Anda di halaman 1dari 49

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Umum
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang
telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami dibawah pengaruh air, udara
dan macam-macam organisme baik yang berupa masih hidup maupun yang telah
mati. Tingkat perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil
pelapukan. Menurut para ahli lainnya menyebutkan bahwa tanah adalah benda
alami yang terdapat dipermukaan bumi yang tersusun dari bahan-bahan mineral
sebagai hasil pelapukan batuan dan bahan organik (pelapukan sisa tumbuhan dan
hewan), yang merupakan medium pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu
yang terjadi akibat gabungan dari faktor-faktor alami, iklim, bahan induk, jasad
hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pembentukan (Saifudin Sarief 1986).
Tanah juga didefinisikan sebagai material yang berguna sebagai bahan
bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil disamping itu tanah
berfungsi sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Tanah secara terdiri dari tiga
unsur yaitu butiran tanahnya sendiri serta air dan udara. Kekuatan tanah untuk
memikul beban sangatlah menunjang dalam kestabilan suatu struktur bangunan
dimana tanah sebagai dasar perkuatan dari struktur bangunan harus memiliki
kapasitas dukung dan kuat geser yang tinggi. Penambahan kadar air tanah dapat
mengakibatkan perubahan sifat fisik tanah seperti derajat kejenuhan dan kuat geser
tanah.

2.2 Pengujian Sampel Tanah


2.2.1 Pengujian Analisis Saringan (SNI 03-1968-1990)
A. Maksud
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pemeriksaan untuk
menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan
menggunakan saringan.

II-1
B. Tujuan
Tujuan pengujian ini ialah untuk memperoleh distribusi besaran atau jumlah
presentase butiran baik agregat halus dan agregat kasar.

C. Ruang lingkup
Metode pengujian jenis tanah inimencangkup jumlah dan jenis-jenis tanah baik
agregat halus maupun agregat kasar, yang persyaratannya tercantum dalam butir F.
Hasil pengujian analisis saringan agregat halus dan kasar dapat digunakan yakni
penyelidikan quarry agregat dan perencanaan campuran dan pengendalian mutu
beton.

D. Pengertian
Yang dimaksud dengan analisis saringan ialah penentuan persentase berat
butiran agregat yang lolos dari satu set saringan kemudian angka-angka persentase
digambarkan pada grafik pembagian butir

E. Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1) Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji;
2) Satu set saringan ; 3,75 mm (3”); 63,5 mm (2 ½”); 50,8 mm (2”); 37,5 mm (1
½”); 25 mm (1”); 19,1 mm (3/4”); 12,5 mm (1/2”); 9,5 mm (3,8”); No.4 (4,75
mm); No.8 (2,36 mm); No.16 (1,18 mm); No.30 (0.600 mm); No.50 (0.300
mm); No.100 (0,150 mm); No.200 (0.075 mm).
3) Oven, yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi sampai (110
± 5) ˚c.
4) Alat pemisah contoh
5) Mesin pengguncang saringan
6) Talam-talam
7) Kuas, sikat kuningan, sendok, dan alat-alat lainnya.

F. Benda uji
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat banyak: benda
uji disiapkan berdasarkan standar yang berlaku dan terkait kecuali apabila butiran

II-2
yang melalui saringan No.200 tidak perlu diketahui jumlahnya dan bila syarat-
syarat ketelitian tidak menghendaki pencucian.
1) Agregat halus terdiri dari:
a. Untuk maksimum 4,76 mm ; berat minimum 500 gram
b. Untuk maksimum 2,38 mm ; berat minimum 100 gram
2) Agregat kasar terdiri dari:
a. Ukuran maks. 3,5” ; berat minimum 35,0 kg
b. Ukuran maks. 3” ; berat minimum 30,0 kg
c. Ukuran maks. 2,5” ; berat minimum 25,0 kg
d. Ukuran maks. 2” ; berat minimum 20,0 kg
e. Ukuran maks. 1,5” ; berat minimum 15,0 kg
f. Ukuran maks. 1” ; berat minimum 10,0 kg
g. Ukuran maks. 3⁄4” ; berat minimum 5,0 kg

h. Ukuran maks. 1⁄2” ; berat minimum 2,5 kg


i.Ukuran maks. 3/8’’ ; berat minimum 1,0 kg
3) Bila agregat berupa camouran dari agregat halus dan agregat kasar, agregat
tersebut dipisahkan menjadi 2 bagian dengan saringan No.4 ; selanjutnya agregat
halus dan agregat kasar disediakan sebanyak jumlah seperti yang tercantum
diatas.

G. Cara pengujian
Untuk proses dalam penyajian ini adalah sebagai berikut :
1) Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5) ˚c, berat tetap.
2) Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling besar
ditempatkan paling atas. Saringan diguncang dengan tangan atau mesin
pengguncang selama 15 menit.

H. Perhitungan
Hitunglah persentase benda berat uji yang tertahan diatas masing-masing
saringan terhadap berat total benda uji setelah disaring.

II-3
I. Laporan
Laporan meliputi :
1) Jumlah persentase melalui masing-masing saringan, atau jumlah persentase
diatas masing-masing saringan dalam bilangan bulat.
2) Grafik kumulatif
3) Modulus kehalusan (fines modulus)

Grafik pembagian butir dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Grafik Pembagian Butir


Sumber: SNI 03-1968-1990

II-4
2.2.2 Pengujian Kadar Air (SNI 1965:2008)
A. Istilah dan definisi
1) Kadar air material
Perbandingan berat air yang mengisi rongga pori material tanah atau material
batuan terhadap berat partikel padatnya, yang dinyatakan dalam persen.
2) Material
Merupakan salah satu material tanah atau material batuan. Dalam material ini
banyak mengandung air hasil larutan partikel padat.
3) Partikel padat
Partikel material tanah atau material batuan yang tidak terlarut dalam air.

B. Ringkasan cara uji


Benda uji dikeringkan dalam oven selama 12 sampai 16 jam hingga beratnya
konstan. Kehilangan berat akibat pengeringan merupakan berat air. Kadar air
dihitung dengan menggunakan berat dan berat benda uji kering.

C. Arti dan kegunaan


1) Untuk beberapa material, kadar air merupakan satu dari sifat-sifat indeks
digunakan untuk membuat korelasi antara perilaku tanah dan sifat-sifatnya.
2) Kadar air material digunakan untuk menyatakan hubungan antar fase udara,
air dan butiran padat yang berada dalam volume material.
3) Pada tanah yang berbutir halus (kohesif), konsistensi tanah yang diberikan
tergantung pada kadar airnya. Kadar air tanah yang berhubungan dengan
batas cair (SNI 03-1967-1990) dan batas plastis (SNI 03-1466-1990),
digunakan untuk menyatakan konsistensi relatif atau indeks kecairan.

D. Peralatan
1) Oven pengering ; dilengkapi dengan pengontrol panas. Lebih baik tipe yang
dilengkapi dengan pengatur suhu, dan dapat memelihara keseragaman
temperatur 110˚c ± 5˚c untuk seluruh ruangan pengering.
2) Timbangan ; semua tembangan yang memiliki ketelitian 0,01 gram
diperlukan untuk benda uji dengan berat maksimum 200 gram (termasuk

II-5
berat cawan tempat benda uji) dan timbangan yang memiliki ketelitian 0,1
gram diperlukan untuk benda uji dengan berat lebih dari 200 gram.
3) Cawan tempat benda uji ; cawan yang sesuai terbuat dari material tahan karat
dan tahan terhadap perubahan berat akibat pemanasan berulang, pendingin,
tanah untuk material dengan pH bervariasi dan juga bersih. Cawan dengan
bertutup rapat harus digunakan untuk benda uji yang mempunyai berat lebih
dari 200 gram dapat digunakan cawan tanpa tutup. Satu cawan diperlukan
untuk stiap penentuan kadar air.
CATATAN: Maksud dari menutup cawan hingga rapat adalah untuk menjaga
kehilangan kadar air pada benda uji sebelum ditentukan berat awal dan juga
untuk menjaga penyerapan kadar air dari atmosfer selama pengeringan
sebelum ditentukan berat berat akhir dan benda uji.
4) Desikator ; sebuah desikator atau botol desikator besar dengan ukuran yang
cukup nerisikan silika atau kalsium anhidrofosfat (silica gel or anhydrous
calcium phospate). Lebih baik menggunakan zat pengering yang dapat
mengubah warnah untuk menunjukan keadaan semula.
5) Alat pemegang cawan ; kaos tangan, tang atau alat pemegang lainnya yang
dapat digunakan untuk memindahkan atau mencapit cawan panas setelah
pengeringan.
6) Peralatan lain seperti ; pisau, spatula, sendok, kain pembersih, pengiris contoh
dan lainnya.

E. Contoh uji
1) Contoh uji harus dilindungi dan dipelihara selama pengangkutan. Simpanlah
contoh uji didalam tempat yang anti karat dan kedap udara pada temperatur
antara 3˚c dan 30˚c sebelum pengujian serta pada tempat yang tidak terkena
sinar matahari langsung. Contoh uji terganggu yang berada dalam wadah atau
pada tempat lain harus disimpan sedemikian rupa sehingga dapat mencegah
atau mengurangi perubahan kadar air di dalam wadah.
2) Penentuan kadar air harus dilakukan sesegera mungkin setelah pengambilan
contoh uji, terutama jika alat pengambil contoh uji berpotensi untuk berkarat
(seperti tabung baja dinding tipis, kaleng cat) atau menggunakan kantong
plastik.

II-6
F. Benda uji
1) Untuk kadar air yang ditentukan dengan cara gabungan dengan metode SNI
lain dan telah ada ketentuannya, maka berat benda uji yang dibutuhkan
diambil berdasarkan ketentuan tersebut. Jika tidak tersedia, maka tentukan
nilainya sebelum dilakukan pengujian.
2) Berat minimum material basah yang dipilih untuk mewakili contoh uji total,
harus sesuai dengan ketentuan di bawah ini, termasuk jika contoh uji tidak
diuji dengan metode ini dan juga tidak ditentukan berat minimum material.
Berat minimum material basah dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Berat Minimum Material Basah

Berat minimum benda uji


Ukuran Berat minimum benda uji basah
Ukuran basah yang
partikel yang direkomendasikan untuk
saringan direkomendasikan untuk
maksimum kadar air yang dilaporkan pada
standar kadar air yang dilaporkan
(100% lolos) ±1%
pada ± 0,1 %

20 gram 20 gram ∗
≤ 2,0 mm 4,75 No. 10 No. 4
100 gram 20 gram ∗
mm 3/8 in
500 gram 50 gram
9,5 mm 3/4 in
2,5 kg 250 gram
19,0 mm 37,5 1 1/2 in
10 kg 1 kg
mm 75,0 mm 3 in
50 kg 5 kg

Sumber: SNI 1965:2008

Keterangan ∗ Harus digunakan untuk yang mewakili tidak kurang dari 20


gram. Jika berat contoh uji total yang digunakan tidak ditemukan berat
persyaratan minimum yang tersedia pada tabel di atas. Laporkan bahwa
seluruh contoh uji digunakan untuk pengujian.
3) Menggunakan benda uji yang lebih kecil dari berat minimum yang
direkomendasikan pada Tabel 2.1, perlu dipertimbangkan, meskipun
mungkin dapat memenuhi untuk tujuan pengujian. Setiap benda uji yang tidak
ditemukan dalam persyaratan ini harus dicatat dalam hasil laporan.

II-7
4) Bila dalam pekerjaan menggunakan benda uji yang sedikit, yaitu kurang dari
200 gram, sedangkan benda uji mengandung partikel kerikil yang relatif
banyak, maka partikel ini tidak termasuk sebagai benda uji. Meskipun ada
sebagian material yang dibuang, tetapi harus dijelaskan dan dicatat dalam
laporan.
5) Untuk contoh uji yang seluruhnya terdiri dari batuan yang utuh, berat benda
uji minimum harus 500 gram. Bagian yang mewakili contoh uji dapat dipecah
menjadi pertikel yang lebih kecil tergantung pada ukuran contoh, cawan dan
timbangan yang digunakan serta fasilitas pengeringan untuk berat konstan
pada butir H bagian 4).
6) Benda uji dibuat minimal dua buah agar hasil uji dapat dirata-ratakan.

G. Pemilihan benda uji


1) Bila benda uji merupakan bagian dari material yang banyak,benda uji harus
dipilih yang dapat mewakili kondisi kadar air dari seluruh material. Benda uji
yang dipilih tergantung pada tujuan dan kegunaan pengujian, jenis material
yang diuji, kondisi air dan jenis contoh uji (berasal dari jenis uji yang lain,
kantong, contoh blok, tabung dan lainnya).
2) Untuk contoh uji terganggu misalnya hasil pemotongan, contoh dalam
kantong dan sejenisnya, pengambilan benda uji menggunakan salah satu cara
berikut.
a) Jika material tersebut dapat dicampurkan dan diremas tanpa kehilangan
kadar air yang berarti, material harus disatukan dan kemudian dibagi
menjadi empat bagian sesuai kebutuhan dengan dipisah-pisah secara
quartering.
b) Jika material tersebut tidak dapat disatukan dan atau dipecah, buatlah
material persediaan sebanyak mungkin. Ambil sekurang-kurangnya lima
bagian material secara acak dari lokasi dengan menggunakan tabung,
shovel, sekop, trowel atau peralatan sejenis yang sesuai ukuran partikel
maksimum yang ada. Campurkan semua bagian-bagian tadi menjadi benda
uji.

II-8
c) Jika dalam kondisi semacam itu, material persediaan tidak dapat dibuat,
ambil beberapa bagian material dari lokasi seacak mungkin yang terbaik
untuk mewakili kondisi kadar air. Campurkan semua bagian-bagian tadi
untuk menjadi benda uji.
3) Contoh uji utuh yang berupa blok, tabung contoh, tabung belah, dan
semacamnya. Ambilah benda uji dengan salah satu cara dari metode berikut,
tergantung pada maksud dan kegunaan contoh.
a) Sayat material secara hati-hati sekurang-kurangnya setebal 3 mm dari
permukaan luar contoh uji untuk melihat apakah material tersebut berlapis
dan untuk membuang material yang lebih kering atau lebih basah
dibandingkan dengan bagian utama dari contoh uji. Kemudian sayat lagi
contoh uji dengan hati-hati sekurang-kurangnya setebal 5 mm atau dengan
ketebalan yang sama dengan ukuran partikel maksimum yang ada, dari
seluruh permukaan yang terkelupas atau dari interval sedang dikerjakan.
b) Belah contoh uji setengahnya, kemudian sayat sekurang- kurangnya
setebal 5 mm atau sama dengan ukuran partikel maksimum yang ada dari
setengah permukaan yang terkelupas atau dari interval yang akan diuji.
Hindarilah setiap sisi material dari kemungkinan lebih basah atau lebih
kering dibandingkan dengan bagian utama contoh uji.
CATATAN: Perpindahan kadar air pada beberapa tanah nonkohesif dapat
terjadi, sehingga memerlukan pengambilan contoh uji secara utuh.
c) Jika material berlapis (atau ditemukan lebih dari satu jenis material), pilih
benda uji rata-rata, atau benda uji individu atau kedua-duanya. Benda uji
harus diidentifikasi dengan tepat di lokasi sehingga dapat mewakili
material, lalu catat pada lembaran data.

H. Prosedur
1) Timbang dan catat berat cawan kering yang kosong tempat benda uji (beserta
tutupnya jika memakai tutup).
2) Pilih benda uji yang mewakili sesuai butir G
3) Masukkan benda uji dalam cawan dan jika memakai tutup pasang tutupnya
hingga rapat. Tentukan berat cawan yang berisi material basah menggunakan

II-9
timbangan (lihat butir D bagian 2) yang telah dipilih sebagai acuan berat
benda uji. Catat nilai tersebut.
CATATAN: Untuk menjaga kekeliruan benda uji yang dapat menghasilkan
hasil uji yang tidak benar, semua cawan dan tutupnya harus diberi nomor dan
nomor nomor cawan harus dicatat pada lembaran data laboratorium. Nomor
tutup harus cocok dengan nomor cawannya untuk mengurangi kekeliruan.
CATATAN: Untuk membantu pengeringan dengan oven terhadap benda uji
yang cukup besar, maka benda uji ini harus ditempatkan dalam cawan yang
mempunyai areal permukaan yang luas (semacam panci) dan material
dipecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil.
4) Buka tutupnya (jika memakai tutup) dan masukan cawan yang berisi benda
uji basah ke dalam oven pengering. Keringkan benda uji hingga beratnya
konstan. Pertahankan oven pengering pada temperatur 110˚c ± 5˚c. Waktu
yang dibutuhkan untuk mendapatkan berat benda uji konstan akan bervariasi
tergantung pada jenis material, ukuran benda uji, jenis dan kapasitas oven dan
faktorfaktor lainnya. Pengaruh dari faktor-faktor tersebut umumnya dapat
dihindari dengan kepastian yang baik dan pengalaman terhadap material yang
diuji serta peralatan yang digunakan.
CATATAN: Pada banyak kasus, pengeringan benda uji semalaman (sekitar
12 sampai 16 jam) telah cukup. Jika terjadi keragu-raguan mengenai
pengeringan yang memadai, maka pengeringan harus dilanjutkan sampai
terjadi perubahan berat setelah dua waktu berturut-turut (lebih dari 1 jam)
pengeringan yang menunjukkan tidak signifikan (kurang dari 0,1%). Benda
uji yang berupa tanah pasir seringkali dikeringkan hingga mencapai berat
yang konstan dengan waktu sekitar 4 jam jika menggunakan oven forced
draft.
CATATAN: Benda uji kering dapat menyerap kadar air terhadap benda uji
basah, tanah kering harus dikeluarkan sebelum benda uji basah dimasukan ke
dalam oven yang sama. Tetapi hal ini tidak berlaku jika benda uji yang
dikeringkan sebelumnya tetap berada di dalam oven pengering untuk
penambahan periode waktu sekitar 16 jam.

II-10
5) Setelah benda uji dikeringkan hingga beratnya konstan, keluarkan cawan dari
dalam oven (dan tutup kembali jika memakai tutup). Biarkan benda uji dan
cawannya menjadi dingin pada temperatur ruangan atau sampai cawan dapat
dipegang dengan aman menggunakan tangan dan siapkan timbangan yang
tidak terpengaruh oleh panas. Tentukan berat cawan dan berat material kering
oven menggunakan timbangan yang sama dengan yang digunakan pada butir
H bagian 3) dan catat nilai ini. Kencangkan penutup apabila benda uji
menyerap kelembaban udara sebelum ditentukan berat keringnya.
CATATAN: Pendinginan dalam desikator dapat dilakukan dengan tertutup
rapat untuk mengurangi penyerapan yang besar terhadap kelembapan dari
atmosfer selama pendinginan, terutama untuk cawan yang tanpa penutup
rapat.

I. Perhitungan
Hitung kadar air material dengan cara sebagai berikut :
W = W1 - W2 × 100%
W2- W3
Dengan :
W adalah kadar air, (%)
W1 adalah berat cawan dan tanah basah (gram)
W2 adalah berat cawan dan tanah kering (gram)
W3 adalah berat cawan (gram)
(W1–W2) adalah berat air (gram)
(W2–W3) adalah berat tanah kering (partikel padat) (gram)

J. Pelaporan
Laporan atau lembaran data harus mencakup sebagai berikut :
1) Identitas contoh yang diuji seperti nomor lubang bor, nomor contoh, nomor
uji, nomor cawan dan lainnya.
2) Kadar air benda uji dilaporkan dengan ketelitian1% atau 0,1% sesuai dengan
besarnya contoh minimum yang digunakan. Jika metode ini dipadukan
dengan metode lain, kadar air benda uji harus dilaporkan terhadap nilai yang
disyaratkan oleh metode uji dalam penentuan kadar airnya.

II-11
3) Catat benda uji yang mempunyai berat kurang dari minimum seperti yang
ditunjukkan pada butir F bagian 2).
4) Catat jika benda uji mengandung lebih dari satu jenis material (berlapis-
lapis).
5) Laporkan metode pengeringan jika digunakan oven yang berbeda dengan
oven pengering 110˚c ± 5˚c.
6) Laporkan jika setiap material (ukuran maupun jumlah) di luar dari ketentuan
benda uji.

2.2.3 Pengujian Batas Cair (SNI 1967:2008)


A. Ruang lingkup
Cara uji ini menetapkan prosedur penentuan batas cair tanah meliputi metode A
dan metode B. Cara uji ini dilakukan terhadap tanah, baik berbutir halus maupun
berbutir kasar yang lolos saringan No.40 (0,425 mm). Cara A disebut uji banyak
titik sedangkan cara B disebut uji satu titi

B. Istilah dan definisi


1) Batas cair tanah
Kadar air, ketika sifat tanah pada batas dari keadaan cair menjadi plastis
2) Batas plastis tanah
Batas terendah kadar air, ketika tanah masih dalam keadaan plastis
3) Jumlah pukulan (N)
Banyaknya penjatuhan mangkok kuningan berisi tanah agar tertutup alur
sepanjang 13 mm
4) Kadar air
Perbandingan berat air dalam tanah terhadap berat butiran tanah yang
dinyatakan dalam persen
5) Konsistensi
Keadaan relatif tanah ketika tanah masih mudah untuk dibentuk
6) Nilai batas cair tanah (LL)
Besaran kadar air dalam persen yang ditentukan dari 25 pukulan pada
pengujian batas cair

II-12
C. Peralatan
1) Mangkok pengaduk, terbuat dari porselen yang tidak mengkilap atau mangkok
pengaduk sejenis, berdiameter sekitar 115 mm.
2) Spatula atau pisau yang mempunyai panjang antara 75 mm sampai dengan 100
mm dan lebar sekitar 20 mm
3) Alat uji batas cair;
a) Cara manual, peralatan terdiri dari mangkok kuningan dan pemutarnya,
dibentuk sesuai rancangan dan dimensi yang ditunjukan pada Gambar 2.2
b) Cara mekanik/elektrik; Sebuah alat motor lengkap untuk mengangkat dan
menghitung jumlah pukulan pada mangkok kuningan.
CATATAN: Alas alat uji batas cair mempunyai daya elastisitas sekurang-
kurangnya 80 persen dan tidak lebih dari 90 persen, yang diperoleh sesuai
dengan prosedur
4) Alat pembuat alur (grooving tool)
Alat pembuat alur berbentuk lengkung (curved grooving tool); Sebuah alat
pembuat alur berbentuk lengkung lengkap dengan dimensinya diperlihatkan
pada Gambar 2.2
5) Alat ukur
Suatu alat ukur, yang keberadaannya dapat bersatu dengan alat pembuat alur
atau terpisah, sesuai dengan dimensi tertentu “d” yang ditunjukan pada
Gambar 2.2 atau “K” pada Gambar 2.5 dan bila terpisah merupakan batang
logam tebal 10,0 mm ± 0,2 mm dengan panjang sekitar 50 mm
6) Cawan
Cawan terbuat dari material tahan karat dan tidak mudah berubah berat atau
rusak terhadap panas dan dingin yang berulang. Cawan ini harus mempunyai
tutup yang rapat untuk menjaga kehilangan kelembaban pada benda uji
sebelum penentuan berat awal dan menjaga penyerapan kelembaban dari
atmosfir karena pengeringan dan sebelum penentuan berat akhir. Satu cawan
diperlukan untuk setiap penentuan kadar air.
7) Timbangan
Timbangan harus mempunyai kapasitas yang cukup dan sesuai dengan SNI 05-
6414- 2000.

II-13
8) Oven
Sebuah oven pengering yang dapat dikontrol dengan kemampuan temperatur
110˚c ± 5˚c untuk mengeringkan benda uji lembab.
D. Benda uji
1) Metode A
Benda uji dengan berat sekitar 100 g yang diambil dari campuran bahan lolos
saringan No.40 (0,425 mm) yang dipersiapkan sesuai dengan SNI 03-1975-
1990.
2) Metode B
Benda uji dengan berat sekitar 50 g yang diambil dari campuran bahan lolos
saringan No.40 (0,425 mm) yang dipersiapkan sesuai dengan SNI 03-1975-
1990.

E. Pemeriksaan alat uji batas cair


1) Alat uji batas cair harus diperiksa untuk menjamin bahwa peralatan tersebut
dapat bekerja dengan baik, meliputi pasak penguat pada mangkok kuningan
tidak terlihat menonjol ke luar, sekrup pada mangkok kuningan dengan
penggantung cukup kuat, titik kontak antara mangkok kuningan dan
permukaan alas karet tidak berlebihan, keausan mangkok kuningan tidak
tampak berlebihan, dan tidak terlihat goresan pada mangkok kuningan setelah
pemakaian yang lama, dan Alat pembuat alur harus diperiksa untuk
menentukan kepastian ukurannya.
2) Tentukan tinggi jatuh mangkok kuningan agar terjadi titik sentuh antara
bagian bawah mangkok kuningan dengan permukaan alas karet, sehingga
memperoleh ketinggian 10,0 mm ± 0,2 mm. Lihat Gambar 2.3 mengenai
cara pengukuran dan penempatan alat ukur yang tepat pada bawah Mangkok.

F. Prosedur penggunaan alat pembuat alur berbentuk lengkung


1) Cara A
a) Tempatkan benda uji di atas mangkok pengaduk dan aduklah sampai rata
dengan menambahkan 15 mL sampai dengan 20 mL air suling atau air
mineral dan ulangi pengadukan, peremasan dan pengirisan dengan

II-14
memakai alat spatula. Tambahkan air sebanyak 1 mL sampai dengan 3 mL.
Setiap penambahan air, aduklah tanah dengan air hingga rata. Pada waktu
pengujian dimulai, tidak ada penambahan tanah kering terhadap tanah
yang basah. Jika terlanjur penambahan air terlalu banyak, benda uji boleh
diganti atau diaduk kembali dan diremas sampai terjadi penguapan alami
hingga mencapai titik tertutupnya alur tanah pada rentang yang dapat
diterima. Mangkok kuningan alat uji batas cair ini tidak boleh digunakan
untuk mengaduk tanah dengan air.
CATATAN: Terdapat beberapa jenis tanah yang lambat untuk menyerap
air. Oleh karena itu, penambahan air yang terlalu cepat dapat
menghasilkan nilai batas cair yang salah. Hal ini bisa dihindari dengan
waktu untuk pengadukan yang cukup. Air keran dapat digunakan untuk
pengujian rutin, jika hasil uji banding mengindikasikan tidak ada
perbedaan hasil antara air keran dan air suling atau air mineral. Begitu juga
pada pengujian untuk tujuan menengahi suatu perselisihan harus dilakukan
penggunaan air suling atau air mineral.
b) Jika air yang diberikan telah cukup untuk mencampur tanah hingga merata
dan tanah menjadi konsistensi teguh, selanjutnya pindahkan benda uji ini
ke dalam mangkok kuningan dan sisakan sebagian isi mangkok. Kemudian
tekan dan sebar tanah ini dengan menggunakan spatula secara lateral
hingga memperoleh garis mendatar mencapai ketebalan 10 mm pada titik
kedalaman maksimum. Gerakan spatula secara perlahan sebagai
perawatan untuk menjaga terjeratnya gelembung udara dalam tanah.
Kelebihan tanah pada mangkok kuningan harus dikembalikan ke dalam
mangkok pengaduk dan diberi tutup, untuk memelihara kadar air yang
berada dalam benda uji. Goreslah tanah yang berada dalam mangkok
kuningan secara membagi dua dengan menggunakan alat pembuat alur
berbentuk lengkung sepanjang diameter mangkok melalui garis
tengahnya, sehingga alur terlihat jelas serta membentuk dimensi yang tepat
seperti ditunjukan pada Gambar 2.4b. Gerakanlah mangkok sebanyak
minimal 6 kali gerakan, dari depan ke belakang atau dari belakang ke
depan yang dihitung sebagai satu gerakan, untuk menghindari tetesan air

II-15
dalam alur atau tergelincirnya benda uji pada mangkok kuningan. Pada
bagian alur yang terdalam setelah gerakan terakhir harus digaruk hingga
bagian dasar mangkok kuningan.
c) Mangkok kuningan yang berisikan benda uji yang telah dipersiapkan,
angkatlah dan jatuhkan dengan memutar engkol F pada kecepatan sekitar
dua putaran per detik, sampai dua sisi alur benda uji menjadi bersentuhan
pada bagian bawah alur sepanjang 13 mm (lihat Gambar 2.4c).
Banyaknya pukulan yang diperlukan untuk tertutupnya alur sepanjang ini
harus dicatat. Alas alat uji harus tidak terpegang oleh tangan dan bebas
sewaktu engkol F diputar.
d) Sayatlah tanah kira-kira selebar spatula, mulai dari pojok ke pojok benda
uji mulai dari sudut kanan ke bagian alur hingga mencakup bagian alur
tanah yang mengalir. Masukan irisan tanah ini ke dalam cawan dan uji
sesuai SNI 03-1965-1990 untuk menentukan kadar air dan catat hasilnya.
e) Pindahkan tanah yang masih berada dalam mangkok kuningan ke dalam
mangkok pengaduk. Mangkok kuningan dan alat pembuat alur kemudian
dibersihkan dan dikeringkan, siap untuk digunakan pada pengujian
berikutnya.
f) Untuk pekerjaan berikutnya harus diulangi sekurang-kurangnya dua
pengujian tambahan lagi dari benda uji yang telah ditambah air
secukupnya, hingga tanah kondisinya lebih lunak. Tujuan dari cara ini
adalah untuk mendapatkan benda uji dengan konsistensi tertentu, dan
sekurang-kurangnya satu ketentuan yang akan diambil untuk setiap
rentang pukulan pada 25 sampai 35; 20 sampai 30; 15 sampai 25 pukulan,
sehingga rentang pada tiga ketentuan tersebut minimal 10 pukulan.

2) Cara B
a) Dengan menggunakan alat pembuat alur berbentuk lengkung atau alat
pembuat alur berbentuk pipih, cara melakukannya adalah sama seperti
yang ditentukan pada cara A, kecuali tentang banyaknya air awal yang
ditambahkan harus berkisar antara 8 mL sampai dengan 10 mL dan kadar
air benda uji harus diambil hanya untuk percobaan yang dapat diterima.

II-16
b) Keakuratan sama seperti yang diperoleh dari metode standar tiga titik,
banyaknya pukulan untuk terutupnya alur harus dibatasi antara 22 pukulan
sampai 28 pukulan. Setelah diperoleh tertutupnya alur pada pengujian
pertama dengan jumlah pukulan yang dapat diterima, segera kembalikan
tanah yang ada dalam mangkok kuningan ke mangkok pengaduk tanpa
penambahan air. (Ulangi seperti pada cara A bagian b dan bagian c). Jika
tertutupnya alur pengujian kedua banyaknya pukulan masuk dalam
rentang yang diterima (22 pukulan sampai dengan 28 pukulan), dan
tertutupnya alur pada pengujian kedua ini mempunyai selisih dua pukulan
terhadap penutupan alur pengujian pertama, uji kadar air benda uji ini
seperti ditunjukan pada cara A bagian d.
c) Tertutupnya alur dengan jumlah pukulan antara 15 pukulan dan 40
pukulan mungkin masih dapat diterima, jika bervariasi ± 5% dari batas cair
yang ditoleransi.

G. Prosedur penggunaan alat pembuat alur berbentuk pipih


Cara penggunaan alat pembuat alur berbentuk pipih sama seperti yang telah
diuraikan pada cara A bagian a sampai dengan cara A bagian f, kecuali Cara A
bagian b untuk menggores benda uji digunakan pembuat alur berbentuk pipih (lihat
Gambar 2.5). Alat pembuat alur berbentuk pipih dapat digunakan baik untuk
metode A maupun metode B.

H. Pengujian untuk pengecekan atau menengahi perselisihan


1) Metode yang digunakan
Untuk tujuan pengecekan atau menengahi perselisihan harus digunakan
metode A, dengan memakai prosedur alat pembuat alur berbentuk lengkung.
Hasil uji batas cair dipengaruhi oleh:
a) waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengujian;
b) kadar air dimulainya pengujian;
c) penambahan tanah kering terhadap benda uji basah.
2) Prosedur pengujian
a) Pengujian batas cair untuk tujuan pengecekan atau menengahi perselisihan
dapat digunakan jadwal waktu sebagai berikut:

II-17
1. aduklah tanah dengan air selama 5 menit sampai dengan 10 menit,
waktu yang lebih lama dapat digunakan untuk tanah yang lebih plasti
2. simpan tanah dalam ruang pelembab udara selama 30 menit;
3. aduk kembali tanah sebelum dimasukan dalam mangkok kuningan,
pada penambahan 1 mL air, lama pengadukan 1 menit;
4. masukan tanah ke dalam mangkok kuningan dan lakukan pengujian
selama 3 men;
5. tambahkan air dan aduk kembali selama 3 menit.
b) Perlu dicatat bahwa dalam percobaan pengujian, banyaknya pukulan tidak
boleh kurang dari 15 pukulan atau lebih dari 35 pukulan. Agar tidak
melakukan penambahan tanah kering terhadap tanah basah selama
pengujian berlangsung.

I. Perhitungan
1) Cara A
Kandungan air dalam tanah
harus dinyatakan sebagai kadar air dalam persen dari berat tanah kering oven
dan harus dihitung sebagai berikut:
Berat air
Persentase kadar air = x 100%
Berat tanah kering oven
Persentase kadar air dibulatkan ke nilai yang terdekat.
2) Cara B
Kadar air tanah pada saat tertutupnya alur yang diterima harus dihitung sesuai
dengan rumus pada cara A.

J. Persiapan kurva alir


Sebuah kurva alir menggambarkan hubungan antara kadar air dan jumlah
pukulan yang sesuai dan harus diplotkan pada grafik semilogaritmik, dengan kadar
air sebagai absis pada skala aritmatik, dan jumlah pukulan sebagai ordinat pada
skala logaritmik. Kurva alir harus dibuat berupa garis lurus yang mewakili sedekat
mungkin melalui tiga titik atau lebih.

II-18
K. Batas cair
1) Cara A
Kadar air yang menggambarkan perpotongan antara kurva alir dan garis
melalui 25 pukulan pada ordinat, harus diambil sebagai nilai batas cair tanah.
Laporkan nilai ini sebagai bilangan bulat. Metode A (standar tiga titik) harus
digunakan sebagai uji untuk menengahi masalah yang kontroversial.
2) Cara B
a) Batas cair harus ditentukan oleh salah satu metode dari metode nomograf
atau metode koreksi Tabel 2.2 atau metode perhitungan yang
menghasilkan nilai batas cair yang sama akuratnya.
b) Gambar 2.6 merupakan kunci penjelasan tentang penggunaan nomograf.
c) Metode koreksi pada Tabel 2.2, menggunakan nilai kadar air dikalikan
dengan faktor koreksi (k) dari banyaknya pukulan pada penutupan alur.
Nilai batas cair dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus berikut:
atau
Dengan pengertian:
N : adalah jumlah pukulan yang menyebabkan tertutupnya alur padam
kadar air tertentu;
LL : adalah batas cair terkoreksi untuk tertutupnya alur pada 25
pukulan (%)
Wn : adalah kadar air (%);
k : adalah faktor koreksi yang diberikan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Faktor Korelasi


Jumlah pukulan (N) Faktor batas cair (k)
22 0,985
23 0,99
24 0,995
25 1,000
26 1,005
27 1,009
28 1,014
Sumber: SNI 1967:2008

II-19
Berikut ini adalah alat pengujian batas cair tanah manual dan kalibrasi
tinggi jatuh yang dapat dilihat pada gambar 2.2 dan 2.3

Peralatan Uji Batas Cair


Keterangan
Ukuran Mangkok Alas Karet
Dimensi A B C N K L M
Jari-jari Tebal Kedalaman Cantelan
Deskripsi ketebalan Panjang Lebar
mangkok mangkok mangkok mangkok
Ukuran,mm 54 2 27 47 50 150 125
Toleransi,mm 2 0,1 0 1,5 5 5 5

Alat Pembuat Alur


Ujung lengkung Alat Ukur
Dimensi a b c d e*
Deskripsi Ketebalan Pemotong Lebar Tebal Panjang
Ukuran,mm 10,0 2,0 13,5 10,0 15,9
Toleransi,mm 0,1 0,1 0,1 0,2 -

Catatan:- Pelat ”H’ dapat didesain dengan menggunakan satu sekrup penguat
- Penambahan toleransi 0,1 mm dapat diberikan untuk dimensi “b” pada alamat pembuat alur
- Kaki pada alas harus dari bahan elastis
- * Ukuran nominal
- Semua toleransi yang kusus diberikan tanda plus minus, kecuali seperti tertulis diatas

Gambar 2.2 Peralatan Batas Cair Tanah Manual

II-20
Sumber: SNI 1967:2008

Gambar 2.3 Kalibrasi Tinggi Jatuh


Sumber: SNI 1967:2008

Untuk pengujian batas cair yang berisikan benda atau bahan pengujian lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4a Alat Batas Cair, Cawan, Mangok Pengaduk, Spatula dan Pembuat Alur
Lengkung
Sumber: SNI 1967:2008

II-21
Gambar 2.4b Pembuatan Alur Gambar 2.4c Tertutupnya Alur
Sumber: SNI 1967:2008 Sumber: SNI 1967:2008

Gambar 2.4 Alat Uji Batas Cair Berisikan Benda Uji


Sumber: SNI 1967:2008

Cara penggunaan alat pembuat alur berbentuk pipih sama seperti yang telah
diuraikan pada cara A bagian a sampai dengan cara A bagian f, kecuali Cara A
bagian b untuk menggores benda uji digunakan pembuat alur berbentuk pipih lihat
Gambar 2.5

Keterangan
Huruf
A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N dengan masing-masing ukuranya
2±0,1 11±0,2 40±0,5 8±0,1 50±0,5 2±0,1 minimum 10 13 60 10±0,05 60°±1° 20
Gambar 2.5 Alat Pembuat Alur Berbentuk Pipih
Sumber: SNI 1967:2008

II-22
Untuk penggunaan nomografi dalam penentuan batas cair dapat dilihat pada
Gambar 2.6

Gambar 2.6 Nomografi Penentuan Batas cair


Sumber: SNI 1967:2008

Penentuan batas cair tanah lempung dapat dapat dilihat pada kurva Gambar 2.7

Gambar 2.7 Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung


Sumber: Hary Christady, 1996

II-23
2.2.4 Pengujian Batas Plastis (SNI 1966:2008)
A. Istilah dan definisi
1) Batas cair (liquid limit/LL)
Kadar air ketika sifat tanah pada batas dari keadaan cair menjadi plastis
2) Batas plastis (plastic limit/PL)
Batas terendah kondisi kadar air ketika tanah masih pada kondisi plastis
3) Indeks plastisitas (plasticity index/PI)
Selisih antara batas cair tanah dan batas plastis tanah
4) Kadar air
Perbandingan berat massa air dalam suatu massa tanah terhadap berat massa
partikel padatnya, satuannya dinyatakan dalam persen (%)

B. Peralatan
1) Mangkok
Mangkok porselen atau sejenis mangkok untuk mengaduk, dengan diameter
sekitar 115 mm.
2) Batang pengaduk
Batang pengaduk atau pisau batangan yang memiliki mata pisau dengan
panjang sekitar 75 mm dan lebar sekitar 20 mm.
3) Batang pembanding
Batang logam pembanding dengan diameter 3 mm dan panjang 100 cm.
4) Permukaan untuk menggeleng
Landasan untuk menggeleng benda uji dapat menggunakan plat kaca atau
suatu lempengan yang memiliki permukaan licin, atau dapat menggunakan
kertas tak bertekstur.
5) Alat penggeleng batas plastis
Alat terbuat dari akrilik dengan dimensi seperti terlihat pada Gambar 2.8

II-24
Gambar 2.8 Alat Penggeleng Batas Plastis
Sumber: SNI 1966:2008

Dimensi:
IW - kira-kira 100 mm
L - kira-kira 200 mm
T - 5 mm sampai 10 mm. Lihat Catatan 2
H - 3.20 + 0.25 mm ditambah tebal total kertas tak bertekstur
(unglazed paper) yang diletakkan pada bagian bawah plat. Lihat
Catatan 3
W - Lihat Catatan 1
CATATAN:
a) Toleransi antara lebar bagian atas plat (W) dan lebar sisi dalam bagian
bawah plat (IW) harus seperti bagian atas plat yang dapat meluncur
dengan bebas di atas rel dan tidak goyang;
b) Bagian atas plat harus cukup kaku (rigid) sehingga tebal tanah gilingan
tidak terpengaruh oleh kelenturan (flexure) plat bagian atas;
c) Lebar rel sisi-sisi rel harus antara 3 mm dan 6 mm.

6) Kertas penggeleng
Kertas tak bertekstur/licin tanpa penambahan bahan lain (fiber, fragmen
kertas, dan lain-lain) pada tanah selama proses penggelengan. Kertas tersebut
diberi bahan perekat dibelakangnya dan direkatkan pada bagian atas dan
bagian bawah plat penggeleng.
CATATAN: Bersihkan perekat yang masih tertinggal pada alat penggeleng
batas plastis dengan hati-hati setelah pengujian. Pengujian ulang tanpa
membersihkan perekat yang tertinggal akan menghasilkan sisa perekat dan

II-25
dapat menambah diameter tanah gelengan, sehingga mempengaruhi kondisi
benda uji.
7) Cawan
Cawan harus terbuat dari material yang tahan terhadap korosi dan massanya
tidak akan berubah atau hancur akibat pemanasan dan pendinginan yang terus
menerus. Cawan harus memiliki penutup yang rapat/pas agar tidak terjadi
perubahan kadar air benda uji sebelum penimbangan awal dan juga untuk
mencegah penyerapan air dari udara terbuka sebelum proses pengeringan dan
penimbangan akhir. Satu cawan diperlukan untuk menentukan kadar air satu
benda uji.
8) Timbangan
Timbangan harus memiliki kapasitas yang sesuai dan mengacu pada SNI 03-
6414- 2000.
9) Oven
Oven pengering dengan fasilitas pengatur panas yang dapat mengeringkan
benda uji pada temperatur 110˚c ± 5˚c.

C. Benda uji
1) Apabila hanya menguji batas plastis, ambil banyaknya tanah sebagai benda
uji sekitar 20 gram dari material yang telah lolos saringan No.40 (0,425 mm),
sesuai dengan SNI 03-1975-1990. Letakan tanah kering ke dalam cawan dan
campur dengan air suling atau air mineral sampai massa menjadi cukup
plastis untuk dibentuk menjadi bola. Ambil sebagian dari tanah tersebut,
sekitar 8 gram, untuk diuji.
CATATAN: Air PAM dapat digunakan untuk pengujian, apabila hasil uji
banding tidak menunjukkan perbedaan antara air PAM dan air suling. Namun
apabila terdapat hasil yang meragukan, pengujian harus dilakukan dengan
menggunakan air suling atau air mineral.
2) Apabila menguji batas cair dan batas plastis, ambil tanah sebagai benda uji
sekitar 8 gram kondisi basah dan kondisi yang telah diaduk untuk diuji, sesuai
dengan SNI 03- 1967-1990. Ambil benda uji untuk masing-masing fase hasil
pencampuran ketika tanah telah cukup plastis dan mudah untuk dibentuk bola
serta tidak lengket di jari ketika diremas. Apabila benda uji diambil sebelum

II-26
pengujian batas cair dilakukan, letakkan benda uji ini disamping dan biarkan
sementara di udara terbuka sampai pengujian batas cair selesai dilakukan.
Apabila benda uji yang diletakan disamping tersebut menjadi terlalu kering
untuk digeleng hingga berdiameter 3 mm, tambahkan air dan campur
kembali.

D. Metode pengerjaan
1) Ambil 1,5gram sampai dengan 2,0gram massa tanah sebagaimana dijelaskan
pada butir C. Bentuk bagian yang diambil menjadi bentuk bulat panjang.
2) Gunakan salah satu metode berikut untuk menggeleng tanah menjadi bentuk
bulat panjang berdiameter 3 mm dengan kecepatan 80 gelengan sampai
dengan 90 gelengan per menit, dengan menghitung satu gelengan sebagai satu
gerakan tangan bolak balik hingga kembali ke posisi awal.
a) Metode menggeleng dengan tangan, geleng benda uji dengan telapak
tangan atau jari pada plat kaca (atau di atas selembar kertas yang
diletakkan di atas permukaan yang rata) dengan tekanan yang cukup untuk
menggeleng benda uji menjadi beberapa gelengan kecil dengan diameter
dan panjang yang sama. Hasil gelengangelengan kecil tersebut selanjutnya
dibentuk hingga diameternya menjadi 3 mm, hal ini memakan waktu tidak
lebih dari 2 menit. Besar tekanan tangan atau jari yang diperlukan
bervariasi, tergantung jenis tanahnya. Tanah yang mudah pecah dengan
plastisitas yang rendah merupakan tanah yang paling tepat digeleng
dengan bagian sisi luar telapak tangan atau bagian bawah ibu jari.
b) Prosedur alternatif, metode dengan alat geleng batas plastis, letakkan
massa tanah di atas plat bawah, kemudian letakkan plat atas hingga
bersentuhan dengan massa tanah. Tekan sedikit plat atas sedikit ke bawah
dan gerakan ke belakang dan ke depan selama 2 menit, dimana plat dijaga
agar tetap bersentuhan dengan sisi rel. Selama proses penggelengan ini,
jangan biarkan tanah gelengan menyentuh sisi rel.
CATATAN: Pada umumnya, lebih dari satu benda uji (tanah gelengan)
dapat digeleng secara serentak pada alat penggiling batas plastis.
3) Apabila tanah hasil gelengan telah berdiameter 3 mm tetapi belum terjadi
retakan, maka tanah gelengan dibagi menjadi enam atau delapan potongan.

II-27
Satukan dan remas semua potongan dengan kedua tangan dan geleng kembali
dengan jari tangan hingga membentuk bulat panjang.
4) Sedangkan apabila tanah gelengan telah berdiameter 3 mm dan terjadi
retakan, maka prosedur dilanjutkan ke tahap 6.
5) Tanah gelengan sebagaimana tahap 3, digeleng sampai terjadi retakan atau
sampai tanah tidak dapat lebih panjang lagi untuk digeleng. Retakan dapat
terjadi ketika diameter tanah gelengan lebih besar dari 3 mm. Terjadinya
retakan pada diameter yang berbeda menunjukkan jenis tanah yang berbeda.
Beberapa jenis tanah akan hancur menjadi partikel agregat kecil; sementara
jenis yang lain mungkin membentuk suatu pipa yang retak dibagian ujungnya.
Retakan ini berkembang ke arah tengah dan akhirnya tanah gilingan tersebut
hancur menjadi bagian-bagian kecil yang pipih.
6) Untuk tanah lempung yang padat diperlukan tekanan gelengan yang lebih
besar, terutama pada kondisi mendekati batas plastisnya, tanah tersebut
1`digeleng hingga retak pada serangkaian bagian panjang dengan diameter 3
mm, dan masing-masing panjang sekitar 6 mm sampai dengan 9 mm. Teknisi
sebaiknya tidak berusaha dengan sengaja untuk menimbulkan retakan saat
tepat diameter 3 mm, tetapi hanya membiarkan tanah gelengan mendekati
diameter 3 mm, kemudian mengurangi kecepatan gelengan atau tekanan
tangan ataupun keduanya, dan melanjutkan penggelengan tanpa melakukan
perubahan bentuk lagi hingga tanah gelengan retak. Untuk tanah beplastisitas
rendah, diperbolehkan untuk mengurangi jumlah total perubahan bentuk
dengan membuat diameter awal benda uji berbentuk bulat panjang mendekati
diameter akhir sebesar 3 mm.
7) Kumpulkan/gabungkan bagian-bagian tanah yang retak dan masukan ke
dalam cawan dan segera tutup cawan tersebut, kemudian timbang.
8) Ulangi prosedur yang telah diuraikan pada D bagian 1 hingga D bagian 7,
sampai benda uji 8 gram seluruhnya diuji. Tentukan kadar air tanah yang ada
di dalam wadah sesuai dengan SNI 03-1965-1990 dan catat hasilnya.

II-28
E. Perhitungan
Hitung batas plastis, dinyatakan dalam persen, sebagai berikut:
berat massa air
Batas plastis = x 100%
berat massa kering

Batas plastis dibulatkan ke nilai yang terdekat.

F. Pelaporan
Pelaporan berlaku untuk semua batasan yang telah ditentukan dalam standar ini.
Tujuannya agar sesuai dengan spesifikasi, antara lain nilai yang diamati atau nilai
yang dihitung harus dibulatkan ke “satuan terdekat” dibagian paling akhir kanan
perhitungan yang digunakan untuk menyatakan nilai batas, sesuai dengan Metode
R-11 (AASHTO).
Hitung indeks plastisitas tanah sebagai selisih antara batas cair dengan batas
plastisnya, sebagai berikut:
Indeks plastisitas (PI) = batas cair (LL) – batas plastis (PL)
Tulis selisih perhitungan tersebut sebagai indeks plastisitas tanah, kecuali terjadi
kondisi sebagai berikut:
1) jika batas cair atau batas plastis tidak dapat ditentukan, indeks plastisitas
dinyatakan dengan: NP (non plastis);
2) jika batas plastis sama atau lebih besar dari batas cair, indeks plastisitas
dinyatakan juga dengan: NP (non plastis).
Cara dalam pembuatan penggelengan dapat diliha pada Gambar 2.9

Gambar 2.9 Cara Penggelengan


Sumber: SNI 1966:2008

II-29
2.2.5 Indeks Plastisitas (Plasticity Indeks)
Indeks plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis: PI=LL-PL
Indeks plastisitas (PI) merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat
plastis. Karena itu indeks plastisitas menunjukan sifat keplastisan tanah. Jika tanah
mempunyai PI tinggi, maka tanah mengandung banyak butiran lempung. Jika PI
rendah, seperti lanau, sedikit pengurangan kadar air berakibat tanah menjadi kering.
Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah, dan kohesi diberikan oleh
Atterberg terdapat dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah


PI Sifat Macam tanah Kohesi
0 Non plastis Pasir Non kohesif
<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian
7-17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif
>17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif
Sumber: Hary Christady, 1996

2.2.6 Indeks Cair (Liquidity Indeks)


Kadar air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair dapat
didefinisikan oleh indeks cair (liquidity index), LI dinyatakan menurut persamaan:
WN-PL WN-PL
LI= =
LL-PL PI
Dengan WN adalah kadar air dilapangan. Dapat dilihat dalam persamaan
diatas bahwa jika WN = LL, maka LI = 1. Sedang, jika WN = PL, maka LI = 0. Jadi,
untuk lapisan tanah asli yang dalam dudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Jika kadar
bertambah dari PL menuju LL, maka LI bertambah dari 0 sampai 1. Lapisan tanah
asli dengan WN > LL akan mempunyai LI > 1. Tapi, jika WN kurang dari PL, maka
LI akan negatif.

II-30
2.3 Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah yang dikembangkan untuk tujuan rekayasa umumnya
didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti gradasi butiran
tanah dan nilai-nilai batas Atterberg sabagai petunjuk kondisi plastisitas tanah, hal
ini dikarenakan tanah tidak tersedimentasi, sehingga partikel-partikel tanah mudah
untuk dipisah-pisahkan. Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan
beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke
dalam kelompok-kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan
pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk
menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa
penjelasan yang terinci (Das, 1995). Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya
untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena
variasi sifat dan perilaku.
Tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan
tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis.
Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-
sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-
satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan
konstruksi. Terdapat dua sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan untuk
mengelompokkan tanah.

2.3.1 Sistem Klasifikasi USCS (Unified Soil Classification System)


Pada sistem USCS, tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar
(kerikil dan pasir) jika kurang dari 50% lolos saringan nomor 200, dan sebagai tanah
berbutir halus (lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200.
Selanjutnya, tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan subkelompok
yang dapat dilihat dalam Tabel 2.4.
Simbol-simbol yang digunakan :
G = Kerikil (gravel)
S = Pasir (sand)
C = Lempung (clay)
M = Lanau (silt)
O = Lanau atau Lempung Organik (organic silt or clay)

II-31
Pt = Tanah Gambut dan Tanah Organik Tinggi (pead and highly organic
soil)
W = Gradasi Baik (well-graded)
P = Gradasi Buruk (poorly-graded)
H = Plastisitas tinggi (high-plasticity)
L = Plastisitas Rendah (low-plasticity)

Sistem USCS, tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar (kerikil dan
pasir) jika kurang dari 50% lolos saringan nomor 200, dan sebagai tanah berbutir
halus (lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200. Selanjutnya,
tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan subkelompok yang dapat
dilihat dalam Tabel 2.4

Tabel 2.4 Sistem Klasifikasi Tanah USCS

Sumber: Hary Christady, 1996

II-32
Berikut ini diterangkan cara penggunaan Tabel 2.4. Misalnya, dari hasil
pengujian di laboratorium diperoleh data: batas plastis (PL) = 16%; dan batas cair
(LL) = 42%, sedangkan dari analisis saringan diperoleh:

Nomor saringan %lolos


4 (4,75mm) 100,0
10 (2,0mm) 93,2
40 (0,425mm) 81,0
100 (0,150mm) 71,2
200(0,075mm) 61,5
Sumber: Hary Christady, 1996

Karena persentase lolos saringan nomer 200 adalah 61,5%, yang berarti lebih
besar dari 50%, maka dalam Tabel 2.4 harus digunakan kolom bawah yaitu butiran
halus. Karena nilai LL = 42% (lebih kecil dari 50%), maka termasuk CL atau ML.
Selanjutnya, ditentukan nilai indeks plastisnya, PI = LL-PL atau PI = 42% - 16% =
26%. Nilai-nilai PI dan LL kemudian diplot dalam diagram plastisitas, sehingga
akan ditemukan letak titik diatas garis A, yang menempati zone CL. Jadi, tanah
tersebut dapat diklasifikasikan sebagai CL (lempung anorganik plastisitas rendah).
Pengujian batas cair juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode
casagrande dengan tujuan untuk menentukan klasifikasi tanah. Berikut ini adalah
kurva dari pengujian batas cair dengan ala casagrande yang dapat dilihat pada
Gambar 2.10

II-33
Gambar 2.10 Kurva Plastisitas Casagrande
Sumber: Paulus Sianto 2010

Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah Sistem USCS adalah sebagai


berikut:
1) Tentukan apakah tanah berupa butiran halus atau butiran kasar secara visual
atau dengan cara menyaringnya dengan saringan nomer 200.
2) Jika tanah berupa butiran kasar:
a) Saring tanah tersebut dan gambarkan grafik distribusi butiran.
b) Tentukan persen butiran lolos saringan no.4. Bila persentase butiran yang
lolos kurang dari 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai kerikil. Bila
persen butiran yang lolos lebih dari 50%, klasifikasikan tanah tersebut
sebagai pasir.
c) Tentukan jumlah butiran yang lolos saringan no.200. Jika persentase
butiran yang lolos kurang dari 5%, pertimbangkan grafik disribusi butiran
dengan menghitung Cu dan Cc. Jika termasuk bergradasi baik, maka
klasifikasikan sebagai GW (bila kerikil) atau SW (bila pasir). Jika termasuk
bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP (bila kerikil) atau SP (bila
pasir).
d) Jika persentase butiran tanah yang lolos saringan no.200 di antara 5 sampai
12%, tanah akan mempunyai simbol dobel dan mempunyai sifat
keplastisan (GW-GM, SW-SM, dan sebagainya).

II-34
e) Jika persentase butiran yang lolos saringan no.200 lebih besar 12%, harus
dilakukan batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang
tinggal dalam saringan no.40. Kemudian, dengan menggunakan diagram
plastisitas, ditentukan klasifikasinya (GM, GC, SM, SC, GM-GC atau SM-
SC).
3) Jika tanah berbutir halus:
a) Kerjakan uji batas-batas Atterberg menyingkirkan butiran tanah yang
tinggal dalam saringan no.40. Jika batas cair lebih dari 50, klasifikasikan
sebagai H (plastisitas tinggi) dan jika kurang dari 50, klasifikasikan
sebagai L (plastisitas rendah).
b) Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot baras-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau
anorganik (MH). Jika plotnya jatuh di atas garis A, klasifikasikan sebagai
CH.
c) Untuk L (plastis rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi
tanah trsebut sebagai organik (OL) atau anorganik (ML) berdasarkan
warnah, bau, atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan
mengeringkannya di dalam oven.
d) Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh jatuh pada area
yang diarsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitar 50, gunakan simbol
dobel.
Cara penentuan klasifikasi tanah Sistem USCS dengan menggunakan
diagram alir yang diperlihatkan dalam Gambar 2.11

II-35
Gambar 2.11 Bagan Alir Klasifikasi Tanah Sistem USCS
Sumber: Paulus Sianto

2.3.2 Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway


and Transportation Official)
Sistem klasifikasi AASHTO ini berguna umtuk menentukan kualitas tanah
untuk perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem ini terutama
ditujukan untuk maksud-maksud dalam lingkup tersebut.
Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah ke dalam 8 kelompok, A-1
sampai A-8 termasuk sub-sub kelompok. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya
dievaluasi terhadap indeks kelompoknya, GI (grup indekx) yang dihitung dengan
rumus-rumus empires. Indeks kelompok ini dibedakan berdasarkan kinerja tanah
sebagai subgrade dengan persamaan :

GI = (0,2 A) + (0,005 AC) + (0.001 BD)


Nilai variabel A, B, C, D diperoleh dari persamaan-persamaan pada Tabel
2.5. Namun perlu diingat bahwa batasan yang tercantum harus dipenuhi. Sehingga

II-36
misalnya dari perhitungan diperoleh nilai C > 20, maka nilai C yang dipakai adalah
20. Nilai GI yang kecil mengindikasikan tanah tersebut baik untuk bahan pekerjaan
jalan. Nilai GI berkisar antara 0-20, dan selalu merupakan integer positif.

Tabel 2.5 Penentuan Variabel A, B, C, D Untuk GI


Batasan Variabel A, B, C, D
0 ≤ A ≤ 40 A = % lolos saringan No. 200 dikurangi 35
0 ≤ B ≤ 40 B = % lolos saringan No. 200 dikurangi 15
0 ≤ C ≤ 20 C = WL – 40
0 ≤ D ≤ 20 D = IP – 10
(Sumber: Truitt, 1983)

Pengujian yang digunakan adalah analisis saringan dan batas-batas


Atterberg. Sistem klasifikasi AASHTO, dapat dilihat dalam Tabel 2.6.

Gambar 2.12 Bagan Alir Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO


Sumber: Truitt, 1983

II-37
Tabel 2.6 Sistem Klasifikasi AASHTO

Sumber: Hary Christady, 1996


Catatan:
Kelompok A-7 dibagi atas A-7-5 dan A-7-6 bergantung pada batas plastisnya (PL).
Untuk PL ˃ 30, klasifikasinya A-7-5;
Untuk PL ˂ 30 klasifikasinya A-7-6,
Np = nonplastis.
Karena klasifikasi AASHTO lebih diarahkan kepada kualitas tanah sebagai
subgrade, maka karakteristik kelompok tanah cenderung menggunakan tingkat
mutu daripada deskripsi jenis tanah. Hal ini di berikan pada Tabel 2.7

Tabel 2.7 Tingkat Mutu Tanah Sebagai Subgrade Berdasarkan AASHTO


Kelompok AASHTO Nilai GI Tingkat Mutu
A-1 0 Sangat baik
A-2 0-4 Baik
A-3 0 Sangat baik
A-4 Maksimum 8 Cukup
A-5 Maksimum 12 Cukup
A-6 Maksimum 16 Buruk
A-7 Maksimum 20 Buruk
A-8 Maksimum 20 Tidak dapat digunakan
Sumber: Truitt, 1983

Bila nilai indeks kelompok (GI) semakin tinggi, maka semakin berkurang
ketepatan dalam penggunaan tanahnya. Tanah granuler diklasifikasikan ke dalam
klasifikasi A-1 sampai A-3. Tanah A-1 merupakan tanah granuler yang bergradasi
baik, sedangkan A-3 adalah pasir bersih yang bergradasi buruk.

Tanah A-2 temasuk tanah granuler (kurang dari 35% lolos saringan no.200),
tetapi masih mengandung lanau dan lempung. Tanah berbutir halus diklasifikasikan
dari A-4 sampai A-7, yaitu tanah lempung-lanau. Perbedaan keduanya didasarkan
pada batas-batas Atterberg. Pada Gambar 2.13 dapat digunakan untuk memperoleh

II-38
batas-batas antara batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) untuk kelompok A-4
sampai A-7 dan untuk sub kelompok dalam A-2.

Gambar 2.13 Batas-Batas Atterberg Untuk Subkelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7.
Sumber: Hary Christady, 1996

2.4 Derajat Kejenuhan Tanah


Umumnya derajat kejenuhan dinyatakan dalam persen. derajat kejenuhan
didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air (Ww) dengan volume pori
(Vv), atau :
Vw
Sr =
Vv
Dimana : Sr = Derajat Kejenuhan (%)
Vw = Volume Air
Vv = Volume Pori

Untuk menunjukkan suatu elemen tanah dengan volume V dan berat W maka
dibuatlah hubungan volume-berat agregat tanah, yang disebut tiga fase elemen
tanah yang dapat dilihat pada Gambar 2.13

II-39
Gambar 2.14 Tiga fase elemen tanah
Sumber; buku mekanika tanah

Vs = Volume butiran padat


Vv = Volume pori
Vw = volume air didalam pori
Va = Volume udara

Angka pori :
Vv Vv
e= = = Vv
Vs 1
Kadar air :
Ww
ω=
Ws
Berat volume :
W Ws+Ww Gsɤw+wGsɤw
ɤd = = =
V v 1+e
Berat volume kering :
Ws Gsɤw
ɤd = =
v 1+ e
Volume yang ditempati air :
Ww wGsɤw
Vw = = = wGs
ɤw ɤw
Derajat Kejenuhan :
wGs
Sr =
e

II-40
2.5 Teori Konsolidasi ( SNI 03-2812-2011)
A. Pengertian
Konsolidasi adalah proses berkurangnya volume atau berkurangnya rongga pori
dari tanah jenuh berpermeabilitas rendah akibat pembebanan. Dimana prosesnya
dipengaruhi oleh kecepatan terperasnya air pori keluar dari rongga tanah.
Konsolidasi umumnya berlangsung dalam satu arah saja yaitu arah vertikal.
B. Peralatan
Pengujian konsolidasi yang dilakukan pada laboratorium adalah konsolidasi satu
dimensi (one dimensional consolidation) dengan alat oedometer atau
konsolidiometer. Gamabar skematik alat pengujian ini dapat dilihat pada Gambar
2.15

Gambar 2.15 Skema alat pengujian Konsolidasi


Sumber; Buku mekanika Tanah

C. Contoh Uji
Contoh tanah yang mewakili elemen tanah yang mudah mampat pada lapisan
yang di selidiki, dimasukan secara hati-hati kedalam cincin besi. Bagian atas adan
bawah dari benda uji dibatasi oleh batu pori (porous stone). Beban diberikan pada
benda uji tersebut, dan penurunannya diukur dengan arloji pembacaan. Penelitian
oleh Leonardo ( 1962) menunjukan bahwa hasil terbaik diperoleh jika penambahan
tegangan adalah 2 kali tegangan sebelumnya, dengan urutan 0.25 ;0.5 ; 1 ; 2 ; 4 ; 8
; 16 ; 32 Kg/cm2 untuk tiap penambahan tegangan, deformasi dan waktunya dicatat.

II-41
D. Perhitungan
Pada konsolidasi satu dimensi, perubahan tinggi (∆H) persatuan dari tinggi awal
(H) adalah sama dengan perubahan volume (∆V) persatuan volume awal (V), atau
∆H ∆V
: =
H H
Bila volume padat Vs = 1 dan angka pori 𝑒0 maka kedudukan akhir dari proses
konsolidasi dapat dilihat pada Gambar 2.16

Gambar 2.16 Fase Konsolidasi (a) sebelum konsolidasi, (b) sesudah konsolidasi
Sumber : buku mekanika tanah

Volume padat besarnya tetap, angka pori berkurang sebesar ∆e. Dari
gambar dapat diperoleh persamaan :
∆e
∆H =
1+e0

2.6 Indeks Pemampatan, Cc ( comprression Indeks)


Indeks pemampatan CC adalah kemiringan dari bagian lurus grafik e – log P
Nilai Ccdapat dapat dinyatakan dalam persamaan :
e1-e2 ∆e
Cc= = P2
log p2-p2 log( )
P1

2.7 Koefisien Konsolidasi


Percobaan konsolidasi dilakukan dengan penambahan beban setiap 24 jam.
Setiap kali beban ditambah, pembacaan penurunan diambil pada jangka-jangka

II-42
waktu tertentu sesudah beban diberikan dengan demikian kita dapat membuat
grafik penurunan akar dua waktu. Grafik ini dipakai untuk menghitung harga Cv
(koefisien konsolidasi) harga Cv ini harus kita hitung dari bagian grafik
laboratorium yang mengikuti garis teoritis. Pada umumnya, garis dari percobaan
tidak menyimpang dari garis teoritis sebelum tercapai 90% dari primari
consolidation.
Dalam mendapatkan 𝑡90 dari laboratorium dapat dilihat pada Gambar 2.17

Gambar 2.17 cara mendapatkan 𝒕𝟗𝟎 Dari hasil Laboratorium


Sumber : buku mekanika tanah

Karena itu, harga 𝑡90 ( yaitu waktu sampai primary konsolidation 90% selesai)
ini biasanya dipakai untuk menghitung Cv cara mendapatkan 𝑡90 dapat dilihat pada
gamabar 2.4. titik perpotongan garis dengan garis laboratorium adalah 𝑡90 .
0.848H2
Dari rumus 𝑡90 =
t90

Kita dapat menghitung Cv yaitu :


0. 848 H2
Cv=
t90

Dengan demkian kita mendapat harga Cv pada setiap pembebanan

2.8 Kuat geser tanah menurut Mohr- Coulumb


Coulumb pada tahun 1776 memperkenalkan teori geser maksimum (the
maximum shear teory), yaitu bahwa keruntuhan (failure) nilai tekanan pada saat
terjadinya perubahan bentuk tetap, terjadi jika tekanan geser yang diberikan

II-43
mencapai nilai kritis dari kemampuan tanah. Teori ini kemudian disempurnakan
oleh Mohr, sehingga kemudian dikenal dengan hukum Mohr-Coulumb. Hukum
Mohr-Coulumb menyatakan bahwa kekuatan geser tanah, T, mempunyai hubungan
fungsional dengan kohesi tanah, c, dan friksi antar partikel yang di kemukakan
dalam bentuk persamaan berikut:
T= C+𝜎ᶯ tan ᵩ
Dimana : T = Kuat geser tanah (𝑘𝑃𝑎 )
c = Kohesi tanah (𝑘 𝑝𝑎 )
𝜎ᶯ = Tegangan normal (normal stress 𝑘 𝑝𝑎 )
tan ᵩ = Koefien gesek antar partikel tanah
ᵩ = Sudut geser dalam tanah

2.9 Pengujian Kuat geser Langsung (SNI 2813:2008)


A. Istilah dan definisi
1) Kuat geser langsung
Perlawanan geser maksimum pada tanah uji geser langsung.
2) Kohesi tanah tidak terdrainase (Cu)
kekuatan saling mengikat antar butir tanah tak terdrainase.
3) Sudut geser dalam tanah (ᵩᵤ)
Sudut yang terbentuk akibat kekuatan antar butir tanah tak terdrainase.
4) Tegangan geser(ᴛ)
Tegangan yang ditimbulkan dalam arah sejajar dengan bidang geser
5) Tegangan normal (σ)
Tegangan yang ditimbulkan dalam arah tegak lurus terhadap bidang geser
6) Tanah problematik
Tanah yang mempunyai daya dukung rendah, tanah yang mudah mengalami
perubahan volume yang diakibatkan oleh cuaca, contohnya adalah tanah sangat
lunak, tanah lunak, gambut, tanah ekspansif dan tanah pasir.
7) Tanah tidak terganggu (undirtubed sample)
Tanah yang diambil dengan menggunakan tabung contoh.
8) Tanah terganggu (disturbed sample)

II-44
Tanah yang diambil dengan menggunakan cara test pit atau dengan
menggunakan cangkul.
9) Tanah terkonsolidasi
Tanah yang diberi pembebanan dan dikonsolidasi terlebih dahulu sebelum diuji
kuat geser langsung.
10) Tanah tidak terkonsolidasi
Tanah yang diuji langsung tanpa melalui proses konsolidasi.

B. Peralatan
a. Alat uji geser langsung seperti pada gambar 1 dan gambar 2 yang terdiri dari:
1) Piston penekan dan pemberi beban, cincin pengukur beban (proving
ring) lengkap
dengan arloji ukur dengan ketelitian 0,002 mm atau lebih kecil
sehingga menghasilkan faktor kalibrasi (0,0015 — 0,0008) kN/divisi;
1) alat penggeser lengkap dengan kotak geser yang terbagi dua;
2) beban-beban;
3) dua buah batu pori.

Gambar 2.18 Kotak Geser


Sumber : SNI 3420-2016

II-45
Gambar 2.18 Kotak Geser
Sumber : SNI 3420-2016

a. Alat untuk mengeluarkan contoh tanah dan pisau pemotong


b. Cincin atau ring untuk mencetak benda uji
c. Timbangan dengan kapasitas minimal 500 gram dan ketelitian 0,01 gram
d. Arloji ukur untuk mengukur regangan dengan ketelitian 0,01 mm
e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur temperatur pemanasan sampai (110
± 5) ºC
f. Stopwatch untuk mengukur waktu penggeseran
g. Jangka sorong untuk mengukur diameter dan tinggi cincin cetak benda uji
h. Kertas saring untuk melapisi permukaan batu pori.

C. Prosedur pengujian
Pengujian kuat geser langsung dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Ukur diameter serta volume cincin dan timbang massanya;
b. Cetak benda uji dengan cincin atau ring, ratakan kedua permukaannya
dengan pisau atau kawat pemotong dan timbang massanya;
c. Lakukan pengujian kadar air pada benda uji tersebut sesuai dengan SNI
1965:2008;
d. Lakukan pengujian berat isi pada benda uji tersebut sesuai dengan SNI 03-
3637-1994;
e. Masukan benda uji ke dalam kotak geser pengujian yang telah terkunci
menjadi satu serta pasangkan batu pori yang sudah dilapisi dengan kertas
saring pada bagian bawah dan atas benda uji;

II-46
f. Pasang kotak geser pada arah mendatar dan pasang piston penekan vertikal
untuk memberi beban normal pada benda uji. Piston harus dipasang tegak
lurus permukaan
g. benda uji sehingga beban yang diterima oleh benda uji sama dengan beban
yang berikan pada piston tersebut;
h. Berikan beban normal pertama sesuai dengan manual alat yang
bersangkutan atau sesuai permintaan pemberi kerja;
i. Isi kotak geser pengujian dengan air sampai penuh di atas permukaan benda
uji;
j. Buka kunci pada kotak geser, setel arloji ukur beban dan arloji ukur regangan
sehingga jarum ada pada posisi nol, lakukan pengujian dengan kecepatan
geser 1% per menit;
k. Pengujian dihentikan apabila nilai pada pengukur beban menunjukkan nilai
yang sama berturut-turut atau terjadi penurun nilai pada pengukur;
l. Turunkan beban yang terpasang, keluarkan benda uji ambil sebagian untuk
pengujian kadar air sesudah pengujian;
m. Ulangi pekerjaan a sampai dengan j pada benda uji kedua dengan beban
normal dua
n. kali beban normal pada pengujian pertama;
o. Ulangi pekerjaan a sampai dengan j pada benda uji ketiga dengan beban
normal sebesar empat kali beban normal pertama,
p. Hitung gaya geser (P) yaitu mengalikan pembacaan pengukur beban geser
dengan angka kalibrasi;
q. Hitung tegangan geser maksimum (tmax);
r. Buat grafik hubungan antara tegangan normal sebagai sumbu x dengan
tegangan geser
s. maksimum sebagai sumbu y;
t. Hubungkan ketiga titik yang diperoleh sehingga membentuk garis lurus
hingga memotong sumbu y. Dari grafik tentukan cu dan ϕu untuk besarnya
nilai kohesi (cu) dan hitung besarnya nilai sudut geser tanah (ϕu);

D. Perhitungan

II-47
a. Gaya geser (P) dihitung dengan mengalikan bacaan proving ring dengan
angka kalibrasi, kemudian dihitung tegangan geser maksimum (tmax) dengan
persamaan 1
max =
𝑃 𝑚𝑎𝑥
𝐴

Dengan :
max adalah tegangan geser maksimum
Pmax (kPa) adalah gaya geser maksimum
A
(kN) adalah luas bidang geser benda
2
uji (mm )
b. Kuat geser langsung dihitung dengan persamaan 2
S = σ tan 𝛷ᵤ + 𝑐ᵤ
Keterangan:
S = Kuat geser langsung
σ = Tegangan normal
𝛷ᵤ= sudut geser dalam tanah
𝑐ᵤ = Kohesi

G. Pelaporan
Laporan pengujian disusun dengan minimum mencantumkan:
a. laboratorium/instansi yang melakukan pengujian
1) nama teknisi pengujian
2) nama penanggung jawab pengujian:
b. identitas contoh (asli, buatan atau dipadatkan);
1) nama pekerjaan
2) nomor contoh
3) lokasi contoh
4) jenis contoh
5) tanggal pengujian
c. Hasil uji
1) Hasil pengujian dengan ketelitian 2 desimal

II-48
2) Kadar air, berat isi tanah basah, berat isi tanah kering
3) Grafik tegangan geser maksimum terhadap tegangan normal
4) Parameter 𝑐ᵤ dan 𝛷ᵤ tambahkan S
5) Catatan (kondisi contoh terganggu atau tidak terganggu dan kendala
saat melakukan pengujian.

II-49

Anda mungkin juga menyukai