Anda di halaman 1dari 8

Nomor 1

Jawab:
a. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa asesmen adalah elemen penting dalam pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling. Lebih lanjut, pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa
melalui asesmen, seorang guru pembimbing atau konselor dapat memahami kondisi klien
mereka secara menyeluruh. Ini berarti bahwa asesmen adalah proses untuk mengumpulkan
informasi dan data tentang klien, termasuk aspek-aspek fisik, emosional, sosial, akademik,
dan psikologis, sehingga guru pembimbing/konselor dapat memberikan layanan yang sesuai
dan efektif.
b. Kedudukan, fungsi, dan manfaat asesmen bagi guru pembimbing/konselor:
- Kedudukan: Asesmen memiliki kedudukan sentral dalam kerangka kerja bimbingan dan
konseling. Ini adalah langkah awal dalam memahami klien dan menentukan jenis
layanan yang diperlukan.
- Fungsi:
1. Penilaian: Asesmen membantu guru pembimbing/konselor menilai kebutuhan,
masalah, dan potensi klien.
2. Perencanaan: Hasil asesmen digunakan untuk merancang rencana intervensi yang
sesuai, baik secara individu maupun kelompok.
3. Pemantauan: Guru pembimbing/konselor menggunakan asesmen untuk melacak
perkembangan klien selama layanan berlangsung.
4. Evaluasi: Hasil asesmen digunakan untuk mengevaluasi efektivitas layanan
bimbingan dan konseling yang diberikan.
- Manfaat:
1. Pemahaman Komprehensif: Guru pembimbing/konselor dapat memahami klien
secara komprehensif, termasuk masalah yang dihadapi dan kebutuhan mereka.
2. Personalisasi Layanan: Asesmen memungkinkan guru pembimbing/konselor untuk
menyusun layanan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan individu atau
kelompok klien.
3. Efektivitas: Layanan yang didasarkan pada asesmen yang baik lebih mungkin efektif
dalam membantu klien mencapai tujuan mereka.
c. Guru pembimbing/konselor harus mempertimbangkan hasil asesmen non-tes dan tes dalam
memberikan layanan kepada klien dengan cara berikut:
- Hasil Asesmen Non-Tes: Informasi yang diperoleh dari wawancara, observasi, atau
analisis dokumen harus diintegrasikan dengan cermat. Guru pembimbing/konselor harus
memahami konteks klien, latar belakang, dan pengalaman mereka. Hasil asesmen non-
tes dapat memberikan wawasan tentang aspek-aspek kualitatif yang tidak dapat diukur
dengan tes.
- Hasil Asesmen Tes: Hasil tes dapat memberikan data kuantitatif yang objektif. Guru
pembimbing/konselor harus menganalisis hasil tes dengan hati-hati dan
mempertimbangkan batasannya. Tes dapat memberikan gambaran tentang kemampuan
akademik, keterampilan, atau karakteristik tertentu. Namun, hasil tes harus dipahami
dalam konteks yang lebih luas dan tidak boleh menjadi satu-satunya pertimbangan.

Nomor 2
Jawab:
a. Tahapan proses penyusunan alat asesmen seperti tes inteligensi dan bakat melibatkan:
1. Perencanaan: Menentukan tujuan, konten yang akan diukur, dan populasi target.
2. Pengembangan: Membuat soal atau instrumen yang relevan dengan tujuan asesmen.
3. Validasi: Memastikan bahwa alat asesmen mengukur apa yang seharusnya diukur.
4. Reliabilitas: Memeriksa konsistensi hasil saat diujikan berkali-kali.
5. Standardisasi: Menetapkan aturan penggunaan alat asesmen yang konsisten.
6. Pengujian: Menguji alat asesmen pada sampel populasi target.
7. Revisi: Melakukan perbaikan berdasarkan hasil uji coba.
b. Kriteria suatu alat asesmen tes yang baik:
- Validitas: Alat harus mengukur apa yang seharusnya diukur.
- Reliabilitas: Alat harus memberikan hasil yang konsisten saat diujikan berkali-kali.
- Objektivitas: Alat harus memberikan hasil yang objektif, tidak tergantung pada penilaian
subjektif.
- Standarisasi: Alat harus memiliki pedoman penggunaan yang konsisten.
- Keterbandingan: Alat harus dapat dibandingkan dengan norma atau standar yang
relevan.
- Kesesuaian: Alat harus sesuai dengan tujuan dan karakteristik populasi yang diuji.
d. Dampak dari penggunaan alat asesmen yang tidak memenuhi kriteria tersebut dapat
mencakup:
- Kesalahan Pengukuran: Alat asesmen mungkin tidak memberikan gambaran yang akurat
atau relevan tentang aspek perilaku yang diukur.
- Kesalahan Keputusan: Hasil asesmen yang tidak dapat diandalkan dapat mengarah pada
kesalahan dalam pengambilan keputusan, seperti dalam seleksi calon pekerja, atau
penilaian kinerja siswa.
- Diskriminasi Negatif: Alat yang tidak sesuai dengan populasi yang diuji dapat
menghasilkan bias dan diskriminasi yang merugikan individu atau kelompok tertentu.
- Waktu dan Sumber Daya Terbuang: Penyusunan, administrasi, dan analisis hasil dari
alat yang tidak memenuhi kriteria dapat menghabiskan waktu dan sumber daya tanpa
memberikan manfaat yang berarti.
- Kurangnya Validitas Prediktif: Alat yang tidak valid dapat gagal memprediksi kinerja
atau perilaku di masa depan.

Nomor 3
Jawab:
a. Dalam penyusunan tes inteligensi dan bakat, berbagai konstruk teori yang digunakan adalah
sebagai berikut:
- Stanford-Binet Intelligence Scales: Tes ini didasarkan pada teori dasar inteligensi umum
(g factor) yang pertama kali diajukan oleh Alfred Binet. Tes ini berfokus pada
pengukuran inteligensi sebagai konsep umum yang mencakup berbagai aspek
kecerdasan.
- Weschler Intelligence Scales: David Weschler mengembangkan tes ini berdasarkan teori
tiga komponen: inteligensi verbal, inteligensi non-verbal, dan faktor kinerja. Konstruk
teori ini mengakui bahwa inteligensi dapat terbagi menjadi beberapa komponen yang
berbeda.
- Raven's Progressive Matrices: Tes Raven didasarkan pada teori g factor dan berfokus
pada pengukuran kemampuan penalaran abstrak dan pemecahan masalah, yang dianggap
mencerminkan inti dari inteligensi.
- Cattell's Culture Fair Intelligence Test (CFIT): CFIT mengacu pada teori inteligensi
yang bebas dari pengaruh budaya atau lingkungan, dengan upaya untuk mengukur
aspek-aspek kecerdasan yang dianggap tidak terpengaruh oleh perbedaan budaya.
b. Konstruksi teori yang mendasari tes-tess ini memiliki fokus yang berbeda:
- Stanford-Binet: Menggambarkan inteligensi sebagai konsep umum yang mencakup
sejumlah aspek seperti kognitif, lingkungan sosial, dan kemampuan komunikasi, dengan
penekanan pada inteligensi umum.
- Weschler: Membagi inteligensi menjadi komponen-komponen seperti verbal, non-
verbal, dan faktor kinerja, dengan tujuan memberikan pemahaman yang lebih rinci
tentang kecerdasan individu.
- Raven's Progressive Matrices: Berfokus pada kemampuan penalaran abstrak dan
pemecahan masalah sebagai inti dari inteligensi, tanpa menggunakan kata-kata atau
konten budaya tertentu.
- Cattell's CFIT: Mengukur aspek-aspek kecerdasan yang bebas dari pengaruh budaya
atau latar belakang sosial, seperti pemahaman pola dan konsep yang lebih universal
dalam konteks global.
c. Masing-masing tes ini mengungkapkan aspek-aspek yang berbeda dari kecerdasan:
- Stanford-Binet: Tes ini mencoba mengukur berbagai aspek kecerdasan, termasuk
kemampuan verbal, numerik, penalaran, dan pemahaman sosial dengan penekanan pada
inteligensi umum.
- Weschler: WAIS dan WISC mengukur aspek-aspek seperti pemahaman verbal,
manipulasi simbol, serta memori kerja. Mereka juga mengukur faktor kinerja yang
berhubungan dengan pemecahan masalah.
- Raven's Progressive Matrices: Tes ini lebih fokus pada kemampuan penalaran abstrak
dan pemecahan masalah tanpa menggunakan kata-kata, sehingga lebih bersifat non-
verbal.
- Cattell's CFIT: CFIT mencoba mengukur aspek-aspek kecerdasan yang bebas dari
pengaruh budaya atau latar belakang sosial, seperti pemahaman pola dan konsep yang
lebih umum dalam lingkungan global. Kesamaan antara mereka adalah upaya untuk
mengukur kecerdasan individu secara objektif sesuai dengan konstruk teori yang
mendasari.

Nomor 4
Jawab:
Pernyataan ini berarti bahwa ketika kita menggunakan tes standar seperti tes inteligensi
atau bakat, kita perlu memperhatikan beberapa hal penting mulai dari persiapan sebelum
melakukan tes, pelaksanaan tes itu sendiri, menghitung hasil atau skoring, dan
menginterpretasikan hasil tes. Ini penting untuk memastikan bahwa tes dilakukan dengan benar
dan hasilnya akurat.
Sebagai contoh, ketika menggunakan tes inteligensi seperti WISC untuk anak-anak, kita
harus memastikan bahwa semua instrumen dan alatnya siap, eksaminator telah dilatih dengan
baik, ruang tes tenang, dan selama tes harus memastikan bahwa peserta tidak terganggu dan
mengikuti prosedur yang ditetapkan. Setelah tes, kita perlu menghitung dan memeriksa hasilnya
dengan teliti, dan kemudian menjelaskan apa arti hasil tersebut dengan tepat. Semua tahap ini
harus diperhatikan agar tes tersebut bermanfaat dan memberikan informasi yang berguna.
Nomor 5
Jawab:
a. Dua acuan yang sering digunakan dalam mengubah skor psikotes dari skor mentah menjadi
nilai standar adalah:
1. Nilai Z (Z-Score): Nilai Z adalah cara yang umum digunakan untuk mengubah skor
mentah menjadi nilai standar. Dalam metode ini, skor mentah diubah menjadi skor Z
dengan menghitung berapa deviasi standar di atas atau di bawah rata-rata populasi. Nilai
Z ini memiliki rata-rata 0 dan deviasi standar 1. Nilai Z membantu dalam
membandingkan skor individu dengan distribusi populasi.
2. Persentil (Percentile): Persentil mengukur sejauh mana seorang individu berada dalam
distribusi skor psikotes. Misalnya, jika seseorang berada di persentil 75, itu berarti
mereka mencetak lebih baik daripada 75% dari peserta ujian. Ini adalah cara untuk
memberikan pemahaman tentang sejauh mana seseorang berada dalam distribusi.
Persentil adalah metode yang berguna untuk melihat sejauh mana seseorang berada
dalam perbandingan dengan populasi yang diuji.
b. Langkah-langkah (Peringkat Persentil dengan Pendekatan Semiinklusive):**
1. Kumpulkan data hasil tes untuk 101 siswa pada aspek kemampuan numerik. Pastikan
bahwa skor-skornya unik dan tidak ada yang sama.
2. Urutkan skor mentah dari yang terendah hingga yang tertinggi.
3. Hitung persentil setiap siswa menggunakan rumus:
Persentil = (Peringkat Siswa / Jumlah Siswa) x 100
Dalam hal ini, "Peringkat Siswa" adalah peringkat siswa tertentu dalam urutan skor
mentah, dan "Jumlah Siswa" adalah jumlah total siswa dalam sampel, yaitu 101 siswa.
4. Terapkan pendekatan semiinklusive, yang berarti jika ada dua siswa dengan skor yang
sama, berikan persentil yang sama kepada keduanya dan teruskan perhitungan dari situ.
c. Langkah-langkah (Baku Dinormalkan):**
1. Untuk mengubah skor mentah menjadi nilai baku dinormalkan (z-score), Anda perlu
menghitung rata-rata (mean) dan deviasi standar (standard deviation) dari skor mentah
pada aspek kemampuan numerik di antara 101 siswa.
2. Kemudian, gunakan rumus z-score untuk menghitung nilai baku dinormalkan (z-score)
setiap siswa:
Z = (X - Mean) / Standard Deviation
Di mana:
- Z adalah z-score.
- X adalah skor mentah siswa.
- Mean adalah rata-rata skor mentah pada aspek kemampuan numerik.
- Standard Deviation adalah deviasi standar skor mentah pada aspek kemampuan
numerik.
3. Setelah menghitung z-score untuk masing-masing siswa, Anda akan memiliki nilai baku
dinormalkan yang menggambarkan sejauh mana skor mereka dari rata-rata populasi
dalam satuan deviasi standar.

Nomor 6
Tabel Berikut merupakan hasil tes inteligensi Raven dan tes bakat DAT pada 7 orang siswa.
Tilikan Penalaran
NAMA Inteligensi Numerik Verbal Mekanik Speling Grammer
Ruang abstrak
Badu 78 75 45 90 80 35 55 40
Syahkubat 85 78 80 30 85 65 80 65
Soleha 70 65 55 85 55 65 45 40
Rabusin 55 35 85 65 65 65 80 80
Teteh 45 50 40 65 50 80 45 35
Acep 85 70 60 65 80 80 35 50
Sobar 50 55 60 80 55 50 65 80

