Anda di halaman 1dari 26

Motivasi, Kepribadian, dan Emosi

Dosen Pengampu : Dian Ari Nugroho, S.E., M.

Disusun oleh:

Addira Najwa Shabrina 205020907111013

Jupiter Yundistya B J 205020900111032

Muniroh Attamimi 205020901111020

Rio Raphael 205020900111002

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI KEWIRAUSAHAAN
MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu pertanyaan yang harus ditanyakan oleh seorang pemasar adalah
mengapa seorang konsumen membeli atau menggunakan sebuah jasa yang
ditawarkan kepadanya. Alasan - alasan mengapa seorang konsumen melakukan
konsumsi menjadi penting karena akan menentukan strategi pemasaran seperti apa
yang paling tepat digunakan bagi konsumen yang ditargetkan. Oleh karena itu
penting bagi seorang marketer untuk mengetahui emosi, personalitas, dan emosi.
Ketiga faktor ini menjadi tiga faktor yang sangat penting dalam pemilihan konsumsi
oleh konsumen. Motivasi adalah sebuah dorongan yang akan mengaktifkan perilaku
dan yang memberikan tujuan serta menentukan arah pada perilaku tersebut. Motivasi
akan membantu menjawab pertanyaan “mengapa” seorang konsumen melakukan
suatu perilaku. Personalitas mencerminkan kebiasaan perilaku yang ditunjukkan oleh
seorang individu pada berbagai situasi yang sifatnya relatif. Personalitas akan
membantu menjawab pertanyaan “apa” perilaku yang akan diambil oleh seorang
konsumen untuk mencapai keinginannya. Emosi bersifat kuat dan merupakan
perasaan yang sifatnya relatif susah dikontrol yang akan memengaruhi perilaku
seseorang. Emosi dipicu oleh hubungan yang kompleks antara motif, personalitas,
dan faktor - faktor eksternal. Memang ketiga istilah ini berhubungan sangat dekat dan
biasanya sulit untuk dipisahkan satu dengan lainnya. Pada bagian ini akan dijelaskan
mengenai ketiga faktor ini, serta hubungannya dengan strategi marketing pada sebuah
perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sifat Motivasi
Motivasi adalah alasan terjadinya sebuah perilaku. Motif adalah
sebuah gagasan yang merepresentasikan sebuah dorongan dalam diri
seseorang yang tidak dapat diobservasi, yang akan merangsang dan
mendorong sebuah respons sikap dan juga memberikan arah spesifik untuk
respons tersebut. Sebuah motif menjadi alasan mengapa seseorang melakukan
sesuatu. Istilah kebutuhan dan motivasi biasanya digunakan secara bersamaan.
Hal ini disebabkan karena saat seorang konsumen merasakan sebuah celah
antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang dimilikinya sebenarnya,
sebuah kebutuhan akan disadari dan akan digunakan sebagai keadaan yang
akan mendorongnya yang dikenal sebagai motivasi. Kebutuhan dan motif
memengaruhi apa yang akan dianggap relevan oleh konsumen, begitu juga
dengan perasaan dan emosi mereka. Ada banyak teori mengenai motivasi, dan
banyak dari mereka memberikan wawasan yang berguna bagi seorang
manajer marketing. Ada dua pendekatan yang bisa digunakan, pendekatan
yang pertama adalah Maslow’s need hierarchy, adalah sebuah teori makro
yang didesain untuk memperhitungkan perilaku manusia dalam istilah yang
umum. Pendekatan kedua didasarkan dengan McGuire’s work, menggunakan
berbagai motif yang sifatnya detail untuk memperhitungkan aspek - aspek
spesifik sebuah perilaku konsumen.
- Maslow’s hierarchy of needs
Didasarkan oleh 4 premis yaitu,
● Semua manusia mendapatkan sejumlah motif yang serupa
melalui sumbangan dari genetik dan interaksi sosial
● Beberapa motif bersifat lebih sederhana ataupun lebih kritikal
dari satu sama lain
● Motif yang lebih sederhana harus dipenuhi terlebih dahulu
pada level minimum sebelum motif lainnya bisa diaktifkan
● Semakin banyak motif yang lebih sederhana dipenuhi, maka
motif yang lebih rumit akan mulai bermunculan
Teori ini bisa digunakan sebagai panduan awal mengenai perilaku
umum. Akan tetapi, bukan berarti bahwa teori ini bersifat pasti. Ada
beberapa contoh yang menunjukkan bahwa seseorang mampu
mengorbankan hidupnya untuk sebuah ide ataupun teman.

