Anda di halaman 1dari 8

Masalah kekerasan terhadap anak semakin banyak dalam masyarakat Indonesia,

sehingga dapat dikatakan Indonesia mengalami masa darurat kekerasan pada anak. Anak-
anak yang karena situasi, kondisi, dan tekanan-tekanan kultur maupun struktur menyebabkan
mereka belum atau tidak terpenuhi hak-haknya, dan bahkan seringkali dilanggar pula hak-
haknya. Sebagai sebuah negara hukum Indonesia telah memiliki undang-undang yang
mengatur tentang perlindungan anak yang menjamin upaya pemenuhan hak anak.

Namun isu terkait anak menjadi isu sekunder yang memang dalam penanganannya
tidak menjadi salah satu kebutuhan penting bagi negara sehingga penyelesaian masalah anak
seringkali diabaikan dalam pembangunan negara. Padahal Pemenuhan hak anak merupakan
kegiatan investasi sosial sebuah negara sehingga hasilnya tidak dapat dilihat secara kasat
mata layaknya pembangunan fisik dan ekonomi. Oleh sebab itu, investasi sosial pemenuhan
hak dan pemberdayaan anak korban tindak kekerasan sangat penting dilakukan. Mengingat
anak merupakan generasi penerus bangsa masa depan

Kekerasan terhadap anak tidak hanya terjadi di lingkungan sosial, bahkan terjadi
dalam lingkup yang lebih kecil yaitu keluarga, dan yang miris seringkali pelaku tindak
kekerasan terhadap anak adalah orang tua kandung itu sendiri. Orang tua berkewajiban
melindungi dan mendidik anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang
baik, mandiri, dan bertanggung jawab, baik terhadap keluarga, masyarakat, maupun negara,
namun seringkali cara pendidikan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya melebihi
batas wajar. atau dengan kata lain, pendidikan diekspresikan dalam bentuk kekerasan, baik
kekerasan fisik maupun verbal.

Anak yang mengalami kekerasan fisik maupun psikis akan mendapatkan dampak dari
apa yang telah ia terima dari keluarganya. Beberapa anak bisa mrngurung diri, menarik diri
dari orang lain atau bahkan merasa bahwa hidup sendiri lebih baik. Banyak anak yang
mencari pelarian akibat merasa tidak aman kehidupannya seperti turun ke jalanan atau
mengurung diri dengan bermain game sehari-harinya atau bahkan menjadi penyebab
terjadinya kekerasan terhadap orang luar.

Dengan banyak kasus kekerasan terhadap anak seringkali kita sebagai orang awam
prihatin dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan ketika menemuka hal seperti itu.
Namun bagi pekerja sosial hal ini seharusnya bukan hal yang harus dicuhkan lagi menimbang
tujuan seorang pekerja sosial yang dimana membantu mensejahterakan orang lain yang
membutuhkan. Dalam kata lain membantu membantu mengoptimalkan potensi yang dimiliki
individu, kelompok, masyarakat dalam pelaksanaan tugas-tugas kehidupan melalui
identifikasi masalah dan pemecahan masalah sosial yang diakibatkan oleh ketidak
seimbangan antara diri individu, kelompok, masyarakat dengan lingkungan sosialnya serta
untuk mencegah konflik yang mungkin timbul serta memberikan penguatan agar mereka
dapat menjalankan keberfungsisan sosial mereka sendiri.
Dampak kekerasan seksual yang dialami oleh anak sangat mengganggu
perkembangan psikologis anak, seperti misalnya kekerasan yang dialami korban dan anggota
keluarganya bisa menjadi trauma yang berkepanjangan dan mungkin akan melekat seumur
hidup apabila tidak ditangani secara serius. Oleh sebab itu, muncul beberapa unit khusus
yang dibentuk sebagai respon munculnya berbagai kasus kekerasan seksual terhadap anak
baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Meskipun telah banyak unit-unit
bantuan bagi korban kekerasan baik fisik, psikis, maupun seksual, namun apakah pelayanan
sosial yang diberikan mampu mengembalikan keberfungsian anak pasca mengalami
kekerasan.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti mengambil judul peran pekerja sosial
terhadap anak korban tindak kekerasan

