu memahami akibat yang bersifat umum dari setiap
perubahan sehingga dapat mewaspadainya. Untuk hal ini sejumlah faktor perlu
dipertimbangkan, yaitu antara lain:
1. Plan (Structure to Unstructured)
Proses perubahan dapat direncanakan lebih dahulu, baik terstruktur
maupun tidak terstruktur. Perencanaan perubahan dipandang berstruktur
bilamana jadwal waktu untuk setiap kegiatan ditetapkan sebelumnya.
Perencanaan perubahan tidak terstruktur bilamana waktu pelaksanaan
kegiatan terbuka lebar, tidak ditetapkan terlebih dahulu, juga materi
perubahannya. Misalnya program training untuk para manajer. Bidang dan
waktunya tergantung pada kebutuhan.
2. Power (Unilateral to Delegated)
Intisari masalah ini adalah tentang siapa yang membuat keputusan
mengadakan perubahan dan atas dasar apa? Keputusan unilateral terutama
didasarkan pada kekuatan posisi pengambil keputusan. Sementara
delegated decisions adalah pengambilan keputusan atas dasar
pendelegasian yang lebih dipengaruhi oleh pengetahuan dan keahlian pada
manajer tingkat bawah. Dalam hal ini para manajer harus memperhatikan
secara serius dan jujur terhadap kemampuan dan keahlian bawahan dalam
menentukan distribusi kekuatan (power).
3. Relationship (Impersonal to Personal)
Setiap perubahan dapat bersifat personal dan impersonal. Program
training g berupaya untuk mengidentifikasikan gaya kepemimpinan
manajer sangat bersifat personal. Program training tentang gaya-gaya
kepemimpinan dan konsekuensi potensialnya terhadap manajer
merupakan upaya yang bersifat impersonal untuk meningkatkan keahlian
hubungan para manajer.
4. Tempo (Revolutionary to Evaluationary)
Tempo adalah kecepatan dalam kedalaman dalam suatu proses. Suatu
perubahan dapat diawali dengan sejumlah perubahan besar dan dapat pula
diawali dengan perubahan kecil yang secara bertahap meningkat ke
perubahan yang besar. Perubahan mikro meliputi deskripsi-deskripsi,
sdangkan perubahan makro meliputi orientasi struktural secara total.
Dalam perubahan oragnisasi, setiap manajer harus mempertimbangkan ke
empat faktor tersebut. Untuk menentukan strategi perubahan justru dilakukan
pengkajian lebih dahulu terhadap masalah mengenail personil, lingkungan, hambatan
waktu, sumber daya dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini yang penting lagi
adalah masalah keterkaitan antara struktur, orang, teknlogi, dan lingkungan.

