Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

AGROKLIMATOLOGI
“PENGUKURAN UNSUR IKLIM MIKRO”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Agroklimatologi

Nama
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk-Nya


sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan praktikum, laporan praktikum ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Agroklimatologi.
Ibu Sri Ritawati, S.TP., M.Sc.; Bapak Kiki Roidelindho, S.TP., M.Sc; dan Ibu
Endang Sulistyorini, S.P., M.Si selaku dosen pengampu Mata Kuliah
Agroklimatologi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara Bagus
Imam Widiarto selaku asisten praktikum yang telah membimbing penyusun dalam
melaksanakan praktikum dan menyelesaikan laporan praktikum ini. Tidak lupa
penyusun sampaikan terima kasih kepada kedua orang tua yang senantiasa
memberikan doa restu dan membantu penyusun secara materil.

Kepada para pembaca, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang


membangun agar laporan praktikum ini dapat disempurnakan.

Serang, 05 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroklimatologi........................................................................................................3
2.2 Pengukuran..............................................................................................................3
2.3 Iklim Mikro...............................................................................................................4
2.4 Unsur - Unsur Iklim Mikro........................................................................................4
2.5 Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Tanaman................................................................6
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat...................................................................................................7
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................................7
3.3 Cara Kerja.................................................................................................................7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil..........................................................................................................................8
4.2 Pembahasan.............................................................................................................9
BAB V PENUTUP
3.4 Kesimpulan.............................................................................................................17
3.5 Saran......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................18
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Unsur Iklim Mikro......................................................................8

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikro klimatologi adalah iklim yang mempelajari tentang iklim mikro di
daerah kecil. Perbedaan antara iklim mikro dan iklim makro disebabkan oleh
jarak dengan permukaan bumi. Faktor-faktor yang dapat dipengaruhi disebabkan
oleh macam tanah (tanah hitam, tanah abu-abu, tanah lembek, tanah keras),
bentuk (konkaf, konveks, dan danau), dan tanam-tanaman yang tumbuh di
atasnya, yaitu rawa, hutan, dan lain-lain. Dipengaruhi juga oleh jumlah radiasi
dan profil angin, serta aktivitas manusia yaitu daerah industri, kawasan kota,
pedesaan dan sebagainya.
Iklim merupakan komposit cuaca, sehingga kondisi yang berkaitan dengan
iklim mikro berkaitan juga dengan cuaca mikro. Secara khusus cuaca mikro
(micro meteorology) mengkaji tentang segala atmosfer skala kecil, terutama yang
berhubungan dengan tanah (Utomo, 2014). Secara umum ciri-ciri tipikal iklim
pada lapisan atmosfer bawah (<2 meter diatas permukaan tanah) disebut sebagai
iklim mikro (microclimate) seperti iklim kota dan iklim hutan. Dwiyono (2017)
mendefinisikan iklim mikro adalah iklim dalam skala atau ruang lingkup yang
sempit atau kecil. Hidayati (2013) menjelaskan perubahan iklim dipengaruhi
secara langsung atau tidak langsung oleh berbagai aktivitas manusia yang
berakibat perubahan komposisi atmosfer sehingga akan memperbesar keragaman
iklim yang diamati pada periode yang cukup panjang.
Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda atau
lingkungan. Suhu ini merupakan parameter cuaca. Cuaca adalah keadaan atmosfer
pada setiap saat, dinyatakan oleh tinggi atau rendahnya nilai parameter suhu,
tekanan, angin, kelembaban, dan berbagai fenomena lainnya. Apabila intensitas
cahaya meningkat, maka suhu udara juga meningkat, kelembaban menjadi
rendah, penguapan tinggi, awan hujan menjadi banyak, dan apabila terjadi
kondensasi maka akan timbul presipitasi (hujan).

1
Termometer alkohol merupakan termometer yang ramah lingkungan, mudah
dijumpai serta sering dipakai kalangan masyarakat umum. Misalnya tempat
penjualan handphone, komputer dan lain-lain dibandingkan dengan termometer
air raksa yang berbahaya jika pecah, karena terbuat dari kaca yang di dalamya
terdapat senyawa merkuri yang tidak baik untuk kesehatan tubuh. Sehingga dari
ke empat termometer tersebut akan dilakukan pengukuran suhu ruangan yang
dikondisikan menggunakan termometer alkohol.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini yaitu:
1. Untuk mengenal cara-cara mengukur unsur iklim mikro.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap iklim mikro.
3. Untuk mengetahui iklim mikro pada berbagai ekosistem.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroklimatologi
Agroklimatalogi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pengaruh unsur-
unsur iklim dengan proses kehidupan tanaman (Meteorology Glosarry).
Meterologi lebih menekankan proses terjadinya cuaca misalnya mengapa sampai
terjadi suhu ekstrim, kelembaban suhu, penguapan tinggu, hujan lebat, sedangkan
klimatalogi penekanannya lebih menekan kepada penyebaran hasil dari proses
tersebut misalnya penyebaran suhu udaha, kelembaban udara, curah hujan,
kekeringan, frekuensi terjadinya banjir, el nino, baik skala harian, bulanan
maupun tahunan (Sabaruddin, 2014).
Klimatologi pertanian membahas tentang hubungan antara keadaan cuaca dan
masalah-masalah dalam kegiatan pertanian, misalnya hubungan laju pertumbuhan
tanaman atau hasil panen dengan unsur-unsur cuaca, lama musim pertanian,
danpengaruh perubahan cuaca dalam jangka pendek. Klimatologi sangat
diperlukan dalam bidang pertanian karena iklim merupakan salah satu faktor
pembatas dalamproses pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis dan sifat iklim
dapat menentukan jenis-jenis tanaman yang tumbuh pada suatu daerah serta
produksinya (Karyono, 2009).

2.2 Pengukuran
Pengukuran merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk
memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa atau benda, sehingga
hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Dalam melakukan dan menyajikan
hasil pengukuran pula harus memperhatikan ketidakpastian pengukuran,
kesalahan pengukuran dan aturan angka penting agar hasil pengukuran yang
diperoleh akurat.

3
2.3 Iklim Mikro
Iklim mikro merupakan bagian dari kondisi iklim yang paling dapat dirasakan
secara langsung keberadaannya oleh indra manusia melalui derajat kenyamanan.
Iklim mikro terjadi pada skala yang kecil yang di dalamnya terdapat interaksi
antara lingkungan terbangun dengan unsur klimatis. Karena terdapat pengaruh
dari lingkungan terbangun, penghawaan iklim mikro juga dapat disebut dengan
canopy layer urban heat island.

2.4 Unsur - Unsur Iklim Mikro


Sehubungan dengan itu, data suhu udara, kelembaban udara, suhu tanah,
kecepatan angin dan intensitas penyinaran merupakan hal yang penting pada
setiap unit kesatuan pemangkuan hutan. Berdasarkan data tersebut maka akan
diketahui bulan-bulan kering di setiap kesatuan pemangkuan hutan sehingga
persiapan dan kesiapan menghadapi kerawanan kebakaran dapat dilakukan
terutama kawasan yang terjamah atau berhubungan dengan kegiatan manusia
yang memanfaatkan api. Adapun unsur-unsur iklim mikro yaitu:
1. Suhu Udara
Suhu udara rata-rata maksimum dan minimum di dalam hutan menunjukkan
perubahan yang fluktuatif setiap jamnya. Perubahan kenaikan suhu udara
terlihat jelas pada siang hari (06:00-17:00). Suhu udara meningkat pada siang
hari sejalan dengan bertambahnya intensitas matahari, dan menurun sedikit
demi sedikit sampai jam 6 sore hingga matahari terbit lagi. Sedangkan pada
malam hari sekitar pukul 18:00 hingga 05:00, tajuk pohon di dalam hutan juga
dapat berfungsi untuk mempertahankan kondisi suhu udara minimum,
sehingga fluktuasi suhu udara tidak terlihat jelas seperti pada saat siang hari.
2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah tingkat kebasahan udara karena dalam udara air
selalu terkandung dalam bentuk uap air. Kandungan uap air dalam udara
hangat lebih banyak dari pada kandungan uap air dalam udara dingin. Kalau
udara banyak mengandung uap air didinginkan maka suhunya akan turun dan