- McGuire’s Psychological Motives


McGuire menghasilkan sebuah sistem klasifikasi yang
mengorganisasikan berbagai teori mengenai motif - motif ke dalam 16
kategori. Sistem ini membantu para marketer untuk mengisolasi motif
- motif yang mungkin terlibat dalam berbagai situasi konsumsi.
Pertama, McGuire membagi motivasi menjadi empat kategori utama
berdasarkan dua kriteria
1. Apakah mode dari motivasi cognitive atau affective?
Motif cognitive berfokus pada kebutuhan seseorang untuk bisa
beradaptasi pada lingkungan dan mendapatkan sebuah makna.
Motif affective berurusan dengan kebutuhan untuk mencapai
rasa kepuasan dan untuk mencapai keinginan personal.
2. Apakah motivasi berfokus pada pemeliharaan status quo
atau berfokus pada perkembangannya?
Motif yang bersifat ingin memelihara status quo menekankan
pada keinginan seorang individu untuk menjaga equilibrium.
Sementara motif yang berfokus pada perkembangannya
menekankan pada perkembangan ukuran.
Empat kategori utama ini akan dibagi lagi berdasarkan basis sumber
dan tujuan dari motif tersebut
3. Apakah perilaku ini secara aktif dimulai atau merupakan
respons terhadap lingkungan?
Kriteria ketiga ini akan membedakan antara motif yang secara
aktif atau internal digerakkan dengan motif yang sifatnya lebih
pasif yang merupakan respons terhadap keadaan.
4. Apakah perilaku ini membantu seorang individu untuk
mendapatkan hubungan internal atau eksternal baru
terhadap lingkungan?
Kriteria terakhir ini akan mengkategorikan outcome yang
sifatnya internal kepada individual atau yang berfokus pada
hubungannya dengan lingkungan yang ada.
16 motif tersebut akan dijelaskan sebagai berikut
a. Cognitive Preservation Motives
1. Need for Consistency (active, internal)
Keinginan dasar yang dimiliki adalah agar semua aspek
yang dimiliki oleh seseorang konsisten antara satu sama
lain. Memahami konsistensi akan sangat penting dalam
membuat iklan. Hal ini disebabkan karena konsumen
akan sulit atau bahkan menolak informasi yang tidak
sesuai dengan apa yang mereka percaya. Sehingga
seorang marketer harus menggunakan sumber - sumber
yang kredibel atau cara lain apabila ingin mengubah
perilaku atau konsistensi tersebut.
2. Need for attribution (active, external)
Sejumlah motif ini bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan kita untuk menentukan siapa atau apa yang
mengakibatkan suatu hal terjadi terhadap kita dan
berhubungan dengan sebuah area riset yang disebut
dengan attribution theory. Kebutuhan akan adanya
atribusi menjadi relevan kepada reaksi konsumen
terhadap pesan - pesan promosional. Hal ini disebabkan
karena seorang konsumen tidak secara pasif menerima
pesan akan tetapi mereka memberikan atribut strategi
dan taktik “penjualan” kepada iklan dan kepada nasihat
yang diberikan oleh seorang penjual.
3. Need to Categorize (passive, internal)
Orang - orang memiliki kebutuhan untuk
mengkategorikan dan mengorganisasikan berbagai
informasi dan pengalaman yang mereka dapat secara
bermakna dan mampu diatur. Sehingga mereka
membuat kategori dan partisi mental untuk membantu
mereka.
4. Need for Objectification (passive, external)
Motif - motif ini mencerminkan kebutuhan akan tanda -
tanda yang mampu dilihat atau simbol yang
membolehkan seseorang untuk menyimpulkan apa
yang mereka rasakan dan ketahui.
b. Cognitive Growth Motives
1. Need for Autonomy (active, internal)
Kebutuhan untuk independen dan individualitas adalah
karakteristik budaya Amerika. Semua individu dalam
sebuah budaya memiliki kebutuhan ini pada level -
level tertentu. Memiliki produk atau jasa yang unik
adalah satu cara seorang konsumen untuk
mengekspresikan autonomy-nya. Salah satu cara yang
digunakan oleh marketer akan hal ini misalnya adalah
pembuatan produk dengan edisi yang terbatas.
2. Need for Stimulation (active, external)
Orang - orang biasanya mencari variasi dan perbedaan
untuk mendapatkan sebuah stimulasi. Pencarian variasi
ini bisa mencari alasan utama mengapa seseorang
mengubah brand atau yang sering dikenal dengan
istilah impulse purchasing. Individual yang sedang
mengalami perubahan secara cepat biasanya ingin
merasa dipuaskan dan ingin mencari stabilitas,
sementara mereka yang berada pada kondisi lingkungan
yang stabil menjadi bosan dan menginginkan
perubahan.
3. Teleological Need (passive, internal)
Konsumer adalah penyesuai pola yang memiliki
gambaran dan keinginan outcome yang mereka
bandingkan dengan situasi sekarang mereka. Motive ini
mendorong orang - orang untuk lebih menyukai media