E. Tahapan Perbahan
Kurt Lewin mengemukakan tiga tahapan dalam perubahan organisasi yaitu
tahapan unfreezing, freezing dan refreezing. Pada tahapan unfreezing kepada orang-
orang diberikan ransangan untuk menyadari perlunya perubahan. Para manajer perlu
memotivasi orang-orang untuk mencari cara-cara baru yang diperlukan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi, misalnya rendahnya performans kerja, tingginya
kemangkiran pegawai, dan sifat apatis pegawai. Tahapan freezing merupakan tahapan
yang melibatkan pelaksanaann (aplikasi) teknik dan program perubahan yang dapat
meliputi perubahan truktural, teknologi, orang-orang, atau kombinasi di antara faktor-
faktor tersebut. Tahapan refreezing meliputi tindakan penguatan untuk menanamkan
keyakinan bahwa perubahan pola sikap, keahlian, dan perilaku yang barusudah
bersifat permanen.
F. Faktor-Faktor Penghambat Perkembangan dan Perubahan Organisasi
Herbert Kaufman dalam bukunya The Limits of Organization Change
(1985:8) mengemukakan bahwa kegagalan untuk mengadakan perubahan di dalam
organisasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut dikelompokkannya menjadi tiga kategori besar, yaitu:
1. Hasrat untuk mempertahankan kestabilan hidup bersama
(acknowledge collective benefits of stability).
Dengan auran yang sudah melembaga pada suatu organisasi telah
terbentuk pola perilaku yang sudah disepakati dan tampil sebagai iklim
kerja yang mewarnai kehidupan organisasi yang menciptakan kehidupan
yang stabil dengan rasa aman dam silaturahmi yang baik antara individu
yang terkait. Oleh karena itu adanya perubahan dikhawatirkan akan
menimbulkan gangguan dan keresahan sehingga mengundang
ketidakstabilan organisasi.
2. Pertimbangan atas lawan-lawan yang mungkin dihadapi untuk
mengadakan perubahan (colculated opposition to change).
Kelompok oposisi atas perubahan akand atang dai dalam maupun dari luar
organisasi, baik secara perseorangan maupun berkelompok. Munculnya
kaum oposisi ini dapat didasarkan pada berbagai alasan, antara lain:
a. Untuk melindungi keadaan yang dipandang sudah baik dan sedang
dinikmati (prevailing advantage).
b. Untuk melindungi kualitas yang dipandang sudah ada (protection
of quality), dalam hal ini dikhawatirkan perubahan di dalam
organisasi akan menimbulkan gangguan terhadap kualitas produk
yang sudah dicapai.
c. Kekhawatiran akan biaya perubahan (pyshic cost of change).
Dalam hal ini perubahan organisasi terhambat oleh pertimbangan
manfaat perubahan dibandingkan dengan biaya yang harus
digunakan.
3. Ketidakmapuan untuk mengadakan perubahan (inability to change).
Ketidakmampuan mengadakan perubahan menurut pendapat Herbert
Kaufmant (1985:15) adalah karena beberapa alasan, antara lain adalah:
a. Pembuatan Mental (Mental Blinders)
Perubahan mental di dalam organisasi antara lain melalui perilaku
secara terprogram dengan metoda yang sama dengan pengarahan,
instruksi atau indoktrinasi sehingga tertanam pada semua anggota
organisasi. Pengisian posisi-posisi di dalam organisasi didasarkan pada
pemilihan tidak hanya atas keahlian.
b. Hambatan Sistem (Systemic Obstacles)
Hambatan sistem merupakan hambatan internal dalam diri orang-
orang dalam organisasi yang membentuk karena pengenalian dari luar
diri orang-orang tersebut, yaitu dri sistem organaisasi. Hambatan-
hambatan tersebut meliputi:
- Keterbatasan sumber daya (resource limitation)
Hal ini terjadi karena terbatasnya sumber daya yang dimiliki, baik
sumber daya alam maupun sumber daya manusia, sehingga tidak
mampu membiayai perubahan yang diharapkan.
- Terperangkap oleh biaya (sunk cost)
Perubahan yang diharapkan dilaksanakan dalam organaisasi dapat
terhambat karena organisasi terperangkap oleh biaya yang harus
dikeluarkan untuk kekayaan yang tidak dapat dengan cepat
dituangkan sebagai akibat investasi pada kekayaan tetap yang
memberikan hasil (ROI) tidak sesuai dengan yang diharapkan.
- Akmulasi hambatan-hambatan perilaku yang bersifat resmi
(accumulations of official constrain’s on Behaviour)
Hambatan-hambatan ini dapat berupa status, ketentuan-ketentuan
hukum, hubungan personal di dalam struktur organisasi, dan lain-
lain pengalaman organisasi, semakin berkembang ketentuan-
ketentuan resmi yang melembaga dan membatasi perilaku
individu-individu di dalamnya
- Hambatan-hambatan perilaku yang tidak resmi dan tidak
direncanakan.
Hambatan ini datang melalui kelompok informal di dalam
organisasi formal, berupa antara lain sabotase bawahan terhadap
program perubahan.
- Kesepakatan antar Organisasi
Perubahan organisasi juga dapat terhambat oleh kesepakatan
organaisasi dengan organisasi lain. Kesepakatan ini dapat berupa
kontak kerja, kesepakatan dengan pelanggan (perjanjian jual-beli),
kesepakatan dengan pesaing, kesepakatan untuk mematuhi
ketentuan pemerintah, dan lain-lain.
Melalui pelaksanaan perubahan di dalam organisasi, maka hambatan-
hambatan tersebut harus dapat diantisipasi dan di atasi, mengingat perubahan di
dalam organaisasi merupakan tuntutan yang perlu dilaksanakan seiring dengan laju
dinamika masyarakat tempat organisasi berada. Perubahan ini dapat dilaksanakan
sebagai keharusan atau secara sukarela (involuntary change or voluntary change).

G. Faktor-faktor Pendorong
Terlepas dari apakah pimpinan organisasi berkehendak atau tidak, untuk
mengadakan perubahan atas organisasinya, organisasi tersebut berubah juga karena
sejumlah kekuatan akan mendorongnya untuk berubah baik secara terpaksa
(involuntary change) maupun secara sukarela (voluntary change).
1. Perubahan dengan Terpaksa (Involuntary Change)
Perubahan ini terutama terjadi karena pergantian personil sebagai akibat
ketuaan atau meninggalnya personil lama yang membawa akibat hadirnya
nama-nama baru ke dalam organisasi atau karena desakan perubahan
masyarakat atau karena pemaksaan hukum.
2. Perubahan Sukarela (Voluntary Change)
Hal ini terjadi karena beberapa hal sebagai berikut ini:
a. Adanya motivasi untuk berubah
Perubahan ini terjadi karena orang-orang di dalam organaisasi
berkehendak untuk mengadakan perubahan terhadap organisasi.
b. Penataan penghambat perubahan secara sistemik, antara lain:
- Melaksanakan import sumber daya yang dipandang kurang pada
organisasi lain (importing esources).
- Perumusan sumber daya pada sektor-sektor penting (concentrating
resources).
- Menghindari biaya yang lambat menghasilkan (avoiding sink cost).
- Mengurangi hambatan-hambatan administratif (lifting official
constrants).
- Melaksanakan reorganisasi (reorganiztion) antara lain berupa
rasionalisasi kekuarangan penataan administrasi, meningkatkan
efisiensi, perampingan organisasi, administrasi peningkatan
koordinasi dan pengembangan konsep-konsep perubahan yang
dapat membentuk citra organ yang baik.
c. Mengatasi pembuatan mental (talking off mental blinds)
Hal ini dapat dilaksanakan antara lain dengan cara berikut ini:
- Merekrut orang-orang yang tidak bersikap ortodoks
Ortodoks adalah kecenderungan orang untuk mempertahankan
nilai-nilai lama, yaitu nilai yang telah berlaku lama dan
melembaga dalam masyarakat organisasi. Untuk mengatasinya
antara lain dengan menarik orang-orang dari luar organisasi.
Misalnya, orang-orang dari dunia usaha, dan kelompok profesi
tertentu atau orang-orang yang tidak terbelenggu oleh nilai-nilai
lama.
- Melaksanakan training dan retraining
Penarikan orang-orang dari luar lingkungan sendiri sebagai sikap
“to keep the door open to the winds of change” tidaklah cukup
untuk menopang perubahan organisasi. Oleh karena itu perlu
ditopang dengan pelaksanaan training dan retraining untuk
menyesuaikan kemampuan orang-orang dengan perkembangan
sistem.
- Menyebarlauskan gagasan-gagasan yang hebat (esposure to
extraorganizational ideas)
Hal ini dapat dilaksanakan antara lain dengan penyerapan dan
penyebarluasan gagasan-gagasan yang dikembangkan melalui
kerjasama dengan kaum intelektual di universitas-universitas.
d. Mengurangi intensif bagi penentang perubahan (reducing incentive to
appose change).

H. Daftar Pustaka

Hersey, Paul & Kenneth H. Blanchard, (1993). Management of Organizational


Behavior. Tilizing Human Resources, Englewood New Jersey, MacGraw-Hill.

Kaufman, Herbert (1985). The Limits of Orgazational Change. Alabama. The


University of Alabama Press.

Anda mungkin juga menyukai