4
udara tidak dapat menahan lagi uap air sebanyak itu. Uap air berubah menjadi
titik-titik air. Udara yang mengandug uap air sebanyak yang dapat
dibandingnya disebut udara jenuh.
Sifat – sifat Kelembaban Udara:
a. Kelembaban Absolut
Kandungaan uap air di udara lazim disebut sebagai kelembaban udara.
Kelembaban absolut udara pada suatu kondisi adalah masa uap air setiap
satuan volume udara pada kondisi tersebut dan dinyatakan sebagai berat
jenis uap air.
b. Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif (RH), dinyatakan dalam persen (%), adalah
perbandingan antara tekanan parsial actual yang diterima uap air dalam
satu volume udara tertentu dengan tekanan parsial yang diterima uap air
pada kondisi saturasi pada suhu udara saat itu.
c. Kelembaban Spesifik
Kelembaban spesifik atau ratio kelembaban (W), dinyatakan dalam
besaran masa uap air yang terkandung di udara persatuan masa udara
kering yang diukur dalam gram per kilogram dari udara kering (gr/kg) atau
kg/kg.
3. Suhu Tanah
Secara umum, suhu dan kelembaban tanah merupakan unsur yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Suhu tanah akan dipengaruhi
oleh jumlah serapan radiasi matahari oleh permukaan tanah. Suhu tanah pada
saat siang dan malam sangat berbeda, pada siang hari ketika permukaan tanah
dipanasi matahari, udara yang dekat dengan permukaan tanah memperoleh
suhu yang tinggi, sedangkan pada malam hari suhu tanah semakin menurun.
Suhu tanah berpengaruh terhadap penyerapan air. Semakin rendah suhu, maka
sedikit air yang diserap oleh akar, karena itulah penurunan suhu tanah
mendadak dapat menyebabkan kelayuan tanaman. Fluktuasi suhu tanah
bergantung pada kedalaman tanah. (Karyati et al. 2018).

5
4. Kecepatan Angin
Kecepatan Angin adalah kecepatan udara yang bergerak secara horizontal
yang dipengaruhi oleh gradien barometris, letak tempat, tinggi tempat, dan
keadaan topografi suatu tempat. Untuk satuan kecepatan angin dalam meter
perdetik, kilometer per jam atau knot.
5. Intensitas Penyinaran
Intensitas Penyinaran atau iluminasi atau kuat penyinaran adalah flux cahaya
yang jatuh pada suatu bidang atau permukaan, sehingga satuan intensitas
penyinaran adalah lumen / m2 atau Lux (Lx) dengan lambang E. Sehingga
dapat dikatakan bahwa 1 Lux = 1 lumen/m2. Intensitas penyinaran di suatu
bidang karena suatu sumber cahaya dengan intensitas, berkurang dengan
kuadrat dari jarak antara sumber cahaya dan bidang itu.

2.5 Pengaruh Iklim Mikro Terhadap Tanaman


Iklim mikro sangat berpengaruh untuk memperbesar peluang keberhasilan
budidaya tanaman. Salah satu caranya adalah dengan substitusi unsur iklim partial
tersebut dapat dilaksanakan sampai batas tertentu.
Pengaruh iklim mikro terhadap tanaman yaitu:
a. Merancang struktur lahan tanam seperti ukuran guludan tanam, saluran
irigasi dan drainase, tera sering dan sebagainya.
b. Merancang ruang lahan tanam dengan berbagai pilihan seperti rumah
plastik, rumah kaca, rumah jaring atau bahan lainnya.
c. Memilih mulsa, biomas, lembar plastik atau bahan lainnya.
d. Teknik pemanasan kebun, terutama pada lahan yang sempit.

6
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum yang berjudul “Pengukuran Unsur Iklim Mikro” ini dilaksanakan
pada hari Kamis, 5 Oktober 2023 pukul 9.10 – 10.50 WIB di Laboratorium
Agroklimatologi, Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu Termometer Alkohol,
Termometer Tanah, Hand Anemometer. Hygrometer dan Light Meter.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum kali ini adalah :
1. Disiapkan alat dan bahan praktikum yang akan digunakan
2. Dilakukan pengamatan di dua tempat yang berbeda (kanopi dan tidak
berkanopi)
3. Diamati parameter pengamatan (kelembapan udara, suhu udara, intensitas
cahaya, kecepatan angin, dan suhu tanah) dengan alat yang sesuai dengan
parameter yang diamati.
4. Diamati parameter dengan waktu pengamatan yang digunakan adalah 0 menit,
10 menit, 20 menit, dan 30 menit.
5. Dimasukkan hasil pengamatan dengan waktu ke dalam data tabel hasil
pengamatan
6. Dibuat laporan hasil dari kegiatan praktikum yang telah dilakukan

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Unsur Iklim Mikro

TITIK WAKTU ARAS/JELUK STRATA


PARAMETER NO PENGAMATAN PENGAMATAN
TANPA
KANOPI KANOPI

25 cm 33 34
1 0’ 50 cm 30 29
100 cm 30,1 30.1
2 10’ 25 cm 34 35
50 cm 29,8 31
SUHU UDARA
100 cm 30.1 31
25 cm 33 37
3 20’ 50 cm 29 31,5
100 cm 30 30,8
25 cm 34 36
4 30’ 50 cm 28,9 29,5
100 cm 29 30
25 cm 49 48
1 0’ 50 cm 45 59
100 cm 55 62
2 10’ 25 cm 51 57%
50 cm 55 46
KELEMBABA
100 cm 58 62
N UDARA
25 cm 52 46
3 20’ 50 cm 56 46
100 cm 58 63,5
25 cm 51 42
4 30’ 50 cm 53 45
100 cm 60 64
0 cm 35 33
1 0’ 15 cm 29 30
30 cm 34 30

8
2 10’ 0 cm 31 37
15 cm 31 30
30 cm 32 31
SUHU TANAH 0 cm 31 37
3 20’ 15 cm 30 30
30 cm 31 31
0 cm 30 38
4 30’ 15 cm 30 30
30 cm 30 31
0,56 m/s 0.00 m/s
1 0’

KECEPATAN 2 10’ 0,21 m/s 0,65 m/s


ANGIN

0,01 m/s 0,00 m/s


3 20’

0,66 m/s 0,00 m/s


4 30’

2994 lux 304 lux


1 0’

2 10’ 3394 lux 709 lux

INTENSITAS
PENYINARAN 1314 lux 237 lux
3 20’

1539 lux 510 lux


4 30’

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini tentang pengukuran unsur iklim mikro yang dilakukan di
dua tempat yaitu tempat berkanopi dan tanpa kanopi. Iklim mikro sendiri
merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas, tetapi komponen
iklim ini penting bagi kehidupan tumbuhan, hewan, dan manusia, karena kondisi
udara pada skala mikro ini yang akan berkontak langsung dengan makhluk-
makhluk hidup tersebut. Unsur iklim yang diukur pada praktikum ini yaitu suhu

9
udara, kelembaban nisbi udara, suhu tanah, kecepatan angina dan intensitas
penyinaran.

SUHU UDARA BERKANOPI (0 C)


35
34
33
32
31
30
29
28
27
26
0 menit 10 menit 20 menit 30 menit

25 cm 50 cm 100 cm

SUHU UDARA TANPA KANOPI (0 C)


40
35
30
25
20
15
10
5
0
0 menit 10 menit 20 menit 30 menit

25 cm 50 cm 100 cm

Pada praktikum kali ini kelompok kami mendapatkan mengukur suhu udara.
Menurut Cahyono (2017) suhu adalah panas dinginnya udara pada lingkungan
atmosfer. Suhu dipengaruhi oleh ketinggian dataran dari permukaan air laut, sinar
matahari yang masuk, banyaknya vegetasi yang tumbuh menaungi, kecepatan
angin, cuaca dan kelembaban. Alat untuk mengukur suhu udara adalah
thermometer alkohol. Berdasarkan hasil pengukuran pada menit ke 0 dengan
ketinggian 25 cm di tempat kanopi suhu udaranya yaitu 33°C, ketinggian 50 cm