masa seperti film, program televi, dan buku dengan
outcome yang sesuai dengan bagaimana mereka merasa
dunia harus dijalankan.
4. Utilitarian Need (passive, external)
Teori ini memandang konsumen sebagai penyelesai
masalah yang mendekati situasi sebagai kesempatan
untuk mendapatkan informasi atau kemampuan baru.
Sehingga melalui seorang salesperson konsumen bisa
menggunakan kesempatan ini untuk bisa membantu
mereka dalam menentukan pilihan mereka di masa
depan.
c. Affective Preservation Motives
1. Need for Tension Reduction (active, internal)
Orang mengalami berbagai situasi di hidup mereka
yang mengakibatkan tingkat stress yang tidak nyaman.
Untuk mengatur tekanan dan stress secara efektif, orang
- orang akan termotivasi untuk mencari cara untuk
mengurangi arousal.
2. Need for Expression (active, external)
Motif ini akan mengurus kebutuhan seseorang untuk
mengekspresikan identitasnya terhadap orang lain.
Orang memiliki kebutuhan untuk memberitahukan
siapa dan apa mereka oleh aksi mereka, termasuk juga
pembelian dan penggunaan produk.
3. Need for ego defense (passive, internal)
Kebutuhan untuk membela identitas atau egonya adalah
motif lain yang penting. Saat identitas seseorang
terancam, orang tersebut akan termotivasi untuk
membela konsep dirinya dan menggunakan perilaku
defensif.
4. Need for Reinforcement (passive, external)
Orang - orang biasanya termotivasi untuk berperilaku
secara spesifik karena mereka diberikan penghargaan
karena berperilaku seperti itu pada kejadian
sebelumnya yang memiliki kemiripan
d. Affective Growth Motives
1. Need for Assertion (active, internal)
Banyak orang adalah pencapai kompetitif yang mencari
kesuksesan, kebanggan, dan kekuasaan
2. Need for affiliation (active, external)
Afiliasi mengacu pada kebutuhan untuk
mengembangkan hubungan mutual yang saling
membantu dan memberikan kepuasan. Berhubungan
dengan altruism dan pencarian penerimaan dan afeksi
interpersonal dengan orang lain.
3. Need for identification (passive, internal)
Kebutuhan untuk identifikasi menghasilkan kejadian di
mana konsumen memainkan berbagai peran.
Seseorang bisa mendapatkan kepuasan dengan cara
mendapatkan peran baru yang memuaskan dan dengan
meningkatkan signifikansi peran yang sudah mereka
jalankan.
4. Need for modeling (passive, external)
Kebutuhan ini mencerminkan kebiasaan untuk
mendasarkan perilaku berdasarkan orang lain.
Modeling adalah cara besar mengenai bagaimana anak
- anak belajar menjadi seorang konsumen.
B. Teori Motivasi dan Strategi Pemasaran
Dalam suatu percontohan, Spaghetti Classico dan Newman’s Own
memiliki pembeli dengan motivasi pembelian yang berbeda. Pembeli yang
datang ke Classico termotivasi akan kesenangan dan romansa yang ia
dapatkan ketika makan disana. Sedangkan pembeli Newman’s Own
menunjukkan ambisi dan individualitas. Pembelian dari dua merek tersebut
disebabkan oleh motif yang berbeda, maka masing-masing memerlukan
program pemasaran dan periklanan yang berbeda pula.
Konsumen tersebut tidak membeli “produk” nya, melainkan
sebaliknya, mereka membeli kepuasan motif atau solusi masalah. Sama
halnya dengan parfum. Konsumen tidak membeli “produk” parfum,
sebaliknya, mereka membeli romansa, daya tarik, kenikmatan sensual,
keanggunan, atau sejumlah manfaat emosional dan psikologis lainnya. Yang
perlu dilakukan manajer adalah memikirkan dan menentukan motif dari
produk yang dapat memuaskan para konsumennya. Dari situ maka manajer
dapat mengembangkan bauran pemasaran seputar motif tersebut.
Pertanyaan yang sering muncul adalah “Apakah pemasar menciptakan
kebutuhan?”. Jawabannya tergantung maksud dari kebutuhan itu sendiri.
Apabila hal itu merujuk pada motif yang dijelaskan sebelumnya, maka
pemasar sudah pasti jarang menciptakan kebutuhan. Genetika dan
pengalaman manusia sebenarnya menentukan motif. Sebelum ada pemasaran
atau promosi, manusia menggunakan parfum, pakaian, dan barang lainnya
untuk mendapatkan penerimaan dalam status sosial. Bagaimanapun, memang
pemasar menciptakan permintaan. Permintaan yang dimaksud adalah
kesediaan untuk membeli produk atau jasa tertentu, yang disebabkan oleh
kebutuhan, bukan motifnya. Sebagai contoh, iklan pasta gigi mengatakan
bahwa tanpa adanya pasta gigi, teman-teman tidak akan menyukai Anda
karena gigi Anda kuning. Pesan yang disampaikan menghubungkan pasta gigi
dengan kebutuhan yang ada dengan harapan akan menciptakan permintaan
merek tersebut. Di bawah ini adalah bagaimana motif berkaitan dengan
beragam aspek dari strategi pemasaran.

1. Menemukan Motif Pembelian


Sebagai contoh, seorang peneliti bertanya kepada seorang
konsumen mengenai alasan dia memakai pakaian J.Crew. Dia
menjawab dengan alasan “Karena pakaian itu keren,” “Karena
temanku juga memakainya,” atau “Karena sangat cocok di tubuhku.”.
Namun, ada alasan lain yang terselubung dan secara tidak
sadar mereka enggan mengakuinya. Alasan yang tidak mereka
sebutkan di antaranya, “Pakaian ini membuatku terlihat kaya dan
banyak uang,” “Pakaian ini membuatku terlihat menarik untuk
dipandang,” atau “Pakaian ini membuatku kelihatan trendy.”.
Kombinasi motif di atas mempengaruhi seorang konsumen dalam
membeli pakaian atau barang lainnya.
Motif pertama tadi yang diakui dan diketahui secara terbuka
disebut dengan motif manifes. Sedangkan motif kedua yang tidak
disadari oleh konsumen sehingga mereka enggan mengakuinya,
disebut dengan motif laten. Gambar di bawah mengilustrasikan
bagaimana dua jenis motif tersebut dapat mempengaruhi pembelian.
Tugas pertama manajer pemasaran adalah untuk menentukan
kombinasi motif yang mempengaruhi pasar sasaran. Motif manifes
lebih cenderung mudah ditentukan. Pertanyaan tentang pakaian J.Crew
di atas menghasilkan penilaian yang cukup akurat tentang motif
manifes. Dalam menentukan motif laten, secara substansial dinilai
lebih kompleks. Penelitian motivasi dirancang untuk memberikan
informasi mengenai motif laten. Contohnya adalah asosiasi kata saat
konsumen menanggapi pertanyaan seputar merek atau perilaku dengan
kata pertama yang muncul di pikiran serta teknik orang ketiga dimana
konsumen memberikan alasan dan motif mengapa “orang lain”
membeli merek tertentu. Teknik orang ketiga mengasumsikan bahwa
konsumen memproyeksikan motif mereka sendiri melalui orang lain
serta berbicara tentang orang lain terasa lebih mudah dibandingkan
berbicara tentang diri sendiri.

2. Strategi Pemasaran Berdasarkan Berbagai Motif


Setelah manajer mengkombinasikan motif yang mempengaruhi
pasar sasaran, tugas selanjutnya ialah merancang strategi pemasaran
seputar rangkaian motif yang sesuai. Ini melibatkan segalanya mulai
dari desain produk hingga komunikasi pemasaran. Sifat dari keputusan
tersebut paling jelas terlihat di bidang komunikasi. Maka timbullah
pertanyaan “Strategi komunikasi apa yang harus digunakan manajer?”.
Pertimbangan pertama adalah sejauh mana lebih dari satu motif
itu penting. Jika terdapat banyak motif penting, maka produk dan iklan
harus menyediakan dan mengkomunikasikannya masing-masing.
Pertimbangan kedua adalah apakah motif tersebut manifes atau laten.
Mengkomunikasikan manfaat manifes relatif mudah. Misalnya situs
J.Crew menyediakan ratusan gambar dari banyak produk yang berbeda
berdasarkan kategori, sehingga konsumen dapat memilih produk
secara visual dalam hal gaya, warna, dan kualitas. Ini adalah sebuah
banding langsung untuk mewujudkan motif. Namun, karena motif
laten kurang diinginkan secara sosial, daya tarik tidak langsung justru
sering digunakan.
Situs J.Crew menampilkan gambar produk mereka yang sangat
akurat tapi relatif hambar dimana aspek yang paling menonjol dari
situs webnya adalah memberikan daya tarik secara tidak langsung
untuk kekayaan dan kecanggihan. Contohnya, pada area toko wanita,
pakaian J.Crew dipasang pada model Eropa yang mempesona
sehingga menunjukkan kecanggihan dan keduniawian. Sedangkan
pada area toko pria, pada situs web ditampilkan daftar “12 Key
Pieces” dari busana yang harus dimiliki pria. Termasuk jam Rolex
yang sebenarnya tidak dijual oleh J.Crew. Pencantuman jam Rolex
secara tidak langsung menunjukkan pemikiran bahwa J.Crew berada
di kelas atas, baik, dan kuat. Sehingga J.Crew mengambil pendekatan
banding ganda. Bagian utama situs web secara langsung menampilkan
bukti visual produk, gaya mereka, dan sebagainya. Sedangkan aspek
lain secara tidak langsung menampilkan bukti merek, kelas, dan
kecanggihan.
3. Motivasi dan Keterlibatan Konsumen
Keterlibatan merupakan penentu penting tentang bagaimana
konsumen membentuk sikap dan membuat keputusan pembelian.
Keterlibatan merupakan keadaan motivasi yang disebabkan oleh
persepsi konsumen bahwa suatu produk, merek, atau iklan menarik.
Kebutuhan berperan kuat dalam menentukan apa yang menarik bagi
konsumen. Sebagai contoh, jam tangan mungkin terlibat karena
menunjukkan waktu (kebutuhan utilitarian), karena memungkinkan
ekspresi diri (kebutuhan ekspresif), atau karena menyediakan cara
untuk menyesuaikan diri (kebutuhan afiliasi). Selain itu, situasi juga
dapat mempengaruhi keterlibatan. Misalnya beberapa konsumen
terlibat dengan komputer secara berkelanjutan (keterlibatan abadi),
sementara yang lain hanya terlibat pada situasi tertentu seperti
pembelian yang akan datang (keterlibatan situasional).
Keterlibatan dianggap penting bagi pemasar karena
mempengaruhi beragam perilaku konsumen. Misalnya konsumen
meningkatkan perhatian, pemrosesan analitis, pencarian informasi, dan
dari mulut ke mulut. Selain itu, keterlibatan dianggap penting bagi
pemasar karena mempengaruhi strategi pemasaran. Misalnya
konsumen dengan keterlibatan tinggi cenderung menjadi pakar produk
dan lebih terbujuk oleh iklan yang menyertakan informasi produk
yang detail. Di sisi lain, konsumen dengan keterlibatan rendah tidak
memiliki keahlian produk dan lebih dibujuk oleh gambar, emosi, dan
sumber pesan.
4. Strategi Pemasaran Berdasarkan Konflik Motivasi
Dengan banyaknya motif konsumen, sering terjadi konflik
antar motif. Penyelesaian konflik motivasi sering mempengaruhi pola
konsumsi. Dalam beberapa kasus, pemasar dapat menganalisis situasi
yang mungkin menghasilkan konflik motivasi, memberikan solusi
untuk konflik, sehingga mendorong pembelian merek mereka. Di
bawah ini adalah tiga jenis utama konflik motivasi,
● Konflik Motivasi Pendekatan-Pendekatan
Seorang konsumen yang harus memilih dua alternatif yang
menarik menghadapi konflik pendekatan-pendekatan. Semakin
sama daya tariknya, maka semakin besar konfliknya. Contohnya
seorang konsumen yang mendapatkan hadiah uang tunai (variabel
situasional) sedang bingung menghabiskan uangnya untuk liburan
(didorong kebutuhan akan stimulasi) atau membeli sepeda gunung
baru (didorong kebutuhan akan penegasan). Konflik tersebut dapat
diselesaikan dengan adanya iklan yang didesain tepat waktu untuk
mendorong satu tindakan atau yang lainnya. Selain itu bisa dengan
modifikasi harga, contohnya “Beli sekarang, bayar nanti,” dapat
menghasilkan keputusan dimana kedua alternatif dipilih.
● Konflik Motivasi Pendekatan-Penghindaran
Seorang konsumen menghadapi pilihan pembelian dengan
konsekuensi positif dan negatif terhadap konflik
pendekatan-penghindaran. Konsumen yang ingin menggelapkan
kulit namun enggan menerima resiko kulit rusak dan resiko
kesehatan karena paparan sinar matahari yang lama. Produk
Neutrogena’s Instant Bronze sunless tanner mengatasi masalah
tersebut dengan memberikan manfaat estetika dan sosial bagi
konsumen yang ingin menggelapkan kulit (pendekatan) tanpa
resiko kesehatan kulit (penghindaran).
● Konflik Motivasi Penghindaran-Penghindaran
Sebuah pilihan yang hanya melibatkan hasil yang tidak diinginkan
sehingga menghasilkan konflik penghindaran-penghindaran.
Ketika mesin cuci tua konsumen gagal dipakai, maka dapat terjadi
konflik ini. Konsumen tersebut tidak ingin mengeluarkan uang
untuk membeli mesin cuci baru ataupun memperbaiki yang lama.
Ketersediaan kredit adalah solusi untuk mengurangi konflik
motivasi tadi. Tipe konflik motivasi ini juga menerapkan “Bayar
sekarang, atau bayar lebih nanti.”
5. Strategi Pemasaran Berdasarkan Fokus Peraturan
Serangkaian motif tertentu kebetulan dapat menonjol ketika
konsumen bereaksi terhadap rangsangan dalam pembuatan keputusan.
Serangkaian motif tertentu tersebut memicu konsumen untuk
mengatur perilaku mereka dengan cara yang berbeda untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Dua rangkaian motif yang menonjol disebut
promosi dan pencegahan. Motif yang berfokus pada promosi berkisar
pada keinginan untuk tumbuh dan berkembang serta berkaitan dengan
harapan dan aspirasi konsumen. Sedangkan motif yang berfokus pada
pencegahan berkisar pada keinginan akan keselamatan dan keamanan
serta berkaitan dengan rasa kewajiban konsumen.
Teori fokus peraturan menunjukkan bahwa konsumen akan
bereaksi secara berbeda tergantung pada rangkaian motif luas mana
yang paling menonjol. Ketika motif yang berfokus pada promosi lebih
menonjol, maka konsumen berusaha untuk mendapatkan hasil positif,
berpikiran lebih abstrak, membuat keputusan lebih berdasarkan
pengaruh dan emosi, serta lebih memilih kecepatan daripada akurasi
dalam pengambilan keputusannya. Namun ketika motif yang berfokus
pada pencegahan lebih menonjol, maka konsumen berusaha untuk
menghindari hasil negatif, berpikir lebih konkret, membuat keputusan
lebih berdasarkan informasi substansi faktual, serta lebih memilih
akurasi dibanding kecepatan dalam pengambilan keputusan mereka.
Intinya, ketika motif yang berfokus pada promosi paling
menonjol, konsumen akan bersemangat, memaksimalkan
kemungkinan bahwa mereka akan mencapai hasil yang paling positif.
Ketika motif yang berfokus pada pencegahan paling menonjol,
konsumen berwaspada, meminimalkan kemungkinan bahwa mereka
akan mengalami hasil yang negatif serta berupaya menghindari
kesalahan.
Faktor situasional seperti karakteristik keputusan, lingkungan,
dan lain sebagainya dapat membuat satu orientasi yang lebih menonjol
untuk sementara. Contoh yang dapat digunakan pemasar di antaranya
● Tema iklan : pencapaian (promosi) versus penghindaran
(pencegahan).
● Bingkai pesan : manfaat yang akan diperoleh (promosi) versus
kerugian yang harus dihindari (pencegahan).
● Konteks periklanan : penempatan iklan di acara, majalah, atau
situs web yang cenderung memperoleh fokus promosi versus
mereka yang cenderung memperoleh fokus pencegahan.
C. Kepribadian

Jika Motivasi adalah kekuatan yang memberi energi dan mengarahkan


perilaku konsumen untuk memiliki tujuan yang terarah, kepribadian
konsumen dalam hal ini membantu, membimbing, dan mengarahkan lebih
jauh perilaku yang dipilih untuk mencapai tujuan dalam situasi yang berbeda.
Kepribadian adalah kecenderungan respon karakteristik individu di situasi
yang sama. Dengan demikian, dua konsumen mungkin memiliki kebutuhan
yang sama untuk mengurangi ketegangan, tetapi berbeda dalam tingkat
ekstroversi mereka, dan sebagai akibatnya, terlibat dalam perilaku yang
sangat berbeda yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan itu. Meskipun ada
banyak teori kepribadian, teori yang paling berguna dalam konteks pemasaran
disebut teori sifat. Teori sifat memeriksa kepribadian sebagai individu yang
berbeda dan dengan demikian memungkinkan pemasar untuk
mengelompokkan konsumen sebagai fungsi dari perbedaan sifat mereka.

● Multi-Trait Approach

Secara khusus, Multi-Trait Approach mengidentifikasi beberapa sifat yang


dalam kombinasinya menangkap sebagian besar kepribadian individu. Teori
multi-trait yang paling umum digunakan oleh pemasar adalah Five-Factors
Model. Teori ini mengidentifikasi lima sifat dasar yang dibentuk oleh
genetika. Ciri-ciri inti ini berinteraksi dan memanifestasikan dirinya dalam
perilaku yang dipicu oleh situasi. Five-Factors Model telah terbukti berguna
dalam bidang - bidang seperti memahami perilaku tawar - menawar dan
mengeluh serta belanja kompulsif. Keuntungan dari pendekatan multi-trait
seperti ini adalah gambaran luas yang memungkinkan dari faktor - faktor
penentu perilaku. Five-Factors Model tersebut, diantaranya :

1. Ekstraversi : Lebih suka berada


dalam kelompok besar daripada sendirian, lebih terkesan
cerewet saat bersama orang lain.
2. Ketidakstabilan : Moody, Temperamental.
3. Agreeableness : Simpatik kepada orang
lain Sopan terhadap orang lain.
4. Keterbukaan terhadap pengalaman : Imajinatif, Menghargai
seni, Menemukan solusi baru.
5. Conscientiousness : Hati-hati, Tepat, Efisien.

● Single-Trait Approach

Single-Trait Approach adalah pola kebiasaan perilaku, pikiran dan


emosi tunggal, yang relatif stabil dan berbeda antara individu yang satu
dengan individu lainnya. Single-Trait Approach menekankan satu sifat
kepribadian sebagai sesuatu yang sangat relevan untuk memahami
serangkaian perilaku tertentu. Mereka mempelajari satu sifat untuk
relevansinya dengan serangkaian perilaku.
Tiga sifat yang berhubungan dengan single trait adalah penghargaan
diri (self-esteem), pengawasan diri (self-monitoring), dan kompleksitas
atribusional (attributional complexity). Konsep penghargaan diri berasal dari
tradisi humanistik.
1. Pengawasan diri (Self-monitoring) merupakan bentuk kepribadian
yang mengukur perbedaan tingkatan dimana seseorang memperhatikan
kesan yang ingin ia berikan dengan cara memperhatikan perilakunya
terhadap berbagai situasi sosial yang berbeda untuk menimbulkan
kesan tertentu (Snyder, 1974).
2. Kompleksitas atribusional adalah pandangan dimana seseorang
mengambil sikap setelah mempertimbangkan pengaruh internal dan
eksternal atau kombinasi keduanya.

D. Penggunaan Kepribadian dalam Pemasaran


Terkadang konsumen memilih produk yang sesuai dengan
kepribadiannya. Di lain waktu, konsumen menggunakan produk yang dapat
memperkuat area kepribadian mereka di mana mereka merasa lemah. Brand
Image adalah apa yang orang pikirkan dan rasakan ketika mereka mendengar
atau melihat nama merek. Brand Personality adalah karakteristik manusia
yang dikaitkan dengan suatu merek dan merupakan jenis citra khusus yang
diperoleh beberapa merek.

Tiga taktik periklanan penting dalam mengkomunikasikan brand personality :


1. Endorsemen Selebritas
a. merupakan cara yang berguna untuk mempersonifikasikan
suatu merek. Karakteristik selebriti dapat ditransfer ke brand
tersebut.
2. Gambar Pengguna
a. Menunjukkan pengguna brand dengan gambar dari jenis
aktivitas yang mereka lakukan saat menggunakan brand
tersebut..
3. Faktor Eksekusi
a. Faktor eksekusi merupakan pesan inti untuk memasukkan
"bagaimana" brand tersebut dikomunikasikan, seperti :
b. Nada iklan (serius / main-main)
c. Konsep yang digunakan (mencekam / humor)
d. Karakteristik logo dan jenis huruf (font dengan skrip mungkin
menandakan kecanggihan)
e. Kecepatan iklan
f. Media yang dipilih.
E. Emosi
Emosi adalah perasaan yang kuat dan relatif tidak terkendali yang
mempengaruhi perilaku. Emosi sangat terkait dengan kebutuhan, motivasi,
dan kepribadian. Kebutuhan yang tidak terpenuhi menciptakan motivasi yang
terkait dengan komponen gairah emosi. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
umumnya menghasilkan emosi negatif, sementara kebutuhan yang terpenuhi
umumnya menghasilkan emosi positif. Akibatnya, produk dan merek yang
menghasilkan emosi konsumsi positif meningkatkan kepuasan dan loyalitas
konsumen. Kepribadian juga berperan. Misalnya, beberapa orang lebih
emosional daripada yang lain, sifat konsumen yang disebut intensitas
pengaruh. Konsumen yang lebih tinggi dalam mempengaruhi pengalaman
intensitas emosi yang lebih kuat dan lebih dipengaruhi oleh daya tarik
emosional.
Semua pengalaman emosional cenderung memiliki beberapa elemen
umum. Pertama, emosi sering dipicu oleh peristiwa lingkungan (misalnya,
melihat iklan, mengkonsumsi produk yang memenuhi kebutuhan). Namun,
mereka juga dapat diprakarsai oleh proses internal seperti citra. Sebagai kita
telah melihat, pengiklan sering menggunakan citra untuk membangkitkan
respons emosional tertentu.
Kedua, emosi disertai dengan perubahan fisiologis seperti (1)
pelebaran pupil mata, (2) peningkatan keringat, (3) pernapasan lebih cepat, (4)
peningkatan denyut jantung dan darah tekanan darah, dan (5) peningkatan
kadar gula darah. Ketiga, emosi secara umum, meskipun tidak harus, disertai
dengan pemikiran kognitif. Jenis pikiran dan kemampuan kita untuk berpikir
rasional bervariasi dengan jenis dan tingkat emosi. Karakteristik keempat
adalah bahwa emosi memiliki perilaku yang terkait. Sedangkan perilaku
bervariasi antar individu dan dalam individu lintas waktu dan situasi, ada
perilaku unik yang secara khas terkait dengan emosi yang berbeda: ketakutan
memicu pelarian (menghindari) tanggapan, marah memicu menyerang
(pendekatan), kesedihan memicu menangis, dan seterusnya.
Akhirnya, emosi melibatkan perasaan subjektif. Faktanya, itu adalah
komponen perasaan kita umumnya mengacu pada saat kita memikirkan
emosi. Kesedihan, kegembiraan, kemarahan, dan ketakutan terasa sangat
berbeda. Perasaan yang ditentukan secara subjektif ini adalah inti dari emosi.
Perasaan ini memiliki komponen spesifik yang kita sebut sebagai emosi,
seperti sedih atau bahagia. Selain itu, emosi membawa komponen evaluatif,
atau suka-tidak suka.
Kita menggunakan emosi untuk merujuk pada perasaan yang dapat
diidentifikasi, perasaan spesifik, dan afek untuk merujuk pada perasaan
menyukai-tidak menyukai aspek perasaan tertentu. Emosi umumnya
dievaluasi (disukai dan tidak disukai) secara konsisten di seluruh individu dan
dalam individu dari waktu ke waktu, tetapi ada adalah budaya, individu, dan
variasi situasional. Misalnya, beberapa dari kita umumnya ingin sedih atau
takut, namun terkadang kita menikmati film atau buku yang membuat kita
takut atau sedih.

