Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DISFAGIA DAN HIPERTENSI PADA Tn.E DI RUANG INSTALASI


GAWAT DARURAT (IGD) RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Oleh

Putri Arum Sari (202303117)

PROGAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS


2023
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN DISFAGIA DENGAN HIPERTENSI PADA


Tn.E DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUD SUNAN
KALIJAGA DEMAK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Oleh

Putri Arum Sari (202303117)

PROGAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS


2023

I. Konsep Dasar Hipertensi


a. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu
gangguan pada dinding pembuluh darah yang mengalami peningkatan
tekanan darah sehingga mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi tidak
bisa sampai ke jaringan yang membutuhkannya. Hal tersebut
mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi
kebutuhan oksigen. Apabila kondisi tersebut berlangsung dalam waktu
yang lama dan menetap akan menimbulkan penyakit hipertensi
(Hastuti, 2022).
Seseorang dapat dikatakan hipertensi apabila tekanan darah
melebihi batas normal yaitu 140 mmHg untuk sistol dan 90 mmHg
untuk diastol yang dilakukan sebanyak dua kali pemeriksaan dalam
selang waktu 5 menit, serta dalam kondisi yng rileks. Tekanan darah
sistolik merupakan kondisi ketika jantung berkontaksi/berdetak
memompa darah. sedangkan tekanan darah diastol merupakan kondisi
dimana jantung sedang rileksasi (Sari, 2017)
Menurut Joint National Commite 8 mengklasifikasikan hipertensi
menjadi beberapa jenis yaitu:
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National
Commite on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure)

Klasifikasi Tekanan Tekanan


Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Pre hipertensi 120-139 80-89

Stadium I 140-159 90-99

Stadium II ≥160 ≥100

(Sumber : Hastuti, 2022)

b. Tanda dan Gejala Hipertensi


Menurut Hasututi (2022), tanda dan gejala hipertensi antara lain
sebagai berikut :
a. Sakit kepala
b. Jantung berdebar-debar
c. Sesak napas setelah aktivitas berat
d. Mudah lelah
e. Penglihatan kabur
f. Wajah memerah
g. Hidung berdarah
h. Sering buang air kecil, terutama malam hari
i. Telinga berdenging (tinnitus)
j. Dunia terasa berputar (vertigo)
k. Tengkuk terasa berat

l. Sulit tidur
m. Cepat marah
n. Mata berkunang-kunang dan pusing
II. Konsep Dasar Disfagia
a. Definisi Disfagia

Disfagia adalah kesulitan menelan atau terhambatnya proses


perpindahan makanan dan cairan dari mulut ke lambung (Puruhita et
al., 2017)

Disfagia merupakan keadaan dimana terjadinya kegagalan


proses memindahkan bolus makanan dan cairan dimulai dari mulut
sampai mencapai lambung, adanya kesulitan dalam memulai dan atau
menyelesaikan proses menelan (Kusuma et al., 2021)

Disfagia didefinisikan sebagai kesulitan makan akibat gangguan


dalam proses menelan. Berasal dari bahasa Yunani ‘dys’ berarti
kesulitan atau gangguan, dan phagia berarti makan. Disfagia
diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu disfagia orofaring
dan disfagia esofagus. Disfagia merupakan suatu gejala dari berbagai
penyebab berbeda, antara lain akibat dari kelainan kongenital dan/atau
kelainan sistemik tertentu, salah satunya seperti skleroderma
(Liwikasari & Muyassaroh, 2016)
b. Etiologi Disfagia

Prevalensi disfagia pada dewasa paling banyak diatas 50


tahun yakni sekitar 7 –22 % populasi. Disfagia berhubungan dengan
penuaan dan semakin meningkatnya umur harapan hidup maka
pasien usia tua dengan disfagia akan makin meningkat. Faktor
resiko kejadian disfagia sangat banyak antara lain peningkatan
usia, refluks asam, stroke, kanker kepala dan leher, trauma kepala,
sklerosis lateral amyotropik, palsy pseudobulbar, penyakit alzheimer
dan myastenia gravis. Etiologi paling banyak adalah stroke yaitu
sekitar 81 %, kanker kepala leher 45 %. Berdasarkan penyebabnya,
disfagia dibagi atas disfagia mekanik, motorik dan oleh karena
gangguan emosi (Nayoan, 2017)