10
yaitu 30°C dan ketinggian 100 cm yaitu 30,1°C sedangkan di tempat tanpa
kanopi ketinggian 25 cm suhu udaranya yaitu 34°C, ketinggian 50 cm yaitu
29°C dan ketinggian 100 cm yaitu 30,1°C. Pada menit ke 10 dengan ketinggian
25 cm di tempat kanopi suhu udaranya yaitu 34°C, ketinggian 50 cm yaitu
29,8°C dan ketinggian 100 cm yaitu 30,1°C sedangkan di tempat tanpa kanopi
ketinggian 25 cm suhu udaranya yaitu 35°C, ketinggian 50 cm yaitu 31°C dan
ketinggian 100 cm yaitu 31°C. Pada menit ke 20 dengan ketinggian 25 cm di
tempat kanopi suhu udaranya yaitu 33°C, ketinggian 50 cm yaitu 29°C dan
ketinggian 100 cm yaitu 30°C sedangkan di tempat tanpa kanopi ketinggian 25
cm suhu udaranya yaitu 37°C, ketinggian 50 cm yaitu 31,5°C dan ketinggian 100
cm yaitu 30,8°C. Pada menit ke 30 dengan ketinggian 25 cm di tempat kanopi
suhu udaranya yaitu 34°C, ketinggian 50 cm yaitu 38,9°C dan ketinggian 100 cm
yaitu 29°C sedangkan di tempat tanpa kanopi ketinggian 25 cm suhu udaranya
yaitu 36°C, ketinggian 50 cm yaitu 29,5°C dan ketinggian 100 cm yaitu 30°C.
Bisa dilihat bahwa rata-rata suhu udara yang paling tinggi yaitu ditempat kanopi.
Hasil pengukuran sesuai dengan teori dalam jurnal Mading (2014) dimana lokasi
yang terpapar langsung dengan matahari dapat menyebabkan peningkatan suhu.

KELEMBAPAN UDARA BERKANOPI (%)


70

60

50

40

30

20

10

0
0 Menit 10 Menit 20 Menit 30 Menit

25 cm 50 cm 100 cm

11
KELEMBAPAN UDARA TANPA KANOPI (%)
70

60

50

40

30

20

10

0
0 Menit 10 Menit 20 Menit 30 Menit

25 cm 50 cm 100 cm

Pada pengamatan yang kedua mengukur kelembaban nisbi udara.


Kelembaban adalah persentase kandungan uap air dibanding uap air jenuh pada
suhu yang sama. Alat pengukur kelembaban udara bernama hygrometer.
Berdasarkan hasil pengukuran pada menit ke 0 dengan ketinggian 25 cm di
tempat kanopi kelembaban udara nisbinya yaitu 49%, ketinggian 50 cm yaitu
45% dan ketinggian 100 cm yaitu 55% sedangkan di tempat tanpa kanopi
ketinggian 25 cm kelembaban udara nisbinya yaitu 48%, ketinggian 50 cm yaitu
59% dan ketinggian 100 cm yaitu 62%. Pada menit ke 10 dengan ketinggian 25
cm di tempat kanopi kelembaban udara nisbinya yaitu 51%, ketinggian 50 cm
yaitu 55% dan ketinggian 100 cm yaitu 58% sedangkan di tempat tanpa kanopi
ketinggian 25 cm kelembaban udara nisbinya yaitu 57%, ketinggian 50 cm yaitu
46% dan ketinggian 100 cm yaitu 62%. Pada menit ke 20 dengan ketinggian 25
cm di tempat kanopi kelembaban udara nisbinya yaitu 52%, ketinggian 50 cm
yaitu 56% dan ketinggian 100 cm yaitu 58% sedangkan di tempat tanpa kanopi
ketinggian 25 cm kelembaban udara nisbinya yaitu 46%, ketinggian 50 cm yaitu
46% dan ketinggian 100 cm yaitu 63,5%. Pada menit ke 30 dengan ketinggian 25
cm di tempat kanopi kelembaban udara nisbinya yaitu 51%, ketinggian 50 cm
yaitu 53% dan ketinggian 100 cm yaitu 60% sedangkan di tempat tanpa kanopi
ketinggian 25 cm kelembaban udara nisbinya yaitu 42%, ketinggian 50 cm yaitu
45% dan ketinggian 100 cm yaitu 64%. Bisa dilihat bahwa rata-rata kelembaban

12
nisbi udara yang paling tinggi yaitu ditempat tanpa kanopi. Hal ini bertentangan
dengan literarute yang dinyatakan oleh Pantilu (2012) yang seharusnya rata-rata
kelembaban nisbi udara yang paling tinggi adalah di tempat kanopi karena suhu
yang lebih dingin ditempat kanopi dari pada ditempat tidak kanopi. Kenaikan
suhu udara mempengaruhi kelembaban udara.

SUHU TANAH BERKANOPI (0 C)


40
35
30
25
20
15
10
5
0
0 Menit 10 Menit 20 Menit 30 Menit

0 cm 15 cm 30 cm

SUHU TANAH TANPA KANOPI (0 C)


40
35
30
25
20
15
10
5
0
0 Menit 10 Menit 20 Menit 30 Menit

0 cm 15 cm 30 cm

Pada pengamatan yang ketiga yaitu mengukur suhu tanah. Menurut Baver
(1960) suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan
kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Alat yang
digunakan untuk mengukur suhu tanah yaitu termometer tanah. Berdasarkan

13
hasil pengukuran pada menit ke 0 dengan ketinggian 0 cm di tempat kanopi suhu
tanahnya yaitu 35°C, ketinggian 15 cm yaitu 29°C dan ketinggian 30 cm yaitu
34°C sedangkan di tempat tanpa kanopi ketinggian 0 cm suhu tanahnya yaitu
33°C, ketinggian 15 cm yaitu 30°C dan ketinggian 30 cm yaitu 30°C. Pada menit
ke 10 dengan ketinggian 0 cm di tempat kanopi suhu tanahnya yaitu 31°C,
ketinggian 15 cm yaitu 31°C dan ketinggian 30 cm yaitu 32°C sedangkan di
tempat tanpa kanopi ketinggian 0 cm suhu tanahnya yaitu 37°C, ketinggian 15
cm yaitu 30°C dan ketinggian 30 cm yaitu 31°C. Pada menit ke 20 dengan
ketinggian 0 cm di tempat kanopi suhu tanahnya yaitu 31°C, ketinggian 15 cm
yaitu 30°C dan ketinggian 30 cm yaitu 31°C sedangkan di tempat tanpa kanopi
ketinggian 0 cm suhu tanahnya yaitu 37°C, ketinggian 15 cm yaitu 30°C dan
ketinggian 30 cm yaitu 31°C. Pada menit ke 30 dengan ketinggian 0 cm di
tempat kanopi suhu tanahnya yaitu 30°C, ketinggian 15 cm yaitu 30°C dan
ketinggian 30 cm yaitu 30°C sedangkan di tempat tanpa kanopi ketinggian 0 cm
suhu tanahnya yaitu 38°C, ketinggian 15 cm yaitu 30°C dan ketinggian 30 cm
yaitu 31°C. Bisa dilihat bahwa rata-rata suhu tanah yang paling tinggi yaitu
ditempat tanpa kanopi. Hal ini terjadi bahwa suhu tanah ditempat kanopi lebih
rendah dari tempat tanpa kanopi. Ini sesuai dengan pernyataan dalam jurnal
Probowati (2014) yang menyatakan bahwa permukaan tanah yang kanopi akan
mengakibatkan suhu tanah menjadi rendah.

14
KECEPATAN ANGIN BERKANOPI (m / s)
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 Menit 10 Menit 20 Menit 30 Menit

Berkanopi Tanpa Kanopi

Selanjutnya yaitu dilakukan pengamatan terhadap kecepatan angin dengan


menggunakan alat anemometer. Menurut Hakim (2009) hand anemometer adalah
alat untuk mengukur kecepatan angin. Anemometer jenis ini bersifat portable.
Bagian-bagian dari alat ini diantaranya yaitu, baling-baling dan pengukur digital.
Prinsip kerjanya, saat baling-baling berputar akibat hembusan angin maka
kecepatan berputar baling-baling diukur dan ditampilkan pada layar digital.
Berdasarkan hasil yang didapat saat mengukur kecepatan angina pada tempat
yang berkanopi yaitu pada data menit ke 0 didapatkan hasil 0,56 m/s, kemudian
setelah 10 menit didapatkan hasil 0,21 m/s, lalu setelah 20 menit didapatkan 0,01
m/s, dan setelah 30 menit didapatkan hasil 0,66 m/s. Kemudian dilakukan
pengamatan di tempat yang tidak berkanopi dan pada waktu yang berbeda-beda
yaitu setelah 0 menit didapatkan hasil 0,00 m/s, kemudian setelah 10 menit
didapatkan hasil 0,65 m/s, lalu setelah 20 menit didapatkan hasil 0,00 m/s, dan
setelah 30 menit didapatkan hasil 0,00 m/s. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa
pada tempat berkanopi memiliki kecepatan lebih cepat di bandingkan tempat
tanpa kanopi.

15
INTENSITAS CAHAYA (lux)
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 Menit 10 Menit 20 Menit 30 Menit

Berkanopi Tanpa Kanopi

Dan pengamatan yang kelima atau yang terakhir yaitu mengukur intensitas
penyinaran di tempat yang berkanopi dan pada waktu yang berbeda-beda yaitu
setelah 0 menit didapatkan hasil 2994 lux, kemudian setelah 10 menit didapatkan
hasil 3394 lux, lalu setelah 20 menit didapatkan 1314 lux, dan setelah 30 menit
didapatkan hasil 1539 lux. Kemudian dilakukan pengamatan di tempat yang tidak
berkanopi dan pada waktu yang berbeda-beda yaitu setelah 0 menit didapatkan
hasil 304 lux, kemudian setelah 10 menit didapatkan hasil 709 lux, lalu setelah
20 menit didapatkan hasil 237 lux, dan setelah 30 menit didapatkan hasil 510 lux.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa pada tempat yang berkanopi memiliki
intensitas cahaya yang jauh lebih tinggi dibandingkan pada tempat yang tidak
berkanopi.

16
BAB V
PENUTUP

3.4 Kesimpulan
Simpulan dari praktikum ini adalah dalam mengetahui bagaimana cara
mengukur unsur iklim mikro dengan menggunakan alat-alat klimatologi, dari
setiap alat-alat unsur iklim mikro mempunyai alat dan cara pengukuran yang
berbeda beda. Di praktikum kali ini juga kita dapat mengetahui apasaja faktor
yang dapat di pengaruhi terhadap iklim mikro. Praktikum kali ini juga kita dapat
membedakan suhu yang tercatat pada alat yang ternaungi atau berkanopi dengan
alat yang tidak ternaungi atau tanpa kanopi.

3.5 Saran
Kami berharap untuk praktikum kedepannya dapat berjalan dengan baik,
menyelesaikan tugas dengan baik, bisa lebih memahami terkait materi yang
disampaikan, dan untuk pengumpulan laporan praktikum di tambahkan waktunya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, D. S. S., Agus, P, M, P. 2018. Kajian Area Penyinaran dan Nilai Intensitas pada
Peralatan Blue Light Therapy. Vol. 17 (2): 279-286.
Karyati., S. Ardianto., Muhammad, S. 2016. Fluktuasi Iklim Mikro di Hutan
Pendidikan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Vol. 15(1).
S, Riyadi., Eko S., Ismu W. 2015. Prototipe Termometer Berbasis Termoelektrik
Untuk Pembelajaran Fisika Materi Suhu Dan Kalor.
Utomo. (2014). Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. Bumi Aksara: Jakarta.
Dwiyono. (2017). Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat. Surakarta: UNS
Press.
Astria, F., Subito, M., & Nugraha, D. W. (2014). Rancang bangun alat ukur pH dan
suhu berbasis short message service (SMS) gateway. Universitas Tadulako,
Sulawesi Tengah.
Riyadi, S., Suyanto, E., Wahyudi, I. 2015. Prototipe Termometer Berbasis
Termoeletrik Untuk Pembelajaran Fisika Materi Suhu dan Kalor. Jurnal
Pembelajaran Fisika Universitas Lampung 3(6).
Karyati, Putri, R.O., Syafrudin, M. 2018. Suhu Dan Kelembaban Tanah Pada Lahan
Revegetasi Pasca Tambang di PT Admitra Baratama Nusantara Provinsi
Kalimantan Timur. Jurnal AGRIFOR. Vol. 17(1).
Suyanto, W. dan Luthfian, A. 2019. Pengantar Meteorologi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

18
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lampiran 2. Tali Lampiran 3. Lampiran 4.


Penggaris Rapia Termometer Hygrometer
Alkohol

Lampiran 5. Light Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8.


Meter Termometer Tanah Anemometer Pengamatan
Kelompok 1

Anda mungkin juga menyukai