Jawab:
a. Untuk mengubah nilai persentil masing-masing siswa dalam komponen inteligensi menjadi
IQ Weschler, kita perlu mengubah nilai persentil tersebut menjadi skor z atau z-score, dan
kemudian menghitung IQ dengan mengacu pada rata-rata dan deviasi standar IQ Weschler.
Rata-rata IQ Weschler adalah 100, dan deviasi standarnya adalah 15.
Berikut adalah perhitungan IQ masing-masing siswa:
Badu:
- Nilai persentil untuk inteligensi: 78
- Z-score: (78 - 50) / 25 = 1.12
- IQ Weschler: (1.12 x 15) + 100 = 116.8, yang dapat dibulatkan menjadi IQ 117.
Syahkubat:
- Nilai persentil untuk inteligensi: 85
- Z-score: (85 - 50) / 25 = 1.4
- IQ Weschler: (1.4 x 15) + 100 = 121.
Soleha:
- Nilai persentil untuk inteligensi: 70
- Z-score: (70 - 50) / 25 = 0.8
- IQ Weschler: (0.8 x 15) + 100 = 112.
Rabusin:
- Nilai persentil untuk inteligensi: 55
- Z-score: (55 - 50) / 25 = 0.2
- IQ Weschler: (0.2 x 15) + 100 = 103.
Teteh:
- Nilai persentil untuk inteligensi: 45
- Z-score: (45 - 50) / 25 = -0.2
- IQ Weschler: (-0.2 x 15) + 100 = 97.
Acep:
- Nilai persentil untuk inteligensi: 85
- Z-score: (85 - 50) / 25 = 1.4
- IQ Weschler: (1.4 x 15) + 100 = 121.
Sobar:
- Nilai persentil untuk inteligensi: 50
- Z-score: (50 - 50) / 25 = 0
- IQ Weschler: (0 x 15) + 100 = 100.
Jadi, IQ masing-masing siswa adalah sebagai berikut:
- Badu: IQ 117
- Syahkubat: IQ 121
- Soleha: IQ 112
- Rabusin: IQ 103
- Teteh: IQ 97
- Acep: IQ 121
- Sobar: IQ 100.
b. Untuk memberikan rekomendasi penjurusan di SMA atau MA (jurusan IPA, IPS, dan
Bahasa) berdasarkan data hasil tes ini, perlu mempertimbangkan hasil dari berbagai
komponen, termasuk inteligensi, numerik, verbal, tilikan ruang, penalaran abstrak, mekanik,
speling (ejaan), dan grammar (tata bahasa). Rekomendasi penjurusan bisa diberikan
berdasarkan kemampuan dan minat siswa dalam masing-masing area ini.
c. Rekomendasi jurusan akan bergantung pada kemampuan dan minat masing-masing siswa,
serta hasil tes yang mereka peroleh. Sebagai contoh:
- Badu: Badu memiliki IQ yang cukup tinggi (117) dan kemampuan verbal yang baik.
Rekomendasi untuk Badu bisa termasuk jurusan Bahasa atau IPS yang membutuhkan
keterampilan verbal yang baik.
- Syahkubat: Syahkubat memiliki IQ yang tinggi (121) dan berbagai kemampuan yang
baik, termasuk numerik, verbal, dan penalaran abstrak. Rekomendasi bisa mencakup
jurusan IPA atau IPS karena Syahkubat memiliki potensi yang luas.
- Soleha: Soleha memiliki IQ yang cukup baik (112) dan kemampuan verbal yang cukup.
Oleh karena itu, rekomendasi bisa termasuk jurusan Bahasa atau IPS yang
mengandalkan keterampilan verbal.
- Rabusin: Rabusin memiliki IQ di bawah rata-rata (103) tetapi memiliki kemampuan
tilikan ruang dan mekanik yang baik. Rekomendasi bisa mencakup jurusan yang
melibatkan aspek mekanik seperti jurusan teknik atau sains.
- Teteh: Teteh memiliki IQ di bawah rata-rata (97) dan kemampuan numerik yang sedang.
Rekomendasi bisa mencakup jurusan IPS atau bahkan pembelajaran tambahan untuk
meningkatkan kemampuan numerik.
- Acep: Acep memiliki IQ yang tinggi (121) dan berbagai kemampuan yang baik.
Rekomendasi bisa mencakup jurusan IPA atau IPS karena Acep memiliki potensi yang
luas.
- Sobar: Sobar memiliki IQ rata-rata (100) dan kemampuan verbal yang baik.
Rekomendasi bisa mencakup jurusan Bahasa atau IPS yang mengandalkan keterampilan
verbal.
d. Cara komunikasi hasil asesmen tes ini akan melibatkan pertemuan individu dengan setiap
siswa dan orang tua mereka. Dalam pertemuan ini, hasil tes dan rekomendasi akan
dijelaskan dengan jelas, termasuk alasan di balik rekomendasi tersebut. Penting untuk
memberikan kesempatan kepada siswa dan orang tua untuk berbicara tentang minat, tujuan
karir, dan preferensi mereka. Komunikasi harus dilakukan dengan empati, mendengarkan
kebutuhan dan aspirasi siswa, dan membantu mereka membuat keputusan pendidikan yang
tepat.

Anda mungkin juga menyukai