Sulit menelan bisa disebabkan oleh beragam penyakit dan


kondisi, seperti gangguan pada sistem saraf, otot, atau sumbatan di
kerongkongan. Berikut penjelasannya:

a. Sumbatan atau penyempitan di kerongkongan, seperti kanker


mulut, kanker tenggorokan, benda asing, terbentuknya jaringan
parut akibat GERD, atau prosedur radioterapi, peradangan yang
terjadi di kerongkongan (esofagitis), atau gondok
b. Gangguan pada otot, yang bisa disebabkan oleh
penyakit skleroderma atau akhalasia
c. Gangguan pada sistem saraf, seperti stroke, demensia, penyakit
Parkinson, multiple sclerosis, tumor otak, atau myasthenia gravis
d. Kelainan kongenital, seperti cerebral palsy atau bibir sumbing
(Brunner & Suddarth, 2017)
c. Manisfestasi Klinis

Gangguan otot, sumbatan pada kerongkongan, atau penyakit


gangguan saraf yang menyebabkan terjadinya kesulitan menelan atau
disfagia. Jika diuraikan lebih lanjut, saat mengalami difagia, seseorang
akan mengalami keluhan dan gejala berikut:

a. Sulit menelan makanan atau minuman


b. Rasa nyeri saat menelan
c. Makanan terasa tersangkut di dalam tenggorokan
d. Tersedak atau batuk ketika makan dan minum
e. Air liur yang keluar terus-menerus
f. Berat badan yang turun akibat sulit makan
g. Makanan yang sudah ditelan keluar kembali
h. Asam lambung yang naik ke tenggorokan
i. Nyeri ulu hati
j. Suara menjadi serak
k. Kebiasaan berubah, misalnya menjadi lebih sering memotong
makanan menjadi lebih kecil atau menghindari makanan tertentu
(Wijaya et al., 2016)

Jika disfagia terjadi pada anak-anak, keluhan dan gejala di


bawah ini akan muncul:
a. Makanan atau minuman sering keluar dari mulut
b. Sering memuntahkan kembali makanan saat sedang makan
c. Tidak mau mengonsumsi makanan tertentu
d. Sulit bernapas pada saat sedang makan
e. Berat badan yang turun secara drastis (A.H Nurarif & Kusuma,
2015)
d. Patofisiologi Disfagia

Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga mulut, faring,


dan esofagus, dapat disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson,
kelainan neurologis, oculopharyngeal muscular dystrophy,
menurunnya aliran air liur, xerostomia, masalah gigi, kelainan mukosa
oral, obstruksi mekanik keganasan, osteofi, meningkatnya tonus
sfingter esophagus bagian atas, radioterapi, infeksi, dan obat-obatan
sedatif, antikejang, antihistamin. Gejala disfagia orofaring yaitu
kesulitan menelan, termasuk ketidakmampuan untuk mengenali
makanan, kesukaran meletakkan makanan di dalam mulut,
ketidakmampuan untuk mengontrol makanan dan air liur di dalam
mulut, kesukaran untuk mulai menelan, batuk dan tersedak saat
menelan, penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya adalah
perubahan kebiasaan makan, pneumonia berulang, perubahan suara
suara basah, regurgitasi nasal. Setelah pemeriksaan, dapat dilakukan
pengobatan dengan teknik postural, swallowing maneuvers, modifikasi
diet, modifikasi lingkungan, oral sensory awareness technique,
vitalstim therapy, dan pembedahan. Bila tidak diobati, disfagia dapat
menyebabkan pneumonia aspirasi, malnutrisi, atau dehidrasi
(Ardiansyah, 2016)
e. Pathway
(Amin Huda Nurarif & Kusuma, 2016)

Perdarahan saluran Defisiensi besi, vit Overaktif RES,


cerna, uterus, hidung, B12, Asam folat, produksi SDM
luka depresi sumsum tulang abnormal
eritropoetin menurun.

Kehilangan SDM (sel


darah merah) Produksi SDM
menurun

Pertahanan sekunder
tidak adekuat

Penurunan Kadar Hb Penurunan Kadar Hb

Konpensasi jantung Kompensasi paru

Beban kerja dan curah


jantung meningkat Peningkatan frequensi
napas
Takikardia, angina
(nyeri dada), iskemia Dyspnea (kesulitan
miokardium, beban bernapas)
kerja jantung
meningkat
Penurunan transport
O2
Perfusi Perifer Tidak
Efektif Hipoksia

