Anda di halaman 1dari 2

AKU INGIN MERASAKAN JADI MEREKA

Seorang gadis menatap ke luar jendela kamarnya dengan secangkir kopi hangat
di kedua tangannya. Sesekali ia terlihat menyeruput kopi itu dengan pelan. Rambutnya
yang tergerai indah dan meliuk liuk di tiup angin yang masuk dari celah jendela kamar
yang terbuka. Cahaya rembulan masuk tanpa izin melalui celah itu membuat wajahnya
yang ayu nampak jelas. Tatapannya tertuju pada langit malam dihiasi Rembulan yang
memancarkan sinar dengan begitu indahnya. Membawa ketenangan dan kesejukan di
malam itu. Ada banyak hal yang membuat rembulan menjadi istimewa dan disukai banyak
orang. Kehadirannya yang selalu datang menerangi kala gelap menjeru, atau sekedar teman
yang baik untuk diajak berbicara ketika sendiri. Bahkan bulan mengajarkan kita bahwa
gelap belum tentu tidak ada cahaya karena ‘Arutala’ itu akan datang menerangi gulita.

Pandangan gadis itu terus menjurus kearah langit malam yang ditaburi jutaan
bintang yang seakan berlomba menggapai langit. Senyuman kecut terbit di bibirnya yang
mungil, pegangannya pada cangkir menguat seakan menahan emosi di dalam dadanya.
Beberapa pertanyaan muncul di benak gadis itu. Diantara bintang yang ada, mengapa ia
tidak pernah bisa menjadi yang lebih terang? Atau mengapa ia tidak bisa merasakan jadi
rembulan? Gadis itu terkekeh pelan seakan menertawakan dirinya yang tak bisa menjawab
pertanyaan itu. gadis itu menyimpan cangkir kopi di meja lalu menutup jendela kamarnya.
Ia menghela nafasnya berat kemudian menarik cardingan yang tergantung di lemari dengan
kasar.

Seorang gadis menatap jutaan bintang yang bertaburan diatas sana menghiasi
langit malam. Pandangannya terus tertuju pada bintang yang bercahaya lebih terang di
antara bintang itu. namun ada kalanya sang rembulan tidak hadir menemani gulita, lantas
kepada siapa

Seorang gadis terlihat sibuk mencatat pada buku diary usang berwarna biru
miliknya. Rambutnya yang tergerai indah dan meliuk liuk di tiup angin yang masuk dari
celah jendela kamar yang sedikit terbuka. Cahaya rembulan masuk tanpa izin melalui celah
itu membuat wajahnya yang ayu nampak jelas. Namanya Aera Anindya Selena, gadis
berusia 18 tahun yang menmpuh pendidikan semester 3 di Universitas Hasanuddin.
kepribadiannya yang lugu dan sedikit labil membuat orang terkadang gemas dengan
tingkahnya. Ocehan kecil keluar dari mulut gadis itu, alisnya yang tipis sedikit menukik ke
atas menandakan ia sedang marah. Setelah berkutat dengan diary, ia menarik cardingan
yang tergantung di lemari dengan kasar. Kedua kakinya yang mungil dengan cepat
menuruni anak tangga dan berjalan keluar dari rumah sederhana itu.

“Mau kemana kamu?” ucapan seseorang di belakang Aera membuat


langkahnya terhenti. Ia menoleh dengan perasaan kesal, terlihat seorang perempuan paruh
baya berkacak pinggang di ambang pintu memasang wajah garang.

“Aera mau keluar, capek di rumah

Anda mungkin juga menyukai