Dimensi Emosi, Emosi, dan Indikator Emosi


Emosi ditandai dengan evaluasi positif atau negatif. Konsumen secara
aktif mencari produk yang manfaat primer dan sekundernya adalah gairah
emosi. Film, buku, dan musik adalah contoh yang jelas. Di luar produk dan
merek, pengecer juga menampilkan peristiwa dan lingkungan yang
membangkitkan emosi seperti kegembiraan. Misalnya, situs Web yang
menggunakan avatar dianggap lebih sosialita, yang meningkatkan
kesenangan, gairah, nilai hedonis yang dirasakan, dan niat membeli.
Meskipun konsumen mencari emosi positif sebagian besar waktu, ini
tidak selalu kasusnya, seperti saat kita menikmati film sedih. Selain itu,
produk dapat membangkitkan emosi negatif seperti frustasi dan kemarahan
yang kita rasakan ketika gadget berteknologi tinggi sulit digunakan.
F. Emosi dan Strategi Marketing
Banyak makalah mengakui bahwa pengaruh positif dan negatif selalu
hadir dalam pengalaman emosi (Diener, 1999, hlm. 804; lihat juga Berkowitz,
2000; Watson Et al., 1999). Banyaknya referensi untuk setiap kata emosi
menggambarkan sejauh mana peneliti setuju bahwa ini adalah kata emosi.
Misalnya, kata-kata emosi ketakutan, kesedihan, dan kebahagiaan muncul
hampir di setiap struktur emosi, sedangkan yang lain, seperti sedih, dan
semangat, hanya disebutkan sesekali. Namun, mana dari banyak kata emosi
ini yang harus digunakan untuk mengukur emosi konsumen?. Karena emosi
yang berbeda dapat memiliki konsekuensi perilaku yang berbeda, penting
untuk diketahui, misalnya, apakah kegagalan dalam suatu produk atau layanan
menimbulkan perasaan marah atau sedih. Baik orang yang marah maupun
yang sedih merasa bahwa sesuatu yang salah telah dilakukan pada mereka,
tetapi ketika orang yang sedih menjadi tidak aktif dan menarik diri, orang
yang marah menjadi lebih bersemangat untuk melawan penyebab kemarahan
(Shaver et al., 1987).
Konsumen harus mengatasi emosi negatif yang mereka alami dalam
berbagai pemasaran. Hal ini melibatkan pikiran dan perilaku konsumen
sebagai reaksi terhadap situasi yang dirancang untuk mengurangi stres dan
mencapai emosi positif yang lebih diinginkan. Konsumen akan sering
menunda pembelian untuk menghindari pengambilan keputusan. Dalam
pengaturan ritel, konsumen dalam keadaan buruk suasana hati berusaha untuk
mengatasinya dengan menghindari tenaga penjual yang mereka anggap
bahagia. Namun, jika mereka dipaksa untuk berurusan dengan penjual yang
bahagia, itu membuat mereka merasa lebih buruk, yang mengurangi
efektivitas tenaga penjual.
a. Mengatasi hal negatif
Salah satu tipologi strategi coping mengkategorikan tiga jenis
dalam menanggapi negatif
• Active Coping. Memikirkan cara untuk memecahkan
masalah, menahan diri untuk menghindari perilaku
terburu-buru, dan memanfaatkan situasi dengan
sebaik-baiknya.
• Expressive Support Seeking. Melampiaskan emosi dan
mencari fokus emosional dan masalah bantuan dari orang lain.
• Avoidance. Menghindari pengecer secara mental atau fisik
atau terlibat dalam penyangkalan diri sepenuhnya dari acara
tersebut.
Setiap strategi dapat memiliki konsekuensi pemasaran positif
dan negatif. Active coping mungkin melibatkan bekerja dengan
perusahaan untuk menyelesaikan situasi atau beralih dari rm sama
sekali. Demikian juga, konsumen dapat melampiaskan ke perusahaan
(pencarian dukungan ekspresif), yang diinginkan, atau mereka
mungkin curhat ke teman (WOM negatif), yang merusak.
b. Emosi dan Iklan
Emosi dapat memainkan berbagai peran dalam periklanan.
Konten emosional dalam iklan meningkat perhatian, daya tarik, dan
kemampuan pemeliharaan mereka. Pesan iklan yang memicu reaksi
emosional kegembiraan, kehangatan, dan ketegangan lebih mungkin
diperhatikan daripada iklan yang lebih netral.
Holbrook dan Batra (1987) menemukan dimensi pleasure,
arousal, dan dominance dalam data mereka, dan menunjukkan bahwa
emosi tersebut memediasi tanggapan konsumen terhadap iklan. Olney
dkk. (1991) menunjukkan bahwa dimensi emosional kesenangan dan
gairah menengahi hubungan antara konten iklan dan komponen sikap,
dan akibatnya waktu menonton iklan.
Dalam literatur kepuasan, Westbrook (1987) adalah salah satu
yang pertama menyelidiki tanggapan emosional konsumen terhadap
pengalaman produk/konsumsi dan hubungannya dengan beberapa
aspek utama dari proses pasca pembelian. Oliver (1993) memperluas
pekerjaan ini dengan menunjukkan bahwa respons emosional
memediasi efek atribut produk pada kepuasan. Kedua studi tersebut
mengandalkan taksonomi Izard (1977) tentang pengaruh mendasar,
dan menemukan pengaruh positif dan negatif sebagai dimensi emosi
yang mendasari. Mano dan Oliver (1993) menyelidiki hubungan
struktural antara evaluasi, perasaan, dan kepuasan dalam pengalaman
pasca konsumsi.
Sebagai konsekuensi dari perhatian dan pemrosesan yang lebih
besar ini, iklan emosional dapat diingat lebih baik daripada iklan
netral. Iklan emosional yang memicu emosi yang dievaluasi secara
positif akan meningkatkan kesukaan dari iklan itu sendiri. Misalnya,
kehangatan adalah emosi bernilai positif yang dipicu dengan
mengalami secara langsung atau perwakilan hubungan cinta, keluarga,
atau persahabatan. Iklan tinggi dalam kehangatan disukai lebih dari
iklan netral.
Menyukai iklan berdampak positif pada menyukai produk dan
niat pembelian. Seperti yang Anda duga, iklan yang mengganggu atau
membuat konsumen jijik dapat menciptakan reaksi negatif terhadap
merek yang diiklankan. Paparan berulang terhadap iklan yang
membangkitkan emosi positif dapat meningkatkan preferensi merek
melalui pengkondisian klasik. Pasangan emosi positif yang berulang
(tanpa syarat respon) dengan nama merek (stimulus terkondisi) dapat
menghasilkan pengaruh positif terjadi ketika nama merek disajikan.
Preferensi merek juga dapat terjadi secara langsung, cara keterlibatan
tinggi. Iklan yang menggunakan daya tarik emosional terus menjadi
populer. Misal seperti Zippo meluncurkan kampanye berbasis emosi
untuk pemantiknya.
BAB III
KESIMPULAN

Motivasi konsumen adalah kekuatan yang memberi energi yang mengaktifkan


perilaku dan memberikan tujuan dan arah untuk perilaku itu. Kebutuhan konsumen
bermain a peran yang kuat dalam membentuk keterlibatan dan pemasar harus
menyesuaikan strategi mereka tergantung pada level (tinggi versus rendah) dan jenis
(bertahan versus situasional) keterlibatan ditampilkan oleh audiens target mereka.
Teori fokus regulasi menunjukkan bahwa konsumen bereaksi berbeda
tergantung pada apakah berfokus pada promosi atau motif yang berfokus pada
pencegahan adalah yang paling menonjol. Kapan motif yang berfokus pada promosi
lebih menonjol, konsumen berusaha untuk mendapatkan hasil positif, berpikir lebih
abstrak istilah, membuat keputusan lebih didasarkan pada afek dan emosi, dan lebih
memilih kecepatan versus akurasi dalam keputusan mereka membuat.
Ketika motif yang berfokus pada pencegahan lebih menonjol, konsumen
berusaha untuk menghindari hasil negatif, berpikir dalam istilah yang lebih konkret,
membuat keputusan berdasarkan lebih pada informasi substantif faktual, dan lebih
memilih akurasi lebih cepat dalam pengambilan keputusan mereka. Kepribadian
seorang konsumen membimbing dan mengarahkan perilaku yang dipilih untuk
mencapai tujuan dalam situasi yang berbeda.
Berbagai sifat yang berhubungan secara khusus dengan konsumen perilaku
termasuk etnosentrisitas konsumen, kebutuhan untuk kognisi, dan kebutuhan
konsumen akan keunikan. Merek, seperti halnya individu, memiliki kepribadian, dan
konsumen cenderung lebih menyukai produk dengan kepribadian merek yang
menyenangkan bagi mereka.

Anda mungkin juga menyukai