Peningkatan
kontraktilitas
Lemah lesu, Parestesia, Gangguan Menelan
mati rasa, ataksia,
Palitasi gangguan koordinasi,
bingung
Penebalan dinding ventikel
Intoleransi Aktivitas
Kardiomegali
f. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan endoskopi dan


pemeriksaan radiologi untuk membantu menentukan jenis disfagia dan
rencana intervensi tepat yang dapat dilakukan. Metode atau alat
skrining disfagia sering kali sulit dilakukan dan hasilnya kurang
menggambarkan adanya kesulitan menelan dan keparahannya,
sehingga dikembangkan metode yang lebih sederhana lebih aman dan
nyaman bagi penderita disfagia yaitu Gugging Swallowing Screen
(GUSS). Gugging Swallowing Screen (GUSS) merupakan metode atau
alat baru untuk skrining disfagia yang bertujuan untuk menilai ada
tidaknya disfagia, menilai tingkat keparahan disfagia, menilai risiko
aspirasi dan metode skrining ini juga dapat sebagai dasar dalam
menentukan rekomendasi diet khusus yang sesuai (Kusuma et al.,
2021)
Adapun pemeriksaan penunjang lainnya sebagai berikut :
a. Endoskopi, untuk memeriksa kondisi saluran pernapasan atas,
yaitu hidung sampai tenggorokan (nasoendoskopi), atau memeriksa
kondisi kerongkongan sampai lambung (gastroskopi)
b. Fluoroskopi, yaitu pemeriksaan dengan sinar-X dan dipandu oleh
zat khusus sebagai kontras (barium) untuk merekam gerakan otot
saat menelan
c. Manometri, untuk melihat seberapa baik kerja esogafus dengan
cara mengukur besar tekanan otot pada organ tersebut ketika
menelan
d. Pemindaian dengan CT scan, MRI, atau PET scan, untuk melihat
kondisi mulut sampai dengan kerongkongan secara lebih detail
(Padilah, 2015)
g. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama dari pengobatan disfagia adalah untuk menjaga


asupan nutrisi pasien dan mencegah makanan masuk ke saluran
pernapasan. Selain mengatasi penyebabnya, beberapa metode
pengobatan untuk menjaga asupan nutrisi yang cukup pada penderita
disfagia adalah:

a. Penatalaksanaan Non Farmakologi

1) Terapi Menelan

Terapi menelan pada penderita disfagia akan dibimbing


oleh terapis khusus. Terapis akan mengajarkan bagaimana
proses menelan selama masa penyembuhan agar pasien tetap
dapat menelan makanan. Terapi ini umumnya ditujukan bagi
penderita yang kesulitan menelan akibat masalahan di mulut.

2) Modifikasi Diet

Modifikasi diet dilakukan dengan cara mengatur tekstur


dan kekentalan makanan sesuai dengan kemampuan menelan
pasien, khususnya pasien yang mengalami kesulitan menelan
di fase oral.

Pola makan pasien dapat diatur, mulai dari makanan


berbentuk cair seperti jus, kemudian ditingkatkan
kekentalannya jika kemampuan menelan sudah membaik,
hingga diberikan makanan yang berbentuk padat, seperti roti
atau nasi.
b. Penatalaksanaan Faramakologi
1) Selang makan
Selang makan umumnya akan dipasang untuk membantu
pasien memenuhi kebutuhan nutrisinya selama fase pemulihan
mulut dan faring. Selain untuk membantu memasukkan
makanan ke saluran pencernaan, selang makan juga dapat
digunakan untuk memasukkan obat-obatan.
Ada 2 jenis selang makan, yaitu selang nasogastrik (NGT)
dan selang gastrostomi endoskopi perkutan (PEG). Selang
NGT dipasang melalui hidung kemudian menuju lambung.
Sedangkan selang PEG dipasang langsung ke dalam lambung
melalui kulit luar perut.
2) Obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita disfagia akan
disesuaikan dengan penyebab disfagia. Beberapa jenis obat-
obatan yang dapat diberikan kepada penderita disfagia antara
lain:
a) Obat untuk mengurangi asam lmbung, seperti ranitidine dan
omeperazole
b) Obat untuk melumpuhkan otot kerongkongan yang kaku
akibat akhalasia, seperti botulinum toxin
c) Obat untuk melemaskan otot kerongkongan bagian bawah,
seperti amlodipine dan nifedipine (Smeltzer, 2016)
III. Konsep Penatalaksanaan Keperawatan Disfagia
a. Pengkajian
Pengkajian Primer : (Primer Survey : ABCD)
Pengkajian Skunder : (Pemeriksaan fisik, Pengkajian pola,
Pemeriksaan diagnostic) Meliputi :
1. Mengkaji identitas klien
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat kesehatan masa lalu
5. Riwayat kesehatan keluarga
6. Riwayat psikososial dan spiritual
7. Pemeriksaan fisik meliputi : Keadaan umum, ttv, pemeriksaan
head to toe, pola kebiasaan sehari-hari
8. Pemeriksaan diagnostik
9. Penatalaksanaan medis/terapi (Setiadi, 2016)
b. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan menelan berhubungan dengan anomali jalan napas atas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Nyeri berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan (Tim
pokja SDKI PPNI, 2017)
c. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan menelan berhubungan dengan anomali jalan napas atas
Intervensi :
a. Observasi
1) Monitor kemampuan menelan
2) Monitor status hidrasi pasien, jika perlu
b. Terpeutik
1) Atur posisi yang nyaman untuk makan dan minum
2) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
3) Siapkan makanan dengan suhu yang meningkatkan nafsu makan
c. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat (mis. Analgesik, antiemetik), sesuai
indikasi (Tim pokja SIKI PPNI, 2018)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Intervensi :
a. Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola tidru dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
b. Terpeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif/atau aktif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
c. Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan (Tim pokja SIKI PPNI, 2018)
3. Nyeri berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
Intervensi :
a. Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
3) Monitor asupan makanan
b. Terpeutik
1) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
c. Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik) jika perlu (Tim pokja SIKI PPNI, 2018)