Tujuan
Penelitian ini bertujuan :
untuk mengetahui peran pekerja sosial terhadap anak korban tindak kekerasan
untuk mengetahui solusi menangani anak korban tindak kekerasan
untuk mengetahui dampak dari perilaku kekerasan pada anak

1. Interviewess

Dikarenakan masalah sosial yang dipilih berkaitan dengan anak, penting adanya kekita
membicarakan masalah sosial tersebut dengan para ahli yang mengerti harus berbuat apa
ketika menghadapi anak korban tindak kekerasan maka dari itu peneliti memilih dua orang
yang ahli Dalam hal tersebut.

1. Ibu Tuti Kartika Ph.D

Beliau adalah dosen Mata Kuliah Pekerja sosial dengan anak program Sarjana Terapan dan
Magister Terapan

2. Ibu Dra. Listiyaningati, M.Psi Psikolog

Beliau adalah psikolog di Unit Pelaksana Teknik Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak
Kota Bandung

Beliau berdua adalah para ahli yang mengerti mengenai tindakan, solusi, serta dampak apa
dalam menanganani anak korban tindak kekerasan
2. Interviews Result

Menurut Ibu Tuti Kartika Ph.D

Anak yang mengalami kekerasan di dalam keluarga itu dampaknya sangat buruk. Bisa
saja suatu saat anak akan menjadi pelaku kekerasan karena dia akan belajar dari
pengalamannya yang dialami. Anak cenderung rendah diri dalam pergaulan dengan teman-
temannya, karena dirumah dia merasa tidak dihargai dia mendapatkan kekerasan . ketika anak
itu keluar rumah dia merasa tidak aman karena orang di dalam rumah saja berperilaku kasar
kepada saya (korban), apalagi orang orang diluar sana. Dia akan rendah diri dan merasa tidak
percaya pada orang lain.

Oleh karena itu pekerja sosial harus secepat mungkin melakukan perlindungan pada
anak itu, ketika anak mengalami kekerasan dalam rumah tangga maka pekerja sosial harus
melindungi anak itu keluarkan anak (korban) dari situasi yang membuat dia kesakitan, baik
fisik mapun mental. Ketika mengalami kekerasan secara fisik dia akan mengalami kekerasan
secara psikis juga, dimisalkan seorang anak yang dipukul tangannya mungkin akan sakit
tangannya (fisik) namun bukan hanya fisik nya saja yang sakit tapi psikis nya juga sakit. Oleh
karena itu anak harus segera diamankan dari lingkungan yang membuat dia tidak aman.

Bisa anaknya dikelurkan dari situasi itu diamankan, ditenangkan dulu kemudian
pekerja sosial melakukan treatment bersama keluarganya bersama orang tuanya yang
melakukan kekerasan bahwa apa yang pelaku lakukan itu salah, tidak benar, melanggar
Undang-Undang. Nah solusinya adalah respon cepat, anak segera amankan keluarkan dari
situasi yg membuat tersiksa atau tertekan . selama anak ada disituasi yang aman seperti
rumah nenek atau tetangganya atau om nya.

Pelaku kekerasan harus diberi tindakan. Apabila tindakan Kekerasan tidak terlalu
serius pelaku cukup diberitahu dan diberi pembelajaran. Tapi kalau kekerasan serius
mengancam nyawa anak maka pelaku harus di pidanakan. Selama anak diamankan dia juga
harus mendapat treatment healing atau trauma healing karena anak pasti mengalami
ketakutan, apabila mengalami kekerasan fisik dia harus diobati, jikalau psikis nya dia harus
diberi hiburan bisa berupa trauma healing atau bisa dengan konselling dan bermain.

Hal yang tidak boleh kita lakukan terhadap anak yang trauma adalah Jangan pernah
mengungkit apa yang sudah di alaminya karena akan mengorek luka. Trauma akan seseorang
isalnya seperti kpada ayahnya yg pernah melakuka kekerasan. Maka juhilah dulu bertemu
sosok seperti ayahnya.

Anak yang terkena tindak kekerasan dia bisa bisa mengurung diri dan menarik diri,
atau bisa sebaliknya dia akan mencari perlindungan ke tempat aman bisa ke arah positif
seperti masjid atau pondok pesantren dan bisa kea rah negative atau ke jalanan, tawuran dia
akan menjadi pelaku seperti yang pernah dia alami.
Menurut Ibu Dra. Listiyaningati, M.Psi Psikolog

Untuk menangani anak yang mengurung diri akibat tindak kekerasan kita harus
memahami perasaan anak , kenapa anak tersebut tidak bersosialisasi, dan kenapa mereka
lebih memilih untuk menarik diri dari pada berinteraksi dengan orang lain. Bagaimana agar
anak ini dapat dipahamai perasaanya karena yang mendasari anak tersebut mengurung diri
adalah perasaan anak tersebut.

Mencoba memunculkan perasaan dipahami kepada anak tersebut. Anak hrus mencoba
mendalami lagi perasaannya. Apa yang membuat anak tersebut mendjadi tidak tertarik
dengan orang lain. apa yang membuat anak tersebuut tidak nyaman berinteraksi dengan orang
lain. jadi kita harus mendorong anak untuk memahami perasaan diri nya lagi. Mengapa anak
tersebut memilih menyendiri.

Ada beberapa yang bisa kita tanyakan kepada anak yang menarik diri dari orang lain,
dan diposisi peksos hal ini sangat penting untuk konselling, yaitu memberi nya kesempatan
untuk memahami perasaannya dulu lalu setelah itu bertanya pada anak tersebut berapa lama
perasaan tidak nyaman itu muncul dan seberapa kuat perasaan tidak nyaman itu, lalu setelah
itu secara perlahan bisa kita tanyakan apakah mungkin perasaan itu bisa dirubah, kalau tidak
bisa di rubah kenapa tidak bisa dan kalau bisa dirubah bagaimana. Setelah itu kita bisa
tanyakan pada anak itu menurut anak tersebut apakah semua orang akan bersikap jahat
padanya atau tidak tentu anak yang memiliki trauma akan menjawab ya namun kembali lagi
pada posisi dimana anak tersebut harus mendalami perasaannya

Setelah itu tanyakan pada anak tersebut apakah ada gak sesungguhnya orang baik
yang tidak menyakiti kamu. Anak tersebut harus mencari lagi mencari lagi kalau menemukan
satu berarti tidak semua orang jahat, cari orang terdekat kamu yang menurut kamu masih
bersikap baik ke kamu kalau kamu menemukan seseorang itu. Maka orang itu layak bersama
kamu dan kamu akan menemukan keberadaan orang itu

Penting untuk kita Merubah cara berfikir dia bahwa semua orang itu tidak buruk,
mengevaluasi perasaan itu apakah bisa dirubah apa tidak. Apakah semua orang akan
menyakitinya, apabila di keluarganya semunya menyakitinya. Apakah di sekolah atau di kota
ini yang berjumlah banyak, Mungkinkan semua orang itu akan menyakitinya. Dari sekian
banyak orang masa sih tidak ada orang baik.

Dan kita sebagai orang awam yang ingin membantu atau sebagai pekerja sosial Tidak
boleh mengatakan bahwa perasaannya itu salah, biar anak itu sendiri yang menyadari yang
menemuka bahwa perasaan atau prasangka dia salah terhadap orang orang yang berlaku
buruk terhadapnya. Jadi jangan menyendiri kalau menyendiri kita tidak akan memenuhi
kebutuhan hidup. Karena hidup bersama orang lain itu untuk memenuhi kebutuhan. Ada gak
orang yang bisa hidup sendiri, kalau butuh makan pun harus ada keterlibatan dari orang lain.
3. Conclusion of the Interviews

Dari ungkapan kedua ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap anak
adalah sesuatu hal yang buruk yang berdampak pada kondisi fisik maupun psikis si anak.
Menjaga kehati-hatian kita dalam berbicara dan berperillaku kepada anak korban tindak
kekerasan dengan tidak mengungkit masalahnya dan tidak menyalahkan perasaannya tetapi
membantunya mendalami perasaannya.

Sebenarnya yang dituturkan keduanya ditempatkan pada posisi yang berbeda, ada
yang di lakukan ketika kekerasan terjadi dan ada yang dilakukan saat anak itu menarik diri
dari orang lain. Kita sebagai peksos harus respon cepat terhadap kasus kekerasan terhdap
anak, dan memberikan konselling atau trauma healing pada anak tersebut dengan tidak
menyalahkan perasaan anak tersebut ketika anak tersebut harus menarik diri dari orang luar.

Dalam hal ini peran keluarga serta orang orang diluar sana sangat penting bagi
pertumbuhan anak sesungguhnya anak merupakan karunia dari tuhan yang harus di jaga di
lindungi di beri pendidikan dll.

Gurney, Vogelsong dan Coufal mengemukakan bahwa hubungan orang tua anak meliputi

1) keterampilan komunikasi, yang terdiri dari empatik dan ekspresif

2) pola umum komunikasi terdiri dari : pemiliha butir untuk bekomunikasi

3) frekuensi komunikasi penyediaan umpan balik yang tepat , pemahaman perasaan

4) kualitas umum hubungan terdiri dari : kepercayaan, empati, keaslian, keintiman,


keterbukaan, keharmonisan, kepuasan umum dalam hubungan, kemampuan memecahan
masalah keluarga.

Menuumbuhkan rasa percaya diri pada anak

1. Beri pujian untuk setiap pencapaian dan hasil pekerjaan yang baik
2. Ajari anak untuk belajar menerima tanggung jawab
3. Mengajari anak untuk bersikap ramah dan senang membantu
4. Jangan menepuk air di dulang
5. Ubah kesalahan menjadi bahan baku untukkemajuan
6. Dukung apa yang menjadi minatnya
7. Hundari memanjakan anak
A. Document Study
1. Document study result
Pada kali ini akan membahas peran keluarga dalam pendidikan karakter anak dan
mental anak supaya mau bersosialisai dan tidak menarik diri. Hal ini merupakan tips bagi
para pembaca untuk bisa memahami karakter anak dimasa sekarang sehingga peran keluarga
untuk bisa memposisikan dalam mendidiknya agar tidak terbawa emosi dan mudah
melakukan kekerasan pada anak.
a. Books

Dalam buku pendidikan karakter era milenial karya Ir. Hendraman, M.Sc., Ph.D
menjelaskan mengenai pendidikan karakter di era milenial Supelli (2014b) meyakini bahwa
perubahan mental secara cepat atau yang disebutnya sebagai revolusi mental melibatkan
semacam strategi kebudayaan sehingga yang dituju oleh revolusi mental adalah transformasi
etos, yaitu perubahan mendasar dalam mentalitas yang meliputi cara berpikir, cara merasa,
cara mempercayai. Pendidikan formal mealui sekolah dapat menjadi lokus dalam perubahan
mental

Pendidikan karakter dakam pembentukan watak harus melibatkan semua pihak, rumah
tangga, keluarga dan sekolah dan lingkungan lebih luas atau masyarakat. Jadi semua harus
terlibat dalam membentuk karakter seorang anak, apalagi di zaman sekarang yang kerap kali
anak lebih pintar daripada orang tua dalam segi hal teknologi

Philips (2000)

If there is righteousness in the heart, there will be beauty in the character; if there is beauty in
character, there will be harmony in the home; if there harmony in the home, there will be
order in the nation; if there is order in the nation, there will be peace in the world.”

Mengenal generasi ke generasi

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dari bernagai Negara dan profesi penentuan siapa
generasi milenial dapat ditarik kesimpulan bahwa generasi milenial adalah mereka yang di
lahirkan antara tahun 1980 samapai 2000. Konsep generasi milenial Indonesia adalah
penduduk Indonesia yang lahir antara tahun 1980-2000 dijadikan acuan untuk pengolahan
data dalam penyajian profil pada bab bab selanjutnya .

Sebelum gemerasi milenial ada genesi x yg menurut pendaat para peneliti lahir pada rentang
tahun 1960-1980. Generasi ini cenderung suka atau resiko dan pengambilan keputusan yang
atan akibat dari pola asuhdari generasi sebelumnya ( beby broomers) sehingga nilai-nilai
generasi baby boom, yaitu generasi yang lahir pada 1946-1960. Generasi ini terlahir pada
masa perang dunia kedua telh berakhir sehingga perlu penataan ulang kehidupan. Disebut
generasi baby boom karena pada era tersebut kelahiran bayi sangat tinggi. Terakhir generasi
tertua adalah yang sering disebut generasi veteran yang lahir kurang dari 1946.

Disamping generasi sebleum genrasi milenial ada generasi setelah genrasi milenial disebut
generasi Z yang lahir rentang tahun 2001 sampai dengan 2010. Generasi Z ini merupakan
peralihan dari generasi y ke generasi milenial pada saat teknologi sedang berkembang pesat.
Pola pikir generasi z cenderung serba instan. Namun sebagai catatan generasi tersebut belum
akan berperan pada bonus demografi Indonesia 2020.

Terakhir adalah generasi alpha yang lahir pada 2010 hingga sekarang. Generasi ini adalah
lanjutan dari generasi Z yng sudah terlahr pada saat teknilogi semakin berkembang pesat .
mereka sudah egenal dan usdah berpengalaman dengan gadget, smathphone, dan
kecanggihan teknologi lainnya etika usia mereka masih dini.

Generasi ke generasi memeiliki mental yang berbeda-beda dan pendidikan yang berbeda-
beda. Maka dari itu peran orang tua, keluarga, dan lingkungan sangat penting. Alih-alih
melakukn kekerasan pada anak sebelum kita memilih untuk menjadi orang tua alangkah
baiknya kita memiliki mental yang kuat pendidikan yang luas dan kesiapan yang matang.
Sehingga meminimlaisir terjadinya kekerasan pada anak.

Pada buku Orientasi masa depan remaja ditinjau dati pola asuh orang tua, berkala penelitian
dari Yeniar Indriana dan Sri Eahayu Haditono tahun 1992

Dalam sikus perkembangan kehidupan seorang individu, secara nyata keluarga merupakan
keluaraga pertama yang dikenalinya. Melalui keluarga inilah seorang individu mulai
mengenal dunia. Peran penting ibu ini tetap berlangsung walaupun dalam perkembangan
berkeluarga banyak ibu-ibu yang bekerja. Suami denga istri bekerja senantiasa berbagi tugas

Persoalan yang mendapat banya kajian tentang proses pendidikan dalam keluarga adalah
masalah pola asuh. Menurut kohn sebagaimana dikutip Indriana dan Haditono dalam pola
asuh menyangkut sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya cara orang tua
memberikan peraturan serta disiplin, hadiah dan hukuman, cara orang tua menunujukan
kekuasanaanya dan cara orangtua memberikan perhatian atau taggapan terhadap keinginan-
keinginan anak.

b. Journals

karakteristik korban kekerasan meliputi jenis kelamin korban yang terbesar adalah
anak perempuan dengan usia 13-18 tahun, dan tingkat pendidikan SLTP. Sedangkan
karakteristik kekerasan yang banyak dialami anak adalah kekerasan seksual. Karakteristik
pelaku kekerasan meliputi berjenis kelamin laki-laki dengan usia 18- 25 tahun, dimana terkait
hubungan dengan korban merupakan orang lain, dengan tingkat pendidikan SLTA, dan
berstatus belum menikah.Karakteristik tempat terjadinya pelaku adalah tempat lain seperti
kos-kosan, rumah saudara/teman, hotel, warung dan sebagainya.

Dibutuhkan sosialisasi kepada orang tua tentang anti kekerasan terhadap anak dan
keberadaan Pusat Pelayanan Terpadu sebagai lembaga yang melayani korban kekerasan
dalam rumah tangga melalui kegiatan PKK, pengajian, dan kegiatan-kegiatan lain dimana
warga biasa berkumpul, serta hendaknya lebih intensif memberikan penyuluhan mengenai
anti kekerasan terhadap anak pada daerah-daerah terpencil karena pada daerah tersebut
masyarakat dimungkinkan belum memiliki pengetahuan dan keberanian yang cukup untuk
melaporkan adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai