Disusun oleh :
i
LEMBAR PERSETUJUAN
PRAKTIKUM REKAYASA PERKERASAN JALAN
Laporan MIX DESIGN HRS-BC ini dapat diajukan sebagai syarat menyelesaikan studi
PRAKTIKUM REKAYASA PERKERASAN JALAN di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Sipil Unversitas Wijaya Kusuma Surabaya tahun ajaran 2020/2021.
Diajukan Oleh :
Laporan ini disetujui oleh dosen pembimbing mata kuliah Rekayasa Perkerasan Jalan
di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Ir. SISWOYO, MT
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan pengganti praktikum Rekayasa Perkerasan
Jalan (MIX DESIGN HRS-BC) yang merupakan pemenuhan dari mata kuliah studi
PRAKTIKUM REKAYASA PERKERASAN JALAN di jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Sipil Universitas Wijaya Kusuma Surabaya tahun ajaran 2020/2021
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada bapak selaku dosen pembimbing oleh
Ir. SISWOYO, MT dalam pembuatan laporan pengganti praktikum Rekayasa Perkerasan
jalan yang sedianya telah memberikan praktikum,serta arahan mengenai bagaimana cara
penyelesaian dan penyusunan laporan praktikum yang baik dan benar.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, apabila ada salah dalam penulisan kata
maupun penulisan nama penulis ucapkan mohon maaf. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. iv
1.1 Deskripsi...................................................................................................................... 1
2.1 Deskripsi...................................................................................................................... 7
iv
2.2.2 Benda Uji ................................................................................................................. 9
2.2.5 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus (SNI 03-1980-1990)
11
3.1 Deskripsi.................................................................................................................... 12
3.2.5 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar (SNI 03-1969-1990)
15
4.1 Deskripsi.................................................................................................................... 16
v
4.2.5 Hasil Pengujian ...................................................................................................... 19
5.1 Deskripsi.................................................................................................................... 21
6.1 Deskripsi.................................................................................................................... 24
PERCOBAAN VII PENGUJIAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR BAHAN ASPAL
DENGAN CLEVELAND OPEN CUP ( SNI 06 – 2434 – 1991) ........................................... 27
7.1 Deskripsi.................................................................................................................... 27
vi
7.2.2 Persiapan Pengujian ............................................................................................... 28
PERCOBAAN VIII PENGUJIAN TITIK LEMBEK ASPAL ( SNI 06 – 2434 – 1991) ....... 31
8.1 Deskripsi.................................................................................................................... 31
9.1 Deskripsi.................................................................................................................... 34
11.3.3 Hasil Pengujian Keausan Dengan Alat Abrasi Los Angeles. ............................ 49
11.3.4 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar ............................. 49
11.3.5 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus ............................. 50
11.3.7 Hasil Pengujian Karakteristik Campuran Hot Rolled Sheet – Base (HRS – Base)
50
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
xi
PERCOBAAN I
PENGUJIAN TENTANG ANALISA SARINGAN AGREGAT HALUS
DAN KASAR (SNI 03-1968-1990)
1.1 Deskripsi
Berikut adalah dari deskripsi dari percobaan ini :
Metode pengujian jenis tanah ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat
halus maupun agregat kasar, yang persyaratanya tercantum dalam cara pelaksanaan benda uji.
Hasil pengujian analisa saringan agregat halus dan kasar dapat digunakan antara lain :
• Penyelidikan quarry agregat
1.3.1 Pengertian
Yang dimaksud dengan analisa saringan adalah penentuan persentase berat butiran
agregat yang lolos dari satu set saringan kemudian angka – angka persentase digambarkan pada
grafik pembagian butir.
1
Gambar 1. 1 Timbangan
- Satu set saringan : 37.5 mm (3 “ ) ; 63,5mm ( 2 1/2 ”) ; 50,8mm ( 2” ) ; 37,5mm ( 1 1/2”);
25mm ( 1” ) ; 19,1mm ( 3/4 “) ; 12,5mm ( ½ “) ; 9,5mm (3/8”) ; No 4 (4,75mm) ; No 8
(2,36mm) ; No 16 ( 1,18mm) ; No 30 (0,600mm) ; No 50 ( 0,3 mm) ; No 100
(0,150mm); No 200 ( 0,075mm )
Gambar 1. 2 Saringan
- Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110+5 )°C.
2
Gambar 1. 3 Mesin Pengguncang
- Talam talam
Gambar 1. 4 Talam-talam
- Kuas, sikat kuningan, sendok dan alat lainnya.
3
- Ukuran maksimum 3/8” ; berat minimum 1 kg
c. Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan kasar, agregat tersebut
dipisahkan menjadi 2 ( dua ) bagian dengan saringan No 4 selanjutnya agregat halus
dan kasar disediakan sebanyak jumlah seperti tercantum di atas
1.2.4 Perhitungan
Perhitungan adalah presentase berat benda uji yang tertahan di atas masing – masing
saringan terhadap berat total benda uji setelah disaring
1.2.5 Hasil
Agregat halus dengan benda uji seberat : 1500kg
Tabel 1. 1 Hasil Uji Agregat Halus
4
Gambar 1. 5 Grafik Kumulatif Agregat Halus
5
Gambar 1. 6 Grafik Kumulatif Agregat Kasar
6
PERCOBAAN II
PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR
AGREGAT HALUS (SNI 03 – 1970 – 1990 )
2.1 Deskripsi
Berikut adalah dari deskripsi dari percobaan ini :
• Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian untuk mementukan berat
jenis curah , berat jenis kering permukaan jenuh , berat jenis semu dan angka
penyerapan dari pada agregat halus
• Tujuan pengujian adalah untuk mendapatkan angka untuk berat jenis curah , berat jenis
permukaan jenuh, berat jenis semu , dan penyerapan air pada agregat halus
2.1.2 Ruang Lingkup
• Pengujian ini dilakukan pada tanah jenis agregat halus, yaitu lolos saringan No 4
(4,75mm). Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam pekerjaan :
• Penyelidikan quarry agregat
2.1.3 Pengertian
• Berat jenis curah ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling
yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 250 C.
• Berat jenis jenuh kering yaitu perbandingan antara berat agregat kering permukaan
jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh
pada suhu 250 C
• Berat jenis semu yaitu perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling
yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu 250 C
• Penyerapan yaitu perbandingan berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat
kering , dinyatakan dalam persen
7
2.2 Cara Pelaksanaan
Berikut cara cara pelaksanaan dari praktik ini adalah :
2.2.1 Peralatan
• Timbangan , kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.
Gambar 2. 1 Piknometer
• Kerucut terpancung diameter atas ( 40 + 3 ) mm, diameter bagian bawah ( 90 + 3 ) mm
, dan tnggi ( 75 + 3 ) mm terbuat dari logam tebal minimum 0,8 mm
• Batang penunbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata , berat ( 340 + 15 ) gram
diameter penumbuk ( 25 + 3 ) mm.untuk memanasi sampai ( 110 + 5 )0 C
8
Gambar 2. 3 Oven dengan Pengatur Suhu
• Pengukur suhu dengan ketelitian 10 C
• Talam – talam
• Tungku / kompor
• Buang air rendaman dengan hati-hati jangan smpai ada butiran yang hilang , tebarkan
butiran agregat kedalam talam , keringkan di udara panas dengan cara membolak –
balikan benda uji lakukan pengeringan sampai tercapai keadaan kering permukaan
jenuh.
• Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji ke dalam
kerucut terpancung , padatkan dengan menggunakan penumbuk sebanyak 25 kali ,
angkat kerucut terpancung ; keadaan kering permukaan jenuh tercapai bila benda uji
runtuh akan tetapi dalam keadaan retak.
• Segera setelah dalam kaadaan kering permukaan jenuh masukan 500 gram benda uji
kedalam piknometer ; masukkan air suling sampai mencapai 90 % isi piknometer , putar
9
sambil guncang sampai tidak terlihat gelembung udara di dalam pikno meter, kemudian
rebua piknometer tersebut.
• Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada
suhu standar 250 C.
• Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram ( Bt )
• Keluarkan benda uji ,keringkan dalam oven dengan suhu ( 110 + 5 ) ° C Sampai berat
tetap , kemudian dinginkan benda uji
• Tentukan berat piknometer berisi air penuk dan ukur suhu air , guna penyesuaian
dengan suhu standart 25 ° C ( B )
2.2.4 Perhitungan
a. Berat jenis curah : ______Bk_____ =................
( B + 500 – Bt )
Keterangan :
500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh dalam gram
10
2.2.5 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus (SNI 03-1980-1990)
11
PERCOBAAN III
PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR
AGREGAT KASAR (SNI 03 – 1969 – 1990 )
3.1 Deskripsi
Berikut adalah dari deskripsi dari percobaan ini :
• Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian untuk mementukan berat
jenis curah , berat jenis kering permukaan jenuh , berat jenis semu dan angka
penyerapan dari pada agregat kasar
• Tujuan pengujian adalah untuk mendapatkan angka untuk berat jenis curah , berat jenis
permukaan jenuh, berat jenis semu , dan penyerapan air pada agregat kasar
3.1.2 Ruang Lingkup
Pengujian ini dilakukan pada tanah jenis agregat kasar, yaitu lolos saringan No 4
(4,75mm). Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam pekerjaan :
3.1.3 Pengertian
• Berat jenis curah ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling
yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25° C.
• Berat jenis jenuh kering yaitu perbandingan antara berat agregat kering permukaan
jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh
pada suhu 25° C
• Berat jenis semu yaitu perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling
yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu 25°C.
• Penyerapan yaitu perbandingan berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat
kering , dinyatakan dalam persen
12
3.2 Cara Pelaksanaan
Berikut cara cara pelaksanaan dari praktik ini adalah :
3.2.1 Peralatan
• Keranjang kawat yang meliputi 3,35mm ( No.6 ) atau ( 2,36mm ( No.8 ) dengan
kapasitas kira-kira 5 kg.
• Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan. Tempat ini
harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu tetap.
• Timbangan dengan kapasitas 5 kg. dan ketelitian 0.1 % dari berat contoh yang
ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.
• Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110±5)ºC.
• Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110±5)º C sampai berat tetap sebagai
catatan bila penyerapan dan harga berat jenis digunakan dalam pekerjaan beton dimana
agregatnya digunakan pada keadaan kadar airnya, maka tidak perlu dilakukan
pengeringan dalam oven.
• Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian timbang dengan
ketelitian 0,5 gr (Bk)
• Keluarkan benda uji dari air, lalu lap dengan kain penyerap sampai selaput air pada
permukaan hilang, untuk butiran yang kasar satu persatu.
13
3.2.4 Perhitungan
a. Berat jenis curah : ______Bk_____ =................
( Bj - Ba )
Keterangan :
B = Berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh, dalam gram
Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air, dalam gram
14
3.2.5 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar (SNI 03-1969-1990)
15
PERCOBAAN IV
METODE PENGUJIAN KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN
ABRASI LOS ANGELES (LOS ANGELES ABRATION TEST)
(SNI 03 – 2417 – 1991)
4.1 Deskripsi
Berikut adalah dari deskripsi dari percobaan ini :
• Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan untuk menentukan katahanan agregat kasar
terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Abrasi Los Angeles.
• Pengujian ini adalah untuk mengetahui angka keausan tersebut, yang dinyatakan
dengan perbandingan antara berat bahan aus lolos saringan No.12 (1,7 mm) terhadap
berat semula, dalam persen.
Pengujian ini dapat digunakan untuk mengukur keausan agregat kasar. Hasil pengujian
bahan ini dapat digunakan dalam perencanaan pelaksanaan bahan perkerasan jalan atau
konstruksi beton.
16
Gambar 4. 1 Mesin Abrasi Los Angeles
• Saringan No.12 (1,7 mm) dan saringan-saringan lainnya.
• Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm ( 1 7/8 ") dan berat masing-masing
antara 400 gram sampai 440 gram.
• Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5) ºC.
2. Bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5) ºC sampai berat
tetap.
1. Pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan dengan salah
satu cara dari 7 (tujuh) cara berikut :
Cara A : Gradasi A, bahan lolos 37,5 mm sampai tertahan 9,5 mm. Jumlah bola
12 buah dengan 500 putaran.
Cara B : Gradasi B, bahan lolos 19 mm sampai tertahan 9,5 mm. Jumlah bola 11
buah dengan 500 putaran.
17
Cara C : Gradasi C, bahan lolos 9,5 mm sampai tertahan 4,75 mm. Jumlah bola 8
buah dengan 500 putaran.
Cara G : Gradasi G, bahan lolos 37,5 mm sampai tertahan 19 mm. Jumlah bola
12 buah dengan 1000 putaran.
Bila tidak ditentukan cara yang harus dilakukan, maka pemilihan gradasi
disesuaikan dengan contoh material yang merupakan wakil dari material yang akan
digunakan.
a. Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Abrasi Los Angeles .
c. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian saring
dengan saringan No. 12 (1,7 mm), butiran yang tertahan diatasnya di cuci
bersih, selanjutnya di keringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5)ºC sampai
berat tetap.
4.2.4 Perhitungan
a ‐ b
Keausan = x 100 %
a
Keterangan :
18
4.2.5 Hasil Pengujian
Keausan dilaporkan sebagai hasil rata-rata dari dua pengujian yang dinyatakan sebagai
bilangan bulat dalam persen.
19
Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Los Angeles Abration Test
20
PERCOBAAN V
PENGUJIAN DAKTALITAS BAHAN BAHAN ASPAL
(SNI 06 – 2431 – 1991)
5.1 Deskripsi
Berikut adalah dari deskripsi dari percobaan ini :
• Pengujian ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pelaksanaan pengujian
daktilitas bahan aspal
• Tujuan pengujian adalah untuk mendapatkan harga pengujian daktilitas bahan aspal
5.1.2 Ruang Lingkup
Pengujian ini dapat dilakukan pada aspal keras atau cair. Hasil pengujian selanjutnya
dapat digunakan untuk mengetahui elastisitas bahan aspal.
5.1.3 Pengertian
Daktilitas aspal adalah nilai keelastisitasan aspal, yang diukur dari jarak terpanjang,
apabila antara dua cetakan berisi bitumen keras yang ditarik sebelum putus pada suhu
25° C dengan kecepatan 50mm/menit
• Bak perendam isi 10 liter dengan suhu tertentu selama pengujian dengan ketelitian 0.1°
C dan benda uji dapat terendam sekurang-kurangnya 100 mm dibawah permukaan air
• Mesin uji
21
5.2.2 Persiapan Pengujian
• Lapisi semua bagian dalam sisi-sisi cetakan daktilitas dan bagian atas plat dasar dengan
campuran gylcerin dan dextrin atau gylcerin dan talk atau gylcerin dan kaolin atau
amalgon, kemudian pasang cetakan daktilitas di plat dasar
• Panaskan contoh aspal hingga bisa dituang (cair), kemudian disaring dengan saringan
No. 50 dan setelah diaduk dituang dalam cetakan
• Dinginkan pada suhu ruangan selama 30-40 menit kemudian pindahkan seluruhnya ke
bak perendam yang telah disiapkan pada suhu pemeriksaan selama 30 menit.
• Pasanglah benda uji pada pada alat mesin dan tariklah dengan kecepatan 50mm/menit
sampai benda uji (aspal) putus.
• Apabila sampai tiga kali pengujian contoh aspal belum putus maka dilaporkan bahwa
pengujian daktilitas bitumen tersebut gagal
22
23
PERCOBAAN VI
PEMERIKSAAN PENETRAASI BAHAN – BAHAN BITUMEN
PA – 301 – 76( AASTHO T – 49 – 68)(AASTM D – 5 – 73)
6.1 Deskripsi
Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan penetrasi bitumen keras atau lembek
(solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban dan
waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu pula
• Bak perendam
24
• Pengukur waktu dengan ketelitian 0.1 detik per menit
• Thermometer
• Pastikan peralatan / mesin uji bekerja dengan baik dan periksalah jarum dalam keadaan
bersih
• Putar arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi hingga angka 0.1 terdekat
• Lepaskan jarum dari pemegang jarum dan siapkan alat penetrasi untuk pekerjaan
berikutnya hingga minimal 5 kali penetrasi dan jarak antar pemeriksaan minimal 1 cm
25
Tabel 6. 2 Tabel Penetrasi Setelah Kehilangan Berat
26
PERCOBAAN VII
PENGUJIAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR
BAHAN ASPAL DENGAN CLEVELAND OPEN CUP
( SNI 06 – 2434 – 1991)
7.1 Deskripsi
Berikut adalah dari deskripsi dari percobaan ini :
Adapun maksud dari pengujianini adalah sebagai acuan dan pegangan dalam
pelaksanaan pengujian titik nyala dan titik bakar bahan aspal dengan cleveland open
cup Sedangkan tujuan dilakukannya pengujian ini adalah untuk mendapatkan besaran
cara titik nyala dan titik bakar bahan aspal dengan cleveland open cup.
Pengujian dilakukan terhadap bahan aspal, dan selanjutnya dapat digunakan untuk
mengetahui sifat-sifat bahan aspal terhadap bahaya api, pada suhu berapa bahan aspal
akan terbakar atau menyala
7.1.3 Pengertian
• Titik nyala adalah suhu pada saat aspal terlihat menyala singkat kurang dari 5 detik
pada suatu titik di atas permukaan aspal.
• Titik bakar adalah suhu pada saat aspal terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik pada
suatu titik pada permukaan aspal
• Cleveland open cup; adalah cawan berbahan kuningan dengan bentuk dan ukuran
tertentu
27
Gambar 7. 1 Cleveland Open Cup
• Pelat pemanas, terbuat dari logam untuk meletakkan cawan Cleveland
• Sumber pemanasan atau tungku; dalam hal ini digunakan alat pemanas dengan bahan
bakar gas LPG
• Penahan angin
• Nyala penguji
• Isilah cawan cleveland sampai garis batas yang telah ditentukan, hilangkan gelembung
udara yang ada pada permukaan cairan aspal.
• Letakkan alat nyala penguji dengan poros pada jarak 75 mm dari titik titik tengah cawan
• Tempatkan termometer tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4 mm diatas
cawan dan aturlah sehingga poros termometer terletak pada jarak ¼ diameter cawan
dari tepi.
• Nyalakan sumber pemanas sehingga kenaikan suhu menjadi (15±1)º per menit sampai
suhu 56ºC di bawah titik nyala perkiraan
• Atur kecepatan pemanasan 5ºC - 6ºC per menit dibawah suhu 56ºC dan 28ºC di bawah
titik nyala perkiraan
28
• Nyalakan nyla penguji dan aturlah agar diameter nlaya penguji menjadi 3,2 – 4,8 mm
• Putarlah nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan dalam waktu 1 detik setiap
kenaikan 2ºC dan catatlah hasilnya pada suhu tertentu dan waktu tertentu pula
29
7.2.4 Hasil Pengujian
30
PERCOBAAN VIII
PENGUJIAN TITIK LEMBEK ASPAL
( SNI 06 – 2434 – 1991)
8.1 Deskripsi
Berikut adalah dari deskripsi dari percobaan ini :
Maksud dari pengujian ini adalah sebagai acuan dan pegangan dalam pelaksanaan
pengujian titik lembek aspal atau ter. Adapun tujuandari pengujian adalah untuk
menentukan angka titik lembek aspal atau ter yang berkisar antara 30°C hingga 200°C
dengan cara ring (cincin) dan ball (gotri, bola baja).
Untuk menentukan titik lembek aspal padat atau ter dengan metode ring dan ball, yang
selanjutnya dari hasil tersebut digunakan untuk menentukan kepekaan aspal terhadap
suhu
8.1.3 Pengertian
Yang dimaksud dengan titik lembek adalah suhu pada bola baja, dengan berat tertentu
yang mendesak turun suatu lapisan aspal atau ter yang tertahan pada cincin berukuran
tertentu. Sehingga aspal atau ter menyentuh bidang pelat dasar yang terletak di bawah
ring dengan ukuran 25,4mm. Dan selanjutnya bola baja mendesak aspal yang meleleh
oleh pemenasan tertentu
31
• Bejana gelas tahan panas mendadak dengan kapasitas 800ml ; diameter dalam 8,5cm
dan tinggi sekurang-kurangnya 12cm
• Penjepit
• Suhu titik lembek tidak lebih dari 111° Cdiatas titik lembeknya
• Tuang benda uji kedalam 2 buah cincin , dandiamkan pada suhu sekurang-kurangnya
8° Cdibawah titik lembek sekurang-kurangnya selama 30 menit
• Isi bejana dengan air suling baru, dengan suhu (5±1°C) selama 15 menit
• Letakkan termometer yang sesuai untuk pekerjaan antara kedua benda uji
• Letakkan bola-bola baja yang bersuhu (5±1°C) di atas dan di tengah permukaan benda
uji
• Catat berapa lama dan berapa suhu pada waktu bola baja menyentuh plat dasar
pengujian
• Suhu titik lembek bahan bersangkutan dari hasil pengamatan rata-rata dan bulatkan
sampai 0,5°C terdekat untuk tiap percobaan ganda
32
33
PERCOBAAN IX
METODE PENGUJIAN KEHILANGAN BERAT ASPAL
( SNI 06 – 2440 – 1991)
9.1 Deskripsi
Berikut adalah dari deskripsi dari percobaan ini :
Metode pengujian ini dilakukan terhadap aspal dengan mencari besaran kehilangan
berat minyak dan aspal dengan cara A yaitu cara lapisan tipis. Selanjutnya hasil
pengujian ini digunakan untuk mengetahui stabilitas aspal setelah pemanasan. Selain
itu dapat digunakan untuk mengetahui perubahan sifat fisik aspal selama dalam
pencampuran panas di AMP pada suhu 163o C yang dinyatakan dengan penetrasi,
daktilitas dan kekentalan.
9.1.3 Pengertian
Yang dimaksud dengan penurunan berat minyak dan aspal adalah selisih berat sebelum
dan sesudah pemanasan pada tebal tertentu pada suhu tertentu.
• Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (180° C) dan
Pinggan logam berdiameter 35 cm, menggantung pada oven pada poros vertikal dan
berputar dengan kecepatan 5 sampai 6 putaran per menit
34
• Cawan baja tahan karat atau aluminium berbentuk silinder dengan dasar yang rata;
ukuran dalam : 140 mm, tinggi 9,5 mm dan tebal 0,64 mm – 0,76 mm.
• Tuangkan contoh ke dalam cawan dan setelah dingin timbanglah dengan ketelitian 0,01
gram (A)
• Dinginkan benda uji pada suhu ruang kemudian timbanglah dengan ketelitian 0,01
gram (B)
• Apabila hasil pemeriksaan tidak semuanya sama maka benda uji dengan hasil yang
sama dikelompokkan untuk pemeriksaan ulang
35
9.2.4 Hasil Pengujian
36
PERCOBAAN X
METODE PENGUJIAN BERAT JENIS ASPAL KERAS
( SNI 06 – 2441 – 1991)
10.1 Deskripsi
Berikut adalah dari deskripsi dari percobaan ini :
• Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pelaksanaan pengujian
berat jenis aspal padat dan ter dengan piknometer..
• Tujuan metode ini adalah untuk menentukan berat jenis aspal padat.
Pengujian ini dilakukan terhadap semua aspal padat, selanjutnya hasilnya dapat
digunakan dalam pekerjaan perencanaan campuran serta pengendalian mutu perkerasan
jalan.
10.1.3 Pengertian
Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat jenis aspal padat dan berat air suling
dengan isi yang sama pada suhu 25° C atau 15,6° C.
• bak perendam yang dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian (25°C ± 0,1°C);
• piknometer 30 ml;
37
10.2.3 Pelaksanaan Pengujian
• Aduklah contoh minyak atau aspal serta panaskan bila perlu untuk mendapatkan
campuran yang merata
• Isilah bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas piknometeryang tidak
terendam 40 mm; kemudian rendam dan jepitlah bejana tersebutdalam bak perendam
sehingga perendam sekurang-kurangnya 100 mm;
• angkatlah bejana dari bak perendam dan isilah piknometer dengan air suling kemudian
tutuplah piknometer tanpa ditekan;
• kembalikan bejana berisi piknometer ke dalam bak perendam; diamkan bejana tersebut
di dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit, kemudian angkatlah dan
keringkan dengan lap; timbanglah piknometer dengan ketelitian 1 mg; (B)
• panaskan contoh bitumen keras atau ter sejumlah 100 gram, sampai menjadi cair dan
aduklah untuk mencegah pemanasan setempat; pemanasan tidak boleh lebih dari 30
menit pada suhu 111oC di atas titik lembek aspal;
• tuangkan benda uji tersebut ke dalam piknometer yang telah kering hingga terisi ¾
bagian;
• biarkan piknometer sampai dingin, selama tidak kurang dari 40 menit dan timbanglah
dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg; (C)
• isilah piknometer yang berisi benda uji dengan air suling dan tutuplah tanpa ditekan,
diamkan agar gelembung-gelembung udara keluar;
• angkatlah bejana dari bak perendam dan letakkan piknometer di dalamnya dan
kemudian tekanlah penutup hingga rapat; masukkan dan diamkan bejana ke dalam bak
perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit; ankat keringkan, dan timbanglah
piknometer. (D)
38
10.2.4 Perhitungan
39
PERCOBAAN XI
PEMERIKSAAN CAMPURAN ASPAL DENGAN MARSHALL
(MARSHALL TEST) HRS-BASE COURSE
11.1 Deskripsi
Berikut adalah dari deskripsi dari percobaan ini :
11.1.2 Pengertian
Hot Rolled Sheet (HRS) adalah jenis campuran beraspal yang menggunakan agregat
bergradasi senjang. Di dalam Hot Rolled Sheet (HRS) hanya terdapat sedikit agregat
berukuran sedang (2,3 mm – 10 mm), dan terdiri dari matriks pasir, filler, dan aspal,
dimana agregat kasar biasanya berukuran 14 mm, tercampur didalamnya. Gradasi
senjang inilah yang memberikan Hot Rolled Sheet (HRS) sifat ketahanan terhadap
cuaca dan memiliki permukaan yang awet, yang dapat mengakomodasi lalu lintas berat
tanpa terjadi retak. HRS/Lataston terdiri dari dua macam campuran yaitu Lataston lapis
pondasi (HRS-Base) dan Lataston Lapis permukaan (HRS-Wearing course). Ukuran
maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm. Lataston Lapis Pondasi
(HRS-Base) mempunyai proporsi fraksi agregat kasar lebih besar daripada lataston
lapis permukaan (HRS-Wearing course). Campuran ini ditujukan untuk jalan dengan
lalu lintas rencana kurang dari 1.000.000. ESA. Untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan, maka campuran harus dirancang sampai memenuhi ketentuan yang
diberikan dalam spesifikasi.
Fungsi dari Hot Rolled Sheet (HRS) adalah sebagai lapis penutup untuk mencegah
masuknya air dari permukaan kedalam konstruksi perkerasan, sehingga dapat
40
mempertahankan kekuatan konstruksi sampai tingkat tertentu. Keistimewaan Hot
Rolled Sheet (HRS) yaitu mempunyai keawetan tinggi tetapi stabilitasnya rendah.
Spesifikasi Jalan dan Jembatan Bina Marga, membedakan antara HRS-WC dan HRS-
Base yang terletak pada rongga dalam agregat minimumnya, yaitu 18% pada HRS-WC
dan 17% pada HRS-Base, dan bila diuji dengan metode marshall harus memenuhi
persyaratan campuran seperti ditunjukkan pada Tabel
Salah satu hal yang cukup berpengaruh terhadap karakteristik HRS adalah rancangan
campuran, baik itu pada saat pencampuran, penghamparan, pemadatan, atau pada saat
pemanfaatannya. Suatu rancangan campuran dengan proporsi tertentu akan
menghasilkan karakteristik campuran tertentu pula. Karakteristik yang harus dimiliki
oleh campuran HRS-Base adalah :
41
air dan perubahan suhu maupun keausan akibat gesekan kendaraan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi durabilitas lapisan HRS - Base adalah:
1) Film atau selimut aspal. Film aspal yang tebal dapat menghasilkan lataston yang
berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadi bleeding yang tinggi.
2) VIM kecil sehingga hasil kedap air dan udara tidak masuk kedalam campuran
yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh.
3) VMA besar sehingga, film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil
serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadinya bleeding (pengumpulan aspal di
permukaan perkerasan) besar. Yang dimaksud dengan VIM (Void In Mix) adalah
pori dalam campuran yang telah dipadatkan atau banyaknya rongga udara yang ada
dalam campuran HRS. Sedangkan VMA (Void in Mix Agregate) adalah ruang
diantara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan
volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang cukup diserap agregat).
c. Fleksibilitas (kelenturan) Fleksibilitas adalah kemampuan lapisan untuk
mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalulintas berulang tanpa
timbulnya retak dan perubahan volume
d. Tahan Geser/kekerasan (Skid Resistance) Tahan geser adalah kekerasan yang
diberikan oleh perkerasan sehingga tidak mengalami slip, baik diwaktu hujan
atau basah maupun diwaktu kering, kekerasan dinyatakan dengan koefisien
gesek antar permukaan jalan dengan ban kendaraan.
e. Ketahanan terhadap kelelehan Ketahanan terhadap kelelehan adalah ketahanan
dari lapisan atas aspal beton (Lataston) dalam menerima beban berulang tanpa
terjadinya kelelehan yang berupa alur (Rutting) dan retak.
f. Kemudahan Pekerjaan (Workability) Yang dimaksud dengan kemudahan
pekerjaan adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan
sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang diharapkan.
Dalam pengujian karakteristik Hot Rolled Sheet – Base (HRS Base) dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui sifat-sifat dari campuran tersebut. Pengujian itu
antara lain dilakukan dengan: (1) uji stabilitas dengan alat uji Marshall; (2) uji
perendaman Marshall untuk indeks perendaman. Agar diperoleh karakteristik
campuran yang maksimal, maka harus dilakukan pengujian pada kondisi dimana
persentase aspal dari campuran adalah optimum. (Sukirman,1999).
42
11.2 Mix Design
11.2.1 Proporsi Aspal
Kadar aspal yang digunakan dalam campuran HRS-Base, dapat diperoleh melalui
perhitungan sebagai berikut :
Dimana :
Pb = 0,035(392)+0,045(98.995)+0,18(1,005) + 1 = 7,0029 % = 7 %
A%
Berat Aspal (gr) = × 1200gr
(100% − A%)
Keterangan :
A = Kadar Aspal
5 63.15
43
6 76.59
7 90.32
8 104.34
9 118.68
Setelah diketahui komposisi agregat dalam campuran serta kadar aspal, maka kita dapat
mengetahui komposisi total campuran yang akan digunakan pada campuran Hot Rolled
Sheet – Base (HRS-Base).
Tabel 11. 4 Bulk Spesific Gravity Agregat, Effctive Spesific Gravity Agregat dan Filler Semen
Komposisi
Spesific Gravity
Gradasi Agregat agregat
Bulk Semu Efektif (%)
a B c = (a+b) / 2 D
Agregat Kasar 2.68 2.71 2.70 55
Agregat Halus 2.51 2.55 2.52 39.5
Filler ( Semen) 3.09 5.5
100
Perhitungan Bulk Spesific Gravity Agregate :
100
= = 2,63
% Agregat Kasar % Agregat Halus % Filler
( + + )
BJ bulk Agregat kasar BJ bulk Agregat halus BJ Filler
100
= = 2,65
% Agregat Kasar % Agregat Halus % Filler
( + + )
BJ efektif Agregat kasar BJ effektif Agregat halus BJ Filler
44
11.2.3 Pembuatan Benda Uji HRS-Base Course
Pada campuran Hot Rolled Sheet – Base (HRS-Base) yang menggunakan filler semen
dibuat 18 benda uji. Adapun langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut :
a. Masing-masing agregat dikeringkan sampai beratnya tetap pada suhu (105 ± 50)
°C. Setelah dingin, agregat disaringan menjad fraksi-fraksi yang dikehendaki,
dan ditimbang sesuai komosisi.
b. Mencampur semua agregat dan filler semen menjadi satu, kemudian dipanaskan
dalam panci pencampuran sampai suhu pencampuran 170°C. sementara itu
aspal juga dipanaskan pada tempat tersendiri dengan suhu 150 °C .
c. Menuangkan aspal kedalam agregat dengan berat yang telah ditentukan,
kemudian diaduk sampai homogen dan terlihat seluruh permukaan agregat
tertutup oleh aspal. Suhu pencampuran diusahakan tetap (160 °C), hal ini dapat
dikontrol dengan menggunakan termometer.
d. Campuran yang telah homogen, dipindahkan kedalam cetakan benda uji (mold)
yang telah dibersihkan dan pada alasnya diberi kertas saring terlebih dahulu.
Memindahkan campuran kedalam mold dengan menggunakan bantuan corong
aluminium yang diletakan diatas cetakan.
e. Selanjutnya campuran yang ada didalam mold tadi ditusuk-tusuk menggunakan
spatula sebanyak 15 kali pada bagian pinggir cetakan secara keliling dan 10 kali
pada bagian tengah. Kemudian diratakan permukaan campuran, kemudian
diletakkan kertas saring diatasnya.
f. Memadatkan campuran dengan menggunakan alat pemadat, pemadatan
dilakukan sebanyak 75 kali pada satu sisinya dan 75 kali pada sisi yang lainnya
(75 tumbukan untuk lalulintas berat ).
g. Setelah itu benda uji didinginkan didalam mold selama 2-3 jam pada suhu
ruang. Setelah dingin, benda uji dapat dikeluarkan dengan menggunakan alat
ejektor, lalu diletakkan diatas permukaan yang rata serta memberikan kode pada
benda uji dan diamkan selam 24 jam pada suhu ruang.
Campuran HRS-Base dalam penelitian ini menggunakan filler semen dan dibuat 18
benda uji, yagn dibuat berdasarkan standar Puslitbang Jalan dan Jembatan (2008).
Ada tiga tahap pengujian yang dilakukan dari metode Marshall Konvensional yaitu
45
melakukan pengukuran berat jenis, pengukuran stabilitas dan flow serta pengukuran
kerapatan dan analisa rongga
a. Merendam benda uji dalam bak perendaman (Water Bath) selama 30-40 menit
dengan suhu tetap (60 ± 1) oC.
b. Benda uji dikeluarkan dari bak perendaman dan diletakkan kedalam segmen
bawah kepala penekan dengan catatan bahwa waktu yang diperlukan dari saat
diangkatnya benda uji dari bak perendaman sampai tercapainya beban
maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.
c. Memasang segmen atas di atas benda uji dan diletakkan keseluruhannya dalam
mesin penguji.
d. Memasang arloji pengukuran pelelehan (Flow) pada kedudukannya di atas salah
satu batang penuntun dan diatur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol,
sementara selubung tangki arloji (Sleeve) dipegang teguh terhadap segmen atas
kepala penekan.
e. Menaikkan kepala penekan beserta benda ujinya sehingga menyentuh alas
cincin penguji, sebelum pembebanan diberikan.
f. Mengatur jarum arloji tekan pada kedudukan angka nol.
g. Memberikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar 50 mm
per menit sampai Stabilitas dicapai.
h. Mencatat nilai pelelehan (Flow) yang ditunjukkan oleh jarum arloji pengukur
pelelehan pada saat pembebanan maksimum tercapai.
i. Setelah itu dari data-data diatas dipakai untuk mencari kadar aspal optimum dan
selanjutnya digunakan pada uji Marshall Immersion dengan 3 benda uji, dengan
perendaman selama 24 jam.
46
Material : Batu Pecah
Tabel 11. 5 Hasil Analisa Saringan Agregat Kasar
Berat Tertahan Kumulatif Tertahan Persen Total
Persen Lolos (%)
No. Saringan (Gram) (Gram) Tertahan (%)
I II I II I II I II
1‟‟ 0 0 0 0 0 0 00 00
3/4" 271 30 271 30 .84 .2 .16 8.8
1/2" 280 355 551 385 .04 5.4 .96 4.6
3/8" 536 744 2087 2129 83.48 85.16 16.52 14.84
No.8 413 371 2500 2500 100 100 0 0
No.30 0 0 2500 2500 100 100 0 0
No.50 0 0 2500 2500 100 100 0 0
No.200 0 0 2500 2500 100 100 0 0
PAN 0 0 2500 2500 100 100 0 0
47
Gambar 11. 1 Grafik Agregat Campuran Untuk Benda Uji 1
Tabel 11. 7 Hasil Pengujian Kekuatan Agregat Terhadap Tumbukan (Aggregate Impact
Value)
Spesifikasi Bina
Hasil Uji
Marga
Jenis Pemeriksaan Cara Pemeriksaan
Sampel
Min Maks
I II
Agregat terhadap
SNI 03-4426-1997 1,66 2,62
tumbukan - 30 %
Nilai Ketahanan Terhadap Tumbukan Rata-rata 2.14 %
Tabel diatas menunjukkan hasil pengujian kekuatan agregat terhadap tumbukan, dan
hasil uji sampel satu didapatkan 1,66 % dan sampel dua didapatkan 2,62 %, dan nilai
rata-rata yang didapatkan 2.14 %, sedangkan nilai batasan yang ditentukan oleh Bina
48
Marga adalah batasan maksimum yaitu 30%. Jadi dari nilai rata-rata yang didapatkan
dari hasil uji tersebut memenuhi syarat yang ditetapkan.
Pada pengujian keausan terdapat empat fraksi yaitu fraksi A,B,C dan D. Adapun
penentuan fraksi, tergantung pada banyaknya bola baja yang dimasukkan ke dalam
mesin Los Angeles, dengan batasan maksimal yang ditetapkan oleh Bina Marga adalah
40%. Jika diperhatikan dari hasil uji masing-masing fraksi, semuanya memenuhi
spesifikasi.
Tabel 11. 9 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
Hasil Uji Rata- Spesifikasi Bina
Rata Marga
Jenis Pemeriksaan Cara Pemeriksaan
Sampel
Min Maks
I & II
Berat Jenis Bulk 2,68 2.5 -
Berat Jenis SSD 2,69 2.5 -
SNI 03-1969-1990
Berat Jenis Semu 2,71 2.5 -
Penyerapan Air 0.35 - 3 %
Pada hasil pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar di atas, hasil uji rata-rata
semuanya masuk dalam spesifikasi. Ini dibuktikan dengan nilai batasan yang ditetapkan
Bina Marga untuk berat jenis dengan nilai minimum 2,5 %, dan untuk penyerapan
dengan nilai maksimum 3 %.
49
11.3.5 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
Tabel 11. 10 Hasil Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
Hasil Uji Rata- Spesifikasi Bina
Rata Marga
Jenis Pemeriksaan Cara Pemeriksaan
Sampel
Min Maks
I & II
Berat Jenis Bulk 2,51 2.5 -
Berat Jenis SSD 2,525 2.5 -
SNI 03-1970-1990
Berat Jenis Semu 2,55 2.5 -
Penyerapan Air 0,65 - 3 %
Spesifikasi Bina Marga tidak mencantumkan nilai batasan untuk berat jenis dan
penyerapan terhadap agregat halus sebab agregat halus yang diuji merupakan pecahan
dari agregat kasar (pecahan induk) maka nilai batasan minimum dan maksimum
mengikuti nilai batasan untuk agregat dari terak dan dari hasil uji diatas, berat jenis
maupun penyerapan semua masuk dalam batasan yang ditentukan.
11.3.7 Hasil Pengujian Karakteristik Campuran Hot Rolled Sheet – Base (HRS – Base)
50
a. Analisa terhadap VIM (Void in Mix)
Standar VIM dari Puslitbang Jalan dan Jembatan (2011) nilai minimumnya 3% dan
maksimum adalah 6%. Nilai VIM yang didapatkan untuk campuran HRS Base,
pada kadar aspal 5% sampai 8% memenuhi standar yang ditetapkan, sedangkan
kadar aspal 9% tidak memenuhi standar. Hal ini disebabkan, semakin banyak aspal
maka rongga dalam campuran makin kecil pula.
51
maupun bleeding (pengumpulan aspal di permukaan perkerasan) yang dinyatakan
dalam satuan berat (kilogram). Dari hasil pengujian di laboratorium diperoleh nilai
stabilitas seperti tabel berikut :
Tabel 11. 13 Nilai Stabilitas dari Hasil Pengujian Karakteristik Marshall HRS – Base
Kadar Aspal (%) 5% 6% 7% 8% 9%
Standar Puslitbang Jalan dan Jembatan (2011), nilai stabilitas minimum adalah 800
kg, sedangkan nilai yang didapat dari hasil pengujian di laboratorium bervariasi.
Nilai stabilitas tersebut memperlihatkan kenaikan pada kadar aspal 5% sampai pada
kadar aspal 7%, dan mengalami penurunan pada kadar aspal 8% dan 9%. Hal ini
disebabkan karena makin besar kadar aspalnya maka nilai stabilitasnya akan
semakin besar pula, tetapi jika kadar aspal itu terlalu banyak maka akan
menurunkan nilai stabilitas campuran HRS-Base tersebut. Aspal akan menyelimuti
dan merekatkan agregat dengan baik pada jumlah tertentu, sehingga stabilitasnya
maksimum. Tetapi jika aspal bertambah lagi maka selaput aspal pada permukaan
agregat menjadi tebal sehingga jarak antara agregat semakin renggang yang
menyebabkan interlocking (kuncian) antara agregat menjadi jelek dan
menyebabkan stabilitasnya menurun.
Flow adalah besarnya perubahan bentuk plastis suatu benda uji campuran beraspal
yang terjadi akibat suatu beban sampai batas keruntuhan, dinyatakan dalam satuan
panjang.hasil pengujian di laboratorium diperoleh nilai flow seperti tabel berikut :
52
Tabel 11. 14 Nilai Flow dari Hasil Pengujian Karakteristik Marshall HRS –Base
Standar Puslitbang Jalan dan Jembatan (2011) yaitu nilai minimumnya adalah 3,0
mm. Nilai-nilai flow di atas semuanya memenuhi standar tersebut. Bila
diperhatikan nilai flow diatas sangat bervariasi dan jika kita lihat mulai dari kadar
aspal 7%-9% nilai flow semakin besar karena semakin bertambah aspal maka
selimut aspal atau selaput aspal pada permukaan agregat semakin tebal yang
menyebabkan nilai kelenturan (flow) bertambah besar.
Tabel 11. 15 Nilai MQ dari Hasil Pengujian Karakteristik Marshall HRS – Base
53
Kadar Aspal (%) 5% 6% 7% 8% 9%
Hasil nilai MQ, terlihat hasil yang sangat bervariasi, yaitu mengalami kenaikan
pada kadar 5 % sampai pada kadar aspal 7% dan kembali mengalami penurunan
pada kadar aspal 8% dan 9%. Namun demikian nilai MQ diatas, pada kadar aspal
5% sampai 8% memenuhi standar Puslitbang jalan dan jembatan (2008) yang
menetapkan nilai MQ untuk lalu lintas berat minimal 250 kg/mm
Tabel 11. 16 Nilai VMA dari Hasil Pengujian Karakteristik Marshall HRS – Base
Jika dibandingkan standar Puslitbang Jalan dan Jembatan (2011), nilai VMA untuk
campuran HRS-Base yang ditetapkan yaitu minimum 17%, maka nilai yang di dapat
dari hasil pengujian dilaboratorium masuk dalam standar yang
ditetapkan/disyaratkan.
54
Marshall immersion adalah salah satu pengujian untuk melihat durabilitas
(ketahanan terhadap beban dan pengaruh suhu) atau keawetan suatu campuran, hasil
dari pengujian ini adalah rasio stabilitas. Rasio tersebut dibandingkan dengan
stabilitas dari benda uji marshall setelah direndam dalam suhu 60o C dalam
waterbath selama 24 jam terhadap stabilitas benda uji marshall dengan 30 menit,
yang biasa disebut indeks perendaman (IP) atau indeks kekuatan sisa (IKS).
Indeks Perendaman (Marshall Immertion)
Stabilitas Marshall Immertion 810.07
IP = × 100% = × 100% = 83.65 %
Stabilitas Marshall Konvensional 810.07
IP = 83,65% ≥ 75 %
Dari hasil pengujian Marshall Immertion diperoleh indeks perendaman sebesar
83.65%. Nilai indeks perendaman ini telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh
Bina Marga yaitu ≥ 75 %. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa
perkerasan jalan yang menggunakan Agregat Batu Kapur Tinoring sebagai Agregat
dalam campuran HRS-Base dapat tahan terhadap suhu dan lamanya perendaman
air.
55
BAB XII
PENUTUP
12.1 Kesimpulan
Kekuatan agregat terhadap tumbukan sebesar 2,14%, dimana standar maksimum adalah
30%; Abrasi Los Angeles fraksi A, B, C dan D masing-masing adalah 20,36%, 15,44%, 13,28
% dan 14,8% sementara standar maksimum 40%; Berat Jenis (BJ) Bulk, BJ SSD dan BJ semu
adalah 2,68%, 2,69%, 2,71% sementara standar nilai minimum adalah 2,5%; Penyerapan air
0,35% sementara standar maksimum 3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa batu kapur
Tinoring memenuhi standar sebagai agregat kasar campuran aspal HRS-Base. Jika
dibandingkan dengan standar campuran aspal Puslitbang Jalan dan Jembatan (2011), maka
Karakteristik HRS-Base dengan agregat kasar batu kapur yang memenuhi syarat adalah
campuran dengan kadar aspal adalah 5%, 6 %, 7% dan 8% dengan kadar aspal optimum 7 %.
56
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011, Modul Pengujian dan Perencanaan Campuran Beraspal, Puslitbang Jalan dan
Jembatan, Bandung.
Anonim, 1991, Metode Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall, SNI 06- 2489-1991.
Anonim, 1987, Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Aspal Beton (Laston) untuk Jalan Raya,
Departemen Pekerjaan Umum Bina Marga, Jakarta.
Tm, Suprapto, 2004, Bahan dan Struktur Jalan Raya, Penerbit UGM, Yogyakarta
57