Anda di halaman 1dari 29

lOMoARcPSD|26203860

INDUSTRI GULA PASIR

kimia Industri (Universitas Malikussaleh)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)
lOMoARcPSD|26203860

MAKALAH PROSES INDUSTRI KIMIA


“INDUSTRI GULA PASIR”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III
KELAS A4 TEKNIK KIMIA

YUFRI NIM 190140121


RISKA DWI SAFIRA NIM 190140122
AZMI HENDRI NIM 190140123
M. HAIKAL AF. NIM 190140139

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2020/2021

KATA PENGANTAR

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala


limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman
bagi pembaca semuanya. Harapan kami semoga makalah ini
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Akhirnya kami
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita pada umumnya
dan bagi kami khususnya.

Bukit Indah, 03 September 2020

Kelompok 3

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................6

1.3 Tujuan...................................................................................................6

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Bahan Baku...........................................................................................6

2.2 Tahapan Proses.....................................................................................8

2.3 Rangkaian Peralatan...........................................................................15

BAB III PERMASALAHAN

3.1 Permasalahn Produksi Gula................................................................18

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Produksi Gula................................................................24

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan.........................................................................................29

4.2 Saran...................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara agraris yang menekuni salah satu subsektor


perkebunan. Salah satunya adalah tanaman tebu untuk produksi gula. Selain gula,
tanaman tebu juga dapat diolah menjadi produk bahan baku industri makanan,
minuman, farmasi, pakan, pangan, kosmetik, pupuk dan komponen kendaraan
bermotor sehingga menjadi komoditas perdagangan dunia (sukardi,2010).
Pengelolaan Sumber daya alam ini juga dapat membuka kesempatan kerja sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan bagi petani tebu. Industri gula tebu diharapkan
dapat memberikan dampak terhadap struktur perekonomian wilayah dengan
meningkatkan pendapatan daerah (Wiranata, 2013).

Gula adalah salah satu karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan
langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi (Darwin, 2013). karbohidrat
sederhana ini umumnya dihasilkan dari tebu. Namun ada juga bahan dasar pembuatan
gula yang lain, seperti air bunga kelapa, aren, palem, kelapa atau lontar. Gula
merupakan komoditas utama perdagangan di Indonesia. Gula merupakan salah satu
pemanis yang umum dikonsumsi masyarakat. Gula biasanya digunakan sebagai
pemanis dalam makanan maupun minuman. Dalam bidang makanan, selain sebagai
pemanis, gula juga digunakan sebagai stabilizer dan pengawet.

Gula mengandung sukrosa yang merupakan anggota dari disakarida. Sukrosa


ini biasa diperoleh dari nitra, tebu, bit gula atau aren. Sumber gula lainnya yang
minor juga terdapat pada kelapa. Sumber-sumber pemanis lainnya yaitu umbi dahlia,
anggur dan bulir jagung.

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

Produksi gula menggunakan mesin lebih efektif dan efisien dibandingkan


dengan pembuatan gula secara tradisional. Pabrik-pabrik gula tradisional biasanya
hanya menghasilkan gula dalam skala kecil. Hasil dari pembuatan gula tradisional
kualitasnya lebih rendah, karena gula yang dihasilkan berwarna kecoklatan atau
kuning. Hal ini menjadikan masyarakat enggan membeli dan distribusi gula jenis ini
hanya terbatas pada masyarakat sekitar pabrik. Sementara itu, pabrik modern
menghasilkan dalam skala besar dengan gula berwarna putih dan mutunya baik.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu:
1. Bagaimana proses pembuatan gula pada industri gula?
2. Apa saja alat atau mesin yang digunakan dalam pembuatan gula?
3. Bagaimana cara kerja alat-alat dalam setiap tahapan proses pembuatan gula?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan pada makalah ini yaitu:
1. Mengetahui proses yang berlangsung dalam pembuatan gula di industry gula.
2. Mengetahui alat apa saja yang digunakan dalam pembuatan gula.
3. Untuk mengetahui bagaimana cara kerja alat-alat dalam setiap proses
pembuatan gula.

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku


Gula merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia. Rata – rata
manusia di Indonesia mengkonsumsi gula sebanyak 12 – 15 kg per tahun. Dengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk, tentu kebutuhan akan gula akan semakin
meningkat pula. Di Indonesia gula kristal yang konsumsi sehari – hari didominasi
oleh gula tebu. Gula kristal ini dibuat dan diproses dari tanaman tebu. Bagi penduduk
di daerah pedesaan Jawa tentu sudah sangat kenal dengan Tebu ini. Tanaman ini
merupakan jenis tanaman semusim yang dipanen atau ditebang satu tahun sekali.
Bahan baku yang bisa digunakan dalam pembuatan gula pasir yaitu tebu. Tebu
adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya
tumbuh di daerah beriklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen
mencakup kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan dipulau
jawa dan sumatera. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas
dengan mesin pemeras di pabrik gula. Sesudah itu, air tebu di saring, dimasak dan
diputihkan sehingga menjadi gula pasir. Dari proses pembuatan tebutersebut akan
dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90 % dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air.
Nama tebu hanya terkenal di Indonesia. dilingkungan internasional tanaman
ini lebih dikenal dengan nama ilmiahnya Saccharum officinarum L. Jenis ini
termasuk dalam famili Gramineae atau kelompok rumput-rumputan. Secara
morfologi tanaman tebu dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu batang, daun,
akar, dan bunga. Masing-masing bagian memiliki ciri-ciri tertentu.
Ciri-ciri Batang tebu yaitu:
1. Tumbuh tegak, sosoknnya tinggi kurus dan tidak bercabang.
2. Tinggi mencapai 3,5 meter.
3. Memiliki ruas dengan panjang ruas 10,30 cm.

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

4. Kulit batang keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau
kombinasinya.

Ciri-ciri daun tebu yaitu:


1. Merupakan daun tidak lengkap
2. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling
3. Pelepah memeluk batang, semakin keatas semakin menyempit, terdapat bulu-
bulu daun dan telinga daun.
4. Pertulangan daun sejajar
5. Helaian daun berbentuk garis dengan ujung meruncing, bagian tepi bergerigi
dan permukaan daun kasar.

Ciri-ciri akar tebu yaitu:


1. Akar serabut
2. Panjang mencapai 1 Meter

Ciri-ciri bunga tebu yaitu:


1. Merupakan bunga majemuk
2. Panjang bunga majemuk 70-90 cm
3. Setiap bunga mempunyai 3 daun kelopak, 1 daun mahkota, 3 banang sari dan
2 kepala putik

Varietas tebu yang baik untuk bahan baku gula. Varietas tebu sangat banyak
jumlahnya, tetapi tidak semua unggul. Yang dimaksud variatas unggul adalah varietas
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tingkat produktivitas gula yang tinggi. Produktivitas dapat diukur dari bobot
atau rendaman yang tinggi;
2. Tingkat produktivitas (daya produk) yang stabil;
3. Kemampuan yang tinggi untuk di kepras; dan

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

4. Teloransi yang tinggi terhadap hama dan penyakit;

Varietas tebu yang baik untuk bahan baku gula adalah Varietas tebu yang
termasuk kedalam kriteria Varietas yang sudah mencapai masa tebu layak giling.
Yang dimaksud tebu layak giling adalah :
1. Tebu yang ditebang pada tingkat pemasakan optimal.
2. Kadar kotoran (tebu mati, pucuk, pelepah tanah, dll) maksimal 2%
3. Jangka waktu sejak tebang sampai giling tidak lebih dari 36 jam.
Berdasarkan ciri-ciri tebu diatas maka pada umumnya pabrik gula di
Indonesia memakai tebu Varietas Ps dari pasuruan dan Bz dari Brazil.

2.2 Tahapan Proses


Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan gula adalah tanaman tebu.
Pemanenan dilakukan setelah tebu cukup masak. Mengandung kadar sukrosa lebih
banyak daripada monosakarida. Untuk mengetahui factor pemasakan, koefisien daya
tahan, dan lainnya maka dilakukan analisa terlebih dahulu sebelum penggilingan,
sekitar 1,5 bulan. Setelah tebu dipanen dan diangkat ke pabrik selanjutnya dilakukan
pengolahan gula putih. Pengolahan tebu menjadi gula putih dilakukan di pabrik
dengan menggunakan peralatan yang sebagian besar bekerja secara otomatis.

Tahap-tahap dalam proses pengolahan gula putih, antara lain:


1. Pemanenan
Pemanenan dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan
mesin. Pemotongan tebu secara manual merupakan pekerjaan kasar yang berat, tapi
dapat mem pekerjakan banyak orang di area di mana banyak terjadi pengangguran.
Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, dedauan hijau di bagian atas
dihilangkan dan batang-batang tersebut diikat menjadi satu. Potongan-potongan
batang tebu yang telah diikat tersebut kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

menggunakan pengangkut-pengangkut kecil dan kemudian dapat diangkut lebih


lanjut dengan kendaraan yang lebih besar ataupun lori tebu menuju ke penggilingan.

Pemotongan dengan mesin umumnya mampu memotong tebu menjadi


potongan-potongan pendek. Mesin hanya dapat digunakan ketika kondisi lahan
memungkinkan dengan topografi yang relatif datar. Sebagai tambahan, solusi ini
tidak tepat untuk kebanyakan pabrik gula karena modal yang dikeluarkan untuk
pengadaan mesin dan hilangnya banyak tenaga kerja kerja.

2. Ekstraksi Nira

Ekstraksi adalah proses pemerahan atau pemisahan cairan sari tebu (nira) dari
batangnya. Di kebanyakan pabrik, tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling
putar yang berukuran besar. Cairan sari tebu manis dikeluarkan dan serat tebu
dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin pemanas (boiler). Di lain pabrik,
sebuah diffuser digunakan seperti yang digambarkan pada pengolahan gula bit. Jus
yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor, seperti sisa-sisa tanah dari lahan,
serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya
bercampur di dalam gula.
Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu,
dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir
dan batu-batu kecil dari lahan yang terhitung sebagai abu. Sebuah tebu bisa

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar
25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula.

3. Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)


Pabrik dapat membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan
semacam kapur (slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran
untuk kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini dinamakan
liming. Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk
mengoptimalkan proses penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2
dicampurkan ke dalam jus dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah
diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi, yaitu
sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan kelajuan
yang rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus
yang jernih.
Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula
sehingga biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi)
dimana jus residu diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum
dikeluarkan, dan hasilnya berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini
kemudian dikembalikan ke proses.

4. Evaporasi (Penguapan Nira)


Setelah mengalami proses liming, Nira jernih masih banyak mengandung uap
air. Untuk menghilangkan kadar air dilakukan penguapan. jus dikentalkan menjadi
sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang
dinamakan evaporasi. Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung
menuju ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi.
Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan
(liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki
kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam evaporator majemuk (multiple effect

10

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

evaporator) yang dipanaskan dengan steam agar bisa mendapatkan kondisi mendekati
kejenuhan (saturasi). Kemudian nira kental berwarna gelap dengan kepekatan 60 brik
yang dihasilkan diberi gas SO2 sebagai belancing dan siap dikristalkan. Sedangkan
uap yang dihasilkan dibuang ke kondensor sentral dengan perantara pompa vakum.

5. Kristalisasi
Nira kental dari sari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam suatu pan
vakum, yaitu tempat dimana nira pekat hasil penguapan dipanaskan terus-menerus
sampai mencapai kondisi lewat jenuh, sehingga timbul kristal gula.. Pembentukan
kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal
terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor) diputar di
dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada
proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut
kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.
Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung
sejumlah gula sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Disebabkan
materi-materi non gula yang ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini
terutama terjadi karena keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang
merupakan hasil pecahan sukrosa. Oleh karena itu, tahapan-tahapan berikutnya
menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi
tidak mungkin lagi dilanjutkan.
Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan
tiga proses pendidihan. Sistem yang dipakai yaitu ABC, dimana gula A dan B
sebagai produk,dan gula C dipakai sebagai bibit (seed), serta sebagian lagi dilebur
untuk dimasak kembali. Pemanasan menggunakan uap dengan tekanan dibawah
atmosfir dengan vakum sebesar 65 cmHg, sehingga suhu didihnya 650c. Jadi kadar
gula (sakarosa) tidak rusak akibat terkena suhu yang tinggi. Hasil masakan
merupakan campuran kristal gula dan larutan (Stroop). Sebelum dipisahkan di
putaran gula, lebih dulu didinginkan pada palung pendinginan (kultrog).

11

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

Pendidihan A akan menghasilkan gula terbaik yang siap disimpan. Pendidihan


B, membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di dalam panci pengkristal
juga lebih lama hingga ukuran kristal yang dinginkan terbentuk. Beberapa pabrik
melakukan pencairan ulang untuk gula B yang selanjutnya digunakan sebagai umpan
untuk pendidihan A, pabrik yang lain menggunakan kristal sebagai umpan untuk
pendidihan A dan pabrik yang lainnya menggunakan cara mencampur gula A dan B
untuk dijual. Pendidihan C membutuhkan waktu secara proporsional lebih lama
daripada pendidihan B dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
terbentuk kristal. Gula yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk
pendidhan B dan sisanya dicairkan lagi. Sebagai tambahan, karena gula dalam jus
tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang
manis yaitu molasse. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak
atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol. Inilah yang menyebabkan lokasi
pabrik rum di Karibia selalu dekat dengan pabrik gula tebu.

6. Penyimpanan
Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama
penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di
dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena
kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya
tidak diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut
ketika sampai di negara pengguna.

7. Afinasi
Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan
pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses
yang dinamakan dengan afinasi. Gula kasar dicampur dengan sirup kental
(konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup
sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat).

12

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

Campuran hasil (magma) disentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga
pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan
sebelum perlakuan berikutnya (karbonatasi). Cairan yang dihasilkan dari pelarutan
kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat warna, partikel-partikel halus, gum
dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari
proses.

8. Karbonatasi
Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk
membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh.
Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua
teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat
diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam
cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran tersebut.
Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikel-partikel
kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya
mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu
dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-
gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin materi-
materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi
non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan.
Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa
penghilangan warna. Selain karbonatasi, teknik yang lain berupa fosfatasi. Secara
kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan
fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih kompleks,
dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelah liming seperti
yang sudah dijelaskan di atas.

9. Penghilangan warna

13

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya
mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-
kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular
(granular activated carbon, GAC) yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat
warna. GAC merupakan cara modern setingkat bone char, sebuah granula karbon
yang terbuat dari tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan
karbon mineral yang diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak
hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas
dimana warna akan terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan
menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan lebih sedikit warna daripada
GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara
kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan. Cairan jernih dan
hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali jika jumlahnya
sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam pemurnian.
Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi.

10. Pendidihan
Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk
tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk
mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari
kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk
memisahkan keduanya. Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan
pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian
dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk
didistribusi.
11. Pengolahan sisa (Recovery)
Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan
pada tahap afinasi masih mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-
cairan ini diolah di ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti

14

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

pengolahan gula kasar, bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara
dengan gula kasar hasil pembersihan setelah afinasi. Seperti pada pengolahan gula
lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya diekstrak dari cairan sehingga diolah
menjadi produk samping: molase murni. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut
menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya pabrik
penyulingan alkohol.

2.3 Rangkaian Peralatan (Flow Sheet)


Gula merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia. Rata – rata
manusia di Indonesia mengkonsumsi gula sebanyak 12 – 15 kg per tahun. Dengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk, tentu kebutuhan akan gula akan semakin
meningkat pula. Di Indonesia gula kristal yang konsumsi sehari – hari didominasi
oleh gula tebu. Gula kristal ini dibuat dan diproses dari tanaman tebu. Bagi penduduk
di daerah pedesaan Jawa tentu sudah sangat kenal dengan Tebu ini. Tanaman ini
merupa kan jenis tanaman semusim yang dipanen atau ditebang satu tahun sekali.
Proses pembuatan tebu menggunakan alat alat pabrik yang terdiri atas mesin
manual dan mesin modern. Mesin-mesin manual yang digunakan dalam proses
pembuatan gula antara lain adalah
1. Mesin elektrolisa yang terdiri dari
 Mesin pengerja pendahulu (Voorbewer kers) yang terdiri dari Unigator
Mark IV dan Cane knife.
 Alat gilingan terdiri dari 5 buah gilingan dan 3 rol penggiling.
2. Mesin pemurnian nira yang terdiri dari :
 Tabung Defekator
 Alat Pengendap
 Rotary Vacuum Filter
3. Mesin penguap yang terdiri dari :
 Beberapa evaporator
 Kondespot

15

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

 Michaelispot
 Pompa vakum
4. Mesin kristalisasi terdiri dari :
 Pan vakum
 Palung pendingin (kultrog)
5. Mesin putaran gula (centrifugal)
 Broadbent
 Batch Sangerhausen
 Wester Stated CCS
 BMA 850 K
6. Mesin pengering
7. Mesin pembangkit tenaga uap/listrik

Mesin-mesin manual yang digunakan dalam proses pembuatan gula antara


lain adalah
1. Boiler
2. Diffuser
3. Clarifier
4. Vakum Putar
5. Evaporator Majemuk(multiple effect evaporator)
6. Sentrifugasi
7. Resin
8. Recovery

Proses pembuatan gula dari tebu memerlukan beberapa tahapan dan proses
kimia serta mekanis. Kalau beras yang kita makan hanya dilakukan proses
penggilingan dari gabah menjadi beras beda dengan pembuatan gula dari tebu yang
harus dilakukan dalam skala pabrik. Untuk mengetahui langkah pembuatan gula dari
tebu dapat anda lihat di diagram di bawah :

16

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

17

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

BAB III
PERMASALAHAN

Industri gula nasional mengalami kemunduran dalam hal jumlah pabrik gula
dan produksi gula nasional. Menurut Dewan Gula Nasional (2000), saat ini terdapat
60 pabrik gula yang aktif dimana 43 pabrik dikelola oleh BUMN,dan 17 pabrik
dikelola oleh swasta. Luas area tebu yang dikelola sekitar 341.057ha yang umumnya
berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung dan Suwalesi Selatan. Penurunan
produksi gula nasional karena adanya kebijakan produsen utama dan konsumen
utama melakukan intervensi terhadap industri dan perdagangan gula. Sehingga sangat
berpengaruh pada harga gula /daya saing di pasar internasional.

Untuk PG milik BUMN, terutama yang berlokasi di Jawa, sebagian besar


tanaman tebu dikelola oleh rakyat. Dengan demikian, PG di Jawa umumnya
melakukan hubungan kemiteraan dengan petani tebu. Secara umum, PG lebih
berkonsentrasi di pengolahan sedangkan petani sebagai pemasok bahan baku tebu.
Dengan sistem bagi hasil, petani memperoleh sekitar 66% dari produksi gula petani,
sedangkan PG sekitar34%. Petani tebu di Jawa secara umum didominasi (70%) oleh
petani kecil dengan luas areal kurang dari 1 ha. Bagi petani arealnya luas, sebagian
lahan mereka pada umumnya merupakan lahan sewa (Suryana, A, 2005).
Pengusahaan tebu di Jawa dapat dibedakan atas tebu rakyat yang di tanam di lahan
sawah dan lahan kering, serta tebu milik pabrik gula. Sebelum deregulasi industri
gula pada tahun 1998, pengusahaan tebu dapat dibedakan atas pertanaman kolektif
dan pertanaman individual. Pertanaman kolektif merupakan usaha tani tebu dalam
satu hamparan yang pengelolaannya di tangani oleh kelompok tani. Sedangkan
pertanaman individual pengelolaannya dilakukan oleh petani secara individu. Namun
setelah deregulasi industri gula, sebagian besar pertanaman tebu rakyat merupakan
usaha tani individu. Setelah mengalami masa kejayaan pada tahun 1930-an dengan
produksi mencapai 3,1 juta ton dan ekspor 2,4 juta ton, industri gula mengalami

18

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

pasang surut. Pada saat ini, luas areal tanaman tebu Indonesia mencapai 473 ribu
hektar dengan total produksi sebesar 3..159.836 ton , sekitar 289 ribu hektaratau 61%
berada di jawa. Dari luasan pertanaman tebu di Jawa tersebut, sekitar 40 persen
diusahakan di lahan sawah dan 60 persen di lahan tegalan.

Masalah pergulaan nasional yang dihadapi saat ini adalah tidak terpenuhinya
kebutuhan gula nasional. Indonesia sampai saat ini masih mencatat defisit gula
hingga 2,7 juta ton. Aris Toharisman, peneliti Pusat Penelitian perkebunan Gula
Indonesia, mengatakan produksi gula nasional saat ini hanya 2,3 juta ton. Di sisi lain,
konsumsi gula nasional mencapai 5,01 juta ton.Faktor yang menjadi penyebabnya,
berkisar pada produktivitas gula yang cenderung turun serta efisiensi pabrik gula
yang rendah.

Faktor yang menyebabkan penurunan produksi diantaranya


1. Penurunan areal dan peningkatan areal tebu regalan
2. Penurunan produktivitas lahan.
3. Penurunan efisiensi di tingkat pabrik.

Penurunan produksi gula secara nasional merupakan suatu akibat yang


komplek, baik ditinjau dari segi teknologi, ekonomi dan sosial budaya. Secara teknis
penurunan produksi gula diakibatkan karena semakin rendahnya produktifitas lahan
dan rendahnya efisiensi pabrik-pabrik gula dalam negeri, yang selanjutnya akan
mengakibatkan daya saing gula domestik di pasar gulai nternasional rendah. Dari sisi
ekonomi dapat diamati bahwa kurangnya modal petani dan ditambah sering
terlambatnya pencairan kredit semakin menambah rendahnya mutu pengusahaan tebu
oleh petani sedangkan dari sisi sosial, yang sebenarnya merupakan akibat dari kedua
hal diatas, adalah menurunya tingkat kepercayaan petani pada model pengelolaan
kelompok hamparan maupun pada semua hal yang dianggap prakarsa pabrik gula.
Permasalahan diatas menuntut adanya upaya peningkatan kemampuan produksi
dalam negeri yang dijamin kuantitas dan kualitas pasokan tebu serta produksi dan

19

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

produktifitas pabrik gula.Untuk menjamin kualitas pemerintah menerapkan Standar


Nasional Indonesia (SNI) untuk komoditi Gula Kristal Putih (GKP) produksi lokal.
Datayang dirilis Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI),
menyebutkanpada musim giling 2008, belum semua pabrik gula memenuhi standar
ICUMSA dari SNI sebesar 300 IU. Hal ini menyebabkan ketergantungan terhadap
impor semakin meningkat.Adanya kebebasan bagi petani untuk memilih komoditas
yang akan diusahakan, telah menyebabkan luas areal pertanaman tebu dan produksi
gula di Indonesia menurun. Berkurangnya pasokan bahan baku tebu telah
memberikan dampak langsung terhadap industri gula nasional. Kinerja pabrik gula
BUMN secara umum makin tidak efisien, juga memberi kontribusi dalam rendahnya
kemampuan pemenuhan kebutuhan gula nasional. Dari berbagai permasalahan yang
timbul dalam pembangunan industri gula nasional. Ketidakmapuan industri gula
dalam memenuhi kebutuhan nasional, akibat dari semakin terbatasnya areal lahan
tebu (bahan baku utama gula) yang dikonversi menjadi areal nonpertanian, khususnya
di pulau jawa.

Modernisasi pabrik-pabrik gula yang berjalan lambat sehingga mempengaruhi


kuantitas dan kualitas produk gula yang semakin kurang. Semakin banyaknya
penyelundupan gula illegal yang merusak pasar gula nasional terutama dari sisi harga.
Masih tingginya inefisiensi birokrasi yang menghambat perizinan dan distribusi gula
nasional. Belum optimalnya peran pemerintah dalam menstabilkan harga gula
nasional dan dukungan terhadap anggaran, misalnya dalam bentuk susbsidi. Mengutip
pernyataan Menteri Pertanian, Suswono, bahwa kemungkinan Indonesia gagal
swasembada gula 2014, yaitu hanya bisa memenuhi produksi 3,25 juta ton dari total
kebutuhan gula nasional sebesar 5,7 juta ton. Ahirnya untuk memenuhi hal tersebut,
maka kebijakan impor gula masih akan dilakukan.

Dalam kasus diatas telah disebutkan bahwa salah satu penyebab rendahnya
daya saing gula di pasar internasional adalah penurunan produksi gula nasional
karena adanya kebijakan produsen utama dan konsumen utama melakukan intervensi

20

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

terhadap industri dan perdagangan gula. Sehingga perlu diberlakukan impor gula dari
negara lain. Dengan adanya peningkatan impor gula akan berpengaruh pada pasar
internasional karena pemerintah dalam pengambilan kebijakan impor, jika harga gula
domestik melonjak maka pemerintah harus mengimpor gula agar harga gula domestik
kembali stabil. Akan tetapi jika dilihat dalam jangka panjang maka keberadaan gula
impor akan berubah menjadi pengganti gula pasir yang ada di dalam negeri, jika
harga gula pasir domestik meningkat dan rendahnya kapasitas produksi di
Indonesia.Impor gula di salah satu sisi dikatakan dapat membantu kekurangan stok
dan mencegah melonjaknya harga gula di pasar domestik. Akan tetapi dampak yang
ditimbulkan dari kebijakan mengimpor gula bagi petani yaitu keuntungan yang
diperoleh tidak sebanding dengan biaya produksinya, akibatnya petani beralih tanam
ke tanaman yang memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang.
Berkurangnya lahan dan beralihnya petani tebu tersebut akan menyebabkan
berkurangnya produksi gula domestik dan ketergantungan akan impor gula, akibatnya
pasar gula domestik akan dipengaruhi oleh kondisi pasar internasional, kondisi ini
sangat tidak baik terhadap kemandirian pangan Indonesia.

Permintaan gula akan turun akibat tingginya harga, tetapi selera konsumen
yang sudah terbiasa mengkonsumsi makanan yang manis atau jenis minuman yang
mengandung/memakai gula tidak akan begitu saja menurunkan jumlah konsumsi gula
masyarakat secara drastis, hal ini karena gula sangat dibutuhkan masyarakat dan
termasuk ke dalam Sembilan bahan makanan pokok.Harga gula domestik cenderung
meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan gula impor lebih murah karena kondisi
industri pergulaan di Negara-negara pengimpor gula lebih baik sehingga biaya
produksi mereka tidak setinggi diIndonesia.Selain itu yang mempengaruhi daya saing
pabrik gula rendah di pasar internasional adalah gula dalam negeri tidak dapat
bersaing dengan gula impor karena petani di negara pengekspor diberi subsidi oleh
pemerintahnya. Pemerintah Indonesia tidak memiliki dana untuk memberikan
subsidi.

21

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

Petani tebu sangat tergantung kepada industri gula karena tidak ada pilihan
untuk menjual tebunya kepada industri yang berada jauh dari lokasi sehingga posisi
tawarnya sangat rendah. Perlu diberikan insentif kepada industri gula dan
mewajibkan untuk membeli (menyangga) gula petani pada tingkat harga yang wajar
agar petani mampu memperbaiki budi daya tanamannya. Alternatif perbaikan untuk
meningkatkan daya saing pabrik gula di pasar intrnasional. Permintaan akan gula
pasir akan terus meningkat dengan pertambahan jumlah penduduk dan apabila
banyak industri makanan dan minuman yang memakai bahan baku gula pasir. Jika
dengan besarnya permintaan tanpa diimbangi dengan penawaran yang seimbang
maka akan memicu naiknya harga, dimana dalam hukum permintaan lebih besar dari
penawaran maka harga akan meningkat, sebaliknya apabila permintaan lebih kecil
dari pada penawaran maka harga akan turun. Maka dari itu perlu ditumbuhkan rasa
insentif (rangsangan) kepada para petani untuk menanam tebu pada lahan-lahannya,
permasalahan yang terjadi pada para petani tebu adalah pendapatan yang tidak sesuai
dengan biaya produksi, maka pemerintah harus memberikan subsidi dan kebijakan
yang berkaitan dengan input seperti penyediaan pupuk, peralatan pertanian, serta
sarana transportasi dan output seperti pemberian modal usaha tani, penyaluran kredit
usaha dengan bunga rendah, serta pemberian subsidi pemerintah terhadap prasarana
usaha tani tebu.

Peningkatan daya saing juga dapat dilakukan dengan cara


1. Meningkatkan mutu gula melalui pemberlakuan SNI .
2. Melakukan restrukturisasi pabrik gula untuk peningkatan produktivitas dan
efisiensi pabrik gula.
3. Memberdayakan industri permesinan dan perekayasaan dalam negeri untuk
mendukung restrukturisasi.
4. Membentuk forum komunikasi industri pengolahan gula di pusat dan
kelompok kerja di daerah.

22

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

5. Mengembangkan diversifikasi produk dengan memanfaatkan hasil samping


industri gula (molases,bagase, blotong, daun dan lain-lain).
6. Modernisasi mesin peralatan dan proses produksi industri gula rakyat.
7. Membangun industri raw sugar di luar negeri untuk mendukung produksi
industri gula internasional.
8. Tidak hanya dari sisi peningkatan mutu dan diverisifikasi produk, peningkatan
jumlah produksi untuk memenuhi ketersediaan pangan yang cukup, penguatan
manajemen dan modernisasi industry hulu dan hilir, serta pengembangan
sistem administrasi dan birokrasi yang lebih efisien.
9. Selain itu Peningkatan daya saing yang tinggi juga dapat dilakukan dengan
mengoptimalkan lahan tebu yang sudah ada dan memperluas areal perkebunan
tebu di luar jawa dan mengurangi pengalihan lahan tebu di pulau jawa,
diperlukan kebijakan impor gula dan jalur distribusi gula impor yang mampu
melindungi petani dari kemerosotan harga tebu, serta peninjauan kembali tarif
bea masuk yang proposional.

23

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

BAB IV
PEMBAHASAN

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman
mengatakan, pemerintah sebaiknya fokus membenahi permasalahan gula nasional
dari segi produktivitas (on farm) maupun tingkat rendemen (off farm). Sebab, dua
poin ini menjadi penyebab gula nasional sulit bersaing dengan impor.

Ilman mengatakan, dari sisi on farm, produktivitas perkebunan tebu


ditentukan oleh kesuburan tanah, ketersediaan tenaga kerja, sistem irigasi dan
penerapan teknologi. Sementara itu, dari sisi off farm, pemerintah perlu menjalankan
upaya revitalisasi pabrik gula dan penggilingan tebu."Tujuannya, memperbaiki
tingkat rendemen gula," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu
(23/1).
Berdasarkan data dari United States Department of Agriculture (USDA) 2018,
produktivitas perkebunan tebu di Indonesia hanya mencapai 68,29 ton per hektar di
tahun 2017. Jumlah ini lebih rendah daripada negara-negara penghasil gula lainnya
seperti Brazil yang sebesar 68,94 ton per hektare. Selain itu, India yang sebesar 70,02
ton per hektare dalam periode sama. Impor Gula Mentah Tahun Ini Mencapai 2,7 Juta
Ton.
Ilman menjelaskan, faktor lain yang mempengaruhi produktivitas gula
nasional adalah dampak buruk dari cuaca, ketidaksesuaian antara varietas tebu
dengan lokasi pertanian yang tersedia. Relatif tidak tersedianya tenaga kerja yang
mampu menerapkan teknik budidaya tebu yang tepat turut menjadi faktor penyebab.
Tidak kalah penting, Ilman menambahkan, distribusi pupuk yang masih perlu
ditingkatkan efisiensinya dan juga minimnya pengawasan terhadap penggunaan
subsidi pertanian. "Perusahaan gula juga sering dihadapkan pada sulitnya
mendapatkan lahan pertanian yang lokasinya berdekatan dengan pabrik gula dan
penggilingan tebu," katanya.

24

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

Sementara itu, berdasarkan data USDA 2017, tingkat rendemen pabrik gula
dan penggilingan tebu di Indonesia hanya mencapai 7,50 persen pada 2017/2018.
Angka ini lebih rendah daripada di negara-negara tetangga seperti Filipina, Thailand
dan Australia yang tingkat rendemennya masing-masing mencapai 9,20 persen, 10,70
persen, dan 14,12 persen. Ilman menilai, rendahnya tingkat rendemen ini tidak lepas
dari usia pabrik penggilingan gula di Indonesia Dari 63 pabrik di negara ini, sekitar
40 di antaranya berusia lebih dari 100 tahun. "Bahkan, yang tertua mencapai 184
tahun," ucapnya.

Selain karena usia pabrik gula dan penggilingan tebu yang kebanyakan sudah
tua, nilai rendemen juga dipengaruhi oleh kualitas tebu serta waktu potong dan
kualitas mesin pabrik.Untuk meningkatkan nilai rendemen, pemerintah dan industri
seharusnya fokus pada efisiensi pabrik gula. Tapi, yang terjadi, belum ada perubahan
signifikan pada kinerja mesin pabrik penggilingan tebu. Padahal, pemerintah sudah
menawarkan dukungan finansial.

Hal ini dikarenakan pemilik pabrik enggan menghentikan proses produksi


selama proses revitalisasi dilakukan. "Revitalisasi dapat memakan waktu selama
sekitar delapan bulan," kata Ilman. Solusi lain yang dapat dilakukan pemerintah
terhadap para petani tebu, pabrik gula dan penggilingan tebu adalah pendampingan.
Khususnya, dalam penerapan praktek budidaya tebu yang lebih efisien. Pemerintah
juga sebaiknya berinvestasi dalam pengembangan teknologi industri gula nasional.
Tapi, bantuan ini juga harus diikuti adanya target yang jelas agar hasilnya tepat
sasaran dan mempengaruhi produktivitas dan tingkat rendemen gula

25

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu:
a. Sumber gula diindonesia sejak masa lampau adalah cairan bunga (nira) kelapa
atau enau, serta cairan batang tebu

b. Gula adalah salah satu karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan
langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi (Darwin, 2013).
karbohidrat sederhana ini umumnya dihasilkan dari tebu. Namun ada juga
bahan dasar pembuatan gula yang lain, seperti air bunga kelapa, aren, palem,
kelapa atau lontar.

c. Gula biasanya digunakan sebagai pemanis dalam makanan maupun minuman.


Dalam bidang makanan, selain sebagai pemanis, gula juga digunakan sebagai
stabilizer dan pengawet. Gula mengandung sukrosa yang merupakan anggota
dari disakarida.

d. Sukrosa ini biasa diperoleh dari nitra, tebu, bit gula atau aren. Sumber gula
lainnya yang minor juga terdapat pada kelapa. Sumber-sumber pemanis
lainnya yaitu umbi dahlia, anggur dan bulir jagung.

e. Pembuatan gula tebu melalui proses seperti pemanenan, ekstraksi,


pengendapan kotoran dengan kapur (liming), penguapan (evaporasi),
pendidihan/ kristalisasi, sentifugasi gula, penyimpanan, afinasi (affination),
karbonatasi, penghilangan warna, pendidihan, pengolahan sisa (recovery).

f. Pada pemprosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil sampimg,
antara lain ampas, blotong dan tetes yang dapat digunakan sebagai pakan
ternak dan pupuk

26

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

5.2 Saran
Dengan adanya penjelasan mengenai teori mengenai
produksi gula pasir, pembaca mampu memahami dan melakukan
proses industry bagian gula pasir. Dalam makalah ini juga banyak
terdapat kesalahan dan kesilapan, untuk itu kelompok 3 menerima
kritakan ataupun saran dari pembaca

27

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)


lOMoARcPSD|26203860

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2007.PT.MADUBARU.Yogyakarta:Padokan.

Nurlaela,Ela.Marlina,dkk.1998.Makalah Sukaresmi. http://www.Suclose.com

http://putrandaputranda.blogspot

http://teknologi etanol.blogspot.

http://www.chem-is-try.org/materi_produksi GULA PASIR-dan-pkw/

http://www.smkn1bandung.com/modulpembuatangula.pasir.pdf

http://www.gula dari tebu dan laporan analisa produksu gula/

28

Downloaded by Taufik Rizkiana (taufikrizki157@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai