Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP PRE HOSPITAL DAN MANAJEMEN


BENCANA
KONFLIK SOSIAL

Disusun Oleh Kelompok 3 :

IWAN SETIAWAN FIKRI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )


YAHYA BIMA
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan ke hadirat Tuhan


Yang Maha Esa karena atas berkat karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan “Makalah Kelompok Konsep Pre Hospital dan
Manajemen Bencana Konflik Sosial”.

Makalah ini di susun untuk memenuhi salah satu syarat


mendapatkan nilai Kelompok sesuai dengan perjanjian yang tertulis
dalam selabus dan memenuhi nilai standar SKS yang diambil oleh setiap
mahasiwa dan mahasiswi Program Khusus yang menempuh pendidikan
di STIKES YAHYA BIMA.

Penulis mengaku masih terbatasnya kemampuan serta


pengetahuan yang dimiliki. Penyelesaian makalah ini penulis banyak
mendapat bantuan, bimbingan, masukan, serta dorongan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Bima, 2022

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................
1.2 Identifikasi Masalah..............................................................
1.3 Perumusan Masalah..............................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori.....................................................................
2.2 Landasan Normatif .............................................................
BAB III METODE PENULISAN
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang`

Konflik sosial yang anarkis selalu terjadi antarkomunitas


(horizontal) dan komunitas dengan para elite birokrasi
(vertikal) seolah menjadi potensi yang terus menerus
menghantui dan mengancam ketertiban sosial, yang pada
gilirannya tak menutup kemungkinan akan mengancam
integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Konflik berdarah yang terjadi di beberapa wilayah di
Indonesia akhir- akhir ini, yaitu konflik antarumat beragama di
Kuningan, Pandeglang, Tasikmalaya, Bekasi, dan
Temanggung, menunjukkan pada kita semua, betapa rentannya
masyarakat Indonesia jatuh dalam tindak kekerasan yang
berujung pada perilaku anarkis. Hanya karena perbedaan
keyakinan, seorang warga masyarakat rela menganiaya bahkan
sampai menghilangkan nyawa sesama. Kondisi ini tentu
menimbulkan pertanyaan di hati kita mengapa bangsa yang
sejak lama telah dikenal sebagai bangsa yang ramah dan penuh
toleransi mendadak berubah menjadi bangsa yang lebih
mengedepankan kekuatan otot dibandingkan kekuatan otak
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya (Anonim,
2011).
Masifnya kekerasan sosial dalam bentuk apapun,
sebenarnya representasi dari manusia-manusia tanpa nurani
dan akal sehat serta jauh dari peradaban. Egoisme dan
arogansi kebenaran atas nama kelompok, kebenaran
mayoritas, seringkali menjadi satu-satunya cara untuk
melegitimasi tindak kekerasan.
Lemahnya penegakan kepastian hukum terhadap
kasus-kasus kekerasan sosial yang bersifat massal dan atau
melibatkan para elite tertentu, telah memberi ruang toleransi
dan pembenaran terhadap munculnya aksi-aksi kekerasan
sosial. Perlu dicermati bahwa konflik sosial anarkis yang
berlatar belakang perbedaan agama, budaya, dan atau
keyakinan tidak pernah selesai dengan dialog, bahkan dalam
dialog seringkali menyisakan berbagai potensi konflik,
dominasi serta pembenaran oleh sekelompok yang merasa
mayoritas, sehingga kebenaran menjadi semu menurut
kacamata mayoritas, dan kondisi inilah yang sering muncul
dalam dialog, bukan solusi yang ada, tetapi melahirkan
berbagai persoalan baru dan laten. Pemerintah saat ini, secara
resmi hanya mengakui enam agama: Islam, Protestan, Katolik
Roma, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Meskipun bukan
negara Islam, Indonesia adalah yang paling padat
penduduknya di dunia yang mayoritas penduduknya muslim.
Sebagian besar umat Hindu adalah Hindu Bali, dan sebagian
besar umat Buddha di zaman modern Indonesia adalah etnis
Cina. Meski sekarang agamaagama minoritas, Hindu dan
Buddha tetap menentukan pengaruh dalam kebudayaan
Indonesia.
Konflik sosial yang berlatar belakang SARA tumbuh ibarat
gunung es, dan layaknya bom waktu yang siap meledak kapan
dan di mana saja. Sehubungan dengan persoalan di atas,
penelitian tentang anilisa bencana sosial dalam rangka
manejemen konlflik masyarakat multikultural yang
memengaruhi konflik sosial di Kabupaten Manokwari Papua
Barat melalui studi kuantitatif dengan analisis jalur menjadi
sesuatu yang penting dilakukan, mengingat Kabupaten
Manokwari yang sering mengalami konflik dan gesekan antar
umat beragama, oleh itu diperlukan upaya khusus untuk
mencegah konflik tersebut terjadi.
1.2 Indentifikasi Masalah

Dari uraian dalam latar belakang masalah tersebut, maka


identifikasi permasalahan yang diambil pada penelitian ini
sebagai berikut:
1. Adanya konflik yang diakibatkan oleh pengaruh identitas
sosial kelompok
2. Adanya Pengaruh kepribadian dan keyakinan para pelaku
dalam konflik sosial yang anarkis
3. Adanya Pengaruh sosial ekonomi terhadap terjadinya
konflik sosial yang anarkis ?
4. Adanya Bagaimana Pengaruh perilaku komunikasi terhadap
terjadinya konflik sosial yang anarkis
5. Adanya Peran Para Aktor Perdamaian dan Kearifan Lokal

6. Adanya Potensi Membangun Perdamaian

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengaruh identitas sosial kelompok terhadap


terjadinya konflik sosial yang anarkis ?
2. Bagaiamana Pengaruh sosial ekonomi terhadap terjadinya
konflik sosial yang anarkis ?
3. Seperti Apakah Karakteristik Konflik Sosial ?

4. Bagaimanakah Konflik Sosial dan Penyelesaiannya ?

5. Seperti apa Peran Para Aktor Perdamaian dan Kearifan


Lokal ?

6. Bagaimana Potensi Membangun Perdamaian ?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Konflik

Menurut Robbins dalam Sopiah (2008:57), konflik


adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak merasakan
bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan
segera mempengaruhi secara negatif pihak lain. Sedangkan
menurut Nimran mengartikan konflik sebagai kondisi yang
dipersepsikan ada diantara pihak-pihak atau lebih merasakan
adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk
mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain. Menurut
Bahasa konflik dapat diartikan dengan perbedaan;
pertentangan dan perselisihan (Veithzal R & Deddy
M.,2003:274).
Pada hakikatnya konflik adalah suatu bentuk
hubungan atau interaksi antara manusia baik individual
maupun kelompok yang menandai sifat bertentangan atau
berlawanan (antagonistik) dalam mencapai suatu tujuan yang
timbul akibat adanya perbedaan kepentingan, emosi/psikologi
dan nilai. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya
setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-
beda satu dengan lainnya. Perbedaan perasaan dan pendirian
inilah yang menjadi faktor penyebab konflik sosial. Tidak
satupun masyarakat yang tidak pernah mengalami konflik
antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya.
2.1.2 Komponen Konflik

Menurut Veithzal R & Deddy M (2003:283), secara umum


konflik itu terdiri atas tiga (3) komponen, yaitu:
1. Interest (kepentingan), yakni sesuatu yang memotivasi
orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Motivasi ini tidak hanya dari bagan keinginan pribadi
seseorang, tetapi juga peran dan statusnya.
2. Emotion (emosi), yang sering diwujudkaan melalui
perasaan yang menyertai sebagian besar interaksi manusia
seperti marah, kebencian, takut, penolakan.

3. Values (nilai), yakni komponen konflik yang paling susah


dipecahkan karena nilai itu merupakan hal yang tidak bisa
diraba dan dinyatakan secara nyata, nilai berada pada
kedalam akar pemikiran dan perasaan tentang benar dan
salah, baik dan buruk yang mengarahkan dan memelihara
perilaku manusia

2.1.3 Penyebab Konflik

Menurut Yadiman & Rycko Amelza (2013:3-4)


penyebab terjadinya konflik sosial antara lain yaitu :
1. Perbedaan kepentingan antar kelompok antar kelompok
sosial, seperti perbedaan kepentingan politik, ekonomi,
sosial, buudaya, agama dan sejenisnya merupakan faktor
penyebab timbulnya konflik.
2. Perbedaan pola kebudayaan seperti perbedaan adat istiadat,
suku bangsa, agama, paham politik, pandangan hidup, dan
budaya darah sehingga mendorong timbulnya persaingan
dan pertentangan, bahkan bentrokan di antara anggota
kelompok sosial tersebut.
3. Adanya perbedaan antar kelompok sosial, baik secara fisik
maupun mental, atau perbedaan kemampuan, pendirian,
dan perasaan sehingga menimbulkan pertikaian atau
bentrokan di antara mereka.
4. Perbedaan individu Perbedaan kepribadian antar individu
bisa menjadi faktor penyebab terjadinya konflik, biasanya
perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah
perbedaan pendirian dan perasaan.
5. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak
dalam masyarakat perubahan adalah sesuatu yang lazim
dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat
memicu terjadinya konflik sosial

2.1.4 Sumber Konflik Sosial

Konflik yang terjadi pada manusia bersumber dari


berbagai macam sebab. Begitu beragamnya sumber konflik
yang terjadi antarmanusia, sehingga sulit itu untuk
dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik.
Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi
sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu
ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian
sebaliknya. Suatu konflik dapat terjadi karena perbedaan
pendapat, salah paham, ada pihak yang dirugikan, dan
perasaan sensitif.
1. Perbedaan pendapat Suatu konflik yang terjadi karena
perbedaan pendapat di mana masingmasing pihak
merasa dirnya benar, tidak ada yang mau mengakui
kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut
amat tajam, maka dapat menimbulkan rasa kurang
enak, ketegangan dan sebagainya.
2. Salah paham Salah paham merupakan salah satu hal
yang dapat menimbulkan konflik.

3. Ada pihak yang dirugikan Tindakan salah satu pihak


mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-
masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga
seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang
senang atau bahkan membenci.
4. Perasaan sensitif Seseorang yang terlalu perasa
sehingga sering menyalahartikan tindakan orang lain.

2.2 Landasan Normatif


Konflik sosial yang berdampak besar pada masalah
kemanusiaan menjadikan konflik sosial sebagai salah
satu dari jenis-jenis pelanggaran HAM. Sebagai Negara
yang kaya akan suku, agama dan budaya membuat
Indonesia dikenal sebagai Negara demokrasi dengan
tingkat toleransi yang tinggi. Namun, maraknya konflik
sosial yang terjadi menunjukkan bahwa fungsi toleransi
tidak berjalan dan ada yang salah dengan cara kita
merawat kekayaan itu sebagai kekuatan.
Salah satu upaya mencegah terjadinya konflik sosial
adalah dengan cara merawat kemajemukan bangsa
Indonesia yang dimiliki melalui dibumikannya kembali 4
Pilar Bangsa Indonesia, yaitu
 Menjaga keutuhan NKRI
 Menghayati dan mengamalkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila;
 Menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara
berdasar pada UUD 1945
 Mempererat rasa persatuan sebagai bangsa yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika Guna menangani konflik sosial
yang terjadi di Indonesia disahkanlah Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015
Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Adapun hal-hal yang diatur dalam PP ini adalah sebagai berikut :
 Upaya pencegahan konflik
 Berbagai tindakan darurat yang diperlukan guna
menyelamatkan dan melindungi korban
 Penggunaan kekuatan TNI sebagai bantuan
 Pemulihan paska konflik
 Partisipasi masyarakat dalam penanganan konflik
 Dilakukannya monitoring dan evaluasi.
Peraturan Pemerintah ini merupakan landasan hukum bagi
pemerintah dalam menangani konflik sosial dengan tujuan :
 Terciptanya kehidupan masyarakat yang aman, tenteram,
damai, dan sejahtera
 Terpeliharanya kehidupan bermasyarakat yang damai dan
harmonis
 Ditingkatkannya rasa tenggang rasa dan toleransi
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
 Terpeliharanya keberlangsungan fungsi pemerintahan
 Terlindunginya jiwa, harta benda, serta sarana dan prasarana
umum
 Pemulihan kondisi fisik dan mental masyarakat
 Pemulihan sarana dan prasarana umum.

Dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
diharapkan penanganan konflik sosial akan lebih baik karena
melibatkan berbagai pihak. Hal ini juga menunjukkan kehadiran
negara dalam melindungi hak dan kewajiban warga negara
BAB III
METODE PENULISAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut


Bogdan dan Taylor, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2004 : 4).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan
dengan tujuan pokok penelitian yaitu untuk mendiskripsikan penemuan
tentang mediasi penal yang tepat digunakan untuk menangani konflik
pada masyarakat.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode analisis dari Miles, dimana tahap analisis Miles
mencakup pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, verifikasi
data/penarikan kesimpulan (Milles dan Huberman, 1999 : 19)
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konflik terjadi secara vertikal dan horizontal.
Konflik vertikal lebih terorganisir, sedangkan konflik
horizontal bersifat spontan dan dalam bentuk amuk
massa. Konflik horizontal lebih mudah dan lebih cepat
diselesaikan daripada konflik vertikal. Kepentingan
ekonomi lebih dominan sebagai faktor yang mendasari
konflik sosial (infrastruktur konflik), kemudian faktor
ideologi (agama, kepercayaan) dan sosial-budaya
sebagai pendukungnya. Penyelesaian konflik cenderung
mengutamakan cara musyawarah untuk mencapai
mufakat melalui mediasi yang difasilitasi oleh aparat
keamanan dan pemerintah daerah setempat. Konflik-
konflik sosial yang mungkin terjadi pada masa
mendatang dalam beragam bentuk, frekuensi, intensitas
dan ekskalasinya, bersumber dari dan dipicu oleh
beragam faktor.Kemungkinan didasarkan pada banyak
kasus konflik yang terjadi sebelumnya, baik konflik
horizontal maupun vertikal. Konflik-konflik sosial
dapat terjadi dari faktor hubungan psikososial,
kepentingan ekonomi, perbedaan nilai-nilai (agama dan
etnisitas), dan faktor kesenjangan struktural.Oleh karena
itu sinergi antar aktor (multistakeholder) dengan
memanfaatkan nilai-nilai lokal dapat mempercepat dan
memperkuat penyelesaian damai dan membangun
perdamaian ke depan dapat dikembangkan dengan
melibatkan multistakeholder secara sinergis dan dengan
melakukan revitalisasi kelembagaan dan kearifan lokal.
3.2 Saran
Dalam identitas sosial sebaiknya lebih diperhatikan
kembali sebab merupakan bagian dari interaksi sosial yang
dapat mengidentifikasi keberadaan suatu konflik. Faktor
sosial ekonomi sebaiknya menjadi bahan pertimbangan
pemerintah desa setempat dalam hal menanggulangi potensi
konflik yang bisa terjadi. Keberadaan tokoh formal dan
informal di desa sebaiknya dapat diberdayakan kembali
dalam upaya sebagai fasilitator yang bersifat netral bagi
penyelesaian konflik yang bisa terjadi. Motif yang dimiliki
oleh orang desa masih terbatas pada aspek keyakinan
beragama, maka sebaiknya motif ini perlu dialihkan pada
motif-motif lainnya sehingga potensi konflik bisa
diminimalisir.
DAFTAR PUSTAKA

 Anonim. (20ll). Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan.

Yogyakarta:UGM

 Johnson, D.P. (l990). Teori Sosiologi: Klasik dan Modern (Jilid II). Terj.
Robert M.Z. Lawang. Jakarta: Gramedia.

 Prijana. (2005). Metode Sampling Terapan Untuk Penelitian Sosial.


Bandung: Humaniora.

 Osborne, R. dan B. νan Loon. l998. Mengenal Sosiologi: For


Beginners. Ed. Richard Appignanesi. Terj. Siti Kusumawati A. Bandung:
Mizan.

 Rakhmat, Jalaluddin. (l990). Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosda.

 Sears, Daνid. O. Dkk. (l985). Psikologi Sosial (Jilid I).


Jakarta:Erlangga.

 Taylor, D.M. and F.M. Moghaddam. (l994). Theories of Intergroup


Relations, International Social Psychological Perspectiνes. London:
Praeger Publishers

 Algifari, l997, Analisis Regresi, Teori, Kasus, dan Solusi, Edisi


Pertama, STIE YKPN Yogyakarta.

 Anoraga, Pandji. l995. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

 Arikunto, Suharsimi, l992. Manajemen Penelitian, Cetakan ke-5,


Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

 As'ad, Moh, l987, Seri Ilmu Sumber Daya Manusia Psikologi Industri,
Cetakan kedua, Liberty, Jogjakarta. As'ad, Moh., l99l, Psikologi
Kerja, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

 Atmosoeprapto, Kisdarto, 2000, Produktiνitas Aktualisasi Budaya


Perusahaan, Cetakan Kedua, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

 Azwar, Saifudin, l997, Validitas dan Reliabilitas, Cetakan pertama.


Liberty, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai