Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN IKTERIK

DI RUANG BAYI RSUD ULIN BANJARMASIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Praktik Profesi Keperawatan Anak


Program Profesi Ners

Disusun oleh:
Ririn Safitri, S.Kep
NIM: 11194692310193

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2023

LEMBAR PERSETUJUAN
JUDUL KASUS : Laporan Pendahuluan Ikterik di Ruang Bayi
RSUD Ulin Banjarmasin
NAMA MAHASISWA : Ririn Safitri, S,Kep
NIM : 11194692310193

Banjarmasin, Oktober 2023

Menyetujui,
RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Susilawati S.Kep., Ns Paul Joae Brett Nito , S.Kep., Ns.,M.Kep


NIP. 198306132010012006 NIK. 1166102014068
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : Laporan Pendahuluan Ikterik di Ruang Bayi


RSUD Ulin Banjarmasin
NAMA MAHASISWA : Ririn Safitri, S,Kep
NIM : 11194692310193

Banjarmasin, Oktober 2023

Menyetujui,
RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Susilawati S.Kep., Ns Paul Joae Brett Nito , S.Kep., Ns.,M.Kep


NIP. 198306132010012006 NIK. 1166102014068

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners
Universitas Sari Mulia

Muhammad Arief Wijaksono, S.Kep., Ns., MAN


NIK. 116601201608
A. Anatomi dan fisiologi

Sumber : Azmi, 2019.


Gambar 1. Anatomi Hepar
Hati merupakan organ sentral metabolisme dalam tubuh.Walaupun hanya
membentuk 2 % dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per
menit, atau sekitar 28% dari curah jantung, agar dapat melaksanakan
fungsinya. Hati terdiri dari dua sel utama, yaitu hepatosit (sel hati) yang
aktif secara metabolis dan berasal dari epitel, dan sel kupffer yang bersifat
fagositik dan merupakan bagian dari sistem retikuloendotel (Azmi, 2019).
1. ANATOMI HEPAR
Anatomi dan fisiologi hepar (Azmi, 2019) :
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2 -
1,8 kg atau kurang lebih 2,5% berat badan orang dewasa yang
menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan
pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks.
Hati terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen di sebelah
kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi beberapa costa.
Batas atas hati berada sejajar dengan ruangan interkostal V kanan dan
batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Hati
terbagi dalam dua belahan utama, lobus kanan dan lobus kiri.
Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma.
Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura
tranversus. Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang
masuk-keluar hati.
Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di
permukaan bawah. Selanjutnya hati dibagi menjadi empat belahan
(kanan, kiri, kaudata dan kuadrata). Setiap belahan atau lobus terdiri atas
lobulus. duktus empedu kecil. Ketiga struktur ini bersatu dan disebut
triad portal. Hati mempunyai dua jenis persediaan, yaitu yang datang
melalui arteri hepatica dan yang melalui vena porta.

Hati memiliki dua lobus (bagian dari organ memiliki batas tegas)
utama yaitu lobus kanan dan lobus kiri.Lobus kanan dan lobus kiri
masing-masing dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura
segmentalis. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan latera
a. Peritonium Hepar
Hepar seluruhnya diliputi kapsula fibrosa namun ada sebagian
yang tidak diliputi oleh peritoneum viscerale, yaitu pada suatu
daerah pada facies posterior yang melekat langsung pada diafragma,
disebut nuda hepatic (NA), syn “bare area” atau dulu disebut pars
affixa oleh Hafferl (1953) dan bagian yang dibungkus oleh
peritoneum disebut sebagai “pars libera”. Peritoneum viscerale
berasal dari mesohepaticum ventrale yang juga ikut membentuk
omentum minus dan ligamentum falciforme hepattis. Omentum
minus terbentang dari porta hepatic ke curvature minor ventriculi
dan awal pars superior duodeni. Ujung kanan omentum minus
membungkus bersama vena porta hepatic, arteria hepatica
(propria) dan duktus choledochus. Ligamentum falciforme hepatic
terdiri dari dua lapisan peritoneum dari umbilicus menghubungkan
hepar dengan diafragma dan dinding depan abdomen. Ligamentum
ini mempunyai pinggir bebas yang mengandung ligamentum teres
hepatis (NA, syn. Round ligament of liver) yang merupakan sisa
vena umbilicalis yang telah menutup, dan meliputi beberapa vena
kecil, venae paraumbilicales yang mempunyai hubungan dengan
system vena porta hepatis. ligamentum falciforme hepatis dan facies
anterior hepar meneruskan diri ke arah atas ke facies superior dan
permukaan visceralis membentuk ligamentum coronarium hepatic
(NA). ligamentum coronarium sisi kiri ke ujung kiri membentuk
ligamentum triangulare sinistrum yang ujungnya berhubungan
dengan diafragma sebagai fibrosa hepatic (NA, syn- “fibrous
appendix of the liver”). Di sebelah kanan lapisan depan dan
belakang ligamentum coronarium memisahkan diri meninggalkan
daerah yang kosong peritoneum (area nuda hepatic/”bare area”)
untuk selanjutnya ke ujung kanan membentuk ligamentum
triangulare dextru (Azmi, 2019).
Hepar mempunyai dua facies (permukaan) (Azmi, 2019).
1) Facies Diaphragmatika
Permukaanya halus dan cembung sesuai dengan bentuk
permukaan bawah dari kubah diafragma, namun terpisah
dari diafragma oleh adanya celah recessus subphrenicus.
Ke arah depan facies diafragmatica berhubungan dengan
iga-iga, precessus xipinoideus, dan dinding depan
abdomen. Di sebelah kanan melalui diafragma
berhubungan dengan iga 7-11 (pada linea medioaxillaris).
Pada facies superior tedapat lekukan akibat hubungan
dengan jantung, disebut impression cardiaca hepatic.
(NA). facies superior menghadap ke vertebra thoracalis
10-11, dan pada sebagian besar tidak mempunyai
peritoneum (“bare area”) (Azmi, 2019).
2) Facies Visceralis (inferior)
Permukaan ini menghadap ke bawah sedikit ke
posterior dan kiri. Pada facies visceralis terdapat bentuk
huruf-H, dengan dua kaki kanan dan kiri. Lekukan di
sisi kiri terdiri dari fissura ligamenti teretis (NA) di depan
dan fissura ligamenti venosi (NA) di belakang, yang
masing- masing berisi ligamentum teres hepatis (sisa vena
umbilicalis) dan ligamentum venosum Arantii (sisa duktus
venosus) (Azmi, 2019).
Lekukan di sisi kanan diisi oleh vesica fellea di
depan dan vena cava inferior di belakang. Porta hepatis di
tengah melintang merupakan lekukan dalam di antara lobi
caudatus dan quadratus, arahnya transveralis, dengan
panjang kurang lebih 5 cm, dan merupakan tempat masuk-
keluar alat : vena porta hepatis, arteria hepatica
propria/dextra et sinistra, plexus nervosus hepatis, ductus
hepaticus, dan saluran limfe. Pada kadaver yang
diawetkan, pada facies visceralis hepar tergambar
tonjolan dan lekukan akibat hubungan dengan alat-alat
sekitarnya. Pada bagian posterior dari lobus kiri terdapat
lekukan dangkal, impressio esophagea (NA) untuk pars
abdominalis esophagei. Di lobus kiri tedapat impression
gastrica untuk hubungan dengan fundus dan bagian
atas corpus ventriculi. Di sebelah kiri dari fissura
ligamenti venosi terdapat sedikit tonjolan tuber omentale,
tempat facies inferior berhubungan dengan
omentum minus. Pada lobus quadratus dan lobus kanan
terdapat hubungan dengan pylorus dan pars superior
duodeni, impression duodenalis Di sebelah kanan dari
vesica fellea terdapat lekukan dalam, yaitu impressio
colica untuk hubungan dengan flexura coli dextra. Di
belakangnya terdapat impression renalis untuk hubungan
dengan ren dexter. Di dekat impression renalis terdapar
lekukan dangkal untuk glandula suprarenalis,
impressiosuprarenalis. Lobus kaudatus hepar dibatasi
oleh porta hepatis di depan, fissure ligamenti venosi di
kiri dan vena cava inferior di kanan. Pada lobus kaudatus
hepar terdapat tonjolan yang memisahkan porta hepatis
dengan vena cava inferior, disebut processus caudatus.
Lobus quadaratus di belakang atas dibatasi oleh
porta hepatic, di kanan oleh vesica fellea dan di kiri oleh
fissure ligamenti teretis hepatis (Azmi, 2019).
b. Pembuluh darah hepar
Arteri hepatica, yang keluar dari aorta dan memberikan
80% darahnya kepada hati, darah ini mempunyai kejenuhan
oksigen 95-100% masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler
setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai
vena hepatica. Vena hepatica mengembalikan darah dari hati ke
vena kava inferior. Di dalam vena hepatica tidak terdapat katup.
Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika
superior, mengantarkan 20% darahnya ke hati, darah ini
mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 % sebab beberapa O2
telah diambil oleh limpa dan usus. Darah berasal dari vena porta
bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap lobulus disaluri oleh
sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatica. Pembuluh darah
halus berjalan di antara lobulus hati disebut vena interlobular. Di
dalam hati, vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan
makanan dari saluran cerna, dan arteri hepatica membawa darah
yang kaya oksigen dari system arteri. Arteri dan vena hepatica ini
bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil
membentuk jaring kapiler diantara sel-sel hati yang membentuk
lamina hepatica. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke
dalam vena kecil di bagian tengah masing-masing lobulus, yang
menyuplai vena hepatic. Pembuluh-pembuluh ini membawa
darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami dioksigenasi
yang telah dibawa ke hati oleh arteri hepatica sebagai darah
yang telah dioksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol
hepar didalam septum interlobularis. Arteriol ini menyuplai darah
dari arteri ke jaringan jaringan septum diantara lobulus yang
berdekatan, dan banyak arteriol kecil mengalir langsung ke
sinusoid hati, paling sering pada sepertiga jarak ke septum
interlobularis. Selain sel-sel hepar, sinusoid vena dilapisi oleh 2
tipe yang lain : (1) Sel endotel khusus dan (2) Sel kupffer besar,
yang merupakan makrofag jaringan (sel RE), yang mampu
memfagositosis bakteri dan benda asing lain didalam darah sinus
hepatikus. Lapisan endotel sinusoid vena mempunyai pori yang
sangat besar, beberapa diantaranya berdiameter hampir 1
mikrometer. Dibawah lapisan ini, terletak sel endotel dan sel
hepar, terdapat ruang jaringan yang sangat sempit, yang disebut
ruang Disse. Jutaan ruang Disse kemudian menghubungkan
pembuluh limfe didalam septum interlobularis. Oleh karena itu,
kelebihan cairan diruangan ini dikeluarkan melalui aliran limfatik.
Karena besarnya pori di endotel, zat didalam plasma bergerak
bebas ke ruang Disse. Bahkan protein plasma bergerak bebas ke
ruang ini (Azmi, 2019).
c. Persyarafan Hepar
Diurus oleh system simpatis dan parasimpatis. Saraf- saraf itu
mencapai hepar melalui flexus hepaticus, sebagian besar melalui
flexus coeliaci, yang juga menerima cabang-cabang dari nervus
vagus kanan dan kiri serta dari nervus phrenicus kanan (Azmi,
2019).
Unit fungsional dari hati adalah lobus yang berbentuk
silindrik dengan panjang beberapa milimeter dan dengan garis
tengah 0,8-2 mm. Dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000
lobuli tersebut. Lobuli hati tersusun disekeliling vena centralis
yang mengalirkan darah ke arah vena hepatica dan selanjutnya
menuju vena cava interior. Hati memiliki dua sumber suplai darah
yaitu dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta dari aorta
melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah
darah arteria dan dua pertiga darah total yang melewati setiap
menit adalah 1500 ml dan dialirkan melalui vena kava inferior
(Azmi, 2019).
Hepatosit adalah sel hati yang membentuk poligonal dengan
diameter kurang lebih 30 µm. enam puluh persen bagian hati
merupakan hepatosit.Sel hepatost merupakan penghasil
metabolisme di hati.Permukaan hepatosit dibagi menjadi 3 area
yaitu permukaan sinusoid yang berfungsi menerima aliran darah,
permukaan intraseluler yang berbatasan dengan permukaan
sinusoid dan permukaan kanalikuli (saluran menjalar di antara sel-
sel hati, melalui parenkim, biasanya tunggal diantara masing-
masing pasangan sel yang berdekatan dan membentuk jalinan
polihedral (Azmi, 2019).
2. Fungsi Hati
Hati selain merupakan salah satu organ terbesar dalam tubuh manusia
dan memiliki fungsi terbanyak. Fungsi hati dapat dilihat sebagai organ
keseluruhan dan dapat dilihat dari sel-sel dalam hati fungsi hati sebagai organ
keseluruhan diantaranya hati ikut mengatur keseimbangan cairan elektrolit
karena semua cairan dan garam akan melewati hati sebelum memasuki
jaringan ekstraseluler lainnya, hati bersifat sebagai spons akan mengatur
volume darah, hati sebagai alat saringan atau filter (Azmi, 2019).
Fungsi hati ini dapat dibagi secara lebih rinci dalam beberaa bagian :
1. Mengatur kadar berbagai zat makanan yang diserap oleh usus.
2. Mengatur kadar berbagai substansi yang terdapat dalam darah.
3. Mengeliminasi sampah metabolik yang berasal dari berbagai
zat tubuh sendiri maupun sampah metabolisme yang berasal
dari benda-benda asing.
4. Membantu mengatur suhu tubuh.
Fungsi hati dilihat berdasarkan sel-selnya dibedakan menjadi fungsi
sel epitel hati dan fungsi sel kupffer. Fungsi dari sel epitel hati antara lain
sebagai pusat metabolisme meliputi, metabolisme empedu, metabolisme
karbohidrat, metabolisme lemak dan protein sebagai penyimpan vitamin dan
bahan makanan hasil metabolisme, hati menyimpan bahan makanan tersebut
untuk keperluan sendiri dan keperluan organ lain sebagai alat ekskresi untuk
keperluan tubuh diantaranya mengeluarkan glukosa, protein, faktor koagulasi,
enzim dan empedu. Fungsi sel Kupffer sebagai sel endotel memiliki fungsi
sebagai system retikuloendotelial yaitu menguraikan hemoglobin menjadi
bilirubin, membentuk Y globulin dan imun bodies, sebagai alat fagositosis
terhadap bakteri dan elemenmakromolekuler (Azmi, 2019).
Dalam garis besar fungsi hati dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
1. Fungsi vaskuler : untuk menimbun dan melakukan filtrasi
darah
2. Fungsi ekskretorik : membentuk empedu dan mengekskresinya
ke dalam usus. Hati mengekskresi zat-zat yang berasal dari
dalam sel hati misalnya bilirubin, cholesterol, garam empedu
dan sebagiannya ke dalam empedu. Disamping itu dalam
empedu juga diekskresi zat-zat yang berada di luar tubuh
misalnya logam-logam berat, beberapa macam zat warna dan
sebagainya.
3. Fungsi metabolik : untuk metabolisme dari karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan untuk memproduksi tenaga.
4. Fungsi pertahanan tubuh : hati merupakan suatu alat tubuh
dimana dilakukan detoksifikasi dari bahan-bahan yang beracun
yang dilakukan dengan jalan konjugasi, reduksi, metilasi,
asetilasi, oksidasi dan hidroksilasi (Azmi, 2019).
B. Pengertian Ikterik
Ikterik neonatus adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
diakibatkan oleh penumpukan berlebih kadar bilirubin yang tidak terkonjugasi
sehingga menyebabkan adanya warna kuning pada sklera dan kulit. Ikterik
neonatus merupakan suatu kondisi meningkatnya kadar bilirubin >5mg/dl
yang ditandai dengan menguningnya sklera maupun kulit yang dapat
disebabkan oleh faktor fisiologis maupun non fisiologis. Ikterik neonatus
adalah kondisi menguningnya kulit dan membran mukosa bayi karena
masuknya bilirubin yang tidak terkonjugasi dengan baik ke dalam sirkulasi
pada 24 jam setelah kelahiran (Auliasari et al., 2019).
C. Etiologi
Penyebab dari ikterik neonatus adalah belum matangnya organ hati pada
neonatus atau disebabkan oleh cepatnya penguraian sel darah merah. Proses
pengeluaran bilirubin pada neonatus belum sempurna karena terdapat
beberapa organ yang belum matang, namun pada hari ke tujuh organ hati
mulai dapat berfungsi dengan baik. Penyebab ikterik pada neonatus dapat
berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor, secara garis
besar etiologi ikterik neonatus (Yuliana et al., 2018) :
a. Penurunan Berat Badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir yang
menyusui ASI, >15% pada bayi cukup bulan)
b. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
c. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
d. Usia kurang dari 7 hari
e. Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)
D. Klasifikasi
Menurut Ridha (2019) ikterik neonatus dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu ikterik fisiologis dan ikterik patologis:
a. Ikterik fisiologis, yaitu warna kuning yang timbul pada hari kedua atau
ketiga dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang
sampai hari kesepuluh. Ikterik fisiologis tidak mempunyai dasar patologis
potensi kern ikterus. Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik
biasa, kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12
mg/dl dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat belas,
kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% perhari.
b. Ikterik patologis, ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik timbul
dalam 24 jam pertama kehidupan: serum total lebih dari 12 mg/dl. Terjadi
peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam. Konsentrasi
bilirubin serum serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR)
dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan, ikterik yang 10 disertai dengan
proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan
sepsis). Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1
mg/dl per-jam atau lebih 5 mg/dl perhari. Ikterik menetap sesudah bayi
umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir
BBLR. Adapun beberapa keadaan yang menimbulkan ikterik patologis:
1) Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidakcocokan golongan darah
ibu dan anak seperti rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.
2) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD (Glukosa-6
Phostat Dehidrokiknase), talesemia dan lain-lain.
3) Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
4) Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit,karena
toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan sebagainya.
E. Manifestasi klinik/tanda dan gejala
Adapun gejala dan tanda mayor pada ikterik neonatus (PPNI, 2018):
a. Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total >12mg/dL,
bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada
normogram spesifik waktu)
b. Membran mukosa kuning
c. Kulit kuning
d. Sklera kuning
F. Patofisiologi
Ikterus pada neonatus disebabkan oleh stadium maturase fungsional
(fisiologis) atau manifestasi dari suatu penyakit (patologik). 75% dari bilirubin
yang ada pada neonatus berasal dari penghancuran hemoglobin dan dari
myoglobin sitokorm, katalase dan triptofan pirolase. Satu gram hemoglobin
yang hancur akan menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan
menghancurkan eritrosit sebanyak 1 gram /hari dalam bentuk bentuk bilirubin
indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16
mg Bilirubin). Bilirubin indirek dalam lemak dan bila sawar otak terbuka ,
bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi Kern Ikterus. Yang
memudahkan terjadinya hal tersebut adalah imaturitas, asfiksia/ hipoksia,
trauma lahir, BBLR (kurang dari 2000 g), Infeksi , hipoglikemia, hiperkarbia,
dan lain- lain, di dalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil
transverase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi
ke system empedu selanjutnya masuk ke dalam usus dan menjadi sterkobilin.
Sebagian diserap kembali dan keluar melalui urine urobilinogen. Pada
Neonatus bilirubin direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek di dalam usus
karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali ke hati yang disebut
siklus Intrahepatik (Madri,2019).
Dalam memahami tanda dan gejala hyperbilirubinemia yaitu adanya
ikterus neonatus yang timbul, dan ikterus itu mempunyai dua macam yaitu
icterus fisiologis dan ikterus patologis, ikterus fisiologis apabila timbul pada
hari kedua dan hari ketiga dan menghilang pada minggu pertama selambat-
lambatan adalah 10 hari pertama setelah lahir, kadar bilirubin indirek tidak
melebihi 10mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5mg% untuk
neonatus kurang bulan, kecepatan peningkatan kadar bilirubinemia tidak
melebihi 5mg% setiap hari, kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
kemudian jenis ikterus yang kedua adalah ikterus patologis dimana ikterus ini
terjadi pada 24 jam pertama, kadar bilirubin serum melebihi 10 mg% pada
neonatus cukup bulan dan melebihi 12,5 mg% pada neonatus yang kurang
bulan, terjadi peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari, ikterusnya
menetap sesudah 2 minggu pertama dan kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
(Madri,2019).
G. Pathway

Peningkatan Gangguan fungsi hepar, Peningkatan sirkulasi


produksi bilirubin transportasi, ekskresi enterohepatik

Pemecahan bilirubin berlebih/bilirubin yang Suplai bilirubin melebihi


berkaitan dengan albumin meningkat kemampuan hepar

Hepar tidak mampu


melakuan konjugasi

Gangguan
Toksik terhadap Peningkatan bilirubin indirek dalam darah Perlekatan bilirubin Kern ikterus
integritas Otak
jaringan indirek
kulit/jaringan

Ikterik sklera, leher dan badan Ikterik Neonatus Kejang


Konsentrasi asam empedu
Penurunan kalsium
intraluminal turun
Indikasi fototerapi Terpapar sinar terus
menerus Risiko cedera
Defisiensi vitamin
larut lemak
Hipotalamus Saraf aferen Perubahan suhu Penyesuaian suhu
lingkungan lingkungan dan tubuh
Malnutrisi
Vasokontriksi
Hidrasi Peningkatan proses
Defisit metabolisme
Hipertermia
Nutrisi
Risiko
Sumber : PPNI, 2018., Yuliana, et al., 2018., Madri, 2019 Hipovolemia

Gambar 1.1 Pathway Ikterik


H. Komplikasi
Komplikasi dari ikterik (Auliasari et al., 2019) :
1. Athetoid cerebral palsy, yaitu gangguan bergerak akibat kerusakan otak
2. Gangguan pergerakan mata, misalnya mata tidak bisa melirik ke atas
3. Noda pada gigi bayi
4. Gangguan pendengaran hingga tuli
5. Keterbelakangan mental
6. Sulit bicara
7. Kelemahan otot
8. Gangguan dalam mengendalikan gerakan
I. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada ikterik neonatus adalah
(Auliasari et al., 2019) :
a. Kadar bilirubin serum (total).
Kadar bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa, bila dijumpai
bayi kuning dengan usia kurang lebih dari 10 hari dan tau dicurigai
adanya suatu kolestatis.
b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat
morfologi eritrosit dan hitumg retikulosit
c. Penentuan golongan darah dan factor Rh dari ibu dan bayi. Bayi yang
berasal dari ibu dengan Rh negative harus dilakukan pemeriksaan
golongan darah, faktor Rh uji coombs pada saat bayi dilahirkan, kadar
hemoglobin dan bilirubin tali pusat juga diperiksa (Normal bila Hb
>14mg/dl dan bilirubin Tali Pusat , < 4 mg/dl ).
d. Pemeriksaan enzim G-6-PD (glukuronil transferase).
e. Pada Ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati (dapat dilanjutkan dengan
USG hati, sintigrafi system hepatobiliary, uji fungsi tiroid, uji urine
terhadap galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah,
dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
J. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada ikterik neonatus (Lia dewi,2019):
a. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
1) Menyusui bayi dengan ASI, bilirubin dapat pecah jika bayi banyak
mengeluarkan feses dan urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup
ASI. Seperti yang diketahui ASi memiliki zat zat terbaik yang dapat
memperlancar BAB dan BAK.
2) Pemberian fenobarbital, fenobarbital berfungsi untuk mengadakan
induksi enzim mikrosoma, sehingga konjungsi bilirubin berlangsung
dengan cepat.
b. Fototerapi
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang
sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air,
dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun
(Yanti, 2021).
1) Cara kerja fototerapi Foto terapi dapat menimbulkan dekomposisi
bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air
menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan cairan empedu
duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu
kedalam usus sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan
keluar dalam feses.
2) Komplikasi fototerapi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
fototerapi adalah:
a) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan
peningkatan Insensible Water Loss (penguapan cairan). Pada BBLR
kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih besar.
b) Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin
indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltic usus.
c) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar
(berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika fototerapi selesai.
d) Gangguan pada retina jika mata tidak ditutup.
e) Kenaikan suhu akibat sinar lampu, jika hal ini terjadi sebagian lampu
dimatikan, tetapi diteruskan dan jika suhu terus naik, lampu semua
dimatikan sementara, dan berikan ekstra minum kepada bayi
K. Penatalaksanaan keperawatan
A. Pengkajian Biodata pasien
1. Mengkaji secara umum dari status keadaan klien
2. Mengkaji riwayat kehamilan dan kelahiran seperti prenatal , intranatal ,
dan post natal
3. Mengkaji riwayat keluarga, riwayat social, keadaan kesehatan saat ini
dan pemerikasaan fisik
4. Mengidentifikasi penyebab masalah keperawatan
5. Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada, serta
menghindari masalah yang mungkin akan terjadi. Fokus pengkajian
pada pasien ikterik neonatus adalah:
a. Keluhan Utama
Secara umum, bayi dengan ikterik akan terlihat kuning pada kulit,
sklera dan membran mukosa, letargi, refleks hisap kurang, tampak
lemah, dan bab berwarna pucat.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan juga dapat mempengaruhi terjadinya ikterik
neonatus, seperti ibu dengan riwayat hemolisis, antenalat care yang
kurang baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan
maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan
berat badan lahir rendah, neonatus dengan APGAR skor rendah
yang dapat memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang
akan menghambat konjugasi bilirubin.
c. Pemeriksaan fisik
Pengkajian fisik meliputi ditemukannya gejala, seperti kesadaran
apatis, daya isap lemah atau tak mau minum, hipotonia letargi,
tangis ynag melengking, dan mungkin terjadi kelumpuhan otot
ekstravaskuler sertaa mengobservasi adanya bukti ikterik dengan
interval. Ikterik dapat dikaji secara reliable dengan mengobservasi
kulit bayi dari kepala ke kaki dan warna sklera dan membran
mukosa. Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera
setelah lahir atau setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang
hari dengan pencahayaan yang baik. Ikterus akan terlihat lebih
jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan
yang kurang. Salah satu cara memeriksa derajat ikterik pada
neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan
penilaian menurut Kramer. Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti
tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan
tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-
masing tempat tersebut disesuaikan dengan angka rata-rata.

Sumber : Prawirohardjo, 2018.


d. Pemeriksaan diagnostik
Uji laboratorium diperlukan apabila Rh darah ibu dan janin
berlainan, kadar bilirubin bayi aterm lebih dari 12,5 mg/dl dan
prematur lebih dari 15 mg/dl. Pengukuran bilirubin di indikasikan
bila ikterus pada usia neonatus kurang dari 24 jam, ikterus tampak
signifikan pada pemeriksaan klinis. Pemeriksaan lebih lanjut, selain
bilirubin serum total yang dibutuhkan antara lain bilirubin direk,
hitung darah lengkap, hitung retikulosit ,dan apusan untuk morfolgi
darah tepi, tes Combs, konsentrasi G6PD, albumin serum,
urinanalisis untuk mengetahui zat pereduksi (galaktosemia).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul berdasarkan SDKI :
1. Ikterik neonatus b/d usia kurang dari 7 hari (D.0024)
2. Defisit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0019)
3. Gangguan integritas kulit/jaringan b/d perubahan sirkulasi (D.0129)
4. Hipertermia b/d terpapar lingkungan panas (D.0130)
5. Risiko cedera b/d ketidaknormalan profil darah (D.0136)
6. Risiko hipoolemia b/d evaporasi (D.0034)
C. RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA SLKI SIKI
O KEPERAWATAN
1. Ikterik Neonatus b/d Tujuan : proses Fototerapi Neonatus (1.03091)
usia kurang dari 7 hari ( penyesuaian fungsional Memberikan terapi sinar fluorescent yang ditujukan kepada kulit neonatus untukmenurunkan kadar
D.0024) neonatus dari kehidupan bilirubin
intra uterin ke ekstra Observasi
uterin membaik 1. Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
Kriteria hasil : 2. Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan usia gestasi dan berat badan
Adaptasi neonatus 3. Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali
(L.10095) 4. Monitor efek samping dari fototerapi (mis. hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan berat
Setelah dilakukan badanlebih dari 8-10%)
tindakan keperawatan, Teraupetik
diharapkan masalah 1. Siapkan lampu fototerapi dan incubator
keperawatan ikterik 2. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
neonatus membaik 3. Berikan penutup mata (eye protector/biliband) pada bayi
dengan kriteria hasil : 4. Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung spesifikasi lampu terapi)
1. Membrane mukosa kuning 5. Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan
menurun 6. Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK
2. Kulit kuning menurun 7. Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak mungkin
3. Sklera kuning menurun Edukasi
4. Keterlambatan pengeluaran 1. ajarkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
feses menurun 2. ajarkan ibu menyusui sesering mungkin
5. Respons terhadap stimulus Kolaborasi
sensorik membaik Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek

2 Defisinit nutrisi b/d Tujuan : keadekuatan Manjemen nutrisi (I.03119)


peningkatan kebutuhan asupan nutrisi untuk Definisi mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
metabolisme (D.0019) memenuhi kebutuhan Observasi
metabolisme membaik 1. Identifikasi status nutrisi
Kriteria hasil : 2. Identifilasi alergi dan intoleransi makanan
Status nutrisi (L.03030) 3. Identifikasi makanan yang disukai
Setelah dilakukan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
tindakan keperawatan 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
selama diharapkan 6. Monitor asupan makanan
defisit nutri dapat 7. Monitor berat badan
teratasi dengan kriteria 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
hasil : Terapeutik
1. Nafsu makan membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jka perlu
2. Keluhan mual menurun 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
3. Perasaan ingin muntah 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Perasaan asam di mulut 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
menurun 5. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
5. Sensasi panas menurun 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
6. Sensasi dingin menurun 7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Ajarkan posisi duduk, jka mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yng dibutuhkan, jika perlu
3 Gangguan integritas Tujuan : keutuhan kulit (dermis Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
kulit/jarinagn b/d dan/atau epidermis) atau Definisi mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga keutuhan, kelembaban dan
perubahan sirkulasi jaringan (membran mukosa, mencegah perkembangan mikroorganisme
(D.0129) kornea, fasia, tendon, otot, Observasi
tulang, kartilago, kapsul sendi 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi,perubahan status
dan/atau ligamen) nutrisi,penurunan kelembaban,suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Kriteria Hasil : Terapeutik :
Integritas kulit dan jaringan (L. 1. Ubah posisi tiap 2 jam sekali
14125) 2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
Setalah dilakukan tindakan 3. Bersihkan parineal dengan air hangat,terutama selama periode diare
keperawatan diharapkan 4. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak ada kulit kering
Gangguan integritas kulit & 5. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
jaringan dapat teratasi dengan 6. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
kriteria hasil: Edukasi :
1. Elastisitas meningkat 1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)
2. Hidrasi meningkat 2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Perfusi jaringan meningkat 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Kerusakan jaringan menurun 4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
5. Kerusakan lapisan kulit 5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
menurun 6. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
6. Pigmentasi menurun Kolaborasi
7. Jaringan parut menurun Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
8. Nekrosis menurun
9. Sensasi membaik
10. Tekstur membaik
4 Hipertermi b/d terpapar Tujuan pengaturan suhu tubuh Manajemen Hipertermia (I.15506)
lingkungan panas agar tetap berada pada rentang Definisi mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi
(D.0130) normal membaik Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab hipertermia (Misalnya dehidrasi, terpapar lingkungan yang panas)
termoregulasi (L.14134) 2. Monitor suhu tubuh
Setelah diberikan asuhan
3. Monitor kadar cairan elektrolit
keperawatan diharapkan
4. Monitor haluran urine
hipertermia teratasi kriteria 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
hasil: Terapeutik
1. Menggigil menurun 1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Kulit merah menurun 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Suhu tubuh menurun 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Suhu kulit menurun 4. Berikan cairan oral
5. Pengisian kapiler membaik 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal(mis. selimut hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, axila)
7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
5 Risiko cedera b/d Tujuan : keparahan dari cedera Pencegahan cedera (I.14537)
ketidaknormalan profil yang diamati atau dilaporkan Definisi mengidentifikasi dan menurunkan risiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik.
darah (D.0136) menurun Observasi
Kriteria hasil: 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
Tingkat cedera (L.14136) 2. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
Setelah dilakukan tindakan 3. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stocking elastis pada ekstremitas bawah
keperawatan, diharapkan Terapeutik
masalah keperawatan 1. Sediakan pencahayaan yang memadai
hipovolemia membaik dengan 2. Gunakan lampu tidur selama jam tidur
kriteria hasil: 3. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat (mis. penggunaan teepon, tempat
1. Toleransi aktivitas meningkat tidur, penerangan ruangan dan lokasi kamar mandi)
2. Nafsu makan meningkat 4. Gunakan alas lantai jika mengalami cedera yang serius
3. Kejadian cedera menurun 5. Pertahankan posisi tempat tidur di posisi terendah saat digunakan
4. Ketegangan otot menurun 6. Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan
7. Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh kepada keluarga
Kolaborasi
Kolaborasi bersama orang tua atau keluarga mengenai pemantauan terhadap aktivitas bayi yang memiliki
risiko tinggi cedera dari lingkungan sekitar
6. Risiko Hipovolemia b/d Tujuan : kondisi volume cairan Pemantauan cairan (I.03121)
evaporasi (D.0034) intravaskuler, interstitial, Mengumpulkan dan menganalisis data terkait pengaturan keseimbangan cairan
dan/atau intraseluler membaik Observasi
Kriteria hasil: 1. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Status cairan (L.03028) 2. Monitor frekuensi napas
Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor tekanan darah
keperawatan, diharapkan 4. Monitor berat badan
masalah keperawatan 5. Monitor waktu pengisian kapiler
hipovolemia membaik dengan 6. Monitor elastisitas atau turgor kulit
kriteria hasil : 7. Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
1. Kekuatan nadi meningkat 8. Monitor kadar albumin dan protein total
2. Turgor kulit meningkat 9. Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. osmolaritas serum, hematokrit, natrium, kalium, BUN)
3. Frekuensi nadi membaik 10. Monitor intake-output cairan
4. Membran mukosa membaik 11. Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanna
5. Suhu tubuh membaik darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah, berat badan menurun dalam waktu singkat)
12. Identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis. dispnea, edema perifer, edema anasarka, JVP meingkat,
CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
13. Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan (mis. prosedur pemberdahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar, aferesis, onbstruksi intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal
dan kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Kolaborasi
kolaborasi dengan orang tua, mengenai pemberian ASI, untuk mencegah terjadinya hipovolemia
DAFTAR PUSTAKA

Auliasari, N. A., Etika, R., Krisnana, I., & Lestari, P. (2019). Faktor risiko
kejadian ikterus neonatorum. Pediomaternal Nursing Journal, 5(2), 175-
182.

Azmi, F. (2016). Anatomi dan Histologi Hepar. Jurnal Kedokteran, 1(2), 147-154.

Lia Dewi (2019). Faktor Risiko Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang
Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah

Madri (2018) Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak prasekolah.yogyakarta :


pustaka belajar

Prawirohardjo, Sarwono. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal. 1st ed. cetakan kelima Abdul Bari Saifuddin, editor. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2018.

Ridha (2019).Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ikretus Pada


Neonatus. Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Semarang
Jurusan Keperawatan

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Yanti, D. A., Sembiring, I. M., Ginting, J. I. S. B., & Yusdi, S. (2021). Pengaruh
Fototerapi Terhadap Penurunan Tanda Ikterus Neonatorum Patologis Di
Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam. Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi
(JKF), 4(1), 16-21.

Yuliana, F., Hidayah, N., & Wahyuni, S. (2018). Hubungan Frekuensi Pemberian
Asi Dengan Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di Rsud Dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2017. Dinamika Kesehatan, 9, 526–534.

Anda mungkin juga menyukai