d.Implementasi Keperawatan

Implementasi Keperawatan Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan


untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan meliputi pengumpulan
data dan berkelanjutan dan mengobservasi kondisi klien. Pertahankan
keseimbangan produksi dan kehilangan pada klien dengan intervensi yang
telah ditetapkan (Setiadi, 2016)

e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan respon klien
terhadap hasil yang diharapkan dari rencana keperawatan. Tentukan
apakah dibutuhkan revisi rencana. Setelah intervensi, pantau tanda
vital klien untuk mengevaluasi perubahan (Setiadi, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. (2016). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Diva Press.

Brunner, & Suddarth. (2017). Keperawatan medikal bedah Vol 3. EGC.

Kusuma, L. T., Antono, D., & Muyassaroh, M. (2021). Hubungan Lama Waktu
Pasca Kemoradiasi Dengan Derajat Disfagia Orofaringeal Pada Karsinoma
Nasofaring. Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine, 8(1), 7–14.
https://doi.org/10.36408/mhjcm.v8i1.400

Liwikasari, N., & Antono, D. (2017). Gambaran pasien dengan disfagia di RSUP
Dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari - 31 Desember 2014. 4(3), 146–
148.https://doi.org/10.36408/mhjcm.v4i3.328

Liwikasari, N., & Muyassaroh. (2016). Patofisiologi kasus skleroderma pada


disfagia esofagus. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, 46(1), 94.
https://doi.org/10.32637/orli.v46i1.152

Nayoan, C. R. (2017). Gambaran Penderita Disfagia yang Menjalani Pemeriksaan


Fiberoptic Endoscopic Evaluation Of Swallowing di RSUP DR . Kariadi
Semarang Periode 2015 - 2016 Christin Rony Nayoan Departemen IK THT-
KL Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako / Healthy Tadulako J.
Kesehatan Tadulako, 3(2), 47–56.https://doi.org/10.22487/htj.v3i2.51

Nurarif, A.H, & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Mediaction Jogja.

Nurarif, Amin Huda, & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis :


Berdasarkan Penerapan Diagnosa (Jilid 1). Mediaaction Publishing
Yogyakarta.

Padilah. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.

Puruhita, N., Armeidani, R., & Kusumadewi, A. (2017). Modifikasi Tekstur


Makanan dan Minuman Pasien Disfagia. Medica Hospitalia : Journal of
Clinical Medicine, 3(3), 207–212. https://doi.org/10.36408/mhjcm.v3i3.237

Setiadi. (2016). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori &
Praktik. Graha Ilmu.

Smeltzer, S. . (2016). Keperawatan Medikal Bedah ( Handbook For Brunner &


Suddarth’s Textbook Of Medical-Surgical Nursing ) Edisi 12. EGC.

Tim pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP
PPNI.

Tim pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP
PPNI.

Wijaya, Andra, S., Putri, & Marisa, Y. (2016). Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa). Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai