Anda di halaman 1dari 3

Nama: Furanindya Esa Suwandana

Kelas: 8C

No. absen: 16

LAPORAN HASIL OBSERVASI CANDI BOROBUDUR

Candi Borobudur merupakan candi Buddha, terletak di desa Borobudur Kabupaten


Magelang, Jawa Tengah. Candi tersebut dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja
kerajaan Mataram Kuno keturunan Wangsa Syailendra. Nama Borobudur merupakan
gabungan dari kata Bara dan Budur. Bara dari bahasa Sanskerta berarti kompleks candi atau
biara, sedangkan Budur berasal dari kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian
Borobudur berarti Biara di atas bukit. Sementara menurut sumber lain berarti sebuah gunung
yang berteras-teras (budhara), sementara sumber lainnya mengatakan Borobudur berarti biara
yang terletak di tempat tinggi.

Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat, berukuran 123
x 123 meter. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi
karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Candi Budha ini memiliki 1.460
relief dan 505 stupa Budha di kompleksnya. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur
sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa
stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan
kehidupan manusia. Sesuai mazhab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai
tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.

Tingkatan kehidupan di Candi Borobudur:


1. Kamadhatu, bagian dasar Borobudur, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu.
2. Rupadhatu, empat tingkat di atasnya, melambangkan manusia yang telah dapat
membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut,
patung Budha diletakkan terbuka.
3. Arupadhatu, tiga tingkat di atasnya di mana Budha diletakkan di dalam stupa yang
berlubang-lubang melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan
bentuk.
4. Arupa, bagian paling atas yang melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.

Setiap tingkatan memiliki relief-relief yang akan terbaca secara runtut berjalan searah
jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang
suatu kisah yang sangat melegenda, bermacam-macam isi ceritanya, antara lain ada relief-
relief tentang wiracarita Ramayana, ada pula relief-relief cerita jataka. Selain itu, terdapat
pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang
aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief
kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di
Bergotta (Semarang). Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran
sang Budha.

Secara sepintas seluruh patung Budha tersebut serupa, tetapi apabila diamati secara
lebih detail maka akan tampak secara jelas perbedaannya, yakni pada posisi atau sikap
tangannya. Sikap tangan inilah yang menjadi ciri khas pengelompokan setiap patung Budha.
Di candi ini, ciri ini dikenal dengan istilah Mudra arah mata angin yang disebut dengan
Dhayani Budha.

1. Amoghasidhi (Mata Angin Utara): Patung yang menghadap arah mata angin ke utara
dinamakan Dhayani Budha Amoghasidi dengan nama mudra Abhaya-mudra. Sikap
tangan dari mudra ini adalah tangan kiri terbuka dan menengadah pangkuan sedang
tangan kanan diangkat sedikit diatas lutut sebelah kanan dengan telapak menghadap ke
muka. Sikap ini melambangkan kondisi manusia yang berada dalam tahapan
menenangkan diri.
2. Aksobhya (Mata Angin Timur): Patung yang menghadap arah mata angin ke timur
dinamakan Dhayani Budha Aksobhya dengan nama mudra Bhumispara-mudra. Sikap
tangan dari mudra ini adalah tangan kiri menengadah di atas pangkuan sedang tangan
kanan menempel pada lutut sebelah kanan dengan telapak menghadap ke
dalam/menelungkup dan jari menunjuk ke bawah. Sikap ini melambangkan saat Budha
memanggil Dewi Bumi sebagai saksi ketika beliau menangkis semua serangan iblis dan
roh jahat.
3. Ratnasambhawa (Mata Angin Selatan): Patung yang menghadap arah mata angin ke
timur dinamakan Dhayani Budha Ratnasambhawa, dengan nama mudra Wara-mudra.
Sikap tangan dari mudra ini adalah tangan kiri terbuka dan menengadah di atas pangkuan
sedang tangan kanan menempel pada lutut kanan menengadah ke atas dan jari-jari
menunjuk ke atas. Sikap ini melambangkan kondisi manusia yang memberikan amal dan
memberi anugerah.
4. Amithaba (Mata Angin Barat): Patung yang menghadap arah mata angin ke barat
dinamakan Dhayani Budha Amithaba, dengan nama mudra Dhayana-mudra. Sikap
tangan dari mudra ini adalah kedua tangan diletakkan di pangkuan, yang kanan di atas
yang kiri, dengan telapak kanan menengadah dan kedua jempolnya saling bertemu. Sikap
ini melambangkan kondisi manusia yang sedang mengheningkan cipta dan bersemedi.
Stupa yang ada di candi Borobudur dibagi menjadi tiga macam yaitu:

1. Stupa Induk

Stupa induk berukuran lebih besar dari stupa-stupa yang lain dan terletak di puncak sebagai
mahkota dari seluruh monumen bangunan candi Borobudur. Stupa induk ini mempunyai garis
tengah 9,90 m dan tinggi stupa sampai bagian bawah pinakel 7 meter. Di atas puncak
dahulunya diberi payung (charta) bertingkat tiga (sekarang tidak terdapat lagi). Stupa induk
ini tertutup rapat, sehingga orang tidak bisa melihat bagian dalamnya. Di dalamnya terdapat
ruangan yang sekarang tidak berisi.

2. Stupa Berlubang

Stupa berlubang atau terawang adalah stupa yang terdapat pada teras bundar I, II dan III di
mana di dalamnya terdapat 72 buah yang terinci menjadi (1) teras bundar pertama terdapat 32
stupa berlubang; (2) teras bundar kedua terdapat 24 stupa berlubang; dan (3) teras bundar
ketiga terdapat 16 stupa berlubang.

3. Stupa Kecil

Stupa kecil bentuknya hampir sama dengan stupa lainnya, hanya saja perbedaan yang
menonjol adalah dalam ukurannya yang lebih kecil dari stupa yang lainnya. Stupa ini seolah
menjadi hiasan dari seluruh bangunan candi. Keberadaan stupa ini menempati puncak dari
relung-relung pada langkan II sampai langkan V, sedangkan pada langkan I sebagian berupa
keben dan sebagian berupa stupa kecil, jumlah stupa kecil ada 1.472 buah stupa.

Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana
kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan
terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikelilingi rawa kemudian
terpendam karena letusan Merapi. Hal tersebut berdasarkan prasasti Kalkutta bertuliskan
'Amawa' berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi
kemungkinan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi. Desa-desa sekitar Borobudur,
seperti Karanganyar dan Wanurejo terdapat aktivitas warga membuat kerajinan. Selain itu,
puncak watu Kendil merupakan tempat ideal untuk memandang panorama Borobudur dari
atas.

Dengan demikian, Candi Borobudur merupakan salah satu peninggalan kerajaan


Buddha yang berada di Magelang, Jawa Tengah. Candi tersebut merupakan candi terbesar di
Indonesia dan merupakan salah satu dari 7 keajaiban dunia. Candi Borobudur juga
merupakan tempat wisata yang sering dikunjungi wisatawan lokal maupun asing. Candi
Borobudur mempunyai beberapa arti dan makna begitu juga dengan bangunan-bangunan
yang berada di dalamnya. Kita sebagai pemuda pemudi bangsa Indonesia harus tahu dan
mengerti tentang sejarah-sejarah di negeri kita tercinta ini. Selain itu, kita juga harus ikut
andil dalam merawat dan tidak merusak segala peninggalan sejarah sehingga negara kita ini
dipenuhi dengan bukti-bukti sejarah yang bisa terus kita tunjukkan kepada anak cucu kita
nantinya.

Anda mungkin juga menyukai