Anda di halaman 1dari 6

1.

KOMUNIKASI TERAUPEUTIK DALAM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dirancang dan direncanakan untuk


tujuan terapi, dalam rangka membina hubungan antara perawat dengan pasien agar
dapat beradaptasi dengan strain, mengatasi gangguan psikologis, sehingga dapat
melegakan serta membuat pasien merasa nyaman, yang pada akhirnya mempercepat
proses kesembuhan pasien.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling


memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Tujuan hubungan terapeutik
diarahkan pada pertumbuhan pasien meliputi: realisasi diri, penerimaan diri dan
peningkatan penghormatan terhadap diri. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri
merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam komunikasi yang dilakukan secara
terencana dan dilakukan untuk membantu proses penyembuhan pasien.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar,


bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan membina
hubungan yang terapeutik antara perawat dan klien. Komunikasi terapeutik juga dapat
dipersepsikan sebagai proses interaksi antara klien dan perawat yang membantu klien
mengatasi strain sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan
dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan mengatasi hambatan psikologis yang
menghalangi realisasi diri.

Tujuan komunikasi terapeutik

Dengan menggunakan komunikasi terapeutik, seorang perawat idealnya dapat lebih


mudah memahami dan berempati kepada pasien. Berikut adalah tujuan penggunaan
komunikasi terapeutik.

1. Membangun hubungan terapeutik perawat dan pasien.


2. Mengidentifikasi kekhawatiran yang menjadi perhatian utama pasien.
3. Menilai persepsi pasien ketika ada masalah terkait dengan kondisinya,
termasuk persepsi pasien mengenai tindakan dari orang-orang yang terlibat,
serta bagaimana perasaan pasien tentang situasi, orang lain, dan dirinya sendiri
dalam kondisi tersebut.
4. Memfasilitasi luapan emosional dari pasien.
5. Mengajari pasien dan orang-orang terdekatnya (keluarga) tentang keterampilan
perawatan diri yang diperlukan.
6. Mengenali kebutuhan pasien.
7. Menerapkan intervensi yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pasien.
8. Membimbing pasien dalam mengidentifikasi rencana tindakan untuk
menghasilkan resolusi yang memuaskan dan dapat diterima secara sosial.
Tahap Komunikasi Terapeutik

Dilansir dari buku principles and exercise of Psychiatric Nursing (1998) karya Stuart
dan Sundeen, memaparkan bahwa komunikasi terapeutik terdiri dari empat tahap.
Tahap-tahap tersebut yaitu:

 Tahap pre-interaksi
Tahap ini merupakan tahap persiapan perawat sebelum bertemu dan
berkomunikasi dengan pasien. Perawat perlu menilai dirinya seberapa kemampuan
yang dimilikinya dalam menjalankan komunikasi terapeutik.
 Tahap orientasi atau perkenalan
Tahap ini dimulasi saat perawat dan pasien bertemu untuk pertama kalinya.
Perawat berkenalan dengan pasien. Tugas perawat pada tahap ini untuk
membangun hubungan saling percaya dengan pasien.
 Tahap kerja
Tahap ini merupakan inti dari proses komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat
kepada pasien. Perawat dituntut mampu memberikan dukungan dan bantuan
kepada pasien.
 Tahap terminasi
Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses komunikasi terapeutik. Perawat dan
pasien diharapkan meninjau kembali proses yang telah dilalui dan dicapai.

2. PROMOSI KESEHATAN
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat mempunyai peran dan fungsi
sebagai perawat diantaranya pemberi perawatan, sebagai advokat keluarga,
pencegahan penyakit, pendidikan, konseling, kolaborasi, pengambil keputusan etik
dan peneliti (Hidayat, 2012).
1. Pemberi asuhan keperawatan
Memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan,
dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
2. Advokat pasien / klien
Menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien- mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien.
3. Pendidik / Educator
Membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala
penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari
klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Koordinator
Mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim
kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai
dengan kebutuhan klien.
5. Kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari
dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain berupaya 5 mengidentifikasi pelayanan
keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam
penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Konsultan
Tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk
diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang
tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peneliti
Mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah
sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

3. PENGGUNAAN ALAT - ALAT PELINDUNG FISIK PADA PASIEN


1. Restrain adalah bagian dari implementasi patient safety, karena bertujuan untuk
memberikan keamanan fisik, psikologis dan kenyamanan pasien. Restrain yang
dilakukan pada pasien di rumah sakit jiwa juga dapat menimbulkan dampak negatif
berupa cedera / luka pada ekstremitas yang dilakukan restrain
Restrain/ pengikatan fisik (dalam psikiatri) secara umum mengacu pada
suatu bentuk tindakan menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi
gerakan ekstremitas individu yang berperilaku diluar kendali.
2. Jl

4. LANGKAH DOKUMENTASI KEPERAWATAN (TERLAMPIR)


5. PENGKAJIAN KEPERAWATAN DASAR PADA INDIVIDU

6. PEMBERIAN OKSIGENASI SEDERHANA


Sistem Aliran Rendah
1. Kateter Nasal: alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinu
dengan aliran 1-6 liter/menit dengan konsentrasi 24%-44%.
 Keuntungan: pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara, murah nyaman, dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
 Kerugian: Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 45%,
tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi
distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan
lebih dari 6 liter/menit dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan
mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat.
2. Sungkup Muka Sederhana (simple face mask): pemberian oksigen kontinu atau
selang seling 5-8 liter/menit dengan konsetrasi oksigen 40%-60%
 Keuntungan: konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter
dan kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan
sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aersol.
 Kerugian: tidak dapat memberikan konsentrasi kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan karbon dioksida (CO2) jika aliran rendah.
3. Sungkup muka dengan kantong rebreathing: teknik pemberian oksigen dengan
konsentrasi tinggi yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 liter/menit
 Keuntungan: konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka
sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir.
 Kerugian: tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran
lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa
terlipat.
4. Sungkup muka dengan kantong Non Rebreathing: pemberian oksigen dengan
konsentrasi mencapai 99% dengan aliran 8-12 liter/menit di mana udara inspirasi
tidak bercampur dengan udara ekspirasi
 Keuntungan: konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapai 100%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
 Kerugian: kantong oksigen bisa terlipat
5. Sungkup muka dengan Ventury. Aliran udara pada alat ini sekitar 4-14 liter/menit
dengan konsentrasi 30-50%.
 Keuntungan: konsentrasi oksigen yang diberikan konstan sesuai dengan
petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap
FiO2, suhu dan kelembaban gas dapat dikontrol serta tidak terjadai
penumpukan CO2
 Kerugian: Tidak dapat memberikan konsentrasi rendah, jika aliran lebih
rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa
terlipat.
6. SUNGKUP MUKA AEROSOL (AMBUBAG)
Aliran 10 -12 liter/ menit ----> o2 dg Konsentrasi 100%

7. TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KONDISI GAWAT DARURAT /


BENCANA/KRITIKAL
Triage adalah suatu cara untuk menseleksi atau memilah korban berdasarkan tingkat
kegawatan. Menseleksi dan memilah korban tersebut bertujuan untuk mempercepat
dalam memberikan pertolongan terutama pada para korban yang dalam kondisi kritis
atau emergensi sehingga nyawa korban dapat diselamatkan.
Prinsip dasar penanganan gawat darurat Dalam menangani kasus gawatdaruratan,
penentuan masalah utama (diagnosis) dan tindakan pertolongan harus dilakukan
dengan cepat, tepat, dan tenang (tidak panik), walaupun suasana keluarga pasien
ataupun pengantarannya mungkin dalam kepanikan.

8. MANAGEMENT PATIENT SAFETY


1. Patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkan cidera
padapasien akibat perawatan medis dan kesalahanpengobatan
2. Tujuan dari patient safety adalah
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit;
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat;
c. Menurunnya KTD di Rumah Sakit,
d. Terlaksananya prorgam-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulanganKTD.
3. Urgensi patient safety adalah untuk menghindarkan tuntutan sehingga
meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi.
4. Terdapat isu penting, elemen patient safety, dan akar penyebab kesalahan
yang paling umum dalam patient safety
5. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
6. Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap
kejadianyang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian
Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan
Kejadian Potensial Cedera.
7. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
8. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden
yang belum sampai terpapar kepasien.
9. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah
terpapar ke pasien, tetapi tidak timbulcedera.
10. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang
sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadiinsiden.
11. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera
yang serius.
12. Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan
insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden.
13.

Anda mungkin juga menyukai