Anda di halaman 1dari 121

TEORI DAN PRAKTIK DAKWAH

Penulis:
Prof. Dr. Abdul Pirol, M.Ag.

Dr. Masmuddin, M.Ag.

Dr. Effendi P., M.Sos.I.

Sudirman, S.Ag., M.Pd.


Editor

Mustafa, S.Pd.I., M.Pd.I.

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.


Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan
Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini
dengan judul "Teori dan Praktik Dakwah".
Buku ini merupakan kumpulan pengetahuan dan
pengalaman dari para ulama, dai, dan aktivis dakwah yang telah
memberikan kontribusi besar dalam menyebarkan ajaran Islam.
Buku ini bertujuan untuk menjadi pedoman bagi para calon dai
dan para pelaku dakwah dalam memahami esensi dakwah,
sejarahnya, serta teknik dan kompetensi yang dibutuhkan dalam
berdakwah dengan baik dan benar.
Di dalam buku ini, pembaca akan dibawa dalam sebuah
perjalanan untuk memahami dakwah pada masa Rasulullah, masa
khalifah, dan masa dinasti Islam. Selain itu, akan dijelaskan
tentang arti dan hakikat dakwah, tujuan dakwah, serta bentuk-
bentuk dakwah yang dapat diaplikasikan dalam berbagai situasi
dan kondisi.
Bab-bab selanjutnya mengupas mengenai proses
komunikasi dalam dakwah, peran retorika dalam menyampaikan
dakwah dengan efektif, dan pentingnya etika dalam berdakwah.
Pembaca juga akan diperkenalkan pada pengembangan bahasa
dakwah dan bagaimana dakwah dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari untuk memberikan manfaat dan
keuntungan bagi masyarakat.
Dalam penyusunan buku ini, penulis menyadari bahwa
dakwah sebagai amanah agung memerlukan pemahaman yang
mendalam dan pendekatan yang tepat. Oleh karena itu, buku ini
diharapkan dapat menjadi panduan yang berharga bagi para
pembaca dalam menjalankan dakwah sebagai sarana

ii
mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berkontribusi untuk
kebaikan umat.
Semoga buku ini bermanfaat dan dapat menjadi inspirasi
bagi para dai dan para pelaku dakwah dalam mengemban
amanah dakwah dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan.

Wassalamualaikum wr. wb.

Palopo, Agustus 2013

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
BAB I SEJARAH DAKWAH............................................................................1
A. Dakwah pada Masa Rasulullah.....................................................1
B. Dakwah pada Masa Khalifah..........................................................9
C. Dakwah pada Masa Dinasti Islam.............................................12
D. Latihan soal........................................................................................16
BAB II ARTI DAN HAKIKAT DAKWAH.................................................17
A. Pengertian dakwah.........................................................................17
B. Tujuan Dakwah.................................................................................21
C. Bentuk-bentuk Dakwah................................................................27
D. Latihan Soal........................................................................................32
BAB III DAKWAH SEBAGAI PROSES KOMUNIKASI........................33
A. Bentuk-bentuk Proses Komunikasi.........................................33
B. Dakwah sebagai Proses Komunikasi.......................................42
C. Latihan soal........................................................................................49
BAB IV RETORIKA DAKWAH...................................................................50
A. Pengertian dan Prinsip Retorika...............................................50
B. Ruang Lingkup Retorika...............................................................53
C. Hubungan retorika dengan dakwah........................................55
D. Latihan soal........................................................................................60
BAB V KOMPETENSI DAI...........................................................................62
A. Pengertian Kompetensi Dai.........................................................62
B. Ruang Lingkup Kompetensi Dai................................................67
C. Latihan soal........................................................................................75
BAB VI ETIKA DAKWAH.............................................................................76
A. Pengertian Etika Dakwah.............................................................76
B. Bentuk-bentuk Etika Dakwah....................................................77
C. Sifat yang Harus Dimiliki Dai dalam Berdakwah...............80
D. Latihan soal........................................................................................88
BAB VII PENGEMBANGAN BAHASA DAKWAH................................90
iv
A. Pengertian bahasa dakwah.........................................................90
B. Pengembangan Materi Dakwah................................................94
C. Latihan Soal........................................................................................99
BAB VIII DAKWAH DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI...........101
A. Pengertian Dakwah dalam Kehidupan................................101
B. Manfaat dan Keuntungan Menguasai Teknik Dakwah
dalam Kehidupaan Sehari-hari........................................................103
C. Fungsi Dakwah dalam Kehidupan Sehari-hari.................105
D. Latihan soal......................................................................................111
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................113

v
BAB I
SEJARAH DAKWAH

A. Dakwah pada Masa Rasulullah


Selama hayatnya Nabi Muhammad saw berdakwah melalui
lima periode, yaitu periode dakwah rahasia, dakwah terbuka,
penindasan keagamaan, hijrah ke Yatsrib, dan periode menetap di
Madinah (Ilaihi & Polah, 2018).
1. Periode dakwah rahasia
Rasulullah saw memulai dakwahnya secara rahasia. Orang
yang mula-mula beriman dalam keluarganya adalah Khadijah dan
Ali bin Abi Thalib. Dakwah Rasul saw disambut pula oleh Zaid bin
Harisah (anak angkatnya) dan Ummu Aiman (ibu asuhnya). Di
luar ahli baitnya, orang yang mula-mula menerima dakwahnya
adalah Abu Bakar, kawan Rasul saw sebelum diutus oleh Allah
swt. Abu Bakar mendakwahkan Islam kepada orang-orang yang
ia percayai dari tokoh-tokoh Quraisy. Kelompok yang menyambut
dakwah Abu Bakar di antaranya adalah Usman bin Affan, Az-
Zubair bin Al-Awwam, Safiyah binti Abdil Muththalib,
Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Talhah bin
Abdillah.
Orang-orang yang lebih dahulu menerima Islam setelah
mereka adalah Suhaib al Rumi, ibu dan ayahnya bernama
Sumaiyah dan Yasir. Orang pertama yang termasuk lebih dahulu
masuk Islam adalah Abdullah bin Mas’ud, Abu Zar al-Gifari, Sa’id
bin al-Adawi, Fatimah binti al-Khattab, Ummul al-Fadli Lubabah
binti al-Haris, Abu Salamah bin Abdillah dan isterinya Salamah,
Usman bin Madhiun, serta saudaranya Qudamah dan Abdullah,
dan al-Arqam bin Abi al-Arqam al-Makhzumi yang rumahnya
dipakai tempat pengkaderan dakwah selama masa rahasia itu.
1
Termasuk juga Khalid bin Sa’id, dan setelah itu masuk pula
saudaranya, Amru bin Sa’id.
Dakwah rahasia tersebut berjalan selama tiga tahun, dan
jumlah pemeluk Islam mencapai 40 orang. Dari nama-nama
tersebut ada juga orang-orang terhormat suku Quraisy yang
menerima agama Islam. Sejumlah budak lebih memilih lapar,
derita, dan kesusahan mengikuti Nabi Muhammad saw padahal
sekiranya mereka tinggal bersama majikannya akan lebih tenang
dan tenteram. Selama itu Abu Bakar pun membeli sejumlah
budak dengan harga melebihi batas yang diminta tuannya, lalu
memerdekakannya.
2. Periode dakwah terbuka
Rasulullah memulai dakwahnya secara terang-terangan
setelah surat al-Hijr ayat 94 diturunkam. Sejak itu Rasul saw
mengganti dakwah rahasianya dengan dakwah terbuka. Rasul
saw. mengundang suku Quraisy dan orang-orang pun berkumpul
hendak mendengarkan apa yang akan dikatakannya. Peristiwa
tersebut berlangsung di atas bukit Shafa. Sejak itu khotbah Rasul
saw menjadi salah satu media dakwah.
Setelah seorang tunanetra yang bernama Abdullah bin
Ummi Maktum masuk Islam, suku Quraisy makin hebat menyakiti
orang-orang yang masuk Islam dengan maksud merintanginya,
agar mereka itu tidak menjadi pengikut Muhammad saw.
Sebagian orang lagi merasakan Nabi Muhammad saw telah
memberikan keterangan yang mengesankan, indah dalam lubuk
hatinya. Namun demikian, mereka takut mengutarakannya
kepada kaumnya.
3. Periode penindasan keagamaan
Ketika keganasan suku Quraisy tambah hebat menindas
para pengikutnya, Nabi Muhammad saw menasihati mereka agar
hijrah ke Abisinia. Berangkatlah mereka melakukan hijrah
pertama ke negeri itu, yakni sebanyak sepuluh orang laki-laki dan
lima orang perempuan.
2
Bersama Rasul saw tinggal sejumlah kecil saja dari
pengikut-pegikutnya. Saat itu pula Umar bin aL-Khattab masuk
Islam di rumah al-Arqam, sedangkan orang-orang yang hijrah ke
Abisinia pulang karena merasa tidak enak di negeri perantauan
itu, mereka jumlahnya makin sedikit.
Suku Quraisy melakukan penindasan dan siksaan terhadap
Rasul saw dan pengikut-pengikutnya. Namun, penindasan itu
tidak mengubah sikap orang-orang yang beriman. Suku Quraisy
pun melakukan pemboikotan. Piagam pemboikotan mereka
gantungkan di atas Ka’bah. Mereka tidak lagi melakukan jual beli,
dan kawin-mawin, serta memblokade sampainya bahan makanan
kepada kaun muslimin. Karena pemboikotan tersebut tampaknya
tidak menggoyahkan orang-orang yang memeluk Islam, lalu
mereka memikirkan untuk rujuk dari pemboikotan.
Rasul saw menyuruh sahabat-sahabatnya untuk hijrah lagi
ke Abisinia. Maka hijrahlah sebagian besar kaum muslimin yang
berjumlah 83 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Dengan
dipimpin Umar bin al-Ash, suku Quraisy mengirim utusannya
menghadap Negus agar menyerahkan orang-orang imigran
tersebut kepada mereka, namun Negus menolaknya.
Pada masa itu, istri Rasul saw Khadijah wafat, kemudian
disusul oleh paman beliau, Abu thalib. Suku Quraisy terus saja
menghina Rasul saw, maka Rasul pun pergi ke Thaif untuk minta
bantuan dari kabilah Tsaqif, namun kabilah tersebut tidak mau
menolongnya. Kemudian Rasul saw pulang, dan di tengah jalan
bertemu dengan seorang Nasrani yang bernama ‘Adas, yang
seketika itu juga memeluk Islam.
Di dalam periode ini pula telah datang Thufail bin Amr Al-
Dausi dari kabilah Daus, family Abu Hurairah kepada Rasul saw.
Ia menerima agama Islam dan Rasul pun memintanya agar
mendakwahi kaumnya sepulang dia ke kampungnya. Isra Miraj
terjadi di dalam masa ini. Rasul saw menceritakannya kepada

3
penduduk Mekah namun mereka mendustakannya serta
memandangnya sebagai sesuatu yang aneh sekali.
Karena suku Quraisy selalu menolak dakwahnya, Rasul
saw menawarkan agama Islam kepada para kabilah. Pada tahun
kesepuluh dari masa pengutusannya, Rasul saw menemui
sejumlah penduduk Yatsrib dari kabilah Khazraj saat musim haji.
Enam orang dari penduduk itu menerima Islam dan bersedia
membantu perjuangan Rasul saw. Tahun berikutnya datang pula
sebanyak 12 orang, sepuluh orang dari Khazraj dan dua orang
dari Aus. Maka terjadilah baiat pertama. Mereka telah mendengar
akan adanya kelahiran seorang Rasul baru yang akan membawa
agama baru, dari cerita orang-orang Yahudi yang tinggal di
Yatsrib. Tahun berikutnya lagi datang kepada Rasul saw sebanyak
73 orang, terdiri dari 62 orang Khazraj dan 11 orang dari Aus.
Maka terjadilah bai’at ‘aqabah kedua, dan mereka pun semuanya
menerima Islam.
4. Periode hijrah Rasul saw beserta kaum muslimin ke Yatsrib
Para pemimpin suku Quraisy merasa sesak dada melihat
keteguhan orang-orang Islam, sehingga keganasannya makin
menjadi-jadi. Mereka pun berkumpul di Dar Nadwan dekat
Ka’bah, melakukan musyawarah dan mufakat untuk mengambil
tindakan terakhir. Mereka itu adalah Abu Sofyan, Abu Jahal, Abu
Lahab, Walid bin al-Mugirah, Nadhru bin A-Haris, Khalid bin al-
Walid, Hakam bin Abi al-Ash, dan para pemuka lainnya. Sementar
itu Rasul saw menyuruh seluruh kaum muslimin hijrah ke
Madinah (Yatsrib).
Dalam rapatnya, suku Quraisy mempertimbangkan untuk
menghukum Muhammad saw, sebab para pelindungnya sudah
tidak ada lagi, Khadijah sudah meninggal, begitu pula pamannya,
Abu Thalib. Macam-macam usul yang diajukan dalam rapat itu,
dan akhirnya mereka sepakat untuk memilih seorang pemuda
yang bisa mewakilinya dari tiap kabilah. Semua pemuda itu diberi
tugas untuk bersama-sama membunuh Nabi Muhammad saw,
4
dan darahnya harus dibagikan ke semua kabilah bangsa Arab,
sehingga –dengan demikian- mereka akan aman dari tuntutan
pembelaaannya. Saat itu kaum muslimin mulai berangsur-angsur
hijrah menuju Madinah, hanya Abu Bakar, Ali, Shuhaib, dan Zaid
ibnu Harisah beserta sejumlah kaum lemah saja yang tinggal di
Makkah.
Adapun para pemuda yang ditugasi membunuh Rasul saw
adalah Uqbal bin Abi Mu’idh mewakili bani Abdi Syamsi; Umaiyah
bin Khalaf mewakili semua kabilah; Nadhru bin al-Haris mewakili
bani Abdi Al-Dar; dan Abu Jahal mewakili bani Hasyim. Mereka
inilah yang akan bersama-sama membunuh Muhammad saw
sekaligus. Mereka harus hadir pada suatu malam yang telah
ditetapkan untuk melakukan pembunuhan yang dimaksud. Maka
pada malam tersebut mereka pun pergi dan mengepung rumah
Rasul saw dari segala penjuru. Namun, Allah swt menghancurkan
komplotan mereka, sehingga rencananya gagal total.
Pada malam itu Allah swt menyuruh Rasul saw ke luar dari
rumahnya dan pergi dengan sahabatnya, Abu Bakar. Awalnya
mereka bersembunyi di Gua Tsur untuk menghilangkan jejak dari
suku Quraisy. Kemudian meneruskan perjalanan ke Yatsrib
melalui sebuah jalan bersama seorang pemandu. Menjelang
masuk ke wilayah Yatsrib, Rasul saw disambut dengan meriah
melalui suatu nyanyian selamat datang yang dibawakan oleh para
penduduk Yatsrib yang telah disiapkan menanti kedatangan
Rasul saw.
5. Periode Menetap di Madinah
Sebenarnya hijrah itu sendiri merupakan suatu media
pemberitaan Islam. Peristiwa tersebut telah membuat penduduk
Makkah merasakan sesuatu yang sangat mendalam. Di balik
hijrahnya kaum muslimin yang meninggalkan harta, keluarga,
dan tanah air mereka, sudah tentu mengandung kebenaran yang
diimani para Muhajirin tersebut. Di Madinah, Rasul saw mulai
membangun mesjid Quba’. Kemudian Rasul saw melanjutkan
5
perjalanannya sampai di wilayah Bani Salim tepat pada hari
Jumat. Di sana beliau melakukan shalat Jumat, dan di situlah
beliau melaksanakan Jumat pertama, sekaligus memberikan
khotbah Jumat pertama.
Selain hal tersebut di atas, Rasul saw pun mengadakan
persaudaraan di antar kaum Muhajirin dan Anshar. Di Madinah
pula Rasul saw membuat suatu piagam yang bisa disamakan
dengan sebuah konstitusi. Isinya antara lain bahwa penduduk
Madinah hidup rukun, di mana terdapat suku-suku Khazraj, Aus,
kaum Muhajirin, dan orang-orang Yahudi. Begitu pula dengan
para kabilah Arab yang berdekatan dengan Madinah, Rasul saw
mengadakan ikatan kasih sayang.
Dalam periode Madinah pula Rasul saw mengadakan
“perlindungan dakwah”, yang dianggapnya perlu ada dalam
keadaan perang, seperti adanya pengintai dan mata-mata, atau
intelejen. Rasul saw pun membentuk angkatan perang kaum
muslimin untuk maksud mengadakan “perlindungan dakwah” itu.
Kemudian mengirim utusan-utusan kepada para raja dan
pembesar di negeri Arab serta negeri-negeri lain di sekitarnya.
Pengiriman para utusan tersebut merupakan “diploma
keagamaan” yang dirintis Rasul saw. Selain itu, beliau pun
mengutus para guru, ahli agama, dan qurra’, yang ditugasi
mengajarkan agama Islam kepada para kabilah Arab yang
memerlukannya.
Selama di Madinah, sangat banyak pekerjaan Rasul saw,
selain mengirimkan para utusan, mengadakan diplomasi
keagamaan, beliau juga menerima utusan-utusan yang datang
menghadap beliau, baik dari bangsa Arab, atau bukan. Akhirnya
di dalam periode ini pula Rasul saw melakukan “peperangan bela
diri” dan “perlindungan dakwah”.
Selain lima periode yang telah disebutkan, terdapat juga
pembagian periode dakwah berdasarkan tempat Makkah dan
Madinah.
6
1. Pada masa Makkah
Menurut ahli sejarah, dakwah zaman Makkah dibagi
kepada empat periode, yaitu:
a. Periode rumah tangga
Periode pertama ini, yang dinamakan periode rumah
tangga berlalu tiga tahun lamanya, di mana dalam masa itu
Rasulullah saw menjalankan dakwahnya dengan diam-diam,
hanya dengan memberi pelajaran dan petunjuk, mengusahakan
agar para pengikutnya konsisten atau loyal dan istikamah dengan
jalan memberi pelajaran baik yang memuaskan.
Dalam periode yang pertama ini, Rasulullah menjadikan
rumah Arqam bin Abi Arqam menjadi markas dakwah dalam
rahasia, rumah yang terletak di atas Bukit Safa. Rasulullah saw.
menjalankan dakwah dalam rumah ini, dipandang sebagai
periode yang sangat penting dalam sejarah dakwah, sehingga
banyak kaum Muslimin yang masuk Islam di hari-hari itu.
Rasulullah mengembangkan dakwahnya dari Darul Arqam, dan
periode ini dinamakan periode dakwah pribadi, karena
Rasulullah saw mendakwahi mereka itu, seorang demi seorang.
Dakwah yang sempit karena hanya berjalan tiga tahun, kemudian
berpindah ke daerah yang lebih luas dan lebih umum, yaitu:
dakwah secara terang-terangan di luar rumah Arqam, Rasulullah
saw menyebarkan ajaran Islam secara terbuka kepada
masyarakat Quraisy sehingga jangkauannya lebih luas.
b. Periode keluarga
Dalam periode ini, Allah swt menyuruh Rasulullah saw
menyampaikan dakwah kepada keluarganya yang terdekat
terlebih dahulu, dan tidak menghiraukan ancaman dan
penghinaan musyrik Quraisy.
Setelah datang perintah Allah swt itu, maka naiklah
Muhammad saw ke Bukit Safa, seraya menyeru: "Wahai kaum
Quraisy!" Maka berkumpullah mereka di Bukit Safa. Kemudian
Rasulullah saw berdakwah agar mereka masuk Islam. Di antara
7
mereka ada yang menerima dakwah itu, dan kebanyakan mereka
menolak, bahkan mengejek dan mengancam lagi. Walaupun
demikian, semangat Muhammad saw tidak menjadi lemah,
bahkan tambah membaja, sehingga berpindahlah dakwahnya dari
periode keluarga ke periode ketiga, yaitu periode konfrontasi.
c. Periode konfrontasi
Dalam masa periode konfrontasi ini, Rasulullah saw
berdakwah dengan terus terang, dengan blak-blakan tanpa
menghiraukan penghinaan dan ancaman. Nabi saw keluar
menjalankan dakwahnya ke segala tempat; ke Ka'bah, ke tempat-
tempat orang Quraisy berkumpul, pada musim hari raya, bahkan
pada segala kesempatan, mengajak mereka memeluk agama Allah
swt, agama tauhid. Maka berkembanglah dakwah Rasulullah saw
dan banyaklah pengikutnya, sehingga menyebabkan kaum
Quraisy mulai bertindak keras dan kejam.
d. Periode kekuatan
Pada akhir periode ketiga, yaitu dalam tahun kedelapan
Hijriah, masuklah ke dalam Islam, Hamzah dan Umar bin Khattab,
keduanya adalah pahlawan-pahlawan Quraisy sehingga dengan
sebab masuknya mereka ke dalam Islam, barisan kaum Muslimin
menjadi kuat dan masuklah dakwah Islam ke dalam periode
keempat yaitu periode kekuatan. Dalam permulaan periode
keempat ini, yaitu dalam tahun kedelapan Hijriah, kaum Muslimin
untuk pertama kali melakukan ibadah shalat dengan terang-
terangan dalam Ka'bah, sedangkan sebelum itu mereka
melakukan shalat dengan sembunyi-sembunyi.
2. Pada masa Madinah
Dakwah Islamiah dalam zaman Madinah telah membuat
sejarah yang tersendiri, sebagai lanjutan dari zaman Makkah.
Dalam zaman Madinah ini, dakwah Islamiah telah membentuk
dirinya menjadi satu kekuatan nyata yang hebat sekali, di mana
kaum Muslimin di bawah pimpinan juru dakwah agung

8
Muhammad merupakan tentara Allah swt yang melaksanakan
dakwah Islamiah dalam arti seluas kata.
Dalam zaman Madinah banyak sekali terjadi peristiwa
penting dalam perjalanan dakwah Islamiah, yang sebagian di
antaranya saya nukilkan di bawah ini (Dahlan, 2018).

B. Dakwah pada Masa Khalifah


Setelah Rasulullah saw wafat, dakwah Islamiah
menghadapi berbagai masalah berat dan besar, dan itulah yang
harus ditangani oleh Khulafaur Rasyidin, yaitu: Abu Bakar, Umar,
Usman, dan Ali (al-Azizi, 2017). Tantangan-tantangan berat dan
besar yang harus dihadapi dakwah Islamiah antara lain yaitu:
1. Munculnya para bandit yang menamakan dirinya nabi.
2. Membangkangnya segolongan orang yang masih tipis
imannya, mereka menentang zakat.
3. Masyarakat Islam tambah meluas, sehingga membutuhkan
pembinaan lebih lanjut.
4. Perluasan wilayah dakwah Islamiah ke daerah-daerah
Kerajaan Romawi Timur dan Kerajaan Persia, yang telah
dimulai Rasulullah dengan penguasaan Tabuk harus
dilanjutkan.
5. Terjadinya peristiwa-peristiwa berdarah dalam tubuh
masyarakat Islam sendiri pada bagian kedua dari masa
Khulafaur Rasyidin.
6. Bahaya Yahudi yang walaupun telah mengundurkan diri
dari Madinah dan sekitarnya, masih merupakan bahaya
yang mengancam jalannya dakwah Islamiah.
Garis Politik Khulafaur Rasyidin
Sebagai pendukung amanah Allah swt, Khulafaur Rasyidin
haruslah meletakkan satu garis politik yang sejalan dengan ajaran
Allah swt. Mereka harus melanjutkan garis politik yang telah
dijalankan Rasulullah saw. Setelah Khulafaur Rasyidin dilantik
menjadi khalifah, selalu dikeluarkan sebuah pernyataan politik

9
dengan sebuah pidato, yang menjelaskan garis-garis politik dan
kebijaksanaan yang akan dijalankannya.
1. Abu Bakar ra.
Setelah baiat pelantikan, Khalifah Abu Bakar ra terus
mengucapkan sebuah pidato pelantikan yang bernas, yang
menggariskan kebijaksanaannya dalam memimpin umat Islam,
yang setelah memuji Allah swt dan mengucapkan shalawat
kepada Rasulullah saw antara lain khotbah bai'at beliau berbunyi:
Wahai manusia!
Aku telah diangkat menjadi Khalifah tuan-tuan, padahal aku
tidaklah lebih baik daripada tuan-tuan. Kalau aku berbuat
baik, bantulah aku; sebaliknya kalau aku menyeleweng,
luruskan kembali jalanku.
Kebenaran adalah amanah, dan kedustaan adalah khianat.
Orang lemah di antara kamu adalah kuat di sisiku sehingga
haknya kukembalikan kepadanya; dan orang kuat di antara
kamu adalah lemah di sisiku sehingga kuambil kembali
darinya hak orang yang dirampasnya, insya Allah! Janganlah
seseorang pun di antara kamu meninggalkan jihad, karena
sesuatu kaum yang meninggalkan jihad, Allah akan
menimpakan kehinaan kepada mereka.
Taatlah kepadaku selama aku menaati Allah; apabila aku
mendurhakai Allah, kewajiban taatmu kepadaku tidak ada
lagi.
Tunaikanlah shalatmu, niscaya Allah akan memberi rahmat
kepadamu!!
Pidato singkat ini telah membentangkan dengan jelas garis
politik yang akan dijalankannya. Dijelaskannya kewajiban dan
hak rakyat, di samping jaminan adanya kebebasan mengeluarkan
pendapat. Ditegaskannya bahwa kekuatan orang zalim tidak akan
dapat menghambatnya dalam menjalankan keadilan, dan
ketaatan kepada Allah swt adalah syarat dari kepatuhan rakyat.
2. Umar bin Khattab ra.
Selesai pelantikannya menjadi Khalifah, setelah wafat Abu
Bakar ra, maka dalam pidato yang amat singkat Umar ra, telah

10
membentangkan garis kebijaksanaannya yang mempunyai daya
jangkau sangat jauh, setelah memuji Allah swt dan
menshalawatkan Rasulullah, beliau menegaskan:
Sesungguhnya orang Arab laksana unta jinak yang patuh
mengikuti penggembalanya. Karena itu, pengembala
hendaklah memerhatikan, ke mana hendak dibawa untanya
itu.
Adapun aku, demi Tuhan Ka'bah, aku akan membawa
mereka di atas jalan lurus.
Ini adalah satu garis kebijaksanaan yang sangat baik bagi
umat Islam di masanya, karena mereka sangat patuh. Apabila
diperintah dikerjakannya, dan apabila dilarang dihentikannya
Karena itu, tanggung jawab yang terletak atas kepala
pemimpinnya, yang berkewajiban membimbing ke jalan yang
benar.
3. Usman bin Affan ra.
Seperti halnya dengan dua khalifah terdahulu, Khalifah
Usman juga mengucapkan sebuah khotbah baiat setelah selesai
pelantikan, pidatonya membentangkan garis kebijaksanaannya,
setelah memuji Allah swt dan menshalawatkan Rasulullah saw
beliau menegaskan:
Sesungguhnya kita berada dalam sisa umur dunia. Karena
itu, bergegaslah mengerjakan kebaikan yang telah
ditakdirkan atasmu.
Kehadiranmu baik pagi ataupun petang dalam dunia yang
penuh dengan kepalsuan dan penipuan. Karena itu, jangan
sampai hendaknya kamu tertipu oleh kehidupan dunia,
sehingga kamu lupa kepada Allah.
Perhatikanlah sejarah orang masa lalu, kemudian waspada
dan jangan lupa karena sesungguhnya Allah swt tidak akan
melupakan kamu. Di mana sudah anak-anak manusia yang
mengutamakan dunia dan bergelimang dengan kesenangan
di dalamnya?
Bukankah mereka sudah tidak ada lagi?

11
Lemparkanlah dunia, seperti halnya Allah swt telah
melemparkannya dan tuntutlah akhirat, karena Allah swt telah
mengambil contoh perbandingan dengan firmannya:
Dan berilah kepada mereka perumpamaan, bahwa
kehidupan dunia itu laksana hujan yang Kami turunkan dari
langit, lantas tumbuh-tumbuhan di bumi menjadi subur,
selanjutnya menjadi kering diterbangkan angin. Allah Maha
Kuasa atas segala-galanya. Harta dan anak adalah perhiasan
kehidupan dunia, sedangkan amal saleh yang kekal adalah
lebih baik di sisi Tuhan engkau, bahkan harapan yang paling
baik. (QS Al-Kahfi/18: 45-46)
4. Ali bin Abi Thalib ra.
Setelah memuji Allah swt dan mengucapkan shalawat dan
salam kepada Rasul-Nya, Khalifah Ali ra menyampaikan garis
kebijaksanaannya selesai menerima pelantikan dalam sebuah
pidato, yang antara lain berbunyi:
Sesungguhnya Allah menurunkan Kitab penuntun, yang di
dalamnya dijelaskan kebaikan dan kejahatan. Karena itu,
ambillah kebaikan dan tinggalkanlah kejahatan.
Tunaikanlah kewajibanmu kepada Allah Swt., niscaya Allah
akan mengantarmu ke dalam surga.
Sesungguhnya Allah telah mengharamkan barang-barang
larangan dan mengutamakan kehormatan orang Islam atas
segala larangan, serta menguatkan mereka dengan tauhid
dan ikhlas.

C. Dakwah pada Masa Dinasti Islam


1. Masa Umayyah (41-123 H)
Dalam masa ini terjadi perluasan wilayah Islam yang
mencakup tiga medan, yaitu:
a. Medan melawan kekuatan Romawi di Asia Minor, dan meluas
ke pengepungan Kustantiniyah serta beberapa pulau di laut
Tengah
b. Medan utara Afrika meluas sampai ke laut Atlantik, kemudian
menyeberangi Selat Gibyaltar dan meluas ke Azbania

12
c. Medan timur, dari Irak kemudan bercabang dua. Satu cabang
menuju ke utara ke daerah-daerah antara Amu Darya dan Syz
Darya, dan satu cabang lagi ke selatan mencapai negeri Siud.
Umar bin Abdil Aziz merupakan seorang Khalifah
Umayyah yang saleh. Usahanya di bidang dakwah Islamiah antara
lain menghentikan perang dengan non muslim atau dengan
orang-orang Islam yang melampau batas. Dia menggantikan
perang dengan mendakwahi kaum non muslim secara hikmah
dan pengajaran yang baik. Dengan orang-orang Islam yang
melampaui batas dan golongan Khawarij, ia melakukan semacam
dialog agar bisa menundukkan mereka melalui dalil-dalil yang
dikemukakannya hingga mereka mengalami kepuasan. Melalui
ilmu yang dikembangkannya dalam kegiatan dakwahnya itu,
Umar mengalami kesuksesan dalam dakwahnya.
Melalui ilmu dakwahnya itu pula raja-raja Sindi menjadi
masuk Islam, serta rakyat negerinya itu pun mengikuti jejak raja-
rajanya. Demikian pula kebanyakan orang Mesir, Syria, dan
Persia, yang mulanya tidak mau masuk Islam, pada masa Umar
bin Abdil Aziz mereka langsung memeluk agama Islam.
Sebelumnya, mereka memilih membayar jizyah, dan menjadi
orang zimmi saja. Sifat toleransi Umar bisa menarik mereka
kepada Islam. Oleh karena itu, masa Umar bin Abdil Aziz dikenal
dengan “masa Islamnya negeri-negeri taklukan”. Umar
meringankan beban kharaj (sepersepuluh hasil tanah garapan
yang harus dibayarkan kepada negara) yang dipungut dari orang
Nasrani, dan menghentikan pungutan jizyah dari orang-orang
Nasrani yang masuk Islam.
Sesudah masa Umayyah, terhentilah perluasan daerah
Islam. Daulah Abassiyah pun tidak bisa maju lagi setapak pun,
namun tidak berarti pergerakan Islam mandek. Silam terus
berjuang dan memperoleh kemenangan melalui perjalanan
dakwah para dai dan pedagang.

13
Ahli sejarah menerangkan bahwa para gubernur masa
Umayyah menanti-nanti masa damai, kemudian bertindak
menyiarkan Islam di kalangan bangsa Bobar yang tinggal di
wilayah Utara Afrika. Umar bin Abdil Aziz merupakan orang yang
bersemangat untuk tujuan tersebut. Dia mengatur sepuluh orang
fuqaha dari angkatan tabi’in, guna menentang orang Bobar serta
mengajari mereka bahasa Arab dan agama Islam, para fuqaha itu
datang di Afrika tahun 100 H, kemudian mereka menyebar ke
seluruh penjuru wilayah tersebut. Hasil usaha mereka sukses
besar. Orang-orang menyambut agama Islam dengan senang hati
dan sukarela, mereka juga merasakan nyamannya Islam, sehingga
sejumlah besar mereka menjadi orang-orang cerdas dalam
agama.
2. Masa Abbasiyah (132-656 H)
Masa Abbasiyah pertama (132-232 H) merupakan masa
renaisans ilmiah. Dalam masa ini terjadi penyusunan dan
penulisan kitab-kitab, pengaturan ilmu-ilmu Islam yang disebut
juga al-Ulumil Naqliyah, dan penerjemahan dari bahasa asing.
Tahap terendah dalam menyusun dan menulis kitab ialah
mencatat pemikiran atau hadis dan sebagainya pada lembaran
kertas yang tersendiri. Tahap pertengahan adalah membukukan
pemikiran-pemikiran yang sama, atau hadis Rasul saw dalam satu
buku (dewan). Maka terkumpullah hukum-hukum fikih dalam
satu buku, atau sekumpulan hadis, atau berita-berita sejarah, dan
sebagainya.
Tahap tertinggi lebih teliti lagi dalam membukukannya.
Penyusunan lebih teratur, berdasarkan bab dan pasal-pasal
tertentu. Di antaranya al-Muwaththa’ karya Imam Malik yang
merupakan kitab hadis tertua yang dibukukan pada masa itu,
tepatnya pada masa Khalifah Al-Mansur.
Dalam hal pengaturan ilmu-ilmu Islam, lahir tafsir al-
Quran, yang dipisahkan dari hadis. Pada masa ini, para imam fikih
pendiri mazhab menyusun kitabnya. Mereka itu adalah Abu
14
Hanifah, Malik, al-Syafi’i, dan Ahmad bin Hambal. Pada saat itu
pula lahir ilmu nahwu dan ilmu tarikh. Sedangkan hadis menjadi
“ibu” bagi ilmu tafsir dan ilmu sirah.
Untuk penerjemahan dari bahasa asing, pada masa itu
dibangun Baitul Hikmah bagi para ahli pengetahuan, yang
berkumpul guna melakukan penerjemahan tersebut. Selain yang
berhubungan dengan ilmu pengetahuan, para khalifah masa itu
pun mempunyai hubungan diplomatik dengan raja-raja di Eropa.
Di antaranya al-Mansur dengan raja Tepin, al-Mahdi dengan
Charles Martel, dan Harun al-Rasyid dengan Charlemagne.
Berdasarkan hal itu, bisa diketahui bahwa agama Islam
telah mulai tersiar melalui ilmu pengetahuan, seperti tafsir dan
hadis. Dengan dibukukannya ilmu-ilmu itu, maka Islam menjadi
dikenal lebih luas di kalangan masyarakat muslim sendiri dan
juga nonmuslim. Islam pun tersiar melalui kitab-kitab fikih,
sehingga masyarakat pun mulai berkenalan dengan hukum-
hukum Islam. Melalui kitab-kitab tafsir, hadis, dan fikih, Islam pun
sampai ke pelosok-pelosok pada masa itu. Bahkan sampai juga ke
dalam sebagian masyarakat Barat.
Hubungan diplomatik juga mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan dakwah Islamiah. Walaupun raja-raja di Eropa
tidak memeluk Islam, namun mereka beserta rakyatnya sudah
mengenal Islam melalui utusan-utusan diplomatik dari para
khalifah Islam. Adapun perkembangan dakwah melalui kitab-
kitab tadi merupakan suatu pengetahuan tentang ilmu dakwah
masa itu. Begitu pula hubungan diplomatiknya, dan jangan lupa
pula pendidikan, tempat pengkaderan guru-guru serta para dai
masa itu. Pendidikan pada masa itu tampaknya amat maju,
sehingga pada tiap kota yang penting terdapat madrasah
(sekolah) yang berada dalam jaringan dan organisasi al-
Nidhamiyah. Namun demikian ilmu yang berhubungan dengan
kegiatan dakwah masa itu tampaknya belum dibakukan dan
belum dibukukan. Data empiris dari masa itu, kiranya dapat
15
diangkat untuk dijadikan bahan kajian tentang dakwah sebagai
ilmu pengetahuan (Amin, 2022).

D. Latihan soal
Kerjakan Soal Latihan Berikut:

1. Jelaskan peran penting dakwah dalam menyebarkan ajaran


Islam pada masa Rasulullah. Sertakan contoh nyata dari
peristiwa sejarah.
2. Bagaimana strategi dakwah yang digunakan oleh Rasulullah
dalam menyebarkan Islam di tengah masyarakat yang
mayoritas musyrik? Berikan contoh dari kisah perjuangan
beliau dalam menghadapi tantangan dakwah.
3. Bagaimana dakwah berperan dalam memperluas wilayah
kekuasaan pada masa khalifah? Berikan contoh konkretnya.
4. Apa saja faktor yang mendukung keberhasilan dakwah pada
masa khalifah dan bagaimana penerus Rasulullah, seperti
Khalifah Umar bin Khattab dan Uthman bin Affan,
melanjutkan misi dakwah dengan kesuksesan?
5. Bagaimana ambaran tentang perkembangan dakwah pada
masa dinasti Islam dan pengaruhnya dalam menciptakan
masyarakat yang berpegang teguh pada nilai-nilai Islam?
6.

16
BAB II
ARTI DAN HAKIKAT DAKWAH

A. Pengertian dakwah
1. Pengertian dakwah secara etimologi dan terminologi
Ditinjau dari segi bahasa "Da'wah" berarti: panggilan,
seruan atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa
Arab disebut mashdar. Sedangkan bentuk kata kerja (fi'il)nya
adalah berarti: memanggil, menyeru atau mengajak (Da'a, Yad'u,
Da'watan). Orang yang berdakwah biasa disebut dengan Da'i dan
orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi
disebut dengan Mad'u (Syamsuriah, 2020).
Dakwah secara bahasa mempunyai makna bermacam-
macam, yaitu:
a. ‫الن داء‬: memanggil dan menyeru, seperti dalam firman Allah
surat Yunus ayat 25:
‫َو الّٰل ُه َيْد ُعْٓو ِاىٰل َد اِر الَّس ٰلِم ۚ َو َيْه ِدْي َمْن َّيَش ۤا ِاىٰل ِص اٍط ُّم ْس َتِق ْيٍم‬
‫َر‬ ‫ُء‬
Terjemahnya:
Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga) dan
memberikan petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya
kepada jalan yang lurus (islam).
b. Menegaskan atau membela, baik terhadap yang benar ataupun
yang salah, yang positif ataupun negatif.
c. Suatu usaha berupa perkataan ataupun perbuatan untuk
menarik seseorang kepada suatu aliran atau agama tertentu.
d. Doa (permohonan), seperti dalam firman Allah:
… ۖ ‫ُأِج يُب َدْع َو َة ٱلَّداِع ِإَذا َدَعاِن‬
Terjemahnya:
….. Aku mengabulkan permohonan orang jika ia meminta
kepada-Ku …. (Q.S. Al-Baqarah/2: 186)

17
e. Meminta dan mengajak seperti ungkapan, da’a bi as-syai’ yang
artinya meminta dihidangkan atau didatangkan makanan atau
minuman.
Dalam pengertian istilah dakwah diartikan sebagai
berikut:
a. Muhammad Abu al-Futuh: dakwah adalah menyampaikan (at-
tabligh) dan menerangkan (al-bayan) apa yang telah dibawa
oleh Nabi Muhammad saw.
b. Muhammad al-Khaydar Husayn: dakwah adalah mengajak
kepada kebaikan (ma’ruf) dan melarang kepada kemungkaran
agar mendapat kebahagian dunia dan akhirat.
c. Ahmad Ghalwasy: dakwah sebagai pengetahuan yang dapat
memberikan segenap usaha yang bermacam-macam, yang
mengacu kepada upayah penyampaian ajaran islam kepada
seluruh manusia yang mencakup akidah, syariat, dan akhlak.
d. Abu Bakar Zakaria: dakwah sebagai kegiatan para ulama
dengan mengajarkan manusia apa yang baik bagi mereka
dalam kehidupan dunia dan akhirat menurut kemampuan
mereka.
e. Prof. Toha Yahya Oemar: dakwah Islam sebagai upaya
mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar
sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia
dan akhirat.
f. Syaikh Ali Makhfudz: dakwah Islam yaitu mendorong manusia
agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah),
menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari
kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
g. Hamzah Ya’qub: dakwah adalah mengajak umat manusia
dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk
Allah dan Rasul-Nya.
h. Prof. Dr. Hamka: dakwah adalah seruan panggilan untuk
menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi
18
positif dengan substansi terletak pada aktivitas yang
memerintahkan amar ma'ruf nahi mungkar.
i. Syaikh Abdullah Ba'alawi mengatakan bahwa dakwah adalah
mengajak membimbing, dan memimpin orang yang belum
mengerti atau sesat jalannya dari agama yang benar untuk
dialihkan ke jalan ketaatan kepada Allah, menyuruh mereka
berbuat baik dan melarang mereka berbuat buruk agar mereka
mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
j. Muhammad Natsir: dakwah mengandung arti kewajiban yang
menjadi tanggung jawab seorang muslim dalam amar ma'ruf
nahi mungkar.
k. Syaikh Muhammad Abduh: dakwah adalah menyeru kepada
kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah fardhu yang
diwajibkan kepada setiap muslim.
2. Istilah yang berhubungan dengan dakwah
Adapun istilah–istilah yang berhubngan dengan dakwah
adalah:
a. Mau’izah
Mau’izah ialah menasehati objek (manusia) dengan cara
menerangkan ajaran islam secara ringkas, polos dan dengan nada
yang mengharukan.
b. Tazkir
Tazkir adalah suatu bentuk dakwah dengan cara
memberikan peringatan dalam upaya penyegaran kembali.
c. Tabligh
Tabligh ialah menyampaikan ajaran islam kepada ummat
manusia agar mematuhi perintah Allah dan Rasul-Nya melalui
media, lisan dan tulisan.
d. Ta’lim dan tarbiyyah
Ta’lim (pengajaran) adalah memberikan ilmu kepada
manusia (ummat). Sedangkan yang dimaksud dengan tarbiyyah
(pendididkan) adalah dengan mendidik manusia dengan

19
pengetahuan yang telah diajarakan itu benar-benar mereka
menjadi sadar akan hakikat akidah dan syariah.
e. Khotbah
Khotbah adalah percakapan yang diucapkan dari
seseorang kepada jemaah dengan tujuan dapat member bekas
pada jiwa mereka dan melegekan mereka terhadap semua urusan
dan beberapa urusan.
f. Tabsyir dan Tandzir
Tabsyir adalah memberikan uraian keagamaan kepada
orang lain dengan cara membangkitkan rasa senang. Isi dari
berita-berita tersebut berupa menggembirakan orang yang
menerimanya, seperti berita tentang janji Allah swt. Istilah ini
sepadan dengan targhib, yaitu menerangkan ajaran agama yang
dapat menyenangkan hati dan dapat memberikan gairah orang
lain untuk melakukannya.
Kebalikan dari tabsyir adalah tandzir yaitu menyampaikan
uraian keagamaan kepada orang lain yang isinya peringatan atau
ancaman bagi orang-orang yang melanggar syariat Allah swt.
Tandzir diberikan dengan harapan orang yang menerimanya
tidak melakukan atau menghentikan perbuatan dosa. Istilah ini
sama dengan tarhib sebagai lawan dari targhib, yakni membuat
orang takut akan siksaan Allah swt jika ia melakukan perbuatan
dosa.
g. Al-Amr bi al-Ma’ruf
Al-Amr bi al-ma’ruf artinya memerintahkan kepada
kebaikan, yaitu kebaikan yang dimaksud adalah kebaikan yang
diperintahkan dalam ajaran Islam.
h. An-Nahy an al-Munkar
An-Nahy an al-munkar artinya melarang kepada perbuatan
yang munkar, yaitu perbuatan yang jahat atau perbuatan-
perbuatan yang dilarang oleh agama Islam.

20
i. An-Nashihah
An-Nashihah artinya memberi petunjuk yang baik, yaitu
tutur kata yang baik dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah.
Nasihat yang dimaksud adalah usaha memperbaiki tingkah laku
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat).
j. Al-Irsyad
Al-Irsyad adalah suatu upaya untuk mendorong manusia
agar mau mengikuti petunjuk dengan menyampaikan kebenaran
Islam, sekaligus larangan-laragannya sehingga menimbulkan
perbuatan manusia untuk mengikuti Islam.
k. Washiyyah
Washiyyah artinya memberi wasiat tentang kebenaran
(agama Islam). Wasiat di sini adalah wasiat-wasiat kebenaran
agama Islam.
l. Al-Jihad
Al-Jihad artinya berperang atau berjuang. Maksudnya
berjuang membela agama Allah swt. Jihad bukan saja dengan
berperang melawan musuh, namun segala perbuatan yang
bersifat mengadakan pembelaan, dan melestarikan ajaran Allah
swt dapat dikategorikan berjuang atau berjihad.
m. Al-Wa’id
Al-Wa’id adalah suatu upaya untuk menyampaikan tentang
kebenaran Islam yang mencakup janji dan ancaman. Sehingga
dengan upaya ini manusia menganut ajaran tersebut atau bahkan
memperjuangkannya

B. Tujuan Dakwah
Adapun tujuan dakwah, pada dasarnya dapat dibedakan
dalam dua macam tujuan, yaitu: tujuan umum dakwah (mayor
objective) dan tujuan khusus dakwah (minor objective) (Sunarto &
Sa’diyah, 2022).

21
1. Tujuan umum dakwah (mayor objective)
Tujuan utama dakwah adalah nilai-nilai atau hasil akhir
yang ingin dicapai atau diperoleh oleh keseluruhan aktivitas
dakwah. Untuk tercapainya tujuan utama inilah maka semua
penyusunan rencana dan tindakan dakwah harus mengarah
kesana.
Tujuan dakwah di atas masih bersifat global atau umum,
oleh karena itu masih juga memerlukan perumusan-perumusan
secara terperinci pada bagian lain. Sebab menurut anggapan
sementara ini tujuan dakwah yang utama itu menunjukkan
pengertian bahwa dakwah kepada seluruh umat, baik yang sudah
memeluk agama maupun yang masih dalam keadaan kafir atau
musyrik. Arti umat di sini menunjukkan pengertian seluruh alam.
Sedangkan yang berkewajiban berdakwah ke seluruh umat
adalah Rasulullah dan utusan-utusan yang lain.
Firman Allah:
‫ِم‬
‫َي َأ ُيَه ا الَّر ُس وُل َبَل َغ َم ا ُأن ِز َل ِإَلْي َك ن َّرِّب َك َو ِإن ْمَّل َتْف َع ْل َفَم ا َبَلْغَت ِر َس اَلَتُه‬
‫ِف‬ ‫ِد‬ ‫ِإ‬ ‫ِص ِم‬
‫َو الَّلُه َيْع ُم َك َن الَّناِس َّن الَّلَه اَل َيْه ى اْلَق ْو َم اْلَك ِر يَن‬
Terjemahnya:
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang tidak
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanatNya. Allah memelihara kamu dari (gangguan)
manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk bagi
orang yang kafir. (Q.S. Al-Maidah/5: 67)
Firman Allah:
‫ُقْل َيَأُّيَه ا الَّناُس ِإيِّن َرُس وُل الَّلِه ِإَلْيُك ْم ِمَج يًعا‬
Terjemahnya:
Katakanlah (Muhammad); wahai manusia, sesungguhnya
aku ini diutus Allah kepada kamu sekalian. (Q.S. Al-A’raf/7:
158)
Firman Allah:
22
‫ِل ِم‬
‫ َأْر َس ْلَناَك ِإاَّل َر َمْحًة ْلَعَل َني‬؅‫َو َم ا‬
Terjemahnya:
Dan tidaklah Kami utus engkau, melainkan jadi rahmat bagi
seluruh alam. (Q.S. Al-Anbiya/121: 107)
Allah bersifat rahman mengasihi makhluk-Nya di dunia,
mengutus rasul demi makhluk-Nya (manusia), pembawa kabar
bahagia dan ancaman, pembawa ajaran menuju ke jalan Allah swt
agar seluruh kaumnya dapat hidup bahagia sejahtera di dunia
maupun di akhirat. Akan tetapi, kadang banyak manusia yang
tidak menerima ajakannya.
2. Tujuan khusus dakwah (minor objective)
Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan dan
penjabaran dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini dimaksudkan
agar dalam pelaksanaan seluruh aktivitas dakwah dapat jelas
diketahui ke mana arahnya, ataupun jenis kegiatan apa yang
hendak dikerjakan, kepada siapa berdakwah, dengan cara apa,
bagaimana, dan sebagainya secara terperinci. Sehingga tidak
terjadi overlapping antar juru dakwah yang satu dengan lainnya
hanya karena masih umumnya tujuan yang hendak dicapai.
Proses dakwah untuk mencapai dan mewujudkan tujuan
utama, sangatlah luas cakupannya. Segenap aspek atau bidang
kehidupan tidak ada satu pun yang terlepas dari aktivitas
dakwah. Maka agar usaha atau aktivitas dakwah dalam setiap
bidang kehidupan itu dapat efektif, perlu ditetapkan dan
dirumuskan nila-nilai atau hasil-hasil apa yang harus dicapai oleh
aktivitas dakwah pada masing-masing aspek tersebut.
Tujuan khusus dakwah sebagai terjemahan dari tujuan
umum dakwah dapat disebutkan antara lain sebagai berikut.
a. Mengajak umat manusia yang telah memeluk agama Islam
untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah.

23
Dengan tujuan ini penerima dakwah diharapkan agar
senantiasa mengerjakan segala perintah Allah dan selalu
mencegah atau meninggalkan perkara yang dilarang-Nya:
Firman Allah:
‫ِن‬
‫َو َتَعاَو ُنوا َعَلى اْلِرَب َو الَّتْق َو ى َو اَل َتَعاَو ُنوا َعَلى اِإْلِمْث َو اْلُع ْد َو ا َو اَّتُق وا الَّل َه ِإَّن الَّل َه‬
‫َش ِد يُد اْلِعَق اِب‬
Terjemahnya:
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kewajiban dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya berat siksaannya (bagi orang
yang tolong menolong dalam kejahatan). (Q.S. Al-Maidah/5:
2)
Tujuan khusus dakwah (minor objective) ini secara
operasional dapat dibagi menjadi beberapa tujuan lebih khusus,
yakni
1) Menganjurkan dan menunjukkan perintah-perintah Allah.
Perintah Allah secara garis besar ada dua, yakni Islam dan
Iman.
2) Menunjukkan larangan-larangan Allah. Larangaan ini
meliputi larangan-larangan yang bersifat perbuatan
(amaliyyah) dan perkataan (qauliyyah).
3) Menunjukkan keuntungan-keuntungan bagi kaum yang mau
bertakwa kepada Allah.
4) Menunjukkan ancaman Allah bagi kaum yang ingkar
kepada-Nya.
b. Membina mental agama (Islam) bagi kaum yang masih mualaf.
Mualaf artinya orang yang baru masuk Islam atau masih
lemah keislaman dan keimanannya dikarenakan baru beriman.
Penanganan terhadap masyarakat yang masih mualaf jauh
berbeda dengan kaum yang sudah beriman kepada Allah

24
(berilmu agama), sehingga rumusan tujuannya tak sama. Artinya
disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan.
Sebagaimana tujuan khusus yang lain, pada bagian ini
dibagi pula beberapa tujuan yang lebih khusus, antara lain:
1) Menunjukkan bukti-bukti ke-Esaan Allah dengan beberapa
ciptaan-Nya.
2) Menunjukkan keuntungan bagi orang yang beriman dan
bertakwa kepada Allah.
3) Menunjukkan ancaman Allah bagi orang yang ingkar
kepada-Nya.
4) Menganjurkan untuk berbuat baik dan mencegah berbuat
kejahatan.
5) Mengajarkan syariat Allah berbuat dengan cara bijaksana.
6) Memberikan beberapa tauladan dan contoh yang baik
kepada mereka (mualaf).
c. Mengajak manusia agar beriman kepada Allah (memeluk
Agama Islam).
Tujuan ini berdasarkan atas firman Allah:
‫َيَأ ُيَه ا الَّناُس اْع ُبُد وا َر َّبُك ُم اَّلِذ ى َخ َلَق ُك ْم َو اَّلِذ يَن ِم ن َقْبِلُك ْم َلَعَّلُك ْم َتَّتُقوَن‬
Terjemahnya:
Hai sekalian manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa. (Q.S. Al-Baqara/2: 21)
d. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang
dari fitrahnya.
Anak-anak adalah penerus generasi masa depan. Mendidik
dan mengajar anak-anak adalah suatu amal nyata bagi masa
depan umat. Dalam al-Quran dan hadis telah disebutkan bahwa
manusia sejak lahir membawa fitrahnya yakni beragama Islam
(agama tauhid) sebagai manifestasi dari ajaran faith in the unity
of God.
Firman Allah:

25
‫َك ِللِّديِن ِنيًف ا ِفْط الَّلِه اَّليِت َفَط الَّنا َل ا اَل ِد ي َخِلْل ِق الَّلِه‬ ‫ِق‬
‫َر َس َع ْي َتْب َل‬ ‫َر َت‬ ‫َح‬ ‫َفَأ ْم َو ْجَه‬
‫َذِلَك الِّديُن اْلَق ِّيُم َو َلِكَّن َأْك َثَر الَّناِس اَل َيْع َلُم وَن‬
Terjemahnya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahuinya. (Q.S. Ar-Rû m/30: 30)
Rasulullah bersabda:
‫ُك ُّل ُلوٍد وَلُد َلى اْلِف ْط ِة َفأ ا ه اِنِه َأ َنِّص اِنِه َأ َمُيِّج اِنِه‬
‫َر َبَو ُه ُي ّو َد ْو ُي َر ْو َس‬ ‫َمْو ُي َع‬
Terjemahnya:
Setiap anak yang dilahirkan itu telah membawa fithrah
beragama (perasaan percaya kepada Allah), maka kedua
orangtualah yang menjadikan ia (anak tersebut) beragama
Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. Al- Baihaqi)
Kemudian tujuan ini bisa dijabarkan lagi menjadi beberapa
tujuan khusus atau lebih khusus lagi, yaitu
1) Menanamkan rasa keagamaan kepada anak
2) Memperkenalkan ajaran-ajaran Islam
3) Melatih untuk menjalankan ajaran-ajaran Islam
4) Membiasakan berakhlak mulia
5) Mengajarkan dan mengamalkan al-Quran
6) Berbakti kepada kedua orang tua
7) Aspek-aspek lain yang intinya mengajarkan ajaran Islam
kepada anak
Selain tujuan umum dan khusus, terdapat tujuan dakwah
vertikal dan tujuan dakwah horizontal.
1. Tujuan vertikal
Tujuan vertikal, yaitu tujuan dakwah kaitannya langsung
kepada Allah, atau untuk mendapatkan keridaan Allah.
Sebagaimana tercermin dalam:
b. Q.S. al-An’am/6: 162-163
26
c. Q.S. al-Qari’ah/101: 69
d. Q.S. al-Kahfi/18: 110
e. Q.S. Maryam/19: 6
f. Q.S. al-Fajr/89: 27-30
g. Q.S. al-Lail/92: 18-21
h. Q.S. an-Naml/27: 19
1. Tujuan horizontal
Tujuan horizontal, yaitu tujuan dakwah kaitannya
langsung kepada makhluk. Sebagaimana tercermin dalam:
a. Tujuan dakwah untuk memperoleh rahmat bagi segenap alam,
Q.S. Al-Anbiya’/21: 108
b. Tujuan sebagai individu, Q.S. Al-Baqarah/2: 22 & 209
c. Tujuan sebagai anggota keluarga, Q.S. Ar-Rum/30: 21
d. Tujuan sebagai warga lingkungan, Q.S. Al-A’raf/7: 96
e. Tujuan sebagai warga bangsa, Q.S. Saba’/34: 15
f. Tujuan sebagai warga dunia, Q.S. Al-Baqarah/2: 201
g. Tujuan sebagai warga universum, Q.S. Al-Anbiya’/21: 108

C. Bentuk-bentuk Dakwah
1. Dakwah bi al-lisan
Pengertian dakwah bi al-lisan merujuk kepada asal
bahasanya, yaitu bahasa Arab. Terdiri dari dua kata, yaitu dakwah
dan lisan. Dakwah bi al-lisan adalah suatu upaya menyeru
manusia menggunakan cara yang bijaksana kepada jalan yang
benar sesuai dengan perintah Allah swt melalui seni berbicara
(Aminudin & Suradika, 2022). Dengan wasilah (media) dakwah
adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah
(ajaran Islam) kepada mad’u. Dakwah bi al-lisan merupakan
proses dakwah dengan membahasakan pesan dakwah melalui
penuturan lisan dengan suara yang dengannya pesan dakwah itu
semakin dapat tertanam pada diri dai dan dengannya pesan
dakwah dapat didengar oleh mad’u.

27
Menurut Ali Aziz, dakwah bi al-lisan dapat diartikan
sebagai penyampaian pesan dakwah melalui berupa ceramah
atau komunikasi antara dai dan mad’u. Di mana dalam dakwah bi
al-lisan ini sering digunakan masyarakat saat pengajian maupun
saat peringatan hari-hari tertentu karena menganggap metode ini
cukup efisien untuk dilakukannya. Dakwah bi al-lisan dilakukan
oleh para dai dengan cara seperti metode ceramah, metode
diskusi, metode tanya jawab, metode konseling dan metode karya
tulis, metode pengambangan masyarakat dan metode
kelembagaan.
Dakwah bi al-lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan
melalui lisan, berkenaan dengan kata-kata yang diucapkan.
Dakwah bi al-lisan yang biasanya dilakukan antara lain dengan
ceramah-ceramah, khotbah, diskusi, nasihat, dan lain-lain.
Metode ceramah ini tampaknya sudah sering dilakukan oleh para
juru dakwah, baik ceramah di majelis taklim, khotbah Jumat di
masjid-masjid atau ceramah pengajian-pengajian. Dari aspek
jumlah barangkali dakwah melalui lisan (ceramah dan yang
lainnya) ini sudah cukup banyak dilakukan oleh para juru
dakwah di tengah-tengah masyarakat.
2. Dakwah bi al-hal
Dakwah bi al-hal atau uswah adalah dakwah tindakan.
Dakwah bilhal adalah dakwah dengan memberikan contoh dan
teladan yang baik. Dakwah seperti ini merupakan dakwah yang
bersifat nonverbal (tanpa kata-kata) (Mutiawati & Ramadhani,
2023). Hal ini tercakup dalam paradigma pragmatis dalam
komunikasi atau dalam dakwah. Seseuai dengan namanya,
perspektif atau paradigm ini memusatkan perhatian kepada
pragma atau tindakan. Bertindak sama dengan berkomunikasi.
Jika diterapkan dalam berdakwah maka dapat dikatakan bahwa
bertindak baik sama dengan berdakwah.
Dakwah bi al-hal adalah dakwah dengan menggunakan
perbuatan atau teladan sebagai pesannya. Dakwah bi al-hal biasa
28
juga disebut dakwah alamiah. Maksudnya, dengan menggunakan
pesan dalam bentuk perbuatan, dakwah dilakukan sebagai upaya
pemberantasan kemungkaran secara langsung (fisik) maupun
langsung menegakkan makruf (kebaikan) seperti membangun
apa saja yang mudah dikerjakan dan bersifat mewujudkan
pelaksanaan syariat Allah dari segala aspeknya.
Dakwah bil hal adalah bentuk ajakan ke dalam Islam dalam
bentuk amal, kerja nyata, baik yang sifatnya seperti mendirikan
lembaga pendidikan Islam, kerja bakti, mendirikan bangunan
keagamaan, penyantunan masyarakat secara ekonomis,
kesehatan bahkan acara-acara hiburan keagamaan. Pendeknya,
dakwah bil hal merupakan sesuatu yang bukan pidato (dakwah bi
al-lisan) atau bukan juga dakwah dengan menggunakan pena atau
karya tulis (dakwah bi al-qalam).
Dakwah bi al-hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata
yang meliputi keteladanan. Misalnya dengan tindakan amal karya
nyata yang dari karya nyata tersebut hasilnya dapat dirasakan
secara konkret oleh masyarakat sebagai objek dakwah.
Dakwah bi al-hal dilakukan oleh Rasulullah, terbukti
bahwa ketika pertama kali tiba di Madinah yang dilakukan Nabi
adalah membangun masjid al-Quba, mempersatukan kaum
Anshar dan Muhajirin. Kedua hal ini adalah dakwah nyata yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw yang dapat dikatakan
sebagai dakwah bi al-hal.
3. Dakwah bi al-qalam
Dalam dakwah sangat penting memperhatikan strategi
penyampaiannya agar dapat diterima dan tersampaikan dengan
baik kepada objek dakwah. Dakwah bi al-qalam atau dakwah
melalui tulisan merupakan komunikasi dakwah yang
mengutamakan kemampuan menulis (Kasman, 2017). Rasulullah
banyak menulis surat dakwah kepada para raja, beliau mengajak
mereka mengenal ajaran Islam. Rasulullah memilih beberapa
orang sahabat yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman
29
sebagai kurir. Beliau mengutus kurir-kurir tersebut untuk
menemui para raja. Ada beberapa raja yang dikirimkan teks-teks
tulisan dalam bentuk surat sebagai misi keagamaan, yaitu:
Heraclius (Kaisar Romawi Timur), Muqauqis (Gubernur Romawi
Timur di Mesir), Kisra (Raja Persia), an-Najasi (Raja Ethiopia), al-
Mundzir bin Sawi (Saudara Bani al-Qais, Raja Bahrain), Haudzah
bin Ali (Raja Yamamah), dan al-Harits bin Abi Syamar (Gubernur
Romawi di Syam).
Bentuk dakwah bi al-qalam terbagi menjadi melalui tulisan
dan melalui media cetak. Dakwah bi al-qalam melalui tulisan
dilakukan dengan cara di mana penulis (ulama, kyai dan para
pengarang kitab atau buku) menyajikan dalam bentuk seperti
kitab kuning dan berbagai kitab karangan untuk dipelajari dan
dikaji oleh para pelajar, santri maupun yang lainnya. Mengingat
wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah saw memerintahkan
untuk membaca, maka diadakannya suatu perintah untuk
menulis sesuatu tentang Islam dan hukum-hukum yang ada di
dalam al-Qur’an supaya dapat dibaca para khalayak ramai.
Dalam dakwah bi al-qalam diperlukan kepandaian khusus
dalam hal menulis, yang kemudian disebarluaskan melalui media
cetak (printed publications). Bentuk tulisan dakwah bi al-qalam
antara lain bisa berbentuk artikel keislaman, tanya jawab hukum
Islam, rubrik dakwah, rubrik pendidikan agama, kolom
keislaman, cerita religius, cerpen religius, puisi keagamaan,
publikasi khutbah, pamflet keislaman, buku-buku dan lain-lain.
Dakwah bi al-qalam, yaitu dakwah melalui tulisan yang
dilakukan dengan keahlian menulis di surat kabar, majalah, buku,
maupun internet. Jangkauan yang dapat dicapai oleh dakwah bi
al-qalam ini lebih luas daripada melalui media lisan, demikian
pula metode yang digunakan tidak membutuhkan waktu secara
khusus untuk kegiatannya. Kapan saja dan di mana saja mad’u
atau objek dakwah dapat menikmati sajian dakwah bi al-qalam
ini.
30
Melalui metode dakwah bi al-qalam, seorang komunikator
dalam komunikasi dakwah dapat melakukan komunikasi melalui
tulisan yang disebarkan baik melalui media cetak ataupun
konvergensi sehingga mampu memberikan kesempatan kepada
para mad’u memilah pesan dakwah sesuai kebutuhan dan
kepentingannya. Selain itu, dengan dakwah bi al-qalam, pesan
dakwah dapat dibaca berulang kali, dapat berhenti atau
melanjutkan ketika ingin mendapatkan pemahaman lebih dan
mendetail serta tidak terikat oleh suatu waktu dalam mencapai
khalayaknya sehingga dapat memperdalam pemahaman mad’u.
Sementara M. Masyhur Amin, membagi dakwah Islam ke
dalam tiga macam bentuk dakwah, yaitu:
7) Dakwah bi al-lisan al-maqal, seperti yang selama ini dipahami,
melalui pengajian, kelompok majelis taklim, di mana ajaran
Islam disampaikan oleh para dai secara langsung. Biasanya
dakwah yang demikian ini dikaitkan dengan perayaan hari-
hari besar Islam, seperti maulid Nabi, nuzulul Qur’an, isra
mi’raj, kultum menjelang shalat tarawih dan sebagainya.
8) Dakwah bi al-lisan al-hal, melalui proyek-proyek
pengembangan masyarakat atau pengabdian masyarakat.
9) Dakwah melalui sosial reconstruction, yang bersifat
multidimensional. Contoh yang paling kongkret dalam dakwah
ini adalah dakwah Rasulullah, yang membangun kembali
masyarakat Arab, dari masyarakat jahiliyah (syirik,
diskriminatif, perbudakan, permusuhan, dan kelaliman)
menjadi masyarakat yang Islami (tauhid, egalitarian, merdeka,
persaudaraan, dan adil). Dari masyarakat yang strukturnya
menginjak-injak hak asasi manusia, menjadi masyarakat yang
menghargai hak-hak asasi manusia.

31
D. Latihan Soal
Kerjakan Soal Latihan Berikut:

1. Jelaskan pengertian dakwah menurut perspektif Islam dan


bagaimana peran penting dakwah dalam menyebarkan
ajaran agama. Sertakan juga contoh-contoh bentuk kegiatan
dakwah yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Dalam konteks kekinian, bagaimana pengertian dakwah
dapat disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan
media sosial? Jelaskan bagaimana dakwah melalui platform
digital dapat menjadi efektif dalam mencapai khalayak yang
lebih luas.
3. Apa tujuan utama dari dakwah dalam Islam? Jelaskan
bagaimana dakwah diarahkan untuk mencapai tujuan
tersebut. Berikan contoh konkretnya tentang bagaimana
dakwah dapat membawa perubahan positif dalam
kehidupan individu dan masyarakat.
4. Bagaimana tujuan dakwah berbeda antara dakwah di
kalangan umat Islam sendiri dengan dakwah kepada non-
Muslim? Jelaskan bagaimana pendekatan dan pesan dakwah
perlu disesuaikan dengan audiens yang berbeda.
5. Dalam era kemajuan teknologi informasi, sebutkan dan
jelaskan bentuk-bentuk dakwah digital yang dapat
dilakukan. Berikan contoh bagaimana penggunaan media
sosial, video, atau podcast dapat menjadi sarana dakwah
yang efektif dan kreatif.

32
BAB III
DAKWAH SEBAGAI PROSES KOMUNIKASI

A. Bentuk-bentuk Proses Komunikasi


1. Proses komunikasi secara umum
Proses komunikasi secara umum terbagi menjadi dua
tahapan, yaitu:
a. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses
penyampaian pemikiran atau perasaan seseorang kepada orang
lain yang menggambarkan lambang (simbol) sebagai media
(Caropeboka, 2017). Lambang sebagai media primer dalam
proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan
lain-lain. Semua itu bisa langsung menerjemahkan pikiran
perasaan komunikator kepada komunikan. Bahasa yang
dipergunakan dalam berkomunikasi harus jelas karena hanya
bahasalah yang mampu menerjemahkan pikiran seseorang
kepada orang lain. Apakah dalam bentuk ide, informasi atau
opini, baik mengenai hal yang konkret maupun yang abstrak,
bukan saja tentang pristiwa yang terjadi pada masa lampau dan
sekarang tetapi juga waktu atau masa yang akan datang.
b. Proses komunikasi secara sekunder.
Proses komunikasi sekunder adalah proses penyampaian
pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang
sebagai media pertama (Mailani dkk., 2022). Seorang
komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan
komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di
tempat yang relatif jauh dan jumlahnya banyak beredar.
Secara ringkas dikatakan proses berlangsungnya
komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Komunikator (sender) yang mempunyai maksud
berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan
33
kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu
bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat
simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua belah pihak.
2) Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu
media atau saluran baik secara langsung maupun tidak
langsung. Contohnya, berbicara langsung melalui telepon,
surat e-mail dan media lainnya.
3) Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan
dan menerjemahkan isi pesan yang disampaikan ke dalam
bahasa yang dimengerti kedua pihak.
4) Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback)
atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya,
apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud
oleh si pengirim.
2. Proses komunikasi dakwah secara khusus
Berikut ini merupakan bentuk-bentuk komunikasi dakwah
secara khusus:
a. Komunikasi dakwah pada tatanan pribadi
1) Komunikasi dakwah intarpribadi (intarpersonal)
Komunikasi pada tatanan intarpibadi menjadi barometer
bagi keberhasilan komunikasi dakwah. Sebelum komunikator
dakwah melakukan komunikasi dakwahnya, ia harus
mempersiapkan diri dengan intens. Komunikator dakwah perlu
membekali diri dengan barbagai teknik. Dimulai dengan berbagai
aspek yang terkait dengan persiapan: niat yang lurus, hati yang
bersih dan pemikiran yang bajik. Langkah itu dimulai dengan
membina diri, baik akidah, syariat dan akhlak. Di samping itu,
perlu membekali diri dengan ilmu-ilmu yang pokok atau
pendukungnya. Keadaan ini perlu ditindaklanjuti dengan
pengamalan yang terus menerus sehingga dirinya dapat
melaksanakan dakwah secara efektif. Pengamalan agama bagi diri
sendiri menjadi prasyarat sebelum membina orang lain. Kondisi
ini dipersyaratkan agar komunikator dakwah tidak termasuk
34
dalam kategori menyuruh orang lain berbuat baik tetapi
melupakan diri sendiri. Bila kondisi ini terjadi, dakwahnya
kurang bisa menyentuh sanubari komunikan dan ia pun terancam
dengan dosa yang besar.
2) Komunikasi dakwah antarpibadi (interpersonal)
Komunikator dakwah selayaknya menjalin hubungan
dengan pihak-pihak di luar dirinya. Dengan interaksi
antarpersona, komunikator dakwah dapat menyampaikan pesan-
pesan agama secara tidak formal, sebab formalitas seringkali
membawa kekacauan. Komunikasi dakwah dalam tatanan
anatrpribadi menghendaki hubungan cair. Penyampaian makna
Islam dilakukan secara lembut agar dapat diterima tanpa
goncangan. Tujuan komunikasi dakwah antarpribadi adalah
sampainya nilai Islam kepada berbagai pihak atau objek
komunikasinya. Hubungan antarpribadi diusahakan tetap baik
karena konflik akan menguras energi dakwah dan menjadi
boomerang dalam aktivitas dakwahnya.
b. Komunikasi dakwah pada tatanan kelompok
Komunikasi kelompok ditujukan untuk melahirkan
gerakan yang dinamis. Publik mengharapkan memperoleh
kehidupan yang bahagia dan dinamis. Kehidupan selalu akan
berubah mengikuti perkembagan zaman. Hidup akan selalu
dinamis namun (harus) tetap harmonis. Dinamika tidak boleh
dikorbankan karena munculnya konflik dan pertikaian.
Masyarakat dapat menikmati dinamikanya bila ia tetap dalam
kondisi harmonis. Begitu pentingnya harmonis itu sehingga
perbedaan warna kulit, suku (ras), budaya dan agama tidak boleh
dikorbankan dengan cara mereduksi peranan pihak lain. Manusia
diharapkan bertindak dengan agendanya masing-masing dengan
tidak mengurangi peran aktif dalam kelompoknya. Perbedaan
agama dan suku misalnya, seringkali memicu konflik yang
berakibat fatal. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kehidupan
yang saling menghargai.
35
1) Komunikasi dakwah pada kelompok kecil
Ada dua istilah dalam al-Qur’an yang dikaitkan dengan
komunikasi dakwah dalam kelompok kecil. Dua kata itu adalah
thaifah dan fiah. Thaifah mengisyaratkan akan pentingnya
pembagian tugas. Ada yang bertugas di medan perang, sementara
yang lainnya mendalami ilmu agama atau yang satu disiplin ilmu
umum sedangkan yang lainnya menekuni masalah-masalah
keagamaan. Istilah lain yang semakna thaifah adalah fiah. Kata
fiah merupakan kelompok kecil yang dapat mengalahkan
kelompok besar yang kualitasnya rendah.
Terkait dengan komunikasi kelompok kecil, terdapat
istilah kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok
primer merupakan suatu kelompok pembuat keputusan dan atau
konsensus. Kelompok sekunder merupakan kelompok yang
dijadikan sebagai sarana untuk memecahkan problem, seperti
kelompok-kelompok pendukung atau tim kerja. Kelompok ini
dapat melibatkan komitmen jangka panjang, seperti pada
kelompok-kelompok pendukung yang bertemu secara rutin
sampai berbulan-bulan atau bahkan beberapa tahun, atau pada
komite-komite yang berdiri dalam suatu organisasi. Namun, ada
juga kelompok tidak tetap yang terdiri pada siswa-siswa yang
mengikuti perkuliahan di berbagai kelas. Kelompok ini dapat
didukung teknologi, seperti e-mail, faks, buletin dan ruang
laboratorium.
2) Komunikasi dakwah pada kelompok besar
Terdapat istilah firqah dan hizb dalam al-Qur’an yang
mengisyaratkan akan adanya pengakuan mengenai makna satu
himpunan yang mengacu kepada arti kelompok besar. Kelompok
besar selalu berperan untuk menghimpun kemampuan mereka
agar tidak terjadi ketimpangan dalam kehidupan masyarakat. Al-
Qur’an menyuratkan bahwa manusia boleh saja berkelompok
tetapi tidak boleh tersekat-sekat dari yang lain. Karena itu,

36
diperlukan dialog-dialog yang konstruktif di antara sekian wadah
masyarakat muslim.
c. Komunikasi dakwah pada tatanan publik
Salah satu tokoh panutan sepanjang masa yang menjadi
contoh dan ikutan dalam hubungan berkomunikasi adalah Nabi
Muhammad saw. Beliau menyampaikan pesan dengan
mempertimbangkan situasi dan peristiwa yang melingkupinya.
Nabi Muhammad seringkali mengulang-ulang pembicaraannya
tiga kali dengan tempo bicara yang tidak cepat. Misalnya, dalam
khotbah wada’, Nabi saw menggunakan kalimat-kalimat
berbentuk pertanyaan, seperti, hari apakah ini?, bulan apakah
ini? Dan tanah apakah ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut
menggugah jemaahnya untuk ikut memikirkan apa yang tengah
dipertanyakan olehnya (Ritonga, 2020).
Diyakini bahwa akhlak Nabi Muhammad saw merupakan
faktor kekuatan karismanya. Dalam pribadi beliau, bersemayam
akhlak yang sangat mulia. Bila berbicara masalah kehidupan,
hakikatnya Nabi Muhammad saw menghendaki agar umatnya
dapat mengimani apa yang disampaikannya. Di situ terdapat
kekuatan retorika persuasifnya. Apa yang disampaikannya tidak
berhenti di lisan saja tetapi dihayati olehnya sehingga masuk ke
dalam relung-relung hati jemaahnya. Inilah keunggulan retorika
Nabi Muhammad saw yang sulit ditandingi oleh tokoh-tokoh
dunia yang lain. Retorika inilah yang dijadikan sarana
berkomunikasi dalam tatanam publik.
3. Bentuk-bentuk komunikasi dalam al-Qur’an
Ungkapan yang mendekati dengan pengertian komunikasi
dalam al-Qur’an didapatkan dengan sebutan al-qaul (Hefni,
2017). Ada beberapa istilah qaul yang terdapat di dalam al-
Qur’an, yaitu:
a. Qaulan makrufa
Dalam Q.S al-Baqarah/2: 235

37
‫ َعِلَم ٱلَّل ُه َأَّنُك ۡم َس َتۡذ ُك ُر وَنُه َّن َو َٰلِكن اَّل ُتَو اِع ُد وُه َّن ِس ًّر ا ِإٓاَّل َأن َتُقوُل وْا َقۡو لٗا‬...
... ‫َّم ۡع ُر وفٗۚا‬
Terjemahnya:
... Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut
mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji
kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar
mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf....
Kata-kata yang makruf, kata-kata yang sopan, yang diakui
bahwa kata dan sikap itu tidak menyalah pada pendapat umum.
Kata qaulan makrufa juga ditemukan dalam Q.S an-Nisa/4: 5, Q.S
An-Nisa/4: 8 dan Q.S Al-Ahzab/33: 32.
b. Qaulan baligha
Dalam Q.S an-Nisa/4: 63
‫َٰٓل‬
‫ُأْو ِئَك ٱَّلِذ يَن َيۡع َلُم ٱلَّلُه َم ا يِف ُقُلوِهِبۡم َفَأۡع ِر ۡض َعۡن ُه ۡم َو ِعۡظ ُه ۡم َو ُقل ُهَّلۡم ِف َأنُف ِس ِه ۡم‬
‫َقۡو َۢل ا َبِليغٗا‬
Terjemahnya:
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa
yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu
dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah
kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
Jalaluddin Rahmat memerinci pengertian qaulan balighah
tersebut menjadi dua, qaulan balighah terjadi bila dai
menyesuaikan pembicaraannya dengan sifat-sifat khayalak yang
dihadapinya sesuai dengan frame of reference and field of
experience. Kedua, qaulan balighah terjadi bila dai menyentuh
khalayaknya pada hati dan otaknya sekaligus.
c. Qaulan karima
Dalam Q.S al-Isra’/17: 23
‫ۡل ِك‬ ‫ِع‬ ‫ِإٓاَّل ِإ ِب ۡل ِل ِإ ۚا ِإ‬ ‫اَّل‬
‫۞َو َقَض ٰى َر ُّبَك َأ َتۡع ُب ُد ٓو ْا َّياُه َو ٱ َٰو َد ۡي ِن ۡح َٰس ًن َّم ا َيۡب ُلَغَّن ن َد َك ٱ َبَر‬
‫َأَح ُد َمُهٓا َأۡو ِكاَل َمُها َفاَل َتُقل ُهَّلَم ٓا ُأّف ٖ َو اَل َتۡن َه ۡر َمُها َو ُقل ُهَّلَم ا َقۡو لٗا َك ِر ميٗا‬
38
Terjemahnya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Ayat di atas menuntut agar apa yang disampaikan kepada
kedua orang tua bukan saja yang benar dan tepat, bukan saja juga
yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik dalam suatu
masyarakat, tetapi ia juga harus yang terbaik dan termulia, dan
kalaupun seandainya orang tua melakukan suatu “kesalahan ”
terhadap anak, maka kesalahan itu harus dianggap tidak
ada/dimaafkan (dalam arti dianggap tidak pemah ada dan
terhapus dengan sendirinya) karena tidak ada orang tua yang
bermaksud buruk terhadap anaknya. Demikian makna kariman
yang dipesankan kepada anak dalam menghadapi orang tuanya.
d. Qaulan maisura
Dalam Q.S al-Isra’/17: 28
‫َو ِإَّم ا ُتۡع ِر َض َّن َعۡن ُه ُم ٱۡب ِتَغٓاَء َر ۡح َم ةٖ ِّم ن َّرِّبَك َتۡر ُج وَه ا َفُقل ُهَّلۡم َقۡو لٗا َّم ۡي ُس ورٗا‬
Terjemahnya:
Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh
rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka
katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas/mudah.
Sebagai bahasa komunikasi, bahwa qaulan maisura artinya
perkataan yang mudah diterima, ringan dan pantas, dan tidak
berliku-liku. Dakwah dengan qaulan maisura artinya pesan yang
disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat
dipahami secara spontan tanpa harus berpikir dua kali. Pesan
dakwah model begini tidak memerlukan dalil naqli maupun
argumen-argumen logika.
e. Qaulan adzhima
39
Dalam Q.S al-Isra’/17: 40
‫َٰٓل‬
‫َأَفَأۡص َف ٰى ُك ۡم َر ُّبُك م ِبٱۡل َبِنَني َو ٱَخَّتَذ ِم َن ٱۡل َم ِئَك ِة ِإَٰنًثۚا ِإَّنُك ۡم َلَتُقوُلوَن َقۡو اًل َعِظ يمٗا‬
Terjemahnya:
Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak
laki-laki sedang Dia sendiri mengambil anak-anak
perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu
benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya).
“Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata
yang besar” dalam ayat di atas diartikan sebagai “kata-kata” atau
“ucapan yang banyak mengandung kesalahan dan kebohongan
atau tidak memiliki dasar sama sekali”. Ucapan yang tidak
mendasar sangatlah dibenci oleh Allah swt. Komunikasi dakwah
pada hakikatnya adalah memberikan pesan yang mengandung
kebenaran-kebenaran Ilahi jauh dari prasangka dan kebohongan.
Ucapan yang benar inilah yang menjadi salah satu prinsip utama
pesan komunikasi dakwah yang harus selalu dipegang oleh
komunikator. Dengan demikian, qaulan adzhima adalah sebuah
pelajaran pada dai untuk tidak mengungkapkan kata-kata yang
mengandung kebohongan dalam misi dakwahnya.
f. Qaulan layyina
Dalam Q.S. Thaha/20: 44

‫َفُقواَل َل ۥُه َقۡو لٗا َّلِّي ٗنا َّلَعَّل ۥُه َيَتَذ َّك ُر َأۡو َيَشٰى‬
Terjemahnya:
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-
kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau
takut".
Di dalam pangkal ayat 44 ini Tuhan telah memberikan
suatu petunjuk dan arahan yang penting dalam memulai dakwah
kepada orang yang telah sangat melampaui batas itu. Dalam
permulaan berhadap-hadapan, kepada orang yang seperti itu
janganlah langsung dilakukan sikap yang keras, melainkan
hendaklah mulai dengan mengatakan sikap yang lemah-lembut,
perkataan yang penuh dengan suasana kedamaian. Sebab kalau
40
dari permulaan konfrontasi (berhadap muka dengan muka) si
pendakwah telah melakukan amar makruf nahi munkar dengan
secara keras, blak-blakan, tidaklah akan tercapai apa yang
dimaksud.
g. Qaulan sadida
Dalam Q.S an-Nisa/4: 9
‫ۡل‬ ‫ِض‬ ‫ِم ۡل ِف‬ ‫ِذ‬ ‫ۡل ۡخ‬
‫َو َي َش ٱَّل يَن َلۡو َتَر ُك وْا ۡن َخ ِه ۡم ُذِّر َّي ةٗ َٰع ًف ا َخ اُفوْا َعَلۡي ِه ۡم َف َيَّتُق وْا ٱلَّل َه‬
.‫َو ۡل َيُقوُلوْا َقۡو لٗا َس ِد يًد ا‬
Terjemahnya:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.
Menurut Quraish Shihab, kata sadidan, terdiri dari huruf
sin dan dal yang menurut pakar bahasa Ibn Faris menunjuk
kepada makna meruntuhkan sesuatu kemudian memperbaikinya.
Ia juga berarti istikamah/konsistensi. Kata ini juga digunakan
untuk menunjuk kepada sasaran. Seorang yang menyampaikan
sesuatu/ucapan yang benar dan mengena tepat pada sasarannya,
dilukiskan dengan kata ini. Dengan demikian kata sadidan dalam
ayat di atas, ddak sekadar berarti benar, sebagaimana terjemahan
sementara penerjemah, tetapi ia juga harus berarti tepat sasaran.
Kata sadida terdapat juga dalam Q.S Al-Ahzab/33: 70.
h. Qaulan tsaqila
Dalam Q.S al-Muzzammil/73: 5
‫ِإَّنا َس ُنۡل ِق ي َعَلۡي َك َقۡو ٗلا َثِق ياًل‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu
perkataan yang berat.

41
Salah satu makna dari kata tsaqilan/berat adalah
gambaran tentang kandungan wahyu yang akan diterima.
“Beratnya” kandungan al-Qur’an karena ia merupakan kalam Ilahi
Yang Maha Agung dan karena ia mengandung petunjuk-petunjuk
yang menuntut kesungguhan, ketabahan dan kesabaran dalam
melaksanakannya. Sejarah telah membuktikan betapa berat
perjuangan Nabi dan sahabatnya dalam menegakkan ajaran-
ajaran tersebut dan betapa berat pula tantangan yang dihadapi
umat untuk mempertahankannya.

B. Dakwah sebagai Proses Komunikasi


1. Komunikasi dan dakwah
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris
communication berasal dari bahasa Latin communication,
bersumber dari communis yang berarti ‘sama’. ‘Sama’ di sini
adalah dalam pengertian ‘sama makna’ (Juriana, 2017).
Komunikasi minimal harus mengandung ‘kesamaan makna’
antara kedua belah pihak yang terlibat. Dikatakan ‘minimal’
karena kegiatan komunikasi itu tidak bersifat ‘informatif’ saja,
yakni agar orang mengerti dan tahu, tetapi juga ‘persuasif’, yaitu
agar orang bersedia menerima suatu paham atau keyakinan,
melakukan suatu kegiatan dan lain-lain.
Ada tiga faktor pembentuk pola komunikasi seseorang,
yaitu, pertama: proses sejarah atau pengalaman masa lalu yang
kemudian membentuk kebiasaan-kebiasaan yang menjadi bagian
dari kepribadian, kedua: kapasitas diri sebagai akibat dari faktor
pendidikan, pelatihan serta pengalaman hidup diri seseorang
dalam menempuh kehidupan dan ketiga: maksud dan tujuan dari
aktivitas komunikasi sehingga membawa kepada penyesuaian
pesan, metode dan media yang dipergunakan.
Dakwah adalah komunikasi, sehingga berdakwah sama
dengan berkomunikasi. Namun, komunikasi bukan hanya dakwah
sehingga berkomunikasi belum tentu berdakwah. Hal ini dapat

42
dipahami karena selain dakwah, masih ada beberapa kegiatan
lain yang serupa sebagai bentuk kegiatan komunikasi manusia,
seperti kampanye, penerangan, pemasaran (promosi), public
relations, propaganda dan agitasi.
Jika komunikasi dakwah digabungkan maka dapat
didefinisikan dalam arti yang luas dan terbatas. Dalam arti yang
luas, komunikasi dakwah meliputi peran dan fungsi komunikasi
(sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik) di
antara semua pihak yang terlibat dalam dakwah terutama antara
komunikator (dai) dan mad’u, sejak dari proses perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian terhadap dakwah.
Dalam arti yang sempit atau terbatas, komunikasi
merupakan segala upaya dan cara, metode serta teknik
penyampaian pesan dan keterampilan-keterampilan dakwah
yang ditujukan kepada umat atau masyarakat secara luas. Kegitan
tersebut bertujuan agar masyarakat yang dituju dalam hal ini
mad’u dapat memahami, menerima dan melaksanakan pesan-
pesan dakwah yang disampaikan oleh dai.
Komunikasi dakwah adalah proses penyampaian
informasi atau pesan dari seseorang atau sekelompok orang
kepada seseorang atau sekelompok orng lainnya yang bersumber
dari al-Qur’an dan hadis dengan menggunakan lambing-lambang,
baik secara verbal maupun nonverbal dengan tujuan untuk
mengubah sikap, pendapat atau perilaku orang lain yang lebih
baik sesuai ajaran Islam. Penyampaian ini bisa dilakukan dengan
langsung secara lisan atau tidak langsung melalui media.
Komunikasi dakwah merupakan suatu retorika (persuasif)
yang dilakukan oleh komunikator dakwah (dai) untuk
menyebarkan pesan-pesan bermuatan nilai agama, baik dalam
bentuk verbal maupun nonverbal, kepada Jemaah untuk
memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat. Komunikasi
dakwah sangat memperhatikan tatanan komunikasinya, sehingga
lebih lembut, komunikatif dan dapat mengatasi berbagai
43
perbedaan kultur. Sekat-sekat keagamaan menjadi cair dan yang
lebih ditonjolkan adalah nuansa kebeningan hati sehingga dapat
menemukan jati diri dan nuansa kebersamaan. Komunikasi
dakwah menoleransi muatan budaya lokal sehingga mampu
beradaptasi dengan kondisi masyarakat lokal.
2. Dakwah sebagai proses persuasif
a. Proses komunikasi persuasif
Proses persuasif bertujuan untuk mengubah sikap,
pendapat dan perilaku. Istilah persuasif bersumber dari
perkataan Latin persuasio memiliki kata kerja persuadere yang
berarti ‘membujuk, mengajak dan merayu’.
Ahli komunikasi menekankan bahwa persuasif adalah
kegiatan psikologis. Dalam pengertian yang lebih luas, persuasif
dapat diartikan sebagai suatu proses memengaruhi pendapat dan
tindakan orang lain dengan menggunakan manipulasi psikologis
sehingga orang tersebut bertindak atas kehendaknya sendiri.
Akibat yang ditimbulkan dari kegiatan persuasif ini sebagai
kegiatan psikologis adalah sebuah nilai kesadaran, kerelaan
disertai perasaan senang.
Agar dalam proses komunikasi persuasif itu mencapai
tujuan dan sasarannya maka seseorang dai perlu melakukan
perencanaan secara matang. Perencanaan dilakukan berdasarkan
komponen-komponen proses komunikasi. Bagi seorang dai atau
komunikator, suatu pesan dakwah yang akan dikomunikasikan
tidak hanya jelas isinya tetapi perlu pengelolaan pesan (message
management). Pesan harus ditata sesuai dengan diri komunikan
atau mad’u sesuai yang akan dijadikan sasaran. Komunikator
harus terlebih dahulu melakukan komunikasi interpersonal
(interpersonal communication) komunikasi dengan diri sendiri,
berdialog dengan diri sendiri dan bertanya untuk diri sendiri
untuk dijawab oleh diri sendiri.
b. Metode komunikasi persuasif

44
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam
proses dakwah persuasif, di antaranya:
1) Metode asosiasi, penyajian pesan komunikasi dengan jalan
menumpangkan pada suatu peristiwa yang aktual, atau
sedang menarik perhatian dan minat massa.
2) Metode integrasi, kemampuan untuk menyatukan diri
dengan komunikan dalam arti menyatukan diri secara
komunikatif, sehingga tampak menjadi satu atau
mengandung arti kebersamaan dan senasib serta
sepenanggungan dnegan komunikan, baik dilakukan secara
verbal maupun nonverbal.
3) Metode pay-off dan fear-arousing, kegiatan memengaruhi
orang lain dengan jalan melukiskan hal-hal yang
menggembirakan dan menyenangkan perasaannya atau
memberi harapan, dan sebaliknya dengan menggambarkan
hal-hal yang menakutkan atau menyajikan konsekuensi
yang buruk dan tidak menyenangkan perasaan.
4) Metode icing, menjadikan indah sesuatu sehingga menarik
siapa yang menerimanya. Metode icing ini juga disebut
metode memanis-maniskan atau mengulang kegiatan
persuasif dengan jalan menata rupa sehingga komunikasi
menjadi lebih menarik.
c. Faktor penghambat dakwah secara persuasif
1) Faktor motivasi
Seorang akan bersikap atas dasar kepentingan atau
kebutuhan yang melekat pada dirinya. Oleh karena itu,
pembicaraan yang tidak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
mad’u, besar kemungkinan pesan dakwah tersebut diabaikan oleh
mad’u. Jika demikian adanya, maka upaya menggerakkan orang
untuk berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan dai akan menjadi
gagal.
2) Faktor prejudice

45
Bila mad’u sebagai komunikan sudah diinggapi perasaan
prejudice baik antar-individu, ras, maupun golongan maka
mereka akan sulit menerima perasaan secara objektif karena
mereka tidak lagi merespon pesan secara rasional yang ada
dalam pikiran mereka adalah sikap-sikap sentimen dan
emosional yang lebih mengarah pada penilaian negatif.
3) Faktor semantik
Faktor ini lebih mengarah kepada perbedaan dalam
pengejaan, bunyi, maupun pengertian kata-kata antar pembicara
sebagai komunikator dengan pendengar sebagai komunikan (dai
dan mad’u) akan menimbulkan salah pengertian dan mengganggu
jalannya komunikasi. Oleh karena itu, dai harus berhati-hati
ketika mengucapkan istilah-istilah yang bersifat kedaerahan,
sebab boleh jadi satu istilah akan memiliki makna yang berbeda
ketika dipahami oleh sekelompok masyarakat yang berbeda.
4) Faktor gangguan suara
Gangguan ini dapat terjadi karena disengaja atau tidak
disengaja, misalnya ketika penyampaian ceramah sedang
berlangsung, tiba-tiba ada kendaraan lewat sehingga
mengganggu penyampaian ceramah tersebut (Masruuroh, 2020).
3. Dakwah sebagai proses interaksi sosial
a. Proses interaksi sosial
Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bergantung.
Manusia tidak bisa hidup secara mandiri dan pasti membutuhkan
orang lain untuk mengatasi kendala yang ada dalam
kehidupannya. Tidaklah berlebihan jika manusia biasa disebut
sebgai makhluk sosial. Dalam menjalani kehidupan sosial
tersebut, seseorang memerlukan fasilitas serta cara untuk
membantunya mempermudah dirinya untuk masuk pada ranah
sosial tersebut. Interaksi dan komunikasi merupakan ungkapan
yang kemudian dapat menggambarkan cara serta komunikasi
tersebut. Secara umum, interaksi merupakan kegiatan yang
memungkinkan terjadinya sebuah hubungan antara seseorang
46
dan orang lain, yang kemudian diaktualisasikan melalui praktek
komunikasi.
Proses dakwah merupakan proses komunikasi. Hal ini juga
dapat diartikan bahwa dalam kegiatan dakwah pasti selalu ada
proses interaksi, yaitu hubungan antara dai sebagai komunikator
di satu pihak dan mad’u sebagai komunikan di pihak lain.
Interaksi dalam hal ini ditunjukkan untuk memengaruhi mad’u
yang akan memabawa perubahan sikap sesuai dengan tujuan
dakwah. Dengan demikian, dalam komunikasi dakwah dapat
dipastikan terjadi yang namanya proses interaksi sosial antara
dai dan mad’u.
b. Komponen pembentuk interaksi sosial
Interaksi sosial dalam komunikasi dakwah terjadi proses
saling memengaruhi antara satu dan yang lain. Ada beberapa
komponen-komponen yang membentuk interaksi sosial, yaitu:
1) Pelaksan dakwah. Dai merupakan kunci yang menentukan
keberhasilan dan kegagalan dakwah.
2) Mitra dakwah. Komponen ini merupakan orang-orang yang
harus dibimbing dan dibina sesuai dengan tujuan dakwah.
3) Lingkungan dakwah.
4) Media dakwah. Media merupakan faktor yang cukup
berpengaruh dalam menentukan proses kelancaran
dakwah.
5) Tujuan dakwah. Yang dimaksud dengan tujuan dakwah di
sini adalah suatu faktor yang menjadi pedoman arah dalam
proses yang dikendalikan secara sistematis dan konsisten.
c. Faktor pembentuk interaksi sosial
Komponen-komponen dakwah yang telah disebutkan tidak
akan mendapatkan hasil yang maksimal jika faktor-faktor
pembentuk interaksi sosial diabaikan. Oleh karena itu, perlu
dikenali dan dipahami faktor-faktor tersebut sebagai berikut:
1) Imitasi

47
Imitasi merupakan faktor dasar dari interaksi sosial yang
menyebabkan keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku
orang banyak. Dalam prosesnya, imitasi diawali dengan
timbulnya gagasan (keyakinan baru) di dalam masyarakat
sebagai perangsang pikiran. Gagasan tersebut kemudian
dirumuskan oleh individu berbakat tinggi dan terjadilah ide baru,
ide baru inilah lalu diimitasi dan disebarkan oleh orang banyak
dalam masyarakat.
2) Sugesti
Arti sugesti dan imitasi jika dikaitkan dengan interaksi
sosial hampir sama. Perbedaannya adalah dalam imitasi itu orang
yang satu mengikuti sesuatu di luar dirinya sedangkan sugesti
memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu
diterima oleh orang lain. Dapat dijelaskan pula bahwa sugesti itu
adalah suatu proses di mana seseorang individu dapat menerima
suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoan tingkah laku dari
orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.
3) Identifikasi
Dalam proses identifikasi, dapat dikatakan suatu situasi di
mana seseorang memiliki kecenderungan untuk menjadi identik
dengan orang lain yang dianggapnya ideal dalam lapisan
terntentu. Dalam psikologi identifikasi, berarti dorongan untuk
menjadi identi atau sama dengan orang lain.
4) Simpati
Simpati merupakan perasaan tertarik orang yang satu
terhadap orang lain. Simpati timbul tidak dasar atas dasar
rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga
dalam proses identifikasi. Hubungan dalam simpati meruapakan
hubungan timbal baik yang akan menghasilkan hubungan kerja
sama, di mana individu yang satu ingin lebih mendalam, sehingga
individu tersebut dapat merasa berpikir dan bertingkah laku
seolah-olah ia adalah individu yang lain. Timbulnya simpati

48
merupakan proses sadar bagi diri manusia yang merasa simpati
terhadap orang lain.

C. Latihan soal
Kerjakan Soal Latihan Berikut:
1. Jelaskan pengertian dan contoh dari bentuk-bentuk proses
komunikasi yang relevan dalam konteks dakwah.
Bagaimana penerapan bentuk-bentuk tersebut dapat
meningkatkan efektivitas dakwah dalam menyampaikan
pesan agama kepada khalayak?
2. Bagaimana hubungan antara bentuk-bentuk proses
komunikasi dan media dakwah? Jelaskan mengenai peran
media dakwah dalam menyampaikan pesan-pesan agama
dengan lebih efektif melalui penerapan berbagai bentuk
proses komunikasi.
3. Jelaskan konsep dakwah sebagai proses komunikasi yang
terjadi antara da'i dengan audiens. Bagaimana interaksi
antara da'i dan audiens dapat membentuk pemahaman dan
respon yang positif terhadap dakwah?
4. Dalam konteks dakwah, bagaimana peran komunikasi
verbal dan non-verbal dalam menyampaikan pesan-pesan
agama dengan efektif? Berikan contoh bagaimana ekspresi,
bahasa tubuh, dan intonasi suara da'i dapat mempengaruhi
pemahaman dan respon audiens terhadap dakwah.

49
BAB IV
RETORIKA DAKWAH

A. Pengertian dan Prinsip Retorika


1. Pengertian Retorika
Retorika berasal dari bahasa Inggris rhetoric dan
bersumber dari bahasa Latin rhetorica yang berarti ilmu
berbicara.
Definisi retorika menurut istilah dirangkum oleh A.
Sunarto sebagai berikut:
a. Menurut Corax, retorika adalah kecakapan berpidato di depan
umum).
b. Menurut Plato, retorika adalah merebut jiwa manusia melalui
kata-kata.
c. Georgias, Lysias dan Protogoras (kaum Sofis), mengartikan
retorika sebagai alat untuk memenangkan suatu kasus lewat
bertutur.
d. Menurut D. Beckett, retorika adalah seni untuk mengefeksi
pihak lain dengan tutur, yaitu dengan cara memanipulasi
unsur-unsur tutur itu dan respon pendengar.
e. Menurut Bishop Whatley, retorika sebagai masalah bahasa.
Retorika dibatasi dengan seni yang mengajarkan orang kaidah
dasar pemakaian bahasa yang negatif.
f. Encyclopedia Britanica mendefinisikan retorika sebagai seni
pemakaian bahasa dengan cara tertentu untuk menghasilkan
kesan yang diinginkan dari pendengar atau pembaca.
g. Menurut Jalaluddin Rakhmat:
1) Retorika dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari cara
mengatur komposisi kata-kata agar timbul kesan yang
dikehendaki pada diri khalayak.
2) Retorika dalam arti sempit adalah ilmu yang mempelajari
prinsip-prinsip persiapan, penyusunan dan penyampaian
pidato sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki.
50
h. Menurut Sunarjo dan Djoenaesih S. Sunarjo, retorika identik
dengan public speaking yaitu suatu komunikasi di mana
komunikator behadapan langsung dengan massa atau
berhadapan dengan komunikan atau audiens dalam bentuk
jamak.
i. Menurut Roekomy, retorika adalah keterampilan bercakap,
kepandaian dalam menyampaikan sesuatu, kepandaian
mempengaruhi seseorang atau orang banyak serta kecakapan
melahirkan cipta, rasa dan karsa dalam bentuk puisi dan prosa
(Rajiyem, 2005).
Rumusan-rumusan pengertian atau definisi mengenai
retorika berikut meupakan penjernihan rumusan Aristoteles
yang dilakukan oleh W.S Roberts, yakni salah seorang ahli
retorika yang menerjemahkan buku retorika Aristoteles.
a. Retorika adalah seni mengafeksi (menarik minat) pihak lain
dengan berbicara, dengan cara mengatur unsur-unsur
pembicaraan begitu rupa untuk meraih respon pendengar.
b. Retorika adalah seni yang mengajarkan kaidah dasar
pemakaian bahasa yang efektif.
c. Retorika adalah seni berbicara yang dapat mempersuasi dan
dapat memberikan informasi yang rasional kepada pihak lain.
d. Retorika adalah upaya pemilihan bentuk pengungkapan yang
efektif dengan cara lain yang mampu memukau.
e. Retorika adalah ide atau gagasan untuk mempersuasi.
Retorika adalah ilmu yang membahas bagaimana cara
menyampaikan sesuatu kepada orang lain menggunakan
berbagai bentuk seni-seni berbicara dengan maksud dapat
memengaruhi perasaan dan keinginan orang lain, artinya retorika
itu suatu ilmu pengetahuan yang memiliki dasar dan aturan-
aturan main yang menjelaskan hal-hal yang harus dimiliki oleh
seorang orator dari sifa-sifat serta tata cara (etika) dalam
menyampaikan retorika (Muslim, 2022).

51
Retorika sebagai ilmu dalam hal ini untuk merancang,
menata, dan menampilkan tutur kata yang persuasif, memiliki
relevansi yang tinggi, dan memainkan peranan yang besar sekali
dalam masalah kepemimpinan.
Retorika tidak hanya menekankan pada output verbal
seseorang ketika berbicara namun juga output nonverbalnya.
Percaya atau tidak, gerakan bola mata atau arah pandangan mata,
bahkan benda yang dipegang saat berbicara berpengaruh
dipercaya atau tidaknya ucapan oleh orang lain. Seni berbicara
memang erat kaitannya dengan seni mempengaruhi orang lain.
Salah satu kuncinya adalah kenali audiens. Dengan mengenali
siapa yang diajak berbicara, bisa diprediksi ada dan bagaimana
harus berbicara agar ucapan bisa dipercaya.
2. Prinsip retorika
Sebagai sebuah ilmu yang mengajarkan dan melatih
kecerdasan berbicara di hadapan khalayak, retorika menerapkan
beberapa prinsip utama yang harus dilalui oleh seorang orator.
Aristoteles sebagai salah satu pemuka retorika telah meletakkan
prinsip-prinsip retorika yang dikenal dengan istilah the five
canons of rhetoric (lima prinsip utama retorika), yaitu: invention
(penemuan), arrangement (penyusunan), style (gaya), delivery
(penyampaian) dan memory (pengingatan) (Muslim, 2022).
a. Invention atau penemuan mengacu pada penggalian dan
penemuan ide atau gagasan serta penelitian khalayak guna
mengetahui metode persuasi yang akan digunakan.
b. Arrangement atau penyusunan mengacu pada
pengorganisasian ide atau gagasan menjadi pesan.
c. Style atau gaya mengacu pada pemilihan kata-kata atau bahasa
yang tepat.
d. Delivery atau penyampaian mengacu pada penyampaian pesan
secara lisan oleh retor atau pembicara.

52
e. Memory atau pengingatan mengacu pada kemampuan retor
atau pembicara untuk mengingat apa yang akan disampaikan
kepada khalayak.
Menurut Jalaludin Rakhmat, mengasumsikan bahwa
prinsip-prinsip menyampaikan pidato perlu dimiliki seorang
komunikator, salah satunya yaitu penggunaan bentuk persuasi
yang meliputi, berikut:
Pertama, imbauan rasional adalah pendekatan terhadap
khalayak melalui akal mereka disertai dengan bukti empirik agar
mereka yakin terhadap bukti tersebut dan dapat mencernanya
dengan baik. Kedua, imbauan emosional adalah imbauan melalui
perasaan senang, haru, dan semangat khalayak. Biasanya ketika
komunikator menggunakan imbauan ini, dapat ditandai dengan
perkataan dan gaya bahasa yang menyentuh hati. Ketiga,
imbauan takut adalah imbauan yang digunakan untuk membuat
perasaan orang lain menjadi cemas, khawatir, bahkan
mengancam serta dapat membangkitkan perasaan emosi.
Keempat, imbauan ganjaran adalah imbauan dengan memberikan
khalayak kesempatan untuk mendapatkan pahala atau imbalan
dengan membuat suatu perjanjian. Kelima, imbauan motivasional
adalah imbauan yang digunakan untuk menyentuh kondisi
internal khalayak, dan imbauan ini diklasifikasikan ke dalam dua
motif yaitu motif biologis dan psikologis.

B. Ruang Lingkup Retorika


Dalam komunikasi publik dibedakan antara dialektika,
retorika, dan dialog. Dialektika membahas hal-hal yang berkaitan
dengan kepastian, sementara retorika membahas hal-hal yang
berkaitan dengan kemungkinan (Nashrulloh, 2016). Dialektika
mengarah pada diskursus (telaah tentang suatu masalah satu-
persatu). Retorika berusaha untuk mencoba menunjukkan
kebenaran yang telah ditemukan. Retorika merupakan mitra dari
dialektika, sedangkan dialog merupakan tanya jawab. Bila

53
dialektika berupaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
filosofis, retorika mengarah kepada kegunaan yang lebih praktis.
Perbandingan Antara Dialektika, Retorika dan Dialog
Bidang Aspek Substansial
a. Dialektika a. Membahas persoalan yang
sudah pasti.
b. Menjawab pertanyaan-
pertanyaan filosofi.
c. Mengarah kepada diskusi
satu persatu.
b. Retorika a. Membahas persoalan-
persoalan yang masih
mungkin.
b. Mencoba untuk
menunjukkan kebenaran
yang telah ditemukan.
c. Mengupas perkara-perkara
yang berguna secara
praktis.
c. Dialog a. Bentuk komunikasi tanya
jawab
b. Mencari pemahaman atau
jawaban.
Retorika komunikasi dakwah lebih dekat kepada epideiktif
sebab membahas nilai-nilai agam dengan mengemukakan fakta-
fakta kontemporer untuk melahirkan kesadaran, pemahaman,
dan tindakan. Ketiga bentuk ini tahap relevan hingga kini. Jenis
pidato epedeiktif masih dipergunakan oleh ulama dalam pidato
mereka. Pada periode klasik, dari abad 5 SM- 1M, ada tiga jenis
komunikasi lisan atau retorika meliputi 1) forensik, yaitu suatu
imbauan ruang pengadilan di mana seseorang membahas perkara
hukum yang didasarkan pada fakta-fakta trdahulu, 2) epideiktik,
yaitu kesempatan-kesempatan seremonial di mana seseorang
54
membahas fakta-fakta kontenporer dan 3) deliberatif, yaitu
pidato politik di mana seseorang membahas dengan fakta-fakta
yang ada untuk keperluan masa yang akan datang.
Menurut Aristoteles, retorika tidak hanya menjangkau
masalah berpidato saja. Ruang lingkupnya jauh lebih luas
daripada berpidato dan tutur lisan yang lain. Retorika juga
mencakup masalah-masalah dalam tutur bertulis atau dengan
kata lain ruang lingkup retorika adalah seluruh masalah kejadian
bertutur.
Ruang lingkup retorika yang telah disebutkan merupakan
ruang lingkup dalam arti luas. Retorika dalam ruang lingkup lebih
sempit diperinci lebih jelas oleh Jalaluddin Rahmat, yaitu:
persiapan pidato, penyusunan pidato, penyampaian pidato, cara-
cara pidato, pidato-pidato khusus dan evaluasi pidato.

C. Hubungan retorika dengan dakwah


1. Retorika untuk Dakwah
Sejak zaman Yunani-Romawi, retorika telah dipakai
sebagai salah satu cara untuk mengajak atau memengaruhi
publik. Hal ini juga telah dipakai para Nabi dan dai atau mubalig
(May, 2022). Bahkan retorika merupakan cara yang paling
banyak dilakukan dalam kegiatan dakwah, misalnya melalui
khotbah. Dalam sejarah dakwah di Indonesia telah dikenal
sejumlah dai atau mubalig yang ulung dalam melakukan dakwah
retorik yaitu terampil dalam menggunakan bahasa yang indah
dan suara yang berirama, serta gaya atau gerak tubuh yang
menarik.
Dalam perkembagan selanjutnya kajian atau studi retorika
diperluas dengan mencakup segala cara manusia dalam
menggunakan simbol untuk memengaruhi lingkungan di
sekitarnya. Pusat dari tradisi retorika ialah penemuan,
penyusunan, gaya, penyampaian dan daya ingat, yang dikenal
sebagai lima karya agung retorika.

55
Retorika diaplikasikan dalam bentuk berbicara atau
menulis kepada satu orang atau kepada beberapa orang atau
kepada banyak orang (orang banyak) yang disebut publik atau
massa secara langsung atau melalui media massa. Berbicara
kepada orang banyak (publik atau massa) dikenal juga dengan
nama public speaking (berbicara di hadapan publik) atau
berpidato (berorasi). Orang yang berpidato atau berorasi disebut
orator. Sedang pidato atau orasi adalah pengungkapan pikiran
secara lisan dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang
banyak. Dalam pelaksanaan dakwah, pidato digunakan dalam
khotbah, tabligh akbar pengajian, serta acara ceramah maulid dan
isra mikraj Nabi Muhammad saw.
Ada sembilan gaya komunikasi terkait dengan teori
retorika dalam dakwah, yaitu:
a. Dominan (dominant): cenderung untuk menjadi kuat,
memimpin pada suatu situasi sosial, sering bicara, dan dia
seringkali mengontrol percakapan.
b. Dramatik (dramatic): menyukai tindakan yang sifatnya fisik
dan vokal. Menceritakna lelucon dan cerita sehari-hari, dan
seringkali berlebih-lebihan untuk menyampaikan maksud.
Perkataanya cenderung indah.
c. Pendebat (contentious): sedang berargumen, cepat menantang
orang lain, tepat dalam menetapkan sesuatu, dan sering
memaksa bahwa orang lain menunjukkan bukti untuk
mendukung argumen mereka. Sekali terlukai, sulit
menghentikanya.
d. Bergelora (animated): mengespresikan diri secara nonverbal,
gestur yang konstan, menggunakan variasi dari ekspresi
wajah, wajah dan mata menunjukkan emosi dan perasaan.
e. Meninggalkan kesan (impression-leaving): mengatakan segala
sesuatu dalam suatu model yang dapat diingat. Komunikator
yang memiliki gaya komunikasi ini biasanya sulit dilupakan.

56
f. Santai (relaxed): tampak kalem dan tenang selama berinteraksi
meskipun di bawah tekanan. Ritme dan aliran perkataanya
jarang dipengaruhi perasaan gugup (nervous).
g. Penuh perhatian (attientive): mendengarkan orang lain secara
berhati-hati dan membiarkan mereka bicara dengan sesekali
memberikan umpan balik (feedback) nonverbal, seperti kontak
mata dan anggukan. Menampakkan empati dan biasanya bisa
mengulang secara persis perkataan orang lain.
h. Terbuka (open): siap menerima informasi pribadi.
Mengeksperesikan emosi secara terbuka.
i. Bersahabat (friendly): memberikan umpan balik (feedback)
yang positif untuk mengenali, mendukung, dan
memberdayakan orang lain.
2. Retorika dakwah Nabi Muhammad saw
Pada masa Rasulullah, retorika (al-khitabah) sudah
terpengaruh dengan uslub-uslub al-Qur’an yang bernilai balaghah
dan hikmah. Rasulullah sendiri adalah orang yang paling terkenal
dalam mempergunakan retorika karena dalam waktu yang cukup
singkat (23 tahun) telah mampu melunakkan hati kaum Quraisy.
Teori dan praktik dakwah Nabi Muhammad saw dapat
dilihat dari beberapa ayat al-Qur’an di bawah ini.
a. Ajakan harus tentang kebenaran
Dalam Q.S Ali Imran/3: 104
‫ة َي ۡد ُع وَن ِإَلى ٱۡل َخ ۡي ِر َو َي ۡأ ُم ُروَن ِب ٱۡل َم ۡع ُروِف َو َيۡن َه ۡو َن‬ٞ ‫َو ۡل َتُك ن ِّم نُك ۡم ُأَّم‬
‫َٰٓل‬
‫َع ِن ٱۡل ُم نَك ِۚر َو ُأْو ِئَك ُهُم ٱۡل ُم ۡف ِلُحوَن‬
Terjemahnya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.
b. Penyampaian merupakan sumber kepercayaan
Dalam Q.S. Fushilat/41: 33

57
‫َت َّدُع وَن ُن ُز اٗل َق ۡو اٗل ِّمَّم ن َدَع ٓا ِإَلى ٱِهَّلل َو َع ِم َل َٰص ِلٗح ا َو َق اَل ِإَّنِني ِم َن‬
‫ٱۡل ُم ۡس ِلِم يَن‬
Terjemahnya:
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan
berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
menyerah diri?"
c. Dalam pelaksanaannya harus:
1) Menggunakan prinsip yang terdapat dalam Q.S. al-An’am/6:
108
‫َو اَل َتُس ُّبوْا ٱَّل ِذ يَن َي ۡد ُع وَن ِم ن ُد وِن ٱِهَّلل َفَيُس ُّبوْا ٱَهَّلل َع ۡد َۢو ا ِبَغ ۡي ِر ِع ۡل ٖۗم‬
‫َك َٰذ ِلَك َز َّيَّنا ِلُك ِّل ُأَّمٍة َع َم َلُهۡم ُثَّم ِإَلٰى َر ِّبِهم َّم ۡر ِج ُع ُهۡم َفُيَنِّبُئُهم ِبَم ا َك اُنوْا‬
‫َيۡع َم ُلوَن‬
Terjemahan:
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang
mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan
memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah
kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa
yang dahulu mereka kerjakan.
2) Menggunkan prinsip yang terdapat dalam Q.S al-Nahl/16:
125
‫ٱۡد ُع ِإَلٰى َس ِبيِل َر ِّبَك ِبٱۡل ِح ۡك َم ِة َو ٱۡل َم ۡو ِع َظِة ٱۡل َحَس َنِۖة َو َٰج ِد ۡل ُهم ِب ٱَّلِتي ِهَي‬
‫َأۡح َس ُۚن ِإَّن َر َّبَك ُهَو َأۡع َلُم ِبَم ن َض َّل َعن َس ِبيِلِهۦ َو ُهَو َأۡع َلُم ِبٱۡل ُم ۡه َتِد يَن‬
Terjemahnya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.
3. Aplikas Retorika dalam dakwah
58
Aplikasi retorika dalam melaksanakan dakwah harus
mempertimbangkan urgensi penggunaan bahasa yang aplikatif.
Dengan penggunaan bahasa yang aplikatif, mengenai sasaran, dan
menyentuh hati nurani pendengar, maka dakwah akan mudah
diterima. Penyampaian bahasa oleh seorang juru dakwah harus
mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Informatif, untuk memberikan penerangan kepada orang lain.
Dalam hal ini bahasa yang dipergunakan adalah jelas, mudah
dimengerti, disesuaikan dengan tiap tingkat kecerdasan (daya
tangkap) pendengarnya dalam memilih kata, dialek,
peribahasa, dan sebagainya.
b. Dinamis, dipakai untuk mengemukakan tanggapan, pendapat
atau ide. Bahasa yang digunakan biasanya muluk-muluk dan
menarik perhatian.
c. Emotif, dimaksudkan untuk mendorong berbuat dan bertindak
apa yang dianjurkan pembicara. Bahasa tidak terlalu
bergelora, tetapi cukup untuk menimbulkan emosi.
d. Estetis, dipakai oleh sastrawan-sastrawan untuk maksud
keindahan dan yang bersifat seni. Bahasanya lebih
mementingkan bentuk daripada isi. Dipilihkan kata-kata yang
bagus, bersajak, dan lain-lain.
Di samping itu, dalam penyampaian retorika atau pidato
untuk berdakwah, perlu diperhatikan adanya persyaratan yang
mutlak bagi seseorang yang akan muncul di mimbar atau forum
pidato. Dua persyaratan yang mutlak diperlukan adalah:
a. Source credibility, yaitu kredibilitas sumber. Seorang sumber
dakwah (dai, muballigh) harus mempunyai kredibilitas yang
mumpuni dalam melakukan dakwahnya. Dalam hal ini subjek
dakwah harus mempersiapkan fisik, mental, maupun materi
yang akan disampaikan.
b. Source attractiveness, yaitu daya tarik sumber. Seorang sumber
dakwah (dai, muballigh) harus mempunyai daya tarik yang
kuat bagi masyarakat pendengar atau publik. Daya tarik
59
tersebut adalah daya tarik dari segi ketokohan, daya tarik fisik,
daya tarik penguasaan materi maupun daya tarik
penampilannya.
Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain sebagai berikut:
a. Seorang dai yang keliru dalam memberikan fatwa, maka
janganlah dibeberkan di depan jamaah. Terlebih lagi dai yang
bersangkutan ada di tempat tersebut. Sebab dengan cara yang
demikian itu sama dengan membuka kesalahan orang lain.
Tetapi sampaikanlah kepada yang bersangkutan dengan cara
bijaksana.
b. Dalam suatu forum pengajian dainya terdiri dari beberapa
orang, maka hendaklah satu dengan yang lain saling
menghormati atau menjunjung tinggi. Dengan kata lain, jangan
sampai menimbulkan kesan kepada jamaah semacam
kompetisi, sehingga satu dengan yang lain saling menjatuhkan.
c. Sesama dai hendaklah saling menjaga nama baik teman
seprofesinya. Setidaknya, jangan sampai ikut menimpali ketika
orang lain membicarakan kejelekannya.

D. Latihan soal
Kerjakan Soal Latihan Berikut:
1. Jelaskan pengertian retorika dan prinsip-prinsip dasar yang
terkandung dalam retorika. Bagaimana penerapan prinsip-
prinsip retorika ini dapat meningkatkan keefektifan dakwah
dalam menyampaikan pesan dan mempengaruhi audiens?
2. Bagaimana retorika dapat diaplikasikan dalam berbagai
bentuk dakwah, seperti ceramah, khutbah, atau pidato?
Jelaskan contoh konkret bagaimana penggunaan retorika
dapat membuat dakwah lebih menarik dan persuasif.
3. Jelaskan ruang lingkup retorika secara lebih rinci, termasuk
unsur-unsur apa saja yang tercakup dalam retorika.

60
Bagaimana penggunaan elemen-elemen retorika ini dapat
memberikan dampak positif dalam presentasi dakwah?
4. Dalam konteks retorika dakwah, jelaskan peran penting
dari gaya bahasa, argumen yang kuat, dan kredibilitas
pengirim pesan (da'i) dalam mempengaruhi persuasifitas
pesan dakwah. Sertakan contoh nyata dari dakwah yang
berhasil menggunakan elemen-elemen retorika ini.
5. Jelaskan bagaimana retorika memiliki keterkaitan yang erat
dengan dakwah. Bagaimana kemampuan memahami dan
mengaplikasikan retorika dapat membantu seorang da'i
menjadi lebih efektif dalam menyampaikan pesan-pesan
agama kepada khalayak?
6. Dalam konteks dakwah, jelaskan perbedaan antara dakwah
yang menggunakan retorika dengan dakwah yang tidak
memperhatikan prinsip-prinsip retorika. Berikan contoh
nyata bagaimana retorika yang tepat dapat mengubah
reaksi dan pemahaman audiens terhadap pesan dakwah.

61
BAB V
KOMPETENSI DAI

A. Pengertian Kompetensi Dai


1. Pengertian kompetensi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi berarti
kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan
sesuatu) dan kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa
secara abstrak atau batiniah.
Menurut Spencer Pribadiyono & Hendarto menyatkan
bahwa: Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari
seseorang yang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu
dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang
memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab akibat dengan
kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau
superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu.
Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang
yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat
melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik
dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan
kompetensi dai adalah pengetahuan, pemahaman, perilaku, serta
ketrampilan tertentu yang harus dimiliki seorang dai agar
mereka dapat melakukan tugasnya dengan baik. Dengan
demikian, kompetensi bagi seorang dai adalah suatu
penggambaran yang ideal, sekaligus sebagai target yang harus
mereka penuhi.
Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang, sedangkan profesional adalah orang yang ahli dalam
sebuah pekerjaan atau profesi. Berdasarkan kamus bahasa
Indonesia profesional adalah:
a. bersangkutan dengan profesi
b. memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, dan
62
c. mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya
2. Pengertian dai
Dai secara etimologi berasal dari bahasa Arab, bentuk isim
fail (kata menunjukkan pelaku) dari asal kata da’wah artinya
orang yang melakukan dakwah. Secara terminologis, dai yaitu
setiap muslim yang berakal mukallaf (aqil baligh) dengan
kewajiban dakwah. Jadi dai merupakan orang yang melakukan
dakwah, atau dapat diartikam sebagai orang yang menyampaikan
pesan dakwah kepada orang lain (mad’u).
Secara garis besar juru dakwah atau dai mengandung dua
pengertian:
a. Secara umum adalah setiap muslim atau muslimat yang
sebagai kewajiban yang melekat dan tidak terpisahkan dari
misinya berdakwah sebagai penganut Islam, sesuai dengan
perintah “ballighu ‘anni walaw ayat”.
b. Secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian
khusus (mutakhashshish-spesialis) dalam bidang dakwah
Islam, dengan kesungguhan luar biasa dan dengan qudwah
hasanah.’
Yang dimaksud dai di sini bukanlah sekadar seorang
Khatib yang berbicara dan memengaruhi manusia dengan
berbagai nasihat-nasihatnya, suaranya, serta kisah-kisah yang
diucapkannya. Bukan itu saja, walaupun hal ini merupakan
bagian darinya. Yang dimaksud dengan dai adalah seseorang yang
mengerti hakikat Islam, dan dia tahu apa yang sedang
berkembang dalam kehidupan sekitarnya serta semua problem
yang ada. Seorang dai adalah orang yang paham secara mendalam
hukum-hukum syariah, dan sunnah kauniyah. Dia adalah orang
yang mengajarkan Islam kepada manusia dengan pengajaran
yang sebenarnya. Seorang dai adalah seseorang yang tidak
menyibukkan manusia dengan perkara-perkara sunnah,
sedangkan mereka melupakan fardu, dan bukan pula orang yang

63
menjadikan manusia sibuk dengan perkara-perkara yang
diperselisihkan, padahal mereka melakukan dosa-dosa besar.
Dai ibarat guide atau pemandu terhadap orang-orang yang
ingin mendapatkan keselamatan hidup dunia dan akhirat. Ia
adalah petunjuk jalan yang harus mengerti dan memahami jalan
yang boleh dilalui dan mana jalan yang tidak boleh dilalui oleh
seorang muslim, sebelum ia memberikan petunjuk jalan kepada
orang lain. Oleh karena itu, ia di tengah masyarakat memiliki
kedudukan yang penting sebab ia adalah seorang pemuka
(pelopor) yang selalu diteladani oleh masyarakat. Perbuatan dan
tingkah lakunya selalu dijadikan tolak ukur oleh masyarakatnya,
ia adalah seorang pemimpin di tengah masyarakat walau tidak
pernah dinobatkan resmi sebagai pemimpin. Kemunculan dai
sebagai pemimpin adalah atas pengakuan masyarakat yang
tumbuh secara bertahap.
Secara ideal, dai atau pendakwah adalah orang mukmin
yang menjadikan Islam sebagai agamanya, al-Qur’an sebagai
pedomannya, Nabi Muhammad Rasulullah saw sebagai pemimpin
dan teladan baginya, ia benar-benar mengamalkannya dalam
tingkah laku dan perjalanan hidupnya, kemudin ia
menyampaikan Islam meliputi akidah, syariah, dan akhlak kepada
seluruh manusia. Definisi ini menurut pendakwah untuk
mengamalkan ajaran Islam sebelum menyampaikannya kepada
orang lain. Untuk bisa mengamalkan secara sempurna
pendakwah tentu memiliki penghayatan yang mendalam tentang
ajaran Islam. Pengahayatan ini juga dipengaruhi oleh
pengetahuan dan wawasannya tentang ajaran Islam. Seorang
muslim yang awam dan banyak dosa tidak layak menurut definisi
ini sebagai pendakwah. Pendakwah ialah ulama yang
mengamalkan secara benar pengetahuannya tentang ajaran Islam
dengan baik, meski ia belum memenuhi syarat sebagai
pendakwah.

64
Hendaknya perhatian seorang dai bergeser dari hal-hal
yang bersifat furu’ dan juz'i kepada hal-hal yang bersifat ushul
(pokok) dan kulli, dari hal-hal yang nafilah (sunah) kepada yang
bersifat fardu, dari perkara yang diperselisihkan kepada perkara
yang disepakati, dari amalan anggota tubuh kepada amalan hati,
dari sesuatu yang bersifat ekstrem kepada yang moderat, dari
yang menyulitkan kepada yang memudahkan dan
menggembirakan, dari kejumudan dan taklik kepada ijtihad dan
tajdid, dari hanya slogan dan perdebatan kepada amal dan
kontribusi, dari yang bersifat terburu-buru dan emosional ke-
pada yang bersifat ilmiah dan terencana, dari fanatisme kepada
toleransi dalam berpendapat, dari sekadar semangat pemahaman
yang mendalan (atau dari seorang singa podium sebagai
penasihat kepada metode para fukaha/dari semangat khotbah di
mimbar kepada ketenangan jiwa), dari kuantitas ke kualitas (atau
dari perhatian kepada jumlah dengan mengorbankan pendidikan
kepada perhatian terhadap tarbiah walaupun mengorbankan
jumlah) dan dari mimpi-mimpi yang melangit ke tindakan yang
membumi (atau dari sesuatu yang terlalu idealis kepada yang
mungkin dan realistis) atau dari romantisme masa lalu pada
kenyataan menghadapi masa kini, dari permusuhan yang saling
menghantam kepada perbedaan yang saling mengisi dan
komplementatif, dari cara melalaikan urusan dunia kepada usaha
menjadikannya sebagai ibadah dengan cara profesional, dari cara
berpikir lokal kepada cara berpikir global dan mendunia, dari
ujub pada diri sendiri kepada mushabah.
Memberikan hak pilih kepada umat adalah para dai diberi
tugas hanya memberikan penjelasan dan peringatan kepada
umat, di mana kalau umat mau mengikuti kehendak Allah dan
Rasul-Nya pasti mendapat kemenangan dan kebahagiaan dalam
hidup apakah secara pribadi, berkeluarga, dan bermasyarakat,
bernegara sekalipun bahkan dunian dan akhirat. Seandainya

65
umat lari dalam petunjuk Allah dan Rasul pasti menemui
kehancuran dalam hidup.
Hal-hal demikianlah yang akan disampaikan oleh para dai
yang berpedoman kepada al-Qu’an dan sunah. Jadi tinggal lagi
umat yang memilihnya, apakah dia mau atau tidak.
3. Pengertian kompetensi dai
Kompetensi dai diartikan sebagai syarat minimal yang
harus dimiliki, mencakup pemahaman, pengetahuan,
penghayatan, perilaku dan keterampilan dalam bidang dakwah
(Aisyah, 2018). Dengan istilah lain kompetensi dai merupakan
gambaran ideal (das sollen) sehingga memungkinkan ia memikul
tanggung jawab dakwah sebagai penyambung lidah Rasulullah
secara maksimal.
Kompetensi dai bermakna kemampuan dan kecakapan
yang harus dimiliki oleh seoarang dai sehingga dia bisa
mengimplementasikan nilai-nilai ajaran Islam dan mampu
bekerja dalam melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya
sebagai juru dakwah di tengah-tengah masyarakat. Kompetensi
dai merupakan kumpulan dari tiga hal berikut ini:
a. Kekuatan intelektual
Seorang dai diharuskan memahami dan menguasai dengan
baik kekuatan intelektual atau wawasan keilmuan. Kekuatan
intelektual meliputi berbagai disiplin ilmu keislaman. Tidak
hanya itu dai dituntut untuk tidak ketinggalan zaman dan tetap
mempelajari berbagai keilmuan umum kontemporer.
b. Kekuatan moral.
Selain kekuatan intelektual, seorang dai sangat perlu
memiliki kekuatan moral (quwwah al-akhlak). Dai wajib
mempunyai akhlak mahmudah atau sifat-sifat terpuji dan mulia.
c. Kekuatan spiritual
Dai memerlukan kekuatan di luar kekuatan intelektual dan
moral. Dai juga membutuhkan kekuatan spiritual (spiritual
power). Kekuatan spiritual bersumber dari tiga kekuatan pokok
66
yang saling berkaitan dan melengkapi, yaitu; iman, ibadah dan
ketakwaan.

B. Ruang Lingkup Kompetensi Dai


Dai selalu berinisiatif untuk menyampaikan pesan
dakwahnya. Maka dari kacamata komunikasi, para dai tersebut
merupakan komunikator dalam kegiatan dakwahnya. Dalam hal
ini, komunikator pada kegiatan dakwah disebut dai, karena
khusus memiliki kriteria dan persyaratan tertentu (Pirol, 2017).
Kriteria dan persyaratan dimaksud menurut Ali Hasjmy adalah
ayat 55 surat an-Nur yang merupakan mandat Allah kepada kaum
muslimin secara umum, di mana saja mereka berada dan di
zaman manapun, untuk mengangkat mereka menjadi khalifah
bumi ini, dengan syarat:
1. Mereka harus beriman benar-benar kepada Allah.
2. Mereka harus mengerjakan amal saleh dalam arti seluas-
luasnya.
3. Mereka harus menyembah hanya kepada Allah.
4. Sama sekali mereka tidak boleh mempersekutukan Allah
dengan siapa dan dengan barang apapun.
Adapun syarat khusus bagi para dai bisa disimak pada
ayat 122 surat at-Taubah yang menetapkan dua syarat utama dan
harus dimiliki oleh para juru dakwah, yaitu:
1. Berpengetahuan yang mendalam tentang Islam dan
2. Menjadi “ruh” yang penuh dengan kebenaran, kegiatan,
kesadaran, dan kemauan.
Hal terpenting bagi seorang dai adalah harus memandang
kehidupan dengan mata bernyala dan pandanagn bersih,
sehingga apabila melihat penyelewengan dalam masyarakat,
dengan tegas berteriak meluruskannya. Juru dakwah harus
menjadi lonceng peringatan, yang otomatis berbunyi
membahana.

67
Salah satu petunjuk bagi al-Qur’an bagi mereka yang
menjalankan dakwah hendaknya para dai melakukan dakwah itu
sesuai dengan kadar kemampuan akal orang yang didakwahi
(mad'u) dan sesuai dengan bahasa yang dipahami oleh mad'u-
nya. Sebagaimana Allah swt berfirman:
Kami tidak mengutus seorang Rasul pun melainkan dengan
bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan
dengan terang/jelas kepada mereka. Maka Allah
menyesatkan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberi
petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah
Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S
Ibrahim/14: 4)
Kita memahami lebih jauh apa yang dimaksud dengan "bi
lisani qaumihi" dalam ayat di atas. Hal ini bukan hanya berarti
bahwa berdakwah kepada orang Inggris pakai bahasa Inggris,
kepada orang Cina pakai bahasa Cina, kepada orang Arab pakai
bahasa Arab, kepada orang Afrika pakai bahasa Afrika, akan
tetapi lebih dari sekadar itu, sesungguhnya bahasa setiap kaum
itu memiliki kadar tingkatannya masing-masing. Bahasa orang
khusus berbeda dengan bahasa orang umum, bahasa orang kota
berbeda dengan bahasa orang desa, bahasa orang intelek berbeda
dengan bahasa orang awam, bahasa orang yang pendidikan tinggi
berbeda dengan bahasa yang berpendidikan rendah, bahasa
orang Barat berbeda dengan bahasa orang Timur. Ini artinya
bahwa makna "bi lisani qaumihi" maknanya tidak hanya sekadar
bahasa yang digunakan untuk berbicara, akan tetapi lebih luas,
yaitu memerhatikan aspek sosial, kultur, kecerdasan,
pengalaman, tradisi, ideologi, ekonomi, profesi, tempat tinggal,
dan lain sebagainya, di samping bahasa dalam arti yang
sebenarnya. Oleh karena itu, dituntut bagi seorang dai untuk
memperluas pengetahuannya.
Dakwah hendaknya disampaikan kepada setiap kaum
sesuai dengan kemampuan dan level mereka, serta dengan
metode, materi dan media yang juga disesuaikan dengan mereka
68
para mad'u. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
Sayidina Ali bin Abi Thalib: "Berbicaralah kepada manusia sesuai
dengan apa yang mereka ketahui, dan tinggalkanlah apa yang
mereka ingkari, adakah kalian menginginkan mereka
mendustakan Allah dan Rasul- Nya."
Ibnu Mas'ud berkata: "Tidaklah sekali-kali kamu berbicara
kepada seseorang dengan kata-kata yang tidak sampai kepada
otak mereka, kecuali bahwa hal itu hanya akan menjadi fitnah atas
sebagian di antara mereka."
Kompetensi kompetensi yang harus dimiliki dai antara
lain:
1. Kemampuan berkomunikasi
Dakwah adalah suatu kegiatan yang melibatkan lebih dari
satu orang yang berarti di sana ada proses komunikasi, proses
bagaimana agar suatu pesan dai (komunikator) dapat sampai
pada komunikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh dai.
2. Kemampuan penguasaan diri
Seorang dai ibarat seorang pemandu yang bertugas
mengarahkan dan membimbing kliennya untuk mengenal dan
mengetahui serta memahami objek-objek yang belum diketahui
dan perlu diketahui. Tanpa diarahkan dan dibimbing klien akan
tersesat tanpa arah dan tujuan yang jelas dan tidak jarang justru
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya tidak tercapai. Untuk
itu dai sebagai pemandu sudah semestinya bersikap bijak, sabar,
dan penuh kedewasaan.
3. Kemampuan pengetahuan psikologi
Tidak semua orang menangis berarti sedih dan tidak
semua orang tertawa berarti gembira. Itulah gambaran manusia
makhluk misterius yang padanya terdapat kondisi dan situasi
yang susah ditebak dengan pasti. Apa yang tampak pada manusia
hanyalah gejala dari kejiwaan dan inilah yang dapa dilihat dengan
mata secara lahiriahnya.

69
4. Kemampuan pengetahuan kependidikan
Kemampuan seseorang tidaklah dapat diukur hanya
dengan ukuran usia. Banyak orang yang usianya sudah tiga
puluhan, tetapi jiwanya masih seperti orang yang masih belasan
tahun, begitu pun ada anak yang usianya belasan atau dua
puluhan, tetapi jiwanya sudah cukup mapan seperti orang yang
sudah berusia tiga puluhan atau lebih.
5. Kemampuan pengetahuan di bidang pengetahuan umum
Keanekaragaman pengetahuan dan pendidikan anggota
masyarakat menuntut dai membekali dirinya dengan seperangkat
pengetahuan yang dapat menjadikannya dai tidak ketinggalan
informasi dibandingkan anggota masyarakatnya. Apalagi di alam
pembangunan seperti sekarang ini masyarakat selalu dilecut dan
dipacu oleh informasi ilmu dan teknologi. Rata-rata masyarakat
sekarang akan merasa tidak sreg jika sehari saja tidak mendapat
informasi, apalagi yang hidup di kota-kota besar. Media massa
semakin menjadi sarapan wajib bagi sekelompok manusia yang
semakin banyak jumlahnya, begitu pula televisi. Dari sanalah
kekayaan informasi anggota masyarakat semakin bertambah dan
menjadikannya berwawasan luas dan terbuka.
Dai yang hidup pada masyarakat tersebut sudah tentu
harus dapat mengimbanginya informasi-informasi yang up to
date, agar keberadaannya di tengah masyarakat tidak
disepelekan. Ia harus memperkaya diri dengan berbagai
pengetahuan walau kelihatannya pengetahuan itu tidak agamis.
Jangan sampai dai di alam pembangunan sekarang ini
wawasannya tetap statis dan menutup diri akan informasi-
informasi yang baru. Seorang dai harus menyampaikan informasi
tentang sesuatu lebih awal ketimbang orang lain.
6. Kemampuan di bidang al-Qur’an
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang merupakan sumber
utama (pokok) materi dakwah. Isi al-Qur’an sifatnya umum
sesuai ekistensinya sebagal sumber dari segala sumber hukum.
70
Oleh karena itu, untuk memahami arti dan maksud ayat-ayat al-
Qur’an diperlukan seperangkat ilmu-ilmu yang berkaitan
dengannya. Untuk memahami al-Qur’an tidak cukup hanya
menguasai bahasa Arab. Al-Qur’an memang berbahasa Arab,
tetapi tidak berarti orang yang mampu berbahasa Arab akan
mampu memaham al-Qur’an dengan benar. Penguasaan di bidang
bahasa Arab hanyalah salah satu kemampuan yang harus dimiliki
seseorang untuk dapat memahami al-Qur’an dengan benar, di
samping masih banyak lagi kemampuan yang harus dimiliki.
Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki dai dalam ilmu-ilmu
al-Qur’an itu meluputi:
a. Ilmu balaghah, yaitu ilmu yang dapat untuk memahami dan
menentukan ayat-ayat yang mubham, mujmal nasikh dan
mansukh, tabyin, dan taqyid serta ayat-ayat yang merupakan
petunjuk suruhan dan petunjuk larangan.
b. Ilmu asbabun nuzul, yaitu ilmu yang membahas sebab-sebab
turunnya ayat suci al-Qur’an. Dengan ilmu tersebut dapat
diketahui situasi, kondisi, dan kapan ayat suci al-Qur’an turun.
c. Ilmu kalam, yaitu ilmu tauhid yang membicarakan tentang
keesaan Allah sekaligus sifat-sifat-Nya yang wajib, mustahil,
dan jaiz.
d. Ilmu qira’at, yaitu ilmu yang membahas macam-macam bacaan
yang telah diterima dari Rasulullah SAW.
e. Ilmu tajwid, yaitu ilmu yang membahas tata cara membaca al-
Qur’an yang benar.
f. Ilmu ghoribil Qur’an, yaitu ilmu yang menerangkan makna
kata-kata ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa
atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-sehari.
7. Kemampuan pengetahuan di bidang ilmu hadis
Kalau al-Qur’an sebagai sumber utama dalam Islam maka
hadis adalah sumber yang ke dua. Hadis sama halnya seperti al-
Qur’an berbahasa Arab, namun bahasa hadis adalah bahasa Nabi
Muhammad sedangkan al-Qur’an adalah wahyu Allah.

71
8. Kemampuan di bidang ilmu agama secara integral
Dai adalah subjek dakwah, dalam hal ini dai ibarat orang
yang serba tahu di bidang keagamaan. Karena itu agar
masyarakat tidak kecewa terhadap eksistensi dai yang dianggap
serba tahu di bidang agama, sekaligus agar dakwahnya dapat
diterima di berbagai kelompok dan lapisan masyarakat maka dai
harus mempunyai kemampuan yang luas di bidang ilmu-ilmu
agama. Dai bukan hanya sebagai orator, tetapi dai berperan juga
sebagai pemuka yang mampu memengaruhi masyarakatnya
untuk meningkatkan kualitas mukmin dan muslim seseorang,
sekaligus mampu membantu masyarakat dalam memecahkan
persoalan-persoalan yang dihadapi baik persoalan yang
berkaitan dengan kemasyarakatan, kekeluargaan, keimanan
maupun peribadatan.
Adapun menurut Abdul Munir Mulkhan, kompetensi dai
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kompetensi substantif dan
kompetensi metodologis. Kompetensi substantif berupa kondisi
dai atau mubaligh dalam dimensi idealnya. Secara garis besar ada
tujuh kompetensi substantif atau kompetensi dasar bagi seorang
dai atau mubalig:
1. Pemahaman agama Islam secara cukup, tepat dan benar:
tugas seorang dai adalah menyebarkan agama Islam ke
tengah masyarakat. Semakin luas pengetahuan agama
seorang mubalig, semakin banyak ia mampu memberikan
ilmu kapada masyarakat. Di samping itu, pemahaman Islam
harus tepat dan benar.
2. Pemahaman hakikat gerakan dakwah: gerakan dakwah
adalah amar makruf nahi munkar dalam menampilkan
ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat senantiasa
dikembalikan pada sumber pokok, yaitu al-Qur’an dan
hadis. Gerakan dakwah merupakan suatu alat, bukan tujuan.
Perjuangan untuk menegakan amal shalih di zaman modern

72
tidak mungkin dilakukan kecuali dengan organisasi yang
rapi dan modern.
3. Memiliki akhlak al karimah: setiap dai harus memiliki akhlak
yang mulia karena mereka akan dijadikan panutan oleh
masyarakat. la akan selalu diikuti oleh umat. Oleh karena
itu, akhlak al karimah harus menjadi pakaian sehari-hari
para dai.
4. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan umum yang
relatif luas: agar para dai mampu menyuguhkan ajaran
ajaran Islam dengan lebih baik, ia harus memiliki
pengetahuan umum yang relatif luas. Dalam kenyatannya,
para dai yang efektif adalah mereka yang mempunyai
pengetahuan yang cukup luas.
5. Mencintai audiens dengan tulus: pada dasarnya, para dai
adalah pendidik umat. Oleh karena itu, sifat-sifat pendidik
yang baik seperti tekun, tulus, sabar, dan pemaaf juga harus
dimiliki oleh para juru dakwah atau dai.
6. Mengenal kondisi lingkungan dengan baik: menyampaikan
pesan pesan Islam tidak akan berhasil dengan baik tanpa
memahami lingkungan atau ekologi sosial-budaya dan
sosio-politik yang ada. Tablig Islam tidak dapat dilepaskan
dari setting kemasyarakatan yang ada. Di sinilah dai harus
jeli dan cerdas memahami kondisi umat ijabah dan umat
dakwah yang dihadapi supaya dapat menyodorkan pesan-
pesan Islam tepat sesuai dengan kebutuhan mereka.
7. Memiliki rasa ikhlas liwajhillah: seorang dai harus memiliki
semboyan, “Kami bertablig kepadamu semata-mata hanya
karena Allah, kami tidak meminta imbalan darimu dan tidak
pula kami mengharap pujian”. Semboyan ini harus perlu
menjadi niat dalam melaksanakan dakwah Islam. Jika
keikhlasan telah menjadi dasar dalam berdakwah, maka
rintangan, hambatan, dan penghalang apapun yang dihadapi

73
insya Allah tidak akan menjadi hal yang memberatkan dan
tidak akan membuat putus asa baginya.
Selain itu, seorang dai juga harus memiliki kompetensi
metodologis, yaitu sejumlah kemampuan yang harus dimilki oleh
seorang dai yang berkaitan dengan masalah perencanaan dan
metodologi dakwah. Kemampuan metodologis yang harus
dimiliki seorang juru dakwah meliputi:
1. Dai harus mampu mengidentifikasi permasalahan dakwah
yang dihadapi, yaitu mampu mendiagnosis dan menentukan
kondisi keberagamaan objek dakwah yang dihadapi.
Identifikasi masalah diartikan sebagai temuan-temuam
yang menunjukkan kesenjangan antara kondisi yang ada
dengan kondisi yang diinginkan. Dalam konteks dakwah,
berarti kesenjangan antara kondisi ideal (menurut tolak
ukur ajaran agama Islam) manusia dengan kenyataan yang
ada pada objek dakwah yang dihadapi.
2. Dai harus mampu mencari dan mendapatkan informasi
mengenai ciri-ciri objektif dan subjektif objek dakwah, serta
kondisi lingkungannya.
3. Berdasarkan informasi yang diperoleh, dai harus mampu
menyusun langkah perencanaan kegiatan dakwah sesuai
dengan pemecahan permasalahan yang ada. Langkah
tersebut berupa pengidentifikasian beberapa model, dan
memilih mana yang paling tepat serta menerapkan strategi
pelaksanaannya. Untuk dapat memiliki kompetensi ini,
seorang dai dituntut memiliki pengetahuan luas terutama
yang menyangkut ilmu-ilmu bantu.
4. Kemampuan untuk merealisasikan perencanaan tersebut
dalam pelaksanaan kegiatan dakwah. Berbagai kompetensi
di atas seharusnya ada dalam diri dai agar dia mampu
melaksanakan dakwah dengan efektif dan efisien. Untuk
memiliki berbagai kompetensi di atas, seorang dai harus

74
memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ilmu agama
dan ilmu-ilmu yang lain

C. Latihan soal
Kerjakan Soal Latihan Berikut:

1. Jelaskan pengertian kompetensi dai dalam konteks dakwah


Islam. Sebagai seorang dai, apa saja kemampuan dan
karakteristik yang harus dimiliki untuk menjalankan tugas
dakwah dengan baik? Sertakan contoh-contoh situasi yang
menunjukkan pentingnya kompetensi dai dalam
berdakwah.
2. Bagaimana pentingnya pengetahuan agama, kecakapan
berkomunikasi, dan pemahaman terhadap audiens sebagai
bagian dari kompetensi seorang dai? Jelaskan bagaimana
kombinasi dari berbagai kompetensi tersebut dapat
membantu dai dalam menyampaikan pesan dakwah dengan
lebih efektif.
3. Jelaskan ruang lingkup kompetensi dai yang mencakup
aspek keilmuan, keterampilan sosial, dan penguasaan
bahasa. Mengapa pengembangan kompetensi dai dalam
berbagai aspek tersebut sangat relevan dengan tuntutan
dakwah di era modern?
4. Bagaimana peran kepemimpinan dan kemampuan
beradaptasi dengan perkembangan zaman dalam ruang
lingkup kompetensi dai? Jelaskan bagaimana seorang dai
yang memiliki kepemimpinan yang baik dan mampu
beradaptasi dengan perubahan zaman dapat menjadi agen
perubahan dalam dakwah di era kontemporer.

75
BAB VI
ETIKA DAKWAH

A. Pengertian Etika Dakwah


Istilah etika berasal dari bahasa Latin ethica, dengan akar
katanya ethos dan dari bahasa Jerman ethike yang diserap ke
dalam bahasa Inggris menjadi ethic, yang berarti bertindak atas
dasar moralitas atau selaras dengan patokan moral yang berlaku
dalam masyarakat tertentu atau menyelaraskan perbuatan
dengan standar perilaku dari suatu profesi tertentu (Wijaya,
2015). Etika bisa disamakan dengan moral dan kaidah-kaidahnya
berdasarkan agama serta adat istiadat yang dianut oleh pihak
tertentu.
Menurut Achmad Charis Zubair, istilah etika sering
diidentikkan dengan susila (sansekerta). Su yang berarti lebih
baik dan sila yang berarti dasar-dasar, prinsip serta aturan hidup.
Jadi susila memiliki arti prinsip, dasar atau aturan hidup yang
lebih baik.
Etika berhubungan dengan soal baik atau buruk, benar
atau salah. Etika adalah jiwa atau semangat yang menyertai suatu
tindakan. Dengan demikian etika dilakukan oleh seseorang untuk
perlakuan yang baik agar tidak menimbulkan keresahan dan
orang lain menganggap bahwa tindakan tersebut memang
memenuhi landasan etika.
Etika adalah nilai-nilai kebaikan yang tumbuh selama
kehidupan manusia. Nilai-nilai tersebut sengaja diciptakan
sebagai dipenuhi dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Nilai-
nilai akan diwariskan secara turun-temurun guna menjamin
kebahagiaan serta kesejahteraan. Nilai-nilai tersebut menjadi
norma dan aturan yang harus dipatuhi. Pelanggaran terhadap
aturan tersebut berdampak pada munculnya sanksi yang akan
diterima.

76
Dalam bahasa Arab, etika dikenal dengan istilah akhlak.
Sehingga tidak jauh berbeda dengan etika, kecuali ketika kata
akhlak ditambah dengan Islam sehingga menjadi akhlak Islam
sehingga sepadan dengan etika Islam. Menurut Ahmad Amin etika
sepadan dengan akhlak atau ilmu akhlak, yaitu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada yang
lainnya.
Dalam konteks dakwah, etika yang berlaku harus sesuai
dengan norma-norma atau aturan yang berlaku. Berdakwah yang
baik menurut agama, tentu harus sesuai pula dengan norma
agama yang dianut. Bagi umat Islam, dakwah yang baik adalah
dakwah yang sesuai dengan kaidah agama, yang senantiasa
diukur dengan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan
sunah.
Secara umum etika dakwah itu adalah etika Islam itu
sendiri di mana secara umum seseorang dai harus melakaukan
tindakan-tindakan yang terpuji dan menjauhkan diri dari
perilaku-perilaku tercela.

B. Bentuk-bentuk Etika Dakwah


Secara ideal, seorang pendakwah mampu memahami dan
menjabarkan materi dengan tepat dan akurat kepada masyarakat
luas. Penyampaian yang dilakukan pendakwah merujuk kepada
kode etik dakwah. Sekurang-kurangnya ada tujuh kode etik
dakwah. Pertama, tidak memisahkan antara ucapan dan
perbuatan. Kedua, tidak melakukan toleransi agama. Ketiga, tidak
menghina sesembahan nonmuslim. Keempat, tidak melakukan
diskriminasi sosial. Kelima, tidak memungut imbalan. Keenam,
tidak berteman dengan pelaku maksiat. Ketujuh, tidak
menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui (Bukhari, 2013).
1. Tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan

77
Dengan mencontoh Rasulullah dalam menjalankan
dakwahnya, para dai hendaknya untuk tidak memisahkan antara
apa yang ia katakan dengan apa yang ia kerjakan, dalam artian
apa saja yang diperintahkan kepada mad’u, harus pula dikerjakan
dan apa saja yang dicegah harus ditinggalkan. Seorang penyeru
atau dai yang tidak beramal sesuai dengan ucapannya seperti
pemanah tanpa busur. Tanpa hal itu maka sulit dakwah mereka
akan berhasil.
2. Tidak melakukan toleransi agama
Toleransi (tasamuh) memang dianjurkan oleh Islam, tetapi
hanya dalam batas-batas tertentu dan tidak menyangkut masalah
agama (keyakinan). Dalam masalah prinsip keyakinan (akidah),
Islam memberikan garis tegas untuk tidak bertoleransi,
kompromi, dan sebagainya.
3. Tidak menghina sesembahan nonmuslim
Dai dalam menyampaikan ajarannya sangat dilarang untuk
menghina ataupun mencerca agama yang lain. Karena tindakan
mencaci atau menghina tersebut justru akan menghancurkan
kesucian dari dakwah dan sangatlah tidak etis. Pada hakikatnya
seorang dai harus menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang
aman, dan bukan cara menyebarkan kejelekan terhadap umat
lain.
4. Tidak melakukan diskriminasi sosial
Apabila menelusuri teladan nabi maka para dai hendaknya
jangan membeda-bedakan atau pilih kasih antara sesama orang.
Baik kaya ataupun miskin, kelas sulit maupun kelas marjinal
(pinggiran) ataupun status lainnya yang menimbulkan
ketidakadilan. Semua harus mendapatkan perlakuan sama.
Karena keadilan sangatlah penting dalam dakwah islam. Dai
harus menjunjung tinggi hak universal.
5. Tidak memungut imbalan
Pada tataran ini memang masih terjadi perbedaan
pendapat tentang dibolehkannya ataupun dilarang dalam
78
memungut biaya atau dalam bahasa lain memasang tarif. Dalam
hal ini berpendapat menladi tiga kelompok:
a. Mahzab Hanafi berpendapat bahwa memungut imbalan dalam
dakwah hukumnya haram secara mutlak, baik dengan
perjanjian sebelumnya maupun tidak.
b. Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’I, membolehkan dalam
memungut biaya atau imbalan, dalam menyebarkan imbalan,
dalam ajaran Islam baik ada perjanjian sebelumnya maupun
tidak.
c. Al-Hasan al-Basri, Ibn Sirin, al-Syatibi dan lainnya, mereka
berpendapat boleh hukumnya memungut bayaran dalam
berdakwah, tetapi harus diadakan perjanjian terlebih dahulu.
Perbedaan pendapat dari para ulama bisa terjadi karena
banyaknya teks-teks al-Qur’an yang menjadi sumber etika
sehingga muncul perbedaan dalam penafsiran atau
pemahamannya masing-masing.
Namun yang jadi catatan, setidaknya harus dipahami
antara “mengajar dan hanya membacakannya” seperti mengajar
al-Qur’an atau membacakan al-Qur’an? Bila mengajar berarti
mentransfer ilmu dari guru ke murid, maka dalam hal ini telah
terdapat unsur jasa dan hukumnya boleh untuk memungut
bayaran. Tetapi, apabila hanya membaca dan tanpa ada unsur
jasa, maka ini termasuk yang tidak dibolehkan untuk memungut
imbalan sebagai rujukannya adalah ketika Rasulullah menyuruh
para tawanan perangnya untuk mengajarkan baca tulis kepada
orang Arab kepada generasi Islam yang dijadikan sebagai tebusan
tawan lawan.
6. Tidak berteman dengan pelaku maksiat
Berkawan dengan orang pelaku maksiat ini dikhawatirkan
akan berdampak buruk atau serius. Karena orang bermaksiat itu
beranggapan bahwa seakan-akan perbuatan maksiatnya direstui
oleh dakwah, pada sisi lain integritas seorang dai tersebut akan
berkurang.
79
7. Tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui
Dai yang menympaikan suatu hukum, sementara ia tidak
mengetahui hukum itu pasti ia akan menyesatkan umat. Seorang
juru dakwah tidak boleh asal jawab atau menjawab pertanyaan
orang menurut seleranya sendiri tanpaasa dasar hukumnya. Da’I
juga harus menyampaikan pesan dakwah sesuai dengan taraf
kemampuannya, masing-masing tidak memaksakan sesuatu
berada diluar kesanggupan mereka.

C. Sifat yang Harus Dimiliki Dai dalam Berdakwah


Kalau dihayati dengan seksama memang banyak sekali
sifat-sifat yang profesional yang harus dimiliki seorang dai
karena dia akan berhadapan dengan perkembangan zaman yang
sangat pesat. Sehubungn masalah ini mari dicermati beberapa
pendapat para ahli di antaranya:
1. Syeikh Ali Mahfudz
Menurut Syeikh Ali Mahfudz ada beberapa yang harus
dimilik oleh dai antara lain:
a. Sesungguhnya kewajiban yang pertama atas dai ialah berilmu
dengan al-Qur’an. Yang dimaksud dengan pendalaman
padanya, dihadapkan segala sesuai kepada kandungannya
karena dia merupakan petunjuk dan pengajaran dan ibarat.
Dan demikian juga halnya sunnah dan apa-apa yang telah sah
dari semua ucapan Rasul dan sejarah kehidupanya dan sejarah
kehidupan khulafaurrasyidin dan sejarah kehidupan kaum
salaf yang shaleh.
b. Mengamalkan ilmunya, perbuuatan tidak membohongi
perkataannya dan juga tidak menyalahi zahirnya dan batinnya.
Bahkan dia menyuruh sesuatu apa-apa yang tidak ada, dia
sebagai orang yang pertama, melakukannya dan juga dia
melarang sesuatu, kalau tidak dia sebagai orang pertama
meninggalkannya, agar berfaedah pengajarannya dan
mendatangkan hasil.

80
c. Penyantunan dan berlapang dada, maka dari kesemuanya itu
akan memberikan daya mampu untuk menghilangkan
penyakit-penyakit jiwa dan hati.
d. Keberanian, itu berarti seseorang tidak takut dalam
menyatakan kebenaran dan tidak akan terambil (terangkat)
pertolongan Allah karena celaan orang yang mencela. Hal ini
sesuai dengan hadits dari Ubadah bin Shammat ra berkata:
“Kami berjanji terhadap Rasul, bahwa kami akan mengatakan
keberadaan di manapun kami berada, dan kami tidak merasa
takut terhadap celaan orang yang mencela selagi dalam urusan
kepada Allah”.
e. Bersih diri dan tidak silau pandang terhadap apa yang ada
pada tangan orang lain. Maka barang siapa yang tidak tergiur
terhadap apa-apa yang ada pada tangan manusia lain, berarti
dia paling terkaya dari orang banyak. Maka dia akan tetap
sebagai penghulu yang disayangi lagi terhormat juga akan jadi
pemberi yang akan berguna dengan sebab demikian.
f. Berilmu dengan umat penerima dakwah, sehubungan tugas-
tugas mereka, adat istiadat, tabiat-tabiat yang berlaku dalam
negri mereka, akhlak mereka atau segala apa yang
berkembang pada kebiasan masyarakat mereka.
2. Mustafa al-Maraghi
Menurut Imam Ahmad Mustafa al-Marighi ada empat sifat
yang harus dimilki oleh dai:
a. Hendaklah alim mengetahui dalm bidang al-Qur’an dan sunah
dan sejarah kehidupan Rasul saw dan khulafaurrasyidin.
b. Hendaklah ia mengetahui (pandai membaca) situasi umat yang
diberi dakwah, baik dalam urusan bakat, watak, dan akhlak
mereka atau ringkasnya kehidupan mereka.
c. Hendaklah mengetahui bahasa umat yanga dituju oleh
dakwahnya. Rasulullah sendiri memerintahkan sebagian
sahabatnya agar mengetahui bahasa Ibrani, karena beliau pun
perlu berdialog dengan orang-orang Yahudi yang menjadi
81
tetangga beliau dan untuk mengetahui hakikat keadaan
mereka.
d. Mengetahui agama, aliran dan madzhab-madzhab umat.
Dengan demikian juru dakwah mengetahui kebatilan yang
terkandung padanya dan tidak akan sulit baginya memenuhi
ajakan kebenaran yang didengungkan oleh orang lain.
3. Prof. Mahmud Yunus
Menurut Prof. Mahmud Yunus ada 14 sifat yang harus
dipunyai seorang dai, yaitu:
a. Mengetahui al-Qur’an dan sunah.
b. Harus mengamalkan ilmunya.
c. Hendaklah penyantun dan lapang dada.
d. Harus berani menrangkan kebenaran agama.
e. Hendaklah menjaga kehormatan diri.
f. Harus mengetahui ilmu masyarakat, sejarah ilmu jiwa, ilmu
bumi, ilmu akhlak, ilmu perbandingan agama dan ilmu bahasa.
g. Harus mempunyai keimanan yang kuat dan kepercayaan yang
kokoh kepada Allah tentang janjinya yang berat.
h. Hendaklah menerangkan dan mengajarkan ilmu yang
diketahui dan janganlah menyembunyikan ilmu-ilmu itu.
i. Harus berlaku tawaduk (rendah hati).
j. Harus berlaku tenang, bersikap sopan, tertib, dan bersungguh-
sungguh.
k. Haruslah mempunyai cita-cita yang tinggii dan jiwa yang besar
l. Haruslah berlaku sabar dan tabah dalm melaksankan sruan
Allah.
m. Harus bersifat takwa dan ma’unah, jujur, dan terpercaya.
n. Harus berlaku ikhlas.
4. Dr. Hamzah Ya’kub
Menurut Dr. Hamzah Ya’kub, sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh setiap dai sebagai berikut:
a. Mengetahui al-Qur’an dan sunah Rasul sebagai pokok agama
Islam.
82
b. Mengetahui pengetahuan Islam yang berinduk kepada al-
Qur’an dan sunah seperti tafsir, ilmu hadis, sejarah
kebudayaan Islam, dan sebagainya.
c. Memiliki pengetahuan yang menjaddi alat perlengkapan
seperti teknik dakwah, ilmu jiwa (psikolog), sejarah
antarpologi, perbandingan agama dan lain-lain sebagainya.
d. Memahami umat yang akan diajak ke jalan yang akan diridai
oleh Allah, demikian juga ilmu retorika dan kepandaian
membaca dan mengarang.
e. Penyantun dan lapang dada.
f. Berani kepada siapapun dalam menyatakan, membela dan
mempertahankan kebenaran.
g. Memberi contoh dalam setiap medan kebaikan supaya antara
kata-kata dengan tindakannya selaras.
h. Berakhlak baik sebagai seorang muslim.
i. Ikhlas berdakwah kepada Allah.
j. Mencintai kewajiban tugasnya sebagai dai dan tidak gampang
meniggalkan tugas tersebut.
5. Al-Bayanuni
Al-Bayanuni memberikan persyaratan pendakwah sebagai
berikut:
a. Memiliki keyakinan yang mendalam terhadap apa yang akan
didakwahkan.
b. Menjalin hubungan yang erat dengan mitra dakwah.
c. Memiliki pengetahuan dan wawasan tentang apa yang
didakwahkan.
d. Ilmunya sesuai dengan perbuatannya dan konsisten
(istikamah) dalam pelaksanaanya.
e. Memiliki kepekaan yang tajam.
f. Bijak dalam mengambil metode.
g. Perilakunya terpuji.
h. Berbaik sangka dengan umat Islam.
i. Menutupi cela orang lain.
83
j. Berbaur dengan masyarakat jika dipandang baik untuk
dakwah dan menjauh jika justru tidak menguntungkan.
k. Menempatkan orang lain sesuai dengan kedudukannya dan
mengetahui kelebihan masing-masing individu.
l. Saling membantu, saling bermusyawarah, dan saling
menasihati dengan sesama pendakwah.
6. Abu A’la al-Maududi
Abul A'la al-Maududi menyatakan bahwa sifat-sifat yang
harus dimiliki oleh pendakwah secara perorangan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Sanggup memerangi musuh dalam dirinya sendiri yaitu hawa
nafsu demi ketaatan kepada Allah swt dan Rasul-Nya.
b. Sanggup berhijrah dari hal-hal yang maksiat yang dapat
merendahkan dirinya di hadapan Allah swt dan di hadapan
masyarakat.
c. Mampu menjadi uswatun hasanah dengan budi dan akhlaknya
bagi mitra dakwahnya.
d. Memiliki persiapan mental:
1) Sabar yang meliputi di dalamnya sifat-sifat teliti, tekat yang
kuat, tidak bersifat pesimis dan putus asa, kuat pendirian
serta selalu memelihara keseimbangan antara akal dan
emosi.
2) Senang memberi pertolongan kepada orang dan bersedia
berkorban, mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan harta
serta kepentingan yang lain.
3) Cinta dan memiliki semangat yang tinggi dalam mencapai
tujuan.
4) Menyediakan diri untuk berkorban dan bekerja terus-
menerus secara teratur dan berkesinambungan.
7. Mustafa as-Siba’i
Mustafa as-Siba’i memberikan sifat-sifat pendakwah yang
ideal sebagai berikut:

84
a. Sebaiknya pendakwah dari keturunan yang terhormat dan
mulia, sebab kemuliaan pendakwah atau reformer (pembaru)
merupakan daya tarik perhatian masyarakat. Masyarakat akan
menyepelekan pendakwah jika mengetahui ia berasal dan
dibesarkan dalam suasana kehidupan yang tidak terhormat.
Sebagaimana Rasul dilahirkan dari keluarga yang termulia di
kalangan bangsa Arab, yaitu dari suku Quraisy. Suku ini adalah
kabilah Arab yang terhormat dan tersuci. Beliau adalah
keturunan dari Hasyim, keluarga yang terhormat pula.
Memang benar agama Islam tidak mengukur kemuliaan
seseorang dari keturunannya. Namun, tergabungnya
kemuliaan keturunan dengan kemuliaan amal perbuatan pada
diri seseorang tentulah lebih tinggi dan mendekatkannya pada
kesuksesan daripada orang yang tidak memiliki kedua hal
tersebut.
b. Seorang pendakwah seyogianya memiliki rasa
perikemanusiaan yang tinggi, karena dengan itulah ia akan
dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang
lemah. Akan tetapi, rasa kemanusiaan ini tidak akan mencapai
kadar yang tinggi tanpa dia sendiri pernah merasakan
penderitaan yang dialami oleh anak yatim piatu, orang-orang
miskin, dan fakir berdebu, sebagaimana yang pernah diderita
Nabi Muhammad yang yatim dan piatu.
c. Penggerak dakwah sebaiknya memiliki kecerdasan dan
kepekaan. Orang yang bodoh dan tidak cerdik sangat sulit
dijadikan pemimpin dalam bidang pemikiran, perbaikan
masyarakat, dan kerohanian. Rasulullah saw sejak kanak-
kanaknya dikenal sebagai anak yang cerdas sehingga membuat
semua orang sayang kepadanya.
d. Seyogianya seorang pendakwah hidup sehari-hari dengan hasil
usahanya sendiri atau dengan jalan lain yang baik, tidak
dengan jalan lain yang tercela dan hina. Masyarakat tidak akan
menaruh rasa hormat jika pendakwah itu telah menghinakan
85
dirinya sendiri dengan mengemis dan menanti-nanti
pemberian orang lain walaupun tidak secara terang-terangan.
Rasulullah telah memberi contoh di mana beliau sejak remaja
menjadi pengembala kambing kepunyaan penduduk Makkah
dengan mendapat upah. Dalam usia dua puluh tahun beliau
membantu Khadijah dalam usahanya berdagang.
e. Kemantapan dan baiknya riwayat hidup seorang pendakwah
pada masa mudanya juga termasuk faktor kesuksesannya
mengajak orang lain ke jalan Allah swt. Sebab dengan latar
belakang hidup seperti itu tidak ada orang yang mengungkit-
ungkit cacat dan aibnya selama dia melaksanakan dakwah.
Rasulullah sejak kecil tidak pernah mengikuti teman-teman
sepermainannya dalam permainan yang tidak berguna. Beliau
juga tidak pernah mengikuti acara saji-sajian untuk berhala,
minuman memabukkan, dan memakan makanan haram
lainnya.
f. Pengalaman-pengalaman yang dimiliki pendakwah berupa
hasil perlawatannya ke luar negeri, pergaulannya yang luas
dengan masyarakat, mengerti tradisi-tradisi dan problem-
problemnya akan besar pengaruhnya terhadap kesuksesan
dakwah. Pendakwah yang bergaul dengan masyarakat luas
hanya melalui buku-buku dan tulisan-tulisan tanpa berbaur
langsung dengan mereka dengan berbagai situasinya adalah
calon pendakwah yang gagal dalam dakwahnya. Rasulullah
pernah dua kali melakukan perjalanan ke luar kota Makkah,
yaitu ketika berusia 12 tahun dan kedua ketika berusia 25
tahun. Dalam perjalanan tersebut beliau banyak mengenal
dunia perdagangan serta berbagai adat istiadat yang berbeda-
beda.
g. Pendakwah harus menyediakan waktu untuk diisi dengan
ibadah yang menghampirkan dirinya kepada Allah swt. Hal ini
akan membuatnya selalu mengintrospeksi diri yang mungkin
kurang baik atau malah salah atau kurang bijaksana dalam
86
memilih pesan dan metode dakwahnya. Atau mungkin dia
terlibat dalam pertikaian dan perdebatan yang sengit, sehingga
melupakan Allah swt, surga, dan neraka. Karena inilah shalat
tahajud atau shalat malam yang sudah menjadi kebiasaan
bahkan kewajiban bagi para nabi sangat ditekankan bagi para
pendakwah.
8. Prof. A. Hasymi
Prof. A. Hasymi menyebutkan bahwa sifat-sifat dan sikap
laku bagi seorang da’i atau juru dakwah adalah:
a. Lemah lembut dalam menjalankan dakwah.
b. Bermusyawarah dalam segala urusan, termasuk urusan
dakwah.
c. Kebulatan tekad (azam) dalam menjalankan dakwah.
d. Tawakal kepada Allah setelah bermusyawarah dan berazam.
e. Memohon bantuan Allah sebagai konsekuensi dari tawakkal.
f. Menjauhi kecurangan atau keculasan.
g. Mendakwahkan ayat Allah untuk menjalankan roda kehidupan
bagi umat manusia.
h. Membersihkan jiwa raga manusia dengan jalan mencerdaskan
mereka.
i. Mengajar manusia kitab suci al-Quran dan hikmah atau liku-
liku ilmu pengetahuan dan rahasia-rahasia alam.
9. Dr. Samith Athif az-Zain
Dr. Samith Athif Az-Zain menjabarkan bahwa sifat-sifat dai
ada tujuh macam, yaitu:
1. Hendaklah dakwah itu ditujukan kepada Allah dan karena
Allah.
2. Hendaklah dai (pendakwah) itu beramal saleh.
3. Hendaklah dai menampakkan keislamannya, dan berkata
“Sesungguhnya aku dari orang-orang Islam”.
4. Hendaklah dakwah di jalan Allah itu disertai dalil-dalil akal
(logika) atau kebijaksanaan (hikmah).

87
5. Hendaklah dakwah itu peringatan yang baik dan nasihat yang
mulia.
6. Hendaklah dai mulai memikat pikiran-pikiran mereka pada
kenyataan-kenyataan tempat hidup mereka.
7. Hendaklah dakwah itu dipikul secara jamaah, dan menjadi
tanggung jawab jamaah (Salim, 2017).

D. Latihan soal
Kerjakan Soal Latihan Berikut:

1. Jelaskan pengertian etika dakwah dalam konteks Islam dan


jelaskan mengapa etika dakwah sangat penting dalam
proses menyampaikan pesan agama kepada masyarakat.
Berikan contoh konkret bagaimana penerapan etika
dakwah dapat mempengaruhi persepsi dan respon audiens
terhadap dakwah.
2. Bagaimana etika dakwah berhubungan dengan akhlak mulia
dan niat yang tulus? Jelaskan bagaimana seorang dai dengan
etika dakwah yang baik dapat menjadi contoh teladan bagi
masyarakat dalam menjalani kehidupan berdasarkan ajaran
agama Islam.
3. Jelaskan dua bentuk etika dakwah yang mencakup aspek
komunikasi dengan audiens. Bagaimana seorang dai harus
berkomunikasi dengan audiens secara etis untuk mencapai
efektivitas dakwah? Berikan contoh bagaimana bahasa dan
sikap komunikasi yang baik dapat membantu
menyampaikan pesan dakwah dengan lebih mudah
dipahami dan diterima.
4. Sebagai seorang dai, bagaimana cara menghargai perbedaan
pendapat dan keyakinan agama orang lain dalam konteks
dakwah? Jelaskan bagaimana etika dakwah mengajarkan
untuk menghindari sikap merendahkan atau merendahkan
keyakinan orang lain, sambil tetap tetap berkomitmen pada
nilai-nilai Islam yang murni.
88
5. Jelaskan dua sifat penting yang harus dimiliki seorang dai
dalam berdakwah, yaitu kesabaran dan keteladanan.
Mengapa kedua sifat ini sangat relevan dalam menghadapi
tantangan dan rintangan dalam menyampaikan pesan
dakwah kepada masyarakat? Berikan contoh bagaimana
kesabaran dan keteladanan dapat mempengaruhi audiens
dan memperkuat pengaruh dakwah.
6. Bagaimana pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam
berdakwah? Jelaskan bagaimana seorang dai yang jujur dan
terbuka dapat memperkuat hubungan dengan audiens dan
membantu menghindari kesalahpahaman atau prasangka
negatif terhadap dakwah. Berikan contoh bagaimana
kejujuran dan keterbukaan dapat membawa dampak positif
dalam proses dakwah.

89
BAB VII
PENGEMBANGAN BAHASA DAKWAH

A. Pengertian bahasa dakwah


1. Bahasa dakwah
Bahasa dapat menjembatani dua atau lebih pikiran dan
perasaan terutama untuk membangun kesamaan-kesamaan yang
diperlukan dalam proses komunikasi. Jembatan penghubung
inilah yang kemudian diekspresikan secara verbal melalui
bahasa. Dalam banyak hal, bahasa dapat mempermudah
menemukan kesamaan rujukan sejauh simbol-simbol (kosakata)
yang digunakanya dapat dimaknai secara sama pula, dengan
meniminalkan kemungkinan terjadinya perbedaan persepsi
(mirpersepsi) atas simbol bahasa yang digunakannya.
Jika bahasa dalam fungsinya disalurkan melalui simbol-
simbol verbal (dengan memanfaatkan kosakata yang tersedia
dalam memori manusia), simbol-simbol verbal itu akan menjadi
perekat rasa di antara para pelaku komunikasi. Nilai-nilai
universal yang melekat pada simbol-simbol bahasa inilah yang
dalam proses interaksi sosial di antara para pemeluk agama
dapat digunakan dalam kegiatan komunikasi dalam sehari-sehari.
Bahasa selalu berkaitan dengan budaya dan komunitas
para penggunanya. Bahasa dan budaya adalah dua wujud yang
tidak bisa dipisahkan. Bahasa menjadi salah satu alat ekspresi
budaya bagi penggunanya, sementara budaya merupakan muatan
nilai yang menjadi kekuatan bahasa dalam memengaruhi cara
berpikir, bersikap, dan bertindak. Perhimpitan kedua wujud
tersebut, salah satunya tampak dalam aktivitas komunikasi.
bahkan menurut riset komunikasi, bahasa diakui sebagai alat
komunikasi yang paling efektif. Pada lain sisi, komunikasi
merupakan saluran pembentukan kebudayaan. Bahasa, budaya,
dan komunikasi merupakan kesatuan yang saling memengaruhi
dan saling melengkapi.
90
Jadi, peran penting komunikasi dakwah dalam proses
kebudayaan ini salah satunya ditunjukkan oleh adanya fungsi
transmisi dalam aktivitas komunikasi. Komunikasi dan
kebudayaan merupakan dua sisi yang saling memengaruhi.
Perilaku komunikasi seseorang atau sekelompok orang akan
selalu dipengaruhi oleh kebudayaan yang melingkupi
kehidupanya dan kebudayaan sesuatu masyarakat terbentuk
melalui proses komunikasi yang berlangsung dalam setting sosial
tertentu dan dalam waktu yang cukup lama. Bahasa sendiri dalam
konteks seperti ini merupakan simbol verbal yang berfungsi
merepresentasikan nilai-nilai kebudayaan yang dianut para
penggunanya. Karena itu, selain merupakan media komunikasi
yang melekat pada kehidupan seseorang, Bahasa juga menjadi
ciri suatu kebudayaan.
2. Bahasa dalam pesan dakwah
Pesan ialah apa yang dikomunikasikan oleh sumber
kepada penerima. Pesan di sini merupakan seperangkat simbol
verbal dan atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai,
gagasan, maksud sumber tadi (Baharuddin, 2022). Pesan itu
sendiri memiliki komponen yaitu makna simbol yang digunakan
untuk menyampaikan makna dan bentuk, atau organisasi pesan.
Komunikasi dakwah terdiri atas isi pesan, akan tetapi
lambang yang digunakan bisa bermacam-macam. Sementara itu,
lambang yang bias digunakan dalan komunikasi dakwah ialah
bahasa, gambar, visual, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-
hari, pesan komunikasi dakwah yang disampaikan kepada mad’u
dengan menggunakan gabungan/kolaborasi lambang, seperti
pesan komunikasi melalui, retorika, surat kabar, film, atau
televisi. Karena bagaimanapun juga komunikasi dakwah adalah
komunikasi yang mengambarkan bagaimana komunikator
dakwah menyampaikan dakwah lewat bahasa atau simbol-
simbol tertentu kepada mad’u yang menggunakan media.

91
Lambang yang banyak digunakan dalam komunikasi
dakwah ialah bahasa karena hanya bahasalah yang dapat
mengungkapkan pikiran dan perasaan, fakta dan opini, hal yang
kongkret dan abstrak, pengalaman yang sudah lalu dan kegiatan
yang akan datang, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam
komunikasi dakwah dapat memegang peranan penting tanpa
pengunaan bahasa, hasil pemikiran yang bagaimanapun baiknya
tak akan dapat dikomunikasikan kepada orang lain secara tepat.
Banyak kesalahan informasi dan kesalahan interpretasi
disebabkan oleh bahasa bahasa terdiri dari kata dan kalimat yang
mengandung pengertian denotatif dan konotatif. Pengertian
denotatif yaitu pesan yang diterima secara umum oleh
kebanyakan seorang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama.
Sedangkan pengertian konotatif ialah yang maknanya
dipengaruhi oleh emosi dan evaluasi disebabkan oleh latar
belakang dan pengalaman seseorang.
Dalam merencanakan sebuah pesan harus harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pesan harus dirancangkan dan disampaikan sedemikian rupa
sehingga dapat menarik perhatian sasaran yang dimaksud.
b. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju pada
pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan,
sehingga sama-sama dapat mengerti.
c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak
komunikan, dan menyarankan beberapa cara untuk
memperoleh kebutuhan itu.
d. Pesan harus menyarankan suatu cara untuk memperoleh
kebutuhan tersebut yang layak bagi situasi kelompok tempat
komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan
tanggapan yang dikehendaki.
3. Peranan bahasa dalam komunikasi dakwah
Mengenai devenisi komunikasi, para ahli memberikan
batasan yang berbeda-beda dilatarbelakangi oleh berbagai
92
berspektif, seperti mekanis, sosiologis, dan psikologis (Wibisono,
2020).
a. Raymond S. Ross, mendefinisikan komunikasi sebagai proses
transaksional yang meliputi pemisahan dan pemilihan
lambang secara kognitif begitu rupa sehingga membantu orang
lain untuk mengeluarkan pengalamannya sendiri atau respons
yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.
b. Dance dalam kerangka psikologis behaviorisme
mendefinisikan komunikasi sebagai usaha-usaha
menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal
tersebut bertindak sebagai stimulus.
c. Colin Cherry, berdasarkan pendekatan sosiologis
mendefenisikan komunikasi sebagai usaha untuk membuat
satuan sosial dari invidu dengan menggunakan bahasa atau
tanda dan memiliki sendiri serangkaian peraturan untuk
berbagai kegiatan guna mencapai tujuan.
Menurut H. Bonner, bahasa merupakan hal penting
karena:
a. Bahasa merupakan media dasar bagi interaksi sosial. Tanpa
bahasa kehidupan sosial manusia tidak tidak akan timbul
tanpa bahasa, partisipasi sosial di atas taraf biologis manusia
dapat dilangsungkan.
b. Bahasa adalah satu-satunya pembawa kebudayaan dari suatu
generasi berikutnya yang mentransfer mekanisme ide-ide dan
bentuk tingkah laku.
c. Bahasa memungkinkan suatu rangkain pengertian mengenai
defenisi-defenisi umum yang sama di antara manusia.
d. Bahasa memegang peran penting dalam pertumbuhan anak
dari sejak taraf hidup biologisnya sampai dengan taraf hidup
kemasyarakatannya sebagai makhluk sosial.
e. Tanpa bahasa dalam kehidupan sosialnya, manusia tidak
dapan mewujudkan hubungan dengan manusia lain. Oleh
karena itu, bahasa harus ada dan pelihara oleh suatu
93
masyarakat mengingat keefektifannya dalam mempersatukan
individu-individu ke dalam satu kelempok sosial.
Pesan dakwah yang secara psikologis menyentuh hati mad’u
adalah jika materi (pesan) yang disampaikan itu benar dan tepat, baik
dari segi bahasa maupun logika mad’u, dan disampaikan oleh dai
yang mempunyai kualitas kepribadian yang integral yakni takwa.

B. Pengembangan Materi Dakwah


Materi (maddah) dalam dakwah sangat khas, karena tidak lain
dari al-khayr, amr ma’ruf, dan nahy munkar, sebagaimana telah
dipaparkan di muka. Hal yang baik dan buruk itu sangat manusiawi
dan universal sifatnya, dan ada bersama manusia di mana dan kapan
saja (Umroatin, M., 2020).
Meskipun demikian dalam kenyataannya terdapat perbedaan
penafsiran, sehingga perlu ada keritera yang konkret sebagai
pegangan dalam menetukan arti baik dan buruk itu secara esensial.
Oleh karena itu dakwah sebagai perintah agama (Islam) dan istilah
khas umat Islam dalam menyebarkan ajaran-ajarannya, maka dengan
sendirinya pengertian yang baik dan yang buruk itu terjabar
seluruhnya dari Islam sebagai keyakinan dan pandangan hidup. Dapat
juga dikatakan bahwa materi (maddah) dakwah secara umum ialah
“keyakinan dan pandangan hidup Islam”, yang sesungguhnya bersifat
universal dan sesuai dengan fitrah dan ke-hanif-an manusia.
Menurut Zaidallah, pengembangan bahan materi dakwah
perlu memerhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Memilih bahan yang tepat
Memilih bahan yang tepat terkait dengan:
a. Bentuk acara yang sudah disediakan, agar lebih cepat
memandang pemikiran pendengar karena acara tersebut
sudah direncanakan. Akan terasa janggal dan asing bila materi
pembahasan tidak ada kaitannya dengan acara yang
dibicarakan.
b. Pekerjaan atau usaha, maksudnya dalam penyampaian materi
dakwah, seorang dai dituntut dalam pembahasannya
94
mempunyai hubungan dengan pekerjaan dan usaha dari
masyarakatnya
2. Jangkauan ilmu tentang bahan tersebut
Seorang dai harus betul-betul menguasai bahan
dakwahnya. Apabila dai tidak mempersiapkan materinya dengan
optimal, kemungkinan akibatnya akan fatal. Sering ditemui dai
yang tidak mempunyai persiapan sehingga menyebabkan
timbulnya sifat ragu, kaku, hilang konsentrasi keluar keringat
dingin dan lain sebagainya.
3. Menyusun secara sistematis
Menyusun materi dakwah secara sistematis sangat
diperlukan oleh seorang dai. Adapun susunannya sebagai
berikut:
a. Judul
1) Tepat mengenai sasaran
2) Aktual yang sedang hangat dibicarakan
3) Ringkas pendek dan mudah dimengerti oleh pendengar
b. Pendahuluan
Pendahuluan sifatnya mengarahkan dan menarik
perhatian pendengar agar lebih terpusat dan tertuju kepada
pokok permasalahan yang akan dibahas.
c. Isi
Isi adalah masalah pokok atau pembahasan dan uraian
tentang judul. Materi dakwah harus sesuai dengan judul yang
disampaikan. Untuk itu sangat perlu setiap dai membuat
kerangka materi.
d. Penutup
Penutup isinya adalah kesimpulan dan saran-saran.
Kesimpulan merupakan hasil yang akan dibawa pulang oleh
pendengar. Sedangkan saran-saran mengajak pendengar untuk
memusatkan perhatiannya kepada isi-isi pembahasan
sebelumnya apakah bersifat perintah atau larangan.
4. Menguasai bahan
95
Setelah judul dari suatu uraian sudah ditetapkan dan
kerangkanya pun sudah disiapkan sehingga sudah jelas mau ke
mana pendengar diajak. Tugas selanjutnya adalah menguasai
bahan tersebut tahap demi tahap. Hal ini bukan menghafal teks
atau kalimat demi kalimat akan tetapi menguasai dari kerangka
tersebut mau ke mana titik fokus uraian tersampaikan yang akan
mempercepat paham pendengar.
Materi dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri, sebab
semua ajaran Islam dapat dijadikan pesan dakwah. Secara umum
materi dakwah diklasifikasikan menjadi masalah pokok, yaitu:
1. Pesan akidah
Pesan akidah berisi materi iman kepada Allah swt iman
kepada malaikat-Nya, iman kepada kitab-Nya, iman kepada rasul-
rasul-Nya, iman kepada hari akhir, iman kepada qadha dan
qadhar.
2. Pesan syariah
Pesan syariah berisi materi-materi yang terkait dengan
hukum-hukum kewajiban melaksanakan ajaran agama. Materi
pesan syariah di antaranya ibadah dan muamalah. Ibadah
meliputi taharah, salat, zakat, puasa dan haji. Muamalah meliputi
hukum perdata dan hukum publik. Hukum perdata di antaranya
hukum niaga, hukum nikah dan hukum waris. Hukum publik di
antaranya hukum pidana, hukum negara, hukum perang dan
damai.
3. Pesan akhlak
Pesan akhlak berisi materi akhlak kepada Allah swt.,
akhlak terhadap Rasulullah, akhlak terhadap manusia (diri
sendiri, tetangga dan masyarakat lainnya), akhlak terhadap
bukan manusia (flora, fauna dan sebagainya).
Di samping materi yang telah di sebutkan secara umum,
terdapat juga tema-tema materi dakwah yang bersifat khusus.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi manusia dalam
kehidupan sehari-hari.
96
Menurut Barmawi Umari, materi dakwah antara lain
dijelaskan ke dalam beberapa penjelasan berikut ini:
1. Akidah, menyebarkan dan menanamkan pengertian akidah
islamiah berpangkal dari rukun iman yang prinsipil dan
segala perinciannya.
2. Akhlak, menerangkan mengenai akhlak mahmudah dan
akhlak mazmumah dengan segala dasar, hasil dan
akibatnya, diikuti oleh contoh-contoh yang telah pernah
berlaku dalam sejarah.
3. Ahkam, menjelaskan aneka hukum meliputi soal-soal
ibadah, al-ahwal asy-syahsiyah, muamalat yang harus
dilakukan oleh setiap muslim.
4. Ukhuwah, menggambarkan persaudaraan yang dikehendaki
oleh Islam antara penganutnya sendiri serta sikap pemeluk
Islam terhadap pemeluk agama lain.
5. Pendidikan, melukiskan sistem pendidikan model Islam
yang telah dipraktikkan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam
di masa sekarang.
6. Sosial, mengemukakan solidaritas menurut tuntunan agama
Islam, tolong menolong, kerukunan hidup sesuai ajaran al-
Qur’an dan hadis.
7. Kebudayaan, mengembangkan perilaku kebudayaan yang
tidak bertentangan dengan norma-norma agama, mengingat
pertumbuhan kebudayaan dengan sifat asimilasi dan
akulturasi sesuai dengan ruang dan waktu.
8. Kemasyarakatan, menguraikan konstruksi masyarakat yang
berisi ajaran Islam dengan tujuan keadilan dan
kemakmuran bersama.
9. Amar makruf, mengajak manusia untuk berbuat baik guna
memperoleh sa’adah fi ad-darain (kebahagiaan dunia dan
akhirat).

97
10. Nahi mungkar, melarang manusia dari berbuat jahat agar
terhindar dari malapetaka yang akan menimpa manusia di
dunia dan di akhirat.
Sedangkan Ali Yafie menyebutkan bahwa pesan materi
dakwah itu terbagi menjadi lima pokok yang meliputi:
1. Masalah kehdiupan
Dakwah memperkenalkan dua jenis kehidupan, yaitu:
kehidupan bumi atau duniawi dan kehidupan akhirat yang memiliki
sifat kekal abadi.
2. Masalah manusia
Pesan dakwah yang mengeni masalah manusia ini adalah
menempatkan manusia pada posisi yang ‘mulia’ yang harus
dilindungi secara penuh. Dalam hal ini, manusia ditempatkan pada
dua status yaitu sebagai:
a. Maksum, yaitu memiliki hak hidup, hak mimiliki, hak
berketurunan, hak berfikir sehat, dan hak untuk menganut sebuah
kayakinan imani.
b. Mukalaf, yaitu diberi kehormatan untuk menegaskan Allah swt
yang mencakup:
1) Pengenalan yang benar dan pengabdian yang tulus kepada
Allah.
2) Pemeliharaan dan pengembangan dirinya dalam perilaku dan
perangi yang luhur.
3) Memelihara hubungan yang baik, yang damai, dan rukun dalam
lingkungannya.
3. Masalah harta benda
Pesan dakwah dalam bentuk ini, lebih pada penggunaan harta
benda untuk kehidupan manusia dan kemashlahatan umat. Ada hak
tertentu yang harus diberikan kepada orang yang berhak untuk
menerimanya.
4. Masalah ilmu pengetahuan
Dakwah Islam sangat mengutamakan pentingnya
pengembangan ilmu pengetahuan. Pesan yang berupa ilmu
pengetahuan disampaikan melalui tiga jalur ilmu yaitu:
98
a. Mengenal tulisan dan membaca.
b. Penalaran dalam penelitian dan rahasia-rahasia alam.
c. Penggambaran di bumi seperti study tour atau ekspedisi ilmiah.
5. Masalah akidah
Akidah dalam pesan utama dakwah, memiliki ciri-ciri yang
membedakan dengan kepercayaan lain, yaitu:
a. Keterbukaan melalui kesaksian (syahadat). Dengan demikian
seorang muslim selalu jelas identitasnya dan bersedia mengakui
identitas keagamaan orang lain.
b. Cakrawala yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah swt
adalah Tuhan alam, bukan Tuhan kelompok atau bangsa tertentu.
c. Kejelasan dan kesederhanaan. Seluruh ajaran akidah, baik soal
ketuhanan, kerasulan, ataupun alam gaib sangat mudah untuk
dipahami.
d. Ketuhanan anatara iman dan Islam atau antara iman dan amal
perbuatan.

C. Latihan Soal
Kerjakan Soal Latihan Berikut:
1. Jelaskan pengertian bahasa dakwah dan peran pentingnya
dalam upaya menyampaikan pesan agama kepada
masyarakat. Bagaimana bahasa dakwah harus disesuaikan
dengan audiens yang dituju agar pesan dapat diterima
dengan baik?
2. Bagaimana bahasa dakwah berbeda dengan bahasa-bahasa
lain dalam konteks penyampaian pesan agama? Jelaskan
bagaimana pemilihan kata-kata, gaya bahasa, dan kiasan
dalam bahasa dakwah dapat mempengaruhi daya tarik dan
pemahaman audiens terhadap pesan agama.
3. Jelaskan pentingnya pengembangan materi dakwah yang
relevan dan menarik bagi audiens. Bagaimana seorang dai
dapat mengembangkan materi dakwah agar sesuai dengan
kebutuhan dan situasi audiens yang berbeda?

99
4. Berikan contoh konkrit mengenai pengembangan materi
dakwah yang efektif, baik melalui media cetak maupun
media digital. Bagaimana pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi dapat meningkatkan aksesibilitas dan
dampak pesan dakwah yang disampaikan?

100
BAB VIII
DAKWAH DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

A. Pengertian Dakwah dalam Kehidupan


Pengertian dakwah memiliki tiga unsur pengertian pokok,
yaitu:
1. Dakwah adalah proses penyampaian ajaran Islam dari
seorang kepada orang lain.
2. Penyampaian ajaran Islam tersebut dapat berupa amar
makruf ajakan kepada kebaikan dan nahi mungkar
(mencegah segala bentuk kemaksiatan)
3. Usaha tersebut dilakukan dengan tujuan terbentuknya
suatu individu atau masyarakat yang taat dan mengamalkan
sepenuhnya seluruh ajaran Islam (Purbajati, 2021).
Pemahaman definisi dakwah terdapat perbedaan kalimat,
namun sebenarnya tidaklah terdapat perbedaan prinsipil.
Dakwah kiranya bisa diartikan ke dalam beberapa hal, yaitu:
1. Dakwah itu merupakan suatu aktivitas atau usaha yang
dilakukan dengan sengaja atau sadar.
2. Usaha dakwah tersebut berupa ajakan kepada Allah dengan
al-amr bi al-ma’ruf an-nahyu an al-munkar.
3. Usaha tersebut dimaksudkan untuk mencapai cita-cita dari
dakwah itu sendiri yaitu menuju kebahagiaan manusia di
dunia maupun di akhirat.
Pengertian dakwah dalam kehidupan dapat tercermin dari
beberapa kesimpulan-kesimpulan berikut ini:
1. Dakwah menjadikan perilaku muslim dalam menjalankan
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin yang harus
didakwahkan kepada seluruh manusia, yang dalam
prosesnya melibatikan unsur: dai (subjek), maddah
(materi), thariqah (metode), washilah (media), dan mad’u
(objek) dalam mencapai maqashid (tujuan) dakwah yang

101
melekat dengan tujuan Islam yaitu mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
2. Dakwah juga dapat dipahami dengan proses internalisasi,
transformasi, transmisi dan difusi ajaran Islam dalam
kehidupan.
3. Dakwah mengandung arti panggilan dari Allah swt dan
Rasulullah untuk umat manusia agar percaya kepada ajaran
Islam dan mewujudkan ajaran yang dipercayainya itu dalam
segala kehidupannya (Hendra, 2018).
Pada dasarnya Islam merupakan agama dakwah, yaitu
agama yang memerintahkan untuk mengajak, menyeru dan
menyampaikan kebenaran agar manusia selalu dalam bingkai
ketundukan dan penyerahan diri kepada Allah swt. Dakwah
merupakan persoalan penting dalam Islam karena berfungsi
untuk mengontrol tegaknya amar makruf nahi mungkar. Umat
Islam akan terwujud menjadi umat gemilang jika memiliki tiga
sifat menyeluruh berbuat makruf, berani melarang apa yang
mungkar dan beriman kepada Allah swt.
Kegiatan dakwah dapat menggerakkan semangat
beragama masyarakat Islam. Ajaran Islam akan menjadi hidup di
tengah-tengah umat ketika Islam dapat dipahami dengan baik
oleh masyarakatnya. Pemahaman terhadap agama Islam sebagai
kebenaran yang datangnya dari Allah, antara lain melalui
aktivitas dakwah. Kehidupan muslim akan berarti dalam
pandangan Allah apabila diisi dengan aktivitas dakwah.
Berdakwah sebagai tugas hidup setiap muslim dapat dimulai dari
diri sendiri, rumah tangga atau keluarga, kampung halaman, pada
tingkat nasional sehingga internasional.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki keterbatasan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu, manusia
perlu berinteraksii dan bekerja sama dengan manusia lainnya.
Selanjutnya, hakikat kehidupan manusia adalah bagaikan “lalu
lintas”. Semua orang merasa berhak untuk menggunakan jalan
102
raya dan semua ingin sampai kepada tempat dan tujuan yang
dituju dengan cepat. Agar tidak bertabrakan dalam perjalanan
dan selamat sampai tujuan maka diperlukan aturan berlalu lintas,
perlu rambu-rambu, perlu pengawasan dan perlu sanksi bagi
yang melanggarnya.
Sudah menjadi tabiat manusia pada umumnya, sukar
menerima sesuatu pemikiran baru yang dirasakan sebagai
pemikiran yang asing sama sekali. Orang lebih mudah menerima,
sekurang-kurangnya lebih lekas memberikan minat dan
perhatiannya kepada yang ada sangkut pautnya dengan apa yang
sudah ada hidup dalam alam pikiran dan perasaannya, ataupun
sesuatu yang dirasakan langsung mengenai kepentingan mereka
sendiri.
Dakwah Islam meliputi wilayah yang luas dalam semua
aspek kehidupan. Ia memiliki ragam bentuk, metode, media,
pesan, pelaku dan mitra dakwah. Setiap orang tidak bisa terlepas
dari kegiatan dakwah, baik sebagai pendakwah maupun sebagai
mitra dakwah. Apa pun yang berkaitan dengan Islam, dipastikan
ada unsur dakwahnya. Dakwah adalah denyut nadi Islam. Islam
dapat bergerak dan hidup karena dakwah. Luasnya wilayah
dakwah dan peranannya yang besar dalam Islam membuat
kesulitan dalam merumuskan definisi dakwah secara tepat.

B. Manfaat dan Keuntungan Menguasai Teknik Dakwah


dalam Kehidupaan Sehari-hari
Dakwah Islam merupakan tugas suci yang dibebankan
kepada setiap muslim di mana saja dia berada, sebagaimana
termaktub dalam al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw. Kewajiban
berdakwah dilakukan dengan menyerukan dan menyampaikan
ajaran agama Islam kepada masyarakat.
Agar dakwah dapat mencapai sasaran-sasaran strategis,
baik itu jangka pendek ataupun jangka panjang, maka tentunya
diperlukan suatu sistem manajerial komunikasi. Penataan

103
perkataan dan perbuatan sangat dibutuhkan terkait dengan nilai-
nilai keislaman yang relevan. Dengan adanya kondisi seperti itu
maka para dai harus mempunyai pemahaman mendalam tentang
banyak hal ketika berdakwah, di antaranya: mencari materi yang
cocok, mengetahui psikologis objek dakwah secara tepat, memilih
metode yang representatif, teknik yang bagus, menggunakan
bahasa yang bijaksana dan sebagainya.
Setiap dai dituntut agar mengetahui dengan siapa dia
berhadapan. Untuk itu para dai hendaknya mampu menempatkan
diri sesuai dengan keadaan umat. Untuk mengukur tingkat daya
pikir umat yang akan dihadapi, serta unsur-unsur apa yang
memengaruhinya, maka dalam hal ini ada dua faktor yang dapat
dijadikan alat pengukurnya, yaitu:
1. Tingkat pendidikan
Dengan mengetahui tingkat pendidikan objek dakwah, dai
akan memperkirakan samapai di mana kemampuan daya
tangkapnya. Umpananya, mad’u tamatan SD, maka kepada
mereka bahasa dakwah yang sesuai adalah materi yang bersifat
sederhana saja, tidak perlu terlalu ilmiah dan pemakaian bahasa
pun tidak tepat dengan memakai istilah-istilah asing.
2. Umur pengalaman
Dengan mengetahui unsur ini, seorang dai akan dapat
memperkirakan tingkat daya pikir si pendengar seperti apakah si
pendengar anak-anak, remaja, dewasa dan orang yang lanjut usia.
Dalam tugas penyampaian dakwah islamiah, seorang dai
sebagai subjek dakwah memerlukan seperangkat pengetahuan
dan kecakapan dalam bidang metode. Dengan mengetahui
metode dakwah, penyampaian dakwah dapat mengena sasaran,
dan dakwah dapat diterima oleh mad’u (objek) dengan mudah
karena penggunaan metode yang tepat sasaran (Mustar, 2016).
Seorang dai dalam menentukan metode dakwahnya sangat
memerlukan pengetahuan dan kecakapan di bidang metodologi.
Selain itu, pola pikir dengan pendekatan sistem (approach
104
system), di mana dakwah merupakan suatu sistem, dan
metodologi merupkan salah satu dimensinya. Maka metodologi
mempunyai peranan dan kedudukan yang sejajar dan sederajat
dengan unsur-unsur lainnya seperti tujuan dakwah, objek
dakwah, subjek dakwah maupun kelengkapan dakwah lainnya.
Teknik berisi langkah-langkah yang diterapkan dalam
membuat metode lebih berfungsi. Karena ilmu dakwah banyak
berhubungan bahkan sangat memerlukan disiplin ilmu lain,
seperti ilmu komunikasi, ilmu manajemen, psikologi, dan
sosiologi, maka penjabaran metode dan teknik-tekniknya banyak
meminjam dari beberapa ilmu di atas dengan beberapa
modifikasi.
Manfaat dan keuntungan menguasai teknik dakwah dalam
kehidupan sehari-hari sangat penting. Dengan adanya teknik,
seorang dai akan memudahkannya dalam menyampaikan materi.
Dai bisa menyempurnakan kekurangan proses dakwah yang
dilakukannya. Teknik juga bisa menjadi bahan evaluasi terkait isi
materi, sejauh mana efek atau pengaruhnya kepada penerima
ceramah. Teknik yang bagus akan memberikan perubahan yang
baik kepada orang lain.

C. Fungsi Dakwah dalam Kehidupan Sehari-hari


Secara umum, fungsi dakwah dapat dilihat dari dua segi,
yaitu; Pertama, segi tingkatan isi (pesan) dakwah. Isi atau pesan
dakwah yang disampaikan meliputi beberapa tahap yang harus
dicapai, yaitu:
1. Menanamkan pengertian, yaitu memberikan penjelasan
sekitar ide-ide ajaran Islam yang disampaikan, sehingga
orang mempunyai persepsi (gambaran) yang jelas dan
benar dari apa yang disampaikan, menanamkan pengertian
merupakan langkah awal yang harus dicapai dalam aktivitas
dakwah, karena dari pengertian yang jelas seseorang dapat
menentukan sikap terhadap ide itu.

105
2. Membangkitkan kesadaran, yaitu menggugah kesadaran
manusia agar timbul semangat dan dorongan untuk
melakukan suatu nilai yang disajikan kepadanya. Dengan
bangkitnya kesadaran ini, merupakan ambang ke arah
tindakan amaliah (realisasi perbuatan).
3. Mengaktualisasikan dalam tingkah laku, yaitu sebagai
realisasi dari pengertian dan kesadaran yang baik dan
benar, menimbulkan tingkah laku dan perbuatannya,
senantiasa didasari oleh ajaran Islam, sehingga nilai-nilai
ajaran Islam itu benar-benar berintegrasi dan tercermin
dalam kehidupan manusia.
4. Melestarikan dalam kehidupan, yaitu suatu usaha agar
ajaran Islam yang telah terealisasi dalam diri seseorang itu
dan masyarakat dapat lestari dan berkesinambungan dalam
kehidupannya, tidak dicemarkan oleh perubahan zaman
yang selalu berkembang.
Kedua, dari segi misi perubahan masyarakat (taghyir)
memberikan penjelasan tentang fungsi dakwah sebagai agen
perubahan masyarakat sebagai berikut:
1. Dari segi praktisnya, maka dakwah memajukan segala
bidang tingkah laku manusia. Maju dalam hal ini adalah
maju yang positif dan yang bersifat baik dan sehat. Dengan
demikian, dakwah berfungsi mengarahkan segala aktivitas,
keperluan dan keinginan manusia untuk mencapai sasaran
yang lebih maju tersebut. Dalam hal ini dakwah akan
memberikan tuntunan hidup yang lebih praktis dan religius.
2. Dari segi natur atau keadaan manusia sendiri, maka dakwah
bukan saja hanya mengubah natur manusia, akan tetapi
justru dakwah akan mengembalikan manusia kepada natur
(fitrah) yang benar menurut kata hatinya. Di sini keadaan
manusia selalu menjadi perhatian utama dakwah. Apa yang
disebut sebagai amar makruf nahi mungkar adalah sesuai
dengan fitrah hati nurani manusia. Dengan demikian,
106
dakwah sebenarnya bukan berbuat yang akan berlawanan
dengan hati nurani manusia. Dakwah akan memberikan
nilai untuk diri manusia dan tidak bertentangan, akan tetapi
justru mengembangkan apa yang telah ada.
3. Dari segi peranannya sebagai pembaharu masyarakat, maka
dakwah sebenarnya memberikan angin baru dan pedoman
yang akan lebih menguntungkan kultur dan sivilisasi
manusia. Kultur dan sivilisasi pasti akan bergerak ke arah
yang lebih baik, maka dalam perjalanannya yang sudah
lebih dari pada yang ada itu dakwah akan selalu
memberikan pengarahan terhadap aktivitas manusia, agar
manusia menuju ke arah yang lebih konstruktif, bukan
sebaliknya yang destruktif, sebab agama tidak menghendaki
hal-hal yang dapat merusak.
4. Dari segi kehidupan manusia dan tujuan hidupnya, maka
dakwah akan memberikan filter (penyaring), akan
memberikan arah dan selalu akan meluruskan arah hidup
manusia, apabila sewaktu-waktu terjadi penyelewengan
dalam diri manusia.
5. Dari segi diri manusia terutama dari segi psikisnya, maka
dakwah dapat memberikan pengembangan psikis yang
lebih baik, dengan kenyataan bahwa dakwah akan selalu
memberikan motivasi terhadap perbuatan baik dan
mengadakan penekanan terhadap setiap perbuatan yang
negatif, yang keji dan tidak baik.
6. Dari segi keinginan manusia yang selalu berkembang, yang
sering membahayakan manusia, maka dakwah memberikan
pengetahuan, mana yang harus dikerjakan dan mana yang
harus ditinggalkan dalam memenuhi kepuasan dan
keinginan manusia, sebab tidak semua yang tidak disenangi
oleh manusia itu buruk. Maka esensi ajaran yang akan
diberikan kepada manusia bukan dengan ukuran
kesenangan atau ketidaksenangan, tetapi berdasarkan
107
pemberitahuan wahyu Ilahi yang berkedudukan lebih tinggi
dari pengetahuan manusia tentang manusia sendiri.
7. Dari segi perlunya manusia berhubungan dengan Allah swt
maka dakwah merupakan misi yang mengajarkan moralitas,
etika islami dan pengembangan rohani manusia,
menempatkan manusia dalam kedudukan yang benar
sebagai hamba Allah swt dan sebagai makhluk yang
tertinggi nilai, sehingga tauhid yang murni menempatkan
manusia sebagai manusia, dan Tuhan sebagai Tuhan Rabbul
Alamin, dan alam sebagai alam, bukan sebaliknya, yaitu
dengan menuhankan manusia atau alam, atau
memanusiakan Tuhan atau mengalamkannya dan
sebaliknya (Adi, 2022).
Terdapat juga fungsi-fungsi dakwah dari sudut pandang
lain, yaitu:
1. Dakwah berfungsi untuk menyebarkan Islam kepada
manusia sebagai individu dan masyarakat sehingga,
meratalah rahmat Islam sebagai rahmat lil ‘alamin bagi
seluruh makhluk Allah.
2. Dakwah berfungsi melastarikan nilai-nilai Islam dari
generasi ke generasi kaum muslimin berikutnya sehingga
kelangsungan ajaran Islam beserta pemeluknya dari
generasi ke generasi berikutnya tidak putus.
3. Dakwah juga berfungsi korektif, artinya meluruskan akhlak
yang bengkok, mencegah kemungkaran dan mengeluarkan
manusia dari kegelapan rohani.
Dakwah sebagai ajakan kepada kebaikan menjadi
kewajiban bagi setiap muslim. Setiap orang bisa bermanfaat
melalui wasilah dakwah. Perbaikan yang terjadi dengan adanya
dakwah menyentuh semua lapisan masyarakat. Berikut ini
dijelaskan secara singkat fungsi dakwah bagi masyarakat.

108
1. Sebagai pembina
Seperti kita maklum, bahwa suatu pembangunan yang kita
lakukan harus pula membangun manusia-manusia yang
menggerakkan pembangunan itu. Di dalam kehidupan ini
terdapat begitu banyak kontradiksi. Kontradiksi-kontradiksi
tersebut jelas menunjukkan bahwa tujuan hidup paling utama
adalam mencapai keridhaan Allah swt di akhirat. Ajaran akhirat
menegaskan bahwa ajaran itu merupakan satu-satunya dasar
bagi berhasilnya proyek-proyek kemasyarakatan dan sekaligus
merupakn satu-satunya tujuan bagi masyarakat dan para
anggotanya.
Dengan berdakwah, agama tidak hanya mengajak kepada
berbudi luhur dan mengagungkannya, melainkan juga
menanamkan kaidah-kaidahnya, memberikan rambu-rambu
batasannya, serta menetapkan ukuran-ukurannya secara umum.
Agama juga memberi contoh segala perilaku yang harus
diperhatikan manusia, kemudian membuat manusia gemar
bersikap lurus (yang benar dan baik), melaksanakannya, serta
mengingatkan akan penyimpangan darinya. Akhirnya
menetapkan balasan pahala dan siksa terhadap yang berlaku
jujur, lurus, menyimpang dan tidak jujur.
2. Sebagai pengaruh
Membentuk manusia paripurna adalah suatu urusan yang
sangat sulit, namun iman bisa membuat mukjizat-mukjizat. Hanya
imanlah yang mampu mempersiapkan jiwa-jiwa yang bisa
menerima prinsip-prinsip kebajikan, walaupun di belakang
harinya mengandung pembebanan dan kewajiban-kewajiban,
pengorbanan dan kesulitan-kesulitan. Imanlah unsur satu-
satunya yang mampu mengubah jiwa-jiwa secara sempurna, dan
membentuk manusia menjadi manusia baru, menempanya dalam
acuan baru, sehingga mengubah tujuan hidupnya, cara-cara
perubahannya, mengarahkan tingkah-lakunya, perasaannya, dan
ukuran-ukurannya. Pendek kata, mendakwahkan keimanan
109
(dalam konsep Islam) merupakan suatu karya guna mengubah
sikap, sifat, pendapat, dan perilaku manusia menjadi manusia
baru yang Islami, seperti halnya tujuan komunikasi yang tiada
lain adalah mengubah sikap, sifat, pendapat, dan perilaku orang
lain sesuai dengan kehendak komunikatornya (si penyampai
pesannya). Oleh karena itu, berdakwah dalam rangka
menanamkan rasa keimanan dalam konsep Islam sama halnya
dengan mengomunikasikan iman itu sendiri kepada orang lain,
sehingga mereka (orang lain itu) menjadi insan yang muslim dan
mukmin.
3. Pembentuk manusia seutuhnya
Berdakwah merupakan kegiatan komunikasi yang memiliki
sifat informatif, instruktif, persuasif, dan human relations.
Informatif dengan memberitahu apa yang benar dan baik, seperti
halnya diajarkan Allh swt melalui al-Quran, dan dicontohkan
Rasulullah melalui hadisnya. Instruktif dengan mengharapkan
apa yang disampaikannya itu mau dan mampu dilaksanakan
sebaik-baiknya. Persuasif dalam arti dengan segala kiprahnya dai
memengaruhi mad'u-nya agar mau dan mampu mengubah sifat,
sikap, pendapat, dan perilakunya ke arah yang benar dan baik
menurut ajaran Islam. Sementara sifat human relations-nya
terkandung dalam cara penyampaian materi dakwahnya yang
didasarkan pada hubungan antar-manusia secara manusiawi.
Human relations pada dasarnya merupakan hubungan antar-
manusia yang dilandasi dengan proses rohaniah, yang tertuju
pada kebahagiaan dan kepuasan batin berdasarkan watak, sifat,
perangai, kepribadian, sikap, tingkah laku, dan aspek kejiwaan
lain yang terdapat pada diri manusia. Dengan berdakwah yang
mengandung keempat sifat tadi, kiranya akan terbentuk manusia
yang sangat mulia.

110
D. Latihan soal
Kerjakan Soal Latihan Berikut:
1. Jelaskan pengertian dakwah dalam kehidupan sehari-hari
dan bagaimana dakwah dapat menjadi bagian integral dari
rutinitas dan interaksi sosial masyarakat. Berikan contoh
konkret bagaimana setiap individu dapat menjadi dai dalam
lingkup kehidupan sehari-hari.
2. Bagaimana dakwah dalam kehidupan sehari-hari dapat
menjadi wujud amal jariyah (amal yang terus mengalir
pahalanya) bagi setiap individu? Jelaskan bagaimana
dakwah yang dijalankan dengan tulus dan konsisten dapat
memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat.
3. Jelaskan manfaat dan keuntungan dari kemampuan
menguasai teknik dakwah dalam kehidupan sehari-hari,
terutama dalam konteks komunikasi interpersonal dan
keluarga. Bagaimana teknik-teknik dakwah dapat
membantu individu dalam menyampaikan pesan dengan
efektif dan membangun hubungan yang lebih baik dengan
orang lain?
4. Berikan contoh nyata bagaimana kemampuan menguasai
teknik dakwah dapat membantu individu dalam
menghadapi situasi sulit, konflik, atau perbedaan pendapat
dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana dakwah dapat
menjadi alat untuk memecahkan masalah dan mencari
solusi yang baik dalam berbagai situasi kehidupan?
5. Jelaskan fungsi dakwah dalam kehidupan sehari-hari
sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran agama dan
moralitas dalam masyarakat. Bagaimana dakwah dapat
membantu individu untuk lebih sadar akan tanggung
jawabnya sebagai hamba Allah dan mengamalkan ajaran
agama dalam setiap aspek kehidupan?

111
6. Bagaimana peran dakwah dalam kehidupan sehari-hari
untuk menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik dan
harmonis? Jelaskan bagaimana dakwah dapat
mempengaruhi masyarakat dalam menciptakan nilai-nilai
sosial yang positif dan mendukung perkembangan sosial
yang lebih baik. Berikan contoh bagaimana dakwah dapat
membawa perubahan positif dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat.

112
DAFTAR PUSTAKA

Adi, L. (2022). Konsep Dakwah Dalam Islam. Jurnal


Pendidikan Ar-Rasyid, 7(3), Article 3.
http://www.journal.staisyarifmuhammad.ac.id/in
dex.php/jp/article/view/27
Aisyah, S. (2018). Public Speaking dan Konstribusinya
Terhadap Kompetensi Dai. Jurnal Ilmu Dakwah,
37(2), Article 2.
https://doi.org/10.21580/jid.v37.2.2705
al-Azizi, A. S. (2017). Sejarah Terlengkap Peradaban
Islam. NOKTAH.
Amin, S. M. (2022). Sejarah Dakwah. Amzah.
Aminudin, A., & Suradika, A. (2022). Peluang dan
Tantangan Dakwah Bil Lisan Melalui Youtube
Sebagai Metode Komunikasi Dakwah. Perspektif,
2(1), Article 1.
https://doi.org/10.53947/perspekt.v2i1.197
Baharuddin, B. (2022). Membangun Komunikasi Efektif
Dalam Penerapan Nilai-Nilai Agama Pada Anak.
Tarbiyatul Aulad, 8(02), Article 02.
https://ojs.serambimekkah.ac.id/AULAD/article/
view/4771
Bukhari, B. (2013). Karakteristik dan Bentuk Kode Etik
Dakwah. Al Munir: Jurnal Komunikasi Dan
Penyiaran Islam, 0, Article 0.
https://doi.org/10.15548/amj-kpi.v0i0.742
Caropeboka, R. M. (2017). Konsep dan Aplikasi Ilmu
Komunikasi. Penerbit Andi.

113
Dahlan, M. (2018). Nabi Muhammad saw. (Pemimpin
Agama dan Kepala Pemerintahan). Rihlah: Jurnal
Sejarah dan Kebudayaan, 6(2), Article 2.
https://doi.org/10.24252/rihlah.v6i2.6912
Hefni, H. (2017). Komunikasi Islam. Prenada Media.
Hendra, T. (2018). Profesionalisme Dakwah Dalam
Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal At-Taghyir:
Jurnal Dakwah Dan Pengembangan Masyarakat
Desa, 1(1), Article 1.
https://doi.org/10.24952/taghyir.v1i1.957
Ilaihi, W., & Polah, H. H. (2018). Pengantar Sejarah
Dakwah. Kencana.
Juriana, J. (2017). Pentingnya Penggunaan Bahasa
Inggris dalam Komunikasi Dakwah pada Era
Global. Mawa Izh Jurnal Dakwah Dan
Pengembangan Sosial Kemanusiaan, 8(2), Article
2. https://doi.org/10.32923/maw.v8i2.773
Kasman, S. (2017). Jurnalistik Dakwah (Sebuah Model
Komunikasi Islami). Jurnal Jurnalisa, 3(1), Article
1. https://doi.org/10.24252/jurnalisa.v3i1.3058
Mailani, O., Nuraeni, I., Syakila, S. A., & Lazuardi, J.
(2022). Bahasa Sebagai Alat Komunikasi Dalam
Kehidupan Manusia. Kampret Journal, 1(2), Article
2. https://doi.org/10.35335/kampret.v1i1.8
Masruuroh, L. (2020). Komunikasi Persuasif Dalam
Dakwah Konteks Indonesia. Scopindo Media
Pustaka.
May, A. (2022). Retorika Dakwah. Guepedia.

114
Muslim, A. (2022). Retorika Dakwah Ustaz Adi Hidayat
Di Channel Youtube Adi Hidayat Official: Analisis
Teori Retorika Aristoteles. Journal Of Islamic
Social Science And Communication (JISSC) DIKSI,
1(02), Article 02.
https://doi.org/10.54801/jisscdiksi.v1i02.124
Mustar, S. (2016). Kepribadian Da`I Dalam Berdakwah.
JURNAL TARBIYAH, 22(1), Article 1.
https://doi.org/10.30829/tar.v22i1.7
Mutiawati, M., & Ramadhani, S. (2023). Efektivitas
Dakwah Bil-Hal sebagai Solusi Penyampaian
Pesan Dakwah kepada Mitra Dakwah. Jurnal
Komunika Islamika: Jurnal Ilmu Komunikasi dan
Kajian Islam, 10(1), Article 1.
https://doi.org/10.37064/jki.v10i1.16950
Nashrulloh, M. A. (2016). Retorika Dakwah Dalam
Perspektif Tafsir Al-Qur’an. Jurnal Darussalam:
Jurnal Pendidikan, Komunikasi Dan Pemikiran
Hukum Islam, 8(1), 160–174.
https://doi.org/10.30739/darussalam.v8i1.13
Pirol, A. (2017). Komunikasi Dan Dakwah Islam.
Deepublish.
Purbajati, H. I. (2021). Telaah Dakwah Virtual Sebagai
Perkembangan Metode Dakwah Islam di Era
Modern. Modeling: Jurnal Program Studi PGMI,
8(2), Article 2.
https://doi.org/10.36835/modeling.v8i2.938
Rajiyem, R. (2005). Sejarah dan Perkembangan
Retorika. Humaniora, 17(2), 142–153.
https://doi.org/10.22146/jh.839
115
Ritonga, K. (2020). Bentuk -Bentuk Komunikasi dalam
Perspektif Dakwah Islam. Tadbir: Jurnal
Manajemen Dakwah FDIK IAIN Padangsidimpuan,
2(2), Article 2.
https://doi.org/10.24952/tad.v2i2.2835
Salim, A. (2017). Peran Dan Fungsi Dai Dalam Perspektif
Psikologi Dakwah. Al-Hikmah Media Dakwah,
Komunikasi, Sosial Dan Kebudayaan, 8(1), Article
1. https://doi.org/10.32505/hikmah.v8i1.401
Sunarto, S., & Sa’diyah, K. (2022). Dakwah Islam Dan
Implementasinya Terhadap Bimbingan Dan
Konseling Islam. JKaKa: Jurnal Komunikasi Dan
Konseling Islam, 2(2), Article 2.
https://doi.org/10.30739/jkaka.v2i2.1630
Syamsuriah, S. (2020). Peran Media dalam Berdakwah
di Era Moderen. Jurnal Ilmiah Islamic Resources,
17(1), Article 1.
https://doi.org/10.33096/jiir.v17i1.70
Umroatin, M., Y. (2020). Dakwah Dalam Al-Qur’an. Jakad
Media Publishing.
Wibisono, M. Y. (2020). Sosiologi Agama. Prodi S2 Studi
Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Wijaya, S. (2015). Al-Quran dan Komunikasi (Etika
Komunikasi Dalam Perspektif Al-Quran). Al
Burhan: Jurnal Kajian Ilmu Dan Pengembangan
Budaya Al-Qur’an, 15(1), Article 1.
https://doi.org/10.53828/alburhan.v15i1.59

116

Anda mungkin juga menyukai